Konsep Difteri TINJAUAN PUSTAKA

7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Difteri

2.1.1 Difteri Difteria Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina Soegijanto, 2004. Timbulnya lesi yang khas disebabkan oleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Pada kasus- kasus yang sedang dan berat ditandai dengan pembengkakan dan oedema di leher dengan pembentukan membran pada trachea secara ekstensif dan dapat terjadi obstruksi jalan napas. Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan salah satu rongga hidung tersumbat dan terjadi ekskorisasi ledes Dinkes Provinsi Jatim, 2011. Tingkat kematian kasus mencapai 5-10 untuk difteri noncutaneus, angka ini tidak banyak berubah selama 50 tahun. Bentuk lesi pada difteria kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo. Pengaruh toksin difteria pada lesi perifer tidak jelas. Difteria sebaiknya selalu dipikirkan dalam membuat diferensial diagnosa pada infeksi bakteri khususnya streptococcus dan viral pharingitis, Vincent’s angina, mononucleosis infeksiosa, syphilis pada mulut dan candidiasis. Diagnosa difteri dikonfirmasi dengan pemeriksaan bakteriologis terhadap sediaan yang diambil dari lesi Dinkes Provinsi Jatim, 2011. 2.1.2 Penanggulangan KLB Difteri Penanggulangan Kejadian Luar Biasa KLB terhadap penyakit difteri dilakukan secara bertahap yaitu penanggulangan tahap awal dan penanggulangan dengan pelaksanaan SUB PIN Difteri secara serentak. a. Penanggulangan KLB pada tahap awal Penanggulangan KLB tahap awal yang dilakukan adalah dengan: 1 Sosialisasi ke semua unit pelayanan kesehatan 2 Penemuan kasus difteri secara dini 3 Perawatan penderita yang standar 4 Pemberian profilaksis terhadap kontak erat penderita 5 Serta pemberian imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization ORI secara terbatas di wilayah KLB Kelima langkah tersebut dilakukan secara berkesinambungan dengan melakukan koordinasi dan advokasi secara lintas sektoral di setiap daerah. Khusus untuk imunisasi massal yang diberikan secara terbatasOutbreak Response Immunization diberikan kepada murid SD dari kelas IV, V dan VI serta murid SMP dari kelas VII, VIII dan XI. b. Penanggulangan KLB dengan SUB PIN Difteri Pelaksanaan Sub Pin Difteri dilakukan karena mengingat terus meningkatnya kejadian kasus Difteri. Kegiatan Sub Pin Difteri ini merupakan suatu kegiatan imunisasi tambahan secara serentak sebagai upaya meningkatkan ketahanan dan melindungi masyarakat terhadap penyakit difteri, sehingga diharapkan dapat memutuskan mata rantai penularan. Sasaran pada imunisasi tambahan ini adalah kelompok usia 2 bulan sampai dengan 15 tahun. c. Penanggulangan KLB dengan SUB PIN Difteri Pelaksanaan Sub Pin Difteri dilakukan karena mengingat terus meningkatnya kejadian kasus Difteri. Kegiatan Sub Pin Difteri ini merupakan suatu kegiatan imunisasi tambahan secara serentak sebagai upaya meningkatkan ketahanan dan melindungi masyarakat terhadap penyakit difteri, sehingga diharapkan dapat memutuskan mata rantai penularan. Sasaran pada imunisasi tambahan ini adalah kelompok usia 2 bulan sampai dengan 15 tahun.

2.2 Imunisasi