Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) Termodifikasi Terhadap Performans Ayam Pedaging

(1)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS)

TERMODIFIKASI TERHADAP PERFORMANS AYAM BROILER

SKRIPSI

OLEH

RUDI M. SIREGAR 050306034

DEPARTEMEN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS)

TERMODIFIKASI TERHADAP PERFORMANS AYAM BROILER

SKRIPSI

OLEH : RUDI M. SIREGAR

050306034

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Hal. DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Pedaging (Broiler) ... 6

Kebutuhan Nutrisi Ayam Pedaging ... 7

Sistem Pencernaan Ayam Pedaging ... 8

Mannanoligosakarida (MOS) ... 9

Enzim β-Mannanase (hemicell®) ... 11

Bungkil Inti Sawit (BIS) ... 13

Fermentasi ... 14

Performan Ayam Pedaging ... 15

Konsumsi Ransum ... 15

Pertambahan Bobot Badan ... 17

Konversi Ransum ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Bahan ... 20

Alat ... 20

Metode Penelitian ... 21

Uji in vivo Pada Ayam Pedaging ... 21

Parameter Penelitian ... 22

Konsumsi Ransum ... 22

Pertambahan Bobot Badan ... 22

Konversi Ransum ... 22

Pelaksanaan Penelitian ... 22

Persiapan Kandang ... 22

Penyusunan Ransum ... 23


(5)

Pemeliharaan ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum ... 24

Pertambahan Bobot Badan ... 26

Konversi Ransum ... 28

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 31

Saran ... 31 DAFTAR PUSTAKA


(6)

RIWAYAT HIDUP

Rudi M Siregar, lahir di Medan, 4 April 1987. Merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, anak kandung dari Bapak R. Siregar (Alm) dan Ibu E. Br. Nainggolan.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis hingga saat ini: 1. Tahun 1999 menamatkan SD N 060887 Medan.

2. Tahun 2002 menamatkan SLTP Swasta P. Cahaya Medan. 3. Tahun 2005 menamatkan SMA Swasta Methodist 1 Medan.

4. Tahun 2005 diterima sebagai mahasiswa di Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis:

1. Penulis aktif sebagai asisten praktikum di Laboratorium Tekhnologi Hasil Ternak.

2. Melaksanakan PKL di Kecamatan Pematang Bandar Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada bulan Juni – Juli 2008.

3. Melaksanakan penelitian Skripsi pada September hingga November 2009 di Laboratorium Biologi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(7)

ABSTRACT

RUDI M SIREGAR, 2010, “The effect of Supplementation Modified Palm Kernel Oil on Broiler Performance. Supervised by ZULFIKAR SIREGAR and ARMYN HAKIM DAULAY.

The experiment conducted in Biology Veterinery Laboratory at Animal Husbandry Departemen of Agriculture Faculty of North Sumatera University started from September – November 2009 using Completely Randomized Experimental Design. The observed of parameters are daily body weight, feed consumption, and feed conversion.

Palm Kernel Meal (PKM) could be used as an alternative to replace antibiotics in rations due to their capacity to block the colonization of pathogen bacteria in the intestine of poultry. The aim of this research is to find out the effect of modified PKM in rations on performance and colonization of E. coli on broiler chicken. Treatments that were used in this experiments consist of three rations i.e. R0 = control (without modified PKM), R1= rations consist of 2% modified PKM and R2= rations consist of 4% modified PKM. Modified PKC obtained by treatment with B-mannanase. The statistic analysis of research result indicated that R0, R1 and R2 at broiler non-significantely different to daily body weight, feed consumption, and feed conversion.


(8)

ABSTRAK

RUDI M SIREGAR, 2010, “Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) Termodifikasi Terhadap Performans Ayam Pedaging”. Dibimbing oleh ZULFIKAR SIREGAR Dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang dimulai dari September – November 2009 menggunakan metode rancangan acak lengkap. Parameter yang dianalisis adalah pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum.

Bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai alternatif antibiotik dalam ransum karena kapasitasnya menghambat kolonisasi bakteri merugikan pada ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek BIS termodifikasi dalam ransum terhadap penampilan dan kolonisasi bakteri Patogen pada ayam broiler. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga jenis ransum yaitu R0 = ransum

kontrol (tanpa BIS termodifikasi); R1 = ransum yang mengandung 2% BIS

termodifikasi; R2 = ransum yang mengandung 4% BIS termodifikasi. Proses

modifikasi BIS dilakukan menggunakan enzim β - mannanase. Analisis statistik terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa R0, R1 dan R2 pada ayam pedaging tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi pakan.


(9)

ABSTRACT

RUDI M SIREGAR, 2010, “The effect of Supplementation Modified Palm Kernel Oil on Broiler Performance. Supervised by ZULFIKAR SIREGAR and ARMYN HAKIM DAULAY.

The experiment conducted in Biology Veterinery Laboratory at Animal Husbandry Departemen of Agriculture Faculty of North Sumatera University started from September – November 2009 using Completely Randomized Experimental Design. The observed of parameters are daily body weight, feed consumption, and feed conversion.

Palm Kernel Meal (PKM) could be used as an alternative to replace antibiotics in rations due to their capacity to block the colonization of pathogen bacteria in the intestine of poultry. The aim of this research is to find out the effect of modified PKM in rations on performance and colonization of E. coli on broiler chicken. Treatments that were used in this experiments consist of three rations i.e. R0 = control (without modified PKM), R1= rations consist of 2% modified PKM and R2= rations consist of 4% modified PKM. Modified PKC obtained by treatment with B-mannanase. The statistic analysis of research result indicated that R0, R1 and R2 at broiler non-significantely different to daily body weight, feed consumption, and feed conversion.


(10)

ABSTRAK

RUDI M SIREGAR, 2010, “Pengaruh Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) Termodifikasi Terhadap Performans Ayam Pedaging”. Dibimbing oleh ZULFIKAR SIREGAR Dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang dimulai dari September – November 2009 menggunakan metode rancangan acak lengkap. Parameter yang dianalisis adalah pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi ransum.

Bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai alternatif antibiotik dalam ransum karena kapasitasnya menghambat kolonisasi bakteri merugikan pada ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek BIS termodifikasi dalam ransum terhadap penampilan dan kolonisasi bakteri Patogen pada ayam broiler. Perlakuan yang diberikan terdiri atas tiga jenis ransum yaitu R0 = ransum

kontrol (tanpa BIS termodifikasi); R1 = ransum yang mengandung 2% BIS

termodifikasi; R2 = ransum yang mengandung 4% BIS termodifikasi. Proses

modifikasi BIS dilakukan menggunakan enzim β - mannanase. Analisis statistik terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa R0, R1 dan R2 pada ayam pedaging tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan konversi pakan.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan masyarakat sangat berpengaruh terhadap pola konsumsi yaitu dari pemenuhan karbohidrat menjadi protein. Sehingga permintaan akan protein hewani akan meningkat seiring dengan kemajuan teknologi dan tingginya tingkat pendapatan, salah satu upaya dalam memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan meningkatkan produksi unggas baik pedaging maupun petelur. Bahan makanan yang berasal dari hewani memiliki banyak keunggulan dibanding dengan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, karena mengandung asam amino yang lengkap dan lebih mudah diserap oleh tubuh. Dengan demikian maka kebutuhan akan bahan makanan yang berasal dari hewani terus meningkat terutama kebutuhan masyarakat akan protein hewani mencapai 15 g/kapita/tahun (Purwanto, 2004).

Kendala yang timbul bagi peternak adalah pada ransumnya, selama pemeliharaan, dimana ransum unggas di Indonesia umumnya memakai ransum komersil yang biayanya sangat besar yaitu dapat mencapai 60 – 70% dari total biaya produksi (Murtidjo, 1987).

Untuk mengurangi biaya produksi yang cukup tinggi peternak biasanya menggunakan ransum yang dibuat sendiri menjadi susunan ransum atau bahan pakan konvensional. Bahan pakan konvensional yaitu bahan yang biasa digunakan oleh peternak yang bisa diramu sendiri menjadi sebuah ransum. Bahan ransum konvensional ini mudah diperoleh di poultry terdekat dengan biaya yang lebih mahal. Mahalnya ransum ternak unggas disebabkan karena selama ini Indonesia


(12)

masih mengimport sebagian kebutuhan bahan ransum ternak unggas seperti bungkil kedelai, tepung ikan dan sebagian jagung belum bisa seluruhnya disuplai oleh produksi dalam negeri yang mengakibatkan naik turunnya harga ransum ternak unggas lebih banyak tergantung pada bahan baku yang diimport.

Penggunaan Bungkil Inti Sawit sebagai ransum ternak memberikan keuntungan ganda yaitu menambah keragaman dan persediaan ransum dan mengurangi pencemaran lingkungan. Bungkil Inti Sawit mudah didapat, tersedia dalam jumlah besar, berkesinambungan dan sebagai pakan ayam harganya murah, namun sampai saat ini belum dimanfaatkan. Kenyataan ini disebabkan karena adanya beberapa faktor pembatas yang terdapat dalam Bungkil Inti Sawit tersebut, diantaranya kandungan serat kasar tinggi, daya guna protein dan energi serta palatabilitasnya rendah (Aritonang, 1986).

Bungkil inti sawit (BIS) adalah produk samping industri pengolahan kelapa sawit yang mempunyai ketersediaan tinggi di Sumatera Utara. Sampai sejauh ini Bungkil Inti Sawit hanya digunakan sebagai salah satu komponen ransum untuk ternak monogastrik atau ruminansia. Penggunaan Bungkil Inti Sawit pada ternak monogastrik terbatas karena adanya struktur mannan dalam ikatan yang sulit dipecah oleh enzim pencernaan. Keterbatasan tersebut dapat diangkat menjadi sebuah potensi untuk menggunakan Bungkil Inti Sawit sebagai mannanoligosakarida (MOS) yang sejauh ini lebih banyak dikembangkan dari Saccharomyces cerevisiae. Mannanoligosakarida banyak memberikan manfaat sebagai pengendali patogen dan immunomodulator, dan dimasa yang akan datang akan dapat dijadikan alternatif antibiotik yang digunakan dalam ransum.


(13)

Salah satu faktor pembatas penggunaan Bungkil Inti Sawit terutama pada ternak monogastrik adalah kandungan serat yang tinggi dan komponen dominannya adalah berupa mannose yang mencapai 56,4% dari total dinding sel Bungkil Inti Sawit dan ada dalam bentuk ikatan β-mannan (Daud et al. 1993). Selanjutnya Tafsin (2007) melaporkan komponen gula yang terdeteksi dari ekstraksi Bungkil Inti Sawit tersusun atas komponen mannose, glukosa dan galaktosa dengan rasio mendekati 3: 1: 1. kandungan mannan yang tinggi disamping faktor pembatas juga dapat dianggap sebagai potensi untuk mendapatkan imbuhan ransum seperti prebiotik yang akan meningkatkan kesehatan ternak. Sundu et al. (2006) menduga bahwa ada kesamaan antara Bungkil Inti Sawit dengan mannanoligosakarida (MOS) yang akan memperbaiki kesehatan dan sistem kekebalan ternak unggas.

Untuk meningkatkan kualitas ransum ayam yang berasal dari limbah pabrik perkebunan seperti bungkil inti sawit teknologi fermentasi dipandang cukup baik untuk mengatasinya.

Produk yang dihasilkan dari proses fermentasi akan mengalami perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan mutu bahan pakan baik dari aspek gizi maupun daya cernanya serta meningkatkan daya simpannya. Mikroorganisme yang digunakan adalah trichoderma reseei yang dapat memecah struktur mannan yang terdapat pada Bungkil Inti Sawit sebagai pengendali e. coli di dalam saluran pencernaan dan sebagai Immunomodulator pada ternak unggas.


(14)

Upaya alternatif dicoba untuk mengatasi keterbatasan tersebut, di antaranya dengan menggunakan karbohidrat. Devegowda et al. (1997) melaporkan bahwa tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki produksi ternak, yaitu mannanoligosakarida (MOS), fruktooligosakarida, dan galaktooligosakarida, dan Manannoligosakarida dilaporkan memberikan hasil yang paling baik. Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam menempelnya mikroba patogen. Bakteri seperti salmonella, e.coli, dan vibrio cholera mempunyai pektin pada permukaan selnya yang penempelannya spesifik terhadap mannosa, dengan demikian mannosa dapat menghambat penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan (Center for Food and Nutrtition Policy, 2002).

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Bungkil Inti Sawit yang termodifikasi untuk digunakan sebagai bahan ransum pada ternak terhadap performans ayam broiler.

Tujuan Penelitian

Untuk menguji respon pemberian Bungkil Inti Sawit yang termodifikasi dalam ransum terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler.

Hipotesa Penelitian

Penggunaan bungkil inti sawit termodifikasi memberikan dampak positif terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler.


(15)

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang penggunaan Bungkil Inti Sawit termodifikasi sebagai immunomodulator untuk ternak unggas.

- Sebagai bahan informasi bagi para peneliti dan kalangan akademis maupun instansi yang berhubungan dengan peternakan.

- Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat menempuh ujian sarjana peternakan pada Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertambahan bobot badan yang cepat, konversi ransum yang baik dan dapat dipotong pada usia yang relatif muda sehingga sirkulasi pemeliharaannya lebih cepat dan efisien serta menghasilkan daging yang berkualitas baik (Murtidjo,1992).

Ayam broiler merupakan bagian dari peternakan secara umum dan merupakan benda hidup yang tidak terlepas dari waktu. Kenyataannya ayam broiler dapat di jual setelah mengalami masa pertumbuhan selama 5 minggu bahkan diantaranya beragamnya jenis unggas, hanya ayam broiler yang dapat memperpendek pengaruh waktu dalam produksi (Rasyaf, 1997).

Menurut Irawan (1996) ditinjau dari genetis, ayam broiler sengaja diciptakan agar dalam waktu singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya. Jadi istilah broiler adalah untuk menyebut strain ayam hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum sangat irit, siap dipotong pada umur muda, serta mampu menghasilkan kualitas daging yang bersih, berserat lunak dengan kandungan protein tinggi.


(17)

Tabel 1. Ciri Ayam Broiler AA CP-707

Data Biologis Satuan Bobot hidup umur 6 minggu 1,56 Kg Konversi pakan 1,93 Berat bersih 70% Daya hidup 98% Warna kulit Kuning Warna bulu Putih Sumber : Murtidjo (1992).

Kebutuhan Nutrisi Ayam Broiler

Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi, ayam membutuhkan sejumlah unsur nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997)

Menurut AAK (1994) konsumsi di daerah tropis dipengaruhi oleh kandungan energi ransumnya. Kandungan yang rendah dalam ransum menyebabkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransumnya guna memenuhi kebutuhan energi setiap harinya tetapi dibatasi oleh tembolok dalam sistem pencernaan. Maka bila energi ransum terlalu rendah, akan menyebabkan defisiensi energi. Sebaliknya ransum dengan kandungan energi tinggi menyebabkan unggas mengkonsumsi ransum sedemikian rupa sehingga unggas kenyang akan energi tapi lapar protein. Tillman, et al. (1991), bahwa kandungan energi yang rendah dalam ransum mengakibatkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan energi setiap hari dan sebaliknya pakan atau ransum yang energinya tinggi akan lebih sedikit dikonsumsi oleh ternak.


(18)

Tabel 2. Kebutuhan zat makanan ayam broiler fase starter dan finisher

EM (Kkal/Kg) 3200 3200

Sumber : NRC (1984).

Sistem Pencernaan Ayam Broiler

Pencernaan adalah penguraian pakan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh (Anggorodi, 1985).

Ayam merupakan ternak non-ruminansia yang artinya ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian-bagian penting dari alat penceernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gelombang peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran. (Tillman et al., 1991).

Di dalam empedal bahan-bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel-partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam mulut ataupun di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan ransum ternak banyak dilakukan dengan menggiling bahan-bahan ransum tersebut (Parakkasi, 1990).

Zat Nutrisi Starter Finisher

Protein Kasar (%) 23 20

Lemak Kasar (%) 4-5 3-4

Serat Kasar (%) 3-5 3-5

Kalsium (%) 1 0,9


(19)

Mannanoligosakarida (MOS)

Mekanisme Mannanoligosakrida sebagai immunomodulator belum sepenuhnya diketahui (Swanson et al. 2002). Selanjutnya Shashidara et al. (2003) menjelaskan bahwa sel pertahanan tubuh pada Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) mendeteksi kehadiran mikroba akibat adanya molekul unik yang disebut Patogen-Associated Moleculer Pattern (PAMP) yang selanjutnya akan mengaktifkan sistem kekebalan. Penggunaan bahan yang bersifat immunomodulator sangat penting dilakukan untuk mengatasi banyaknya cekaman yang dapat mengganggu respon kekebalan tubuh ayam. Kemampuan lain dari Manannoligosakarida adalah dapat merangsang sistem kekebalan (Spring, 1997).

Mannan merupakan sumber biomasa setelah sellulosa dan xylan yang masih belum banyak dimanfaatkan. Dari degradasi mannan dengan beberapa jenis enzim mannanase dapat diperoleh mannosa atau manno-oligosakarida yang berfungsi sebagai komponen pangan fungsional. Limbah biomasa dari industri perkebunan di Indonesia yang mengandung polisakarida mannan seperti limbah bungkil kelapa sawit, kopra dan kopi dapat dimanfaatkan untuk produksi mannosa dan manno-oligosakarida tersebut. Dari hasil uji aktivitas enzim mannanase dari sekitar 488 mikroba lokal koleksi Biotechnology Culture Collection (BTCC) telah diperoleh sedikitnya 6 isolat yang memiliki aktivitas tinggi dalam degradasi substrat mannan. Metoda mutasi dengan Ultra Violet digunakan untuk meningkatkan produksi enzim oleh mikroba yang memiliki aktivitas mendegradasi mannan. Dua pendekatan dilakukan dalam proses produksi, yaitu 1)melakukan preparasi substrat mannan secara kimia kemudian baru mereaksikan dengan enzim kasar yang diproduksi. 2) melakukan fermentasi langsung dengan


(20)

subtrat bungkil tanpa preparasi khusus. Untuk itu telah dilakukan analisa ekstraki mannan dari bungkil secara kimia. Hasil hidrolisis subtrat mannan dengan menggunakan mikroba selektif yaitu dari strain Streptomyces dan Saccahropolyspora menunjukkan secara kualitatif senyawa oligosakarida terbentuk. Kedua mikroba tersebut memproduksi enzim mannanase dengan spesifik aktivitas tertinggi setelah 24 jam masa fermentasi. Proses analisa enzim mannanase dan optimasi fermentasi dengan menggunakan bungkil inti kelapa sawit sebagai karbon dan mikroba terpilih di atas sedang dilakukan pada saat ini

Manannoligosakarida secara bersamaan dapat memacu perkembangan bakteri yang bermanfaat dan menghambat bakteri patogen dengan membloking fimbriae (polimer protein yang dapat mendeteksi karbohidrat spesifik) pada bakteri sehingga bakteri patogen tidak melekat pada dinding usus. Bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella dan e. coli adalah bakteri yang selalu mencari tempat perlekatan pada gula sederhana manosa atau karbohidrat yang memiliki kandungan manosa, seperti mannanoligosakarida (MOS; polimer manosa). Melekatnya bakteri patogen ke Manannoligosakarida yang tidak tercerna akan menyebabkan bakteri patogen ini dibuang dalam bentuk feses. Ini akan berimplikasi pada semakin sedikitnya populasi bakteri patogen dalam saluran pencernaa

Berbagai tanaman menyimpan mannan sebagai cadangan energinya dan karenanya dapat diekstrak menjadi Manannoligosakarida. Tanaman bangsa palma, legum dan yeast cenderung mengandung Mannan dengan segala derivasinya. Akan tetapi, terdapat perbedaan kemampuan Manannoligosakarida dalam


(21)

menyerap bakteri patogen. Sebuah studi mengindikasikan bahwa Manannoligosakarida dari Saccharomyces cerevisiae memiliki kemampuan yang lebih besar berkisar sekitar 80% padahal pada tanaman lain kemampuan tersebut hanya berkisar 30-50%. Produk tersebut juga jauh lebih cepat dan lebih kuat dalam mengikat bakteri patogen. Kemampuan Manannoligosakarida dalam meningkatkan fungsi kekebalan melalui peningkatan immunoglobulin pada level saluran pencernaan, meningkatkan aktifitas makrofag serta kesehatan saluran pencernaan telah dibuktikan oleh beberapa peneliti.

Enzim β - mannanase (β 1 - 4 hemisel(l))

Hemisel adalah produk fermentasi yang dihasilkan oleh Bacillus lentus yang terdiri rantai β - mannan yang panjang yang didegradasi oleh enzim β – mannanase menjadi rantai yang lebih sederhana di dalam pakan. β – mannan merupakan polisakarida dengan beberapa mannosa yang membentuk ikatan rantai.

Gambar 1. Rantai β – mannan yang dipecah oleh hemicell (Chemgen Corporation, 2000).

Peningkatan pertumbuhan ternak akibat dari supplementasi Manannoligosakarida diakibatkan karena beberapa mekanisme. Pertama, Manannoligosakarida dapat meningkatkan kekebalan tubuh yang sangat bermanfaat bagi ternak dalam bentuk saving energi untuk mereduksi stres. Saving energi ini akan digunakan untuk pertumbuhan. Kedua, Manannoligosakarida

Galaktosa Galaktosa Galaktosa

( Mannosa Mannosa Mannosa Mannosa Mannosa )n

α ~ 1,6 linkage


(22)

dapat meningkatkan panjang vili-vili usus halus yang berguna untuk penyerapan nutris

Gbr. 1. Struktur Mannanoligosakarida

Bio-Mos merupakan struktur unik dari Mananoligosakarida (MOS) yang mengandung mannoprotein spesifik dari dinding sel yeast yang telah dikembangkan Alltech. Teknologi ini dapat diaplikasikan di dalam diet ternak untuk menjaga kesehatan usus dan performa ternak

Pengendalian bakteri patogen sangat penting bagi kesehatan hewan dan memaksimalkan pertumbuhan. Bakteri patogen muncul dalam bentuk kolonisasi di dalam usus pada villi dan lapisan usus. Ia akan berkembang biak dan menyebabkan kerusakan pada villi usus sehingga mengurangi penyerapan zat gizi. Bio-Mos memberikan pertahanan tubuh bentuk alami. Mekanismenya, mannoprotein yang diturunkan oleh sel dinding ragi (yeast) kemudian dilepaskan melalui proses yang dikembangkan oleh Alltech. Proses ini memberikan keseimbangan sempurna pada Bio-Mos dalam mengikat bakteri patogen dan memodulasi sistem kekebalan.

Di dalam usus Bio-Mos bertindak sebagai “umpan” penarik patogen agar mengikat gula mannosa dibanding permukaan villi. Sehingga permukaan villi menjadi sehat dan dapat menyerap nutrisi secara efisien dan membuat lingkungan usus lebih sehat dan performa lebih baik. Bio-Mos juga dapat berinteraksi dengan


(23)

sistem kekebalan dengan cara membantu sel dalam usus meningkatkan pertahanan tubuh (http://science biotech.net)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil Inti Sawit adalah hasil ikutan proses ekstra inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Davendra, 1997). Zat pakan yang terkandung di dalam Bungkil Inti Sawit cukup bervariasi. Tetapi kandungan yang tersebar adalah protein berkisar antara 18 – 19%

(Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).

Bungkil Inti Sawit sebagai hasil ikutan dari industri minyak inti sawit sebagai bahan pakan lokal potensial untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak unggas, hanya permasalahannya bahan pakan lokal mengandung serat kasar yang tinggi karena terdapat sebagian pecahan cangkang (kulit yang keras) sementara alat pencernaan unggas tidak memiliki enzim pemecah serat kasar (Sinurat et al., 1996).

Bungkil Inti Sawit dikenal sebagai bahan pakan yang kurang disukai ternak karena sifatnya yang kering dan kasar seperti pasir dan mengandung serat kasar yang tinggi (Sudarmadja et al., 1989).

Tabel 3. Komposisi zat nutrisi bungkil inti sawit

Kandungan Nutrisi %

Protein kasar 18.15

Serat kasar 15.89

Bahan kering 91.08

GE (Kkal/g) 4.8964

Sumber : Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2005)

Batas penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam ransum unggas berkisar antara 5% sampai 15%. Dalam ransum ayam petelur, penggunaan BIS dapat


(24)

ayam pedaging. Pemberian Bungkil Inti Sawit pada ayam juga berfungsi sebagai kontrol terhadap bakteri patogen Salmonella kedougou dan S. enteritidis. Rasio penggunaannya dalam pakan hanya 2,5% karena oligosakarida dalam Bungkil Inti Sawit mengandung manosa yang dapat digunakan sebagai kontrol Salmonella spp. Penggunaan Bungkil Inti Sawit dalam ransum unggas lebih sedikit dibandingkan pada ternak ruminansia, karena adanya kontaminasi batok dan kadar serat kasar, termasuk hemiselulosa (manan dan galaktomanan). Kecernaan asam amino Bungkil Inti Sawit (59-74%) juga lebih rendah daripada bungkil kedelai (90%).

Fermentasi Bungkil Inti Sawit dengan Rhizopus oligosporus, Aspergillus niger atau Eupenicilium javanicum dapat menurunkan kadar serat kasar dan neutral detergent fiber (NDF). Cara ini juga meningkatkan protein kasar dari 14% menjadi 23%, serta protein sejati dari 13% menjadi 20%. Penambahan enzim pemecah serat (manase) pada ransum ayam yang mengandung 30% Bungkil Inti Sawit dapat meningkatkan performan ayam hingga menyamai ayam yang diberi ransum standar (jagung-bungkil kedelai) (http://

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolisme di dalam enzim dari mikroorganisme atau jasad renik melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu (Saono, 1974).

Makanan yang telah difermentasi mempunyai daya cerna yang lebih tinggi karena proses fermentasi dapat menyebabkan pemecahan oleh enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dicerna oleh unggas misalnya selulose


(25)

hemiselulosa dan polimer-polimernya menjadi gula sederhana (Buckle et al., 1985).

Proses fermentasi bahan ransum oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan ransum baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya, hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan komponen-komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah di cerna karena adanya enzim yang dihasilkan dari mikroba itu sendiri (Winarno dan Fardias, 1980).

Tabel 4. Kandungan nutrisi Bungkil Inti Sawit

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein kasar (%) 25,6

Lemak Kasar (%) 6,70

Serat Kasar (%) 19,75

Ca (%) 0,28

P (%) 0,88

Energi Metabolis (Kkal/kg) 1010

Sumber : Siregar (1995).

Performans Ayam Broiler Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum terus meningkat seiring dengan pertambahan kebutuhan zat-zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Menurut Anggorodi (1985) bahwa tingkat energi dalam ransum menentukan banyaknya jumlah ransum yang dikonsumsi. Peningkatan energi metabolisme dalam ransum mengurangi konsumsi ransum pada unggas.


(26)

Konsumsi ransum merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di dalam kebutuhan ransum tersebut yang telah tersusun dari berbagai jenis bahan ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut. Secara biologis ayam mengkonsumsi makanan untuk kepentingan hidupnya, kebutuhan energi, untuk fungsi-fungsi tubuh dan memperlancar reaksi-reaksi sintesis dari tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa ternak ayam dapat mengkonsumsi ransumnya teristimewa diperlukan untuk pertumbuhan ternak tersebut (Wahyu, 1992).

Bagi ayam pedaging jumlah konsumsi yang banyak bukanlah merupakan jaminan untuk mencapai pertumbuhan puncak. Kualitas dari bahan ransum dan keserasian komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan merupakan dua hal mutlak yang menentukan tercapainya performans puncak (Wahyu, 1988).

Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain; umur, palatabilitas ransum, aktifitas ternak, energi ransum dan tingkat protein. Juga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari ransum yang diberikan serta pengolahannya. Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan berdasarkan atas kebutuhan, hal ini bertujuan selain untuk mengefisienkan jumlah ransum pada ternak juga untuk mengetahui sejauh mana pertambahan bobot badan yang dicapai (Anggorodi, 1979).

Tabel 5. Konsumsi Ransum Standar Ayam Broiler

Umur (Minggu) Konsumsi Ransum (Kg) Minggu Komulatif 1 0,08 0,08

2 0,24 0,31

3 0,40 0,71 4 0,56 1,26

5 0,68 1,94

6 0,78 2,22

7 0,86 3,58


(27)

Temperatur tinggi berpengaruh besar terhaadap konsumsi ransum harian. Konsumsi rendah apabila temperatur tinggi dan meningkat bila temperatur rendah. Suhu 16-24oC adalah suhu yang ideal bagi burung puyuh untuk berproduksi maksimal (Gellispie,1987)

Pertambahan Bobot Badan

Kemampuan ternak mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. (Maynard, 1984).

Menurut Anggorodi (1981) pertumbuhan murni termasuk pertumbuhan dalam bentuk dan berat dari jaringan-jaringan bangunan seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Dari sudut kimiawi pertumbuhan murni adalah suatu penambahan dalam jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh. Penambahan dalam berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah pertumbuhan murni.

Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh jenis dan ransum yang dikonsumsi (Jull, 1982). Wahyu (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi metabolisme, kandungan protein dan suhu lingkungan.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh hereditas, hormon dan pakan serta tatalaksana yang mencakup program pemberian ransum yang baik, tempat ransum yang sesuai, air yang cukup, luas kandang yang optimal, ventilasi yang cukup dan


(28)

konsumsi ransum. Selain itu pertumbuhan dipengaruhi oleh galur, jenis kelamin dan umur (Anggorodi, 1991).

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu minggu dengan penambahan bobot badan yang dicapai pada minggu itu, bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan atau ayam makan dengan efisien. Hal ini dipengaruhi oleh besar ayam dan bangsa ayam, tahap produksi, kadar energi dalam ransum dan temperatur lingkungan

(Rasyaf, 2003).

Menurut Sarwono (1996) faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah :

1. Kesehatan ternak

Pada ternak yang lebih sehat, maka jumlah pakan yang dikonsumsi untuk dirubah menjadi daging akan lebih baik dengan kata lain ternak yang sehat lebih cepat dan efisien dalam penggunaan pakan dalam menghasilkan daging.

2. Mutu ransum

Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula angka konversinya. Mutu ransum sangat ditentukan oleh keseimbangan zat-zat gizi yang dibutuhkan ternak dan rusak tidaknya bahan-bahan yang digunakan untuk ransum. 3. Tata cara pemberian ransum

Ransum tidak hanya diletakkan saja ditempat ransum, akan tetapi lebih penting adalah menjaga bagaimana agar ransum itu masuk ke dalam perut


(29)

ternak dengan selamat dan tercerna sempurna sehingga menghasilkan daging mutu yang baik.

Semakin baik nilai mutu ransum semakin kecil angka konversi ransumnya, baik tidaknya mutu ransum ditentukan oleh seimbang tidaknya zat-zat gizi pada ransum itu yang diperlukan oleh tubuh ayam. Ransum yang kekurangan salah satu unsur gizi akan mengakibatkan ayam memakan ransumnya secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang akan diperlukan tubuhnya. Energi yang berlebih disimpan dalam bentuk lemak (Sarwono, 1996).

Tabel 6. Standar Performans Ayam Broiler AA CP-707 (g/ekor)

Umur (minggu) Konsumsi Ransum Bobot Badan Konversi Ransum

(gr) (gr)

1 135 155 0,81

2 284 385 1.09

3 462 700 1,26

4 653 1081 1,42

5 860 1515 1,58

6 1056 1982 1,74

7 1237 2452 1,91

8 1405 2913 2,09


(30)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jl. Dr. A. Sofyan No. 3, Medan. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dimulai pada September 2009 sampai November 2009.

Bahan dan Alat Bahan

Adapun jumlah ternak yang diteliti sebanyak 150 ekor day old chick (DOC) strain abor acress - CP 707. Dengan bahan – bahan pakan yang digunakan antara lain : Tepung jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, dedak halus, bungkil kelapa, DCP, minyak nabati, top mix), bungkil inti sawit (BIS) oleh enzim hemicell®, Dan pemberian air minum secara ad libitum disertai dengan pemberian obat - obatan, vitamin, vaksin, rodalon, gula merah, formalin dan kalium permanganat (KMnO4) untuk fumigasi kandang.

Alat

Kandang dengan ukuran 1 x 0,8 m sebanyak 15 buah, tempat pakan dan minum (15 buah), timbangan salter dengan kapasitas 5 kg dengan kepekaan 0,01 gram, thermometer untuk mengetahui suhu kandang, bola lampu pijar 40 Watt sebanyak 15 buah (alat pemanas dan penerang), timbangan, terpal plastik, kantong plastik, saringan 1 mm, buku data, alat tulis dan kalkulator.


(31)

Metode Penelitian

Uji Ragam pada Ayam Broiler

Hasil proses modifikasi Bungkil Inti Sawit terbaik yang diperoleh akan dilanjutkan dengan uji In vivo dengan menggunakan ayam broiler yang diberi perlakuan dan taraf Bungkil Inti Sawit termodifikasi dalam ransum. Vaksinasi dilakukan terhadap penyakit Newcastle Disease dan Infectious Bursal Disease.

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan:

R0 = Ransum kontrol (tanpa BIS) R1 = Ransum kontrol + BIS 2% R2 = Ransum kontrol + BIS 4% Dengan susunan sebagai berikut :

R23 R21 R03

R04 R15 R14

R01 R13 R05

R24 R22 R25

R02 R11 R12

Model metematika yang digunakan berdasarkan Hanafiah (2003) yaitu : Yij = μ + αi + ∑ij

Dimana :

i = 1,2,3,..., t (perlakuan) j = 1,2,3, ...., n (ulangan)

Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j


(32)

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

∑ij = Pengaruh sisa pada satuan percobaan dalam kelompok ke-3 yang mendapat perlakuan ke-i

(Hanafiah, 2003). Parameter Penelitian Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung setiap hari berdasarkan selisih antara jumlah ransum yang diberikan dengan jumlah sisa ransum.

Pertambahan Berat Badan

Pertambahan berat badan diukur setiap minggu yang merupakan selisih antara penimbangan berat badan akhir dengan penimbangan berat badan awal. Konversi Ransum

Konversi ransum dihitung dengan cara membandingkan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan setiap minggunya.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang

Kandang dipersiapkan seminggu sebelum day old chick (DOC) atau anak ayam umur satu hari masuk dalam kandang, terlebih dahulu kandang di desinfektan dengan rodalon dan difumigasi dengan formalin dan Kalium permanganat (KMnO4) untuk membasmi kandang dari jamur dan bakteri. Begitu

juga untuk tempat minum dan tempat pakan didesinfektan dengan rodalon. Satu hari sebelum day old chick (DOC) tiba, alat penerang sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu kandang dan suhu tubuh ayam.


(33)

Penyusunan Ransum

Sebelum ransum disusun, bahan ransum yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan perlakuan. Metode yang dipakai dalam penyusunan ransum adalah secara manual dimana penyusunan dilakukan dua kali dalam seminggu untuk menghindari ketengikan sehingga ransum tetap bermutu baik.

Random Ayam

Sebelum day old chick (DOC) atau anak ayam umur satu hari dimasukkan ke dalam kandang sesuai dengan perlakuan, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing day old chick (DOC) kemudian dilakukan random (pengacakan) pada day old chick (DOC) yang bertujuan memperkecil nilai keragaman. Lalu day old chick (DOC) dimasukkan ke dalam kandang sebanyak 10 ekor per plot dengan banyak plot sebanyak 15 plot.

Pemeliharaan

Day old chick (DOC) yang dibeli dari Poultry Shop dipelihara dalam kandang dengan alat pemanas sebesar 40 Watt dan diberi air gula. Ransum dan air minum diberikan secara ad-libitum. Pemberian air minum dilakukan setiap pagi dan sore hari. Vaksinasi dilakukan dua kali yaitu pada umur tiga hari Newcastle Disease dan umur tiga minggu Infectious Bursal Disease. Penerangan diberikan secara terus-menerus sebagai pemanas buatan selama dua minggu dan minggu selanjutnya penerangan hanya diberikan pada malam hari saja. Obat-obatan dan anti stres diberikan berdasarkan kebutuhan. Pembersihan kandang dilakukan satu kali dalam sehari.


(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah jumlah yang dikonsumsi oleh ternak dalam jangka waktu tertentu. Konsumsi ransum terus meningkat seiring dengan pertambahan kebutuhan zat - zat nutrisi oleh kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Rataan konsumsi ransum dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 448.99 474.76 531.73 543.95 502.28 2501.70 500.34

R1 478.25 495.81 569.83 444.98 459.14 2448.01 489.60

R2 464.15 454.12 472.76 377.32 499.77 2268.14 453.63

Total 1391.39 1424.69 1574.32 1366.25 1461.19 7217.85

Rataan 463.80 474.90 524.77 455.42 487.06 481.19 Rataan konsumsi ransum ayam pedaging yang dilihat pada Tabel 7 adalah 481.19 g/ekor/minggu dengan rataan konsumsi ransum tertinggi terdapat pada R0

(ransum tanpa BIS termodifikasi) yaitu sebesar 500.34 g/ekor/minggu dan rataan konsumsi ransum terendah terdapat pada perlakuan R2 (BIS termodifikasi yang

direndam dengan larutan 4% enzim hemicell® selama 3 hari) yaitu sebesar 453.63 g/ekor/minggu.

Level penggunaan bungkil inti sawit termodifikasi yang semakin tinggi berpengaruh negatif terhadap tingkat konsumsi ransum ayam pedaging. Dengan kata lain, semakin tinggi level penggunaan bungkil inti sawit termodifikasi dalam ransum maka tingkat konsumsi ransum ayam pedaging semakin rendah. Dalam


(35)

penelitian ini level tertinggi penggunaan bungkil inti sawit termodifikasi sebesar 4%.

Pemberian bungkil inti sawit termodifikasi terhadap konsumsi ransum ayam pedaging dapat dilihat pengaruhnya dengan melakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 8.

Tabel 8 . Analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

0.05 0.01 Perlakuan 2 5986.11 2993.05 0.99 4.46 8.65

Galat 8 24134.03 3016.75

Total 10 30120.13

Ket: KK = 11.41%

Ket: tn = tidak berbeda nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 8 menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell® dalam ransum ayam pedaging memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konsumsi ransum ayam pedaging.

Secara statistik, analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging menunjukan tingkat konsumsi ransum yang relatif sama atau tidak ada perbedaan yang mencolok dari semua perlakuan, hal ini disebabkan kandungan energi dalam ransum perlakuan hampir sama. Karena kandungan energi yang hampir sama pada tiap-tiap perlakuan menyebabkan jumlah ransum yang dikonsumsi ayam pedaging tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tillman, et al. (1991), bahwa kandungan energi yang rendah dalam ransum mengakibatkan unggas akan meningkatkan konsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan energi setiap hari dan sebaliknya pakan atau ransum yang energinya tinggi akan lebih sedikit dikonsumsi oleh ternak.


(36)

Disamping hal diatas Bungkil Inti Sawit mengandung palatabilitas yang tidak baik sehingga tidak disukai oleh ternak yang terdiri dari aroma , rasa, tekstur dan warna. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sudarmadji, et al. (1989) yang menyatakan bahwa Bungkil Inti Sawit dikenal sebagai bahan pakan yang kurang disukai ternak karena sifatnya yang kering dan kasar seperti pasir dan mengandung serat kasar yang tinggi.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan bobot badan akhir dikurangi bobot badan minggu sebelumnya dalam satuan gram/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 228.20 233.54 254.06 286.25 259.80 1261.84 252.37

R1 233.88 250.47 224.67 217.31 246.62 1172.96 234.59

R2 238.70 211.87 238.41 185.43 244.57 1118.98 223.80

Total 700.78 695.88 717.14 688.99 750.99 3553.78

Rataan 233.59 231.96 239.05 229.66 250.33 236.92

Tabel 9 menunjukan hasil rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian adalah 236.92 g/ekor/minggu. Rataan pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (ransum tanpa BIS termodifikasi) yaitu

sebesar 253.37 g/ekor/minggu, sedangkan rataan pertambahan bobot badan terendah terdapat pada perlakuan R2 (BIS termodifikasi yang direndam dengan


(37)

Pengaruh pemberian bungkil inti sawit termodifikasi terhadap pertambahan bobot badan ayam pedaging dapat diketahui dengan melakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10 .

Tabel 10. Analisis keragaman pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 2081.68 1040.84 1.54 4.46 8.65

Galat 8 5421.50 677.69

Total 10 7503.17

Ket: KK = 10.99 %

Ket: tn = tidak berbeda nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell dalam ransum ayam pedaging memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam pedaging selama 6 minggu.

Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam pedaging pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum yang tidak berbeda jauh pada tiap level perlakuan dan tingkat konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata pada perlakuan tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Jull (1982), bahwa pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh jenis dan ransum yang dikonsumsi. Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam pedaging antar perlakuan juga dipengaruhi oleh strain ternak pada masing-masing perlakuan yang digunakan adalah sama dan kandungan protein dan energi metabolis yang terkandung pada ransum tiap perlakuan hampir sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyu (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah


(38)

bangsa, tipe ayam, jenis kelamin, energi metabolisme, kandungan protein dan suhu lingkungan.

Konversi Ransum

Konversi ransum dihitung berdasarkan perbandingan konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Dari hasil penelitian diperoleh rataan konversi ransum ayam pedaging seperti tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 1.97 2.03 2.09 1.90 1.93 9.93 1.99

R1 2.04 1.98 2.54 2.05 1.86 10.47 2.09

R2 1.94 2.14 1.98 2.03 2.04 10.15 2.03

Total 5.96 6.16 6.61 5.98 5.84 30.55

Rataan 1.99 2.05 2.20 1.99 1.95 2.04

Berdasarkan rataan konversi pakan pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian adalah 2.04. Rataan konversi ransum tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (BIS termodifikasi yang direndam dengan larutan 2% enzim hemicell® selama 3 hari) yaitu sebesar 2.09, sedangkan rataan konversi ransum terendah terdapat pada perlakuan R0 ( Ransum

tanpa BIS termodifikasi ) yaitu sebesar 1.99.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian bungkil inti sawit termodifikasi terhadap konversi ransum ayam pedaging, maka dilakukan analisis keragaman seperti yang tertera pada Tabel 12.


(39)

Tabel 12. Analisis keragaman konversi ransum ayam pedaging selama penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01

Perlakuan 2 0.03 0.01 0.38 4.46 8.65

Galat 8 0.31 0.04

Total 10 0.34

Ket: KK = 9.73 %

tn = tidak berbeda nyata

Setelah dilakukan analisis keragaman seperti pada Tabel 12 maka didapat hasil bahwa pemberian bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell® dalam ransum ayam pedaging memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konversi ransum ayam pedaging.

Nilai konversi ransum terkait dengan efisiensi penggunaan makanan dalam tubuh. Penggunaan BIS termodifikasi sampai level 4% ternyata tidak mempengaruhi efisiensi penggunaan makanan pada ayam pedaging. Tidak adanya perbedaan yang nyata dari nilai konversi ransum ini dihasilkan dari tingkat konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata pula. Rekapitulasi Hasil Penelitian

Tabel 13. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian

Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu) Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/minggu) Konversi Ransum (%)

R0 252.37a 500.34a 1.99a

R1 234.59a 489.60a 2.09a

R2 223.80a 453.63a 2.03a

Tabel 13 menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit (BIS) termodifikasi oleh enzim hemicell® dalam ransum ayam pedaging memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan


(40)

Kendatipun tingkat konsumsi dari R0 jauh lebih tinggi dari pada perlakuan R1 dan R2, namun dilihat dari nilai konversi ransum yang dihasilkan tidak seefisien dari perlakuan R1 dan R2. Dimana nilai konversi ransum yang paling efisien dihasilkan dari R0.


(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengamatan terhadap penampilan ternak ayam pedaging dengan penggunaan BIS termodifikasi oleh enzim hemicell® tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum dibandingkan dengan R0.

Saran

Disarankan untuk penelitian selanjutnya, menggunakan ekstrak mannan sebagai media melekatnya bakteri patogen pada saluran pencernaan melalui pemberian air minum dan level penggunaan Bungkil Inti Sawit (BIS) termodifikasi menggunakan interval perlakuan yang lebih tinggi.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

AAK., 1994. Beternak Ayam Pedaging. Kanisius, Yogyakarta.

Anggorodi, 1981. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Anggorodi, R., 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia,

Jakarta.

Anggorodi, H. R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Aritonang, D., 1986. Perkebunan Kelapa Sawit Sumber Pakan Ternak di Indonesia, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 4:93

Buckle, K.A., R.A., Edwards, G.H., Fleet., dan M., Watsoon, 1985. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh H. Purnomo dan Adinio. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Chemgen Corporation. 2000. Hemicell® Feed Enzyme. Chemgen Corp., USA. Davendra, C., 1997. Utilation Feeding Stuff from the Oil Palm, Malaysia Society

of Animal Production Serdang, Malaysia.

Devegowda, G. Aravind BIR, Morton MG., 1997. Immunosupression in poultry caused by aflatoxin and its allevation by Saccharomyces cerevisiae (Yea sacc, 1026) and Mannanoligosacharides. Proc. Alltech 11 th Annual Asia Pacific Lecture Tour. 121-132.

Gellispie, J.R., 1987. Animal Nutrition and Feeding. Delmar Publisher Inc., Albany New York

Irawan, A., 1996. Ayam-ayam Pedaging Unggul. CV. Aneka, Solo. Jull, M.A., 1982. Poultry Husbandry. Tata Mc Graw-Hill, New Delhi.

Maynard, L. A., 1984. Animal Nutrition, 7thEd, Mc, Grow Hill, Publishing Co Ltd, New Delhi.

Murtidjo, B A., 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta Murtidjo, B A., 1992. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta. N. R. C. 1984. Nutrient Requirement of poultry. 8 th Ed. National Academy of


(43)

Parakkasi, A., 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.

Purwanto, A., 2004. Mengapa Kita Perlu Makan Daging, Cyber Media, Bogor.

Rasyaf, M.. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M., 2003. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Saono, S., 1974. Pemanfaatan Jasad Renik dalam Pengolahan Hasil Sampingan/sisa-sisa Produksi Pertanian. LIPI, Jakarta.

Sarwono, B., 1996. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya, Jakarta Satyawibawa, I dan Y.E. Widyastuti. 2000. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Shashidara RG, Devegowda G. 2003. Effect of dietary mannan oligosaccharide on

broiler breeder production traits and immunity. Poult Sci 82: 1319-1325. Sinurat A. P. P Setiadi., T. Purwadaria., A. R. Setioko dan J. Dharma. 1996. Nilai

Gizi Bungkil Kelapa yang difermentasi dan Pemanfaatannya dalam Pakan Itik Jantan, Journal Ilmu Ternak Veteriner 1 (3): 161-168

Spring, P., 1997, Understending the development of the avian gastrointestinal microflora : an essential key for developing competitive exclusion products. Proc. Alltech 11th Annual Asia Pacific Lecture Tour. 149-160. Sudarmadji, S. R., Kasmidjo., Sardjono., D. Wibowo., S. Margino dan S. R.

Ending. 1989. Mikrobiologi Pangan, Universitas Gajah Mada.

Sundu B.. Dingle J.. 2005. Use of Enzyme to Improve The Nutrition Value of

Palm Kernel Meal and Copra Meal. Proc. Quensland Poult Sci Symp, Australia 11:1-15.

Swanson KS et al. 2002. Supplemental Fructooligosaccharides and Mannanoligosaccharides influence immune fuction, ileal and total tract nutrient digestibilities, microbial population and concentrations of protein catabolist in the large bowel of dogs. J Nut 132: 980-989.

Tafsin, M., L. A. Sofian, Nahrowi, K. G. Wiryaman, K. Zarkasie, W. G. Piliang. 2007. “ Polisakarida Mengandung Mannan dari Bungkil Inti Sawit Sebagai Anti Mikroba Salmonella Thypimurium Pada Ayam”. Media Peternakan 30: 139-146

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM Press, Yogyakarta.


(44)

Wahyu, J., 1988, Ilmu Nutrisi Unggas, Gajah Mada University Press, Yogyakarta Wahyu, J., 1992, Ilmu Nutrisi Unggas, Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta Winarno, F. G dan S. Fardias, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia,

Jakarta.

[CFNP TAP] Center for Food and Nutrition Policy Technical Advisory Panel Review . 2002. Cell Wall Carbohydrates; Livestock. Virgina; CFNP.

http://science biotech.net/pemanfaatan-limbah-biomas-berbasis-polisakarida.html http://kedokteran hewan.blogspot.com/2009/memacu-pertumbuhan/ternak

secara unggul .html


(45)

Lampiran 1. Susunan ransum percobaan

No. Bahan Pakan Starter (%) Finisher (%)

R0 R1 R2 R0 R1 R2

1 Jagung 51.00 51.10 51.30 57.50 57.50 57.60

2 Dedak padi 6.00 4.00 2.00 5.00 3.00 1.00

3 BIS 0.00 2.00 4.00 0.00 2.00 4.00

5 Bkl. kedelai 25.50 25.60 25.30 18.60 18.70 18.60 6 Tepung ikan 12.50 12.30 12.40 13.50 13.40 13.40 8 Minyak kelapa 3.00 3.00 3.00 3.60 3.60 3.60

9 CaCO3 1.00 1.00 1.00 0.80 0.80 0.80

10 L-Lysin 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25

11 DL-Methionin 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20 0.20

12 Premix 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30 0.30

13 NaCl 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25

Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Kandungan nutrisi *

ME (kkal/kg) 2997.40 2993.24 2990.60 3089.10 3084.33 3080.63 Protein kasar (%) 23.05 23.05 23.04 20.94 20.99 21.00 Lemak kasar (%) 5.39 5.49 5.60 6.20 6.30 6.41 Serat kasar (%) 3.91 4.15 4.38 3.47 3.72 3.96

Ca (%) 1.11 1.10 1.10 1.06 1.06 1.06


(46)

Lampiran 2. iSkema modifikasi bungkil inti sawit yang diaplikasi untuk ayam pedaging

Tahap I Pengukuran Daya Ikat

Proses modifikasi secara fisik, kimia dan biokimia

(Enzimatis) dan biokonversi terhadap BIS

Tahap II Pengujian BIS

termodifikasi sebagai pengendali E. coli (In

Pengujian mannan dari BIS sebagai Immunomodulator (In

vivo)

1. Kandungan total gula 2. Efektifitas produksi

Uji tantang (challenge) : 1. Kolonisasi bakteri

pada saluran pencernaan/feses

2. Performance ternak

Vaksinasi : Performance ternak


(47)

Lampiran 3. Rataan total gula yang dihasilkan dari setiap perlakuan Tahap I Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4

P0 5583,33 9863,64 6845,96 5090,91 27383,84 6845,96 P1 11984,85 13954,55 9522,73 8234,85 43696,97 10924,24 P2 10090,91 29181,82 17704,55 26340,91 83318,18 20829,55 P3 8159,09 6340,91 7590,91 8537,88 30628,79 7657,20 P4 7515,15 4068,18 6833,33 3159,09 21575,76 5393,94 P5 10545,45 3537,88 1984,85 5696,97 21765,15 5441,29 Total 53878,79 66946,97 50482,32 57060,61 228368,69 Rataan 8979,80 11157,83 8413,72 9510,10 9515,36 Lampiran 4. Analisis keragaman total gula dari setiap perlakuan Tahap I

SK DB JK KT Ftabel Fhitung

0,05 0,01 Perlakuan 5 696633528 139326705,6 7,9292** 2,77 4,25 Galat 18 316280943,9 17571163,55

Total 23 1012914472

Ket : KK = 44,05%

Ket : ** = sangat berbeda nyata

Lampiran 5. Uji BNJ total gula terlarut

Perlakuan Rataan Notasi

P4 5393,939394 A

P5 5441,287879 A

P0 6845,959596 A

P3 7657,19697 A

P1 10924,24242 AB


(48)

Lampiran 6. Data rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu) Total Rataan

I II III IV V VI

R01 76.70 219.29 513.80 676.40 570.40 637.33 2693.92 448.99 R02 80.22 340.67 497.33 642.50 782.33 505.50 2848.56 474.76

R03 77.25 247.86 488.17 709.00 842.80 825.33 3190.41 531.73 R04 101.86 204.17 577.33 723.00 869.33 788.00 3263.69 543.95 R05 83.78 243.56 434.38 689.38 834.29 728.29 3013.65 502.28 R11 85.86 309.40 558.75 603.00 728.50 584.00 2869.51 478.25 R12 79.00 282.88 491.33 691.67 851.67 578.33 2974.88 495.81 R13 67.63 187.67 518.00 643.50 789.67 1212.50 3418.96 569.83 R14 72.50 215.38 469.71 597.29 803.20 511.80 2669.88 444.98 R15 87.89 260.14 480.83 683.33 788.83 453.80 2754.83 459.14 R21 82.56 227.11 458.71 599.57 711.14 705.83 2784.93 464.15 R22 95.57 285.00 482.50 601.00 740.00 520.67 2724.74 454.12 R23 113.17 237.67 466.33 632.40 805.40 581.60 2836.57 472.76 R24 83.14 152.50 332.40 432.40 792.00 471.50 2263.94 377.32 R25 93.22 218.75 479.50 623.67 812.00 771.50 2998.64 499.77


(49)

Lampiran 7. Data rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan PBB(g/ekor/minggu) Total Rataan

I II III IV V VI

R01 79.60 165.57 315.80 403.40 163.80 241.00 1369.17 228.20 R02 62.89 197.83 323.67 425.83 276.50 114.50 1401.22 233.54

R03 72.13 178.57 320.33 412.20 395.80 145.33 1524.36 254.06

R04 73.86 140.33 327.33 469.67 325.33 381.00 1717.52 286.25

R05 78.00 146.56 320.25 378.13 285.57 350.29 1558.79 259.80 R11 78.29 224.00 296.50 320.50 329.75 154.25 1403.29 233.88 R12 75.50 143.50 323.00 427.50 365.00 168.33 1502.83 250.47 R13 63.88 164.83 255.00 468.50 273.33 122.50 1348.04 224.67 R14 74.38 182.00 332.57 362.29 190.80 161.80 1303.83 217.31 R15 70.67 154.57 315.33 411.50 276.67 251.00 1479.74 246.62 R21 57.67 147.22 303.86 342.00 274.14 307.33 1432.22 238.70 R22 61.29 179.75 271.50 392.75 272.25 93.67 1271.20 211.87 R23 77.50 180.50 299.83 330.00 294.00 248.60 1430.43 238.41 R24 56.71 117.17 214.80 300.40 363.00 60.50 1112.58 185.43 R25 72.22 152.50 308.83 358.33 340.80 234.75 1467.44 244.57


(50)

Lampiran 8. Data rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian Perlakuan

Konsumsi Ransum gr/ekor/minggu

PBB gr/ekor/minggu

Konversi Ransum gr/ekor/minggu R01

448.99 228.20 1.97

R02 474.76 233.54 2.03

R03 531.73 254.06 2.09

R04 543.95 286.25 1.90

R05 502.28 259.80 1.93

R11 478.25 233.88 2.04

R12 495.81 250.47 1.98

R13 569.83 224.67 2.54

R14 444.98 217.31 2.05

R15 459.14 246.62 1.86

R21 464.15 238.70 1.94

R22 454.12 211.87 2.14

R23 472.76 238.41 1.98

R24 377.32 185.43 2.03


(51)

Lampiran 9. Rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 448.99 474.76 531.73 543.95 502.28 2501.70 500.34

R1 478.25 495.81 569.83 444.98 459.14 2448.01 489.60

R2 464.15 454.12 472.76 377.32 499.77 2268.14 453.63

Total 1391.39 1424.69 1574.32 1366.25 1461.19 7217.85

Rataan 463.80 474.90 524.77 455.42 487.06 481.19 Lampiran 10. Analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging selama

penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 2081.68 1040.84 1.54 4.46 8.65

Galat 8 5421.50 677.69

Total 10 7503.17

Ket: KK = 11.41 % Ket: tn = berbeda nyata

Lampiran 11. Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 228.20 233.54 254.06 286.25 259.80 1261.84 252.37

R1 233.88 250.47 224.67 217.31 246.62 1172.96 234.59

R2 238.70 211.87 238.41 185.43 244.57 1118.98 223.80

Total 700.78 695.88 717.14 688.99 750.99 3553.78

Rataan 233.59 231.96 239.05 229.66 250.33 236.92 Lampiran 12. Analisis keragaman pertambahan bobot badan ayam pedaging

selama penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 2081.68 1040.84 1.54 4.46 8.65

Galat 8 5421.50 677.69

Total 10 7503.17


(52)

Lampiran 13. Rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 1.97 2.03 2.09 1.90 1.93 9.93 1.99

R1 2.04 1.98 2.54 2.05 1.86 10.47 2.09

R2 1.94 2.14 1.98 2.03 2.04 10.15 2.03

Total 5.96 6.16 6.61 5.98 5.84 30.55

Rataan 1.99 2.05 2.20 1.99 1.95 2.04

Lampiran 14. Analisis keragaman konversi ransum ayam pedaging selama penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01

Perlakuan 2 0.03 0.01 0.38 4.46 8.65

Galat 8 0.31 0.04

Total 10 0.34

Ket: KK = 9.73 %

tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 15. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan

bobot badan dan konversi ransum ayam

pedaging selama penelitian

Perlakuan

Konsumsi

Ransum

(g/ekor/mingg

u)

Pertambahan

Bobot Badan

(g/ekor/mingg

u)

Konversi

Ransum

(%)

R

0

252.37

a

500.34

a

1.99

a

R

1

234.59

a

489.60

a

2.09

a

R

2

223.80

a


(1)

Lampiran 3. Rataan total gula yang dihasilkan dari setiap perlakuan Tahap I Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4

P0 5583,33 9863,64 6845,96 5090,91 27383,84 6845,96 P1 11984,85 13954,55 9522,73 8234,85 43696,97 10924,24 P2 10090,91 29181,82 17704,55 26340,91 83318,18 20829,55 P3 8159,09 6340,91 7590,91 8537,88 30628,79 7657,20 P4 7515,15 4068,18 6833,33 3159,09 21575,76 5393,94 P5 10545,45 3537,88 1984,85 5696,97 21765,15 5441,29 Total 53878,79 66946,97 50482,32 57060,61 228368,69 Rataan 8979,80 11157,83 8413,72 9510,10 9515,36 Lampiran 4. Analisis keragaman total gula dari setiap perlakuan Tahap I

SK DB JK KT Ftabel Fhitung

0,05 0,01 Perlakuan 5 696633528 139326705,6 7,9292** 2,77 4,25 Galat 18 316280943,9 17571163,55

Total 23 1012914472

Ket : KK = 44,05%

Ket : ** = sangat berbeda nyata

Lampiran 5. Uji BNJ total gula terlarut

Perlakuan Rataan Notasi

P4 5393,939394 A

P5 5441,287879 A

P0 6845,959596 A

P3 7657,19697 A

P1 10924,24242 AB


(2)

Lampiran 6. Data rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/minggu) Total Rataan

I II III IV V VI

R01 76.70 219.29 513.80 676.40 570.40 637.33 2693.92 448.99 R02 80.22 340.67 497.33 642.50 782.33 505.50 2848.56 474.76

R03 77.25 247.86 488.17 709.00 842.80 825.33 3190.41 531.73 R04 101.86 204.17 577.33 723.00 869.33 788.00 3263.69 543.95 R05 83.78 243.56 434.38 689.38 834.29 728.29 3013.65 502.28 R11 85.86 309.40 558.75 603.00 728.50 584.00 2869.51 478.25 R12 79.00 282.88 491.33 691.67 851.67 578.33 2974.88 495.81 R13 67.63 187.67 518.00 643.50 789.67 1212.50 3418.96 569.83 R14 72.50 215.38 469.71 597.29 803.20 511.80 2669.88 444.98 R15 87.89 260.14 480.83 683.33 788.83 453.80 2754.83 459.14 R21 82.56 227.11 458.71 599.57 711.14 705.83 2784.93 464.15 R22 95.57 285.00 482.50 601.00 740.00 520.67 2724.74 454.12 R23 113.17 237.67 466.33 632.40 805.40 581.60 2836.57 472.76 R24 83.14 152.50 332.40 432.40 792.00 471.50 2263.94 377.32 R25 93.22 218.75 479.50 623.67 812.00 771.50 2998.64 499.77


(3)

Lampiran 7. Data rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan PBB(g/ekor/minggu) Total Rataan

I II III IV V VI

R01 79.60 165.57 315.80 403.40 163.80 241.00 1369.17 228.20 R02 62.89 197.83 323.67 425.83 276.50 114.50 1401.22 233.54

R03 72.13 178.57 320.33 412.20 395.80 145.33 1524.36 254.06

R04 73.86 140.33 327.33 469.67 325.33 381.00 1717.52 286.25

R05 78.00 146.56 320.25 378.13 285.57 350.29 1558.79 259.80 R11 78.29 224.00 296.50 320.50 329.75 154.25 1403.29 233.88 R12 75.50 143.50 323.00 427.50 365.00 168.33 1502.83 250.47 R13 63.88 164.83 255.00 468.50 273.33 122.50 1348.04 224.67 R14 74.38 182.00 332.57 362.29 190.80 161.80 1303.83 217.31 R15 70.67 154.57 315.33 411.50 276.67 251.00 1479.74 246.62 R21 57.67 147.22 303.86 342.00 274.14 307.33 1432.22 238.70 R22 61.29 179.75 271.50 392.75 272.25 93.67 1271.20 211.87 R23 77.50 180.50 299.83 330.00 294.00 248.60 1430.43 238.41 R24 56.71 117.17 214.80 300.40 363.00 60.50 1112.58 185.43 R25 72.22 152.50 308.83 358.33 340.80 234.75 1467.44 244.57


(4)

Lampiran 8. Data rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian Perlakuan

Konsumsi Ransum gr/ekor/minggu

PBB gr/ekor/minggu

Konversi Ransum gr/ekor/minggu R01

448.99 228.20 1.97

R02 474.76 233.54 2.03

R03 531.73 254.06 2.09

R04 543.95 286.25 1.90

R05 502.28 259.80 1.93

R11 478.25 233.88 2.04

R12 495.81 250.47 1.98

R13 569.83 224.67 2.54

R14 444.98 217.31 2.05

R15 459.14 246.62 1.86

R21 464.15 238.70 1.94

R22 454.12 211.87 2.14

R23 472.76 238.41 1.98

R24 377.32 185.43 2.03


(5)

Lampiran 9. Rataan konsumsi ransum ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 448.99 474.76 531.73 543.95 502.28 2501.70 500.34

R1 478.25 495.81 569.83 444.98 459.14 2448.01 489.60

R2 464.15 454.12 472.76 377.32 499.77 2268.14 453.63

Total 1391.39 1424.69 1574.32 1366.25 1461.19 7217.85

Rataan 463.80 474.90 524.77 455.42 487.06 481.19 Lampiran 10. Analisis keragaman konsumsi ransum ayam pedaging selama

penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 2081.68 1040.84 1.54 4.46 8.65

Galat 8 5421.50 677.69

Total 10 7503.17

Ket: KK = 11.41 % Ket: tn = berbeda nyata

Lampiran 11. Rataan pertambahan bobot badan ayam pedaging selama penelitian (g/ekor/minggu)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 228.20 233.54 254.06 286.25 259.80 1261.84 252.37

R1 233.88 250.47 224.67 217.31 246.62 1172.96 234.59

R2 238.70 211.87 238.41 185.43 244.57 1118.98 223.80

Total 700.78 695.88 717.14 688.99 750.99 3553.78

Rataan 233.59 231.96 239.05 229.66 250.33 236.92 Lampiran 12. Analisis keragaman pertambahan bobot badan ayam pedaging

selama penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01 Perlakuan 2 2081.68 1040.84 1.54 4.46 8.65

Galat 8 5421.50 677.69


(6)

Lampiran 13. Rataan konversi ransum ayam pedaging selama penelitian

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan

1 2 3 4 5

R0 1.97 2.03 2.09 1.90 1.93 9.93 1.99

R1 2.04 1.98 2.54 2.05 1.86 10.47 2.09

R2 1.94 2.14 1.98 2.03 2.04 10.15 2.03

Total 5.96 6.16 6.61 5.98 5.84 30.55

Rataan 1.99 2.05 2.20 1.99 1.95 2.04

Lampiran 14. Analisis keragaman konversi ransum ayam pedaging selama penelitian SK DB JK KT Fhitung Ftabel 0.05 0.01

Perlakuan 2 0.03 0.01 0.38 4.46 8.65

Galat 8 0.31 0.04

Total 10 0.34

Ket: KK = 9.73 %

tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 15. Rekapitulasi konsumsi ransum, pertambahan

bobot badan dan konversi ransum ayam

pedaging selama penelitian

Perlakuan

Konsumsi

Ransum

(g/ekor/mingg

u)

Pertambahan

Bobot Badan

(g/ekor/mingg

u)

Konversi

Ransum

(%)

R

0

252.37

a

500.34

a

1.99

a

R

1

234.59

a

489.60

a

2.09

a

R

2

223.80

a