Kajian Pengembangan Ternak Kerbau Berdasarkan Potensi Sumberdaya di Kabupaten Kudus

KAJIAN PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU
BERDASARKAN POTENSI SUMBERDAYA
DI KABUPATEN KUDUS

SKRIPSI
FIQY HILMAWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
1

RINGKASAN
Fiqy Hilmawan. D14060911. 2010. Kajian Pengembangan Ternak Kerbau
Berdasarkan Potensi Sumberdaya di Kabupaten Kudus. Skripsi. Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla, E.N.S.D, M.Si
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si
Kabupaten Kudus merupakan wilayah dengan tingkat permintaan daging

kerbau yang tinggi. Hal ini terkait tradisi sosial masyarakatnya yang merasa tabu
apabila mengonsumsi daging sapi. Namun, tingginya permintaan tersebut tidak
sebanding dengan total populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus yang masih
rendah dan cenderung menurun tiap tahunnya. Adanya permintaan yang tinggi
terhadap daging kerbau dan masih rendahnya populasi ternak kerbau memberi
peluang untuk dikembangkan populasi ternak kerbau di wilayah Kabupaten Kudus.
Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi sumberdaya peternakan yang mendukung
upaya pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumberdaya peternakan
pendukung serta menganalisis wilayah basis dan nonbasis serta kapasitas tampung
ternak ruminansia termasuk ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Penelitian ini
menggunakan metode survei dengan pengambilan data pada bulan Februari 2010.
Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara dengan peternak dan aparat dinas serta melakukan observasi
langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan Kabupaten Kudus, Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Kapasitas Peningkatan
Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR).
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kondisi iklim, luas lahan

pertanian sebagai penyedia pakan, tingkat permintaan daging kerbau, fasilitas
infrastruktur dan program pemerintah memiliki potensi yang mendukung dalam
pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Namun, ketersediaan aparat
pemerintah (penyuluh lapang pertanian), kelembagaan khususnya kelompok ternak
dan permodalan harus lebih diperhatikan oleh pemerintah, karena merupakan salah
satu kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kudus. Hasil analisis LQ menunjukkan
bahwa Kabupaten Kudus memiliki tiga wilayah kecamatan yang tingkat kepemilikan
ternak kerbau relatif lebih baik dibanding wilayah kecamatan lainnya (LQ>1). Hasil
analisis KPPTR menunjukkan bahwa Kabupaten Kudus masih dapat ditingkatkan
populasi ternak ruminansia sebesar 9.110,65 ST dan untuk ternak kerbau sebesar
1.572,86 ST.
Kata-kata kunci

: kerbau, Location Quotient, KPPTR

i

ABSTRACT
Study Development of Buffalo Based on Resources Potency in Kudus District
Hilmawan, F., L. Cyrilla and H. Nuraini

The objectives of this study were to identify animal husbandry resources,
analyze area that can be developed as buffalo base and have potency to developing
of buffalo based on feeds availability. Data was collected on February 2010. The
primary data was collected from interviewed the farmers and official governments
using questioner and observation. The secondary data was collected from animal
husbandry official, Statistic Center Board (BPS), and Board of Regional
Development Planning (BAPPEDA). This study used descriptive analyzes, Location
Quotient (LQ) analyzes, and Capacity of Additional Ruminant Population (KPPTR)
analyzes. The result showed that climate condition, demand of meat, agricultural area
as supplier feed for animal, facilities, and government policy still have the potency to
support the buffalo development in Kudus district. However, the official government
(agricultural extension agent), organization and capital investment must be increased.
Based on result of calculation LQ, showed that Kudus district had three sub districts
(LQ>1), that the livestock (buffalo) possession better than the other sub districts.
Estimation of KPPTR showed that Kudus district’s KPPTR values were positive
(9,110.65 AU). It means that the population of ruminant in Kudus district still get
increased and especially for the buffalo about 1,572.86 AU.
Keywords

: buffalo, Location Quotient, KPPTR


ii

KAJIAN PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU
BERDASARKAN POTENSI SUMBERDAYA
DI KABUPATEN KUDUS

FIQY HILMAWAN
D14060911

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010


iii

Judul : Kajian Pengembangan Ternak Kerbau Berdasarkan Potensi
Sumberdaya di Kabupaten Kudus
Nama : Fiqy Hilmawan
NIM : D14060911

Menyetujui,
Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

(Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, M.Si)
NIP. 19630705 198803 2 001

(Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si)
NIP. 19640202 198903 2 001

Mengetahui :
Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 2 Agustus 2010

Tanggal Lulus :

iv

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Juli 1988 di Kudus, Jawa Tengah. Penulis
adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ali Musthofa dan Ibu
Ani Khalimah.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di MI NU Attarbiyah
Islamiyah Kudus dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat
pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 1
Gebog. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Kudus pada tahun 2003 dan
diselesaikan pada tahun 2006.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam organisasi Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2008-2009 sebagai staf Sosial Lingkungan
Masyarakat. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus
Bogor Menara Kota (KKB MK) di IPB sebagai Ketua Divisi INFOKOM periode
2009-2010. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa BBM (Bantuan
Belajar Mahasiswa) pada tahun 2008/2009 dan 2009/2010. Penulis juga pernah
menjadi asisten Mata Kuliah Teknik Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan
Ternak pada semester genap tahun ajaran 2009/2010.

v

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, karunia, kekuatan serta kemudahan dari setiap masalah yang penulis hadapi
sehingga proses penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Pengembangan Ternak Kerbau
Berdasarkan Potensi Sumberdaya di Kabupaten Kudus” ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui
potensi pengembangan usahaternak kerbau berdasarkan ketersediaan sumberdaya
alam (hijauan pakan), sumberdaya manusia, fasilitas infrastruktur, kelembagaan dan
penerapan teknologi pemeliharaan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Hal tersebut
dapat dijadikan sebagai aspek pendukung dalam pengembangan ternak kerbau terkait
wilayah mana saja yang menjadi basis populasi ternak kerbau dan melihat
kemampuan wilayah pengembangan guna meningkatkan total populasi ternak
berdasarkan kemampuan penyediaan hijauan pakan ternak.
Skripsi ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan pertimbangan untuk
pelaksanaan pengembangan usahaternak kerbau di Kabupaten Kudus dan sebagai
bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya tentang ternak kerbau serta bagi para
pengusaha atau investor yang akan mengembangkan ternak kerbau di Kabupaten
Kudus pada khususnya. Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, karena
penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk menjadi lebih
baik ke depannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk dunia ilmu
pengetahuan dan meningkatkan optimisme membangun masa depan yang lebih baik.

Bogor,

Agustus 2010


Penulis

vi

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ........................................................................................

i

ABSTRACT ...........................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................

iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................


iv

RIWAYAT HIDUP ................................................................................

v

KATA PENGANTAR ............................................................................

vi

DAFTAR ISI ..........................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ..................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................


x

DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................

xi

PENDAHULUAN ..................................................................................

1

Latar Belakang ............................................................................
Tujuan ........................................................................................

1
3

TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................

4

Kerbau .........................................................................................
Peranan Kerbau bagi Masyarakat Petani ..................................... ..
Potensi Ternak Kerbau........................................................... ........
Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau .......................................... ..
Usahaternak Kerbau ........................................................... ...........
Analisis Location Quotient........................................................... ..
Analisis KPPTR............... ............................................................

4
4
5
8
9
11
12

MATERI DAN METODE ......................................................................

13

Lokasi dan Waktu .......................................................................
Materi .........................................................................................
Prosedur ......................................................................................
Rancangan dan Analisis Data .......................................................
Analisis Deskriptif ...........................................................
Analisis Location Quotient ...............................................
Analisis KPPTR ...............................................................

13
13
13
14
14
14
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................

16

Kondisi Umum Kabupaten Kudus ...............................................
Letak Geografis dan Luas Wilayah ...................................
Iklim ...............................................................................
Topografi dan Penggunaan Lahan ....................................
Sumberdaya Manusia .......................................................
Sektor Ekonomi................................................................

16
16
16
16
17
18

vii

Wilayah Pembangunan .....................................................
Sektor Peternakan.............................................................
Sumberdaya Pendukung Peternakan .............................................
Sumberdaya Alam ............................................................
Kondisi Iklim ........................................................
Lahan ...................................................................
Populasi Ternak Kerbau ........................................
Sumberdaya Manusia .......................................................
Karakteristik Peternak...........................................
Karakteristik Aparat..............................................
Fasilitas Infrastruktur .......................................................
Tatalaksana Budidaya Ternak Kerbau ..........................................
Pemeliharaan Ternak Kerbau............................................
Perkandangan ..................................................................
Peralatan .........................................................................
Pemberian Pakan dan Minum ...........................................
Penanggulangan Penyakit .................................................
Pemasaran .......................................................................
Kelembagaan ...................................................................
Peran Pemerintah Kabupaten Kudus ............................................
Wilayah Basis dan Nilai KPPTR ..................................................
Wilayah Basis (LQ) ..........................................................
Nilai KPPTR ....................................................................
Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Kerbau .....................
Kelompok Wilayah I ........................................................
Kelompok Wilayah II .......................................................
Kelompok Wilayah III ......................................................

20
20
23
23
23
24
25
27
27
30
30
32
32
34
35
36
37
37
38
40
41
41
42
45
45
46
47

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

50

Kesimpulan..................................................................................
Saran ..........................................................................................

50
50

UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................

51

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

52

LAMPIRAN .........................................................................................

55

viii

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Luas Lahan Menurut Penggunaannya Tahun 2008 ......................

17

2. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Tahun 2008 ..................................................................................

18

3. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Kabupaten Kudus Tahun 2003-2007 ...........................................

19

4. Pendapatan Per Kapita Kabupaten Kudus Tahun 2003-2007 .......

19

5. Total Populasi Ternak Tiap Kecamatan Kabupaten Kudus
Tahun 2008 .................................................................................

21

6. Populasi Ternak Kerbau Per Kecamatan Tahun 2004-2008 .........

22

7. Produksi Hasil Ternak Kabupaten Kudus Tahun 2004-2008 ........

22

8. Komposisi Ternak Kerbau Berdasarkan Umur Tiap Kecamatan
di Kabupaten Kudus ...................................................................

26

9. Karakteristik Peternak Kerbau di Kabupaten Kudus ....................

28

10. Rincian Pegawai Peternakan di Kabupaten Kudus .......................

30

11. Kelompok Ternak Kerbau di Kabupaten Kudus ..........................

39

12. Nilai LQ untuk Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus .................

41

13. Nilai KPPTR Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus ..................

43

14. Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Kerbau di
Kabupaten Kudus........................................................................

45

ix

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Taman Ternak di Kabupaten Kudus ............................................

32

2. Penggembalaan Ternak Kerbau ....................................................

34

3. Situasi Pemasaran Ternak Kerbau di Pasar Ternak Kudus ...........

38

4. Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Nilai LQ di Kabupaten
Kudus .........................................................................................

42

5. Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Nilai KPPTR di
Kabupaten Kudus ........................................................................

44

x

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Profil Umum Peternak di Tiga Kecamatan Terpilih .....................

56

2. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Kudus .......................

57

3. Perhitungan Nilai LQ Kerbau di Kabupaten Kudus ....................

57

4. Peta Kabupaten Kudus di Provinsi Jawa Tengah .........................

58

5. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Kudus .................................

58

6. Peta Wilayah Kabupaten Kudus……………………… ................

59

7. Nilai LQ Ternak Ruminansia per Kecamatan di Kabupaten
Kudus .........................................................................................

59

8. Perkiraan Konsumsi Daging Sapi dan Kerbau Kabupaten
Kudus Tahun 2003-2008 (kg) ......................................................

60

9. Kapasitas Penambahan Ternak Ruminansia di Kabupaten
Kudus ..........................................................................................

60

10. Perhitungan Kapasitas Tampung Wilayah ..................................

61

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sub sektor peternakan merupakan salah satu bidang yang berperan besar
dalam peningkatan pendapatan peternak, meningkatkan populasi dan produksi ternak
sebagai

modal dalam penyediaan pangan terutama pangan asal hewan bagi

masyarakat. Melihat kondisi demikian, sub sektor peternakan perlu dibangun dan
dikembangkan sebagai salah satu usaha agribisnis peternakan dan optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya alam sehingga upaya pengembangan peternakan dapat
ditingkatkan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petanipeternak pada khususnya. Seiring dengan era otonomi daerah, suatu wilayah dituntut
untuk berusaha dalam merancang dan mengembangkan wilayahnya menjadi lebih
baik. Pengembangan potensi ternak potong di suatu wilayah akan sangat membantu
upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani terutama daging yang semakin
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain membantu dalam
pemenuhan protein hewani, pengembangan potensi ternak tersebut juga diharapkan
dapat meningkatkan perekonomian masyarakat daerah.
Kerbau (Bubalus bubalis Linn.) adalah ternak asli daerah panas dan lembab,
khususnya daerah belahan utara tropika (Departemen Pertanian, 2008). Kerbau
merupakan ternak ruminansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam
penyediaan daging. Populasi ternak kerbau di Indonesia masih rendah dan cenderung
menurun tiap tahunnya. Populasi kerbau di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 2,4
juta ekor dan menurun menjadi 1,93 juta ekor pada tahun 2008, sedangkan pada
tahun 2008 populasi ternak sapi potong dan sapi perah mencapai 12,7 juta ekor (BPS,
2009). Penurunan populasi kerbau diduga berkaitan dengan sistem pemeliharaan
yang masih dilakukan secara tradisional, tingginya tingkat pemotongan, terbatasnya
pakan dan padang penggembalaan alami serta penampilan produksi dan reproduksi
yang belum maksimal.
Kabupaten Kudus merupakan salah satu daerah perindustrian terutama
industri rokok di Provinsi Jawa Tengah. Selain sebagai pusat industri rokok,
Kabupaten

Kudus

memiliki

sumberdaya

yang

masih

mencukupi

untuk

pengembangan pertanian. Berdasarkan sumberdaya alam, fasilitas infrastruktur dan
sumberdaya manusia yang dimilikinya menjadikan Kabupaten Kudus memiliki

1

peluang untuk dikembangkan sebagai penghasil ternak kerbau. Ternak kerbau di
Kabupaten Kudus lebih terkenal dibanding ternak sapi mengingat tingginya tingkat
permintaan konsumsi daging dari daging kerbau yaitu sebesar 718.462 kg pada tahun
2008 (Lampiran 8). Produksi daging yang dipasok dari kerbau menduduki peringkat
tertinggi melebihi produksi daging dari ternak sapi dan kambing/domba yaitu sekitar
412.673 kg pada tahun 2008. Latar belakang tingginya konsumsi daging kerbau
terkait dengan budaya masyarakat Kudus. Menurut kepercayaan orang Kudus tabu
menyembelih sapi sehingga ternak kerbau merupakan sumber daging utama. Namun,
tingginya konsumsi dan produksi daging kerbau di Kabupaten Kudus tidak seimbang
dengan jumlah populasi yang ada. Populasi ternak kerbau pada tahun 2008 baru
mencapai 1.794 ekor dan daging kerbau yang dikonsumsi masyarakat selain dari
dalam wilayah juga didatangkan dari luar wilayah Kabupaten Kudus. Selain itu
potensi hijauan makanan ternak yang besar, wilayah dan sumber daya manusia yang
sangat mendukung dan investasi sarana/prasarana peternakan yang terbuka besar
cukup mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Kudus sebagai salah satu
sentra produksi ternak kerbau (Pemkab Kudus, 2009).
Melihat hal ini, maka peluang pengembangan peternakan kerbau di
Kabupaten Kudus masih cukup besar dan berpotensi untuk dikembangkan karena
masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat
petani peternak. Potensi wilayah Kabupaten Kudus sebagai daerah produksi kerbau
memiliki target dan sasaran yaitu guna menjadikan Kabupaten Kudus sebagai daerah
penghasil kerbau di samping bidang perindustrian tentunya dengan jumlah produksi
yang stabil dan kualitas ternak yang dihasilkan baik sesuai dengan kondisi
sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya

yang dimiliki.

Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan identifikasi dan analisis secara detail guna
mengetahui potensi sumberdaya pendukung, wilayah basis pengembangan serta
wilayah yang berpotensi dalam penambahan daya tampung ternak kerbau terhadap
penyediaan pakan yang dapat mendukung usaha pengembangan ternak kerbau di
wilayah Kabupaten Kudus.

2

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi sumberdaya peternakan Kabupaten Kudus dalam upaya
pengembangan ternak kerbau
2. Menganalisis wilayah basis pengembangan ternak kerbau di Kabupaten
Kudus
3. Menganalisis wilayah Kabupaten Kudus yang berpotensi dalam penambahan
daya tampung ternak kerbau terhadap ketersediaan lahan penghasil hijauan
pakan ternak di Kabupaten Kudus.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kerbau
Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovinae yang berkembang
di banyak bagian di dunia dan diduga berasal dari India. Kerbau domestikasi yang
ada pada saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang
masih liar adalah Bubalus mindorensis, Bubalus depressicornis dan Bubalus cafer
(Hasinah dan Handiwirawan, 2006).
Kerbau domestik terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau sungai (river
buffalo) dan kerbau rawa (swamp buffalo). Kerbau (Bubalus bubalis Linn.) adalah
ternak ruminansia besar yang memiliki potensi tinggi dalam penyediaan daging.
Kerbau ditinjau dari habitatnya digolongkan dalam dua tipe yaitu kerbau rawa
(swamp buffalo) yang habitatnya di area rawa dan berlumpur dan kerbau sungai
(river buffalo) yang habitatnya di daerah basah dan lebih suka berenang di sungai
atau kolam yang dasarnya keras. Kerbau sungai umumnya merupakan tipe kerbau
penghasil susu, sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging. Kerbau
rawa memiliki ciri-ciri berbadan pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki
konformasi tubuh yang berat dan padat, biasanya berwarna abu-abu dengan warna
yang lebih cerah pada bagian kaki (Fahimuddin, 1975).
Kerbau rawa dapat hidup sampai usia 25 tahun dan memiliki nilai conception
rate sebesar 63% ( Cockrill, 1974). Dewasa kelamin dicapai pada umur 2-3 tahun
dan mampu menghasilkan anak 10-15 ekor selama hidupnya (Lendhani, 2005).
Memiliki siklus berahi selama 21 hari selama 32 jam (Mongkopunyu, 1980).
Guzman (1980) menyatakan rata-rata lama bunting selama 320-325 hari dan
memiliki rataan calf crop sangat rendah yaitu 33%. Mongkopunyu (1980)
menyatakan lama bunting kerbau rawa adalah 336 hari. Perbedaan lama kebuntingan
bisa disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim (Toelihere, 1981). Selang beranak
kerbau rawa berkisar antara 1-3 tahun atau rataan 1,5 tahun (Guzman, 1980).
Peranan Ternak Kerbau bagi Masyarakat Petani
Ternak kerbau bagi masyarakat tani di pedesaan merupakan sumber
kekayaan, status sosial dan untuk pesta perayaan yang nilainya sulit ditentukan
secara obyektif. Ternak kerbau di Indonesia pada umumnya mempunyai beberapa

4

kegunaan, yaitu : 1) sebagai ternak penggarap sawah, 2) sebagai ternak penarik
beban, 3) sebagai ternak penghasil daging, 4) sebagai ternak penghasil susu, 5)
sebagai ternak penghasil pupuk kandang (Departemen Pertanian, 1986).
Selain sebagai ternak penghasil daging, peranan dan fungsi ternak kerbau
sebagai sumber tenaga kerja serta pupuk kandang masih akan selalu dibutuhkan oleh
sebagian besar masyarakat/petani, meskipun mekanisasi pertanian dan pupuk organik
sudah mulai banyak digunakan. Kondisi demikian sangat dimungkinkan mengingat :
1) usaha pertanian masih merupakan pertanian rakyat, 2) sekitar 60-70% penduduk
masih bermukim di pedesaan dengan matapencaharian utama pada sektor pertanian,
3) topografi, 4) daya beli masyarakat/petani terbatas, 5) penggunaan traktor
membutuhkan keterampilan yang lebih khusus dan memerlukan biaya eksploitasi
untuk bahan bakar, pelumas, suku cadang dan lain-lain, 6) penggunaan pupuk
anorganik dalam jangka waktu yang lama dan panjang dapat berakibat jelek pada
struktur tanah dan tekstur tanah (Ditjen Peternakan, 1995). Perihal tenaga kerja,
kerbau mampu mengolah tanah seluas 216 m2/jam. Kehadiran traktor dan sapi
Peranakan Ongole (PO) menyebabkan fungsi kerbau semakin berkurang (Rukmana,
1979).
Potensi Ternak Kerbau
Ternak kerbau memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan ternak
sapi. Keunggulan tersebut di antaranya dapat berkembang baik dalam kondisi
lingkungan yang sangat luas dan lingkungan dengan kondisi basah sampai dengan
kondisi kering. Kondisi lingkungan yang kering terutama bila pakan yang tersedia
berkualitas rendah, pertumbuhan kerbau dapat menyamai atau bahkan lebih baik
serta dapat berkembang biak dengan baik dibandingkan dengan sapi (Diwyanto dan
Handiwirawan, 2006).
Populasi ternak kerbau di Indonesia pada tahun 2004 adalah 2,4 juta ekor dan
pada tahun 2008 menurun menjadi 1,93 juta ekor (Badan Pusat Statistik, 2009). Hal
ini serupa dengan penurunan populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus sebanyak
1.899 ekor pada tahun 2007 menjadi 1.794 ekor pada tahun 2008 (BPS Kabupaten
Kudus, 2009). Penurunan populasi ternak kerbau ini disebabkan oleh beberapa faktor
di antaranya tingginya pemotongan betina produktif, penampilan reproduksi ternak
kerbau masih rendah karena ada anggapan bahwa ternak ini lebih lambat pubertasnya

5

dibanding ternak sapi atau herbivora lainnya, ketersediaan pejantan unggul sangat
terbatas dikarenakan banyak pejantan umur produktif yang dikebiri (Muthallib,
2006).
Upaya menuju swasembada daging nasional pada tahun 2014, tidak luput dari
adanya peranan ternak kerbau sebagai penyedia daging. Kontribusi daging sapi
dalam memasok kebutuhan daging nasional sekitar 23% dan sekitar 2,5% di
antaranya berasal dari daging kerbau. Hal ini berarti bahwa sekitar 10% dari total
produksi daging sapi berasal dari daging kerbau. Selain itu di beberapa wilayah di
Indonesia daging kerbau justru lebih disukai dan terkenal dibandingkan dengan
daging sapi. Kawasan di Indonesia yang memiliki populasi kerbau cukup padat
adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat,
Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan (Diwyanto dan Handiwirawan, 2006).
Dilihat dari potensi ekonomi, meningkatnya harga sapi bakalan impor dan
semakin sulitnya memperoleh sapi bakalan lokal membuat beberapa perusahaan
peternakan penggemukkan mulai memilih alternatif komoditas kerbau sebagai ternak
untuk penggemukan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa usaha penggemukkan
kerbau ternyata mampu memberikan keuntungan yang memadai, sekitar Rp 300-600
ribu/ekor. Kondisi pemeliharaan yang intensif ternyata kerbau tetap memerlukan
tempat untuk berkubang, seperti dalam kehidupan bebasnya. Usaha penggemukkan
yang dikaitkan dengan adat istiadat/budaya dapat memberikan keuntungan lebih
dibandingkan yang dipergunakan hanya untuk diambil dagingnya (Diwyanto dan
Handiwirawan, 2006).
Kerbau yang digemukkan dan ditujukan sebagai komponen untuk keperluan
ritual (sosial budaya) masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan

memberikan

keuntungan yang lebih besar yaitu sebesar Rp 1,5–3 juta per tahun (Sariubang et al.,
1998). Permintaan kerbau belang untuk keperluan sosial budaya di Sulawesi Selatan
sangat tinggi, sehingga mendorong peternak untuk melakukan usaha yang lebih
serius, karena harga jual yang sangat tinggi. Dalam menghasilkan seekor kerbau
belang kelas satu diperlukan ratusan kelahiran, yang ini berarti akan mendorong
peningkatan kelahiran dan populasi (Diwyanto dan Handiwirawan, 2006).

6

Menurut Suhubdy (2007) kendala umum dalam pengembangan ternak kerbau
antara lain : 1) ternak kerbau belum dibudidayakan secara intensif , 2) industri pakan
yang berkembang di Indonesia (bahkan di dunia) masih didominasi oleh kebutuhan
ternak unggas dan sapi perah, 3) petani (miskin) sebagai basis pemilik kerbau, relatif
belum memahami pengetahuan tentang kebutuhan pakan berkualitas, penyusunan
ransum serasi dan pola penyediaan lahan khusus untuk penanaman tanaman pakan
unggul serta tidak dimilikinya modal yang memadai untuk hal tersebut, 4) perhatian
pemerintah, pengusaha/pebisnis dan ilmuwan, masih sangat kurang terhadap
perkembangan ternak kerbau, 5) padang penggembalaan khusus untuk pemeliharaan
ruminansia tidak tersedia, 6) adanya anggapan tradisional (traditional image) yaitu
kebanyakan petani menyatakan bahwa ternak herbivora harus disajikan pakan yang
segar dan berwarna hijau (dedaunan rerumputan, leguminosa dan/atau pepohonan),
menjadi kendala dalam pemanfaatan limbah pertanian dan industri sebagai sumber
pakan, 7) adopsi hasil penelitian oleh peternak dan petani terhadap teknologi
perbaikan mutu pakan berbasis limbah pertanian yang telah diupayakan oleh
berbagai lembaga penelitian peternakan baik di dalam maupun di luar negeri masih
sangat sedikit, 8) khusus bagi petani-peternak yang bermukim di kawasan Timur
Indonesia, yang kondisi lahan dan agroklimatnya kurang bersahabat, menjadikan
budidaya peternakan kerbau mendapat sedikit tantangan terutama terhadap
ketersediaan sumber air baik untuk ternak maupun padang penggembalaan, 9)
kebijakan otonomi daerah (otoda) yang sedang bergulir, dapat menjadi sandungan
dan/atau pendorong pengembangan usahaternak kerbau ini, 10) kepercayaan para
petani bahwa ternaknya dapat mencari makan dan minum sendiri (self-service
feeding) menyebabkan peternak enggan mengusahakan fasilitas berkaitan dengan
kebutuhan ternaknya, 11) peran serta pihak swasta/pebisnis dan lembaga keuangan
terutama nonpemerintah masih sangat terbatas terutama dalam hal pembiayaan
(penyaluran kredit) terhadap usaha ternak kerbau. Hal ini mungkin juga dipengaruhi
oleh anggapan mereka bahwa tidak ada jaminan pemerintah yang tegas dalam
memproteksi usahanya.
Beberapa potensi bagi pengembangan agribisnis peternakan kerbau antara
lain :1) tersedianya tenaga kerja peternak/petani, 2) keunggulan ternak lokal yang

7

dimiliki, 3) status bebas beberapa penyakit hewan menular, 4) besarnya permintaan
ternak dan produk asal ternak

serta 5) daya dukung lahan yang masih luas

(Muthalib, 2006). Menurut Madjid (2005) beberapa peluang yang dapat dijadikan
pendorong dalam pengembangan ternak kerbau antara lain :1) permintaan ternak dan
produk asal ternak meningkat, 2) produksi ternak dan produk olahan secara kuantitas
dan kualitas belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain: 1) sistem
pemeliharaan ternak oleh masyarakat masih ekstensif tradisional, 2) terbatasnya
ketersediaan pakan sepanjang tahun serta 3) terbatasnya dana/modal.
Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau
Sistem pemeliharaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu pemeliharaan ekstensif,
pemeliharaan intensif dan pemeliharaan semiintensif. Pemeliharaan ekstensif yaitu
pemeliharaan yang melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran dan penggemukan
di lahan penggembalaan. Pemeliharaan intensif yaitu pemeliharaan ternak dengan
cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut
and carry (Parakassi, 1999). Penerapan sistem cut and carry, peternak memiliki
kontrol yang lengkap terhadap pakan yang dimakan oleh ternak dan berapa banyak
yang dimakan (Chaniago et al.,1991). Pemeliharaan intensif ini bertujuan untuk
mendapatkan performa dari ternak yang optimal, namun biaya yang dikeluarkan
tinggi. Pemeliharaan semiintensif yaitu pemeliharaan ternak yang pada siang hari
digembalakan di lahan penggembalaan, kemudian pada malam hari dikandangkan.
Pemeliharaan semiintensif inilah yang banyak diterapkan pada masyarakat petani
peternak kerbau di Indonesia.
Pemeliharaan ternak kerbau secara tradisional pada umumnya cenderung
mengabaikan perkandangan yang baik. Hal seperti ini sangat merugikan, tidak hanya
bagi kerbau tetapi juga peternak dan lingkungannya. Kandang bagi ternak kerbau
berfungsi sebagai : 1) perlindungan dari teriknya matahari, angin dan hujan, 2)
memudahkan pemberian makanan dan minuman, 3) pengawasan, pencegahan dan
pengobatan penyakit dapat terkontrol, 4) seleksi dan pemilihan bibit lebih mudah
dilakukan dan 5) memudahkan membersihkan dan mengumpulkan kotorannya
(Departemen Pertanian, 1986). Kandang pada ternak kerbau dapat dibuat dari bahanbahan yang sederhana dan murah, tetapi harus dengan konstruksi yang cukup kuat.
Sistem lantai pada kandang ternak juga harus diperhatikan. Sosroamidjojo dan

8

Soeradji (1990) menyatakan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuat
lantai kandang di antaranya tidak terlalu mahal, tahan lama, berbidang rata, tidak
licin, tidak terlalu keras dan kasar, tidak becek dan mudah untuk dibersihkan.
Terdapat dua sistem perkawinan yang biasa dilakukan masyarakat peternak di
Indonesia untuk pengembangbiakan ternak kerbau yaitu perkawinan yang diatur
(hand mating) dan perkawinan alam di padang rumput (pasture mating). Perkawinan
yang diatur dapat meliputi perkawinan dengan menggunakan pejantan langsung dan
secara inseminasi buatan. Perkawinan sistem pasture mating yaitu perkawinan bebas
di padang rumput secara alamiah dengan rasio pejantan dan betina 1:10 (Departemen
Pertanian, 1986).
Kerbau merupakan ternak yang dapat hidup dengan makanan yang sangat
sederhana atau dengan kata lain kerbau memiliki kemampuan tinggi dalam
mengubah makanan yang bermutu rendah menjadi daging. Perlu diketahui bahwa
kebutuhan makanan ternak kerbau terdiri atas kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan,
produksi dan reproduksi. Bahan makanan yang umum diberikan pada ternak kerbau
dapat berupa hijauan yang berupa hijauan segar dan hijauan awetan, makanan
penguat dan makanan tambahan (Departemen Pertanian, 1986). Bahan pakan hijauan
pada umumnya diberikan sebanyak 10% dari berat badan sedangkan bahan pakan
penguat cukup 1% dari bobot badan ternak. Perihal pemberian pakan ke ternak
kerbau ada tiga cara yaitu :1) pemberian pakan di kandang, 2) pemberian pakan di
padang penggembalaan dan 3) pemberian pakan di kandang dan di padang
penggembalaan (Departemen Pertanian, 1986).
Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara di
antaranya dengan pemanfaatan kandang karantina, menjaga kebersihan ternak dan
kandangnya

serta melakukan vaksinasi berkala. Pemanfaatan kandang karantina

bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi ternak untuk menyesuaikan dengan
lingkungan yang baru serta memonitor adanya suatu kelainan yang tidak tampak
hanya dengan melihat penampilan fisik di pasar hewan.
Usahaternak Kerbau
Usaha peternakan di Indonesia pada umumnya masih dikelola secara
tradisional oleh masyarakat peternak. Hal itu juga termasuk pada usaha peternakan
kerbau. Peternakan kerbau umumnya hanya merupakan suatu usaha sampingan

9

dalam rumah tangga. Menurut Saragih (2000), tipologi usaha peternakan dibagi
berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga
dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut :
1.

Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan
tingkat pendapatan dari usaha ternaknya kurang dari 30%.

2.

Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran
dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usaha
ternaknya 30-69,9% (semikomersil atau usaha terpadu).

3.

Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai
usaha pokok dan komoditas pertanian lainnya sebagai usaha sambilan, dengan
tingkat pendapatan usahaternak 70-99,9%.

4.

Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara
khusus dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100%.
Kerbau merupakan salah satu jenis ternak ruminansia besar yang umum

dibudidayakan di Indonesia yang memiliki manfaat ganda. Ternak kerbau merupakan
salah satu sumberdaya penyedia produk pangan hewani dan sekaligus sebagai ternak
kerja. Produk pangan hewani dari kerbau berupa daging yang memiliki nilai
ekonomis tinggi dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Produk ikutan dan
samping dari ternak kerbau pun dapat dimanfaatkan seperti kulit, kotoran, tulang dan
tanduk. Pemanfaatan ternak kerbau di daerah pedesaan yang utama adalah sebagai
alat transportasi dan sumber tenaga untuk mengolah tanah (Chantalakana dan
Skunmun, 2002). Kerbau digunakan sebagai penarik bajak untuk membajak sawah
sebagai pengganti traktor. Hal ini cukup efektif terutama di daerah dengan topografi
lahan yang tidak merata seperti daerah pegunungan. Kepemilikan ternak kerbau bagi
sebagian masyarakat di Indonesia dapat juga terkait status sosial budaya seperti di
Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Barat. Adanya kepemilikan
ternak kerbau yang banyak memberikan makna bahwa keluarga tersebut memiliki
status yang tinggi di mata masyarakat.
Menurut Gurnadi (1998) menyatakan bahwa usaha untuk mencapai tujuan
pengembangan ternak dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu 1) pendekatan
teknis dengan meningkatkan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol
pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, 2) pendekatan terpadu yang

10

menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya
yang tercakup dalam sapta usaha peternakan serta pembentukan kelompok peternak
yang bekerja sama dengan instansi-instansi terkait dan 3) pendekatan agribisnis,
dengan tujuan untuk mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari
keempat aspek agribisnis yaitu input produksi (lahan, pakan, plasma nutfah dan
sumberdaya manusia), proses produksi, pengolahan hasil dan pemasaran.
Pemeliharaan ternak merupakan salah satu komponen dalam usahatani yang
akan berintegrasi dengan komoditas lain yang diusahakan oleh petani. Bila
usahaternak dalam skala kecil yang berorientasi pada usaha keluarga maka program
pengembangan didasarkan pada sistem pertanian terpadu. Sistem pertanian terpadu
adalah suatu usaha dalam bidang pertanian dimana terjadi keterkaitan antara input
dan output antar komoditas pertanian, keterkaitan antara kegiatan produksi dengan
praproduksi dan pascaproduksi serta antara kegiatan pertanian dengan kegiatan
manufaktur dan jasa (Rusono, 1999).
Beberapa manfaat integrasi ternak pada usaha pertanian antara lain :1)
meningkatkan pemberdayaan sumberdaya lokal, 2) optimalisasi hasil usaha, 3)
penciptaan produk-produk baru hasil diversifikasi usaha, 4) penciptaan kemandirian
petani dan 5) meningkatkan pendapatan petani peternak. Pengembangan sistem
usahatani terpadu merupakan salah satu pendekatan dalam memanfaatkan keragaman
sumberdaya alam. Bila dikembangkan dengan tepat maka sistem usahatani terpadu
dapat menjadi pilar pertanian modern dan berkelanjutan. Suatu sistem usahatani
dapat berkembang, maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah : 1) sifat
usahatani, 2) sumberdaya manusia, 3) skala usaha, 4) sarana dan prasarana, 5)
kemitraan dan hubungan antara subsistem agribisnis, 6) orientasi usaha dan 7)
kelestarian sumberdaya lingkungan (Rusono, 1999).
Analisis Location Quotient (LQ)
Menurut Budiharsono (2001), metode Location Quotient (LQ) digunakan
untuk mengetahui penggolongan suatu sektor ke dalam sektor basis dan nonbasis.
Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyatakan bahwa Location Quotient merupakan
suatu indikator sederhana yang dapat menunjukkan kekuatan atau besar kecilnya
peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya atau
wilayah acuan. Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari satu (>1), maka sektor

11

tersebut merupakan sektor basis dimana menjadi kekuatan di wilayah tersebut untuk
mengekspor produknya ke luar wilayah yang bersangkutan, sedangkan bila LQ suatu
sektor kurang dari 1 (< 1), maka sektor tersebut merupakan sektor nonbasis dimana
wilayah tersebut cenderung menjadi pengimpor.
Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
(KPPTR)
Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam
penyediaan makanan ternak sehingga diketahui potensi wilayahnya. Metode ini
merujuk pada metode “Pengembangan Pemetaan Potensi Wilayah” (Ditjen
Peternakan, 1985). Pendekatan perhitungan potensi wilayah penyebaran dan pengembangan ternak ruminansia kerbau didasarkan pada pengertian sebagai berikut :
a.

Potensi peningkatan populasi ternak ruminansia memiliki pengertian dinamis,
artinya berubah-ubah mengikuti waktu.

b.

Ternak ruminansia adalah sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing dan domba
yang telah dikonversikan dalam Satuan Ternak (ST).

c.

Potensi kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia suatu wilayah
dianggap sebagai sistem tertutup, dengan pengertian potensi yang ada disuatu
daerah hanya untuk memenuhi kebutuhan ternak di wilayah tersebut.

d.

Variabel penentu dari potensi sumberdaya lahan adalah lahan garapan (LG),
padang rumput (PR) dan rawa (R) yang dianggap sebagai proksi penyedia
hijauan makanan ternak. Nilai variabel kepala keluarga (KK) dianggap sebagai
suatu proksi pemelihara ternak ruminansia. Populasi riil ternak adalah populasi
yang ada pada saat penelitian.

e.

Skala prioritas wilayah hanya didasarkan atas nilai kapasitas peningkatan
populasi ternak ruminansia (KPPTR) efektif dengan memperlakukan peubah
lain sebagai peubah kebijakan (Ditjen Peternakan, 1985).

12

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah yaitu
di Kecamatan Jati, Jekulo dan Kaliwungu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari 2010.
Materi
Materi dan instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain alat
tulis, alat dokumentasi dan lembar kuesioner yang digunakan untuk mewawancarai
peternak.
Prosedur
Data primer diperoleh dari wawancara dengan daftar pertanyaan di kuesioner
kepada peternak terpilih (sampel) dan pengamatan langsung ke lapangan untuk
mengetahui gambaran umum peternakan kerbau di Kabupaten Kudus. Penentuan
sampel dilakukan secara bertahap yaitu :
1. Tahap pertama mengambil secara purposive tiga kecamatan dengan populasi
ternak tinggi/banyak yaitu Kecamatan Jati, Jekulo dan Kaliwungu.
2. Tahap kedua mengambil secara purposive dua desa dari masing-masing
kecamatan terpilih.
3. Tahap ketiga mengambil lima peternak dari masing-masing desa terpilih dengan
teknik convenience sampling yaitu berdasarkan kesediaan untuk diwawancarai
dan kemudahan untuk ditemui saat pelaksanaan penelitian.
Penilaian wilayah yang potensial untuk pengembangan ternak kerbau
dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dari instansi terkait di Kabupaten
Kudus seperti Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Badan Pusat Statistik,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah serta kantor pemerintahan terpilih.

13

Rancangan dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis dekriptif digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan
keadaan umum peternakan kerbau di Kabupaten Kudus yaitu mengenai kondisi
sumberdaya

alam,

sumberdaya

manusia,

fasilitas

infrastruktur,

teknologi

pemeliharaan, kelembagaan dan profil Kabupaten Kudus.
Analisis Location Quotient
Location Quotient (LQ) merupakan metode yang digunakan untuk
menganalisis keadaan suatu wilayah apakah wilayah tersebut merupakan sektor basis
atau nonbasis, dalam hal ini khususnya untuk populasi ternak kerbau. Tepatnya
metode ini digunakan untuk menentukan wilayah yang termasuk sentra populasi
ternak kerbau. Menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) metode LQ dirumuskan
sebagai berikut :

Dimana :
vi

= populasi ternak kerbau di kecamatan

vt

= total populasi ternak ruminansia di kecamatan

Vi

= populasi ternak kerbau di kabupaten

Vt

= total populasi ternak ruminansia di kabupaten

Bila diperoleh LQ>1, maka kecamatan tersebut memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai wilayah sentra ternak kerbau.
Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Perhitungan KPPTR ini didasarkan pada metode “Pengembangan Pemetaan
Potensi Wilayah” (Ditjen Peternakan, 1985) yang dilihat dari dua sumberdaya yaitu
lahan dan tenaga kerja, dengan persamaan sebagai berikut :
a. PMSL = a.LG + b.PR + c.R
PMSL = Potensi maksimum (ST) berdasarkan sumberdaya lahan, yaitu lahan
garapan (LG), padang rumput (PR) dan rawa (R).

14

LG

= Lahan garapan tanaman pangan (ha) yaitu hasil penjumlahan dari
luas lahan sawah (basah dan kering), tegalan/ladang dan
perkebunan.

a

= Koefisien yang dihitung sebagai nisbah populasi ternak ruminansia
(ST) dengan luas lahan garapan (ha). Nilai a dalam perhitungan ini
adalah nilai berdasarkan keluaran Direktorat Jenderal Peternakan
tahun 1985, yaitu 0,8 ST/ha LG.

PR

= Luas padang rumput (ha).

b

= Koefisien yang dihitung sebagai kapasitas tampung padang rumput
alam, yaitu 0,5 ST/ha.

R

= Luas rawa (ha). Rawa di Kabupaten Kudus merupakan rawa air
tawar.

c

= Koefisien yang dihitung sebagai kapasitas tampung rawa air tawar
yaitu 2 ST/ha.

b. PMKK = d x KK
PMKK = Potensi maksimum (ST) berdasarkan kepala keluarga.
K

= Kepala keluarga.

d

= Koefisien yang dihitung berdasarkan jumlah satuan ternak yang
dipelihara oleh satu KK. Nilai d adalah 3ST/KK.

c. KPPTR (SL) = PMSL–POPRIL
KPPTR (SL) = Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (ST)
berdasarkan sumberdaya lahan.
POPRIL

= Populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Kabupaten Kudus
Letak Geografis dan Luas Wilayah
Kabupaten Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, terletak 51
km di sebelah Timur Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Kudus
tercatat sebesar 425,17 km². Secara astronomi Kabupaten Kudus terletak antara
110 o36’ dan 110o50’ Bujur Timur dan antara 6 o51’ dan 7o16’ Lintang Selatan. Jarak
terjauh dari Barat ke Timur adalah 16 km dan dari Utara ke Selatan 22 km.
Secara administratif Kabupaten Kudus berbatasan dengan :
Sebelah Utara

: Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati

Sebelah Selatan

: Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Pati

Sebelah Barat

: Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak

Sebelah Timur

: Kabupaten Pati

Kabupaten Kudus memiliki sembilan kecamatan yang terbagi ke dalam 123 desa dan
sembilan kelurahan (BPS Kabupaten Kudus, 2009).
Iklim
Kabupaten Kudus memiliki iklim tropis basah dengan temperatur sedang.
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Kudus berkisar antara 19,9oC sampai dengan
27,6 oC dan memiliki kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 71,7 % sampai
dengan 81,7 %. Kabupaten Kudus bercurah hujan relatif rendah rata-rata di bawah
2.000 mm/tahun dan memiliki hari hujan rata-rata 97 hari/tahun (BPS Kabupaten
Kudus, 2009).
Topografi dan Penggunaan Lahan
Kabupaten Kudus memiliki ketinggian rata-rata 55 m di atas permukaan laut.
Secara geologi, sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Kudus adalah aluvial coklat
tua sebesar 32,12 % dari luas tanah di Kabupaten Kudus. Luas lahan Kabupaten
Kudus tercatat sebesar 42.516 ha yang terdiri atas 20.687 ha (48,66 %) merupakan
lahan pertanian sawah dan 7.563 ha (17,79 %) adalah lahan pertanian bukan sawah.
Sisa lahan lainnya berupa lahan bukan pertanian sebesar 14.266 ha (33,55 %).
Rincian penggunaan lahan di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Tabel 1.

16

Tabel 1. Luas Lahan Kabupaten Kudus Menurut Penggunaannya Tahun 2008
Jenis Penggunaan Tanah

Luas (ha)

Persentase (%)

20.687

48,66

a. Irigasi Teknis

3.973

9,30

b. Irigasi Setengah Teknis

6.128

14,40

c. Irigasi Sederhana

3.360

7,90

862

2,00

e. Tadah Hujan

6.364

15,00

II. Lahan Bukan Sawah

21.829

51,34

a. Tegal/Ladang/Kebun

6.265

14,70

b. Pekarangan/Bangunan

9.142

21,50

c. Perkebunan

112

0,26

d. Hutan Rakyat

123

0,29

e. Tambak/Kolam/Empang

4

0,00

f. Padang Rumput

1

0,00

1.882

4,43

60

0,14

4.240

10,73

I. Lahan Sawah

d. Irigasi Desa (bukan PU)

g. Hutan Negara
h. Rawa-Rawa
i. Lainnya (Sungai, Jalan, Kuburan dan
lain-lain)
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)

Sumberdaya Manusia
Jumlah penduduk Kabupaten Kudus pada akhir tahun 2008 adalah sebesar
752.921 jiwa, terdiri atas 372.761 jiwa laki-laki (49,51 %) dan 380.160 jiwa
perempuan (50,49 %) dengan rata-rata kepadatan penduduk mencapai 1.771 jiwa/
km2. Jumlah penduduk Kabupaten Kudus berdasarkan Kepala Keluarga (KK) adalah
sebesar 183.672 KK (BPS Kabupaten Kudus, 2009). Jumlah penduduk yang bekerja
menurut lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 2.

17

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Kudus yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Tahun 2008
Jenis Lapangan Pekerjaan

Jumlah Penduduk (Jiwa)

Petani

59.268

Buruh Tani

42.704

Pengusaha

7.876

Buruh Pabrik dan Bangunan

117.373

Pedagang

46.120

PNS/ABRI

12.588

Angkutan

7.894

Pensiun

1.792

Lainnya

31.743

Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)

Sektor Ekonomi
Salah satu indikator dalam melihat keberhasilan pembangunan adalah diukur
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Adanya PDRB meng