Pengaruh Pemberian Jerami Padi Dengan Pengolahan Teknologi Pakan Terhadap Kualitas Non Karkas, Boneless Dan Persentase Lemak Subkutan Pada Domba Jantan Lokal

(1)

PENGARUH PEMBERIAN JERAMI PADI DENGAN PENGOLAHAN

TEKNOLOGI PAKAN TERHADAP KUALITAS NON KARKAS,

BONELESS DAN PERSENTASE LEMAK SUBKUTAN

PADA DOMBA JANTAN LOKAL

SKRIPSI

Oleh:

DENIEL TURNIP

080306027

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH PEMBERIAN JERAMI PADI DENGAN PENGOLAHAN

TEKNOLOGI PAKAN TERHADAP KUALITAS NON KARKAS,

BONELESS DAN PERSENTASE LEMAK SUBKUTAN

PADA DOMBA JANTAN LOKAL

SKRIPSI

Oleh:

DENIEL TURNIP

080306027/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Skripsi

: Pengaruh pemberian Jerami Padi dengan Pengolahan

Teknologi Pakan terhadap Kualitas Non Karkas, Boneless

dan Persentase Lemak Subkutan pada Domba Jantan

Lokal

Nama

: Deniel Turnip

NIM

: 080306027

Progran Studi

: Peternakan

Disetujui Oleh:

Komisi Pembimbing

Ir. R. Edhy Mirwandhono, M.Si.

Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS.

Ketua

Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si.

Ketua Program Studi


(4)

ABSTRAK

DENIEL TURNIP 2013, “Pengaruh Pemberian Jerami Padi dengan Pengolahan Teknologi Pakan terhadap Kualitas Non Karkas, Boneless dan persentase lemak subkutan pada Domba Jantan Lokal”. Dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan HASNUDI. Penelitian dilakasanakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli-Oktober 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknologi pengolahan pakan pada jerami padi terhadap kualitas non karkas, boneless dan persentase lemak subkutan pada domba jantan lokal. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri atas P1 (jerami padi diolah secara mekanik dengan chopper), P2 (jerami padi diolah secara kimiawi dengan NaOH), P3 (jerami padi diolah secara biologi dengan Aspergillus niger) dan P4 (jerami padi diolah secara mekanik, kimiawi dan biologi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jerami padi tidak memberikan pengaruh terhadap bobot non karkas (kg) (5,82; 5,69; 5,85; dan 5,28), persentase non karkas (%) (48,91; 50,48; 50,73; dan 48,56), persentase lemak subkutan (%) (2,20; 2,10; 2,25; dan 2,20) dan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap persentase boneless (%) (64,47ab; 63,43a; 69,21b; dan 65,04ab) . Berdasarkan hasil penelitian penggunaan teknologi pakan pada jerami padi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai non karkas, persentase lemak subkutan dan memberikan pengaruh positif terhadap persentase boneless.


(5)

ABSTRACT

DENIEL TURNIP, 2013, "Effect of the Rice Straw conferment with Feed Processing Technology for Non Carcass Quality, Boneless and subcutaneous fat percentage on local Ram". Guided by EDHY MIRWANDHONO and HASNUDI.

This research aimed to determine the effect of feed processing technologies for non carcass quality, boneless and subcutaneous fat percentage on the local ram. The design used in this research was completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. Treatment consists of P1 (mechanically treated rice straw with chopper), P2 (chemically treated rice straw with NaOH), P3 (biologically treated rice straw with Aspergillus niger) and P4 (rice straw treated mechanically,chemically and biologically). The results showed that conferment of rice straw was give effect to the non-carcass weight (kg) (5.82; 5.69; 5.85, and 5.28, respectively), the percentage of non carcass (%) (48.91; 50.48; 50.73, and 48.56, respectively), subcutaneous fat percentage (%) (2.20; 2.10; 2.25, and 2.20, respectively) and showed and showed a positive influence on the percentage of boneless (%) (64.47ab; 63.43a; 69.21b, and 65.04ab, respectively). Based on the results of research, the use of feed technology of rice straw was not give effect to non-carcass value, percentage of subcutaneous fat and a positive impact on the percentage of boneless.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palangka Raya pada tanggal 30 Juli 1990 dari Ayah Drs. W. Turnip, Apt dan Ibu Henny SR. Br. Limbong. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Tri Bakti Pekan Baru dan pada tahun 2008 masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP) dari tahun 2008 sampai sekarang, sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), sebagai anggota UKM Basket Pertanian USU. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Adisa Lestari Desa Karang Rejo Kecamatan Medan Polonia dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Taman Sari Kecamatan Pulo Bandring Kabupaten Asahan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan proposal ini dengan baik.

Adapun judul dari proposal ini adalah “Pengaruh Pemberian Jerami Padi dengan Pengolahan Teknologi Pakan terhadap Kualitas Non Karkas, Boneless dan

Persentase Lemak Subkutan pada Domba Jantan Lokal”. Proposal ini sebagai salah

satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Edhy Mirwandhono selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Hasnudi selaku anggota komisi pembimbing. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua civitas akademika di Program Studi Peternakan dan semua rekan mahasiswa yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pakan Domba ... 4

Penggunaan Konsentrat ... 6

Jerami Padi ... 6

Pengolahan Pakan Ternak dengan Fermentasi ... 7

Aspergillus niger ... 9

NaOH (Kaustik Soda) ... 10

Penggunaan Molases pada Pakan Rendah Nutrisi ... 11

Penggunaan Urea pada Pakan Ruminansia ... 11

Sistem Pencernaan Domba ... 12

Pertumbuhan Domba ... 14


(9)

Daging ... 16

Tulang ... 17

Lemak ... 17

Non Karkas ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 20

Metode Penelitian ... 21

Parameter Penelitian ... 22

Pelaksanaan Penelitian ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Non Karkas ... 25

Persentase Non Karkas ... 27

Persentase Boneless ... 30

Persentase Lemak Subkutan ... 33

Rekapitulasi hasil penelitian ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

LAMPIRAN ... 42


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1.Kebutuhan Harian Zat-zat Makanan untuk Ternak Domba ... 4

2. Kandungan nutrisi jerami padi ... 7

3. Komponen Jerami Padi ... 7

4. Kandungan nutrisi pada molasses ... 11

5. Rataan Bobot Non Karkas Domba Jantan Lokal (kg)... 24

6. Analisis ragam rataan bobot non karkas ... 24

7. Rataan Persentase Bobot Non Karkas Domba Jantan ... 26

8. Analisis ragam rataan persentase non karkas ... 27

9. Rataan persentase boneless domba jantan lokal (%) ... 29

10. Analisis ragam rataan persentase boneless ... 30

11. Uji BNJ 0,05 persentase boneless ... 32

12. Rataan persentase lemak subkutan... 33

13. Analisis ragam rataan persentase lemak subkutan ... 34


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1.Komposisi susunan konsentrat ... 41

2. Rataan bobot non karkas domba jantan lokal (kg) ... 41

3. Analisis ragam rataan bobot non karkas ... 41

4. Rataan persentase non karkas pada domba jantan lokal (%) ... 42

5. Analisis ragam rataan persentase non karkas ... 42

6. Rataan persentase boneless pada domba jantan lokal (%) ... 42

7. Analisis ragam rataan persentase boneless pada domba jantan lokal ... 42

8. Uji BNJ 0,05 persentase boneless ... 43

9. Rataan persentase lemak subkutan (%) ... 43

10. Analisis ragam rataan persentase lemak subkutan ... 43

11. Rekapitulasi hasil penelitian ... 43

12. Rataan konsumsi pakan selama penelitian ... 44

13. Rataan pertambahan bobot badan domba jantan lokal (g/ekor/hari) ... 44

14. Rataan persentse karkas domba jantan lokal (%)... 44

15. Skema fermentasi jerami padi dengan Aspergillus niger ... 44

16. Skema pembuatan jerami padi dengan NaOH ... 44

17. Skema pengolahan jerami dengan cara kombinasi ... 45


(12)

ABSTRAK

DENIEL TURNIP 2013, “Pengaruh Pemberian Jerami Padi dengan Pengolahan Teknologi Pakan terhadap Kualitas Non Karkas, Boneless dan persentase lemak subkutan pada Domba Jantan Lokal”. Dibimbing oleh EDHY MIRWANDHONO dan HASNUDI. Penelitian dilakasanakan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juli-Oktober 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknologi pengolahan pakan pada jerami padi terhadap kualitas non karkas, boneless dan persentase lemak subkutan pada domba jantan lokal. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan terdiri atas P1 (jerami padi diolah secara mekanik dengan chopper), P2 (jerami padi diolah secara kimiawi dengan NaOH), P3 (jerami padi diolah secara biologi dengan Aspergillus niger) dan P4 (jerami padi diolah secara mekanik, kimiawi dan biologi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jerami padi tidak memberikan pengaruh terhadap bobot non karkas (kg) (5,82; 5,69; 5,85; dan 5,28), persentase non karkas (%) (48,91; 50,48; 50,73; dan 48,56), persentase lemak subkutan (%) (2,20; 2,10; 2,25; dan 2,20) dan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap persentase boneless (%) (64,47ab; 63,43a; 69,21b; dan 65,04ab) . Berdasarkan hasil penelitian penggunaan teknologi pakan pada jerami padi tidak memberikan pengaruh terhadap nilai non karkas, persentase lemak subkutan dan memberikan pengaruh positif terhadap persentase boneless.


(13)

ABSTRACT

DENIEL TURNIP, 2013, "Effect of the Rice Straw conferment with Feed Processing Technology for Non Carcass Quality, Boneless and subcutaneous fat percentage on local Ram". Guided by EDHY MIRWANDHONO and HASNUDI.

This research aimed to determine the effect of feed processing technologies for non carcass quality, boneless and subcutaneous fat percentage on the local ram. The design used in this research was completely randomized design with 4 treatments and 5 replications. Treatment consists of P1 (mechanically treated rice straw with chopper), P2 (chemically treated rice straw with NaOH), P3 (biologically treated rice straw with Aspergillus niger) and P4 (rice straw treated mechanically,chemically and biologically). The results showed that conferment of rice straw was give effect to the non-carcass weight (kg) (5.82; 5.69; 5.85, and 5.28, respectively), the percentage of non carcass (%) (48.91; 50.48; 50.73, and 48.56, respectively), subcutaneous fat percentage (%) (2.20; 2.10; 2.25, and 2.20, respectively) and showed and showed a positive influence on the percentage of boneless (%) (64.47ab; 63.43a; 69.21b, and 65.04ab, respectively). Based on the results of research, the use of feed technology of rice straw was not give effect to non-carcass value, percentage of subcutaneous fat and a positive impact on the percentage of boneless.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produktivitas ternak ruminansia sangat bergantung pada ketersediaan hijauan baik berupa rumput ataupun legum yang berasal dari alam. Ketersediaan bahan pakan hijauan ini sangat dipengaruhi oleh faktor musim, dimana pada musim penghujan tersedia dalam jumlah banyak dan berlimpah, sedangkan pada musim kemarau ketersediaannya sangat terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya peternak menggunakan pakan limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kacang dan limbah pertanian lainnya.

Limbah pertanian merupakan salah satu bahan produk samping dari suatu proses biologis sistem pertanian yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak. Jerami padi merupakan limbah pertanian yang paling potensial dan terdapat hampir diseluruh daerah di Indonesia dengan produksi sekitar 52 juta ton bahan kering per tahun. Dari jumlah tersebut sebagian besar dihasilkan di Pulau Jawa dan Bali yaitu sebanyak 21 juta ton bahan kering per tahun (BPS, 2004). Lahan sawah di Indonesia berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2002 luasnya sekitar 7,75 juta ha. Estimasi produksi limbah pertanian dapat menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan angka konversi (rasio) yang digunakan. Untuk mengetahui produksi limbah pertanian di suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan luas areal panen dari tanaman pangan tersebut.

Jerami padi merupakan limbah pertanian terbesar di Indonesia. Produksi per hektar sawah bisa mencapai 12 – 15 ton bahan kering setiap kali panen, tergantung lokasi dan varietas tanaman. Sejauh ini, pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak baru


(15)

mencapai 31 – 39 % , sedangkan yang dibakar atau dimanfaatkan sebagai pupuk 36 – 62 %, dan sekitar 7 – 16 % digunakan untuk keperluan industri.

Penggunaan jerami secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak

dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Dengan pengolahan, daya cerna jerami

padi dapat ditingkatkan hingga 70 % dan kandungan proteinnya dapat mencapai

5 - 8 %. Menurut Arora (1995), kadar lignin pada jerami padi tinggi sekali yaitu

lebih dari 10%. Walaupun pada kenyataannya jerami padi miskin akan zat-zat

makanan, namun sekitar 40 % dapat dicerna sebagai sumber energi dalam proses

pencernaan ternak ruminansia ( Arinong, 2009).

Untuk memanfaatkan jerami padi sebagai pakan ternak secara optimal perlu dilakukan pengolahan dengan sentuhan teknologi untuk meningkatkan kualitasnya, baik pengolahan secara fisik, kimiawi maupun biologis. Secara umum teknologi pengolahan limbah pertanian khususnya jerami padi dilakukan dengan tujuan untuk: a) memperbaiki nilai nutrisi dan kecernaan, serta meningkatkan fermentasi ruminan dengan menambahkan elemen yang kurang, b) mengoreksi defisiensi jerami dengan menambahkan nitrogen atau mineral, c) meningkatkan konsumsi dengan cara memperbaiki palatabilitas, d) meningkatkan ketersediaan energi, serta e) mengurangi sifat limbah dari jerami padi.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menelaah sejauh mana peluang pemanfaatan jerami padi dipergunakan sebagai pakan untuk ternak ruminansia. Penulis akan mengolah jerami padi tersebut dengan pengolahan secara mekanik, kimiawi dan biologis menjadi pakan yang lebih baik dan mampu meningkatkan kualitas non karkas, boneless dan persentase lemak subkutan.


(16)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian jerami padi dengan teknologi pakan terhadap kualitas non karkas, boneless dan persentase lemak subkutan pada domba jantan lokal.

Hipotesis Penelitian

Pemberian jerami padi yang diolah secara mekanik, kimiawi, biologis dan kombinasi dapat meningkatkan kualitas non karkas, boneless dan persentase lemak subkutan pada domba jantan lokal.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi bagi peneliti, peternak dalam pengembangan usaha peternakan domba dan instansi terkait tentang pemamfaatan pemberian jerami padi yang diolah secara mekanik, kimiawi, biologis dan kombinasi.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Pakan Domba

Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembaban, udara) serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).

Kebutuhan harian ternak domba akan zat-zat makanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba

BB Bahan kering Energi Protein Ca P

ME TDN Total DD

Kg Kg %BB Mcal Kg Gr Gr (gr) (gr)

5 0.14 2.8 0.60 0.61 51 41 1.9 1.4

10 0.25 2.5 1.01 1.28 81 68 2.3 1.6

15 0.36 2.4 1.37 0.38 115 92 2.8 1.9

20 0.51 2.6 1.80 0.5 150 120 3.4 2.3

25 0.62 2.5 1.91 0.53 160 128 4.1 2.8

30 0.81 2.7 2.44 0.67 204 163 4.8 3.3


(18)

Karena pakan yang baik akan menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam tubuh secara normal. Selanjutnya Murtidjo (1993), menyatakan bahwa pemberian pakan harus dilandasi beberapa kebutuhan antara lain:

1.

Kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pokok meskipun ternak domba

dalam keadaan hidup tidak mengalami pertumbuhan dan kegiatan berproduksi.

2.

Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak

domba untuk memproduksi jaringan tubuh dan menambah bobot tubuh.

3.

Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan ternak

domba untuk proses reproduksi.

4.

Kebutuhan laktasi, yaitu kebutuhan ternak domba untuk memproduksi air susu.

Bahan baku makanan yang dapat diberikan untuk domba terdiri dari 2 jenis

yakni hijauan dan konsentrat. Hijauan pakan merupakan serat kasar yang

terdiri dari hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil

pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan juga beberapa jenis

leguminosa. Sedangkan konsentrat merupakan makanan penguat yang terdiri

dari bahan makanan yang kaya karbohidrat dan protein. Konsentrat untuk

ternak domba umumnya disebut makanan penguat yang memiliki kandungan

serat kasar kurang dari 18 % dan mudah dicerna.

Pakan yang di berikan sebaiknya jangan sekedar untuk mengatasi rasa lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermamfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).

Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat mengakibatkan defisiensi nutrien sehingga ternak mudah terserang penyakit, penyediaan


(19)

dan pemberian pakan harus diupayakan secara terus-menerus sesuai dengan standar gizi menurut umur ternak (Cahyono, 1998).

Penggunaan Konsentrat

Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).

Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi PK

≥ 18%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan

semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15% BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk (Siregar, 2003).

Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).

Jerami Padi

Jerami padi merupakan salah satu pakan alternatif yang paling banyak

dipakai untuk memenuhi kekurangan hijauan pakan ternak. Namun bahan pakan

tersebut berkualitas rendah karena rendahnya kandungan nutrien dan kurang dapat

dicerna. Dinding sel jerami padi banyak mengandung lignin dan silika, sehingga

menyebabkan selulosa dan hemiselulosa yang merupakan sumber energi bagi

ternak tidak dapat dicerna oleh mikroba di dalam rumen. Oleh karena itu agar

jerami padi dapat memenuhi syarat sebagai bahan pakan yang baik, maka

kualitasnya harus ditingkatka


(20)

Tidak semua bagian hijauan disukai oleh domba. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa hijauan yang dicincang sekitar 5 - 10 cm akan lebih efisien

dikonsumsi oleh domba, karena bentuknya yang kecil-kecil. Dengan

pencincangan, batang-batang muda yang jika diberikan secara utuh kurang atau

tidak disukai, akan dikonsumsi oleh domba yang bersangkutan. Dengan

pencincangan, domba akan mengambil cincangan hijauan tersebut sesuai dengan

kapasitas mulutnya. Berbeda halnya dengan hijauan yang masih utuh, domba

mengambilnya dalam jumlah yang lebih banyak, dan sesekali berebut dengan

domba lainnya. Ada kalanya hijauan tersebut terlepas dan jatuh ke lantai kandang

yang kotor. Akhirnya hijauan tidak terkonsumsi. Pencincangan hijauan

membutuhkan beberapa tindakan lain agar tujuan efisiensi pemberian pakan

tercapai (Sodiq dan Abidin, 2002). Kandungan nutrisi jerami padi dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi jerami padi

Uraian

Kandungan (%)

Bahan kering

31,87

Protein kasar

4,50

Serat kasar

35,00

Lemak kasar

1,55

TDN

43,00

Sumber: Anggorodi ( 1995).


(21)

Tabel 3. Komponen Jerami Padi

Komponen Kandungan (%)

Selulosa 39

Hemiselulosa 27

Lignin 12

Abu 11

Sumber: Wordpress.com (2012).

Pengolahan Pakan Ternak dengan Fermentasi

Fermentasi adalah proses metabolisme dimana enzim dari mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik produk tertentu (Saono, 1974 disitasi sinaga, 2002).

Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat merupakan fermentasi yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi didalam fase cair (Hardjo dkk., 1989).

Hardjo dkk

.,

(1989) mengemukakan keuntungan penggunaan medium

padat antara lain:

1. Tidak memerlukan tambahan lain kecuali air.

2. Persiapan inokulum lebih sederhana.

3. Dapat menghasilkan produk dengan kepekatan tinggi.

4. Kontrol terhadap kontaminan lebih mudah.

5. Kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah.

6. Produktifitas tinggi.


(22)

7. Aerasi optimum.

8. Tidak diperlukan kontrol terhadap pH maupun suhu yang teliti.

Selain itu dalam menyiapkan proses fermentasi medium padat perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu sifat substrat terutama yang berhubungan dengan derajat kristalisasi dan derajat polimerisasi, sifat organisme karena masing-masing mikroba mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memecah komponen substrat untuk keperluan metabolismenya, kinetika metabolisme dan kinetika enzim (Hardjo dkk., 1989).

Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan pada proses fermentasi akan diurai oleh enzim urease menjadi amonia dan karbon dioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).

Pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium dan konidia. Pada proses fermentasi tahap awal, pertumbuhan kapang belum terlihat karena masih dalam tahap adaptasi. Selanjutnya pertumbuhan sel kapang meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah spora yang tumbuh di permukaan substrat (Supriyati dkk., 1998).

Aspergillus niger

Aspergillus niger

adalah kapang anggota Genus

Aspergillus

,

Famili

Eurotiaceae

, Ordo

Eurotiales

, Sub-klas

Plektomycetidae

, Klas

Ascomycetes

,

Subdivisi

Ascomicotina

dan Divisi

Amastiqmycota

(Hardjo dkk., 1989).

Aspergillus niger

mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dipak

secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini

mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya berseptat, spora yang bersifat aseksual


(23)

dan tumbuh memanjang diatas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam

pertumbuhannya memerlukan oksigen yang cukup.

Aspergillus niger

termasuk

mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37º C dan

membutuhkan kadar air media antara 65 % sampai 75 %. Derajat keasaman untuk

pertumbuhannya adalah 2 - 8,5 tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada

kondisi keasaman atau pH yang lebih rendah (Fardiaz, 1989).

Hardjo dkk

.,

(1989), menyatakan bahwa

Aspergillus niger

didalam

pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat

dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut

disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti

selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih dahulu sebelum diserap kedalam

sel. Untuk itu

Aspergillus niger

menghasilkan enzim ekstraselluler seperti

amylase, amiglukosidase, selulase, katalase dan glukosidase, sangat baik

dipergunakan untuk fermentasi.

NaOH (Kaustik Soda)

Prinsip pengolahan jerami dengan Kaustik Soda (NaOH) adalah memutuskan sebagian ikatan selulosa dan hemiselulosa dengan lignin dan silika. Ada empat cara yang dapat dilakukan yaitu 1) cara basah dimana, rendam 50 kg jerami ke dalam 400 liter larutan NaOH dengan konsentrasi 2-3 % selama 24 jam. Setelah 24 jam jerami dicuci dengan air sampai bersih kemudian dikeringkan dalam tempat pemanas 100 derajat, setelah kering dapat diberikan pada ternak. 2) Cara setengah basah, sediakan larutan kaustik soda yaitu 50 gram NaOH dalam 2,5 liter air untuk setiap kilogram jerami. Campurkan larutan kaustik soda tersebut dengan jerami sedemikian rupa sehingga larutan terserap seluruhnya oleh jerami, kemudian didiamkan. Setelah 24-48 jam jerami olahan


(24)

tersebut sudah dapat diberikan pada ternak. 3) Cara setengah kering, teknik ini menggunakan mesin pengaduk yang dikonstruksi khusus untuk mengaduk jerami dengan 150 gram NaOH dalam bentuk larutan 32 % untuk setiap kilogram. Setelah diaduk dibiarkan di udara terbuka selama kurang lebih 8 hari, kemudian dapat diberikan pada ternak. 4) Cara kering, teknik ini digunakan pada industri pakan dengan peralatan besar yang bekerja sekaligus menggiling jerami dan mencampur dengan larutan kaustik soda konsentrasi sangat tinggi kemudian secara otomatis tepung jerami tersebut dijadikan pellet. Pengeringan tepung jerami menjadi pellet melalui sistem tekanan dengan temperatur tinggi. Pellet tersebut dapat diberikan langsung pada ternak atau disimpan lama (Ismail, 2011).

Penggunaan Molases pada Pakan Rendah Nutrisi

Hasil samping dari pabrik gula tebu yang berbentuk cairan kental

berwarna kekuning kuningan adalah molases. Molases dapat diganti sebagai

bahan pakan ternak yang berenergi tinggi. Disamping rasanya manis juga dapat

memperbaiki rasa pakan dan aroma. Manfaat penggunaan molases sebagai bahan

pakan ternak adalah kadar karbohidratnya yang tinggi, vitamin dan mineral yang

cukup

sehingga

dapat

digunakan

meskipun

sebagai

pendukung

(Rangkuti dkk., 1995) Kandungan nutrisi yang terdapat pada molases dapat dilihat


(25)

Tabel 4. Kandungan nutrisi pada molases

Zat Nutrisi Kandungan (%)

Bahan kering 92,6

Protein kasar 4,00

Lemak kasar 0,08

Serat Kasar 0,38

TDN 81,00

Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak Program Studi Peternakan, FP USU (2000).

Penggunaan Urea pada Pakan Ruminansia

Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagi sumber NPN

(Non Protein Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen

sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan

kepada domba, namun perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi

konsentratnya dalam rumen dapat menimbulkan keracunan (Hartadi, dkk., 1990).

Urea diberikan pada ruminansia, akan melengkapi sebagian dari

kebutuhan protein ternak, karena urea tersebut disintesis menjadi protein oleh

mikroorganisme dalam rumen, namun untuk hal itu dibutuhkan sumber energi

(Anggorodi, 1990).

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa disamping dapat menguntungkan, urea dapat pula merugikan karena dapat menyebabkan keracunan (minimal tidak bermanfaat) bila penggunaannya tidak semestinya. Oleh karena itu beberapa prinsip dasar penggunaanya perlu diketahui, dimana batas penggunaan urea dalam ransum sekitar 8%.


(26)

Sistem Pencernaan Domba

Sistem pencernaan merupakan sistem yang terdiri dari saluran pencernaan dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam proses perombakan bahan makanan, baik secara fisik, maupun kimia menjadi zat-zat makanan yang siap diserap oleh dinding saluran pencernaan (Parakkasi, 1990). Menurut Anggorodi (1990) pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Saluran pencernaan dari semua hewan dapat dianggap sebagai tabung yang dimulai dari mulut sampai anus yang fungsinya dalam saluran pencernaan adalah mencernakan dan mengabsorpsi makanan dan mengeluarkan sisa makanan sebagai tinja (Tillman dkk, 1991).

Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, fermentatif dan hidrolisis. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh konstraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme rumen sedangkan secara hidrolisis dilakuakan oleh jasad renik dengan cara penguraian dalam rumen (Tillman dkk, 1991).

Bagian-bagian sistem pencernaan adalah mulut, parinks, (pada ruminansia terdapat rumen retikulum, omasum, abumasum). Usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yaitu glandula saliva, hati dan pankreas (Frandson, 1992).

Ruminansia berasal dari kata latin “ruminate” yang berarti “mengunyah berulang-ulang”. Proses ini disebut proses ruminansi yaitu suatu proses pencernaan pakan yang dimulai dari pakan dimasukkan ke dalam rongga mulut dan masuk ke rumen setelah menjadi bolus-bolus dimuntahkan kembali (regurgitasi), dikunyah kembali (remastikasi), lalu penelanan kembali (redeglutasi) dan dilanjutkan proses fermentasi di rumen dan ke


(27)

saluran berikutnya. Proses ruminansi berjalan kira – kira 15 kali sehari, dimana setiap ruminansi berlangsung 1 menit sampai 2 jam (Prawirokusumo, 1994).

Pertumbuhan dan aktivitas mikroba selulolitik yang efisien, sama halnya dengan mikroba rumen lain, membutuhkan sejumlah energi, nitrogen, mineral dan faktor lain (misalnya vitamin). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa energi merupakan faktor essensial utama yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba rumen. Mikroba rumen menggunakan energi untuk hidup pokok, teristimewa untuk melakukan transport aktif (Bamualim, 1994).

Kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya (Tillman dkk, 1991).

Pertumbuhan Domba

Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linier, dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponenkomponen tubuh seperti otot, lemak, protein dan abu pada karkas (Soeparno, 1994).

Anggorodi (1990) menyatakan bahwa pertumbuhan murni mencakup pertumbuhan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak, dan semua jaringan-jaringan tubuh lainnya (kecuali jaringan lemak) dan alat-alat tubuh. Dilihat dari sudut kimiawi pertumbuhan murni adalah suatu penambahan jumlah protein dan zat-zat mineral yang tertimbun dalam tubuh.

Herman (2003) menyatakan bahwa domba muda mencapai 75% bobot dewasa pada umur satu tahun dan 25% setelah enam bulan kemudian yaitu pada umur 18 bulan, dengan pakan sesuai kebutuhannya. Domba mengalami pertumbuhan yang sangat cepat


(28)

pada tahun pertama yaitu 50% bobot pada umur satu tahun dicapai dalam tiga bulan pertama, 25% pada tiga bulan kedua dan 25% berikutnya dicapai dalam enam bulan terakhir.

Domba jantan muda memiliki potensi untuk tumbuh lebih cepat daripada domba betina muda, pertambahan bobot badan lebih cepat, konsumsi pakan lebih banyak dan penggunaan pakan yang lebih efisien untuk pertumbuhan badan (Anggorodi, 1990). Hal ini dikarenakan adanya hormon kelamin jantan yaitu testoteron (dihasilkan oleh testis). Sekresi testoteron yang tinggi menyebabkan sekresi androgen tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan yang lebih cepat, terutama setelah munculnya sifat-sifat kelamin sekunder pada ternak jantan (Soeparno, 1994).

Menurut Rasyaf (1994) faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan adalah managemen pemeliharaan. Ternak tidak akan memberikan jasa yang tinggi kepada pemeliharanya, bila ia sendiri tidak dirawat dengan baik. Dan sebaliknya bila ternak dipelihara dengan baik maka akan lain hasilnya.

Pertambahan bobot badan pada umumnya mengalami tiga tingkat kecepatan yang berbeda-beda, yang pertama pertumbuhan tulang, diikuti dengan pertumbuhan otot dan yang terakhir adalah pertumbuhan jaringan lemak (Anggorodi, 1990).

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum atau pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada dalam ransum yang telah tersusun dari berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak tersebut. Jumlah yang masuk ini harus sesuai dengan yang dibutuhkan untuk produksi dan untuk hidupnya. Untuk mengetahui jumlah ransum yang sesuai dengan kebutuhannya maka kita harus mengetahui standard konsumsi ransum yang sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut (Rasyaf, 1994).


(29)

Sedangkan ransum adalah campuran dari beberapa jenis bahan makanan yang diberikan pada ternak dalam waktu 24 jam, makanan itu dapat diberikan seluruhnya sekaligus atau dalam beberapa kali sebagian – sebagian dari padanya. Ransum disebut sempurna apabila kombinasi beberapa bahan mkanan yang bila dikonsumsi secara normal dapat mensuplai zat –zat makanan kepada ternak dalam perbandingan jumlah dan bentuk sedemikian rupa sehingga fungsi – fungsi fisiologis tubuh berjalan dengan normal. Dalam mengkonsumsi ransum ternak di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan ransum, keaktifan ternak , berat badan kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan (Parakkasi, 1995).

Daging

Daging merupakan salah satu bahan pangan dengan fungsi sebagai sumber

zat-zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh, aktivitas reproduksi dan menghasilkan air susu (Harper, 1984).

Menurut Soeparno (1994) daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Komponen utama daging terdiri dari otot, lemak dan sejumlah jaringan ikat (kolagen, retikulin dan elastin) serta adanya pembuluh darah dan syaraf. Lawrie (1995) menyatakan bahwa komposisi daging diperkirakan terdiri atas 75% air, 19% protein, 3,5% substansi non protein yang larut dan 2,5% lemak.

Daging domba mengandung protein 17,1% dan lemak 14,8%. Variasi distribusi perdagingan pada ternak ruminansia kecil disebabkan oleh beberapa faktor seperti spesies, bangsa, umur, nutrisi, jenis kelamin, aktifitas ternak dan tatalaksana pemeliharaan (Hendri, 1986). Herman (1984), mengemukakan bahwa persentase daging domba lokal adalah 60% sedangkan persentase tulangnya 30% dan menurut Wardjojo


(30)

Tulang

Pulungan dan Rangkuti (1981) melaporkan bahwa pertumbuhan relatif tulang lebih kecil dibandingkan dengan bobot karkas dan dengan perkembangan yang lebih kecil pula. Dengan kata lain, persentase tulang berkurang dengan meningkatnya bobot karkas. Tulang akan bertambah selama hidup ternak dan pada ternak tua terjadi pembentukan tulang yang berasal dari tulang rawan yang mempertautkan tulang dengan tendon atau ligamentum. Sunarlim dan Setiyanto (2005) melaporkan bahwa persentase tulang masing-masing potongan karkas domba lebih tinggi dibandingkan kambing, kecuali pada bagian bahu. Sementara itu, persentase tertinggi berasal dari bagian paha (leg) yaitu sebesar 4,9-6,6% dan terendah berasal dari bagian lipat paha (0%) untuk kambing dan domba.

Lemak

Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat, tetapi pada saat memasuki fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dan cepat (Berg dan Butterfield, 1976). Forrest et al (1975) mengatakan bahwa perlemakan mula-mula terjadi disekitar organ-organ internal, ginjal dan alat pencernaan kemudian lemak disimpan pada jaringan ikat sekitar urat daging, dibawah kulit, sebelum urat daging dan antara urat daging. Jaringan lemak yang terdapat diantara serat-serat urat daging tidak hanya memperlunak daging, tetapi juga memperlezat rasa. Permatasari (1992) menyatakan bahwa timbunan lemak daging domba lebih putih dan padat daripada timbunan lemak daging kambing. Daging domba sedikit berbau prengus atau memiliki aroma yang hampir sama dengan kambing. Ransum tidak terlalu memberikan perubahan pada kandungan lemak ternak ruminansia dan hanya mempengaruhi persentase lemak dalam karkas (Soeparno, 1994).


(31)

Frandson (1992) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat maupun pada perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada domba, tetapi berbeda dalam depot lemak. Domba yang mendapat pakan lebih banyak mempunyai lemak subkutan lebih banyak.

Non Karkas

Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas. Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong, sedangkan persentase non karkas diperoleh dengan membandingkan bobot non karkas dengan bobot potong. Penimbangan non karkas dilakukan untuk masing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ dalam kecuali ginjal, keempat kaki bagian bawah, ekor, kulit dan bulu (Purbowati dkk., 2005).

Non karkas adalah hasil pemotongan ternak yang terdiri dari kepala, kulit dan bulu, darah, organ-organ internal, kaki bagian bawah dari sendi carpal untuk kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki bagian belakang (Soeparno, 1994).

Menurut Ridawan (1991) pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang tinggi mempunyai jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.

Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pastura dan pangonan pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama (Soeparno, 1994).

Kadar laju pertumbuhan beberapa komponen non karkas hampir sama dengan kadar laju pertumbuhan tubuh, misalnya abomasum dan usus besar mencapai kedewasaan


(32)

hampir bersamaan dengan tubuh. Usus kecil tumbuh lebih cepat dari pada usus besar dan abomasum. Berat rumen retikulum dan omasum meningkat dengan cepat pada awal kehidupan post natal. Meskipun demikian berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan (Berg dan Butterfield,1976 disitasi Ginting, 2011).

Herman (1993), semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin tinggi pula bobot non karkas dan persentase no karkas yang didapat. Untuk menghasilkan bobot potong dan bobot non karkas maka erat kaitannya dengan konsumsi hewan ternak selama masih hidup. Konsumsi yang tinggi akan menghasilkan bobot tubuh dan bobot potong yang tinggi.


(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 4 bulan dimulai dari bulan Juli 2012 sampai dengan Oktober 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan antara lain: Domba lokal jantan sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot badan awal 11,16kg±0,98, pakan konsentrat yang terdiri dari bungkil inti sawit, dedak padi, molasses, pod kakao, urea, mineral mix dan garam. Jerami padi sebagai pengganti pakan rumput ternak, Urea sebagai bahan amoniasi jerami padi dan penyusun konsentrat, Aspergilus niger untuk fermentasi jerami padi, NaOH untuk pengolahan jerami padi secara kimiawi, obat-obatan seperti obat cacing (vermizin), anti bloat untuk obat gembung, Rhodallon untuk desinfektan dan vitamin. Air minum diberikan secara ad libitium.

Alat yang digunakan antara lain: Kandang individual 20 unit dengan ukuran 1 x 0,5 m beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan untuk menimbang bobot hidup berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 2 kg, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 10 g untuk menimbang pakan, chooper digunakan untuk menchopper bahan pakan, grinder digunakan untuk menghaluskan bahan pakan, lemari es untuk menyimpan daging domba, pisau untuk pemotongan, thermometer digunakan untuk mengetahui suhu di dalam dan diluar kandang, alat pembersih kandang, alat penerangan kandang.


(34)

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan, yaitu:

P1= Jerami padi diolah secara mekanik (chopper) + Konsentrat

P2= Jerami padi diolah secara kimiawi (NaOH) + Konsentrat

P3=Jerami padi diolah secara biologi (Aspergillus niger) + Konsentrat

P4= Jerami padi diolah secara mekanik, kimiawi dan biologis (kombiasi)+ Konsentrat

Ulangan yang didapat diperoleh dari rumus:

t (n-1) ≥ 15 4 (n-1) ≥ 15 4n-4 ≥ 15 4n ≥ 19

n ≥ 4,75 n ≈ 5 (dibulatkan).

Menurut Hanafiah (2003), metode linier percobaan yang digunakan adalah:

Yij = µ + Ti + ∑ij Dimana:

i = 1, 2, ... t (perlakuan)

j = 1,2, ... r (ulangan)

Yij = nilai pengamatan yang diperoleh dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.


(35)

Ti = pengaruh perlakuan ke-i.

∑ij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan pengujian ke-i dan ulangan ke-j.

Kombinasi susunan pada percobaan:

P42 P34 P21 P13 P41

P15 P43 P35 P45 P14

P24 P11 P44 P31 P23

P33 P25 P12 P22 P32

Parameter Penelitian

1. Bobot Non Karkas

Bobot ini diperoleh dengan menimbang berat kepala, kaki, kulit dan bagian organ dalam.

2. Persentase Non Karkas

Persentase non karkas diperoleh dari perbandingan bobot non karkas dengan bobot potong yang sudah dikeluarkan alat pencernaannya dikali 100%.

3. Boneless

Bobot daging tanpa tulang ini diperoleh dari hasil pemisahan daging dari tulang yang mana karkas telah disimpan dalam lemari es selama 24 jam kemudian ditimbang sesuai perlakuan.

4. Persentase Lemak Subkutan


(36)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang

Kandang dan semua peralatan dibersihkan dan dicuci, kemudian dilakukan pengapuran pada lantai dan dinding kandang sebelum proses pemeliharaan. Selanjutnya kandang dan semua peralatan disemprot dengan Rhodallon (dosis 10 ml / 2,5 liter air).

Persiapan Domba

Domba yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 ekor domba jantan lokal dengan bobot badan 11,16kg±0,98 yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dan tiap ulangannya terdiri dari 1 ekor domba. Penempatan domba dilakukan dengan sistem pengacakan yang tidak membedakan bobot badan domba.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah konsentrat, olahan jerami padi tanpa hijauan segar sesuai dengan perlakuan (P1= Jerami padi diolah secara mekanik (chopper); P2= Jerami padi diolah secara mekanik (chopper) + Kimiawi (NaOH); P3=Jerami padi diolah secara mekanik (chopper) + Biologi (Aspergillus niger); P4= Kombinasi P2 dan P3). Pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi keesokan harinya sesaat sebelum ternak diberi pakan kembali untuk mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut. Sebelum dilaksanakan penelitian diberikan waktu untuk adaptasi lingkungan dan penyesuaian terhadap perlakuan pakan selama 30 hari.


(37)

Pemberian Obat-obatan

Ternak domba sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu diberikan obat cacing verymizin dengan dosis 10g /10kg berat badan untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan.

Periode Pengambilan Data

Konsumsi pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan domba dengan timbangan digital dilakukan sekali dalam selang waktu 14 hari. Metode pengambilan sampel dilakukan pada saat pemotongan. Pemotongan domba dilakukan secara halal setelah dipuasakan selama 24 jam. Pemotongan domba dilakukan dengan memotong vena jungularis, oesophagus dan trachea (dekat tulang rahan bawah), tujuannya supaya terjadi pengeluaran darah yang sempurna. Semua organ dipisahkan sesuai dengan komponen non karkas. Sedangkan boneless yaitu daging tanpa tulang, yang mana bagian karkas dipisahkan dari tulang. Kemudian ditimbang seluruh bagian yang menjadi parameter penelitian


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Non Karkas

Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang semua bagian non karkas yaitu bobot kepala, kaki, kulit, darah dan bagian organ dalam kecuali ginjal. Rataan bobot non karkas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan bobot non karkas domba jantan lokal (kg)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 5,57 6,07 11,40 5,82 ± 0,35tn

P2 5,96 5,42 11,38 5,69 ± 0,38tn

P3 5,83 5,86 11,69 5,85 ± 0,02tn

P4 5,07 5,50 10,88 5,28 ± 0,31tn

Total 22,43 22,85 45,29

Rataan 5,61 5,71 5,66 ± 0,27tn

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan bobot non karkas sebesar 5,66 kg/ekor. Rataan bobot non karkas tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (jerami padi yang diolah secara biologis dengan Aspergillus niger + konsentrat) yaitu sebesar 5,85 kg/ekor. Rataan bobot non karkas terendah terdapat pada perlakuan P4 (jerami padi yang diolah secara kombinasi + konsentrat) yaitu sebesar 5,28 kg/ekor.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian jerami padi dengan berbagai pengolahan dapat dilihat pada analisis ragam pada Tabel 6.


(39)

Tabel 6. Analisis ragam rataan bobot non karkas

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 0.41 0.14 1.46tn 6.59 16.69

Galat 4 0.37 0.09

Total 7 0.77

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa rataan bobot non karkas pada domba jantan lokal dari setiap perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini diasumsikan bahwa perbedaan tersebut dipengaruhi oleh kandungan nutrisi jerami padi yang tidak jauh berbeda dan hampir sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ridawan (1991), yang menyatakan bahwa pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang tinggi mempunyai jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.

Pemberian jerami padi yang diolah secara mekanik, kimiawi dan biologi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot non karkas. Hal ini diasumsikan karena pertambahan bobot badan yang memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pula. Pertumbuhan bobot badan sejalan dengan pertumbuhan beberapa komponen non karkas. Hal ini yang mengakibatkan petumbuhan bobot badan

sangat berpengaruh pada bobot non karkas. Hal ini sesuai dengan

Berg dan Butterfield,1976 disitasi Ginting (2011), yang menyampaikan kadar laju pertumbuhan beberapa komponen non karkas hampir sama dengan kadar laju pertumbuhan tubuh, misalnya abomasum dan usus besar mencapai kedewasaan hampir bersamaan dengan tubuh. Usus kecil tumbuh lebih cepat dari pada usus besar dan


(40)

kehidupan post natal. Meskipun demikian berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan.

Domba yang digunakan dalam penelitian ini memiliki bobot badan awal yang homogen sehingga kebutuhan akan nutrisinya juga hampir sama. Hal tersebut mengakibatkan tingkat konsumsi pada domba juga tidak berbeda nyata. Dari Tabel 5 diperoleh bobot non karkas tertinggi pada P3 yaitu sebesar 5,85kg dan rataan konsumsi (Lampiran 12) yang tertinggi juga diperoleh pada P3. Konsumsi nutrisi sejalan dengan pertumbuhan komponen non karkas internal tetapi tidak berpengaruh pada komponen non karkas eksternal. Hal ini sejalan dengan pendapat Soeparno (1994), konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama.

Persentase Non Karkas

Persentase non karkas diperoleh dari perbandingan bobot non karkas dengan bobot potong dikali 100%. Rataan persentase non karkas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan persentase non karkas pada domba jantan lokal (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 47,45 50,38 97,82 48,91 ± 2,07tn

P2 51,76 49,20 100,96 50,48 ± 1,81tn

P3 52,13 49,32 101,45 50,73 ± 1,99tn

P4 46,07 51,05 97,12 48,56 ± 3,52tn

Total 197,41 199,95 397,36

Rataan 49,35 49,99 49,67 ± 2,35tn


(41)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan persentase non karkas pada domba jantan lokal sebesar 49,67%. Rataan persentase non karkas tertinggi diperoleh perlakuan P3 (jerami padi yang diolah secara biologis dengan Aspergillus niger + konsentrat) yaitu sebesar 50,73% dan rataan persentase non karkas terendah diperoleh dari perlakuan P4 (jerami padi yang diolah secara kombinasi + konsentrat) yaitu sebesar 48,56%.

Rataan persentase non karkas dipengaruhi oleh rataan bobot non karkas dan bobot karkas, rataan bobot non karkas tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 5,85 kg/ekor dan yang terendah pada perlakuan P4 sebesar 5,28 kg/ekor. Hal ini sejalan dengan rataan bobot non karkas yang dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan kandungan nutrisi pakan.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian jerami padi yang diolah dengan teknologi pakan pada domba jantan lokal terhadap persentase non karkas dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis ragam rataan persentase non karkas

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F 0,05 F0,01

Perlakuan 3 7,15 2,38 0,40tn 6,59 16,69

Galat 4 23,94 5,98

Total 7 31,09

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Hasil analisis ragam pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2, P3 dan P4 pada domba jantan lokal memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase non karkas. Hal ini dapat diasumsikan karena setiap perlakuan memberikan respon yang hampir sama kualitasnya terhadap produksi non karkas, walaupun pengolahan jerami padi berbeda setiap perlakuannya. Hasil analisis yang tidak berbeda nyata mengindikasikan bahwa, jerami padi dengan berbagai pengolahan tersebut


(42)

mempunyai kandungan nutrisi yang relatif sama dan ternak yang digunakan homogen baik dari bobot badan maupun umurnya. Dapat disimpulkan dari hasil penelitian bahwa jerami padi yang diolah secara mekanik, kimiawi dan biologi mempunyai kemampuan yang sama dalam meningkatkan nutrisi jerami padi.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa persentase non karkas pada domba jantan lokal dari setiap perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini diasumsikan bahwa perbedaan tersebut dipengaruhi oleh konsumsi dan kandungan nutrisi pakan domba yang tidak jauh berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ridawan (1991), yang menyatakan bahwa pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang tinggi mempunyai jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada domba yang

mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah. Menurut Soeparno

(1994), konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, rumen, omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pastura dan pangonan pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama.

Pemberian jerami padi yang diolah secara mekanik, kimiawi dan biologi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase non karkas. Bobot non karkas sejalan dengan persentase non karkas. Ini berarti bahwa pemberian jerami padi dengan berbagai pengolahan memberikan persentase non karkas yang hampir sama, walaupun secara angka persentase non karkasnya berbeda antar perlakuan. Berbedanya persentase non karkas antar perlakuan ini disebabkan oleh bobot potong yang berbeda. Hal ini didukung oleh pendapat Herman (1993) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin tinggi pula bobot non karkas dan persentase no karkas yang didapat. Untuk menghasilkan bobot potong dan bobot non


(43)

karkas maka erat kaitannya dengan konsumsi hewan ternak selama masih hidup. Konsumsi yang tinggi akan menghasilkan bobot tubuh dan bobot potong yang tinggi.

Persentase boneless

Persentase boneless dapat diperoleh dari perbandingan bobot boneless dengan bobot karkas dikali seratus persen. Rataan persentase boneless dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan persentase boneless pada domba jantan lokal (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 63,82 65,11 128,93 64,47 ± 0,91

P2 62,97 63,89 126,86 63,43 ± 0,65

P3 68,59 69,83 138,42 69,21 ± 0,87

P4 63,51 66,57 130,09 65,04 ± 2,16

Total 258,90 265,40 524,30

Rataan 64,73 66,35 65,54 ± 1,15

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan persentase boneless pada domba jantan lokal yaitu sebesar 65,54%. Rataan persentase boneless yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (jerami padi yang diolah secara biologis dengan Aspergillus niger + konsentrat) yaitu sebesar 69,21% dan rataan persentase non karkas terendah diperoleh dari perlakuan P4 (jerami padi yang diolah secara kombinasi + konsentrat) yaitu sebesar 65,04%.

Hasil yang diperoleh dari penelitian sesuai dengan pendapat Herman (1984), yang mengemukakan bahwa persentase daging domba lokal adalah 60% sedangkan persentase tulangnya 30% tetapi masih berada di bawah 75% seperti pendapat Wardjojo


(44)

(1993), yang menyatakan persentase daging dalam karkas sebesar 75%. Hal ini diasumsikan karena pengaruh bobot karkas yang berbeda nyata dalam penelitian.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian jerami padi dengan pengolahan teknologi pakan terhadap persentase boneless dilakukan analisis keragaman yang terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis ragam rataan persentase boneless pada domba jantan lokal

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 38.62 12.87 7.69* 6.59 16.69

Galat 4 6.69 1.67

Total 7 45.31

Ket. * = berbeda nyata

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa pemberian jerami padi dengan berbagai pengolahan teknologi pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase boneless. Hal ini disebabkan oleh peningkatan bobot karkas pada perlakuan P3 dimana jerami padi diolah secara biologis yaitu difermentasi dengan Aspergillus niger karkasnya lebih besar dibanding pada perlakuan lain. Hal ini disebabkan karena pertambahan bobot badan yang lebih besar pada perlakuan P3 dibanding dengan perlakuan lainnya sehingga meningkatkan bobot hidup domba jantan lokal dimana bobot hidup domba sangat menentukan bobot karkas dan bobot boneless walupun pada peningkatan bobot badan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata secara statistik. Semakin tinggi bobot karkas maka semakin tinggi pula persentase boneless. Hal ini juga disebabkan oleh konsumsi domba lokal jantan (Lmapiran 12) pada perlakuan P3 lebih banyak dibandingkan perlakuan lain walaupun perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat konsumsinya. Persentase boneless ini juga dapat


(45)

dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan bangasa ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hendri, (1986) yang menyatakan bahwa daging domba mengandung protein 17,1% dan lemak 14,8%. Variasi distribusi perdagingan pada ternak ruminansia kecil disebabkan oleh beberapa faktor seperti spesies, bangsa, umur, nutrisi, jenis kelamin, aktifitas ternak dan tatalaksana pemeliharaan.

Dari hasil penelitian persentase boneless menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). Data ini diperoleh dari daging yang ada pada bagian karkas yang telah dipisahkan dengan tulang. Ini berarti data persentase karkas juga berpengaruh terhadap persentase boneless ini. Persentase karkas juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata, hal ini yang mengakibatkan persentase boneless juga memberikan pengaruh yang sama.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa persentase boneless yang tertinggi terdapat pada P3 yaitu sebesar 69,21%. Angka ini masih berada di bawah 75%. Ini berarti persentase boneless ini masih dikatakan rendah walaupun secara statistik hasilnya menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini sejalan dengan pendapat Wardjojo (1993), yang menyatakan persentase daging dalam karkas sebesar 75%. Hal ini diasumsikan karena jerami padi mempunyai kandungan nutrisi yang rendah dan memiliki serat kasar dan lignin yang tinggi sehingga sulit dicerna oleh ternak. Semakin sedikit nutrisi yang diserap maka semakin sedikit pula daging yang terbentuk. Pengolahan yang dilakukan pada jerami padi hanya mampu meningkatkan kandungan nutrisinya sedikit dan menurunkan serat kasarnya juga sedikit.

Dari data yang diperoleh bahwa pemberian jerami padi memberikan perbedaan yang nyata pada persentase boneless. Peneliti berasumsi bahwa jerami padi memberikan pengaruh yang positif pada boneless. Jika dibandingkan dengan data yang lainnya yang


(46)

menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antar perlakuan, maka peneliti menyimpulkan bahwa pemberian jerami padi hanya berpengaruh baik pada persentase boneless.

Pemberian jerami padi dengan teknologi pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase boneless, maka untuk menentukan perlakuan mana yang paling potensial perlu dicari dahulu nilai pembandingnya dan dilakukan uji lanjut yaitu uji BNJ seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji BNJ 0,05 persentase boneless

Perlakuan Rataan ± sd Notasi

P1 64,47 0,91 ab

P2 63,43 0,65 a

P3 69,21 0,87 b

P4 65,04 2,16 ab

Ket. Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

Dari hasil uji BNJ 5% diatas dapat dilihat bahwa perlakuan P3 (jerami padi difermentasi Aspergillus niger) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap perlakuan P2 (jerami padi dengan NaOH), tetapi memberikan pengaruh yang tidak nyata berbeda dengan perlakuan P1 (jerami padi yang dichopper) dan P4 (jerami padi yang diolah secara kombinasi). Dari hasil uji lanjut dapat disimpulkan bahwa P3 lebih potensial dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Persentase Lemak Subkutan

Persentase lemak subkutan diperoleh dari hasil perbandingan rataan bobot lemak subkutan dengan bobot karkas dikali 100%. Rataan persentase lemak subkutan dapat dilihat pada Tabel 12.


(47)

Tabel 12. Rataan persentase lemak subkutan (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 2,30 2,10 4,40 2,20 ± 0,14tn

P2 2,00 2,20 4,20 2,10 ± 0,14tn

P3 2,20 2,30 4,50 2,25 ± 0,07tn

P4 2,30 2,10 4,40 2,20 ± 0,14tn

Total 8,80 8,70 17,50

Rataan 2,20 2,18 2,19 ± 0,12tn

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa rataan persentase lemak subkutan yaitu sebesar 2,19%. Rataan persentase lemak subkutan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu 2,25% dan rataan persentase lemak subkutan terendah terdapat pada perlakuan P2 sebesar 2,10%.

Dari hasil persentase lemak diketahui bahwa persentase lemak dipengaruhi oleh bobot lemak, bobot karkas, konsumsi pakan domba jantan lokal. Tetapi tidak memberikan perubahan pada kandungan lemak pada domba. Persentase lemak dan karkas sangat erat hubungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (1994), yang mengemukakan bahwa ransum tidak terlalu memberikan perubahan pada kandungan lemak ternak ruminansia dan hanya mempengaruhi persentase lemak dalam karkas. Hal ini juga didukung oleh Berg dan Butterfield (1976), yang menyatakan bahwa lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda. Awalnya pertumbuhan lemak sangat lambat, tetapi pada saat memasuki fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dan cepat.


(48)

Untuk mengetahui perbedaan pengaruh setiap perlakuan terhadap persentase lemak subkutan dilakukan analisis ragam yang terlihat pada tabel 13.

Tabel 13. Analisis ragam rataan persentase lemak subkutan

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 0,02 0,01 0,49tn 6,59 16,69

Galat 4 0,06 0,02

Total 7 0,09

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Hasil analisis keragaman pada Tabel 14 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase lemak subkutan. Hal ini diasumsikan bahwa pengaruh yang tidak berbeda nyata antar perlakuan disebabkan karena umur dan bobot ternak yang homogen, sehingga pertumbuhan lemak dalam tubuh hampir seragam yang mana pertumbuhan lemak ini sejalan dengan pertambahan bobot badan. Hal ini juga diindikasikan karena konsumsi pakan setiap perlakuan tidak berbeda jauh satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Frandson (1992), yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dalam proporsi daging, tulang dan jaringan ikat maupun pada perlemakan pada tingkat pemberian pakan yang berbeda pada domba, tetapi berbeda dalam depot lemak. Domba yang mendapat pakan lebih banyak mempunyai lemak subkutan lebih banyak.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rekapitulasi hasil penelitian terhadap non karkas, boneless dan lemak subkutan dapat dilihat pada Tabel 14.


(49)

Tabel 14. Rekapitulasi hasil penelitian Perlakuan Bobot non karkas (kg) Persentase non karkas (%) Persentase boneless (%) Persentase lemak subkutan (%)

P1 5,82 ± 0,35tn 48,91 ± 2,07tn 64,47±0,91ab 2,20 ± 0,14tn P2 5,69 ± 0,38tn 50,48 ± 1,81tn 63,43±0,65a 2,10 ± 0,14tn P3 5,85 ± 0,02tn 50,73 ± 1,99tn 69,21±0,87b 2,25 ± 0,07tn P4 5,28 ± 0,31tn 48,56 ± 3,52tn 65,04±2,16ab 2,20 ± 0,14tn

Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa pemberian jerami padi dengan pengolahan teknologi pakan terhadap domba jantan lokal memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada parameter bobot non karkas, persentase non karkas, dan persentase lemak subkutan serta menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap persentase boneless.

Pemberian jerami padi yang diolah secara mekanik, kimiawi dan biologi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot non karkas, persentase non karkas dan persentase lemak subkutan. Rataan bobot non karkas dan persentase non karkas yang tertinggi terdapat pada P3 yaitu sebesar 5,85kg dan 50,73%. Rataan bobot non karkas dan persentase non karkas yang terendah terdapat pada P4 yaitu sebesar 5,28kg dan 48,26%. Sedangkan persentase lemak subkutan yang tertinggi juga terdapat pada P3 yaitu 2,25% dan yang terendah pada P2 sebesar 2,10%.

Dari data hasil statistik pemberian jerami padi memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap persentase boneless. Rataan persentase boneless tertinggi terdapat pada P3 yaitu sebesar 69,21% dan yang terendah terdapat pada P2 yaitu sebesar 63,43%. Hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak nyata berbeda pada bobot non karkas, persentase


(50)

terhadap persentase boneless. Hal ini diasumsikan karena tidak adanya parameter pembanding dalam penelitian yang mana tidak menggunakan jerami padi yang tanpa diolah. Jerami padi pada perlakuan, semuanya mengalami pengolahan baik itu fisik, kimiawi, biologi maupun secara kombinasi.

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa pengolahan jerami padi secara biologi yaitu dengan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang positif terhadap persentase boneless dibandingkan dengan pengolahan lainnya. Ini berarti pengolahan secara biologi dapat diterapkan untuk pemakaian jerami padi dalam hal meningkatkan persentase boneless. Jika ditinjau dari hasil persentase boneless, pengolahan secara biologi mampu menigkatkan kualitas boneless. Hal ini diakibatkan karena Aspergillus niger memiliki enzim selulose yang diduga mampu memecah selulosa pada jerami padi sehingga nutrisinya meningkat dan lebih mudah diserap oleh tubuh untuk pembentukan boneless pada domba, walaupun persentase boneless masih dapat dikatakan rendah. Maka dari itu perlu dilakukan suplementasi untuk meningkatkan pemakaian jerami padi sebagai pakan ternak.


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemanfaatan jerami padi dengan pengolahan teknologi pakan (fisik, kimiawi dan biologi) tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kualitas non karkas dan persentase lemak subkutan dan memberikan perbedaan yang nyata terhadap persentase boneless yang mana perlakuan P3 (Aspergillus niger) memberikan hasil yang paling tinggi yaitu sebesar 69,21%.

Saran

Disarankan pemberian jerami padi pada domba disertai dengan suplementasi untuk meningkatkan pemakaian jerami padi sebagai pengganti hijauan ternak.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Ismail, R., 2011. Teknologi Pengolahan Jerami. FAPET UNPAD.

., 1995. Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.

April 2012].

Arinong, A., 2009. Pemanfaatan Jerami Padi untuk Konservasi dan Pakan Ternak. STTP Gowa

Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikrobiologi pada Ruminansia. UGM Press,

Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2002. Statistika Indonesia. Biro Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.

_________________________________, 2004. Statistika Indonesia. Biro Pusat Statistik Indonesia. Jakarta.

Bamualim. 1994. Usaha Peternakan Sapi Perah di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil-hasil Penelitian Peternakan dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili/Balai Informasi Pertanian Noelbalki Kupang 1-3 Februari 1994.

Berg, R. T. dan R. Butterfield. 1976.

New Concept of Cattle Growth

. Sidney

University Press, Sydney.

Cahyono., 1998. Beternak Kambing Dan Domba, Kanisius, Yogyakarta.

Fardiaz, 1989. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB dan LSI IPB, Bogor.

Frandson, R. D. 1992. Anataomi dan Fisiologi Ternak. Gajah Mada University, Yogyakarta.


(53)

Hanafiah, K.A., 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Ginting, E.P., 2011. Pemanfatan Kulit Daging Buah Kopi Yang Diamoniasi Pada

Pakan Domba Terhadap Persentase Non Karkas Domba Lokal Jantan Lepas Sapih. Jurusan Peternakan-USU, Medan.

Hardjo, S., N. S. Indrasti, B. Tajuddin., 1989. Bio-konversi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Harper, L. J. 1984. Pangan, Gizi dan Pertanian. Terjemahan: Suharjo. GMSK. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman, 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Ternak di Indonesia. UGM-Press, Yogyakarta.

Hendri. 1986. Studi perbandingan distribusi perdagingan kambing Kacang dan

domba Priangan pada dua tingkat umur. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Herman, R., 1984. Produksi Daging dan Sifat Karkas Kambing Kacang. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Kecil. Bogor 22-23 November 1983.

Herman, R., 1993. Perbandingan Pertumbuhan Komposisi Tubuh dan Karkas Antara Domba Priangan dan Ekor Gemuk. Disertasi Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Herman, R., 2003. Budidaya Ternak Ruminasia Kecil. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kartadisastra, H. R., 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing). Kanisius, Yogyakarta.


(54)

Lawrie, F. A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan oleh Aminuddin Parakkasi. Edisi kelima. Indonesia University Press, Jakarta.

Murtidjo, B. A. 1993. Memelihara Domba. Kanisus, Yogyakarta.

Novirma, J. 1991. Penyediaan, Pemanfaatan dan Nilai Gizi Limbah Pertanian Sebagai Makanan Ternak di Sumatera Barat. Pusat Penelitian, Universitas Andalas, Padang.

NRC, 1995. Nutrient Requirement of Domestic, Nutrient Requirement of Swine National Academy of Science, Washington DC.

Parakkasi, A., 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. UI-Press, Jakarta.

., 1995. Ilmu Makanan dan Ternak Ruminan. UI-Press, Jakarta.

Permatasari, E. 1992. Studi banding keempukan daging domba dan kambing, sapi dan kerbau pada otot longisimus dorsi dan bisepsformia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prawirokusumo, S., 1994. Ilmu Gizi Komparatif. UGM-Press, Yogyakarta.

Pulungan, H. dan M. Rangkuti. 1981. Pertumbuhan komponen karkas ditinjau dari

bobot karkas pada domba jantan lokal. Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Bogor, 23-26 Maret 1981. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hal 229-234.

Purbowati, E., C. I. Sutrisno, E. Baliarti, S. P. S. Budhi dan W. Lestariana. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang


(55)

dipelihara di pedesaan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan

dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hal 487-494.

Rangkuti, M., A. Musofie, P. Sitorus, I. P. Kompiang, N. Kusumawadhani dan A. Roesjat. 1985. Pemanfaatan Daun Tebu Untuk Pakan Ternak di Jawa Timur. Seminar Pemanfaatan Limbah Tebu Untuk Pakan Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, 5 Maret 1985, Grati.

Ridawan., 1991. Pertumbuhan Karkas, Komponen Karkas dan Non Karkas Kambing Kacang Pada Berbagai Tingkat Pemberian Konsentrat. Fakultas Pascasarjana. IPB, Bogor.

Rasyaf, M., 1994. Bahan Makanan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Sinaga, J. I., 2002. Pengaruh Penggunaan Onggok Fermentasi Dalam Rnsum Terhadap Peformance Itik Peking Umur 1 hari - 8 minggu, Jurusan Peternakan USU. Medan.

Siregar, S. B., 2003. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sodiq, A. dan Z. Abidin, 2002. Penggemukan Domba. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Supriyati, T. Purwadaria., A. P. Sinurat., H. Hamid., I. P. Kompiang., 1998. Fermentasi Bungkil Inti Sawit Secara Substrat Padat dengan Menggunakan Aspergillus niger JITV 3(3):166.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadimomodjo dan S. Prawirokusumo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Univeritas Gajah Mada, Yogakarta.


(56)

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Widayati. E. dan Widalestari, Y., 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana, Surabaya.


(57)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi susunan konsentrat

Bahan % Bahan % PK % SK % LK

% TDN

1 Kulit Buah Kakao 13 0.96 4.30 0.18 6.39

2 Bungkil Inti Sawit 20 3.08 3.38 0.48 16.2

3 Dedak Padi 18 2.48 2.02 1.48 11.57

4 Onggok 27 0.43 2.81 0.11 20.52

5 Tepung daun singkong 13 3.25 1.56 0.91 11.77

6 Molasses 5 0.2 0.02 0.0 4.05

7 Garam 1 0 0 0 0

8 Mineral 1 0 0 0 0

9 Urea 2 5.60 0 0 0

Total 100 16 14.09 3.16 70.5

Lampiran 2. Rataan bobot non karkas domba jantan lokal (kg)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 5,57 6,07 11,40 5,82 ± 0,35tn

P2 5,96 5,42 11,38 5,69 ± 0,38tn

P3 5,83 5,86 11,69 5,85 ± 0,02tn

P4 5,07 5,50 10,88 5,28 ± 0,31tn

Total 22,43 22,85 45,29

Rataan 5,61 5,71 5,66


(58)

Lampiran 3. Analisis ragam rataan bobot non karkas

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 0.41 0.14 1.46tn 6.59 16.69

Galat 4 0.37 0.09

Total 7 0.77

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 4. Rataan persentase non karkas pada domba jantan lokal (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 47,45 50,38 97,82 48,91 ± 2,07tn

P2 51,76 49,20 100,96 50,48 ± 1,81tn

P3 52,13 49,32 101,45 50,73 ± 1,99tn

P4 46,07 51,05 97,12 48,56 ± 3,52tn

Total 197,41 199,95 397,36

Rataan 49,35 49,99 49,67

Ket tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 5. Analisis ragam rataan persentase non karkas

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F 0,05 F0,01

Perlakuan 3 7,15 2,38 0,40tn 6,59 16,69

Galat 4 23,94 5,98

Total 7 31,09

Ket. tn = tidak berbeda nyata


(59)

Lampiran 6. Rataan persentase boneless pada domba jantan lokal (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 63,82 65,11 128,93 64,47 ± 0,91

P2 62,97 63,89 126,86 63,43 ± 0,65

P3 68,59 69,83 138,42 69,21 ± 0,87

P4 63,51 66,57 130,09 65,04 ± 2,16

Total 258,90 265,40 524,30

Rataan 64,73 66,35 65,54

Lampiran 7. Analisis ragam rataan persentase boneless pada domba jantan lokal

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 38.62 12.87 7.69* 6.59 16.69

Galat 4 6.69 1.67

Total 7 45.31

Ket. * = berbeda nyata

Lampiran 8. Uji BNJ 0,05 persentase boneless

Perlakuan Rataan ± sd Notasi

P1 64,47 0,91 ab

P2 63,43 0,65 a

P3 69,21 0,87 b

P4 65,04 2,16 ab

Ket. Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)


(60)

Lampiran 9. Rataan persentase lemak subkutan (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 2,30 2,10 4,40 2,20 ± 0,14tn

P2 2,00 2,20 4,20 2,10 ± 0,14tn

P3 2,20 2,30 4,50 2,25 ± 0,07tn

P4 2,30 2,10 4,40 2,20 ± 0,14tn

Total 8,80 8,70 17,50

Rataan 2,20 2,18 2,19

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 10. Analisis ragam rataan persentase lemak subkutan

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 0,02 0,01 0,49tn 6,59 16,69

Galat 4 0,06 0,02

Total 7 0,09

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 11. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Bobot non karkas (kg) Persentase non karkas (%) Persentase boneless (%) Persentase lemak subkutan (%)

P1 5,82 ± 0,35tn 48,91 ± 2,07tn 64,47ab 2,20 ± 0,14tn P2 5,69 ± 0,38tn 50,48 ± 1,81tn 63,43a 2,10 ± 0,14tn P3 5,85 ± 0,02tn 50,73 ± 1,99tn 69,21b 2,25 ± 0,07tn P4 5,28 ± 0,31tn 48,56 ± 3,52tn 65,04ab 2,20 ± 0,14tn


(61)

Lampiran 12. Rataan konsumsi pakan selama penelitian (g/ekor/hari)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2 3 4 5

P1 522,93 481,80 471,02 529,19 534,61 2539,54 507,91±29,30tn P2 539,97 480,50 482,49 490,48 512,70 2506,13 501,23±25,14tn P3 521,64 521,40 517,68 533,19 537,95 2631,87 526,37±8,71tn P4 514,61 515,73 480,82 494,17 473,04 2478,38 495,68±19,34tn Total 2099,15 1999,43 1952,01 2047,03 2058,29 10155,92

Rataan 524,79 499,86 488,00 511,76 514,57 507,80±20,62tn

Lampiran 13. Rataan pertambahan bobot badan domba jantan lokal (g/ekor/hari)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan±sd

1 2 3 4 5

P1 22.98 19.29 20.36 21.43 24.05 108.10 21.62±1.92tn P2 21.90 20.60 19.88 19.64 20.71 102.74 20.55±0.89tn P3 20.95 21.07 21.67 23.33 22.14 109.17 21.83±0.97tn P4 22.02 21.07 20.12 23.57 20.60 107.38 21.48±1.37tn Total 87.86 82.02 82.02 87.98 87.50 427.38


(62)

Lampiran 14. Rataan persentase karkas domba jantan lokal (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

1 2

P1 30.23 33.63 63.86 31.93±2.40

P2 32.45 31.04 63.49 31.74± 0.98

P3 33.44 31.82 65.26 32.63± 1.13

P4 32.45 32.32 64.77 32.38± 0.07

Total 128.57 128.81 257.38 128.68±4.58

Rataan 32.14 32.20 64.34 32.17±1.14

Lampiran 15. Skema fermentasi jerami padi dengan Aspergillus niger

Jerami padi

Jerami padi dimasukkan kedalam bak fermentasi

Disiram dengan air sumur

Lalu ditaburi Aspergillus niger dalam bentuk serbuk dicampur merata

Ditutup dengan menggunakan ambal sabut kelapa

Difermentasi selama 2 minggu


(63)

Dijemur dan diangin-anginkan selama 24 jam

Jerami padi siap dipakai

Lampiran 16. Skema pembuatan jerami padi dengan NaOH Jerami padi

Larutkan 50 gram NaOH kedalam 2,5 liter air untuk setiap kilogram jerami padi di dalam tong besar

Masukkan jerami padi kedalam larutan NaOH sampai menyerap

Jemur dan angin-anginkan selama 48 jam


(64)

Lampiran 17. Skema pengolahan jerami dengan cara kombinasi

Jerami padi yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger

Larutan NaOH

Dimasukkan jerami padi fermentasi kedalam larutan NaOH selama 24 jam

Jemur dan angin-anginkan sampai kering


(1)

Lampiran 6. Rataan persentase boneless pada domba jantan lokal (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 63,82 65,11 128,93 64,47 ± 0,91

P2 62,97 63,89 126,86 63,43 ± 0,65

P3 68,59 69,83 138,42 69,21 ± 0,87

P4 63,51 66,57 130,09 65,04 ± 2,16

Total 258,90 265,40 524,30

Rataan 64,73 66,35 65,54

Lampiran 7. Analisis ragam rataan persentase boneless pada domba jantan lokal

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 38.62 12.87 7.69* 6.59 16.69

Galat 4 6.69 1.67

Total 7 45.31

Ket. * = berbeda nyata

Lampiran 8. Uji BNJ 0,05 persentase boneless

Perlakuan Rataan ± sd Notasi

P1 64,47 0,91 ab

P2 63,43 0,65 a

P3 69,21 0,87 b

P4 65,04 2,16 ab

Ket. Pemberian notasi yang berbeda pada setiap perlakuan menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)


(2)

Lampiran 9. Rataan persentase lemak subkutan (%)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2

P1 2,30 2,10 4,40 2,20 ± 0,14tn

P2 2,00 2,20 4,20 2,10 ± 0,14tn

P3 2,20 2,30 4,50 2,25 ± 0,07tn

P4 2,30 2,10 4,40 2,20 ± 0,14tn

Total 8,80 8,70 17,50

Rataan 2,20 2,18 2,19

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 10. Analisis ragam rataan persentase lemak subkutan

SK DB JK KT Fhitung

F Tabel F0,05 F0,01

Perlakuan 3 0,02 0,01 0,49tn 6,59 16,69

Galat 4 0,06 0,02

Total 7 0,09

Ket. tn = tidak berbeda nyata

Lampiran 11. Rekapitulasi hasil penelitian

Perlakuan Bobot non karkas (kg) Persentase non karkas (%) Persentase boneless (%) Persentase lemak subkutan (%) P1 5,82 ± 0,35tn 48,91 ± 2,07tn 64,47ab 2,20 ± 0,14tn P2 5,69 ± 0,38tn 50,48 ± 1,81tn 63,43a 2,10 ± 0,14tn P3 5,85 ± 0,02tn 50,73 ± 1,99tn 69,21b 2,25 ± 0,07tn P4 5,28 ± 0,31tn 48,56 ± 3,52tn 65,04ab 2,20 ± 0,14tn


(3)

Lampiran 12. Rataan konsumsi pakan selama penelitian (g/ekor/hari)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan ± sd

1 2 3 4 5

P1 522,93 481,80 471,02 529,19 534,61 2539,54 507,91±29,30tn P2 539,97 480,50 482,49 490,48 512,70 2506,13 501,23±25,14tn P3 521,64 521,40 517,68 533,19 537,95 2631,87 526,37±8,71tn P4 514,61 515,73 480,82 494,17 473,04 2478,38 495,68±19,34tn Total 2099,15 1999,43 1952,01 2047,03 2058,29 10155,92

Rataan 524,79 499,86 488,00 511,76 514,57 507,80±20,62tn

Lampiran 13. Rataan pertambahan bobot badan domba jantan lokal (g/ekor/hari)

Perlakuan

Ulangan

Total Rataan±sd

1 2 3 4 5

P1 22.98 19.29 20.36 21.43 24.05 108.10 21.62±1.92tn P2 21.90 20.60 19.88 19.64 20.71 102.74 20.55±0.89tn P3 20.95 21.07 21.67 23.33 22.14 109.17 21.83±0.97tn P4 22.02 21.07 20.12 23.57 20.60 107.38 21.48±1.37tn Total 87.86 82.02 82.02 87.98 87.50 427.38


(4)

Lampiran 14. Rataan persentase karkas domba jantan lokal (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan

1 2

P1 30.23 33.63 63.86 31.93±2.40

P2 32.45 31.04 63.49 31.74± 0.98

P3 33.44 31.82 65.26 32.63± 1.13

P4 32.45 32.32 64.77 32.38± 0.07

Total 128.57 128.81 257.38 128.68±4.58

Rataan 32.14 32.20 64.34 32.17±1.14

Lampiran 15. Skema fermentasi jerami padi dengan Aspergillus niger

Jerami padi

Jerami padi dimasukkan kedalam bak fermentasi

Disiram dengan air sumur

Lalu ditaburi Aspergillus niger dalam bentuk serbuk dicampur merata

Ditutup dengan menggunakan ambal sabut kelapa

Difermentasi selama 2 minggu


(5)

Dijemur dan diangin-anginkan selama 24 jam

Jerami padi siap dipakai

Lampiran 16. Skema pembuatan jerami padi dengan NaOH Jerami padi

Larutkan 50 gram NaOH kedalam 2,5 liter air untuk setiap kilogram jerami padi di dalam tong besar

Masukkan jerami padi kedalam larutan NaOH sampai menyerap

Jemur dan angin-anginkan selama 48 jam


(6)

Lampiran 17. Skema pengolahan jerami dengan cara kombinasi

Jerami padi yang telah difermentasi dengan Aspergillus niger

Larutan NaOH

Dimasukkan jerami padi fermentasi kedalam larutan NaOH selama 24 jam

Jemur dan angin-anginkan sampai kering