Analisis Potensi Sumberdaya Untuk Pengembangan Ternak Ruminansia di Kabupaten Bireuen

(1)

DI KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Oleh :

EDI SAPUTRA

117040006

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

DI KABUPATEN BIREUEN

TESIS

Oleh :

EDI SAPUTRA

117040006

Untuk Memperoleh Gelar Magister Peternakan

dalam Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatra Utara

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

Nama : Edi Saputra

NIM : 117040006

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

An. Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian

Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS Anggota : Dr. Ir. Rahmanta, M.Si Penguji : 1. Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si


(5)

ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA DI KABUPATEN BIREUEN adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbingan. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.

Medan, Agustus 2014

Edi Saputra NIM 117040006


(6)

EDI SAPUTRA. Analisis Potensi Sumberdaya Untuk Penggemukan Ternak Ruminansia Di Kabupaten Bireuen. Dibimbing oleh : Hasnudi dan Rahmanta.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2013, di Kecamatan Juli, Jangka dan Kuala Kabupaten Bireuen. Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap yaitu dengan metode survey melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara dengan peternak menggunakan kuisioner, data primer dan sekunder.

Penelitian ini bertujuan mengetahui sumberdaya untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia, menganalisis penambahan populasi ternak ruminansia dan wilayah basis atau non basis dan menganalisis peluang, tantangan serta menentukan proritas strategi untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR), Location Quation (LQ), dan strategi analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah ternak yang di memiliki peternak di Kecamatan Juli 5 ekor, Kecamatan Kuala 3,4 ekor dan Kecamatan Jangka 4 ekor. Jumlah populasi riil ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen seluruhnya 43.653 ST, dengan penyebaran ternak sapi 32.286 ST, kambing 5.210 ST, kerbau 3.245 ST dan domba 2.911 ST. Hasil hitungan produksi rumput dan jerami (BK/ton/tahun) di Kabupaten Bireuen secara keseluruhan mencapai 73.678 ton/tahun. Jumlah produksi keseluruhan hijauan makanan ternak di Kabupaten Bireuen dapat mencapai 73.678 ton/tahun (ST). Jumlah populasi riil ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen seluruhnya 43.652 ST, hasil analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sebanyak 22.329 ST. Perhitungan LQ , dari 17 Kecamatan di Kabupaten Bireuen hanya ada 10 Kecamatan wilayah basis. 7 Kecamatan wilayah non basis. Kecamatan Juli mempunyai nilai LQ (1,87), Kuala 0,94, sedangkan Kecamatan Jangka 0,67.

Berdasarkan hasil analisis matrik SWOT dapat dipilih prioritas strategi WO yaitu memanfaatkan semua peluang untuk meminimalkan kelemahan, antara lain Peningkatan pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia peternakan, Penerapan teknologi pengolahan pakan ternak melalui pembinaan kelompok peternak, pelatihan, magang dan studi banding, Pemanfaatan lahan yang tersedia dengan menerapkan manajemen pengelolaan padang penggembalaan.

Kata Kunci : Ternak Ruminansia, Potensi Sumberdaya, Wilayah Pengembangan, KPPTR.


(7)

EDI SAPUTRA. Resource potency analysis for fattening ruminansia livestock in Bireuen district, supervised by : Hasnudi and Rahmanta.

The research was doing from April to July 2013, the area sub- district of Juli, Jangka and Kuala in Bireuen City. The aims of study to find out ruminansia livestock resources development, the addition analysis population of ruminansia livestock base or non- base region and opportunities analysis, challenges with determine the strategy of priority to support ruminansia livestock development in Bireuen district.

The research was conducted in four phases is survey method through direct field observations and interviews farmers by using questionnaires, using primary and secondary data. Data analysis used Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR), Location quation (LQ), and strategic SWOT analysis.

The results showed average livestock of farmers in Juli sub- district 5 tails, Kuala 3.4 sub- district tails and Jangka sub- district 4 tails. Total real ruminansia livestock population is 43.653 ST in Bireuen distict, with the deployment of 32.286 ST cattle, goat 5.210 ST, buffalo 3.245 ST and sheep 2911 ST. The results count of production grass and straw (BK/ ton/ year) totaled 73.678 tonnes/ year in Bireuen district. Total production of green fodder in Bireuen district 73.678 tonnes/ year (ST) became. Total real ruminansia livestock population 43.652 ST in Bireuen district, the result of analysis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) is 22.329 ST. LQ Calculation analysis showed from 17 sub- district only 10 base area 7 non- base area. Juli sub- district has a value LQ (1.87), Kuala 0.94 and Jangka 0.67.

Based on matrix SWOT analysis could be selected WO priority strategy that take advantage of all opportunities to minimize weaknesses between Increase development and human resource development livestock, animal feed processing technology application through the development of a group farmers, training, internships and study visits, utilization of available land implementing pasture management.


(8)

dari Ayahanda Alm M Yacob dan Ibunda Raudhati. Sebagai anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SPP Negeri Saree Aceh pada Tahun1997. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana Peternakan dari Fakultas Pertanian dari Sekolah Tinggi Almuslim.

Pada Tahun 2011 penulis diterima di sekolah kejuruan menengah (SMK N 1) Gandapura Kabupaten Bireuen sebagai tenaga pengajar pada program studi peternakan sampai sekarang.

Pada Tahun 2011 penulis diberi kesempatan melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu pada Fakultas Pertanian Sumatra Utara. Penulis menikah dengan Emma Yenni pada tahun 2006 dan dikarunia dua orang anak yaitu Iklil Nabil dan Azka Salsabil.


(9)

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga karya ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini

adalah “ Analisis Potensi Sumberdaya Untuk Pengembangan Ternak Ruminansia di Kabupaten Bireuen”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si. Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si, selaku Ketua Program Magister Ilmu Peternakan, dan Bapak Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini memberi manfaat bagi pembaca.

Medan, Agustus 2014


(10)

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

RINGKASAN ... ii

SUMMARY ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Ruminansia ... 6

Pakan Ternak Ruminansia... 6

Hijauan Makanan Ternak ... 10

Potensi Dan Sumber Daya ... 12

Karakteristik Peternak ... 15

Analisis Location Quation (LQ)... 16

Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ... 16

Analisis SWOT ... 17

METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian dan Waktu ... 20


(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kabupaten Bireuen ... 28

Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 28

Topografi dan Tanah ... 28

Penggunaan Lahan ... 29

Sumberdaya Alam ... 30

Sumberadaya Manusia ... 35

Karakteristik Responden di Daerah Penelitian ... 37

Manajemen Pemeliharaan Ternak dan Pemberian Pakan ... 42

Sarana Fisik Pendukung ... 46

Pemasaran ... 47

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 48

Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) ... 50

Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Ruminansia ... 52

Wilayah Basis Pengembangan Ternak Ruminansia ... 53

Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia ... 54

Faktor Internal ... 54

Faktor Eksternal ... 59

Tahap Masukan ... 60

Pengambilan Keputusan ... 68

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 72

Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

No. Tabel Halaman

1. Nilai k Untuk Setiap Jenis Lahan Penghasil Rumput ... 22

2. Nilai j Untuk Setiap Jenis Tanaman Penghasil Jerami ... 22

3. Kerangka Penyusunan Formula Strategi ... 23

4. Matrik SWOT ... 25

5. Luas Wilayah dan Jumlah Kecamatan, Kemukiman dan Desa di Kabupaten Bireuen ... 29

6. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Bireuen ... 30

7. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Bireuen (2009-2012) ... 31

8. PemasukanTernak Besar dan Kecil di Kabupaten Bireuen (2012) ... 32

9. PopulasiTernak Ruminansia di Kabupaten BireuenTahun (2012) ... 33

10. Luas Panen, Produksi Dan Rataan Produksi Tanaman Pangan di Kabupaten Bireuen Tahun 2012 ... 34

11. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Dan Lapangan Usaha Di Kabupaten Bireuen ... 36

12. Umur Peternak ... 37

13. Tingkat Pendidikan Peternak ... 38

14. Pengalaman Peternak ... 39

15. Status Pekerjaan ... 39

16. Jumlah Kepemilikan Ternak ... 40

17. Alasan Beternak ... 41

18. Riwayat Kepemilikan Ternak ... 41

19. Sarana Fisik Pendukung Utama ... 46

20. Jumlah Peternak Kabupaten Bireuen Tahun 2012 ... 47

21. Kapasitas Penambahan Populasi Ternak (KPPTR) ... 52

22. Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Ruminansia ... 53

23. Hasil Perhitungan LQ Ternak Ruminansia Kabupaten Bireuen ... 54


(13)

26. Matriks EFAS (Internal Factors Analysis Summary) Kecamatan Jangka ... 61 27. Matriks EFAS (Eksternal Factors Analysis Summar) Kecamatan Juli 62 28. Matriks EFAS ( Eksternal Factors Analysis Summar) Kecamatan

Kuala ... 62 29. Matriks EFAS (Eksternal Factors Analysis Summar) Kecamatan

Jangka ... 63 30. Matrik SWOT Strategi Pengembagan Ternak Ruminansia di

Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen ... 64 31. Matrik SWOT Strategi Pengembagan Ternak Ruminansia di

Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen ... 65 32. Matriks SWOT Strategi Pengembangan Ternak Ruminansia


(14)

No. Gambar Halaman

1. Penentuan Matrik Grand Strategi ... 26

2. Jalur Pemasaran Ternak Ruminansia di Kecamatan-kecamatan ... 48

3. PDRB Kabupaten Bireuen atas dasar harga berlaku 2012 (BPS Kabupaten Bireuen 2012) ... 49

4. PDRB sektor pertanian Kabupaten Bireuen atas dasar harga berlaku tahun 2012 (BPS Kabupaten Bireuen 2013) ... 50

5. Matriks Grand Strategy di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen ... 67

6. Matriks Grand Strategy di Kecamatan Kuala Kabupaten Bireuen ... 67


(15)

EDI SAPUTRA. Analisis Potensi Sumberdaya Untuk Penggemukan Ternak Ruminansia Di Kabupaten Bireuen. Dibimbing oleh : Hasnudi dan Rahmanta.

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2013, di Kecamatan Juli, Jangka dan Kuala Kabupaten Bireuen. Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap yaitu dengan metode survey melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara dengan peternak menggunakan kuisioner, data primer dan sekunder.

Penelitian ini bertujuan mengetahui sumberdaya untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia, menganalisis penambahan populasi ternak ruminansia dan wilayah basis atau non basis dan menganalisis peluang, tantangan serta menentukan proritas strategi untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR), Location Quation (LQ), dan strategi analisis SWOT.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah ternak yang di memiliki peternak di Kecamatan Juli 5 ekor, Kecamatan Kuala 3,4 ekor dan Kecamatan Jangka 4 ekor. Jumlah populasi riil ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen seluruhnya 43.653 ST, dengan penyebaran ternak sapi 32.286 ST, kambing 5.210 ST, kerbau 3.245 ST dan domba 2.911 ST. Hasil hitungan produksi rumput dan jerami (BK/ton/tahun) di Kabupaten Bireuen secara keseluruhan mencapai 73.678 ton/tahun. Jumlah produksi keseluruhan hijauan makanan ternak di Kabupaten Bireuen dapat mencapai 73.678 ton/tahun (ST). Jumlah populasi riil ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen seluruhnya 43.652 ST, hasil analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) sebanyak 22.329 ST. Perhitungan LQ , dari 17 Kecamatan di Kabupaten Bireuen hanya ada 10 Kecamatan wilayah basis. 7 Kecamatan wilayah non basis. Kecamatan Juli mempunyai nilai LQ (1,87), Kuala 0,94, sedangkan Kecamatan Jangka 0,67.

Berdasarkan hasil analisis matrik SWOT dapat dipilih prioritas strategi WO yaitu memanfaatkan semua peluang untuk meminimalkan kelemahan, antara lain Peningkatan pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia peternakan, Penerapan teknologi pengolahan pakan ternak melalui pembinaan kelompok peternak, pelatihan, magang dan studi banding, Pemanfaatan lahan yang tersedia dengan menerapkan manajemen pengelolaan padang penggembalaan.

Kata Kunci : Ternak Ruminansia, Potensi Sumberdaya, Wilayah Pengembangan, KPPTR.


(16)

EDI SAPUTRA. Resource potency analysis for fattening ruminansia livestock in Bireuen district, supervised by : Hasnudi and Rahmanta.

The research was doing from April to July 2013, the area sub- district of Juli, Jangka and Kuala in Bireuen City. The aims of study to find out ruminansia livestock resources development, the addition analysis population of ruminansia livestock base or non- base region and opportunities analysis, challenges with determine the strategy of priority to support ruminansia livestock development in Bireuen district.

The research was conducted in four phases is survey method through direct field observations and interviews farmers by using questionnaires, using primary and secondary data. Data analysis used Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR), Location quation (LQ), and strategic SWOT analysis.

The results showed average livestock of farmers in Juli sub- district 5 tails, Kuala 3.4 sub- district tails and Jangka sub- district 4 tails. Total real ruminansia livestock population is 43.653 ST in Bireuen distict, with the deployment of 32.286 ST cattle, goat 5.210 ST, buffalo 3.245 ST and sheep 2911 ST. The results count of production grass and straw (BK/ ton/ year) totaled 73.678 tonnes/ year in Bireuen district. Total production of green fodder in Bireuen district 73.678 tonnes/ year (ST) became. Total real ruminansia livestock population 43.652 ST in Bireuen district, the result of analysis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) is 22.329 ST. LQ Calculation analysis showed from 17 sub- district only 10 base area 7 non- base area. Juli sub- district has a value LQ (1.87), Kuala 0.94 and Jangka 0.67.

Based on matrix SWOT analysis could be selected WO priority strategy that take advantage of all opportunities to minimize weaknesses between Increase development and human resource development livestock, animal feed processing technology application through the development of a group farmers, training, internships and study visits, utilization of available land implementing pasture management.


(17)

Kebutuhan akan produk asal hewani terus meningkat. Hal tersebut didorong oleh meningkatnya pendapatan penduduk, meningkatnya jumlah penduduk serta semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi produk pangan asal hewani.

Pengembangan kawasan peternakan yang dicanangkan pemerintah memberikan spirit yang sangat besar kepada masyarakat dalam memacu peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya dan sekaligus menjadi penggerak utama pembangunan ekonomi daerah. Selama satu dasawarsa terakhir sektor ini menjadi tiang ekonomi daerah, peranannya cukup besar terhadap pembangunan struktur ekonomi di Kabupaten Bireuen.

Menurut Rahardi (2003) secara umum tipologi usaha peternakan yang dapat dipilih jika ingin terjun dalam usaha tersebut antara lain: 1) sebagai usaha sambilan dimana dikelola secara sambilan, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha sambilan ini dibawah 30% dari total pendapatan keluarga; 2) Usaha peternakan sebagai cabang usaha, tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak sebagai cabang usaha sekitar 30–70%; 3) Usaha peternakan sebagai usaha pokok, tingkat pendapatan yang biasa diperoleh dari usaha ternak sebagai usaha pokok berkisar 70–100%; dan 4) Usaha peternakan sebagai usaha industri, usaha peternakan dikelola secara industri, tingkat pendapatan yang diperoleh dari usaha ini mencapai 100%.

Ketidak mampuan produksi peternakan dalam negeri memenuhui kebutuhan domestik dipengaruhi oleh beberapa keterbatasan sebagai berikut, (a) Pengusaan teknologi, baik di bidang produksi maupun penanganan pasca panen, ( b) Kemampuan permodalan peternakan, (c) Kualitas sumberdaya manusia dan (d) Ketersedia pakan (Suryana 2000).

Pakan merupakan faktor penting dalam berhasilnya usaha peternakan. Tanpa memperhatiakan faktor tersebut, setiap usaha pengembangan peternakan tidak akan memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Dalam usaha peternakan faktor yang sangat menentukan biaya pakan ternak pada umumnya


(18)

mencapai 60 sampai 70 % dari seluruh beban biaya dalam proses produksi peternakan. Penyediaan pakan, baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas sangat di butuhkan untuk menunjang keberhasilan usaha peternakan.

Ternak ruminansia adalah sebutan untuk semua ternak yang mempunyai struktur pencernaan ganda yaitu terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Atau lebih tepat dikatakan bahwa ternak ruminansia adalah ternak yang mempunyai sistim pencernaan pakan yang khas sehingga menyebabkan ternak tersebut mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas relatif rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu. Ciri khas dari ternak ruminansia adalah adanya rumen yang merupakan ekosistem mikroba yang berperan dalam penguraian bahan pakan dan mikroba juga berfungsi sebagai bahan protein ternak. Kemudian dilihat berdasarkan ukuran bobot badan atau besar tubuhnya maka ternak ruminansia dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu ruminansia besar dan ruminansia kecil.

Kabupaten Bireuen merupakan suatu wilayah pengembangan ternak ruminansia, memiliki potensi cukup besar, diantaranya sumber daya alam yang mampu menampung tambahan ternak ruminansia. Dan jumlah peternak dan tenaga kerja tersedia cukup besar.

Pendapatan asli daerah masih masih di dominasi dari sektor peternakan terhadap perekonomian Kabupaten Bireuen masih cukup besar, berdasarkan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perekonomian Kabupaten Bireuen masih didominasi oleh sektor pertanian, dengan kontribusi mencapai 38,16 % di tahun selama 2012. nilainya (atas dasar harga berlaku). Subsektor peternakan berada pada urutan kedua dengan kontribusi Rp. 608.193,98 (atas dasar harga berlaku menurut lapngan usaha), setelah tanaman bahan makanan. (Badan Pusat Statistik Kabupaten Bireuen 2012).

Peternakan merupakan sub sektor pertanian yang menjadi salah satu prioritas pembangunan ekonomi di Kabupaten Bireuen, terkait dengan perannya terhadap pemantapan ketahanan pangan hewani dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan serta memacu pengembangan wilayah. Selama tahun 2012 subsektor peternakan mengalami pertumbuhan sebesar 0,32 %.


(19)

Pada tahun 2012 produksi daging di Kabupaten Bireuen telah mencapai 20.704 ton, dimana sebesar 58% (120.762 ton) berupa daging ternak ruminansia.

Komoditas unggulan daerah sekaligus sentra produksi di Kabupaten Bireuen (Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bireuen 2012).

Secara umum Kabupaten Bireuen mempunyai potensi yang dapat mendukung upaya pengembangan lebih lanjut, seperti tersedianya sumberdaya alam khususnya ketersediaan hijauan pakan ternak maupun sumberdaya manusia, akan tetapi ketersediaan sumberdaya alam masih belum semuanya dioptimalkan untuk usaha ternak ruminansia. Sumberdaya alam sebagai hijauan pakan ternak ruminansia belum optimal untuk di dimanfaatkan dalam usaha peternakan yaitu lahan yang tersedia dan limbah pertanian.

Propinsi Aceh dan Kabupaten Bireuen khususnya sering kekurangan pasokan daging terutama menjelan bulan puasa dan lebaran idul fitri dan idul Azha. Hal ini karena kecepatan produksi daging ternak ruminansia lokal maupun silangan masih lambat di banding dengan permintaan daging. Padahal kekurangan pasokan daging dapat diatasi dengan produksi daging ternak lokal. Perkembangan populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh masih belum sesuai dengan harapan.

Pengembangan peternakan berjalan lambat dan kontribusinya akan kecil terhadap perekonomian suatu daerah apabila masih menggunakan sistim produksi tradisional. Program aplikasi pemerintah ke masyarakat petani ternak belum memberikan dampak yang meyakinkan pada pengembangan ternak ruminansia khususnya di wilayah produksi. Perlu adanya perubahan strategi peningkatan populasi ternak. Sebaiknya program pembudidayaan dikonsentrasikan pada suatu wilayah yang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi ternak dengan pengawasan secara insentif di dalamnya (Daryanto 2007).

Hal ini merupakan tantangan dan peluang untuk pengembangan di Kabupaten Bireuen maupun Provinsi Aceh. Faktor penyebabnya antara lain kencendrungan penurunan populasi karena makin tingginya pemotongan dan rendanya minat memelihara ternak betina. Permintaan yang terus meningkat telah melebihi kemampuan produksi dan belum optimalnya pemanfaatan sumber pakan ternak ruminansia, maka perlu dilakukan penelitian untuk merumuskan strategi


(20)

pengembangan ternak ruminansia dengan memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang tersedia.

Rumusan Masalah

Pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen agar lebih terarah dan optimal memerlukan informasi potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam perencanaan pengembangan ternak ruminansia. Dalam hal ini diperlukan usaha inventarisasi potensi sumberdaya yang lebih detail dan aplikatif. Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, beberapa permasalahan yang perlu dijawab dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana gambaran umum sumberdaya yang dimiliki wilayah penelitian di Kabupaten Bireuen untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia ? 2. Bagaimana kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia dan wilayah

mana saja yang menjadi basis atau non basis ?

3. Strategi apa yang tepat diterapkan untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia ?

Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Mengetahui potensi sumberdaya peternakan yang dimiliki wilayah-wilayah di Kabupaten Bireuen untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia. 2. Menganalisis penambahan populasi ternak ruminansia dan wilayah basis atau

non basis.

3. Menganalisis peluang dan tantangan serta menentukan proritas strategi untuk mendukung pengembangan ternak ruminansia.

Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan, dan khususnya untuk pengembangan ternak ruminansia, dan menjadi pertimbangan bagi


(21)

peternak/swasta yang bergerak dalam usaha produksi ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen.

2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat potensi sumberdaya untuk pengembangan ternak ruminansia di wilayah penelitian.

2. Terdapat perbedaan yang signifikan antara wilayah basis dan non basis, Kecamatan Juli nilai LQ (≥1) dan Kecamatan Kuala dan Jangka nilai LQ (≤1). 3. Terdapat perbedaan rumusan strategi untuk wilayah basis dan non basis


(22)

Ternak ruminansia adalah mamalia berkuku genap seperti sapi, kerbau, domba, kambing, rusa, dan kijang yang merupakan sub ordo dari ordo Artiodactyla. Nama ruminansia berasal dari bahasa Latin “ruminare” yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Ruminansia merupakan ternak masa depan yang mampu meningkatkan kesejahteraan manusia, karena hanya hewan ini yang mampu dengan baik memanfaatkan bahan yang tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia. Hijauan seperti rumput atau limbah pertanian yang tidak dimakan oleh manusia dapat dikonversikan ke dalam makanan bernilai gizi tinggi yang dapat dikonsumsi oleh manusia.

Ternak ruminansia adalah hewan ternak yang pada sistem pencernaanya mempunyai alat pencernaan yang berbentuk rumen (perut besar). Berdasarkan susunan alat-alat pencernaanya hewan ternak dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu ternak berlambung tunggal dan ternak berlambung jamak. Kelompok ternak berlambung jamak inilah yang biasa di sebut sebagai ternak ruminansia.

Dalam rumen (perut besar) ternak ruminansia terdapat berjuta-juta mikroba yang hidup bersimbiosis dengan ternak inang dan sangat berguna dalam proses pencernaan. Dengan mikroba-mikroba tersebut, ternak ruminansia mampu memanfaatkan bahan makanan berkadar serat tingi seperti rumput-rumputan dan dedaunan menjadi makanan

Ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan domba manjadi

bioconverter pakan berserat tinggi seperti limbah pertanian, rumput-rumputan menjadi pakan yang berkualitas karena memiliki lambung majemuk yang terdiri-dari rumen, reticulum, omasum dan abomasums. Peran ternak ruminansia menjadi sangat penting dalam prestise, status sosial, ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penyediaan konsumsi panga berkualitas, maupun dalam menjaga dan mempertahankan keserasian lingkungan hidup. (Sutrisno, 2002).

Pakan Ternak Ruminansia


(23)

baik hijauan maupun konsentrat. Kontinuitas penyediaan pakan sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan sapi karena sepanjang waktu sapi berada dalam kandang. Pemberian pakan yang tidak kontinu dapat menimbulkan sterss dan akan berakibat sapi menjadi peka terhadap berbagai penyakit dan terganggu pertumbuhannya (Ahmad et al, 2004).

Menurut Sofyan (2003), Hijauan Makanan Ternak yang dipergunakan untuk ternak ruminansia sebagian besar rumput-rumputan, sehingga rumput memegang peranan penting dalam penyediaan pakan dan telah umum digunakan oleh peternak dalam jumlah besar. Dilihat dari cara tumbuhnya rumput dapat digolongkan menjadi dua, yaitu rumput alami atau rumput liar dan rumput budidaya atau rumput pertanian.

Menurut Santosa (2003) bahwa ada beberapa cara yang dapat dilaksanakan untuk menata padang penggembalaan berdasarkan lamanya lahan dipergunakan sebagai sumber pakan ternak. Secara garis besar, penataan tersebut dapat dikelompokan menjadi dua: terus–menerus dipergunakan sebagai penghasil pakan ternak dan dipergunakan secara bergiliran dengan tanaman lain. Beberapa cara tatalaksana padang rumput tersebut adalah sebagai berikut:

1. Padang rumput permanen

Padang rumput permanen adalah padang rumput yang terus-menerus dipergunakan sebagai sumber pakan ternak dalam jangka waktu yang cukup lama. Cara ini paling tepat apabila digunakan pada daerah yang bertopografi miring karena dapat mencegah terjadinya erosi tanah.

2. Padang rumput jangka pendek

Padang rumput jangka pendek hanya dipergunakan dalam jangka waktu dua atau lima tahun saja. Setelah masa pemakaian sebagai padang penggembalaan, lahan ini akan diolah dan digunakan untuk tanaman lain.

3. Padang rumput rotasi jangka panjang

Sistem padang rumput ini penggunaannya mencapai 6–10 tahun. Tata laksana penggunaannya perlu kombinasi dari kedua sistem diatas.

4. Padang rumput sementara

Padang rumput ini hanya dipergunakan sebagai sumber tanaman pakan untuk beberapa bulan saja atau paling lama satu tahun. Tujuan dari penggunaan


(24)

sistem ini adalah sebagai sumber pakan ternak pada saat kritis, menjaga kesuburan tanah dalam sistem pergiliran tanaman, dan memperbaiki struktur tanah.

Pemberian pakan di kandang atau di palungan, yang paling penting diperhatikan adalah mengetahui berapa jumlah pakan dan bagaimana keadaan ransum yang diberikan kepada ternak (Santosa, 2003). Dalam menyusun ransum diusahakan agar kandungan zat–zat makanan di dalam ransum sesuai dengan zat– zat makanan yang dibutuhkan ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, untuk pertumbuhan dan untuk berproduksi.

Menurut Santosa (2003) bahwa dalam memilih bahan pakan, beberapa pengetahuan penting berikut ini harus diketahui sebelumnya:

1. Bahan pakan harus mudah diperoleh dan sedapat mungkin terdapat di daerah sekitar sehingga tidak menimbulkan masalah biaya transportasi dan kesulitan mencarinya;

2. Bahan pakan harus terjamin ketersediaannya sepanjang waktu dan jumlah yang mencukupi keperluan;

3. Bahan pakan harus mempunyai harga layak dan sedapat mungkin mempunyai fluktuasi harga yang tidak besar;

4. Bahan pakan harus diusahakan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia yang sangat utama. Seandainya harus menggunakan bahan pakan yang demikian, usahakan agar bahan pakan tersebut hanya satu macam saja;

5. Bahan pakan harus dapat diganti oleh bahan pakan lain yang kandungan zat– zat makanannya hampir setara;

6. Bahan pakan tidak mengandung racun dan tidak dipalsukan atau tidak menampakan perbedaan warna, bau, atau rasa dari keadaan normalnya.

Limbah pertanian adalah pakan yang bersumber dari limbah tanaman pangan dan produksinya sangat tergantung kepada jenis dan jumlah areal penanaman atau pola tanam dari pangan disuatu wilayah yang dikemukakan oleh Makkar (2002) dalam penelitian Syamsu (2005).

Menurut Soetanto (2000) dan Syamsu (2005), untuk mengatasi masalah pakan secara umum dapat dilakukan tiga pendekatan. Pertama, memperluas keragaman sumber pakan dengan melakukan upaya pemanfaatan lahan tidur untuk penanaman hijauan makanan ternak, pemanfaatan limbah pertanian dan industri,


(25)

dan menghidupkan kembali tanah-tanah pangonan. Selain itu dengan melakukan sistem pertanian lorong dan intensifikasi lahan pekarangan dengan memanfaatkan leguminosa perdu. Kedua, meningkatkan kualitas pakan melalui peningkatan kualitas pakan basal, peningkatan nilai nutrisi protein dan upaya menghilangkan senyawa anti nutrisi dalam pakan. Ketiga, memperbaiki sistem pemberian pakan dengan upaya yang dilakukan untuk perbaikan formulasi ransum ternak yang sesuai dengan daerah tropis dan manajemen pemberian pakan untuk ternak.

Baba et al (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa potensi sumber hijauan utamanya rumput di daerah sentra lebih beragam dibanding daerah non sentra, namun potensi sumber konsentrat lebih banyak didaerah non sentra. Masalah utama peternak di daerah non sentra adalah tidak diketahuinya pengawetan pakan, kurangnya tenaga kerja, dan pakan yang tidak mencukupi sepanjang tahun. kebutuhan teknologi didaerah sentra adalah peningkatan pengetahuan formulasi bahan pakan lokal untuk produksi konsentrat dan complete feed adalah prioritas utama. Daerah non sentra lebih memproitaskan pengawetan limbah dan bahan pakan menjadi complete feed pada musim hujan/panen.

Sementara hasil penelitian dari Syamsu (2005) diperoleh bahwa pengguna limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak ruminansia ditingkat peternak masih rendah, dengan jumlah peternak yang tidak menggunakan limbah tanaman pangan sebagai pakan ternak yaitu 62,12%. sebanyak 54,80% peternak mengetahui tentang teknologi pakan, seperti amoniasi, hay, silase dan teknologi fermentasi lainnya. Tingkat penerapan teknologi masih sangat kurang, dengan hanya 21.19% peternak yang menerapkan teknologi pakan.

Haryanto (2004) mengatakan bahwa menurunya daya dukung sumberdaya alam (pakan) untuk usaha ternak karena konversi lahan pertanian, serta perubahan pola budidaya menjadi salah satu penyebab menurunnya populasi ternak. Sementara itu subsektor peternakan diharapkan mampu memenuhi permintaan akan protein hewani yang semakin meningkat, meningkatnya penyerapan tenaga kerja dan PDRB, ini berarti menuntut sub-sektor peternakan untuk dapat memacu produksinya (baik kuantitas maupun kualitas). Sementara disisi lain, sub-sektor peternakan dihadapkan kepada semakin menyempitnya lahan usaha akibat persaingan yang semakin meningkat baik antar sektor maupun antar sub-sektor


(26)

dalam penggunaan lahan.

Ekosistem lahan tadah hujan memberikan peluang pengembangan hijauan yang cukup baik karena ada periode bera terjadi setiap tahunnya. Pemanfaatan lahan bera oleh tanaman hijauan legum ternak akan memberikan manfaat ganda berupa peningkatan sumber hijauan ternak dan kesuburan lahan yang akan memberikan peningkatan hasil padi yang ditanam setelahnya dan sekaligus memberikan penghematan biaya produksi.

Ekosistem lahan kering sebagai tempat usahatani memungkinkan adanya sumber pakan ternak berupa vegetasi alami yang berasal dari gulma di lahan pertanaman tanaman pangan atau sayuran, dedaunan tanaman tahunan serta vegetasi alam yang tersedia di tepi jalan atau batas kebun. Dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi ternak, baik jumlah dan kualitas yang diberikan tersebut dinilai tidak cukup. Prospek pengembangan hijauan di ekosistem pertanian lahan kering cukup baik melalui rotasi tanaman pangan dengan legum pakan ternak atau penggunaan leguminosa pohon dan semak pada sistem budidaya lorong (alley cropping) pada lahan berlereng.

Vegetasi alam yang tumbuh di areal perkebunan dapat dikonsumsi ternak dan dapat dikelompokkan sebagai hijauan, bukan sebagai gulma. Integrasi ternak dengan perkebunan bertujuan untuk mendapatkan nilai tambah lahan berupa produk ternak. Dengan tujuan seperti ini, perbaikan ketersediaan hijauan di areal perkebunan merupakan target yang sejalan dengan upaya pencapaian tingkat produktivitas ternak.

Hijauan Pakan Ternak

Hijauan pakan ternak (HPT) merupakan semua bahan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan. Kelompok hijauan makanan ternak meliputi bangsa rumput (gramineae), leguminosa, dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, daun waru dan lain-lain.

Limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang tanah, pucuk tebu, dan lain-lain merupakan sumber makanan ternak ruminansia yang dapat diperoleh dari tanaman pertanian. Pemanfaatan limbah pertanian untuk ternak tersebut akan mendukung integrasi usaha peternakan dengan usaha pertanian baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Di lain pihak


(27)

kegiatan intensifikasi peternakan telah menyebabkan kotoran ternak melimpah dan cenderung mengganggu lingkungan. Hal ini akan memberikan prospek baru dalam mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan yaitu dengan inovasi teknologi sederhana dapat diubah menjadi kompos.

Hijauan sebagai bahan makanan ternak bisa diberikan dalam dua bentuk, yakni hijauan segar dan hijauan kering. Hijaun segar berasal dari hijauan segar seperti rumput segar, leguminosa segar, sedangkan hijauan kering berasal dari hijauan yang sengaja dikeringkan (hay) ataupun jerami kering.

Perbedaan mutu suatu hijauan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat genetis (pembawaan) dan lingkungan. Faktor genetis berkaitan dengan pembawaan masing-masing jenis hijauan. Misalnya bangsa rumput memerlukan nitrogen yang diperoleh dari dalam tanah dengan jalan menghisap nitrat atau amonia yang larut dalam air, sedangkan leguminosa menambahkan nitrogen ke dalam tanah karena adanya bakteri-bakteri pada bintil-bintil akar. Baik rumput atau leguminosa di dalam sesamanya sendiri tidak akan memiliki mutu yang sama, masing-masing memiliki nilai gizi yang berbeda. Faktor lingkungan mempunyai peranan sangat penting, mutu yang diwariskan oleh faktor genetis hanya mungkin dipertahankan atau ditingkatkan apabila faktor lingkungan mendukung. Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain: keadaan tanah, iklim, dan perlakuan manusia. Mutu hijauan makanan ternak akan berbeda berdasarkan perbedaan jenis tanah dan tingkat kesuburannya. Semakin kaya tanah dengan unsur hara yang diperlukan maka hijauan akan tumbuh subur, berproduksi tinggi dan bermutu.

Iklim dapat menentukan jumlah serta mutu bahan hijauan. Pada wilayah dengan iklim yang basah, hijauan yang dihasilkan kurang mengandung protein dan mineral serta lebih banyak kadar seratnya tetapi bahan keringnya rendah. Di daerah sub tropis (daerah yang tidak begitu basah) terdapat banyak padang rumput yang luas, rumput tumbuh tinggi dan pepohonan kurang (sabana), merupakan daerah yang baik untuk mengusahakan ternak. Sedangkan pada daerah kering hanya ditumbuhi oleh rumput-rumput pendek, merupakan daerah stepa atau hutan belukar. Di daerah kering ini ternak sering menghadapi kesulitan mendapatkan air. Di daerah ini usaha ternak akan lebih cocok dari pada pertanian khususnya


(28)

(tanaman pangan).

Pengaruh perlakuan manusia terhadap mutu hijauan menyangkut pengaturan waktu pemotongan serta cara-cara pengelolaan. Semakin lambat waktu pemotongan, kandungan serat kasar akan semakin meningkat, sebaliknya nilai gizinya semakin merosot, karena banyak zat yang hilang atau diubah menjadi buah atau biji. Sebaliknya apabila pemotongan dilakukan dalam interval waktu pemotongan yang pendek, hijauan akan selalu dalam keadaan muda. Cara pengelolaan yang baik berkenaan dengan prisnsip-prinsip pengelolaan dan penyimpanan, dalam hal ini hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: pemilihan lokasi, pemilihan bibit, pengelolaan tanah dan penanaman, pemeliharaan, dan

defoliasi (pemotongan).

Salah satu kendala dalam pengembangan ternak ruminansia adalah belum tersedianya hijauan makanan ternak baik kualitas maupun kuantitasnya yang memadai dan kontinyu sepanjang tahun. Fluktuasi jumlah ketersediaan hijauan makanan ternak dipengaruhi oleh tataguna lahan dan pola tanam. Hal ini berkaitan dengan keberadaan hijauan dari limbah hasil pertanian seperti jerami padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, dan lain-lain. Kekurangan hijauan biasanya terjadi pada musim kemarau, sementara pada musim hujan produksi hijauan ternak cukup tinggi. Keadaan ini sering terjadi di kawasan Indonesia bagian timur dengan musim kemarau yang relative panjang. Pada wilayah-wilayah pertanian intensif dengan pola pertanian yang diutamakan adalah tanaman pangan, kekurangan hijauan dapat juga terjadi pada musim hujan karena lahan sawah ditanami padi atau tanaman pangan lainnya. Sumberdaya pakan meliputi pembinaan mutu pakan, pengembangan pakan alternatif, pemanfaatan sumberdaya pakan hijauan lokal dan pemanfaatan teknologi pakan (Pambudy dan Sudardjat, 2000).

Dalam usahatani terdapat beberapa unsur yaitu lahan, tenaga kerja dan modal. Lahan merupakan basis untuk usaha peternakan atau merupakan faktor produksi sumber makanan ternak pokok berupa rumput, limbah ataupun produk utama pertanian (Suparini, 2000).

Potensi dan Sumber Daya

Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak antara lain: lahan sawah, padang penggembalaan, lahan perkebunan, dan hutan rakyat, dengan


(29)

tingkat kepadatan tergantung kepada keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air, jenis sapi potong yang dipelihara. Luasnya lahan sawah, kebun, dan hutan tersebut memungkinkan pengembangan pola integrasi ternak-tanaman yang merupakan suatu proses saling menunjang dan saling menguntungkan, melalui pemanfaatan tenaga untuk mengolah tanah dan kotoran sebagai pupuk organik. Sementara lahan sawah dan lahan tanaman pangan menghasilkan jerami padi dan hasil sampingan tanaman yang dapat diolah sebagai makanan ternak. Sedangkan kebun dan hutan memberikan sumbangan rumput alam dan jenis tanaman lain. Pemanfaatan pola integrasi diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas ternak (Riady, 2004).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), agar ternak dapat berproduksi dengan baik, maka perlu memperhatikan persyaratan penggunaan dan sifat-sitat pembatas lahan yang meliputi sekelompok kualitas lahan yang diperlukan dan yang mempunyai pengaruh merugikan untuk produksi ternak. Kualitas lahan yang perlu diperhatikan untuk produksi ternak tersebut meliputi:

a. semua kualitas lahan untuk pertumbuhan tanaman/rumput ternak antara lain: tersedianya air, tersedianya unsur hara, tersedianya oksigen di perakaran, daya memegang unsur hara, kondisi untuk perkecambahan, mudah tidaknya diolah, kadar garam, unsur-unsur beracun, kepekaan erosi, hama dan penyakit tanaman, bahaya banjir, suhu, sinar matahari, dan periode photosintesis, iklim, kelembaban udara dan masa kering untuk pematangan tanaman;

b.Kesulitan-kesulitan iklim yang mempengaruhi hewan ternak; c.Ketersediaan air minum ternak;

d.Nilai nutrisi dari rumput; e.Sifat-sifat racun dari rumput; f. Penyakit-penyakit hewan;

g.Ketahanan terhadap kerusakan rumput; h.Ketahanan erosi akibat penggembalaan.

Menurut Ibrahim (2003), pada dasarnya evaluasi hijauan makanan ternak bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai jenis hijauan yang dengan manajemen tertentu dapat meningkatkan produktivitas ternak apabila dimasukkan ke dalam


(30)

sistem usahatani. Oleh karena itu, pemahaman yang seksama perlu dilakukan terhadap sistem usahatani yang ada sehingga peluang integrasi hijauan terhadap suatu sistem dapat teridentifikasi dengan benar. Berdasarkan tipe penggunaan lahan yang ada, terdapat enam kelompok sistem usahatani di Indonesia, yaitu: (1) lahan sawah; (2) lahan kering; (3) lahan perkebunan; (4) padangan; (5) lahan pekarangan; dan (6) lahan pertanian berpindah. Masing-masing tipe penggunaan ini menentukan jenis hijauan ternak yang tersedia dan tingkat kesesesuaiannya untuk dikembangkan.

Pada lahan sawah, sistem usahatani yang dilakukan adalah sistem usaha tani padi pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Pada sawah irigasi, padi ditanam lebih dari satu kali per tahun. Ternak ruminansia yang dipelihara di ekosistem ini mendapatkan makanan berupa jerami padi, gulma hasil penyiangan di lahan sawah, dedaunan tanaman tahunan dan vegetasi alam yang ada di pematang, saluran irigasi, tepi jalan, dan tanggul sungai. Pengembangan hijauan pada lahan sawah irigasi sangat terbatas karena petani umumnya menilai bahwa tanaman padi adalah komoditas utama sehingga tidak ada waktu, upaya atau alokasi lahan yang diperuntukkan bagi penanaman hijauan.

Ekosistem lahan kering sebagai tempat usaha tani memungkinkan adanya sumber pakan ternak berupa vegetasi alami yang berasal dari gulma di lahan pertanaman tanaman pangan atau sayuran, dedaunan tanaman tahunan serta vegetasi alam yang tersedia di tepi jalan atau batas kebun. Dibandingkan dengan kebutuhan nutrisi ternak, baik jumlah dan kualitas yang diberikan tersebut dinilai tidak cukup. Prospek pengembangan hijauan di ekosistem pertanian lahan kering cukup baik melalui rotasi tanaman pangan dengan legum pakan ternak atau penggunaan leguminosa pohon dan semak pada sistem budidaya lorong (alley cropping) pada lahan berlereng.

Vegetasi alam yang tumbuh di areal perkebunan dapat dikonsumsi ternak dan dapat dikelompokkan sebagai hijauan, bukan sebagai gulma. Integrasi ternak dengan perkebunan bertujuan untuk mendapatkan nilai tambah lahan berupa produk ternak. Dengan tujuan seperti ini, perbaikan ketersediaan hijauan di areal perkebunan merupakan target yang sejalan dengan upaya pencapaian tingkat produktivitas ternak.


(31)

Karakteristik Peternak

Pendidikan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu, dimana dengan memiliki pengetahuan formal yang lebih tinggi maka seseorang akan memiliki motivasi lebih tinggi dan wawasan yang lebih luas dalam menganalisa suatu kejadian (Rakhmat 2000). Tingkat pendidikan peternak relatif beragam, dengan didominasi oleh tingkat SD (57 – 76%), sedangkan tingkat Perguruan Tinggi (PT) terendah (1 – 2%). Tingkat pendidikan yang rendah akan mempengaruhi motivasi dan partisipasi peternak dalam pelaksanaan pengembangan peternakan.

Umur

Umur seorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas peteni maupun peternak dalam mengelola usahanya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berfikir. Makin muda umur petani, cendrung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahanya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usaha taninya (Syafrudin, 2003)

Klausmeir dan Goodwin (1966) dalam Haryadi (1997) berpendapat bahwa umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar dimana kepastian belajar seseorang, tetapi menurut perkembangan umurnya. Kapasitas belajar akan naik sampai usia dewasa dan kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

Tanggungan

Jumlah tanggungan peternak merupakan satu karakteristik yang dapat mempengaruhi keputusan produksi. Selanjutnya Soekartawi (1988) menjelaskan jumlah tanggungan keluarga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak suatu teknologi baru.

Syafrudin (2003) menyatakan bahwa jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumber daya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usaha ternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja.


(32)

Analisis Location Quation(LQ)

Menurut Budiharsono (2001), metode Location Quation digunakan untuk mengetahui penggolongan suatu sektor wilayah ke dalam sektor basis dan non basis. Location Quation merupakan suatu perbandingan besarnya sektor atau kegiatan terhadap besarnya peranan sektor tersebut pada wilayah yang lebih luas. Apabila LQ suatu sektor bernilai dari atau sama dengan satu (≥1), maka sektor tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari satu (<1), maka sektor tersebut merupakan sektor non basis.

Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia merupakan suatu pendekatan untuk menunjukan kemampuan atau kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak. Potensi wilayah dapat diketahui dengan metode pengembangan pemetaan potensi wilayah. Pendekatan perhitungan potensi wilayah dan pengembangan ternak ruminansia dapat dihitung dengan cara perhitungan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak

Menurut (Ayuni, 2005). Metode ini merujuk pada metode Nell dan Rollinson (1974), digunakan untuk melihat seberapa besar suatu wilayah berpotensi untuk menambah populasi ternak ruminansia berdasarkan ketersediaan hijauan dan tenaga kerja di wilayah tersebut.

KPPTR (L) = KTTR – Populasi Riil

Populasi Riil = Ternak yang benar-benar ada saat penelitian KTTR = ( Σk . Le . 15 ton BK/ha/tahun ) + Σ j Li (ST)

2,3 Keterangan :

k = koefisien ketersediaan lahan penghasil rumput Le = luas lahan penghasil rumput (ha)

j = koefisien produksi HMT

Li = lahan penghasil Hijauan Sisa Hasil Pertanian 15 ton/ha/tahun = rata-rata produksi padang rumput

2.3 = setiap ST per tahun memerlukan 2,3 ton BK KPPTR (L) = KPPTR berdasarkan ketersedian hijauan


(33)

Analisa SWOT

Suatu analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh internal dan eksternal kelompok ternak atas kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta perumusan strategi pengembangan berdasarkan potensi yang dimiliki.

Menurut Rangkuti (2000), kinerja suatu perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor lingkungan Internal strength dan Weakness serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis, kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisa SWOT.

Matrik Faktor Strategi Internal.

Merupakan suatu strategi dimana mengidentifikasi faktor internal pada Kecamatan Juli, Kuala dan Jangka suatu Tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor internal tersebut dalam kerangka Strength and Waekness. Tahapan dari matrik faktor strategi internal adalah:

a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam kolom 1; b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling

penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategi perusahaan. (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00);

c. Hitung rating (dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Peubah yang bersifat positif (semua peubah yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan peubah yang negatif , kebalikannya;

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor);

e. Jumlahkan skor pembobot (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukan


(34)

bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya.

Matrik Faktor Strategi Eksternal.

Merupakan suatu strategi dimana mengidentifikasi faktor internal, suatu tabel EFAS (Eksternal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor internal tersebut dalam kerangka Opportunities and Threats. Tahapan dari matrik faktor strategi internal adalah:

a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman);

b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom , mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis;

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari faktor 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahan yang bersangkutan.

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dengan kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing- masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).

e. Jumlahkan skor pembobotnya (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi kelompok peternak yang bersangkutan.

Matrik SWOT

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah Matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

a. Strategi SO

Strategi ini dilakukan dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.


(35)

b. Strategi ST

Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada

d. Strategi WT

Strategi ini berdasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.


(36)

Lokasi Penelitian dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2013 di Kecamatan Juli, Jangka dan Kuala Kabupaten Bireuen Provinsi Aceh. Pemilihan lokasi dengan pertimbangan, populasi ternak rumininsia tinggi, sedang dan rendah. Kegiatan mencakup pra survei mendapatkan data awal daerah penelitian sebagai bahan proposal, serta meliputi persiapan, pengumpulan data, identifikasi, dan pengecekan lapangan, analisis dan penulisan laporan penelitian dalam bentuk tesis.

Metode Penentuan Responden

Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan ternak ruminansia di lokasi penelitian. Penentuan lokasi penelitian (Kecamatan)

dilakukan dengan sengaja “ Purposive Sampilng” sedangkan desa sampel

dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana “ Simple Random Sampling”. Berdasarkan tiga Kecamatan tersebut di ambil 30 peternak di masing-masing Kecamatan.

Jumlah sampel ditetapkan secara kuota, mengacu pada pengambilan sampel dengan asumsi populasi menyebar normal, dimana Cooper dan Emory (1996) untuk ukuran sampel yang cukup besar (n > 30 ) rata-rata sampel akan terdistribusi di sekitar rata-rata populasi yang mendekati distribusi normal. Penentuan peternak yang akan dijadikan sampel dilakukan dengan cara undian dengan bantuan sampling frame yang berisi nama-nama peternak ruminansia yang ada dilokasi penelitian yang sudah ditetapkan. Berdasarkan jumlah populasi peternak diwilayah penelitian dan secara umum di Kabupaten Bireuen.

Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi langsung di lapangan dan wawancara dengan peternak menggunakan kuisioner. Data primer karakteristik peternak meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pengalaman beternak, jumlah kepemilikan ternak, tanggungan keluarga serta persepsi peternak tentang


(37)

pengembangan ternak; dan manajemen pemeliharaan ternak ruminansia dan pemasaran.

Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi pemerintah terkait, yaitu Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bireuen, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bireuen, Kabupaten Bireuen dalam angka 2013, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bireuen dan instansi terkait Kabupaten Bireuen. Variabel-variabel yang digunakan dalam data sekunder ini diantaranya data sebaran penduduk, populasi ternak ruminansia, pemotongan dan produksi daging, luas lahan yang digunakan, jenis tanah, curah hujan, iklim luas lahan rumput, produksi limbah pertanian, fasilitas layanan peternakan, jumlah peternak ruminansia dan sarana prasarana penunjang lain.

Metode Analisis Data

Untuk menjawab permasalahan pengembangan ternak ruminansia di Kabupeten Bireuen dilakukan beberapa analisis yaitu :

1. Untuk menjawab permasalahan pertama, dilakukan analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan umum sumberdaya peternakan.

2. Untuk menjawab permasalahan kedua dilakukan analisis Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR).

KPPTR (L) = KTTR – Populasi Riil

Populasi Riil = Ternak yang benar-benar ada saat penelitian KTTR = ( Σ k . Le . 15 ton BK/ha/tahun ) + Σ j Li (ST)

2,3 Keterangan :

k = koefisien ketersediaan lahan penghasil rumput Le = luas lahan penghasil rumput (ha)

j = koefisien produksi HMT

Li = lahan penghasil Hijauan Sisa Hasil Pertanian 15 ton/ha/tahun = rata-rata produksi padang rumput

2.3 = setiap ST per tahun memerlukan 2,3 ton BK KPPTR (L) = KPPTR berdasarkan ketersedian hijauan


(38)

Tabel 1. Nilai k untuk Setiap Jenis Lahan Penghasil Rumput

Jenis Lahan K

Padang Rumput Lahan Bera Galangan Sawah Perkebunan Hutan Negara Hutan Rakyat Tegalan

Luas padang rumput alam 20% dari total sawah 2,5% dari total sawah

5% dari luas total perkebunan 5% dari luas total hutan 3% dari luas total hutan 1% dari total tegalan Sumber : Ayuni, (2005)

Tabel 2. Nilai j untuk Setiap Jenis Tanaman Penghasil Jerami

Jenis Jerami J

Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kedelai Kacang tanah

Luas panen (ha) x 0,23 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 10,90 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 5,05 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 1,20 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 1,07 (ton/ha/thn) Luas panen (ha) x 1,44 (ton/ha/thn) Sumber : Ayuni, 2005)

Populasi ternak (dalam ekor) di konversikan kedalam satuan ternak (ST) berdasarkan perhitungan Ditjen Peternakan (1998) sebagai berikut :

1.1 ekor sapi dewasa = 1 ST 1 ekor anak sapi = 0,25 ST 2. 1 ekor kerbau dewasa = 1 ST

1 ekor anak kerbau = 0,25 ST 3. 1 ekor kambing/domba = 0,14 ST

1 ekor anak kambing/domba = 0,035 ST

3. Untuk menjawab permasalah kedua, mengenai wilayah basis atau non basis populasi ternak ruminansia. Perlu dilakukan dengan metode analisis Location Quation (LQ) dengan rumus sebagai berikut :

LQ = vi/vt Vi/Vi Keterangan:

vi = Populasi Ternak Ruminansia Kecamatan vt = Jumlah Kepala Keluarga Kecamatan Vi = Populasi Ternak Ruminansia Kabupaten Vt = Jumlah Kepala Keluarga Kabupaten


(39)

4. Untuk menjawab permasalahan ketiga dilakukan Analisis Strength-Weakness-Opportunities-Threats (SWOT), Ada tiga tahapan kerangka kerja yaitu tahap masukan, Tahap analisis dan tahap keputusan . Uraian setiap tahapan dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:

Tabel 3. Kerangka Penyusunan formula Strategi. Tahap 1. Tahap Masukan

Matriks Evaluasi Matriks Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Internal

(EFAS) (IFAS) Tahap 2. Tahap Analisis

MATRIK MATRIK SWOT Grand Strategi

Tahap 3. Pengambilan Keputusan

1. Tahap Masukan

Tahap masukan merupakan langkah pertama melakukan pengumpulan data, klasifikasi dan pra analisis, untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks evaluasi faktor eksternal dan faktor internal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman.

a. Matrik Faktor Strategi Eksternal

Merupakan suatu strategi dimana mengidentifikasi faktor eksternal, suatu tabel EFAS (Eksternal Strategic Faktors Analysis Summary). Tahapan dari matrik faktor strategi eksternal adalah:

a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10 peluang dan ancaman);

b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom , mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting).

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari faktor 4 (outstanding). Sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi kelompok peternak yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya.


(40)

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dengan kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor);

e. Jumlahkan skor pembobotnya (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi kelompok peternak yang bersangkutan.

b. Faktor Internal

Matrik Faktor Strategi Internal merupakan suatu strategi dimana mengidentifikasi faktor internal pada Kecamatan Juli, Kuala dan Jangka, suatu tabel IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor internal tersebut dalam kerangka Strength and Waekness. Tahapan dari matrik.

Faktor strategi internal adalah:

a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam kolom 1; b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling

penting) sampai 0,0 (tidak penting),

c. Hitung rating (dalam kolom 3 untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi kelompok usaha ternak ruminansia yang bersangkutan. Peubah yang bersifat positif (semua peubah yang masuk kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan membandingkannya dengan rata-rata industri atau dengan pesaing utama. Sedangkan peubah yang negatif kebalikannya;

d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor);

e. Menjumlahkan skor pembobot ( pada kolom 4 ), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi kelompok usaha ternak ruminansia yang bersangkutan.


(41)

2. Tahap Analisis a. Matrik Swot

Alat yang dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah Matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis seperti pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Matrik SWOT IFAS EFAS Strengths (S) (Kekuatan) Weaknesses (W) (Kelemahan) Opportunies (O) (Peluang) Strategi (SO) Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi (WO) Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Treaths (T) (Ancaman) Strategi (ST) Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi (WT) Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Srengths (kekuatan)

Merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

Weakness (kelemahan)

Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

Opportunities (peluang)


(42)

Kondisi yang terjadi merupakan pelung dari luar organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Misalnya competitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekitar.

Treats (ancaman)

Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.

Strategi SO adalah strategi kelemahan dan peluang, bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang.

Strategi ST adalah strategi kekuatan dan ancaman, yaitu menggunakan kekuatan untuk menghindari mengatasi ancaman.

Strategi WO adalah strategi memanfaatkan peluang yang ada dengan mengatasi kelemahan yang ada.

Strategi WT adalah strategi kelemahan dan ancaman merupakan taktik defensif untuk mengurangi kelemahan dengan serta menghindari ancaman.

Matriks Grand Strategi

Matrik digunakan untuk memperoleh koordinat posisi strategi yang akan digunakan. Koordinat ditentukan dari skor faktor strategi internal dan eksternal. Untuk lebih jelaskan dapat dilihat Gambar 1 di bawah ini.

Peluang

2. Turnaround 1. Agresif

Kelemahan Kekeuatan

3. Divensif 4. Diversifikasi

Ancaman


(43)

Keterangan:

Kuadran 1 : Strategi Agresif merupakan situasi yang sangat menguntungkan yaitu memanfaatkan kekuatan untuk memiliki peluang.

Kuadran 2 : Strategi Turnaround yang harus diterapkan adalah memanfaatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan yang ada.

Kuadran 3 : Strategi Difensif adalah meminimalkan kelemahan dan berusaha menghindari ancaman.

Kuadran 4 : Strategi Diversifikasi merupakan strategi mengatasi berbagai ancaman dengan meraih peluang.

3. Tahap Pengambilan Keputusan

Dalam mengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen perlu di perhatikan prioritas strategi dengan menggunakan analisis matriks SWOT. Pada tahapan ini perlu dilakukan kajian ulang dari empat strategi (SO, ST, WO, WT) yang sudah dilakukan analisis. Setelah itu baru dilakukan pengambilan keputasan dalam menentukan strategi yang paling menguntungkan, efektif bagi kelompok ternak berdasarkan analisis SWOT dan matrik Grand Strategi dan pada akhirnya dapat disusun suatu rencana strategi yang akan dijadikan pedomanan dalam melaksanakan kegiatan selanjutnya.


(44)

Gambaran Umum Kabupten Bireuen Letak Geografis dan Luas Wilayah

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu dari 28 Kabupaten/kota yang ada di Provinsi Aceh dengan Luas wilayah kabupaten Bireuen adalah 1.7961,32 km2 (179.632 Ha). yang terdiri dari 17 Kecamatan, 75 pemukiman, dan 609 desa secara geografis terletak pada garis 40 – 540 .180 Lintang Utara dan 960 .200 – 970 .210 Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah ; (a) Sebelah Utara dengan Selat Malaka, (b) Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah, (c) Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Utara dan (d), Sebelah Barat dengan Kabupaten Pidie. Luas. (BPS Kabupaten Bireuen 2013).

Posisi sangat strategis karena terletak di kawasan pantai timur pulau Sumatera yang merupakan kawasan cepat berkembang di pulau Sumatera, Berhadapan langsung dengan Selat Malaka yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif dan jalur pelayaran perdagangan internasional yang padat dan Dilintasi oleh jalan Nasional Lintas Timur (Jalintim) Sumatera, yang merupakan jalur perdagangan yang padat di Pulau Sumatera.

Topografi dan Tanah

Topografi Kabupaten Bireuen memiliki daerah yang datar dan bergelombang ( 0-8%) terutama pada wilayah pesisir utara sedangkan pada daerah bagian selatan memiliki topografi berbukit dengan kemiringan 15% sampai dengan 30 %. dengan ketinggian 0 sampai 2.637 m Dari Permukaan Laut (DPL) (BPS Kabupaten Bireuen 2013). Secara keseluruhan jumlah dan luas wilayah Kecamatan dalam Kabupaten Bireuen dapat dilihat pada Tabel 5.


(45)

Tabel 5. Luas wilayah dan jumlah Kecamatan, Kemukiman dan Desa di Kabupaten Bireuen.

Kecamatan Luas Wilayah

Jumlah Wilayah

Admistratif Jumlah

(km2) % Kemukiman Desa

Samalanga 14.087 7,84 5 46 51

Simpang. Mamplam 15.772 8,78 3 41 44

Pandrah 11.397 6,34 3 19 22

Jeunieb 11.237 6,26 6 43 49

Peulimbang 12.775 7,11 3 22 25

Peudada 31.284 17,42 6 52 58

Juli 23.118 12,87 4 36 40

Jeumpa 10.886 6,06 5 42 47

Kota Juang 1.691 0,94 4 23 27

Kuala 1.725 0,96 4 20 24

Jangka 3.749 2.09 5 46 51

Peusangan 5.908 3,29 9 69 78

Peusangan Selatan 9.415 5,24 3 21 24

Peusangan Sb. Krueng 11.205 6,24 3 21 24

Makmur 6.857 3,82 4 27 31

Gandapura 4.656 2,59 4 40 44

Kutablang 3.870 2,15 4 41 45

Jumlah 17.9632 100 75 609 684

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bireuen (2012)

Luas tanah menurut penggunaannya terdiri dari 17.172 Ha perkampungan, 22.948 Ha persawahan, 34.013 Ha, tegalan, 37.994 Ha perkebunan rakyat, 5.194 Ha tambak, 5.952 Ha semak/alang-alang, 4.642 Ha hutan belukar, 32.286 Ha tebat, 2.072 Ha kebun campuran, 965 Ha perkebunan besar, 564 Ha danau/rawa.

Dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa dari 17 Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bireuen, Kecamatan Juli miliki wilayah luas sekitar 12,87% merupakan wilayah terbesar kedua setelah Kecamatan Peudada dari keseluruhan total luas wilayah di Kabupaten Bireuen, Kecamatan Kuala memiliki luas sekitar 0,94 % dari total keseluruhan wilayah di Kabupaten Bireuen, sementara Kecamatan Jangka memiliki luas sekitar 2,09 % dari total keseluruhan wilayah di Kabupaten Bireuen.

Penggunaan lahan

Kabupaten Bireuen memiliki lahan seluas 179.632 ha, rincian penggunaan lahan di Kabupaten Bireuen, dapat dilihat pada Tabel 6.


(46)

Tabel 6. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Bireuen

Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase ( % )

Sawah 17.198,84 9,57

Perkebunan 58.616,15 32,63

Ladang / Huma 14.820,4 8,25

Padang Rumput 20,41 0,01

Hutan Lindung 31.875,25 17,74

Hutan Produksi 34.909,92 19,43

Hutan Rakyat 2.302,26 1,28

Rawa-Rawa 7.370,88 4,10

Tambak/Perikanan 4.368,5 2,43

Kolam/Tebat/Empang 57,00 0,03

Pemukiman 5.593,2 3,11

Lain-lain 2.498,9 1,39

Jumlah 179.632 100

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bireuen (2012)

Tabel 6 memperlihatkan total lahan yang telah digunakan di Kabupaten Bireuen 179.632 Ha. Jenis penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan ternak ruminansia yaitu lahan-lahan usaha tani pada umumnya. Lahan-lahan yang berpotensi untuk pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen antara lain, sawah, perkebunan, ladang/huma dan padang rumput dengan luas keseluruhan 90.654 ha atau 50,46 persen dari luas seluruh Kabupaten Bireuen. Lahan-lahan yang kurang berpotensi dan yang sulit dialihfungsikan menjadi lahan pengembangan ternak ruminansia yaitu: hutan lindung, hutan produksi, hutan rakyat, rawa,rawa, tambak/tebat/empang, pemukiman, dan lain-lain. Dengan luas keseluruhan 88.973 atau 49,50 persen dari luas seluruh wilayah Kabupaten Bireuen. Untuk itu lahan-lahan tersebut tidak diperhitungkan dalam penentuan untuk pengembangan ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen.

Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam untuk peternakan yaitu ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba), daya dukung hijauan dan lahan, serta iklim. Salah satu indikator yang dapat mengukur perkembangan peternakan ruminansia adalah


(47)

perkembangan populasi, merupakan salah satu sumberdaya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat.

1. Populasi dan Perkembangan Ternak Ruminansia

Populasi ternak ruminansia tersebar di semua Kecamatan yang ada di Kabupaten Bireuen dengan jumlah populasi sangat bervariasi dan cendrung mengalami penurunan pada tahun 2012, jumlah populasi ternak ruminansia dalam kurung waktu 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Jumlah populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen 2009-2012

Uraian Tahun

2009 2010 2011 2012 r (%)

Populasi Ternak (ekor)

Sapi 76.529 82.349 55.828 58.825 -7,71

Kerbau 7.866 8.340 2.266 3.406 -76,2

Kambing 63.220 67.593 33.781 37.215 -13,7

Domba 19.217 20.114 14.176 20.79 4 2,74

Pemotongan ternak (ekor)

Sapi 11.571 10.027 9.997 9.229 -6,57

Kerbau 516 262 199 103 -26,7

Kambing 31.675 6.121 12.053 9.910 -22,9

Domba 610 2.144 2.853 1.842 67,3

Produksi daging (kg)

Sapi 1.816.335 1.723.806 1.157.874 1.056.369 6,83

Kerbau 10.1320 56.400 38.275 20.224 -2,7

Kambing 31.6750 78.070 30.3447 111.653 -21,6

Domba 6.465 22.185 135.685 19.376 66,6

Total 2.240.870 1.880.461 1.635.281 1.207.622 -15,4 Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bireuen (2012)

Jumlah populasi ternak ruminansia dalam kurung waktu empat tahun terakhir 2009-2012, untuk ternak sapi mengalami penurunan yaitu sebesar 76.529 ekor tahun 2009 menjadi 58.825 ekor tahun 2012, populasi ternak kerbau dan kambing mengalami penurunan, sementara jumlah populasi ternak domba mengalami peningkatan sebesar 19.276 ekor, tahun 2009 menjadi 20.794 tahun


(48)

2012. Disebabkan tingginya pemotongan betina produktif dan rendahnya daya tarik peternak dalam memelihara ternak betina. Ternak betina dianggap membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dijual. Apabila di lihat dari dua tahun terakhir yaitu tahun 2011-2012 populasi ternak ruminansia cendrung meningkat.

Tingkat pemotongan ternak domba dalam kurung waktu yang sama mengalami peningkatan 67,3 % per tahun dan untuk pemotongan ternak sapi, kerbau dan kambing mengalami penurunan masing-masing sebesar – 6,57 % , per tahun, yaitu 11.571 ekor pada tahun 2009 menurun menjadi 9.229 ekor pada tahun 2012, - 26,7 % dan -22,9 % per tahun.

Produksi daging ternak ruminansia mengalami penurunan -15,3 % pertahun dengan struktur populasi daging mengalami penurunan terbesar adalah daging kerbau sebesar – 26,7 %, diikuti oleh daging kambing -21,6 % dan daging sapi 6,83 % pertahun. Sementara produksi daging ternak domba mengalami peningkatan rata-rata 67 % pertahun. Pemasukan ternak besar dan kecil dari luar daerah ke dalam Kabupaten Bireuen dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Pemasukan ternak besar dan kecil di Kabupaten Bireuen 2012

Sumber : Dinas pertanian dan peternakan Kabupaten Bireuen (2012)

Tabel 8 memperlihatkan sebagian besar ternak masuk berasal dari Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Pidie, Aceh Barat dan Sumatra Utara. Pemasukaan ternak sangat didominasi oleh ternak kambing sebanyak 74.437 ekor, diikuti oleh ternak sapi 15.136 ekor, ternak kerbau 2.609 ekor dan ternak domba 914 ekor. Ternak kambing dan sapi banyak di bawa dari Sumatra Utara.

2. Jumlah Populasi Ternak Ruminansia

Populasi ternak ruminansia per Kecamatan di Kabupaten Bireuen dapat dilihat di lampiran 1 dilakukan perhitungan populasi ternak ruminansia dalam jumlah satuan ternak (ST) yang dianalisis berdasarkan populasi masing-masing

Jenis ternak Pemasukan (ekor)

Sapi Kerbau Kambing

Domba

15.136 2.609 74.437


(49)

ternak menurut data populasi dinas pertanian dan peternakan di Kabupaten Bireuen dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Populasi Ternak Tuminansia Dalam Satuan Ternak (ST) Di Kabupaten Bireuen Tahun (2012)

Kecamatan Populasi Ternak Ruminansia (ST)

Sapi Kerbau Kambing Domba Jumlah

Samalanga 737 57 510 171 1.475

Simpang. Mamplam 3.105 422 109 65 3.701

Pandrah 897 435 180 35 1.547

Jeunieb 1.348 66 223 54 1.691

Peulimbang 1.292 138 198 114 1.742

Peudada 3.659 1035 497 177 5.368

Juli 5.228 96 161 43 5.528

Jeumpa 1.355 74 152 32 1.613

Kota Juang 1.761 100 996 488 3.345

Kuala 1.338 0 180 114 1.632

Jangka 1.629 19 168 137 1.953

Peusangan 1.535 115 266 168 2.084

Peusangan Selatan 1.684 119 238 161 2.202

Peusangan Sbh. Krueng 1.439 115 159 142 1.854

Makmur 1.371 88 278 172 1.908

Gandapura 2.119 161 489 620 3.389

Kutablang 1.792 205 407 218 2.621

Jumlah 32.286 3.245 5.210 2.911 43.652 Pada Tabel 9 populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bireuen secara keseluruhannya 43.652 ST. Populasi ternak terbesar di Kabupaten Bireuen adalah ternak sapi 32.286 ST, kambing 5.210 ST, kerbau 3.245 ST dan domba 2.911 ST. Hal ini menunjukkan sebagian besar ruminansia yang ada adalah sapi yaitu 74 % dari total populasi ternak ruminansia, diikuti dengan kambing sebesar 11,9 % dan sebesar domba 7,4 %). Sementara populasi ternak kerbau 6,4 %. Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bireuen memiliki penyebaran ternak yang tinggi dibandingkan dengan Kecamatan lainnya. Kecamatan Juli 5.528 ST, Peudada 5.368 ST, Simpang Mamplam 3.701 ST, Gandapura 3.389 ST dan Kota Juang 3.345 ST. Populasi ternak sapi terbesar terdapat di Kecamatan Juli (5.528 ST) dan terendah di Kecamatan Samalangan (1.475 ST). Populasi ternak domba adalah yang terendah dengan jumlah 2.911 ekor. Kecamatan Kota Juang memiliki satuan ternak Kambing cukup signifikan dibandingkan dengan Kecamatan lainnya


(1)

Lampiran : 5. Karakteristik peternak di Kecamatan Jangka Kabupaten Bireuen

Umur Pengalaman Jumlah Jumlah

(Tahun) (Tahun) Tanggungan Ternak (Ekor)

1 40 6 10 7 petani 8

2 50 6 10 5 petani 5

3 50 9 4 5 pegawai 3

4 58 6 5 7 petani 8

5 31 6 5 6 petani 8

6 55 6 20 9 petani 5

7 35 6 7 8 petani 2

8 69 6 5 6 petani 2

9 25 12 10 2 petani 5

10 50 6 20 5 petani 4

11 50 6 20 4 petani 3

12 60 6 10 6 petani 2

13 48 6 15 5 petani 5

14 65 9 12 7 petani 5

15 38 6 10 4 petani 4

16 45 9 8 5 petani 3

17 55 12 14 12 petani 3

18 45 Tidak sekolah 7 5 petani 2

19 60 9 11 10 petani 5

20 35 Tidak sekolah 4 4 petani 2

21 37 9 6 4 petani 2

22 40 9 13 8 petani 5

23 32 9 5 4 petani 2

24 55 6 21 8 petani 4

25 38 12 13 4 petani 4

26 52 6 7 3 petani 3

27 34 16 10 4 pedagang 3

28 45 12 5 4 petani 2

29 55 9 16 7 petani 2

30 58 9 17 9 petani 2

Jumlah 1410 229 320 177 113

Rata- rata 47 7,63 10,66 5,9 3,7


(2)

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Lahan Penghasil Rumput (BK/Ton)

Lahan (ha) BK (ton/tahun) Lahan (ha) BK (ton/tahun) Lahan (ha) BK (ton/tahun) Lahan (ha) BK (ton/tahun) Lahan (ha) BK (ton/tahun)

Samalanga 104 1.560 832 42 0 0 1.509 15 1.311 262 1.879

Simpang. Mamplam 170 2.550 1.345 67 179 0 2.138 21 1.652 330 2.969

Pandrah 265 3.975 415 21 0 0 1.764 18 575 115 4.128

Jeunieb 24 360 763 38 206 10 1.683 17 1.404 281 706

Peulimbang 74 1.110 650 33 249 12 2.278 23 710 142 1.320

Peudada 116 1.740 6.788 339 251 13 849 8 1.232 246 2.347

Juli 385 5.775 16.175 809 534 27 1.974 20 892 178 6.809

Jeumpa 568 8.520 4.872 244 250 13 61 1 1.130 226 9.003

Kota Juang 188 2.820 506 25 0 0 5 0 633 127 2.972

Kuala 0 0 117 6 0 0 39 0 679 136 142

Jangka 0 0 993 50 0 0 135 1 791 158 209

Peusangan 17 255 3.257 163 0 0 299 3 1.640 328 749

Peusangan Selatan 111 1.665 5.895 295 0 0 1.359 14 599 120 2.093

Peusangan Sb. Krueng 55 825 6.786 339 214 11 237 2 740 148 1.325

Makmur 26 390 5.546 277 0 0 93 1 959 192 860

Gandapura 87 1.305 1.626 81 174 9 262 3 1.295 259 1.657

Kutablang 57 855 2.050 103 246 12 135 1 955 191 1.162

Jumlah 2.247 33.705 58.616 2.931 2.302 106 14.821 148 17.199 3440 40.330

2.302

Sawah Σj.Li

Kecamatan Padang Gembala dan Rumput Alami Perkebunan Hutan rakyat Ladang/Huma


(3)

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Produktivitas Lahan Penghasil Jerami (BK(ton/thn))

Luas panen Konversi Luas panen Konversi Luas panen Konversi Luas panen Konversi Luas panen Konversi Luas panen Konversi

padi 0,23 jagung 10,90 Ubi kayu 5,05 Ubi jalar 1,2 Kedelai 1,07 kacang tanah 1,44

Samalanga 3.194 735 14 152,6 16 80,8 0 0 0 0 23 33 1.001

Simpang. Mamplam 2.429 559 7 76,3 22 111,1 46 55,2 500 535 70 101 1.437

Pandrah 2.026 466 0 0,0 2 10,1 0 0 1.505 1.610 1 1 2.088

Jeunieb 2.265 521 0 0 7 35,35 0 0 1.882 2.014 17 24 2.570

Peulimbang 1.128 259 0 0 8 40,4 0 0 2.135 2.284 0 0 2.584

Peudada 4.200 966 25 272,5 11 55,55 3 3,6 2.542 2.720 2 3 4.020

Juli 707 163 76 828,4 38 191,9 0 0 2.019 2.160 13 19 3.343

Jeumpa 1.477 340 190 2071 3 15,15 4 4,8 1.800 1.926 7 10 4.367

Kota Juang 632 145 33 359,7 4 20,2 4 4,8 300 321 2 3 854

Kuala 1.087 250 28 305,2 13 65,65 4 4,8 41 44 4 6 675

Jangka 1.511 348 7 76,3 13 65,65 0 0 130 139 2 3 629

Peusangan 2.335 537 58 632,2 29 146,45 0 0 1.658 1.774 18 26 3.116

Peusangan Selatan 970 223 41 446,9 35 176,8 0 0 780 835 12 17 1.681

Peusangan Sb. Krueng 1.358 312 0 0 30 151,5 0 0 565 605 11 16 1.068

Makmur 2.342 539 3 32,7 12 60,6 0 0 810 867 6 9 1.499

Gandapura 1.540 354 3 32,7 6 30,3 2 2,4 200 214 8 12 645

Kutablang 1.765 406 7 76,3 12 60,6 9 10,8 1.146 1.226 12 17 1.797

Jumlah 30.966 7.122 492 5.363 261 1.318 72 86 18.013 19.274 208 300 33.463

Σj.Li Kecamatan


(4)

Lampiran 8. Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Bireuen Berdasarkan Sumber lahan Kecamatan Total X Total Y BK (ton/tahun Konversi KTTR Populasi Riil ST KPPTR (ST)

Samalanga 1.879 1.001 2.880 2,3 1.252 1.475 223

Simpang. Mamplam 2.969 1.437 4.406 2,3 1.916 3.701 1.785

Pandrah 4.128 2.086 6.214 2,3 2.702 1.547 1.155

Jeunieb 706 2.570 3.276 2,3 1.424 1.691 267

Peulimbang 1.320 2.584 3.904 2,3 1.698 1.742 44

Peudada 2.347 4.020 6.367 2,3 2.768 5.368 2.600

Juli 6.809 3.343 10.152 2,3 4.414 5.528 1.114

Jeumpa 9.003 4.367 13.370 2,3 5.813 1.612 4.201

Kota Juang 2.972 854 3.826 2,3 1.663 3.345 1.682

Kuala 142 675 817 2,3 355 1.632 1.277

Jangka 209 629 838 2,3 364 1.953 1.589

Peusangan 749 3.090 3.839 2,3 1.669 2.084 415

Peusangan Selatan 2.093 1.681 3.774 2,3 1.641 2.202 561

Peusangan Sb. Krueng 1.325 1.068 2.393 2,3 1.041 1.854 813

Makmur 860 1.499 2.359 2,3 1.026 1.908 882

Gandapura 1.657 645 2.302 2,3 1.001 3.389 2.388

Kutablang 1.162 1.797 2.959 2,3 1.287 2.621 1.334

Jumlah 40.330 33.463 73.678 32.034 43.652 22.390

Keterangan : X = Lahan Produksi Penghasil Rumput Y = Lahan Produksi Penghasil Jerami BK = Bahan Kering

KTTR = Kapasitas T


(5)

Lampiran 9 . Nilai LQ Ternak Ruminansia di Kabupaten Bireuen

Populasi ternak ruminansia Jumlah KK Populasi ternak ruminansia Jumlah KK Kecamatan (ST)/vi Kecamatan (vi) Kabupaten (ST)/Vi) Kabupaten (Vt)

Samalanga 1.475 6.279 43.652 97923 0,234881 0,44578 0,53

Simpang. Mamplam 3.701 6.181 43.652 97923 0,598791 0,44578 1,34

Pandrah 1.547 2.156 43.652 97923 0,717616 0,44578 1,61

Jeunieb 1.691 6.077 43.652 97923 0,278185 0,44578 0,62

Peulimbang 1.742 2.589 43.652 97923 0,672719 0,44578 1,51

Peudada 5.368 6.189 43.652 97923 0,867366 0,44578 1,95

Juli 5.528 7.403 43.652 97923 0,746711 0,44578 1,68

Jeumpa 1.613 7.502 43.652 97923 0,215023 0,44578 0,48

Kota Juang 3.345 9.931 43.652 97923 0,336813 0,44578 0,76

Kuala 1.632 3.895 43.652 97923 0,419063 0,44578 0,94

Jangka 1.953 6.514 43.652 97923 0,299770 0,44578 0,67

Peusangan 2.084 12.415 43.652 97923 0,167861 0,44578 0,38

Peusangan Selatan 2.202 3.741 43.652 97923 0,588546 0,44578 1,32

Peusangan Sb. Krueng 1.854 2.702 43.652 97923 0,686229 0,44578 1,54

Makmur 1.908 3.545 43.652 97923 0,538234 0,44578 1,21

Gandapura 3.389 5.621 43.652 97923 0,602862 0,44578 1,35

Kutablang 2.621 5.183 43.652 97923 0,505748 0,44578 1,13

Jumlah 43.652 97.923 742.084 1.664.691 6,77390 7,57824 0,89

Nilai LQ ≥ 1 adalah merupakan wilayah basis Nilai LQ < 1 adalah merupakan wilayah non basis


(6)

Kecamatan KPPTR (ST) Jumlah KK (jiwa) Konvensi (d) KPTTR (KK)/(ST)

Samalanga 233 6.279 3 2.093

Simpang. Mamplam 1.785 6.181 3 2.060

Pandrah 1.155 2.156 3 719

Jeunieb 267 6.077 3 2.026

Peulimbang 44 2.589 3 863

Peudada 2.600 6.189 3 2.063

Juli 1.114 7.403 3 2.468

Jeumpa 4.201 7.502 3 2.501

Kota Juang 1.682 9.931 3 3.310

Kuala 1.277 3.895 3 1.298

Jangka 1.589 6.514 3 2.171

Peusangan 415 12.415 3 4.138

Peusangan Selatan 561 3.741 3 1.247

Peusangan Sb. Krueng 813 2.702 3 901

Makmur 882 3.545 3 1.182

Gandapura 2.388 5.621 3 1.874

Kutablang 1.334 5.183 3 1.728

Jumlah 22.329 97.923 3 32.641

Keterangan: KPTTR efektif

Lampiran 10. Hasil perhitungan KPPTR Kepala Keluarga (KK)