Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik Dalam Menahan Pemiskinan Akibat Dampak dari Pengkotaan Desa-Kota

PERAN PAGUYUBAN BERDASARKAN ETNIK DALAM
MENAHAN PEMISKINAN AKIBAT DAMPAK DARI
PENGKOTAAN DESA-KOTA

Zessy Ardinal Barlan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Paguyuban
Berdasarkan Etnik Dalam Menahan Pemiskinan Akibat Dampak dari Pengkotaan
Desa-Kota adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Zessy Ardinal Barlan
NIM I353114041

RINGKASAN
ZESSY ARDINAL BARLAN. Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik Dalam
Menahan Pemiskinan Akibat Dampak dari Pengkotaan Desa-Kota. Dibimbing
oleh LALA M. KOLOPAKING dan SATYAWAN SUNITO.
Indonesia terkenal dengan keberagaman etnis yang dimilikinya.
Banyaknya etnisitas di Indonesia memberikan warna tersendiri bagi kehidupan
bangsa Indonesia. Salah satunya berdampak pada munculnya organisasiorganisasi dengan landasan etnisitas atau terkadang dikenal dengan sebutan
paguyuban. Balikpapan merupakan daerah dengan masyarakat multietnis yang
pada umumnya bukan penduduk asli Balikpapan, melainkan pendatang. Tribun
Kaltim edisi 30 September 2012 menyebutkan bahwa terdapat 104 paguyuban
etnis di Balikpapan. Secara tidak langsung jumlah ini menggambarkan kondisi
keberagaman etnis yang ada di Balikpapan. Masing-masing etnis maupun
kelompok-kelompok etnis tersebut memiliki norma, relasi, maupun jaringan
kekerabatan satu dengan lainnya, khususnya untuk kepentingan ekonomi dan
politiknya. Satu kelompok etnik memiliki suatu identitas khas yang berbeda

dengan kelompok etnik lain, yang dengan mudah terlihat dari cara mereka
mengekspresikan atau mengartikulasikan kebudayaannya, termasuk dalam hal
bagaimana mereka mengkonsepsikan dan menata pengelolaan dan penguasaan
terhadap sumberdaya alam, ekonomi, dan politik (Lubis, 2005). Hal ini
menekankan bahwa adanya pola-pola relasi yang dibangun dan digunakan
didalam kelompok etnik untuk mengelola sumberdaya khususnya dalam sektor
ekonomi dan politik. Pola-pola relasi ini tidak terlepas dari jaringan kekerabatan
yang dibangun oleh masing-masing kelompok etnik. Fenomena ini memiliki
dampak pada semakin kuatnya identitas etnik dari masing-masing etnis di
Balikpapan.
Kesejahteraan masyarakat desa merupakan faktor penting dalam
pembangunan di pedesaan. Namun, pembanguan di pedesaan masih erat kaitannya
dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik kota. Pengkotaan wilayah desa-kota
adalah hasil dari adanya kebijakan pembangunan untuk kepentingan kota.
Pengkotaan membawa dampak tersendiri bagi masyarakat setempat, khususnya
bagi mereka yang tidak dapat mengambil manfaat langsung dari pembangunan
tersebut sehingga dapat berujung pada terjadinya proses pemiskinan pada
masyarakat setempat. Fenomena ini pada dasarnya tidak dapat terlepas dari gejala
menguatnya identitas etnik dan peran paguyuban di Balikpapan. Maka dari itu,
penting untuk melihat bagaimana pengaruh paguyuban berdasarkan etnik dalam

mempengaruhi bentuk masyarakat majemuk di Balikpapan dan dampaknya
terhadap pengkotaan desa-kota. Hal ini penting dilihat dalam kaitannya untuk
menganalisa lebih jauh dampak proses tersebut terhadap perekonomian
masyarakat desa dan khususnya masyarakat miskin. Oleh sebab itu, penelitian ini
ingin secara khusus melihat bagaimana peran paguyuban berdasarkan etnik dalam
menahan pemiskinan akibat dampak dari pengkotaan desa-kota.
Keberagaman etnisitas di Balikpapan tentunya berdampak pada
munculnya paguyuban-paguyuban etnisitas yang memiliki peranan tersendiri di
masyarakat, tidak terkecuali dalam pembangunan kawasan pedesaan. Oleh sebab
itu, pertanyaan besar dari penelitian ini adalah melihat bagaimana peran
paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak dari

pengkotaan desa-kota. Adapun tentunya dalam memahami hal tersebut, perlu juga
untuk memahami bagaimana latar belakang kelompok etnis terbentuk dan
menetap di Balikpapan, maka penting untuk mengetahui sejarah keberagaman
etnis, kota, paguyuban, dan proses pengkotaan kawasan desa-kota di Balikpapan.
Selain itu perlu juga untuk mengetahui bagaimana pola hubungan kelompok etnis
dan peran paguyuban sebagai organisasi politik bagi masyarakat di Balikpapan.
Hal ini berlanjut pada pertanyaan mendasar yaitu bagaimana situasi ini berperan
dalam dalam menahan pemiskinan akibat dampak dari pengkotaan desa-kota.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa masing-masing etnisitas
memiliki nilai-nilai maupun aturan-aturan yang mempengaruhi pola-pola relasi
yang mereka lakukan khususnya pada sektor ekonomi dan politik, sehingga perlu
diketahui bagaimana pola hubungan kelompok etnis dan peran paguyuban sebagai
organisasi politik bagi masyarakat di Balikpapan. Selanjutnya dalam memahami
peran paguyuban juga tidak terlepas dari bentuk masyarakat majemuk di
Balikpapan, maka dari itu penting untuk menentukan bentuk masyarakat majemuk
di Balikpapan dan dampaknya terhadap posisi paguyuban itu sendiri. Hal ini
kemudian berlanjut pada pertanyaan mendasar yaitu bagaimana situasi ini
berperan dalam pembangunan kawasan desa dan dampaknya pada masyarakat
pedesaan.
Penelitian ini merupakan penelitian dekriptif dan eksplorasi. Penelitian ini
dilakukan dengan wawancara mendalam kepada informan yang terlibat dalam
kelompok etnis, pemerintah, aktor atau elit dan penyebaran kuesioner kepada
responden yang terkategori sebagai masyarakat miskin. Adapun instrumen
wawancara mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan tertulis.
Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat miskin dan responden pada
penelitian ini dipilih secara random sampling dimana setiap orang memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden. Jenis data yang akan
digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder (studi literatur yang dilakukan

untuk mendapatkan data dan informasi yang relevan mengenai penelitian ini) dan
data primer (pengamatan langsung di lokasi penelitian dimana dilakukan
wawancara mendalam kepada informan dan responden yang mengacu kepada
panduan pertanyaan dan kuesioner). Penelitian mengenai peran paguyuban
berdasarkan etnik dalam pembangunan kawasan desa ini dilaksanakan di salah
satu desa di sekitar kota Balikpapan Kalimantan Timur yaitu Karang Joang.
Sejak dulu Balikpapan adalah kota yang telah menjadi pusat perhatian
dikarenakan potensi minyak yang terkandung didalamnya. Baik Belanda maupun
Jepang menjadikan Balikpapan sebagai kota yang dianggap mampu untuk
membantu pertahanan mereka, baik dari segi ekonomi dan politik. Hal ini secara
tidak langsung juga ikut membentuk karakteristik masyarakat kota Balikpapan
saat itu sebagai masyarakat pekerja dan industri. Oleh sebab itu bidang bisnis dan
tenaga kerja memiliki peran penting terhadap pertumbuhan ekonomi kota
Balikpapan. Ekonomi menjadi faktor penarik yang paling utama bagi masyarakat
luar untuk masuk ke Balikpapan dan lapangan pekerjaan menjadi suatu yang
sangat penting dalam keberlanjutan kehidupan penduduknya.
Pluralisme etnis yang terjadi di Balikpapan disebabkan oleh dua faktor
dalam dua tahap yang berbeda. Tahap pertama, pluralisme etnis yang terjadi di
Balikpapan adalah adanya kebijakan kolonisasi pemerintah Hindia Belanda yang
mendatangkan penduduk dari beragam etnis untuk mendukung perluasan dan


peningkatan kilang minyak. Tahap kedua adalah saat Indonesia dinyatakan
merdeka dan Balikpapan lepas dari bagian kesultanan Kutai. Pada saat ini
pluralisme etnis terjadi dikarenakan adanya perpindahan penduduk untuk mencari
kesempatan ekonomi. Paguyuban-paguyuban yang ada di Balikpapan tergabung
dalam Forum Komunikasi Paguyuban Balikpapan (FKPB) pada dasarnya ada
yang berdasarkan primordial murni, seperti etnisitas, namun ada juga
instrumental, dimana paguyuban-paguyuban ini terbentuk karena adanya tujuan
bersama. Paguyuban etnis di Balikpapan merupakan tempat sosialisasi dan
melembaganya nilai-nilai yang secara turun temurun disosialisasikan dan
mempengaruhi aktor atau individu dalam berprilaku. Fenomena ini secara tidak
langsung semakin memperkuat identitas etnik dari masing-masing etnis di
Balikpapan. Hal ini mendorong terbentuknya pilarisasi masyarakat di Balikpapan.
Selain itu, paguyuban juga berperan dalam pembangunan infrastruktur Karang
Joang melalui sosialisasi dan pola-pola hubungan etnisitas dalam wujud pilarisasi
melalui elit-elitnya. Paguyuban tentunya saling mengutamakan kepentingan
etnisnya dalam hal pembangunan kawasan pedesaan sebagai dampak dari proses
pengkotaan desa-kota, walaupun pembangunan tersebut secara umum tidak
langsung menyentuh kepentingan desa tersebut. Paguyuban memiliki peran dalam
perekonomian masyarakat desa Karang Joang, khususnya sebagai jaringan

pengaman bagi masyarakat miskin. Mereka yang aktif dan bergabung di
paguyuban akan mendapatkan keuntungan dan perluasan jaringan, khususnya
pada akses terhadap pekerjaan, sehingga walaupun pembangunan tersebut tidak
berdampak positif secara langsung bagi masyarakat miskin, dengan adanya
paguyuban proses pemiskinan yang mungkin terjadi dapat ditahan. Hal ini dapat
dianalisis dari dua sisi yaitu di satu sisi paguyuban dapat menjadi jaringan
pengaman bagi masyarakat pedesaan akibat dampak dari pembangunan. Namun,
disisi lain munculnya pembangunan ini secara tidak langsung membuat
masyarakat terdorong untuk bergabung dengan paguyuban yang menyebabkan
pada semakin kuatnya pilarisasi dan peran paguyuban di masyarakat

Kata kunci: Etnisitas, Paguyuban, Pilarisasi, Pembangunan, Pengkotaan

SUMMARY
ZESSY ARDINAL BARLAN. The Role of Ethnic Organization (Paguyuban) in
Holding Impoverishment Due To The impact of Rural-Urban Urbanization.
Supervised by LALA M. KOLOPAKING and SATYAWAN SUNITO.
Indonesia is famous for its ethnic diversity. Ethnic diversity in Indonesia
brings its own color to Indonesian nation. One of the impacts of ethnic diversity is
the emergence of ethnic based organization that usually called paguyuban.

Balikpapan is a city with a multiethnic citizen and most of the population is
immigrants. Tribun Kaltim issue of 30 September 2012 states there are 104 ethnic
organizations in Balikpapan. This number described the condition of ethnic
diversity in Balikpapan. Each ethnic or ethnic group has its own norm, relation, as
well as kinship with one another, especially for economic and political interests.
An ethnic group has a distinct identity that made them different with another
ethnic group, it can easily be seen from the way they express or articulate its
culture, and how they conceptualize and organize their own management and
control of their natural, economic, and politic resources (Lubis, 2005). It
emphasize that there is a relationship patterns, which is built and used in the
ethnic organization, to organize their resources especially at economic and politic
sector. This relationship patterns is depend on the kinship built by each ethnic
group. This phenomenon could have made the ethnic’s identity stronger than each
ethnicity in Balikpapan.
The welfare of rural community is an important factor to be considered in
the development of rural area. However, the development in rural area is closely
related to social, economic, and politic of the city. Urbanization of rural-urban
areas is the result of development policy for the benefit of the city. Urbanization
brings its own impact to the local community, especially for those who cannot
benefit from the development that could lead to the impoverishment of local

communities. This phenomenon basically cannot be separated from the symptoms
of strengthening ethnic identity and the role of community in Balikpapan.
Therefore, it is important to see how the influence of ethnic based organization in
influencing the shape of the plural society in Balikpapan and its impact on ruralurban urbanization. It is important to be seen in relation to further analyze the
impact of these processes on the rural economy and in particularly the poor.
Therefore, this research would like to specifically look at how the role of ethnic
based organizations in holding impoverishment due to the impact of rural-urban
urbanization.
The diversity of ethnicity in Balikpapan certainly have an impact on the
emergence of ethnic organization that has its own role in society, not least in the
development of rural areas. Therefore, the big question of this study is to see how
the role of the ethnic organization resist impoverishment due to the impact of
rural-urban urbanization. As for the course in understanding this, it is also
necessary to understand how the background of ethnic groups formed and settled
in Balikpapan, then it is important to know the history of ethnic diversity, city,
ethnic organization, and the process of urbanization in rural and urban areas

Balikpapan. It is also necessary to know how the relation pattern of ethnic group
and the role of ethnic organization as a political organization for people in
Balikpapan. This feeds into the fundamental question which is how this situation

plays a role in restraining impoverishment due to the impact of rural-urban
urbanization.
As described earlier, each ethnicity has the values and rules that affect the
patterns of relationships that they do, especially in the economic and political
sectors. Therefore it is necessary to know how the pattern of ethnic relations and
the role of ethnic organization as a political organization affect the community in
Balikpapan. Furthermore, to understand the role of ethnic organization also cannot
be separated from the form of the plural society in Balikpapan, therefore It is
important to see how the shape of the pluralistic society in Balikpapan and its
impact on the position of ethnic organization itself. It continues to the
fundamental question that how the situation plays a role in the development of
rural areas and how its impact on rural communities.
This study is descriptive and exploratory research. This study conducted
with in-depth interviews to the informants which involved in the ethnic group,
government, actors or elite and questionnaires to the respondents categorized as
poor. As for the in-depth interviews is using a guided written questions. The
population of this study is the poor and the respondents in this study were selected
by random sampling which every person has an equal opportunity to be selected
as the respondent. The type of data that will be used in this research is secondary
data (literature study to obtain relevant data and information regarding this study)

and primary data (direct observation where the study conducted with in-depth
interviews to the informants and respondents were referring to the guided
questions and questionnaire). Research on the role of ethnic organization in the
development of rural areas is carried out in one of the villages around the city of
Balikpapan in East Kalimantan, Karang Joang.
Since the beginning Balikpapan is a city that has become the center of
attention because of the potential oil contained therein. Both the Dutch and the
Japanese made Balikpapan as a city that is considered to be able to help their
defense, both in terms of economics and politics. It is also indirectly helped shape
the characteristics of the current society Balikpapan city as workers and industry.
Therefore business and labor have the important role to the economic growth in
the city of Balikpapan. The economy is the most important factor for people to go
to Balikpapan and jobs become a very important thing in the sustainability of the
population lives.
Ethnic pluralism is happening in Balikpapan is caused by two factors in two
distinct stages. The first stage, ethnic pluralism which occurs in Balikpapan is the
colonization of the Dutch government that brings people from diverse ethnicities
to support the expansion and improvement of the oil refinery. The second stage is
when Indonesia declared as independent and Balikpapan separated from part of
Kutai sultanate. At this time the ethnic pluralism occurs due to the movement of
people to seek economic opportunities.
The existing ethnic organizations in Balikpapan incorporated in Balikpapan
Forum Communications Society (FKPB) basically some of the ethnic
organization is based on pure primordial such as ethnicity. However, some of it
was also based on instrumental, which ethnic organization is formed due to a

common goal. Ethnic organization in Balikpapan is a place of socialization and
institutionalization of values that from generation to generation socialized and
influence actors or individuals behave. This phenomenon is indirectly reinforced
the ethnic identity of each ethnic in Balikpapan. This encourages the formation of
pillarization community in Balikpapan. In addition, ethnic organizations also play
a role in the infrastructure development of Balikpapan through socialization and
patterns of ethnic relations in the form of pillarization through the elites. Ethnic
organization basically put the interests of their ethnic in terms of development of
rural areas as a result of rural-urban urbanization process, although such
development is generally not directly touch the interests of the village. Ethnic
organizations have a role in the rural economy of Karang Joang, particularly as a
safety net for the poor. Member who are active and join in the ethnic organization
will receive benefit and network expansion, especially in access to employment,
that even if such development does not directly have a positive impact for the
poor, with the presence of ethnic organization the impoverishment can be
detained. It can be analyzed from two sides on the one hand ethnic organization
can be a safety net for rural communities due to the impact of the development.
However, on the other hand the emergence of this development is indirectly
making the public are encouraged to join ethnic organizations that led to the
strengthening pillarization and the role of ethnic organizations in the community.

Keywords: Ethnicity, Society, Pillarization, Development, Urbanization

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN PAGUYUBAN BERDASARKAN ETNIK DALAM
MENAHAN PEMISKINAN AKIBAT DAMPAK DARI
PENGKOTAAN DESA-KOTA

Zessy Ardinal Barlan

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sosiologi Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Sofyan Sjaf

Judul Tesis : Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik Dalam Menahan Pemiskinan
Akibat Dampak dari Pengkotaan Desa-Kota
Nama
: Zessy Ardinal Barlan
NIM
: I353114041

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Lala M Kolopaking, MS
Ketua

Dr Satyawan Sunito
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Sosiologi Pedesaan

Dr Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulillah segala puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT Tuhan
bagi alam semesta berkat nikmat iman, rahmat, dan ridhoNya sehingga tesis
dengan judul “PERAN PAGUYUBAN BERDASARKAN ETNIK DALAM
MENAHAN PEMISKINAN AKIBAT DAMPAK DARI PENGKOTAAN
DESA-KOTA” ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk
melihat bagaimana peran paguyuban berdasarkan etnik dengan wujud pilarisasi
masyarakat dalam menahan pemiskinan akibat dampak dari pengkotaan desa-kota.
Selain itu, tesis ini disusun untuk melengkapi kewajiban dalam menempuh tugas
belajar pada program Magister Sains, Program Studi Sosiologi Pedesaan, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah
dengan sukarela dan ikhlas membantu dalam penyusunan tesis ini baik secara
langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada pihak-pihak yang telah
membantu melalui bimbingan, saran, maupun dukungan semangat, sehingga tesis
ini dapat terselesaikan. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis ucapkan
kepada Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS dan Dr. Satyawan Sunito selaku
pembimbing tesis dan Dr. Sofyan Sjaf selaku dosen penguji yang selalu sabar
membimbing penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Zainal
Arifin (ayah), Ardyan Rus (ibu), Zergie N.B (adik), serta seluruh keluarga dan
sahabat atas segala doa dan kasih sayangnya. Akhir kata, Penulis berharap tesis ini
dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan dan terhadap ilmu serta
penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi Soiologi Pedesaan,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
.

Bogor, Juli 2014
Zessy Ardinal Barlan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Konsep Masyarakat Majemuk Hingga Konsep
Multikulturalisme dan Pilarisasi Masyarakat
Etnis dan Identitas Etnis
Relasi Etnis
Politik Etnis
Pembangunan, Pengkotaan Desa, dan Pengembangan Jaringan Serta
Kemiskinan
Kerangka Pemikiran

5
5
13
14
16
18
21

3 METODE
Pendekatan Penelitian
Teknik Pemilihan Responden dan Informan serta Tahapan Penelitian
Jenis, Teknik Pengolahan, dan Analisis Data
Lokasi dan Waktu Penelitian

23
23
23
25
25

4 SEJARAH KOTA BALIKPAPAN DAN SEJARAH KEBERAGAMAN
ETNIS DI BALIKPAPAN
Sejarah Balikpapan dan Perkembangannya
Kondisi Demografi di Balikpapan
Sejarah Keberagaman Etnisitas di Balikpapan
Sejarah Etnis Bugis di Balikpapan
32

26
26
29
32

Sejarah Etnis Banjar di Balikpapan

34

Sejarah Etnis Jawa di Balikpapan

35

Sejarah Etnis Batak di Balikpapan

36

Pola Migrasi Masuk Beragam Etnis di Balikpapan
Proses Pengkotaan Desa-Kota

37
39

5 POLA HUBUNGAN KELOMPOK ETNIS DAN PERAN PAGUYUBAN
SEBAGAI ORGANISASI POLITIK
42
Pola Hubungan Kelompok Etnis
42

Kelompok Etnik Bugis 43
Kelompok Etnis Banjar 47
Kelompok Etnis Jawa

48

Kelompok Etnis Batak

51

Paguyuban dan Perkembangannya
Peran Paguyuban di Masyarakat
Paguyuban Sebagai Organisasi Politik

54
56
58

6 PENGUATAN IDENTITAS ETNIK DALAM WADAH PAGUYUBAN DAN
PERANANNYA DALAM PENGKOTAAN DESA-KOTA
61
Peran Paguyuban dalam Penguatan Identitas Etnik dan Pengaruhnya
Terhadap Bentuk Masyarakat Majemuk Balikpapan
61
Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik dalam Bentuk Pilarisasi Masyarakat
dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Kawasan Desa
67
Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik dalam Penguasaan Lahan 67
Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik dalam Pemanfaatan Proses
Pembangunan Infrastruktur Desa
70
Peran Paguyuban dalam Bentuk Pilarisasi Masyarakat Menuju Demokrasi
Konsosiasional 75
Peran Paguyuban dalam Menahan Pemiskinan akibat Dampak dari
Pengkotaan Desa-Kota
77
Implementasi Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik Pada Kondisi Kekinian
Masyarakat Indonesia
90
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

92
92
94

DAFTAR PUSTAKA

94

LAMPIRAN

97

RIWAYAT HIDUP

105

DAFTAR TABEL
1. Penduduk Kota Balikpapan Menurut Kecamatan Tahun 2001-2011 ......... 30
2. Penyebaran Penduduk Kota Balikpapan Menurut Kecamatan Tahun
2001-2011 ................................................................................................... 30
3. Luas wilayah dan Kepadatan Penduduk Kota Balikpapan Menurut
Kecamatan Tahun 2011. ............................................................................. 31
4. Perbandingan Kelompok Etnik Terbesar Berdasarkan Sensus
Penduduk Tahun 1930 dan 2000 ................................................................ 37
5. Jarak Ibu Kota Kecamatan dan Kota ke Kelurahan Balikpapan Utara ....... 40
6. Kepadatan Penduduk per Kelurahan Kecamatan Balikpapan Utara
Tahun 2011 ................................................................................................. 41
7. Nama Walikota Balikpapan Sejak Tahun 1960 Hingga Sekarang ............. 72
8. Jumlah Rumah Tangga Miskin Kota Balikpapan ....................................... 79
9. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Kecamatan Tahun 2011 ........... 80
10. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama dan Jenis
Kelamin Tahun 2011 .................................................................................. 81
11. BanyaknyaPencari Kerja dan Permintaan Kerja yang Terdaftar
Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin (orang), Tahun 2011 ..... 82
12. Jumlah Angkatan Kerja dan Jumlah Penduduk yang Bekerja Penuh,
Bekerja Tidak Tentu, serta yang Sedang Mencari Pekerjaan,
Kelurahan Karang Joang Tahun 2011 ........................................................ 83

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran peran paguyuban berdasarkan etnik dalam
pengembangan kawasan desa ..................................................................... 23
2. Tahapan Penelitian Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik dalam
Pengembangan Kawasan Desa ................................................................... 24
3. Peta Kesultanan Berau, Kutai Timur, Kutai, Pasir dan Sabah ................... 33
4. Peran Paguyuban di Balikpapan bagi Pemerintah dan Masyarakat
Kota Balikpapan ......................................................................................... 57
5. Proses Sosialisasi Politik Pemerintah dan Paguyuban kepada
Masyarakat.................................................................................................. 59
6. Pola Hubungan Etnis pada Aspek Budaya, Politik, dan Ekonomi ............. 66
7. Karang Joang Golf and Resort (atas), Institut Tekhnologi Balikpapan
(kiri bawah), dan Politeknik Balikpapan (kanan bawah) ........................... 71
8. Kondisi Pemukiman Warga Karang Joang (Kiri) dan Kondisi
Balikpapan Kota (Kanan) ........................................................................... 72
9. Pekerjaan Penduduk Miskin di Kelurahan Karang Joang, Kecamatan
Balikpapan Utara, Tahun 2013 ................................................................... 84
10. Pendapatan Penduduk Miskin Perbulan Kelurahan Karangjoang,
Kecamatan Balikpapan Utara, Tahun 2013 ................................................ 85

DAFTAR MATRIKS
1. Konsep-konsep Masyarakat Majemuk Menurut Para Tokoh dan Ciricirinya.......................................................................................................... 11
2. Sejarah Masing-masing Etnis Masuk ke Balikpapan .................................. 38
3. Nama-Nama Perusahaan Eksportir Aktif, Lokasi dan Status
Kepemilikannya Tahun 2011 ...................................................................... 44
4. Peran Paguyuban di Masyarakat Pada Aspek Ekonomi, Budaya, dan
Politik .......................................................................................................... 57
5. Paguyuban Ditinjau dari Elemen-Elemen Proses Interaksi Politik............. 60
6. Penggunaan Atribut Etnis pada Etnis Bugis, Banjar, Jawa, dan Batak ...... 62
7. Latar Belakang Pola Interaksi dan Pemanfataannya pada Etnis Jawa,
Bugis, Banjar, dan Batak............................................................................. 63
8. Pola Penguasaan Lahan dan Peran Paguyuban di Balikpapan .................... 70
9. Peran Paguyuban dan Kepentingan Etnisitas dalam Pemanfaatan
Proses Pembangunan Infrastruktur Desa Karang Joang di Balikpapan ...... 75

DAFTAR GRAFIK
1. Jumlah Penduduk Kota Balikpapan Menurut Kecamatan Tahun 20012011 ............................................................................................................. 39
2. Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, dan Garis
Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008-2012 ....................... 78

DAFTAR LAMPIRAN
1. Peradaban Yang Berhasil Dibangun Migran Bugis di Indonesia ............... 98
2. Rekapitulasi Jumlah Penduduk Miskin Kota Balikpapan Tahun 2012
– 2013 ........................................................................................................ 101
3. Bagan Peran Paguyuban Berdasarkan Etnik dalam Pembangunan
Kawasan Desa ........................................................................................... 102

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia terkenal dengan keberagaman etnis yang dimilikinya. Wertheim
(1999) menyebutkan bahwa Bhineka Tunggal Ika, yang berarti “persatuan dalam
perbedaan” merupakan motto resmi Republik Indonesia yang secara tidak
langsung ungkapan ini mengekspresikan suatu keinginan kuat, tidak hanya
kalangan pemimpin politik tetapi juga kalangan berbagai lapisan penduduk, untuk
mencapai kesatuan meskipun ada karakter yang heterogen pada negara yang baru
terbentuk itu. Pernyataan tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa
Indonesia memang memiliki karakteristik budaya dan masyarakat yang berbeda.
Perbedaan tersebut menurut Wertheim (1999) dapat terlihat dari kondisi geografis
Indonesia. Geografis Indonesia memperlihatkan perbedaan (diversitas). Sekian
banyak pulaunya, besar dan kecil, yang tersebar di atas permukaan laut yang
luasnya melebihi seluruh wilayah daratan Amerika Serikat mengakibatkan isolasi
budaya, walaupun budaya dari pulau-pulau yang berbeda itu mempunyai akar
yang sama. Penyebab kedua perbedaan itu dapat ditemukan pada etnik.
Keberagaman yang tinggi dalam suatu daerah atau negara pada umumnya
dalam memahami karakteristik daerah tersebut digunakan konsep-konsep
masyarakat majemuk. Furnivall dalam Sayifudin (2006) mengatakan bahwa
masyarakat majemuk adalah kumpulan orang yang mereka bergaul tapi tidak
bercampur. Setiap kelompok memegang agama mereka sendiri, kebudayaan dan
bahasa sendiri, gagasan dan cara hidup sendiri. Sebagai individu-individu mereka
bertemu satu sama lain tetapi hanya di pasar-pasar, ketika berjual-beli. Mengacu
pada pandangan Furnivall terlihat bahwa pada dasarnya masing-masing kelompok
memiliki aturan dan kelembagaannya sendiri sehingga hubungan antara
kelompok-kelompok yang berbeda lebih kepada hubungan jual beli saja. Konsep
ini tidak sepenuhnya dapat menjelaskan kondisi masyarakat majemuk di
Indonesia, sehingga banyak para ahli yang tetap memulai penelitian hingga
menemukan konsep masyarakat multikultur. Konsep masyarakat multikultur
seperti yang dijelaskan oleh Syaifudin (2006) lebih menekankan relasi antarkebudayaan dengan pengertian bahwa keberadaan suatu kebudayaan harus
mempertimbangkan keberadaan kebudayaan lainnya. Hal ini secara tidak
langsung memperlihatkan bahwa pada dasarnya hubungan antar etnik juga
mempengaruhi kondisi masyarakat tersebut. Pemahaman mengenai konsepkonsep masyarakat majemuk dalam upaya untuk memahami karakteristik
masyarakat yang memiliki tingkat keberagaman yang tinggi penting untuk dilihat
mengingat keberagaman merupakan suatu hal yang pada dasarnya telah menjadi
ciri khas masyarakat Indonesia khususnya etnisitas.
Masyarakat Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda walaupun
bernaung dalam suatu wadah bersama yaitu negara dan dengan nilai-nilai
nasionalisme yang dibangun oleh masyarakat, tetap tidak membuat identitas
maupun atribut etnis yang dipegang atau digunakan oleh setiap individu tersebut
memudar, melainkan justru identitas etnis dan atribut etnis tersebut tetap melekat
dan digunakan oleh individu-individu baik secara terang-terangan maupun tidak.
Sebagai contoh dalam penelitian yang dilakukan oleh Firdaus (2012) dikota Binjai

2
menunjukkan bahwa dalam interaksi dengan warga diluar kota Binjai, orangorang muda Binjai menyebut diri sebagai orang Binjei sehingga di kota Medan,
misalnya, dikenal istilah “robin” (rombongan Binjei) untuk menyebut orang-orang
Binjai yang setiap hari pergi ke dan pulang dari Medan (komuter) untuk urusan
pekerjaan atau pendidikan. Mereka tidak menyebutkan diri sebagai orang Jawa,
Minang, Melayu dan lainnya. Kecuali itu, dalam pembicaraan lebih lanjut untuk
kepentingan tertentu – seperti politik, asosiasi dan lain sebagainya – latar
belakang etnis baru dibicarakan. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa
pada dasarnya identitas etnik masih terus dipertahankan dan digunakan untuk
kepentingan tertentu walaupun secara umum tidak terlihat penggunaannya.
Fenomena ini tentunya memberikan konsekuensi munculnya kelompokkelompok etnik khususnya bagi mereka yang merantau atau tidak tinggal di
daerah asal. Keberagaman etnisitas di Indonesia memberikan warna tersendiri
bagi kehidupan bangsa Indonesia yang tentunya juga berdampak pada munculnya
organisasi-organisasi dengan landasan etnisitas atau terkadang dikenal dengan
sebutan paguyuban. Indonesia memiliki banyak daerah yang memiliki paguyuban,
namun belum ada penelitian yang cukup banyak mengungkap mengenai hal ini.
Maka dari itu paguyuban pada dasarnya juga merupakan suatu sumberdaya yang
belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal.
Lubis (2005) menegaskan bahwa satu kelompok etnik memiliki suatu
identitas khas yang berbeda dengan kelompok etnik lain, yang dengan mudah
terlihat dari cara mereka mengekspresikan atau mengartikulasikan
kebudayaannya, termasuk dalam hal bagaimana mereka mengkonsepsikan dan
menata pengelolaan dan penguasaan terhadap sumberdaya (alam, ekonomi, dan
politik). Hal ini menekankan bahwa adalanya pola-pola relasi yang dibangun dan
digunakan didalam kelompok etnik untuk mengelola sumberdaya khususnya
dalam sektor ekonomi dan politik. Dimana pola-pola relasi ini tentunya tidak
terlepas dari jaringan kekerabatan yang dibangun oleh masing-masing kelompok
etnik. Selain itu Firdaus (2012) menyebutkan bahwa kajian tentang harmoni antar
etnik dapat dilihat dalam tulisan Usman pelly (1994). Pelly lebih fokus pada
adaptasi dan misi budaya dua etnis di kota Medan dalam mempertahankan
identitas etnis mereka. Menurut pelly, orang Minangkabau dan Mandailing dalam
merantau membawa misi budaya suku bangsa mereka. Salah satu strategi yang
digunakan oleh etnis Minang dan Mandailing di kota Medan adalah dengan
membentuk asosiasi-asosiasi sukarela untuk menjaga identitas.
Balikpapan merupakan daerah dengan masyarakat multietnik yang pada
umumnya bukan merupakan penduduk asli Balikpapan, melainkan pendatang.
Tribun Kaltim edisi 30 september 2012 menyebutkan bahwa terdapat 104
paguyuban etnis di Balikpapan. Secara tidak langsung hal tersebut
menggambarkan kondisi keberagaman etnis yang ada di Balikpapan. Masingmasing etnis maupun kelompok-kelompok etnis tersebut memiliki norma, relasi
maupun jaringan kekerabatan satu dengan lainnya, khususnya untuk kepentingan
ekonomi dan politiknya. Hal ini tentunya memiliki konsekuensi pada semakin
kuatnya identitas etnik dari masing-masing etnis di Balikpapan.
Penguatan identitas etnik dan adanya situasi politik yang memberikan
toleransi yang tinggi terhadap perbedaan mendorong semakin tingginya
keberagaman di Balikpapan. Nilai-nilai primordial yang terus melekat ditengahtengah masyarakat industri tentunya melahirkan bentuk masyarakat majemuk

3
tersendiri di Balikpapan yang memberikan dampak terhadap kondisi sosial,
ekonomi, dan politik di Balikpapan. Todaro (2006) menyebutkan bahwa kini
sudah cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa negara-negara yang
masyarakatnya beragam secara etnik dan agama pun bisa meraih kemajuankemajuan yang mengaggumkan. Sejumlah negara seperti Malaysia dan Mauritius
telah berhasil memadukan kemajuan ekonomi dengan integrasi sosial, dan di
Amerika Serikat, keragaman sering disebut sebagai sumber kreativitas dan
inovasi. Hal yang perlu digaris bawahi di sini adalah komposisi etnik dan agama
memainkan peran penting bagi pembangunan. Keragaman bisa mengakibatkan
konflik, namun bisa juga menumbuhkan kerja sama yang akan menciptakan
sinergi.
Tentunya masing-masing kelompok etnis memiliki kepentingan masingmasing dalam peranannya terhadap pembangunan, tidak hanya pembangunan
yang berpusat pada kota, tetapi juga pembangunan ekonomi di pedesaan.
Pembangunan di pedesaan tentunya tidak terlepas dari pembangunan perkotaan,
dalam menunjukkan keterkaitan hal tersebut McGee (2009) menyebutkan
mengenai zona desa-kota, McGee menjelaskan bahwa zona desa-kota adalah di
mana sebagian besar dari kegiatan didaerah tersebut adalah perkotaan dan
didominasi oleh bangunan perkotaan. Wilayah ini mungkin sebelumnya telah
ditandai dengan pertanian dan fase awal industrialisasi padat karya namun
kegiatan tersebut sekarang telah banyak diganti dengan kegiatan perkotaan yang
berhubungan erat dengan inti kota. Pemaparan dari McGee ini menunjukkan
bahwa ada keterkaitan antara kota dan desa, dan tentunya ada pertukaranpertukaran terjadi antara kepentingan kota dan desa. Pertukaran-pertukaran ini
pada akhirnya akan menimbulkan proses pengkotaan wilayah desa-kota.
Pengkotaan desa-kota ini muncul dikarenakan adanya kebijakan-kebijakan
pembangunan yang dilakukan untuk kepentingan kota.
Desa dalam UU Desa pasal 1 adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan
masyarakat desa merupakan faktor penting dalam pembangunan di pedesaan,
namun pada kenyataannya pembanguan di pedesaan masih erat kaitannya dengan
kondisi sosial, ekonomi, dan politik kota. Pengkotaan wilayah desa-kota sebagai
dampak dari adanya kebijakan pembangunan untuk kepentingan kota membawa
dampak tersendiri bagi masyarakat setempat, khususnya bagi mereka yang tidak
dapat mengambil manfaat langsung dari pembangunan tersebut yang dapat
berujung pada terjadinya proses pemiskinan pada masyarakat setempat. Hal ini
seperti yang dijelaskan oleh Townsend (1970) bahwa “Poverty must be regarded
as a general form of relative deprivation which is the effect of the maldistribution
of resources”. Secara tidak langsung Townsend menunjukkan bahwa kemiskinan
adalah dampak dari kesalahan distribusi sumberdaya. Hal ini berarti sangat
berkaitan dengan akses terhadap sumberdaya tersebut.
Masyarakat yang tidak dapat mengambil manfaat dari pembangunan
tersebut akhirnya memberikan respon dengan mencari lembaga atau naungan lain
yang dapat membantu mereka untuk bertahan dalam kondisi pembangunan yang

4
tinggi namun tidak diiringi dengan ketersediaan akses yang dapat dijangkau oleh
masyarakat dalam mengambil manfaat dari pembangunan tersebut. Paguyuban
sebagai organisasi etnik dengan nilai dan norma-norma yang masih
mempengaruhi individu dalam berprilaku, memiliki peluang sebagai lembaga
yang dapat menjadi naungan masyarakat setempat sebagai respon dari
pembangunan itu sendiri. Maka dari itu penting untuk melihat bagaimana
pengaruh paguyuban berdasarkan etnik dalam mempengaruhi bentuk masyarakat
majemuk di Balikpapan dan dampaknya terhadap pengkotaan desa-kota. Hal ini
penting dilihat dalam kaitannya untuk menganalisis lebih jauh dampak proses
tersebut terhadap perekonomian masyarakat desa dan khususnya masyarakat
miskin. Oleh sebab itu posisi penelitian ini ingin secara khusus melihat bagaimana
peran paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak
dari pengkotaan desa-kota.
Perumusan Masalah
Keberagaman etnisitas di Balikpapan tentunya berdampak pada
munculnya paguyuban-paguyuban etnisitas yang memiliki peranan tersendiri di
masyarakat, tidak terkecuali dalam pembangunan kawasan pedesaan. Oleh sebab
itu, pada dasarnya pertanyaan besar dari penelitian ini adalah melihat bagaimana
peran paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak
dari pengkotaan desa-kota. Adapun tentunya dalam memahami hal tersebut, perlu
juga untuk memahami bagaimana latar belakang kelompok etnis terbentuk dan
menetap di Balikpapan, maka penting untuk mengetahui bagaimana sejarah
keberagaman etnis, kota, dan paguyuban di Balikpapan serta proses pengkotaan
kawasan desa-kota di Balikpapan?
Terkait hal tersebut seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa masingmasing etnisitas memiliki nilai-nilai maupun aturan-aturan yang mempengaruhi
pola-pola relasi yang mereka lakukan khususnya pada sektor ekonomi dan politik,
sehingga perlu mengetahui bagaimana pola hubungan kelompok etnis dan peran
paguyuban sebagai organisasi politik bagi masyarakat di Balikpapan? Selanjutnya
dalam memahami peran paguyuban juga tidak terlepas dari bentuk masyarakat
majemuk di Balikpapan, maka dari itu penting untuk melihat bagaimana bentuk
masyarakat majemuk di Balikpapan dan dampaknya pada posisi paguyuban itu
sendiri? Hal ini kemudian berlanjut pada pertanyaan mendasar yaitu bagaimana
situasi ini berperan dalam dalam menahan pemiskinan akibat dampak dari
pengkotaan desa-kota?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk menjelaskan peran
paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak dari
pengkotaan desa-kota. Adapun dalam menjelaskan hal tersebut, diperlukan untuk
menjelaskan dan menganalisis beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1. Menjelaskan sejarah keberagaman etnis, kota, dan paguyuban, serta proses
pengkotaan desa-kota di Balikpapan.
2. Menjelaskan pola hubungan kelompok etnis dan peran paguyuban sebagai
organisasi politik bagi masyarakat di Balikpapan.

5
3. Menjelaskan bagaimana bentuk masyarakat di Balikpapan dan peran
paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak
dari pengkotaan desa-kota.

Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk melihat bagaimana
peran paguyuban berdasarkan etnik dalam menahan pemiskinan akibat dampak
dari pengkotaan desa-kota. Adapun penelitian ini memberikan manfaat untuk
mahasiswa selaku pengamat dan akademisi, masyarakat, perguruan tinggi dan
pemerintah. Manfaat yang diperoleh yaitu: Pertama, bagi mahasiswa penelitian
ini bermanfaat menjadi tambahan literatur penelitian mengenai hubungan antara
pengaruh etnisitas dalam wadah paguyuban terhadap pembangunan kawasan
pedesaan sehingga kedepannya dapat mempermudah dalam menganalisis terkait
topik etnis untuk penelitian selanjutnya. Kedua, bagi perguruan tinggi penelitian
ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi yang diharapkan
dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan dan menjadi sumber rujukan
dalam topik etnis khususnya dalam menganalisis manfaat dari penggunaan nilainilai etnisitas sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas
perguruan tinggi. Ketiga, bagi pemerintah hasil dari penelitian ini akhirnya
melahirkan suatu kesimpulan akan manfaat dan peran-peran etnisitas dalam
wadah paguyuban yang dapat digunakan sebagai bahan referensi pemerintah
maupun pihak-pihak terkait dalam membuat kebijakan untuk kesejahteraan
masyarakat dalam berbagai aspek. Keempat, bagi masyarakat hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai hubungan
etnisitas dan peranannya dalam masyarakat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Konsep Masyarakat Majemuk Hingga Konsep
Multikulturalisme dan Pilarisasi Masyarakat
Balikpapan terkenal dengan daerah yang memiliki masyarakat yang
majemuk, dalam memahami masyarakat majemuk (plural) banyak para ahli
memulai pemahaman mereka akan masyarakat majemuk diawali dengan mengacu
pada pendapat J.S. Furnival. Adapun ciri utama masyarakat majemuk (plural
society) menurut Furnivall (1940) seperti yang dikutip oleh Pelly (2005) adalah
orang yang hidup berdampingan secara fisik, tetapi karena perbedaan sosial
mereka terpisah-pisah dan tidak bergabung dalam sebuah unit politik. Selain itu
lebih jelasnya seperti yang dijelaskan Furnivall (1948) dalam Sayifuddin (2006)
mengenai kebijakan dan praktik kolonial di Indonesia dan Burma. Ia menguraikan
masyarakat majemuk sebagai masyarakat di mana orang-orang yang secara rasial
berbeda hanya bertemu di pasar-pasar, suatu gambaran mengenai politik ekonomi
kolonial. Furnivall mengatakan bahwa masyarakat majemuk adalah “… kumpulan
orang … mereka bergaul tapi tidak bercampur. Setiap kelompok memegang
agama mereka sendiri, kebudayaan dan bahasa sendiri, gagasan dan cara hidup

6
sendiri. Sebagai individu-individu mereka bertemu satu sama lain tetapi hanya di
pasar-pasar, ketika berjual-beli. Inilah masyarakat majemuk, dengan bagianbagian komunitas yang hidup berdampingan, tetapi terpisah dalam satuan politik
yang sama” (Furnivall (1948: 304) dalam Sayifudin (2006))
Mengacu pada pendapat Furnivall terlihat bahwa masyarakat majemuk
adalah masyarakat yang terdiri dari masyarakat yang berbeda secara ras maupun
etnis namun tidak ada hubungan diantara mereka kecuali dalam kepentingan
ekonomi. Indonesia merupakan negara yang dibangun dari masyarakat majemuk
yang tidak hanya berbeda suku bangsa namun juga agama. Maka dari itu saat
Indonesia merdeka mulai dibangun nilai-nilai yang dapat mendukung terjadinya
integrasi nasional dengan harapan akan menciptakan masyarakat yang satu dan
kokoh. Suparlan (2000) menjelaskan bahwa dalam zaman pemerintahan Presiden
Sukarno kesukubangsaan sebagai potensi kekuatan politik dilarang untuk
digunakan; demi keutuhan bangsa Indonesia dan memenangkan semangat
nasionalisme. Termasuk di dalamnya, pelarangan kajian-kajian mengenai
sukubangsa dan kesukubangsaan, yang didorong untuk diungkapkan adalah
kesukubangsaan
dalam
ekspresi-ekspresi
seni.
Kebijakan
politik
kesukubangsaan—demi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada waktu
itu—adalah politik amalgasi, atau peleburan sukubangsa-sukubangsa menjadi
sebuah bangsa, yaitu Indonesia, melalui perkawinan antarwarga sukubangsa yang
berbeda-beda. Dalam zaman pemerintahan Presiden Suharto, pelarangan
penggunaan sukubangsa sebagai acuan kepentingan politik ditambah dengan
pelarangan penggunaan potensi politik dari agama dan ras, yang dikenal dengan
nama SARA. Pelarangan yang dilakukan secara represif dengan menggunakan
kekuatan militer yang otoriter, sebetulnya hanya meredam berbagai gejolak
primordial yang dirasakan sebagai tantangan terhadap hegemoni kekuasaan
pemerintahan Presiden Suharto. Bahkan Suparlan juga menegaskan bahwa saat
dibawah kekuasaan orde baru, Presiden Suharto pada dasarnya juga menggunakan
isu SARA ini untuk memperkuat kedudukannya, bahkan yang lebih ekstrim
adalah adanya upaya menyeragamkan corak pemerintahan pada tingkat pedesaan
yang secara tradisional bercorak semi-otonomi, menjadi bercorak seperti
pemerintahan desa Jawa yang dikuasai dan dikendalikan oleh pemerintah yang
dilakukan oleh Ditjen PUOD. Bahkan lebih tegas lagi Apa yang menarik dari
uraian Furnival (1948b) dalam Suparlan (2000) menyebutkan antara lain adalah,
penguasa masyarakat jajahan atau masyarakat majemuk itu sebenarnya hanya
berkuasa untuk memantapkan kepentingan ekonomi mereka. Selain itu banyak
anggapan bahwa masyarakat plural pada dasarnya harus dipimpin oleh pemimpin
yang otoriter dengan harapan akan terciptanya integrasi nasional. Atau pilihan
disisi lain adalah reduksi nilai-nilai primordial dan mewujudkan masyarakat kelas
(Class Society) yang memiliki indentitas sama yaitu warga Negara Indonesia.
Namun ternyata usaha yang dilakukan kedua rezim tersebut untuk
menghilangkan kekuatan dari primordialisme tidak sepenuhnya berhasil
mengingat isu primordialisme kembali munculnya khususnya setelah setelah
jatuhnya rezim orde baru, dimana kesukubangsaan mulai kembali muncul dengan
berbagai bentuk yang berbeda disetiap daerah dan hal ini memberikan dampakdampak sosial yang tidak hanya dampak positif melainkan juga dampak negatif.
Maka dari itu banyak para ahli yang mulai untuk menganalisis bagaimana bentuk

7
masyarakat majemuk di Indonesia dan kaitannya terhadap solusi yang ditawarkan
untuk mengurangi dampak negative dari munculnya kembali primordialisme ini.
Dalam menganalisis hal tersebut Pelly (2005) menyebutkan bahwa
setidaknya dewasa ini ada dua konsep masyarakat majemuk yang muncul dari
berbagai hasil penelitian: (1) konsep “kancah pembauran” (melting pot), dan (2)
konsep “pluralisme kebudayaan” (cultural pluralism). Teori kancah pembauran
pada dasarnya, mempunyai asumsi bahwa integrasi (kesatuan) akan terjadi dengan
sendirinya pada suatu waktu apabila orang berkumpul pada suatu tempat yang
berbaur, seperti di sebuah kota atau pemukiman industri. Sebaliknya konsep
pluralisme kebudayaan justru menentang konsep kancah pembauran di atas.
Menurut Horace Kallen salah seorang pelopor konsep pluralisme kebudayaan
tersebut (dalam Pelly (2005)), menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnis atau
ras yang berbeda tersebut malah harus di dorong untuk mengembangkan sistem
mereka sendiri dalam kebersamaan, memperkaya kehidupan masyarakat majemuk
mereka. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsep kancah pembauran
hanyalah suatu mitos. Mitos yang tidak pernah menjadi kenyataan, sedang
pluralisme kebudayaan menurut berbagai ahli telah mengangkat Amerika Serikat,
Cina, Rusia, Kanada, dan India menjadi negara yang kuat.
Pelly (2005) menambahkan bahwa urbanisasi dan industrialisasi
Indonesia, seperti dibuktikan dalam sejarah, tidak dengan sendirinya mengikis
unsur-unsur kemajemukan masyarakatnya, malah dalam berbagai studi
menunjukkan kecenderungan penguatan aspek-aspek primordialisme (suku,
agama, dan sistem simbolik lainnya) dalam kehidupan masyarakat kota. Ironisnya,
kemajemukan primordialisme ini berkembang bersama proses transformasi
masyarakat kota itu sendiri dari masyarakat agraris ke masyarakat industri,
sehingga kemajemukan dalam aspek kehidupan tersebut menjadi berganda.
Sehingga menurut Pelly (2005) masyarakat majemuk Indonesia lebih sesuai
didekati dari konsep pluralism kebudayaan, sebab integrasi nasional yang hen