Respon Beberapa Varietas Padi Dan Pemberian Amelioran Jerami Padi Pada Tanah Salin
RESPON BEBERAPA VARIETAS PADI DAN PEMBERIAN
AMELIORAN JERAMI PADI PADA TANAH SALIN
OKTAVIANUS SINURAYA 050307037
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
RESPON BEBERAPA VARIETAS PADI DAN PEMBERIAN
AMELIORAN JERAMI PADI PADA TANAH SALIN
SKRIPSI
Oleh :
OKTAVIANUS SINURAYA 050307037
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
RESPON BEBERAPA VARIETAS PADI DAN PEMBERIAN
AMELIORAN JERAMI PADI PADA TANAH SALIN
SKRIPSI
Oleh :
OKTAVIANUS SINURAYA 050307037/PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(4)
Judul Skripsi : Respon beberapa varietas padi dan pemberian amelioran jerami padi pada tanah salin
Nama : Oktavianus Sinuraya NIM : 050307037
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Budidaya Pertanian Prof. Edison Purba, Ph.D
Tanggal lulus :
Ir. Syafruddin Ilyas Anggota Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS.
(5)
ABSTRAK
OKTAVIANUS SINURAYA : Respon Beberapa Varietas Padi dan
Pemberian Amelioran Jerami Padi pada Tanah Salin, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. ROSMAYATI, MS. dan Ir. SYAFRUDDIN ILYAS.
Respon beberapa varietas padi dan pemberian amelioran jerami padi pada tanah salin belum banyak diteliti di daerah ini, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Desa Tanjung Rejo (+ 3 mdpl), Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, pada November 2009 - April 2010 mengunakan rancangan acak kelompok faktorial dua faktor dengan tiga ulangan yaitu dosis amelioran (0, 1,8,dan 3,6 kg bokashi per plot) dan varietas (Ciherang, Lambur, Dendang dan Rojolele). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah anakan maksimum, luas daun, bobot kering brangkasan, laju tumbuh relatif, laju assimilasi besih, volume akar, jumlah klorofil, kerapatan stomata, tebal kutikula, umur berbunga, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot, bobot 1.000 biji dan indeks panen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa amelioran berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan luas daun. Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, anakan maksimum, luas daun, laju assimilasi besih, jumlah klorofil, produksi per sampel, produksi per plot, bobot 1.000 biji dan indeks panen. Interaksi kedua faktor berpengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan luas daun.
(6)
ABSTRACT
OKTAVIANUS SINURAYA : Response of Some Varieties Paddy and Ameliorant Straw of Paddy in Salinity Soil, supervised by Prof. Dr. Ir. ROSMAYATI, MS. and Ir. SYAFRUDDIN ILYAS.
Response of some varieties paddy and ameliorant straw of paddy in salinity soil have not been researched in this region, therefore, a research had been conducted at Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Province North Sumatera, in November 2009 - April 2010 using factorial randomized blok design with two factors and three raplications i.e. doses of ameliorant (0, 1,8 and 3,6 kg bokashi per plot) and varieties (Ciherang, Lambur, Dendang and Rojolele). Parameters measured were plant height, total of tiller, total of productive tiller, total of maximum tiller, leaf area, straw dry weight, relative grow rate, nett assimilation rate, root volume, total of clorophyl, stomata density, cuticle thickness, flowering age, harvest age, production per sample, production per plot, weight of 1.000 seed and harvest index.
The result showed that ameliorant dose affected significantly on plant height, total of productive tiller, leaf area. Varieties affected significanlty on plant height, total of tiller, total of maximum tiller, leaf area, nett assimilation rate, total of clorophyl, production per sample, production per plot, weight of 1.000 seed and harvest index. The interaction of the two factors affected significanlty on plant height and leaf area.
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa pada tanggal 16 Oktober 1987, dari Ayah T. Karo Karo dan Ibu R. U. Br Ginting. Penulis merupakan putra ketiga dari empat bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 7 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Budidaya Pertanian. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Karet Sungei Putih di Desa Sungei Putih, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dari bulan Juli sampai Agustus 2009.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon Beberapa Varietas Padi dan Pemberian Amelioran Jerami Padi pada Tanah Salin”, yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rosmayati, MS. dan Bapak Ir. Syafruddin Ilyas selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Ibu Rini Sulistiani dan keluarga penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama ini.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staff pengajar dan pegawai di Program Studi Pemuliaan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Juli 2010
(9)
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian ... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh ... 10
Iklim ... 10
Tanah ... 11
Salinitas ... 10
Penggunaan Varietas Padi Toleran Salinitas ... 13
Pemberian Bahan Organik (Amelioran) ... 17
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
Bahan dan Alat ... 20
Metode Penelitian ... 20
Metode Analisis Data ... 22
Pengamatan Parameter ... 23
Tinggi tanaman (cm) ... 23
Jumlah anakan (batang) ... 23
Jumlah anakan produktif (batang) ... 23
Jumlah anakan maksimum (batang) ... 24
Luas daun (cm2) ... 24
Bobot kering berangkasan (g) ... 24
Laju tumbuh relatif (g.minggu-1) ... 24
Laju asimilasi bersih (g.cm-2.minggu-1)... 24
Volume akar (ml) ... 25
Jumlah klorofil ... 25
Kerapatan stomata (jumlah/mm2) ... 25
(10)
Umur berbunga (hss) ... 26
Umur panen (hss) ... 26
Produksi per sampel (g) ... 26
Produksi per plot (g/0,675 m2) ... 26
Bobot 1000 butir (g) ... 26
Indeks panen (%)... 26
Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan ... 27
Pembuatan bokashi jerami ... 27
Aplikasi amelioran ... 28
Penyemaian benih ... 28
Pemeliharaan tanaman ... 29
1. Pengairan ... 29
2. Penyulaman ... 29
3. Pemupukan ... 29
4. Penyiangan ... 29
5. Pengendalian hama dan penyakit... 29
6. Penyemprotan pupuk organik cair ... 29
Pemanenan ... 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 31
Tinggi tanaman (cm) ... 31
Jumlah anakan (batang) ... 32
Jumlah anakan produktif (batang) ... 33
Jumlah anakan maksimum (batang) ... 34
Luas daun (cm2) ... 34
Bobot kering berangkasan (g) ... 35
Laju tumbuh relatif (g.minggu-1)... 36
Laju assimilasi bersih (g.cm-2.minggu-1) ... 38
Volume akar (ml) ... 40
Jumlah klorofil ... 41
Kerapatan stomata (jumlah/mm2) ... 42
Tebal kutikula (μm) ... 42
Umur berbunga (hss) ... 43
Umur panen (hss) ... 43
Produksi per sampel (g) ... 44
Produksi per plot (g/0,675 m2) ... 44
Bobot 1.000 butir (g) ... 45
Indeks panen (%) ... 46
Heritabilitas ... 46
Pembahasan ... 48
Pengaruh amelioran terhadap toleransi tanaman padi pada tanah salin ... 48
Pengaruh varietas terhadap toleransi tanaman padi pada tanah salin ... 49
Interaksi antara perlakuan amelioran dan varietas terhadap toleransi tanaman padi pada tanah salin ... 52
(11)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 54 Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
No. Hal. 1. Nilai harapan kuadrat tengah bagi analisi RAK faktorial ... 23 2. Rataan tinggi tanaman (cm) padi 8 MSPT dengan perlakuan
amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 31 3. Rataan jumlah anakan padi 8 MSPT dengan perlakuan amelioran,
varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 33 4. Rataan jumlah anakan produktif pada perlakuan amelioran,
varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 33 5. Rataan jumlah anakan maksimum pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 34 6. Rataan luas daun padi 8 MSPT dengan perlakuan amelioran,
varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 35 7. Rataan bobot berangkasan padi 8 MSPT dengan perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 35 8. Rataan laju tumbuh relatif (LTR) padi 4 - 2 MSPT hingga 8 - 6 MSPT
dengan perlakuan amelioran dan varietas... 36 9. Rataan laju tumbuh relatif (LTR) padi 4 - 2 MSPT hingga 8 - 6 MSPT
dengan perlakuan interaksi amelioran dan varietas ... 37 10.Rataan laju asimilasi bersih (LAB) padi 4 - 2 MSPT hingga 8 - 6 MSPT
dengan perlakuan amelioran dan varietas... 38 11.Rataan laju asimilasi bersih (LAB) padi 4 - 2 MSPT hingga 8 - 6 MSPT
dengan perlakuan interaksi amelioran dan varietas ... 39 12.Rataan volume akar padi 8 MSPT dengan perlakuan amelioran,
varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 40 13.Rataan jumlah klorofil pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi
amelioran dan varietas ... 41 14.Kerapatan stomata dengan perlakuan taraf amelioran, varietas serta
interaksi amelioran dan varietas ... 42 15.Tebal kutikula dengan perlakuan taraf amelioran, varietas serta interaksi
(13)
16.Rataan umur berbunga pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas ... 43 17.Rataan umur panen pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi
amelioran dan varietas ... 43 18.Rataan produksi per sampel pada perlakuan amelioran, varietas serta
interaksi amelioran dan varietas ... 44 19.Rataan produksi per plot pada perlakuan amelioran, varietas serta
interaksi amelioran dan varietas ... 45 20.Rataan bobot 1000 biji pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi
amelioran dan varietas ... 45 21.Rataan indeks panen pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi
amelioran dan varietas ... 46 22.Nilai Heritabilitas pada masing-masing parameter ... 47
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Bagan penelitian... 58
2. Bagan pengambilan sampel per plot ... 59
3. Deskripsi padi varietas Ciherang ... 60
4. Deskripsi padi varietas Lambur ... 61
5. Deskripsi padi varietas Dendang ... 62
6. Deskripsi padi varietas Rojolele ... 63
7. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MSPT (cm) ... 64
8. Sidik ragam tinggi tanaman 2 MSPT (cm) ... 64
9. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MSPT (cm) ... 65
10.Sidik ragam tinggi tanaman 4 MSPT (cm) ... 65
11.Data pengamatan tinggi tanaman 6 MSPT (cm) ... 66
12.Sidik ragam tinggi tanaman 6 MSPT (cm) ... 66
13.Data pengamatan tinggi tanaman 8 MSPT (cm) ... 67
14.Sidik ragam tinggi tanaman 8 MSPT (cm) ... 67
15.Data pengamatan jumlah anakan 2 MSPT (anakan) ... 68
16.Sidik ragam jumlah anakan 2 MSPT (anakan) ... 68
17.Data pengamatan jumlah anakan 4 MSPT (anakan) ... 69
18.Sidik ragam jumlah anakan 4 MSPT (anakan) ... 69
19.Data pengamatan jumlah anakan 6 MSPT (anakan) ... 70
20.Sidik ragam jumlah anakan 6 MSPT (anakan) ... 70
21.Data pengamatan jumlah anakan 8 MSPT (anakan) ... 71
22.Sidik ragam jumlah anakan 8 MSPT (anakan) ... 71
(15)
24.Sidik ragam jumlah anakan produktif (anakan) ... 72
25.Data pengamatan jumlah anakan maksimum (anakan) ... 73
26.Sidik ragam jumlah anakan maksimum (anakan) ... 73
27.Data pengamatan luas daun 2 MSPT (cm2) ... 74
28.Sidik ragam luas daun 2 MSPT (cm2) ... 74
29.Data pengamatan luas daun 4 MSPT (cm2) ... 75
30.Sidik ragam luas daun 4 MSPT (cm2) ... 75
31.Data pengamatan luas daun 6 MSPT (cm2) ... 76
32.Sidik ragam luas daun 6 MSPT (cm2) ... 76
33.Data pengamatan luas daun 8 MSPT (cm2) ... 77
34.Sidik ragam luas daun 8 MSPT (cm2) ... 77
35.Data pengamatan bobot kering berangkasan 2 MSPT (g) ... 78
36.Sidik ragam bobot kering berangkasan 2 MSPT (g) ... 78
37.Data pengamatan bobot kering berangkasan 4 MSPT (g) ... 79
38.Sidik ragam bobot kering berangkasan 4 MSPT (g) ... 79
39.Data pengamatan bobot kering brangkasan 6 MSPT (g) ... 80
40.Sidik ragam bobot kering berangkasan 6 MSPT (g) ... 80
41.Data pengamatan bobot kering berangkasan 8 MSPT (g) ... 81
42.Sidik ragam bobot kering berangkasan 8 MSPT (g) ... 81
43.Data pengamatan laju tumbuh relatif 4-2 MSPT (g.minggu-1) ... 82
44.Sidik ragam laju tumbuh relatif 4-2 MSPT (g.minggu-1) ... 82
45.Data pengamatan laju tumbuh relatif 6-4 MSPT (g.minggu-1) ... 83
46.Sidik ragam laju tumbuh relatif 6-4 MSPT (g.minggu-1 ... 83
(16)
48.Sidik ragam laju tumbuh relatif 8-6 MSPT (g.minggu-1) ... 84
49.Data pengamatan laju asimilasi bersih 4-2 MSPT (g.cm-2.minggu-1) ... 85
50.Sidik ragam laju asimilasi bersih 4-2 MSPT (g.cm-2.minggu-1) ... 85
51.Data pengamatan laju asimilasi bersih 6-4 MSPT (g.cm-2.minggu-1) ... 86
52.Sidik ragam laju asimilasi bersih 6-4 MSPT (g.cm-2.minggu-1) ... 86
53.Data pengamatan laju asimilasi bersih 8-6 MSPT (g.cm-2.minggu-1) ... 87
54.Sidik ragam laju asimilasi bersih 8-6 MSPT (g.cm-2.minggu-1) ... 87
55.Data pengamatan volume akar 2 MSPT ... 88
56.Sidik ragam volume akar 2 MSPT ... 88
57.Data pengamatan volume akar 4 MSPT ... 89
58.Sidik ragam volume akar 4 MSPT ... 89
59.Data Pengamatan volume akar 6 MSPT ... 90
60.Sidik ragam volume akar 6 MSPT ... 90
61.Data pengamatan volume akar 8 MSPT ... 91
62.Sidik ragam volume akar 8 MSPT ... 91
63.Data pengamatan jumlah klorofil... 92
64.Sidik ragam jumlah klorofil ... 92
65.Data pengamatan kerapatan stomata (mm2) ... 93
66.Data pengamatan tebal kutikula (μm) ... 93
67.Data pengamatan umur berbunga (hss) ... 94
68.Data pengamatan umur panen (hss) ... 94
69.Data pengamatan produksi per sampel (g) ... 95
70.Sidik ragam produksi per sampel (g) ... 95
71.Data pengamatan produksi per plot (g/0,675 m2) ... 96
(17)
72.Sidik ragam produksi per plot (g/0,675 m2) ... 96
73.Data pengamatan bobot 1.000 biji (g) ... 97
74.Sidik ragam bobot 1.000 biji (g) ... 97
75.Data pengamatan indeks panen (%) ... 98
76.Sidik ragam indeks panen (%) ... 98
77.Lampiran nilai heritabilitas parameter ... 99
78.Data persentase jumlah anakan produktif ... 99
79.Kesimpulan data rataan amelioran pada komponen vegetatif ... 100
80.Kesimpulan data rataan amelioran pada komponen generatif ... 100
81.Kesimpulan data rataan varietas pada komponen vegetatif ... 100
82.Kesimpulan data rataan varietas pada komponen generatif ... 100
83.Kesimpulan data rataan interaksi pada komponen vegetatif ... 101
84.Kesimpulan data rataan interaksi pada komponen generatif ... 101
85.Jadwal pelaksanaan penelitian ... 102
(18)
ABSTRAK
OKTAVIANUS SINURAYA : Respon Beberapa Varietas Padi dan
Pemberian Amelioran Jerami Padi pada Tanah Salin, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. ROSMAYATI, MS. dan Ir. SYAFRUDDIN ILYAS.
Respon beberapa varietas padi dan pemberian amelioran jerami padi pada tanah salin belum banyak diteliti di daerah ini, untuk itu suatu penelitian telah dilakukan di Desa Tanjung Rejo (+ 3 mdpl), Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, pada November 2009 - April 2010 mengunakan rancangan acak kelompok faktorial dua faktor dengan tiga ulangan yaitu dosis amelioran (0, 1,8,dan 3,6 kg bokashi per plot) dan varietas (Ciherang, Lambur, Dendang dan Rojolele). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah anakan produktif, jumlah anakan maksimum, luas daun, bobot kering brangkasan, laju tumbuh relatif, laju assimilasi besih, volume akar, jumlah klorofil, kerapatan stomata, tebal kutikula, umur berbunga, umur panen, produksi per sampel, produksi per plot, bobot 1.000 biji dan indeks panen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa amelioran berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan luas daun. Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, anakan maksimum, luas daun, laju assimilasi besih, jumlah klorofil, produksi per sampel, produksi per plot, bobot 1.000 biji dan indeks panen. Interaksi kedua faktor berpengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan luas daun.
(19)
ABSTRACT
OKTAVIANUS SINURAYA : Response of Some Varieties Paddy and Ameliorant Straw of Paddy in Salinity Soil, supervised by Prof. Dr. Ir. ROSMAYATI, MS. and Ir. SYAFRUDDIN ILYAS.
Response of some varieties paddy and ameliorant straw of paddy in salinity soil have not been researched in this region, therefore, a research had been conducted at Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Province North Sumatera, in November 2009 - April 2010 using factorial randomized blok design with two factors and three raplications i.e. doses of ameliorant (0, 1,8 and 3,6 kg bokashi per plot) and varieties (Ciherang, Lambur, Dendang and Rojolele). Parameters measured were plant height, total of tiller, total of productive tiller, total of maximum tiller, leaf area, straw dry weight, relative grow rate, nett assimilation rate, root volume, total of clorophyl, stomata density, cuticle thickness, flowering age, harvest age, production per sample, production per plot, weight of 1.000 seed and harvest index.
The result showed that ameliorant dose affected significantly on plant height, total of productive tiller, leaf area. Varieties affected significanlty on plant height, total of tiller, total of maximum tiller, leaf area, nett assimilation rate, total of clorophyl, production per sample, production per plot, weight of 1.000 seed and harvest index. The interaction of the two factors affected significanlty on plant height and leaf area.
(20)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, padi
yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania. Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan
pada tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusahakan di daerah sub tropika (http://warintek.kab.bantul.go.id., 2008).
Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Dengan populasi sebesar 230 juta jiwa dan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 1,4% per tahun, pasokan beras pada saat ini telah telah mencapai tingkat terendah di dalam kurun waktu 30 tahun terakhir yang disertai oleh kenaikan harga beras dalam 10 tahun terakhir. Hal ini berarti bahwa Indonesia, sebagaimana negara-negara Asia lainnya, sementara mengalami permasalahan di dalam mengamankan pasokan beras untuk memberi makan pada rakyatnya. Pemerintah Indonesia berusaha untuk menjembatani kesenjangan yang terjadi melalui peningkatan produktifitas tanaman padi dan penghasilan para petani (http://www.aciar.gov.au, 2009).
Departemen pertanian (Deptan) memperkirakan tahun 2010 Indonesia dapat melakukan ekspor beras hingga 200 ribu ton atau meningkat 100 % dari tahun 2009 yaitu 100 ribu ton. Sejak tahun 2007 Indonesia mengalami surplus produksi gabah yang cukup besar yaitu satu juta ton, setelah itu pada tahun 2008 sebanyak 2,3 juta ton dan tahun 2009 diprediksi sebanyak 5,51 juta ton. Oleh
(21)
karena itu produksi padi harus terus ditingkatkan untuk mempertahankan swasembada beras dan memenuhi permintaan pasar dunia. Potensi produksi dapat ditingkatkan baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Secara intensifikasi dapat dilakukan dengan teknologi budidaya, pemakaian varietas unggul dan penanganan pasca panen yang baik. Secara ekstensifikasi dapat dilakukan dengan perluasan areal tanam ke lahan-lahan marginal atau lahan basah seperti lahan lebak, lahan gambut dan lahan salin.
Adanya konversi lahan pertanian ke nonpertanian dapat menurunkan produksi padi, hal ini terjadi karena berkurangnya luas lahan pertanian akibat penggunaan lahan untuk keperluan sarana pemukiman, industri maupun keperluan infrastruktur lainnya. Oleh karena itu potensi lahan sawah yang ada perlu dikembangkan terus untuk meningkatkan produksi sebagai alternatif mengatasi dampak dari konversi lahan pertanian ke nonpertanian. Strategi yang digunakan dalam mewujudkan upaya tersebut dapat dilakukan melalui tiga strategi yakni 1). Peningkatan produksi hasil, 2). Perluasan areal tanam (PAT), 3). Pengamanan produksi (Sudaryanto, 2005).
Pengembangan pertanian lahan pasang surut merupakan langkah strategis dalam menjawab tantangan peningkatan produksi pertanian yang makin kompleks. Dengan pengelolaan yang tepat melalui penerapan iptek yang benar, lahan pasang surut memiliki prospek besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian produktif terutama dalam rangka pelestarian swasembada pangan, diversifikasi produksi, peningkatan pendapatan dan lapangan kerja, serta pengembangan agribisnis dan wilayah (Suriadikarta dan Sutriadi, 2007).
(22)
Luas potensi lahan rawa dan pasang surut yang sesuai untuk dikembangkan menjadi lahan sawah mencapai 3,51 juta hektar, yang tersebar di Sumatera (1,92 juta ha), Jawa (0,12 juta ha), Kalimantan (1,01 juta ha), Sulawesi (0,31 juta ha), serta Maluku dan Papua (3,51 juta ha). Dari total luas lahan rawa dan pasang surut tersebut, yang sudah digunakan untuk lahan sawah baru sekitar 0,93 juta ha, sehingga masih ada sisa sekitar 2,57 juta ha yang dapat dikembangkan menjadi lahan sawah. Pada kondisi tanah demikian pengelolaan tanah dan hara menjadi salah satu kunci yang diterapkan untuk mencapai keberhasilan yang tinggi, dengan pengelolaan tanah dan hara yang baik maka kendala tersebut dapat diminimalkan. Salah satunya dengan menggunakan amelioran. Bahan amelioran dapat berupa bahan organik, kapur, dolomit, gipsum, dan abu batu bara. Bahan organik merupakan amelioran terbaik untuk memperbaiki sifat tanah. Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat/menahan air, sebagai perekat dalam pembentukan dan pemantapan agregat tanah. Bahan organik dapat berupa pupuk kandang, kompos, sekam, dan hasil pangkasan tanaman.
Penggunaan pupuk di tingkat petani terus meningkat seiring dengan meningkatnya dosis dan jenis pupuk yang digunakan dalam upaya meningkatkan produksi padi. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan dana, juga mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah dan pencemaran lingkungan, sedangkan pemberian pupuk yang terlalu sedikit tidak dapat memberikan tingkat produksi yang optimal. Rekomendasi pemupukan adalah suatu rancangan yang meliputi jenis dan takaran pupuk serta cara dan waktu pemupukan untuk tanaman pada areal tertentu. Dampak yang diharapkan dari
(23)
rekomemdasi pemupukan adalah tepat jenis, tepat takaran, tepat cara dan tepat waktu. Untuk itu diperlukan metode uji tanah, analisis tanaman atau metode pemupukan.
Salinitas merupakan cerminan dari kadar kandungan garam yang tidak ikut terlindi dan boleh jadi terakumulasi pada perakaran, terutama pada musim
kemarau. Pengaruh salinitas ini berkaitan dengan nilai tekanan osmotik. Kadar garam yang tinggi menjadikan tekanan osmotik larutan (di luar sel) meningkat sehingga larutan yang ada dalam tanaman (di dalam sel) terserap keluar. Dengan kata lain, penyerapan air dan hara oleh tanaman terhambat. Ketahanan tanaman terhadap kegaraman cukup beragam (Noor, 2004).
Melihat potensi untuk perluasan areal pertanaman padi ke lahan pasang surut masih terbuka luas dan padi merupakan komoditi strategis yang mendapat prioritas utama untuk menjaga ketahanan pangan, maka perlu dilakukan penelitian untuk mencari varietas padi yang sesuai dan dosis amelioran yang dapat memperbaiki kesuburan tanah salin sehingga memenuhi syarat pertumbuhan padi yang baik dan berproduksi tinggi.
Tujuan Penelitian
Mengetahui respon beberapa varietas padi dan pemberian amelioran jerami padi pada tanah salin.
Hipotesis Penelitian
Ada respon yang nyata pada pertumbuhan dan produksi tanaman padi akibat perbedaan dosis amelioran dan varietas serta interaksi kedua faktor tersebut pada tanah salin.
(24)
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya padi.
(25)
TINJAUAN PUSTAKA
Produksi nasional beras tahun 2007 meningkat 4,49 %, tahun 2008 (5,54 %), tahun 2009 (5,83 %), dan 2010 diperkirakan meningkat 4 %, maka akan
surplus 6 juta ton beras. Sementara pengadaan beras dalam negeri oleh Bulog sudah mencapai 3,6 juta ton dari target tahun 2009 sebanyak 3,8 juta ton. Saat ini target produksi beras Indonesia tahun 2010 menurut angka ramalan III (Aram III) BPS naik sebesar 4,45 % sehingga dengan kenaikan 4,45 % produksinya menjadi 66,32 juta ton GKG. Mimpi untuk bisa mengekspor beras kian mendekat menjadi sebuah kenyataan. Indonesia yang selama ini terkenal sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia, justru sudah melego berasnya ke luar negeri. Bahkan, pemerintah melalui Menteri Perdagangan akhirnya mengeluarkan kebijakan mengenai ekspor beras.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara (Sumut) menyebutkan, Angka Ramalan (ARAM) I produksi padi pada tahun 2010 ini diperkirakan sebesar 3.601.939 ton Gabah Kering Giling (GKG) naik sebesar 74.040 ton dibanding produksi Angka Sementara (ASEM) tahun 2009. Kenaikan produksi ini disebabkan oleh kenaikan luas panen sebesar 2.270 ha atau 0,30%, dan hasil per hektar juga mengalami kenaikan sebesar 0,83 ku/ha atau 1,81%. ASEM produksi padi tahun 2009 di Provinsi Sumut sebesar 3.527.899 ton GKG, meningkat sebesar 187.105 ton dibandingkan angka tetap (ATAP) produksi padi tahun 2008. Peningkatan produksi tahun 2009 tersebut juga disebabkan
karena meningkatnya hasil per hektar sebesar 1,28 ku/ha atau 2,87 %, dan luas panen juga mengalami kenaikan sebesar 19.867 hektar atau 2,65 %
(26)
Dinas Pertanian Sumut akan mencetak lahan pertanian sawah sebanyak 750 ha yang tersebar di beberapa kabupaten/kota. Perluasan lahan ini ditujukan untuk antisipasi kebutuhan beras yang dikhawatirkan semakin melonjak akibat pertumbuhan penduduk. Luas lahan pertanian sawah di Sumut seluas 498.557 ha tidak cukupi lagi untuk kebutuhan produksi padi. Untuk itu perlu penambahan lahan (http://www.sumutcyber.com., 2010).
Lahan rawa pasang surut dapat dikelompokkan dalam empat tipologi utama yakni (1) Lahan potensial, (2) Lahan sulfat masam, (3) Lahan gambut dan (4) Lahan salin. Dari total Lahan pasang surut 20,1 juta ha itu diperkirakan 2,07 juta ha dengan tipologi potensial (lahan dengan kendala paling minim), 6,70 juta ha tipologi sulfat masam, 10,89 juta ha tipologi gambut dan 0,44 juta ha tipologi lahan salin. Pada kondisi sekarang ini tersedia 30% yang dapat dijadikan sawah atau 756.000 ha dan 30% sebagai padi gogo (atau menanam palawija seperti kedelai, terserah keinginan petani dan kebutuhan pasar) atau sekitar 756.000 ha dan sisanya untuk komoditas pertanian lainnya. Badan Litbang Pertanian dalam 15 tahun terakhir ini sudah melakukan rangkaian kegiatan riset di lahan pasang surut dan lebak langsung di lahan petani dan sudah menemukan berbagai teknologi pertanian lahan pasang surut. Berbagai alternatif teknologi sudah dihasilkan meliputi: pengelolaan lahan dan tata air, pola tanam, varitas unggul padi pasang surut, ameliorasi tanah, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, alat dan mesin pertanian dan sistem usaha tani (Sianturi, 2005).
Penyediaan pangan, terutama beras, dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau tetap menjadi prioritas utama pembangunan nasional. Selain merupakan makanan pokok untuk lebih dari 95% rakyat Indonesia, padi juga telah
(27)
menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 20 juta rumah tangga petani di pedesaan. Dalam periode 1970-1990 laju pertumbuhan produksi padi cukup tajam, rata-rata 4,3% per tahun. Akan tetapi kemarau panjang yang terjadi beberapa tahun kemudian menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Dalam periode 1997-2000 produksi padi kembali meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,67% per tahun, terutama karena bertambahnya areal panen. Pada tahun 2007, produksi padi meningkat sebesar 4,96% dibandingkan dengan tahun 2006 sedangkan pada tahun 2008, menurut angka ramalan BPS, produksi padi nasional mencapai 60,28 juta ton gabah kering giling, meningkat 5,46% dibanding tahun 2007. Pencapaian ini telah mengantar Indonesia kembali meraih swasembada beras (http://www.puslittan.bogor.net., 2007).
Untuk meningkatkan kemampuan produksi beras nasional, beberapa upaya dapat dilakukan seperti pemeliharaan kapasitas sumber daya lahan dan perairan, perluasan lahan baku untuk produksi, peningkatan intensitas tanam, peningkatan produktivitas tanaman serta penekanan kehilangan hasil. Beberapa upaya yang dibutuhkan untuk memelihara kapasitas sumberdaya produksi pangan adalah:
a. Pembangunan dan rehabilitasi sistem irigasi, serta perbaikan pengelolaan sumber daya air dalam rangka menyediakan air yang cukup untuk pertanian. Untuk itu perlu dilakukan : (i) perbaikan dalam pengaturan, kelembagaan pengelolaan, dan pemanfaatan sumberdaya air, seperti penatagunaan ruang/wilayah dan penerapan peraturan secara disiplin, oleh Pemda dan Depdagri; (ii) fasilitasi pengelolaan sumber daya air dan pengairan oleh Meneg Kimpraswil; (iii) fasilitasi pemanfaatan lahan pertanian secara
(28)
produktif, efisien dan ramah lingkungan oleh Deptan; dan (iv) pemanfaatan dan pengawasan sumberdaya lahan dan perairan oleh masyarakat.
b. Menekan berlanjutnya alih fungsi lahan beririgasi kepada usaha non pertanian. Hal ini menyangkut pengaturan/pembatasan dengan sistem insentif yang dilaksanakan secara lintas institusi antara lain: (i) penetapan peraturan dan penerapannya secara disiplin oleh Pemda dan BPN; (ii) fasilitasi bagi pengembangan berbagai usaha masyarakat berbasis pertanian oleh Departemen Teknis; dan (iii) pengawasan oleh masyarakat sebagai pelaku usaha.
c. Membuka lahan pertanian baru pada lokasi-lokasi yang memungkinkan dengan tetap memperhatikan rencana tata ruang wilayah dan kaidah-kaidah kelestarian lingkungan; yang difasilitasi oleh Pemda.
(http://www.deptan.go.id., 2002).
Tanaman pangan yang sesuai dan dapat dikembangkan pada lahan pasang surut dan lebak adalah padi, jagung, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Dengan menggunakan varitas unggul padi dan palawija yang sudah beradaptasi di lahan pasang surut, telah dapat diperoleh produksi hasil padi 4-6 ton/ha, hasil kedelai 1,5-1,8 ton/ha, kacang tanah 1,6 ton/ha dan kacang hijau 1,2 ton/ha. Badan Litbang Pertanian melalui Badan Benih Nasional Departemen Pertanian telah melepas 9 varitas unggul padi pasang surut periode tahun 1991-2000 antara lain varitas Lematang, Sei Lalan, Banyuasin, Dendang, Batanghari, Sei Lilin, Inderagiri, dan Punggur. Namun varitas unggul padi lahan irigasi/sawah ada juga yang tumbuh baik dan berkembang di rawa seperti IR-42 dan IR-64. Banyak juga jenis padi lokal yang tumbuh dengan baik dengan nama setempat seperti Siputih,
(29)
Pontianak, Jalawara, Semut, Mesir, Ceko dan Tumbaran. Jenis padi lokal biasanya memiliki sifat cukup adaptif lingkungan, hanya saja umurnya panjang dan tingkat produksinya jauh di bawah varitas unggul. Kita mengetahui bahwa lahan irigasi banyak yang menyusut karena berubah fungsi menjadi nonpertanian di Jawa dan sekitar kota besar luar Jawa, sehingga harus dapat segera diganti dan lahan pasang surut adalah pilihan strategis. Teknologi pengelolaan lahan dan tata air, penggunaan varitas unggul tanaman pangan, penggunaan pupuk dan amelioran, sistem surjan, sistem kolam dengan unggas dan penggunaan alat dan mesin pertanian sudah banyak ''diadopsi'' petani (Sianturi, 2005).
Syarat Tumbuh Iklim
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45 0 LU–450 LS dengan cuaca panas dan kelembapan tinggi dengan musim
hujan 4 bulan. Rata–rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500–2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada
musim kemarau, produksi meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun, karena penyerbukan kurang intensif (http://www.warintek.ristek.go.id., 2008).
Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah mulai dari dataran rendah sampai
dataran tinggi. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian tempat 0–650 m dpl dengan temperatur 220 C–27 0 C sedangkan di
dataran tinggi 650–1.500 m dpl dengan temperatur 190 C–230 C (http://warintek.kab.bantul.go.id., 2008).
(30)
Tanah
Tanah sawah merupakan tanah yang sangat penting karena merupakan sumber daya alam yang utama dalam produksi beras. Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi, baik secara terus–menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).
Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang
memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan laut. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18–22 cm
(http://warintek.kab.bantul.go.id., 2008).
Keasaman tanah yang dikehendaki tanaman padi adalah antara pH 4,0–7,0. Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanah menjadi
netral (7,0). Pada prinsipnya, tanah berkapur dengan pH 8,1–8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral (http://www.warintek.ristek.go.id., 2008).
Keasaman tanah (pH) adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pertumbuhan tanaman. Dengan kata lain, keasaman tanah sebagai salah satu faktor penting yang menentukan potensi kesesuaian lahan untuk pertumbuhan tanaman bersama faktor–faktor lainnya (Musa, dkk, 2006).
Salinitas
Lahan salin atau pantai adalah lahan pasang surut yang terkena pengaruh intrusi air laut atau payau yang tanahnya dapat termasuk dalam katagori lahan potensial, lahan sulfat masam, atau gambut. Lahan salin mendapatkan intrusi air
(31)
laut lebih dari 3 bulan dalam setahun dan kandungan Na dalam larutan tanah antara 8-15% (Noor, 1996).
Istilah salin digunakan untuk menggambarkan tanah yang kaya kadar garamnya di dalam larutan tanah yang sangat tinggi. Persentase Na pada koloid tanah salin di bawah 15% dan pH-nya di bawah 8,5. Sifat fisik tanah salin cukup baik karena memiliki kandungan Ca yang cukup (Novizan, 2002).
Di Indonesia luas lahan rawa mencapai 39,98 juta ha dan lahan pasang surut mencapai 20,1 juta ha, lahan yang potensial 9,5 juta ha sedangkan yang ditanami baru 729,9 ribu ha (Alihamsyah, 2004).
Follet et al (1981) dalam Sipayung (2003) mengklasifikasikan tanah menurut salinitas atas tiga kelompok berdasarkan hasil pengukuran daya hantar listrik sebagai berikut :
1). Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd < 15% dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanah dapat menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman.
2). Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan Na-dd > 15% dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanah relatif rendah dan keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak permeabel terhadap air hujan dan air irigasi.
3). Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd > 15% dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah umumnya terdispersi dengan permeabilitas rendah dan sering tergenang jika diairi.
(32)
Air diserap oleh akar tanaman melalui suatu proses yang disebut osmosis, yang melibatkan pergerakan air dari tempat dengan konsentrasi garam rendah (tanah) ke tempat yang memiliki konsentrasi garam yang tinggi. Jika konsentrasi garam dalam tanah lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam sel-sel akar, tanah akan menyerap air dari akar, dan tanaman akan layu dan mati. Pengaruh yang merusak dari garam pada tanaman tidak hanya disebabkan oleh daya osmosis, tetapi juga oleh sodium (Na+) and Klor (Cl-) pada konsentrasi yang meracuni tanaman (http://www.fao.org/tsunami, 2009).
Beberapa tumbuhan tumbuh dan tahan dalam habitat dengan kandungan garam tinggi, yang kemudian halofit. Tumbuhan itu biasa hidup di pantai yang mesofit atau hidrofit tak dapat subur. Ketahanan terhadap garam merupakan kemampuan tumbuhan untuk melawan adanya akibat yang disebabkan oleh garam sehingga kerusakannya tidak serius (Hanum, 2009).
Penggunaan Varietas Toleran Salinitas
Spesies-spesies tanaman yang hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah termasuk dalam kelompok tanaman glikofita dan spesies-spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita. Pengenalan pengaruh tingkat salinitas merupakan bahan yang sangat berguna sehubungan dengan berbagai akibat kerusakan ataupun gangguan yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan tanaman. Melalui pengenalan gejala-gejala yang timbul pada tanaman akibat tingkat salinitas yang cukup tinggi, perbaikan struktur tanah akan dapat diupayakan seperlunya, ataupun pemilihan jenis tanaman yang cocok untuk lokasi pertanian yang bermasalah. Kerusakan yang
(33)
timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan, sebagai berikut ini :
a. Kerusakan stres langsung primer b. Kerusakan stres tak langsung primer
c. Kerusakan stres sekunder(dapat terjadi juga stres tersier) (http://www.fao.org/tsunami, 2009)
Penggunaan varietas toleran salinitas dan melakukan rotasi tanaman perlu dilakukan untuk mengatasi pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang umumnya sensitif terhadap garam. Pendekatan yang paling murah dan aman untuk fase perkembangan bibit atau fase perkecambahan karena umumnya tanaman sensitif pada fase pertumbuhan. Suasana salin di persemaian atau daerah perakaran akan mengurangi laju perkecambahan. Sebagian besar tanaman serealia yang ada, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, serta kacang-kacangan lainnya memberikan reaksi bervariasi dari semi toleran sampai sensitif. Tanaman serealia yang yang memberikan reaksi semi toleran adalah kedelai,shorgum dan gandum, sedangkan padi, kacang tanah, jagung, kacang tunggak memberikan reaksi yang sensitif (Jumberi dan Yufdy, 2009).
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan
(34)
sukulensi, penebalan kuitkula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).
Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan atau kedua–duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995).
Setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh (Yatim, 1991).
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperanan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan (Poehlman and Sleper, 1979).
Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi. Variasi yang
(35)
ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman, dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatulingkungan untuk mendapatkan genotif unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotif. Respon genotif terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001).
Ada dua macam perbedaan antara individu organisme yaitu perbedaan yang ditentukan oleh keadaan luar yaitu dapat ditelusuri dari kebakaan. Suatu fenotip individu merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan. Walaupun sifat khas fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan genotip atau lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisah itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya (Lovelles,1989).
Apabila salah satu faktor berpengaruh lebih kuat dari pada faktor yang lainnya maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan cara kerjanya akan menghasilkan hubungan yang tidak berpengaruh nyata dalam mendukung suatu pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002).
Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan
(36)
sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005) .
Pemberian Bahan Organik (Amelioran)
Bokashi adalah pupuk kompos yang dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Microorganisms 4). Keunggulan penggunaan teknologi EM4 adalah pupuk organik (kompos) dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara konvensional. EM4 sendiri mengandung Azotobacter sp., Lactobacillus sp., ragi, bakteri fotosintetik dan jamur pengurai selulosa. Bahan untuk pembuatan bokashi dapat diperoleh dengan mudah di sekitar lahan pertanian, seperti jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang atau serbuk gergaji. Namun bahan yang paling baik digunakan sebagai bahan pembuatan bokashi adalah dedak karena mengandung gizi yang sangat baik untuk mikroorganisme (FEATI/P3TIP, 2009).
Penggunaan pupuk bokashi EM merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan pada pertanian saat ini. Pupuk bokashi adalah pupuk organik (dari bahan jerami, pupuk kandang, sampah organik, dll) hasil fermentasi dengan teknologi EM-4 yang dapat digunakan unutk menyuburkan tanah dan menekan pertumbuhan patogen dalam tanah, sehingga efeknya dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Bagi petani yang menuntut pemakaian pupuk
(37)
yang praktis, bokashi merupakan pupuk organik yang dapat dibuat dalam beberapa hari dan siap dipakai dalam waktu singkat. Selain itu pembuatan pupuk bokashi biaya murah, sehingga sangat efektif dan efesien bagi petani padi, palawija, sayuran, bunga dan buah dalam peningkatan produksi tanaman (Muis, dkk, 2008).
Meningkatnya dosis bokashi dapat meningkatkan konsentrasi hara dalam tanah, terutama N, P, dan K serta unsur lainnya. Selain itu, bokashi juga dapat memperbaiki tata udara dan air tanah. Dengan demikian, perakaran tanaman akan berkembang dengan baik dan akar dapat menyerap unsur hara yang lebih banyak, terutama unsur hara N yang akan meningkatkan pembentukan klorofil, sehingga aktivitas fotosintesis lebih meningkat dan dapat meningkatkan ekspansi luas daun (Pangaribuan dan Pujisiswanto, 2008).
Aspek kompos bagi tanah dan tanaman antara lain meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur dan karakteristik tanah, meningkatkan kapasitas jerap air tanah, meningkatkan aktivitas mikroba tanah, meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen), menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman, menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman, meningkatkan ketersedian hara didalam tanah (Isroi, 2008).
Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari penggunaan kompos adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melelui perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik, kimiawi, maupun biologis (Yuwono, 2005).
(38)
Prinsip pembuatan bokashi sama dengan kompos yang diproses pembuatannya melalui fermentasi bahan organik dan EM. Bahan dasar yang dapat di buat bokashi adalah dedak, ampas kelapa, tepung ikan, dan lain-lain. Proses fermentasi bokashi terjadi dengan cepat 3-14 hari, kemudian hasilnya dapat segera dimanfaatkan. Meskipun belum keseluruhan bahan dasar bokashi mengalami fermentasi, tetapi sudah dapat digunakan sebagai pupuk. Apabila bokashi dimasukkan ke dalam tanah, maka bahan organiknya dapat digunakan sebagai sumber energi mikroorganisme efektif untuk hidup dan berkembang biak dalam tanah, dan sekaligus sebagai tambahan persediaan hara tanaman (Sutanto, 2002).
Mikroorganisme Efektif (EM) merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat (bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat, ragi, aktinomisetes, dan jamur peragian) yang dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Pemanfaatan EM dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, dan selanjutnya memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman (Sutanto, 2002).
(39)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang dengan ketinggian tempat + 3 m di atas permukaan laut dengan topografi datar. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan November 2009 sampai April 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih 4 varietas padi yaitu Dendang dan Lambur (varietas yang dianjurkan untuk tanah salin, berdasarkan rekomendasi Balitpa dan IRRI), Ciherang (varietas yang digunakan petani setempat), serta Rojolele (pembanding dengan varietas anjuran) sebagai objek pengamatan, air, sekam padi, jerami padi, dedak, gula, dan EM4 sebagai bahan untuk pembuatan bokashi, pupuk urea, PPC Atonik, Grow More, Decis, Snail Down, dan lain-lain.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hand tractor untuk mengolah lahan, cangkul untuk membuat plot, terpal sebagai alas untuk mencampur bahan-bahan bokashi, kantong plastik hitam sebagai tempat untuk menyimpan bokashi, label nama, meteran, timbangan, ember, gelas ukur, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan tiga ulangan, yaitu: Faktor 1: Amelioran (A) terdiri dari 3 taraf, yaitu:
(40)
A0 = Tanpa Bokashi
A1 = Bokashi jerami 3 ton/ha (1,8 kg/plot) A2 = Bokashi Jerami 6 ton/ha (3,6 kg/plot) Faktor 2: Varietas (V) terdiri dari 4 taraf, yaitu:
V1 = Ciherang V2 = Lambur V3 = Dendang V4 = Rojolele
Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu: A0V1 A1V1 A2V1
A0V2 A1V2 A2V2 A0V3 A1V3 A2V3 A0V4 A1V4 A2V4 Jumlah ulangan : 3 ulangan Jumlah kombinasi : 12
Jumlah Plot : 36 plot Jumlah tanaman per plot : 80 tanaman Jumlah sampel per plot : 25 tanaman Jumlah tanaman seluruhnya : 2.880 tanaman Jumlah sampel seluruhnya : 900 tanaman Jarak antar blok : 100 cm Jarak antar plot : 50 cm
Ukuran plot : 3 x 2 m = 6 m2 Jarak tanam : 25 x 30 cm
(41)
Metode Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dengan model linear sebagai berikut:
Yijk = μ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + Σijk i= 1,2,3 j= 1,2,3 k= 1,2,3,4
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi perlakuan amelioran pada taraf ke-j dan varietas pada taraf ke-k
μ = Nilai tengah perlakuan
ρi = Pengaruh blok pada taraf ke-i
αj = Pengaruh pemberian amelioran pada taraf ke-j
βk = Pengaruh varietas pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan amelioran pada taraf ke-j dan varietas pada taraf ke-k
Σijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan amelioran pada taraf ke-j dan varietas pada taraf ke-k
Jika analisis data nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan yaitu uji Duncan dengan taraf 5%.
Untuk menganalisis apakah hasil peubah amatan merupakan keragaman fenotip disebabkan lingkungan atau genotip, maka digunakan heritabilitas
Dimana :
H2 : Nilai duga heritabilitas
σ2
g : Varian genotip
σ2
(42)
Kriteria nilai heritabilitas menurut Standfield (1991) adalah : H tinggi > 0,5
H sedang = 0,2 – 0,5 H rendah < 0,2
Tabel 1. Nilai harapan kuadrat tengah bagi analisis RAK faktorial
Sumber keragaman
Derajat bebas
JK KT Estimasi kuadrat tengah
Blok (r-1) JKB KTB
Varietas (V) (a-1) JKV KTV σ2+ r σ2gp+ rb σ2g
Ameliorasi (A) (b-1) JKA KTA σ2+ r σ2gp+ ra σ2p
Interaksi VxA (a-1)(b-1) JKVxA KTVxA σ2+ r σ2gp
Error (ab-1)(r-1) JKE KTE σ2
Total abr-1 JKT
Pengamatan Parameter Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman mulai 2 minggu setelah pindah tanam, diukur mulai leher akar sampai dengan bagian tanaman yang tertinggi untuk setiap tanaman sampel tetap. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada umur 2, 4, 6 dan 8 MSPT.
Jumlah anakan (batang)
Jumlah seluruh anakan dihitung pada setiap rumpun tanaman sampel tetap dalam setiap plot. Penghitungan jumlah anakan dilakukan pada umur 2, 4, 6 dan 8 MSPT.
Jumlah anakan produktif (batang)
Jumlah anakan produktif dihitung pada setiap anakan yang mempunyai malai pada setiap rumpun tanaman sampel tetap dalam setiap plot setelah pemanenan.
(43)
Jumlah anakan maksimum (batang)
Jumlah anakan maksimum dihitung pada setiap rumpun tanaman sampel tetap dalam setiap plot sampai jumlah anakan berada pada jumlah maksimum.
Luas daun (cm2
)
Luas daun dihitung dengan menggunakan Leaf Area Meter. Luas daun dihitung pada setiap sampel tetap umur 2, 4, 6 dan 8 MSPT.
Bobot kering berangkasan (g)
Sebanyak 5 tanaman sampel destruktif tiap plot dicabut sampai akarnya pada umur 2, 4, 6 dan 8 MSPT. Kemudian dibersihkan, dikeringovenkan pada suhu 65oC hingga bobotnya konstan, selanjutnya tanaman ditimbang.
Laju tumbuh relatif (g.minggu-1)
Laju Tumbuh Relatif ditentukan dengan rumus: LTR =
(T2 – T1) (lnW2 – lnW1)
Dimana : W1 = Bobot kering tanaman pada waktu t1 W2 = Bobot kering tanaman pada waktu t2 T = Waktu (minggu)
Pengukuran LTR dilakukan pada 5 tanaman sampel destruktif umur 2, 4, 6 dan 8 MSPT.
Laju assimilasi bersih (g.cm-1.minggu-2)
Laju Assimilasi bersih (LAB) dinyatakan sebagai peningkatan bobot kering tanaman untuk setiap satuan luas daun dalam waktu tertentu. Harga LAB dihitung dengan rumus:
LAB = (W2 – W1) .
(T2 – T1) (A2 – A1) (lnA2 – lnA1)
(44)
Dimana : W1 = Bobot kering tanaman pada waktu t1 W2 = Bobot kering tanaman pada waktu t2 A1 = Luas daun pada waktu t1
A2 = Luas daun pada waktu t2
Pengukuran LAB dilakukan pada 5 tanaman sampel destruktif pada umur 2, 4, 6 dan 8 MSPT.
Volume akar (ml)
Volume akar diukur dengan cara mencabut tanaman hingga ke akar. Kemudian dibersihkan dengan air dan dikeringkan, kemudian dimasukkan kedalam beaker glass yang telah diisi penuh dengan air yang dialasi wadah penampung. Volume air yang tumpah pada wadah penampung kemudian diukur dengan menggunakan gelas ukur, dan dicatat sebagai volume akar. Pengamatan dilakukan pada tanaman sampel destruktif umur 2, 4, 6 dan 8 MSPT.
Jumlah klorofil
Kandungan klorofil daun dapat dihitung dengan alat klorofilmeter. Daun yang diamati adalah daun yang berada di tengah dan sudah terbuka sempurna. Pengukuran diambil pada tiga bagian yaitu pangkal, tengah dan ujung daun kemudian diambil rataannya dan dicatat sebagai jumlah klorofil. Pengamatan dilakukan pada tanaman sampel tetap yang berumur 6 mspt.
Kerapatan stomata (jumlah/mm2)
Parameter yang diamati adalah jumlah stomata tiap bidang pandang pada sampel 8 mspt dengan rumus:
Kerapatan stomata = jumlah stomata satuan luas bidang pandang
(45)
Tebal kutikula (μm)
Untuk mengukur tebal kutikula diambil dari daun yang segar dengan mengiris tipis secara melintang di bagian atas dan bawah epidermis lalu diletakkan diatas objek glass kemudian ditetesi dengan etanol dan sodium hipoklorit. Setelah itu diwarnai dengan larutan Sudan III dan ditutup dengan kaca penutup lalu diamati dengan mikroskop cahaya. Pengamatan dilakukan pada tanaman sampel tetap umur 8 MSPT.
Umur berbunga (Hari Setelah Semai)
Umur berbunga dihitung mulai dari semai sampai pada saat tanaman memasuki masa generatif setelah mulai berbunga 75 %.
Umur panen (HSS)
Umur panen dihitung mulai dari semai sampai pada saat pemanenan.
Produksi per sampel (g)
Produksi per sampel diperoleh dengan menimbang berat butir/gabah per sampel. Pengamatan dilakukan setelah panen.
Produksi per plot (g/0,675 m2)
Produksi per plot diperoleh dengan menimbang berat butir/gabah per plot. Pengamatan dilakukan setelah panen.
Bobot 1.000 butir (g)
Bobot 1.000 butir diperoleh dengan menimbang 1.000 butir gabah dalam tiap plot dengan menggunakan timbangan digital. Pengamatan dilakukan setelah panen.
Indeks panen (%)
(46)
Indeks panen = bobot biji per sampel
bobot biji per sampel + bobot brangkasan
x 100%
Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan
Lahan yang digunakan adalah area persawahan yang tergolong tanah salin di daerah Kecamatan Percut Sei Tuan dengan pH = 8.5 dan DHL = 5.9. Sebelum lahan diolah, terlebih dahulu lahan dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman dengan menggunakan cangkul. Kemudian lahan diolah dengan menggunakan hand tractor, dan dibuat plot dengan menggunakan cangkul dengan ukuran 3 x 2 m = 6 m2, dengan jarak antar blok 100 cm dan jarak antar plot 50 cm.
Pembuatan bokashi jerami
Bahan pembuatan bokashi adalah jerami yang telah dipotong sehingga jerami berukuran sekitar 5-10 cm. Kemudian ditambahkan dedak dan sekam dan dicampur merata di atas lantai yang telah dilapisi dengan terpal. Perbandingan bahan jerami : sekam padi : dedak adalah 10 :10 : 0.5. Untuk membuat 200 kg bokashi jerami dibutuhkan sebanyak 100 kg jerami, 100 kg sekam padi dan dedak sebanyak 5 kg.
Selanjutnya dibuat larutan dari EM4 (10 ml), Gula (10 ml) dan air dengan perbandingan 1ml : 1ml : 1 liter air untuk membuat 20 kg bahan kompos. Bahan larutan disiramkan secara bertahap diatas campuran jerami hingga terbentuk adonan. Adonan yang terbentuk jika dikepal dengan tangan, maka tidak ada air yang keluar dari adonan. Begitu juga bila kepalan dilepaskan maka adonan kembali mengembang (kandungan air sekitar 30%).
(47)
Adonan tersebut selanjutnya dibuat menjadi sebuah gundukan setinggi 15-20 cm. Adonan selanjutnya dimasukkan ke karung plastik selama 3-4 hari. Selama dalam proses, suhu bahan dipertahankan antara 40-50oC. Jika suhu bahan melebihi 50oC, maka karung penutup dibuka dan bahan adonan dibolak-balik dan selanjutnya gundukan ditutup kembali. Setelah 4 hari karung goni dapat dibuka. Pembuatan bokashi dikatakan berhasil jika bahan bokashi terfermentasi dengan baik. Ciri-cirinya adalah bokashi akan ditumbuhi oleh jamur yang berwarna putih dan aromanya sedap. Sedangkan jika dihasilkan bokashi yang berbau busuk, maka pembuatan bokashi gagal.
Aplikasi amelioran
Amelioran diaplikasikan 2 minggu sebelum bibit padi dipindah tanam dari persemaian. Pemberiannya dilakukan dengan cara menyebarkan amelioran pada setiap plot berdasarkan perlakuan.
Penyemaian benih
Benih padi yang digunakan adalah varietas Rojolele, Dendang, Ciherang, dan Lambur. Benih direndam selama 24 jam dalam air, kemudian ditiriskan dan dimasukkan ke dalam karung selama 2 hari agar berkecambah. Bedengan dibuat ukuran 2 x 3 sebanyak 4 bedengan untuk menyemaikan keempat varietas dan bedengan semai dipagar dengan plastik untuk mencegah tikus masuk. Satu hari sebelum semai pada petakan di tabur pupuk urea.
Selanjutnya benih ditabur di persemaian yang dilakukan langsung di lahan untuk membantu tanaman beradaptasi pada masa perkecambahan dan pertumbuhan awal. Setelah bibit berumur 30 hari baru dipindah tanam ke areal penelitian.
(48)
Pemeliharaan tanaman 1. Pengairan
Pengairan dilakukan dengan membuat saluran air pada setiap plot untuk mengairi sawah. Pengairan dilakukan dengan menggunakan pompa air karena permukaan sawah lebih tinggi dari saluran irigasi.
2. Penyulaman
Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang mati, layu atau patah. Penyulaman dilakukan 7 hari setelah pindah tanam.
3. Pemupukan
Pemupukan N dilakukan tiga tahap : 1/3 bagian diberikan pada 7 hari setelah pindah tanam, 1/3 bagian 21 hari setelah pindah tanam dan 1/3 bagian 35 hari setelah pindah tanam.
4. Penyiangan
Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi gulma dilahan. Penyiangan dapat dilakukan secara manual yaitu menggunakan tangan atau dapat juga dengan menggunakan cangkul.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan Decis untuk insektisida, Snaildown untuk mengendalikan keong mas. Pengendalian dilakukan sesuai dengan kondisi dilapangan.
6. Penyemprotan Pupuk Organik Cair
Penyemprotan dengan pupuk organik cair PPC Atonik serta Grow More dilakukan pada saat tanaman sudah mulai bermalai dengan konsentrasi volume semprot 1 ml/liter air. Larutan disemprotkan merata ke seluruh tanaman padi.
(49)
Pemanenan
Pemanenan dilakukan apabila padi telah matang secara fisiologis yaitu bulir-bulir padi dan tanaman padi sudah menguning. Tangkai malai sudah merunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah, bila butirnya sudah keras berisi maka padi sudah siap untuk dipanen.
(50)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari data dan analisis sidik ragam, diketahui bahwa ameliorasi berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 6 MSPT, 8 MSPT, jumlah anakan produktif, dan luas daun 4 MSPT, 6 MSPT.
Perlakuan varietas berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 2 - 8 minggu setelah pindah tanam (MSPT), jumlah anakan 2 - 8 MSPT, jumlah anakan maksimum, luas daun 2 - 8 MSPT, LAB 6 MSPT - 4 MSPT, jumlah klorofil, produksi per sampel, produksi per plot, bobot 1000 biji dan indeks panen.
Interaksi antara ameliorasi dan varietas berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 8 MSPT dan luas daun 6 MSPT.
Tinggi tanaman (cm)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 7 – 14) dapat dilihat bahwa amelioran berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 6 dan 8 MSPT dan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 2 – 8 MSPT, sedangkan interaksi berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman pada 8 MSPT.
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm) padi 8 mspt dengan perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas.
Varietas (V)
Amelioran (A)
Rataan A0
(0 kg/plot)
A1
(1,8 kg/plot)
A2
(3,6 kg/plot)
V1 = Ciherang 65,33 d 65,47 d 64,67 de 65,16 b
V2 = Lambur 71,20 c 61,00 ef 59,53 fg 63,91 b
V3 = Dendang 56,60 gh 54,27 h 60,00 fg 56,96 c
V4 = Rojolele 91,47 a 84,53 b 87,67 ab 87,89 a
Rataan 71,15 a 66,32 b 67,97 b 68,48
Keterangan: Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
(51)
Tabel 2. Menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana pada pengamatan 8 MSPT didapat bahwa perlakuan V2 berbeda nyata dengan V3 dan V4, tetapi tidak berbeda nyata dengan V1, rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan V4 yaitu 87,89, sedangkan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan V3 yaitu 56,96.
Tabel 2. Juga menunjukkan bahwa amelioran berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana pada pengamatan 8 MSPT perlakuan A1 berbeda nyata dengan A0 tetapi tidak berbeda nyata dengan A2, rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan A0 yaitu 71,15, sedangkan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu 66,32.
Tabel 2. Juga menunjukkan bahwa interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada pengamatan 8 MSPT, dimana pada pengamatan 8 MSPT didapat bahwa interaksi perlakuan A0V4 berbeda nyata dengan interaksi perlakuan A1V4 tetapi tidak berbeda nyata dengan interaksi perlakuan A2V4. Pada pengamatan 8 MSPT rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan A0V4 yaitu 91,47, sedangkan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada interaksi perlakuan A1V3 yaitu 54,27.
Jumlah anakan (batang)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 15 - 22) dapat dilihat bahwa amelioran berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan, sedangkan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan pada 2 - 8 MSPT, dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan.
(52)
Tabel 3. Rataan jumlah anakan padi 8 mspt dengan perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas.
Varietas (V) Amelioran (A) Rataan A0 (0 kg/plot) A1 (1,8 kg/plot) A2 (3,6 kg/plot)
V1 = Ciherang 16,47 16,73 17,80 17,00 b
V2 = Lambur 19,20 18,60 17,87 18,56 ab
V3 = Dendang 19,33 19,87 19,47 19,56 a
V4 = Rojolele 11,33 13,47 15,13 13,31 c
Rataan 16,58 17,17 17,57 17,11
Keterangan: Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)pada taraf 5%
Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan, dimana pada pengamatan 8 MSPT didapat bahwa perlakuan V3 berbeda nyata dengan V4, tetapi tidak berbeda nyata dengan V2. Pada pengamatan 8 MSPT rataan jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 19,56, sedangkan jumlah anakan terendah masing masing terdapat pada perlakuan V4 yaitu 13,31.
Jumlah anakan produktif (batang)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 23 - 24) dapat dilihat bahwa perlakuan amelioran berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan produktif, sedangkan perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif.
Tabel 4. Rataan jumlah anakan produktif pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas.
Varietas (V) Amelioran (A) Rataan A0 (0 kg/plot) A1 (1,8 kg/plot) A2 (3,6 kg/plot)
V1 = Ciherang 12,67 14,47 15,20 14,11
V2 = Lambur 13,73 17,47 14,93 15,38
V3 = Dendang 12,40 18,53 15,53 15,49
V4 = Rojolele 12,83 12,50 14,67 13,33
Rataan 12,91 b 15,74 a 15,08 ab 14,58
Keterangan: Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
(53)
Dari Tabel 4. dapat dilihat bahwa perlakuan A1 berbeda nyata dengan A0, tetapi tidak berbeda nyata dengan A2, rataan jumlah anakan produktif tertinggi terdapat pada perlakuan A1 yaitu 15,74 dan rataan terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu 12,91.
Jumlah anakan maksimum (batang)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 25 - 26) dapat dilihat bahwa perlakuan amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum, sedangkan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah anakan maksimum perlakuan dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan maksimum.
Tabel 5. Rataan jumlah anakan maksimum pada perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas.
Varietas (V)
Amelioran (A)
Rataan A0
(0 kg/plot)
A1
(1,8 kg/plot)
A2
(3,6 kg/plot)
V1 = Ciherang 17,67 18,00 19,17 18,28 bc
V2 = Lambur 19,67 21,00 18,67 19,78 b
V3 = Dendang 20,83 23,33 23,33 22,50 a
V4 = Rojolele 17,00 15,33 19,00 17,11 c
Rataan 18,79 19,42 20,04 19,42
Keterangan: Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)pada taraf 5%
Dari Tabel 5. dapat dilihat bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan V3 tetapi tidak berbeda nyata dengan V2 dan V4. Rataan jumlah anakan maksimum tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 22,50 dan rataan terendah terdapat pada perlakuan V4 yaitu 17,11.
Luas daun (cm2)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 27 - 34) dapat dilihat bahwa perlakuan amelioran berpengaruh nyata terhadap luas daun
(54)
pada 4 dan 6 MSPT, sedangkan varietas berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun pada 2 hingga 8 MSPT perlakuan dan interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata terhadap luas daun pada 6 MSPT.
Tabel 6. Rataan luas daun padi 8 MSPT dengan perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas.
Varietas (V) Amelioran (A) Rataan A0 (0 kg/plot) A1 (1,8 kg/plot) A2 (3,6 kg/plot)
V1 = Ciherang 40,04 37,71 38,53 38,76 b
V2 = Lambur 43,63 38,05 33,79 38,49 b
V3 = Dendang 34,57 33,60 39,02 35,73 b
V4 = Rojolele 61,70 54,50 59,84 58,68 a
Rataan 44,98 40,97 42,79 42,92
Keterangan: Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT)pada taraf 5%
Tabel 6. Menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap luas daun, dimana pada pengamatan 8 MSPT didapat bahwa perlakuan V2 berbeda nyata dengan perlakuan V4, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan V1 dan V3. Pada pengamatan 8 MSPT rataan luas daun tertinggi terdapat pada perlakuan V4 yaitu 58,68, sedangkan rataan luas daun terendah terdapat pada perlakuan V3 yaitu 35,73.
Bobot kering berangkasan (g)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 35 - 42) dapat dilihat bahwa perlakuan amelioran, perlakuan varietas dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot berangkasan.
Tabel 7. Rataan bobot berangkasan padi 8 MSPT dengan perlakuan amelioran, varietas serta interaksi amelioran dan varietas.
Varietas (V) Amelioran (A) Rataan A0 (0 kg/plot) A1 (1,8 kg/plot) A2 (3,6 kg/plot)
V1 = Ciherang 34,08 39,43 37,35 36,95
V2 = Lambur 35,44 35,12 40,29 36,95
V3 = Dendang 40,13 44,10 46,58 43,61
V4 = Rojolele 40,94 44,34 47,15 44,14
(55)
Tabel 7. menunjukkan bahwa amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap bobot berangkasan, dimana pada pengamatan 8 MSPT rataan bobot berangkasan tertinggi terdapat pada perlakuan A3 yaitu 42,84, sedangkan rataan bobot berangkasan terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu 37,65.
Tabel 7. menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap bobot berangkasan, dimana pada pengamatan 8 MSPT rataan bobot berangkasan tertinggi terdapat pada perlakuan V4 yaitu 44,14, sedangkan rataan bobot berangkasan terendah terdapat pada perlakuan V1 dan V2 yaitu 36,95.
Tabel 7. menunjukkan bahwa interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot berangkasan, dimana pada pengamatan 8 MSPT rataan bobot berangkasan tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan A2V4 yaitu 47,15, sedangkan rataan bobot berangkasan terendah terdapat pada interaksi perlakuan A0V1 yaitu 34,08.
Laju tumbuh relatif (g.minggu-1)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 43 - 48) dapat dilihat bahwa perlakuan amelioran, perlakuan varietas dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif (LTR).
Tabel 8. Rataan laju tumbuh relatif (LTR) padi 4-2 MSPT hingga 8-6 MSPT dengan perlakuan amelioran dan perlakuan varietas.
Perlakuan Minggu Setelah Pindah Tanam (MSPT)
4 - 2 6 - 4 8 - 6
Amelioran (A)
A0 (0 kg/plot) 0,45 0,36 0,32
A1 (1,8 kg/plot) 0,41 0,31 0,29
A2 (3,8 kg/plot) 0,37 0,38 0,30
Varietas (V)
V1 = Ciherang 0,37 0,31 0,29
V2 = Lambur 0,44 0,33 0,32
V3 = Dendang 0,40 0,40 0,30
(56)
Tabel 8. menunjukkan bahwa amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif (LTR), dimana pada pengamatan 4 - 2 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan A0 yaitu 0,45, sedangkan rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan A2 yaitu 0,37. Pada pengamatan 6 - 4 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yaitu 0,38, sedangkan rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu 0,31. Pada pengamatan 8 - 6 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan A0 yaitu 0,32, sedangkan rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu 0,29.
Tabel 8. menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif (LTR), dimana pada pengamatan 4 - 2 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan V2 yaitu 0,44, sedangkan rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 0,37. Pada pengamatan 6 - 4 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 0,40, sedangkan rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 0,31. Pada pengamatan 8 - 6 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan V2 yaitu 0,32, rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 0,29.
Tabel 9. Rataan laju tumbuh relatif (LTR) padi 4-2 MSPT hingga 8–6 MSPT dengan perlakuan interaksi amelioran dan varietas.
Perlakuan Minggu Setelah Pindah Tanam (MSPT)
4 - 2 6 - 4 8 - 6
A0V1 0,30 0,29 0,26
A0V2 0,61 0,36 0,42
A0V3 0,41 0,42 0,29
A0V4 0,46 0,39 0,30
A1V1 0,48 0,30 0,31
A1V2 0,31 0,27 0,24
A1V3 0,36 0,34 0,32
A1V4 0,50 0,34 0,28
A2V1 0,34 0,35 0,29
A2V2 0,40 0,36 0,28
(57)
Tabel 9. menunjukkan bahwa interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap laju tumbuh relatif (LTR), dimana pada pengamatan 4 - 2 MSPT rataan laju tumbuh relatif (LTR) tertinggi terdapat pada perlakuan A0V2 yaitu 0,61, sedangkan rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan A0V1 yaitu 0,30. Pada pengamatan 6 - 4 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan A2V3 yaitu 0,45, sedangkan rataan LTR terendah terdapat pada perlakuan A1V2 yaitu 0,27. Pada pengamatan 8 - 6 MSPT rataan LTR tertinggi terdapat pada perlakuan A0V2 yaitu 0,42, sedangkan rataan LTR terendah masing-masing terdapat pada perlakuan A1V2 yaitu 0,24.
Laju assimilasi bersih (g.cm-2.minggu-1)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 49 - 54) dapat dilihat bahwa perlakuan amelioran, sedangkan varietas berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih (LAB) pada pengamatan 6 – 4 MSPT perlakuan dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih (LAB).
Tabel 10. Rataan laju asimilasi bersih (LAB) padi 4–2 MSPT hingga 8-6 MSPT dengan perlakuan amelioran dan perlakuan varietas.
Perlakuan Minggu Setelah Pindah Tanam (MSPT)
4 - 2 6 - 4 8 - 6
Amelioran (A)
A0 (0 kg/plot) 0,41 0,44 1,10
A1 (1,8 kg/plot) 0,36 0,53 0,94
A2 (3,8 kg/plot) 0,55 0,64 0,52
Varietas (V)
V1 = Ciherang 0,55 0,34 b 0,65
V2 = Lambur 0,30 0,43 b 1,01
V3 = Dendang 0,37 0,93 a 0,93
V4 = Rojolele 0,54 0,45 b 0,84
Keterangan: Angka – angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
(58)
Tabel 10. menunjukkan bahwa amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih (LAB), dimana pada pengamatan 4 - 2 MSPT rataan LAB tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yaitu 0,55, sedangkan rataan LAB terendah terdapat pada perlakuan A1 yaitu 0,36. Pada pengamatan 6 - 4 MSPT rataan LAB tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yaitu 0,64, sedangkan rataan LAB terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu 0,44. Pada pengamatan 8 - 6 MSPT rataan LAB tertinggi terdapat pada perlakuan A0 yaitu 1,10, sedangkan rataan LAB terendah terdapat pada perlakuan A2 yaitu 0,52.
Tabel 10. menunjukkan bahwa varietas berpengaruh nyata terhadap laju asimilasi bersih (LAB). Pada pengamatan 6 - 4 MSPT didapat bahwa perlakuan V1 berbeda nyata dengan perlakuan V3, tetapi tidak berbeda nyata dengan V2 dan V4. Pada pengamatan 6 - 4 MSPT laju asimilasi bersih (LAB) tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 0,93, sedangkan laju asimilasi bersih (LAB) terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 0,34.
Tabel 11. Rataan laju asimilasi bersih (LAB) padi 4–2 MSPT hingga 8-6 MSPT dengan perlakuan interaksi amelioran dan varietas.
Perlakuan Minggu Setelah Pindah Tanam (MSPT)
4 - 2 6 - 4 8 - 6
A0V1 0,77 0,32 0,26
A0V2 1,41 0,31 0,42
A0V3 1,45 0,66 0,29
A0V4 0,79 0,46 0,30
A1V1 0,83 0,32 0,31
A1V2 1,23 0,37 0,24
A1V3 0,76 1,16 0,32
A1V4 0,95 0,27 0,28
A2V1 0,35 0,38 0,29
A2V2 0,40 0,62 0,28
A2V3 0,58 0,96 0,29
A2V4 0,77 0,61 0,33
(59)
4 - 2 MSPT rataan LAB tertinggi terdapat pada perlakuan A0V3 yaitu 1,45, sedangkan rataan LAB terendah terdapat pada perlakuan A2V1 yaitu 0,35. Pada pengamatan 6 - 4 MSPT rataan LAB tertinggi terdapat pada perlakuan A1V3 yaitu 1,16, sedangkan rataan LAB terendah terdapat pada perlakuan A1V4 yaitu 0,27. Pada pengamatan 8 - 6 MSPT rataan LAB tertinggi terdapat pada perlakuan A0V2 yaitu 0,42, sedangkan rataan LAB terendah masing-masing terdapat pada perlakuan A1V2 yaitu 0,24.
Volume akar (ml)
Dari tabel pengamatan dan hasil analisis sidik ragam (lampiran 55 - 62) dapat dilihat bahwa perlakuan amelioran, perlakuan varietas dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar.
Tabel 12. Rataan volume akar padi 8 MSPT dengan perlakuan amelioran, Varietas dan interaksi perlakuan amelioran dan varietas.
Varietas (V)
Amelioran (A) Rataan
A0
(0 kg/plot)
A1
(1,8 kg/plot)
A2
(3,6 kg/plot)
V1 = Ciherang 34,63 32,93 33,23 33,60
V2 = Lambur 30,43 36,13 42,53 36,37
V3 = Dendang 36,93 35,03 37,87 36,61
V4 = Rojolele 31,33 30,43 32,87 31,54
Rataan 33,33 33,63 36,63 34,53
Tabel 12. menunjukkan bahwa amelioran tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar, dimana pada pengamatan 8 MSPT rataan volume akar tertinggi terdapat pada perlakuan A2 yaitu 36,63, sedangkan volume akar terendah terdapat pada perlakuan A0 yaitu 33,33.
Tabel 12. menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar, dimana pada pengamatan 8 MSPT rataan volume akar tertinggi
(1)
Lampiran 73. Data pengamatan bobot 1.000 biji (g)
PERLAKUAN Blok TOTAL RATAAN
I II III
A0V1 24,00 24,00 22,50 70,50 23,50
A0V2 23,00 25,50 21,00 69,50 23,17
A0V3 22,50 24,00 21,50 68,00 22,67
A0V4 27,00 28,50 27,50 83,00 27,67
A1V1 25,50 24,00 24,00 73,50 24,50
A1V2 24,50 26,00 23,00 73,50 24,50
A1V3 21,50 21,00 21,00 63,50 21,17
A1V4 26,50 29,75 29,00 85,25 28,42
A2V1 24,00 24,00 24,00 72,00 24,00
A2V2 25,50 24,50 25,00 75,00 25,00
A2V3 22,50 21,50 21,50 65,50 21,83
A2V4 29,00 30,00 30,00 89,00 29,67
TOTAL 295,50 302,75 290,00 888,25
RATAAN 24,63 25,23 24,17 24,67
Lampiran 74. Sidik ragam tinggi tanaman 8 MSPT (cm) SIDIK RAGAM
SUMBER KERAGAMAN db JK KT F Hit F 05
BLOK 2 6,82 3,41 3,26 tn 3,44
PERLAKUAN 11 229,69
VARIETAS 3 213,28 71,09 68,08 * 3,05
AMELIORAN 2 4,61 2,30 2,21 tn 3,44
LINEAR 1 4,59 4,59 4,40 * 4,30 KUADRATIK 1 0,01 0,01 0,01 tn 4,30
V x A 6 11,80 1,97 1,88 tn 2,55
GALAT 22 22,98 1,04
TOTAL 35 259,48
Ket : * = nyata tn = tidak nyata FK = 21916,3 KK = 4,14%
(2)
Lampiran 75. Data pengamatan indeks panen (%)
PERLAKUAN Blok TOTAL RATAAN
I II III
A0V1 37,50 41,21 22,47 101,18 33,73
A0V2 38,50 44,19 31,26 113,95 37,98
A0V3 37,16 32,54 23,48 93,18 31,06
A0V4 24,09 31,64 20,23 75,96 25,32
A1V1 30,57 28,55 33,48 92,60 30,87
A1V2 33,35 39,79 35,19 108,33 36,11
A1V3 30,42 32,66 35,70 98,78 32,93
A1V4 17,40 21,20 25,02 63,62 21,21
A2V1 37,14 30,01 33,79 100,94 33,65
A2V2 42,43 28,56 42,13 113,12 37,71
A2V3 32,35 33,63 29,14 95,12 31,71
A2V4 33,03 19,93 32,07 85,03 28,34
TOTAL 393,94 383,91 363,96 1141,81
RATAAN 32,83 31,99 30,33 31,72
Lampiran 76. Sidik ragam indeks panen (%) SIDIK RAGAM
SUMBER KERAGAMAN db JK KT F Hit F 05
BLOK 2 38,82 19,41 0,57 tn 3,44
PERLAKUAN 11 802,78
VARIETAS 3 698,34 232,78 6,81 * 3,05
AMELIORAN 2 41,41 20,71 0,61 tn 3,44
LINEAR 1 4,12 4,12 0,12 tn 4,30 KUADRATIK 1 37,30 37,30 1,09 tn 4,30
V x A 6 63,02 10,50 0,31 tn 2,55
GALAT 22 752,04 34,18
(3)
Lampiran 77. Nilai heritabilitas parameter
Parameter
Nilai Heritabilitas V1
(Ciherang)
V2
(Lambur)
V3
(Dendang)
V4
(Rojolele)
Tinggi Tanaman 0,53 0,95 0,77 0,86
Luas Daun 0,80 0,75 0,79 0,60
Bobot Brangkasan 0,30 0,22 0,43 0,47
Jumlah Anakan 0,23 0,51 0,04 0,77
Volume Akar 0,24 0,68 0,30 0,46
Indeks Panen 0,14 0,05 0,10 0,44
Bobot 1.000 Biji 0,67 0,61 0,72 0,87
Produksi Per Plot 0,07 0,21 0,81 0,60
Produksi Per Sampel 0,07 0,21 0,81 0,60
Jumlah Klorofil 0,88 0,74 0,73 0,32
Jumlah Anakan Produktif 0,68 0,80 0,60 0,42
Jumlah Anakan Maksimum 0,37 0,74 0,51 0,60
Lampiran 78. Persentase jumlah anakan produktif (%)
Perlakuan
Jumlah anakan Produktif
(anakan)
Jumlah anakan maksimum
(anakan)
Persentase jumlah anakan
produktif (%)
A0V1 12,67 17,67 71,70
A0V2 13,73 19,67 69,80
A0V3 12,40 20,83 59,52
A0V4 12,83 17,00 75,47
A1V1 14,47 18,00 80,38
A1V2 17,47 21,00 83,19
A1V3 18,53 23,33 79,42
A1V4 12,50 15,33 81,53
A2V1 15,20 19,17 79,29
A2V2 14,93 18,67 79,96
A2V3 15,53 23,33 66,56
(4)
Lampiran 79. Kesimpulan data rataan amelioran pada komponen Pertumbuhan
Amelioran TT JA JAM LD BKB VA JK
A0 71,15 16,58 18,79 44,98 37,65 33,33 33,47 A1 66,32 17,17 19,42 40,97 40,75 33,63 33,53 A2 67,97 17,57 20,04 42,79 42,84 36,63 33,14 Lanmpiran 80. Kesimpulan data rataan amelioran pada komponen produksi
Amelioran JAP PPS PPP BSB IP
A0 12,91 19,82 317,25 24,25 32,02
A1 15,74 19,95 319,32 24,65 30,28
A2 15,08 22,32 357,14 25,13 32,85
Lampiran 81. Kesimpulan data rataan varietas pada komponen pertumbuhan
Varietas TT JA JAM LD BKB VA JK
V1 65,16 17,00 18,28 38,76 36,95 33,60 34,60 V2 63,91 18,56 19,78 38,49 36,95 36,37 33,78 V3 56,96 19,56 22,50 35,73 43,61 36,61 35,94 V4 87,89 13,31 17,11 58,68 44,14 31,54 29,20 Lampiran 82. Kesimpulan data rataan varietas pada komponen produksi
Varietas JAP PPS PPP BSB IP
V1 14,11 19,40 310,51 24,00 32,75
V2 15,38 23,45 375,34 24,22 37,27
V3 15,49 22,77 364,34 21,89 31,90
(5)
Lampiran 83. Kesimpulan data rataan interaksi pada komponen pertumbuhan
Perlakuan TT JA JAM LD BKB VA JK KS TK
A0V1 65,33 16,47 17,67 40,04 34,08 34,63 34,85 253,91 3,34
A0V2 71,20 19,20 19,67 43,63 35,44 30,43 33,22 218,11 2,50
A0V3 56,60 19,33 20,83 34,57 40,13 36,93 36,66 315,64 4,15
A0V4 91,47 11,33 17,00 61,70 40,94 31,33 29,13 266,09 2,50
A1V1 65,47 16,73 18,00 37,71 39,43 32,93 35,69 274,13 2,50
A1V2 61,00 18,60 21,00 38,05 35,12 36,13 34,93 309,09 3,50
A1V3 54,27 19,87 23,33 33,60 44,10 35,03 35,42 316,77 3,34
A1V4 84,53 13,47 15,33 54,50 44,34 30,43 28,09 225,00 3,65
A2V1 64,67 17,80 19,17 38,53 37,35 33,23 33,26 333,33 3,34
A2V2 59,53 17,87 18,67 33,79 40,29 42,53 33,20 299,67 3,34
A2V3 60,00 19,47 23,33 39,02 46,58 37,87 35,73 257,14 3,50
A2V4 87,67 15,13 19,00 59,84 47,15 32,87 30,38 266,97 1,84
Lampiran 84. Kesimpulan data rataan interaksi pada komponen produksi
Perlakuan JAP PPS PPP BSB IP
A0V1 12,67 18,80 300,83 23,50 33,73
A0V2 13,73 24,20 387,27 23,17 37,98
A0V3 12,40 19,43 310,93 22,67 31,06
A0V4 12,83 16,87 269,95 27,67 25,32
A1V1 14,47 19,29 308,80 24,50 30,87
A1V2 17,47 22,24 355,87 24,50 36,11
A1V3 18,53 24,53 392,47 21,17 32,93
A1V4 12,50 13,75 220,13 28,42 21,21
A2V1 15,20 20,11 321,90 24,00 33,65
A2V2 14,93 23,93 382,90 25,00 37,71
A2V3 15,53 24,35 389,63 21,83 31,71
(6)
K O N D
Lampiran 85. Jadwal pelaksanaan penelitian
No. Uraian Kegiatan Nov’09 Des’09
1 2 3 4 1 2 3 4 1
1 Persiapan Lahan X
2 Pembuatan Bokashi Jerami X
3 Aplikasi amelioran X
4 Persemaian Benih X
5 Penanaman Bibit Ke lahan X
6 Pemeliharaan Tanaman
a Pengairan X X X X X
b Penyulaman X
c Pemupukan X
d Penyiangan X
e Pengendalian Hama dan Penyakit f Penyemprotan Pupuk Organik Cair
g Pemanenan
7 Pengamatan Parameter
a Tinggi Tanaman (cm)
b Jumlah Anakan (batang)
c Jumlah Anakan Produktif (batang) d Jumlah Anakan Maksimum (batang)
e Luas Daun (cm2)
f Bobot Kering Berangkasan
g Laju Tumbuh Relatif (LTR)
h Laju Asimilasi Bersih (g.cm-2.minggu-1)
i Jumlah Klorofil
j Kerapatan Stomata (mm2)
k Tebal Kutikula
l Umur Berbunga (HSS)
m Umur Panen (HSS)
n Volume Akar (ml)
o Produksi Per Plot (gr)
p Produksi Per Sampel (gr)
q Bobot 1000 Biji (gr)