Teknik Pembibitan Dan Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning Di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo.

TEKNIK PEMBIBITAN DAN ORGANISME PENGGANGGU
BIBIT DURIAN MENOREH KUNING DI KECAMATAN
KALIBAWANG, KULON PROGO

PHOR BHO AYUWATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pembibitan dan
Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning di Kecamatan
Kalibawang, Kulon Progo adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Phor Bho Ayuwati
NIM A34110057

ABSTRAK

PHOR BHO AYUWATI. Teknik Pembibitan dan Organisme Pengganggu Bibit
Durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo. Dibimbing
oleh HERMANU TRIWIDODO dan SURYO WIYONO.
Durian (Durio zibethinus Murr.) varietas Menoreh Kuning merupakan
tanaman buah unggulan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Pengembangan
durian tersebut dilakukan secara intensif dan dimulai dengan upaya penyediaan
bibit berkualitas. Penelitian ini bertujuan mempelajari teknik pembibitan, dan
menginventarisasi keberadaan organisme pengganggu bibit durian Menoreh
Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo. Bibit diperbanyak dengan
teknik okulasi menggunakan batang atas durian Menoreh Kuning dan satu atau

dua batang bawah. Hama yang ditemukan adalah Allocaridara sp, Xyleborus sp,
Coptotermes sp, Tetranychus sp, Atractomorpha sp, dan Valanga sp. Penyakit
yang ditemukan adalah bercak daun Corynespora sp, hawar daun Rhizoctonia sp,
antraknosa Colletotrichum sp, alga Cephaleuros sp, embun hitam Meliola sp, mati
pucuk Phytophthora sp dan layu Phytophthora sp.
Kata kunci: durian, hama, okulasi, penyakit

ABSTRACT

PHOR BHO AYUWATI. The Nursery Technique and Pests of Durian Menoreh
Kuning in Kalibawang , Kulon Progo. Supervised by HERMANU TRIWIDODO
dan SURYO WIYONO
Durian (Durio zibethinus Murr.) Menoreh Kuning variety has been declared
as a prime fruit crop of Kulon Progo, Yogyakarta. There has been programs to
extensively the variety, and it has been initiated by cultivate the provision of high
quality seedling for the farmers. The studies were to learn about nursery technique
practiced by farmers, and to investigate the pests of durian nurseries in
Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. The seedlys were obtained by grafting
using scion of durian Menoreh Kuning variety with one or two rootstocks. The
nursery pests were Allocaridara sp, Xyleborus sp, Coptotermes sp, Tetranychus

sp, Atractomorpha sp, and Valanga sp. The nursery diseases were leaf spot
Corynespora sp, leaf blight Rhizoctonia sp, anthracnose Colletotrichum sp, algae
Cephaleuros sp, black mildew Meliola sp, dieback Phytophthora sp, and wilt
Phytophthora sp.
Keywords: disease, durian, grafting, pests

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

TEKNIK PEMBIBITAN DAN ORGANISME PENGGANGGU
BIBIT DURIAN MENOREH KUNING DI KECAMATAN

KALIBAWANG, KULON PROGO

PHOR BHO AYUWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu

menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Teknik Pembibitan dan Organisme
Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon
Progo”. Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc
dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, arahan, dan masukan kepada
penulis.Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tri Asmira
Damayanti, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran
untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini. Terima kasih kepada orang tua
dan adik yang selalu memberi semangat serta dukungan dalam belajar. Ucapan
terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Sugito yang telah memberikan banyak
ilmu selama penulis melakukan penelitian di lapang. Ucapan terima kasih juga
kepada teman-teman, khususnya Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB)
serta kakak tingkat dan juga teman-teman PTN 48 di Departemen Proteksi
Tanaman yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam mendukung
terlaksananya tugas akhir penelitian penulis, serta pihak lain yang turut mambantu
dalam penyusunan tugas akhir ini.
Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang
bersifat membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis
yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca.

Bogor, September 2015
Phor Bho Ayuwati

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian

Wawancara
Pengamatan Langsung
Penentuan Petak dan Tanaman Contoh
Pengamatan Tanaman Contoh dan Pengambilan Sampel
Perhitungan Tingkat Keparahan dan Kejadian Penyakit
Identifikasi Hama dan Penyakit
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lahan Pembibitan Durian
Teknik Pembibitan
Media Tanam
Teknik Perbanyakan Bibit
Hama Bibit Durian
Penyakit Bibit Durian
Perawatan Bibit serta Pengendalian terhadap Hama dan Penyakit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP


viii
viii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6

7
7
8
11
14
19
20
20
20
21
23

viii

1

DAFTAR TABEL

1 Penentuan nilai numerik intensitas serangan penyakit
2 Kejadian penyakit (%) berdasarkan umur tanaman

3 Keparahan penyakit (%) berdasarkan umur tanaman

4
16
16

DAFTAR GAMBAR

1 Penentuan petak lahan
2 Lahan pembibitan durian
3 Alat dan bahan yang digunakan
4 Langkah okulasi
5 Langkah double rootstock
6 Hama bibit durian
7 Gejala serangan hama
8 Kepadatan populasi hama yang menyerang bibit durian
9 Gejala dan mikroskopis Corynespora, Colletotrichum, dan Cephaleuros
10 Gejala dan mikroskopis Phytophthora
11 Gejala dan mikroskopis Rhizoctonia dan Meliola


3
7
8
9
10
11
12
12
15
18
19

2

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Durian (Durio zibethinus Murr.) varietas Menoreh Kuning merupakan
tanaman buah unggulan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Durian Menoreh
Kuning mempunyai daging buah tebal dan berwarna kuning cerah seperti mentega
(Sobir dan Napitupulu 2010). Daging buah tidak berair, berselaput dan mudah
mengelupas. Pertumbuhan durian Menoreh Kuning cepat dengan percabangan
yang rapat dan kokoh. Buah berukuran besar dengan rasa dan aroma yang khas.
Pohon durian dapat menghasilkan 300-500 buah per pohon dalam satu musim.
Durian merupakan buah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di Indonesia.
Durian mempunyai kisaran pasar yang luas dan beragam, mulai dari pasar
tradisional hingga pasar modern. Durian mempunyai daya saing yang tinggi
dibandingkan dengan komoditas buah yang lain sehingga durian sangat potensial
untuk diusahakan (Sobir dan Napitupulu 2010). Durian Menoreh Kuning
merupakan salah satu varietas unggulan di Indonesia. Durian Menoreh Kuning
mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan harga buah yang mahal yaitu 50 000,00 150 000,00 per buah.
Pengembangan durian Menoreh Kuning mulai dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo dengan upaya penyediaan bibit berkualitas. Bibit
berkualitas yang dikembangkan berasal dari bibit durian milik Bapak Sugito yang
telah
mendapat
Surat
Keputusan
Menteri
Pertanian
No
316&317/kpts/SR120/5/2007. Pemerintah juga melakukan penanaman bibit
durian Menoreh Kuning dalam kawasan 20 ha.
Pembibitan merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan
durian. Teknik perbanyakan bibit yang baik akan mempengaruhi kegagalan atau
keberhasilan dalam melakukan teknik perbanyakan bibit. Kegagalan dalam
melakukan teknik perbanyakan akan mengurangi ketersediaan bibit bagi
konsumen. Perbanyakan bibit durian dapat dilakukan dengan beberapa teknik
yaitu penyambungan, okulasi, cangkok, dan susuan (Sobir dan Martini 2014).
Teknik lain dalam perbanyakan bibit durian yaitu perbanyakan generatif melalui
biji. Perbanyakan bibit melalui biji mempunyai kelemahan yaitu anakan yang
dihasilkan memiliki sifat yang berbeda dengan induknya dan masa panen yang
lama (Sobir dan Martini 2014).
Pembibitan durian di Indonesia masih mengalami beberapa kendala.
Kendala yang dihadapi adalah bibit durian yang beredar masih diperbanyak
menggunakan biji (Sobir dan Martini 2014). Bibit yang diperbanyak terserang
oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mengakibatkan bibit tidak
berhasil tumbuh bahkan mati. Kondisi tersebut menyebabkan pasokan bibit durian
di pasaran berkurang. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi para
penangkar.
Menurut Lee et al. (1994), hama yang menyerang tanaman durian di
Malaysia adalah kutu loncat Allocaridara malayensis (Hemiptera: Psyllidae),
tungau Eutetranychus africanus (Trombidiformes: Tetranychidae), tungau
Oligonychus biharensis (Trombidiformes: Tetranychidae), kutu putih
Pseudococcus sp (Hemiptera: Pseudococcidae), dan tungau Tetranychus fijiensis
(Trombidiformes: Tetranychidae). Penyakit yang menginfeksi tanaman durian

2
adalah kanker bercak Phytophthora palmivora, busuk akar Pythium complectens,
penyakit akar Ganoderma pseudoferreum, penyakit semai Phytophthora
palmivora, mati pucuk Phytophthora palmivora, jamur upas Upasia salmonicolor,
hawar daun Rhizoctonia solani, bercak daun Colletotrichum durionis, penyakit
tepung Oidium nephelii, dan busuk buah Phytophthora palmivora (Semangun
2007). Keberadaan hama dan penyakit pada tanaman durian dapat menyebabkan
kerusakan tanaman.
Teknik pembibitan dan organisme pengganggu bibit durian merupakan
faktor penting dalam pengembangan durian. Informasi mengenai teknik
pembibitan dan organisme pengganggu bibit durian perlu diketahui untuk
mencegah berkurangnya ketersediaan bibit durian di pasaran. Penelitian mengenai
teknik pembibitan dan inventarisasi organisme pengganggu bibit durian terutama
varietas Menoreh Kuning belum banyak dilakukan di Indonesia sampai saat ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari teknik pembibitan dan
menginventarisasi organisme pengganggu bibit durian Menoreh Kuning di
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.
Manfaat Penelitian
Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
dasar untuk pengendalian OPT pada bibit durian serta informasi mengenai teknik
pembibitan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bibit yang lebih baik.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di kebun bibit durian milik Bapak Sugito di Desa
Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Identifikasi hama dan penyakit dilaksanakan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Laboratorium Mikologi Tumbuhan, dan Klinik
Tanaman Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2015.
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesimen
serangga hama dan penyakit, alkohol 70%, air steril, kloroks, spidol, label, wadah
plastik, botol film, gelas objek, cawan petri, mikroskop stereo, mikroskop
compound, dan digital camera.
Metode Penelitian
Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung terhadap petani durian untuk
mengetahui teknik pembibitan dan cara pengendalian yang dilakukan petani
terhadap hama dan penyakit. Wawancara hanya dilakukan terhadap satu petani
karena dalam satu kabupaten hanya ada satu petani yang mengembangkan bibit
durian Menoreh Kuning.
Pengamatan Langsung
Penentuan Petak dan Tanaman Contoh. Pengamatan dilakukan di lahan
pembibitan dengan luas 4500 m2. Tanaman bibit ditanam dalam polybag yang
terdiri atas tujuh umur yaitu 3, 12, 24, 48, 96, 6 double rootstock , dan 96 minggu
double rootstock. Pengamatan dilakukan pada masing-masing umur 100 ulangan
tanaman.

Gambar 1 Penentuan tanaman contoh

4
Penentuan tanaman contoh dilakukan secara sistematis (Gambar 1).
Tanaman yang diamati terdiri dari lima petak. Setiap petak diamati 33 baris dan
setiap baris diamati tiga tanaman contoh.
Pengamatan Tanaman Contoh dan Pengambilan Sampel. Pengamatan
tanaman contoh dilakukan dengan membagi tanaman menjadi tiga bagian yaitu
batang, daun, dan akar. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala serangan
hama dan penyakit pada bagian-bagian tanaman tersebut kemudian
didokumentasikan menggunakan digital camera. Pengamatan hama tanaman
dilakukan dengan cara menghitung jumlah populasinya. Pengamatan penyakit
tanaman dilakukan dengan cara menghitung kejadian dan keparahan penyakitnya.
Hama yang ditemukan di lapang diambil dan dimasukkan ke dalam tabung film
yang berisi alkohol 70%, kemudian bagian tanaman yang sakit dimasukkan ke
dalam plastik. Sampel yang telah didapatkan dibawa ke laboratorium untuk
diamati dengan menggunakan mikroskop stereo.
Penghitungan Tingkat Keparahan dan Kejadian Penyakit. Pengamatan
penyakit dihitung tingkat keparahan dan kejadiannya. Tingkat keparahan penyakit
dihitung menggunakan rumus Townsend dan Heuberger (1943):

I
ni
vi
N
V

�=∑

(��. ��)
� 100%
�. �

= keparahan serangan penyakit
= jumlah tanaman yang terserang dengan kategori tertentu
= nilai numerik dari kategori (Tabel 1)
= jumlah tanaman yang diamati
= nilai numerik dari kategori tertinggi

Tabel 1 Penentuan nilai numerik intensitas serangan penyakit
Nilai scoring
Kategori serangan
Keterangan
0
0%
Tidak ada serangan
1
0% < x ≤ 25%
Ringan
2
25% < x ≤ 50%
Sedang
3
50% < x ≤ 75%
Berat
4
>75%
Sangat Berat
Tingkat kejadian serangan penyakit dihitung menggunakan rumus (Cooke 2006):

I
n
N

�=


� 100%


= kejadian serangan penyakit
= jumlah tanaman yang terserang
= jumlah tanaman contoh yang diamati

Identifikasi Hama dan Penyakit. Hama yang ditemukan dimasukkan ke
dalam botol film untuk selanjutnya diamati di bawah mikroskop stereo dan

5
diidentifikasi secara langsung dengan menggunakan kunci identifikasi Borror
(1996). Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus.
Identifikasi penyakit dilakukan dengan melihat gejala secara makroskopis
dan mikroskopis pada tanaman contoh. Pengamatan mikroskopis dilakukan
dengan membuat preparat dari bagian tanaman yang bergejala. Selain itu, patogen
penyebab penyakit diisolasi dalam media buatan untuk keperluan identifikasi dari
bagian tanaman yang sakit.
Proses isolasi dilakukan dengan cara merendam bagian tanaman yang sakit
dengan air steril, setelah itu bagian tanaman dikeringanginkan dan direndam
dalam Natrium hypoclorit. Bagian tanaman sakit diletakkan di atas PDA. Langkah
tersebut dilakukan di dalam laminar flow untuk menghindari kontaminasi patogen
lain. Setelah isolat berumur 4-7 hari, dilakukan pengamatan menggunakan
mikroskop compound kemudian diidentifikasi menggunakan buku identifikasi
Barnett dan Hunter (1998).
Analisis Data. Penelitian ini menggunakan tujuh perlakuan umur tanaman.
Ulangan yang digunakan pada masing-masing perlakuan sebanyak 100 tanaman.
Data yang didapat diolah menggunakan Microsoft Office Excel 2007 dan
dilakukan analisis ragam menggunakan SAS for Windows versi 9.1 dengan uji
lanjut Duncan pada taraf 5%.

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lahan Pembibitan Durian
Lahan pembibitan durian Menoreh Kuning terletak di Dusun Kajoran, Desa
Banjaroya, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Pembibitan durian Menoreh Kuning terletak pada ketinggian
300-400 m dpl. Bibit durian yang dikembangkan terdiri atas empat varietas yaitu
durian Menoreh Kuning, Menoreh Jambon, Menoreh Legit, dan Petruk. Bibit
durian Menoreh Kuning diproduksi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan
dengan ketiga varietas lainnya. Lahan pembibitan durian berbentuk terasering
dengan luas 4 500 m2. Masing-masing tingkatan terasering mempunyai umur bibit
durian yang berbeda. Tanaman yang berada di sekitar pembibitan durian adalah
jambu kristal, kopi, sirkaya, pisang, dan cengkeh.
Menurut World Agroforestry Centre (2010), lokasi yang baik untuk
pembibitan adalah tempat datar dengan drainase yang baik seperti penyiraman
bibit yang teratur. Tempat pemeliharaan bibit yang baik adalah dengan
menggunakan rak yang terbuat dari bilah bambu atau besi. Tujuan dari
penggunaan rak adalah mencegah penularan bibit penyakit dari tanah yang
terlontar ke daun ketika terjadi hujan. Bibit ditanam menggunakan media tanah
yang kemudian dimasukkan ke dalam polybag. Jarak antar polybag diatur secara
tidak berhimpitan. Pembibitan durian harus mempunyai naungan dengan
ketinggian minimal dua meter untuk mengatur sinar matahari yang masuk ke
pembibitan. Naungan yang baik adalah terbuat dari seng plastik hijau, paranet dari
plastik atau nylon, anyaman bambu, dan daun kelapa.

a

b

c

d

7

e

f

g

h

Gambar 2 Lahan pembibitan durian: (a) bentuk lahan terasering, (b)
pembibitan umur 3 minggu, (c) 12 minggu, (d) 24 minggu, (e) 48
minggu, (f) 96 minggu, (g) 6 minggu double rootstock (h) 96
minggu double rootstock
Lahan bibit durian berbentuk terasering dengan setiap tingkatan terdiri dari
tujuh umur tanaman (Gambar 2a). Tingkat paling atas merupakan bibit berumur
12 minggu (Gambar 2c). Tingkat selanjutnya yaitu bibit umur 3 minggu (Gambar
2b), bibit umur 24 minggu (Gambar 2d), bibit umur 48 minggu (Gambar 2e), bibit
umur 96 minggu (Gambar 2f), bibit umur 6 minggu double rootstock (Gambar
2g), dan 96 minggu double rootstock (Gambar 2h).
Teknik Pembibitan
Durian Menoreh Kuning merupakan durian yang dikembangkan pertama
kali oleh Bapak Sugito dan telah mendapat Surat Keputusan Menteri Pertanian No
316&317/kpts/SR120/5/2007. Perbanyakan durian Menoreh Kuning berasal dari
pohon induk tunggal (PIT) yang berumur ratusan tahun di lereng gunung
Menoreh. Biji dan batang atas yang berasal dari PIT (bibit label putih)
dikembangkan dan jadi nama Durian Menoreh Kuning. Selanjutnya, dari bibit
berlabel putih tersebut durian Menoreh Kuning diperbanyak dan ditrisbusikan.
Media Tanam
Media tanam yang digunakan yaitu tanah, pupuk kompos, dan sekam
dengan perbandingan (4:1:1). Tanah yang digunakan mempunyai tekstur liat.
Pupuk kompos merupakan campuran dari kotoran kambing atau sapi sebanyak 1
ton, dolomit 4 karung, dan tanah disekitar perakaran bambu 4 karung. Kompos
tersebut kemudian disiram dengan EM4 dan ditutup dengan plastik selama tiga
minggu. Menurut World Agroforestry Centre (2010), media tanam yang baik

8
adalah ringan, murah, mudah didapat, gembur, dan subur yang mengandung unsur
hara. Penggunaan media tanam yang tepat menentukan pertumbuhan optimum
bibit. Komposisi media tanam yang baik adalah campuran tanah, pupuk kandang,
dan sekam (WAC 2010).
Teknik Perbanyakan Bibit
Perbanyakan bibit durian Menoreh Kuning dilakukan dengan cara okulasi.
Okulasi adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sehingga
tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka
sambungan (WAC 2010). Teknik okulasi dilakukan dengan dua cara yaitu okulasi
menggunakan satu batang bawah dan okulasi dua batang bawah.
Teknik okulasi satu batang bawah digunakan batang atas (entres) dan
batang bawah. Batang atas yang digunakan berasal dari PIT atau klon tanaman
durian Menoreh Kuning. Klon tanaman durian Menoreh Kuning merupakan
tanaman yang biji dan batang atasnya berasal dari PIT. Batang atas yang
digunakan terdiri atas dua mata tunas yang bertujuan mengurangi kegagalan
okulasi. Batang bawah yang digunakan berasal dari biji berbagai jenis durian yang
telah tumbuh. Syarat batang bawah adalah berukuran panjang yaitu 40 cm dan
minimal berumur tiga bulan.
Teknik okulasi dua batang bawah (double rootstock) digunakan entres yang
berasal dari tanaman hasil okulasi satu batang bawah dan telah berumur 9-12
bulan dengan varietas Menoreh Kuning. Batang bawah yang digunakan berasal
dari varietas durian Menoreh Kuning atau varietas lain. Syarat batang bawah
adalah berumur minimal satu tahun. Fungsi dari dua batang bawah adalah untuk
membantu percepatan pertumbuhan batang utama dan memperkokoh tanaman.

a

b

c

d

e

f

Gambar 3 Alat dan yang digunakan yaitu: (a) pisau, (b) plastik, (c) batang atas
(entres), (d) batang bawah, (e) polybag dan tanah, (f) entres dan
double rootstock

9
Alat yang digunakan dalam teknik okulasi yaitu pisau khusus okulasi yang
berukuran kecil dan tidak digunakan untuk kegiatan lain selain okulasi (Gambar
3a). Bahan yang digunakan yaitu plastik dengan ukuran kurang lebih 2 cm x 10
cm (Gambar 3b). Bahan lain yang diperlukan yaitu entres (Gambar 3c), batang
bawah (Gambar 3d), serta tanah dan polybag (Gambar 3e).

a

b

c

d

e

f

Gambar 4 Langkah okulasi: (a) pengeratan kulit batang bawah, (b) peruncingan
batang atas, (c) penempelan batang atas, (d) pengikatan plastik, (e)
pengikatan sampai ujung, (f) helai daun yang disisakan
Langkah okulasi dimulai dari pengeratan kulit pada batang bawah dengan
ketinggian 20-25 cm dari tanah (Gambar 4a). Kulit batang dikerat menggunakan
pisau dengan keratan berbentuk segitiga kemudian ditarik ke bawah dengan
panjang antara 1-2.5 cm (Gambar 4a). Kulit hasil keratan dipotong dua
pertiganya, kemudian batang atas dipotong bagian ujung pangkal dengan
berbentuk runcing (Gambar 4b). Batang atas ditempelkan pada batang bawah
yang sudah dikerat (Gambar 4c) dan diikat menggunakan plastik (Gambar 4d).
Pengikatan dimulai dari bawah sampai ujung entres. Setelah pengikatan, disisakan
tiga helai daun (Gambar 4f). Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi penguapan
agar nutrisi pada batang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan
tunas baru.

10

a

b

c

d

e

f

Gambar 5 Langkah double rootstock: (a) penanaman dua seedling dan entres ke
dalam satu polybag, (b) pengeratan kulit entres, (c) peruncingan
batang bawah, (d) penempelan seedling, (e) pengikatan plastik, (f)
double rootstock yang telah jadi
Teknik okulasi dua batang bawah (double rootstock) dimulai dengan
penanaman dua batang bawah dan entres dalam satu polybag (Gambar 5),
kemudian dilakukan pengeratan pada entres. Pengeratan kulit entres dilakukan
pada dua sisi entres dengan ketinggian antara 15-20 cm dari atas tanah.
Pengeratan dimulai dari arah bawah ke atas dengan panjang antara 1-2.5 cm.
Juluran kulit dipotong dua pertiganya, kemudian bagian ujung double rootstock
dipotong runcing. Panjang batang adalah antara 15-20 cm, selanjutnya ujung
double rootstock ditempel pada entres yang telah dikerat dan diikat menggunakan
plastik.
Teknik perbanyakan bibit durian yang dilakukan oleh Bapak Sugito tidak
berbeda dengan teknik perbanyakan secara umumnya. Perbedaannya adalah entres
yang digunakan oleh bapak Sugito berasal pohon induk tunggal (PIT) atau klon
tanaman durian Menoreh Kuning. Saat ini, bibit durian yang beredar di Indonesia
belum dapat dijamin keaslian varietasnya. Hal tersebut dikarenakan bibit yang
dikembangkan menggunakan entres yang bersal dari pohon yang tidak
bersertifikat.

11
Hama Bibit Durian
Hama bibit durian yang menyerang pada bagian daun adalah kutu loncat
Allocaridara sp. (Hemiptera: Psyllidae) (Gambar 6a), belalang Valanga sp.
(Orthoptera: Acrididae) (Gambar 6f), belalang Atractomorpha sp. (Orthoptera:
Pyrgomorphidae) (Gambar 6e), dan tungau Tetranychus sp. (Trombidiformes:
Tetranychidae) (Gambar 6d). Hama bibit durian yang menyerang pada bagian
batang adalah kumbang Xyleborus sp. (Coleoptera: Scolytidae) (Gambar 6b),
rayap Coptotermes sp. (Isoptera: Rhinotermitidae) (Gambar 6c). Masing-masing
hama mempunyai bentuk yang berbeda-beda.

aa

b

c

d

e

f

Gambar 6

Hama pada bibit durian: (a) Allocaridara sp., (b) Xyleborus sp., (c)
Coptotermes sp., (d) Tetranychus sp., (e) Atractomorpha sp., (f)
Valanga sp..

Allocaridara sp. (Kutu loncat). Gejala yang ditimbulkan Allocaridara sp.
yaitu terdapat bintik-bintik kuning pada permukaan daun sehingga daun menjadi
kasar (Gambar 7a). Populasi nimfa kutu loncat yang besar menyebabkan daun
mengecil dan akhirnya rontok.
Xyleborus sp. (Penggerek kulit batang). Xyleborus sp. menyerang durian
dengan cara masuk ke kulit batang, sehingga pada batang terdapat lubang kecil
(Gambar 7b). Xyleborus sp. menyerang bagian kulit batang tanaman. Tanaman
yang terserang berubah menjadi kering. Ketika kulit batang dikupas, terdapat
bekas gerekan Xyleborus sp. (Gambar 7c).
Coptotermes sp. (Rayap). Coptotermes sp. menyerang bibit durian dengan
cara memakan kambium tanaman. Kambium yang dimakan mengakibatkan
tanaman menjadi lapuk sehingga tanaman mati (Gambar 7d).
Tetranychus sp. (Tungau). Gejala serangan yang ditimbulkan
Tetranychus sp. yaitu terdapat bintik-bintik kecil berwarna kuning pada
permukaan daun (Gambar 7e). Gejala yang luas meyebabkan sebagian daun
berwarna kuning.
Atractomorpha sp. (Belalang). Gejala yang ditimbulkan oleh
Atractomorpha sp. yaitu pada permukaan daun terdapat lubang bekas gigitan
(Gambar 7f). Belalang menggigit daun pada bagian tengah dan pinggir daun.
Lubang bekas gigigatan berukuran sedang sampai lebar.

12

a

b

c

d

e

f

Gambar 7 Gejala serangan hama: (a) bintik kuning oleh Allocaridara sp., (b)
lubang masuk Xyleborus sp., (c) bekas gerekan Xyleborus sp., (d)
gejala serangan Coptotermes sp., (e) gejala bintik kuning oleh
Tetranychus sp., (e) daun berlubang oleh Atractomorpha sp..
Berdasarkan data yang didapatkan (Gambar 8), Allocaridara sp. mempunyai
kepadatan populasi paling tinggi pada semua umur bibit tanaman dibandingkan
dengan Xyleborus sp., Coptotermes sp., Tetranychus sp., Atractomorpha sp., dan
Valanga sp.. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa Allocaridara sp. merupakan
hama penting pada bibit durian.

160

Populasi hama (ekor)

140
120

Allocaridara sp.

Xyleborus sp.

Coptotermes sp.

Tetranychus sp.

Atractomorpha sp.

Valanga sp.

100
80
60
40
20
0
3

12

24

48

96

6 (DR)

96 (DR)

Umur (minggu)

Gambar 8 Kepadatan populasi hama yang menyerang bibit durian
Menurut Brown (1997), hama yang menyerang tanaman durian di India
adalah kumbang Ambrosia beetles, kumbang Adoretus sp., kutu loncat
Allocaridara malayensis, kumbang hitam Apogonia sp., rayap Cryptotermes
cynocephalus, tungau Eutetranychus africanus, rayap Microtermes palidus,

13
penggerek biji Mudaria magniplaga, kutu putih Pseudococcus sp., penggerek
kulit Synanthedon sp., kutu loncat Tenaphalara malayensis, tungau merah
Tetranychus fijiensis, ulat tandan Tirathaba mendella, penggerek batang Zeuzera
sp., dan kumbang bubuk Xyleborus cordatus. Menurut Nguyen (2003), Allocarida
sp. merupakan hama utama durian di Thailand, Filipina, dan Indonesia.
Allocaridara sp. mempunyai populasi yang tinggi dan menimbulkan gejala
serangan paling tinggi dibandingkan dengan hama yang lain. Gejala serangan
yang tinggi disebabkan oleh nimfa yang menyerang daun muda dan tua pada
tanaman durian. Nimfa bersembunyi di dalam daun muda yang masih menutup
dan berada di atas permukaan daun yang tua. Menurut Nguyen (2003), nimfa dari
Allocariadara sp. menghisap cairan jaringan daun muda. Serangan yang
ditimbulkan mengakibatkan permukaan daun terdapat bercak kecil kuning, kering,
dan rontok.
Kepadatan populasi Allocaridara sp. tinggi terjadi pada umur 3 dan 12
minggu. Kepadatan populasi Allocaridara sp. pada umur 24, 48, 96, 6 double
rootstock, dan 96 minggu double rootstock rendah diduga disebabkan oleh
aplikasi pestisida dan jenis pestisida yang digunakan. Populasi Allocaridara sp.
yang tinggi pada tanaman umur 12 dan 3 minggu, disebabkan penyemprotan
pestisida belum dilakukan. Penyemprotan pestisida oleh petani dilakukan setelah
umur tanaman diatas 12 minggu. Pestisida yang digunakan adalah Decis berbahan
aktif deltametrin (golongan piretroid).
Menurut National Pesticide Information Center (2010), deltametrin
merupakan bahan aktif insektisida golongan piretroid. Deltametrin membunuh
serangga melalui kontak langsung atau residu yang ada di permukaan daun.
Keunggulan piretroid sintetik yaitu mempunyai kemampuan menjatuhkan
serangga dengan cepat. Piretroid memiliki tingkat toksisitas rendah bagi manusia
dan mamalia. Golongan piretroid merupakan golongan racun saraf serangga
dengan berbagai macam kerja pada susunan saraf pusat. Piretroid pada umumnya
memiliki spektrum pengendalian yang luas dan efektif terhadap banyak spesies
serangga dari ordo Lepidoptera, Coleoptera, Diptera, Thysanoptera, dan
Hemiptera (Djojosumarto 2008).
Kepadatan populasi Xyleborus sp., Coptotermes sp., Tetranychus sp.,
Atractomorpha sp., dan Valanga sp. pada bibit durian menunjukkan nilai yang
rendah. Gejala serangan yang ditimbulkan juga rendah. Populasi yang rendah
diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan yaitu suhu, kelembaban, cuaca, tanah,
dan keberadaan tanaman di sekitar pembibitan durian. Cuaca yang berfluktuasi,
kondisi tanah yang bertekstur liat, dan perawatan terhadap bibit oleh petani
mempengaruhi perkembangan populasi hama tersebut. Rata-rata curah hujan
harian di kecamatan Kalibawang dari bulan Februari sampai Maret adalah 14.77
milimeter (BMKG 2015). Rata-rata suhu di lokasi pembibitan adalah 27-300C.
Menurut Wylie dan Speight (2012), keberadaan serangga di alam
dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang mempengaruhi
yaitu ketinggian, suhu, panjang hari, cahaya, curah hujan, kelembaban, angin, dan
perubahan iklim. Faktor biotik yang mempengaruhi keberadaan serangga di alam
yaitu populasi, kompetisi, dan musuh alami.
Menurut Sukartana (2013), Xyleborus sp. termasuk kumbang ambrosia.
Keberadaan Xyleborus sp. tinggi apabila terdapat sumber makanan yang banyak.
Xyleborus sp. merupakan serangga penggerek kayu yang makanannya adalah

14
cendawan. Xyleborus sp. masuk ke batang membentuk lubang gerekan berwarna
gelap. Lubang gerekan berwarna gelap disebabkan karena Xyleborus sp. membuat
lubang pada bekas pertumbuhan cendawan. Lubang gerek tersebut merupakan
tempat bagi cendawan yang akan menjadi sumber makanan. Lubang gerek juga
berfungsi sebagai pelindung terhadap pengganggu dan predator.
Menurut Prasetiyo dan Yusuf (2005), penyebaran rayap sangat berhubungan
dengan faktor lingkungan. Menurut Subekti (2010), faktor lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan populasi rayap yaitu curah hujan, suhu,
kelembapan, serta ketersediaan makanan. Coptotermes sp. mempunyai preferensi
yang tinggi terhadap tanah liat dan mengandung bahan organik yang tinggi. Tanah
di pembibitan yang sedikit kering akibat curah hujan yang fluktuatif merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan populasi rayap rendah.
Menurut Peairs dan Davidson (1961), perkembangbiakan populasi
Tetranychus sp. pada musim hujan akan terhambat karena pengaruh langsung
curah hujan. Curah hujan dengan kondisi suhu berkisar 27-30 oC menyebabkan
populasi tungau rendah. Suhu tinggi dengan kelembapan rendah menyebabkan
proses reproduksi dan kelangsungan hidup tungau tinggi.
Menurut Borror dan White (1970), keberadaan Valanga sp. dan
Atractomorpha sp. dipengaruhi oleh cuaca, Valanga sp. dan Atractomorpha sp.
hidup di daerah panas. Populasi belalang yang rendah disebabkan kondisi curah
hujan yang fluktuatif yaitu antara 2-86 milimeter per hari.
Penyakit Bibit Durian
Penyakit yang ditemukan pada bagian daun bibit durian Menoreh Kuning
adalah bercak daun, hawar, antraknosa, alga, dan embun hitam. Penyakit yang
ditemukan pada bagian batang dan pucuk adalah mati pucuk dan layu. Bercak
daun, antraknosa dan alga merupakan penyakit yang muncul pada setiap umur
tanaman dengan tingkat kejadian dan keparahan penyakit tertinggi (Tabel 2 dan
3).
Penyakit pada durian disebabkan oleh patogen yang berbeda-beda. Bercak
daun pada durian disebabkan oleh cendawan Corynespora sp. Antraknosa
disebabkan oleh Colletotrichum sp. Penyakit alga desebabkan oleh Cephaleuros
sp. Hawar daun disebabkan oleh Rhizoctonia sp. Embun hitam disebabkan oleh
Meliola sp. Mati pucuk dan layu disebabkan oleh Phytophthora sp..
Corynespora sp.. Gejala yang ditimbulkan Corynespora sp. adalah pada
permukaan daun terdapat bercak kecil berwarna cokelat (Gambar 9a). Bercak
kemudian melebar dengan bagian tengah bercak berwarna orange. Bercak yang
melebar diikuti dengan halo berwarna kuning. Bercak pada permukaan daun
menyebabkan proses fotosintesis daun terganggu.
Colletotrichum sp.. Gejala yang ditimbulkan oleh Colletotrichum sp. yaitu
terdapat bercak-bercak kecil berwarna cokelat (Gambar 9b). Bercak-bercak
tersebut kemudian melebar dan berubah warna menjadi cokelat muda dengan
pinggiran berwarna cokelat. Bercak tersebut membentuk lingkaran konsentris,
selanjutnya bercak berubah menjadi warna putih dan mengering.
Cephaleuros sp.. Gejala yang ditimbulkan oleh cendawan Cephaleuros sp.
yaitu tedapat bercak kecil seperti karat pada permukaan daun (Gambar 9c).
Bercak tersebut berwarna orange. Bercak berkembang dan berubah warna

15
menjadi hijau. Perkembangan selanjutnya bercak akan berubah warna menjadi
putih, kering dan daun berlubang.
Meliola sp.. Gejala Meliola sp. yaitu terdapat embun berwarna hitam pada
permukaan daun (Gambar 11b). Embun hitam tersebut berkumpul dalam beberapa
kelompok. Embun hitam memiliki bulu, sehingga permukaan daun menjadi kasar.
Rhizoctonia sp.. Gejala yang ditimbulkan oleh Rhizoctonia sp. adalah
terdapat bercak kebasahan pada permukaan daun (Gambar 11a). Bercak melebar
menyebabkan sebagian daun berwarna hijau kecokelatan, kemudian warna bercak
berubah menjadi cokelat.
Phytophthora sp.. Gejala pada mati pucuk oleh Phytophthora sp. yaitu
bagian pucuk tanaman berwarna cokelat dan lunak (Gambar 10a). Daun-daun
menjadi cokelat dan akhirnya rontok. Akar tanaman berwarna hitam seperti busuk
(Gambar 10b). Bagian batang bawah dekat akar berwarna cokelat seperti busuk.
Phytophthora sp.. Gejala layu oleh Phytophthora sp. yaitu tanaman yang
sehat tiba-tiba layu (Gambar 10d). Batang berwarna cokelat seperti busuk
(Gambar 10e). Daun-daun berubah menjadi cokelat, selanjutnya daun-daun gugur
dan tanaman mati.

a

b

c

d

e

f

Gambar 9

Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Corynespora sp.,
Colletotrichum sp., dan Cephaleuro sp.: (a) bercak daun, (b)
antraknosa, (c) alga, (d) konidia Corynespora sp., (e) aservulus
Colletotrichum sp., (f) thalus dan sporangium Cephaleuros sp..

Berdasarkan gejala serangan yang ditimbulkan, penyakit mati pucuk dan
layu merupakan penyakit penting pada bibit durian. Gejala serangan oleh
Phytophthora sp. menyebabkan kerugian ekonomi tinggi. Bibit yang mati
menyebabkan produksi bibit menjadi berkurang. Produksi bibit yang berkurang
mengurangi pasokan bibit di pasaran. Menurut Drenth dan Guest (2004), kerugian
akibat serangan Phytophthora sp. pada tanaman durian di ASEAN diperkirakan
mencapai 20-25% dengan mencapai 45 trilyun rupiah. Patogen tersebut
dilaporkan telah merusak 30% durian di Penang, Malaysia, dan 54% menyerang
koleksi durian di Australia.

16
16

Tabel 2 Kejadian penyakit (%) berdasarkan umur tanaman
3

12

24

Umur (Minggu)
48

15.00 ± 3.16c

25.00 ± 2.74bc

28.00 ± 5.15bc

14.00 ± 5.75c

2.00 ± 1.22b

7.00 ± 2.00a

2.00 ± 1.22b

2.00 ± 1.22d

21.00 ± 7.48ab

Penyakit
Bercak
Hawar

5.00 ± 0.00ab

Antraknosa

26.00 ± 4.85a

96

6 (DR)

96 (DR)

17.00 ± 4.06c

50.00 ± 5.48a

37.00 ± 8.75ab

2.00 ± 1.22b

2.00 ± 1.22b

2.00 ± 1.22b

9.00 ± 2.92bcd

17.00 ± 4.64abc

4.00 ± 1.87cd

5.00 ± 5.04cd

Alga

7.00 ± 1.22cd

3.00 ± 2.00d

15.00 ± 3.16bcd

9.00 ± 1.87cd

24.00 ± 8.72abc

42.00 ± 7.52a

33.00 ± 10.2ab

Embun hitam

4.00 ± 1.87bc

1.00 ± 1.00bc

0.00 ± 0.00c

5.00 ± 2.24bc

7.00 ± 1.22b

4.00 ± 2.92bc

13.00 ± 3.00a

Mati pucuk dan Layu

2.00 ± 1.22ab

3.00 ± 2.00a

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan
Tabel 3 Keparahan penyakit (%) berdasarkan umur tanaman
12

24

Umur (Minggu)
48

96

6 (DR)

96 (DR)

Penyakit
3
Bercak

3.75 ± 0.79c

6.75 ± 0.64bc

7.25 ± 1.39bc

3.50 ± 1.39c

4.75 ± 1.45c

13.00 ± 1.16a

11.50 ± 3.07ab

Hawar

1.75 ± 0.31ab

0.50 ± 0.31c

2.25 ± 0.47a

0.50 ± 0.31c

0.75 ± 0.50bc

0.50 ± 0.31c

0.50 ± 0.31c

1.25 ± 0.97c

6.25 ± 1.58ab

3.00 ± 1.16bc

7.25 ± 2.03ab

1.25 ± 0.53c

1.25 ± 1.25c

10.75 ± 2.08a

11.5 ± 3.12a

Antraknosa

10.00 ± 1.94a

Alga

1.75 ± 0.31bc

0.75 ± 0.5c

3.75 ± 0.79bc

2.25 ± 0.47bc

6.50 ± 2.28ab

Embun hitam

1.50 ± 0.73bcd

0.25 ± 0.25d

0.00 ± 0.00d

2.75 ± 1.39abc

3.50 ± 0.47ab

1.00 ± 0.73cd

4.00 ± 0.61a

Mati pucuk dan Layu

0.75 ± 0.5ab

1.00 ± 0.61a

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

0.00 ± 0.00b

Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan

17
Berdasarkan data yang didapatkan (Tabel 2 dan 3), penyakit bercak daun,
antraknosa dan alga merupakan penyakit penting pada bibit durian. Bercak daun,
antraknosa, dan alga mempunyai nilai kejadian dan keparahan penyakit tinggi.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bercak daun, antraknosa, dan alga
merupakan penyakit penting setelah mati pucuk dan layu.
Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun tertinggi terjadi pada umur
tanaman 6 minggu double rootstock. Serangan Corynespora sp. yang tinggi
didukung oleh curah hujan yang berubah-ubah di lokasi pembibitan. Menurut
Semangun (1999), Corynespora sp. menginfeksi tanaman pada semua tingkat
umur tanaman. Menurut Situmorang et al (2007), kondisi lingkungan abiotik
sangat mempengaruhi perkembangan cendawan Corynespora sp. Kondisi curah
hujan yang tinggi kurang sesuai bagi perkembangan Corynespora sp.. Semakin
tinggi curah hujan, semakin rendah keparahan penyakitnya.
Kejadian dan keparahan penyakit antraknosa mempunyai nilai tertinggi pada
umur 3 minggu. Kondisi tersebut diduga cendawan Colletotrichum sp. lebih
menyukai daun yang muda dan terdapat pengaruh dari gulma disekitar pembibitan
durian. Pembibitan durian umur 3 minggu berada di lokasi dimana gulma tumbuh
lebat. Pemangkasan terhadap gulma juga tidak dilakukan. Selain itu, suhu di
lokasi pembibitan berpengaruh terhadap perkembangan penyakit antraknosa. Suhu
di lokasi pembibitan berkisar 27-30oC. Menurut Lukito et al. (2010), penyakit
antraknosa sedikit ditemukan pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai
drainase baik, dan gulmanya terkendali dengan baik. Perkembangan antraknosa
paling baik terjadi pada suhu 30 oC (Semangun 2007). Colletotrichum sp.
umumnya menyerang daun muda.
Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun tertinggi terjadi pada umur 96
minggu double rootstock. Kondisi tersebut diduga Cephaleuros sp. lebih
menyukai tanaman yang lebih tua. Menurut Suwandi (2007), cendawan
Cephaleuros sp. menimbulkan infeksi lebih parah pada tanaman tua dibandingkan
tanaman muda. Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun menunjukkan suatu
epidemi. Epidemi Cephaleuros sp. didukung oleh kesehatan tanaman rendah.
Kesehatan tanaman rendah disebabkan oleh rendahnya kesuburan tanah,
kekurangan air, pemanenan yang berlebihan, dan sanitasi kebun yang buruk.
Keberadaan Phytophthora sp. pada kebun bibit durian diduga disebabkan
oleh kondisi lingkungan. Kondisi tanah yang bertekstur liat dan lembap serta
penyiraman terhadap bibit tanaman secara terus-menerus diduga merupakan
penyebab Phytophthora sp. muncul di pembibitan durian. Menurut Semangun
(2007), gejala yang ditimbulkan Phytophthora sp. akan meluas pada curah hujan
yang tinggi. Selain curah hujan, keberadaan Phytophthora sp. juga dipengaruhi
oleh suhu. Kondisi suhu tinggi dapat menyebabkan beberapa infeksi dari satu
sporangium, akan tetapi Zoospora dapat tersebar hanya pada jarak pendek. Hal
tersebut dikarenakan Phytophtora sp. rentan terhadap kekeringan. Menurut
Drenth dan Guest (2004), Phytophthora sp. mempunyai kemampuan bertahan
hidup di luar atau jaringan tanaman sebagai Oospora atau Klamidospora untuk
waktu yang lama. Sporangia dapat tersebar melalui udara, air hujan, run-off dan
air irigasi. Phytophthora sp. merupakan cendawan dari kingdom Stramenopiles
yang mempunyai jalur biokimia berbeda dengan cendawan lain, sehingga
fungisida tidak sangat efektif terhadap Phytophthora sp..

18

a

b

c

d

e

f

Gambar 10 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Phythophthora sp.: (a)
bagian pucuk bibit tanaman mati, (b) akar busuk, (c) sporangia (d)
tanaman layu dengan daun cokelat, (e) akar busuk, (f) sporangia
dan sporangiofor
Tingkat kejadian dan keparahan penyakit hawar daun dan embun hitam
menunjukkan nilai yang rendah. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh curah
hujan yang fluktuatif dan kondisi tanah di lokasi pembibitan. Tanah di
pembibitan diolah dengan baik.
Menurut Lim dan Sangchote (2003), askospora dan miselium Meliola sp.
disebarkan oleh angin. Kondisi yang lembap menyebabkan proliferasi Meliola sp.
meningkat. Menurut Sumartini (2011), Rhyzoctonia sp. banyak ditemukan pada
musim hujan, terutama pada tanah yang lembap. Rhyzoctonia sp. dapat
membentuk struktur dorman berupa sklerotia pada permukaan tanah dan pangkal
batang. Sklerotia mempunyai kulit tebal dan keras sehingga tahan terhadap
lingkungan kekeringan dan suhu tinggi. Masa dorman akan berakhir jika kondisi
lingkungan cocok untuk berkembang. Menurut Ownley et al (2003),
perkembangan, penyebaran, daya tular, dan daya tahan Rhyzoctonia sp. sangat di
pengaruhi oleh sifat-sifat tanah dimana patogen tersebut berada.

19

a

b

c

d

Gambar 11 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Rhizoctonia sp. dan
Meliola sp.: (a) hawar daun, (b) embun hitam, (c) hifa Rhizoctonia
sp., (d) askospora Meliola sp..
Perawatan Bibit serta Pengendalian terhadap Hama dan Penyakit
Perawatan yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyiraman air yang
berasal dari bak penampungan air dan penyemprotan pestisida pada bibit tanaman,
serta pemberian pupuk kompos dan pupuk cair. Penyiraman air dilakukan setiap
hari. Penyemprotan pestisida rutin dilakukan setiap dua minggu sekali, akan tetapi
penyemprotan dilakukan tiga kali dalam satu minggu ketika musim hujan tiba.
Jenis pestisida yang digunakan adalah Decis 25EC berbahan aktif
deltametrin dan Score 250EC berbahan aktif difenokonazol. Penyemprotan
pestisida dilakukan dengan mencampurkan Decis dan Score dalam satu wadah.
Penggunaan Decis dan Score dalam satu tahun dapat menghabiskan masingmasing empat botol untuk 10 000 bibit. Botol untuk Decis berukuran setengah
liter air dan 250 cc untuk Score.
Pupuk cair yang digunakan untuk perawatan adalah pupuk buatan yang
bahan-bahannya berasal dari kunyit, lengkuas, jahe, kencur, gamal, tetes tebu, dan
susu. Kunyit, lengkuas, jahe, dan kencur memiliki perbandingan yang sama. Tetes
tebu yang diperlukan adalah dua liter dan dua kaleng susu dengan masing-masing
bumbu dapur yang telah diparut atau ditumbuk sebanyak 5 kg, kemudian
ditambahkan 100 liter air pada campuran bahan tersebut. Pupuk diinkubasi selama
15 hari dan dilakukan pengadukan secara konstan. Inkubasi dilakukan di dalam
ruangan dan ditutup menggunakan plastik. Pemberian pupuk cair dan kompos
diberikan selama dua minggu sekali.

20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Teknik perbanyakan yang diterapkan adalah okulasi menggunakan batang
atas durian Menoreh Kuning dan satu (rootstock) atau dua batang bawah (double
rootstock). Hama yang menyerang tanaman durian adalah Allocaridara sp
(Hemiptera: Psyllidae), Valanga sp (Orthoptera: Acrididae), Atractomorpha sp
(Orthoptera: Pyrgomorphidae), Tetranychus sp (Trombidiformes: Tetranychidae),
Xyleborus sp (Coleoptera: Scolytidae), dan Coptotermes sp (Isoptera:
Rhinotermitidae). Penyakit yang menyerang tanaman durian adalah bercak daun
Corynespora sp, hawar daun Rhizoctonia sp, antraknosa Colletotrichum sp, alga
Cephaleuros sp, embun hitam Meliola sp, mati pucuk Phytophthora sp dan layu
Phytophthora sp.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab penyakit mati
pucuk dan layu pada pembibitan durian dengan kondisi lingkungan tertentu
sehingga dapat meminimalisir dampak serangan patogen tersebut.

21

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data curah hujan
pos Kalibawang bulan Februari dan Maret 2015. Yogyakarta (ID): BMKG
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi buah-buahan menurut provinsi (ton)
2013 [Internet]. [diunduh 2014 Desember 26], Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=55¬ab=10
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4.
Minnesota (USA): Aps Press.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Ed. ke-6. Soetiyono P, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Studies of
Insects.
Borror, White RE. 1970. A Field Guide to The Insects. Bosto (USA): Houghton
Mifflin.
Brown MJ. 1997. Durio - A Bibliographic Review. New Delhi (IN): IPGRI office
for South Asia.
Cooke BM. 2006. Disease Assessment and Yield Loss. In: The Epidemiology of
Plant Diseases, Cooke, B.M., D.G. Jones and B. Kaye (Eds.). 2nd Ed.,
Dordrecht (NT): Springer.
Djojosumarto. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): PT. Agromedia
Pustaka.
Drent A, Guest DI. 2004. Diversity and Management of Phytophthora in
Southeast Asia. Canberra (AS): ACIAR Monograph.
Gunawan E. 2014. Perbanyakan Tanaman: Cara Praktis dan Populer. Jakarta
(ID): PT Agromedia Pustaka
Lee BS, Kosittrakun M and Vichitrananda S. 1994. Chapter 7: Pathology and
Disease Control. In S. Nanthachai (Ed.). Durian: Fruit Development, Postharvest Physiology, Handling and Marketing in ASEAN. Kuala Lumpur
(ML): ASEAN Food Handling Bureau.
Lim TK, Sangchote S. 2003. Disease of Durian. Florida (USA): CAB
International
Lukito, Mulyono, Tetty. 2010. Buku Pintar Budidaya Kakao. Jakarta (ID):
AgroMedia Pustaka.
Nguyen Van Hyun. 2003. Serangga pertania bagian B: hama serangga tanaman
utama [Internet]. Delta Mekong (VN): Universitas Can Tho; [diunduh 2015
Mei 27]. Tersedia pada: http://thienho.com/w1/tai-lieu/pdf/Kho-giaotrinh/DHCT-con-trung-nong-nghiep-nv-huynh-lt-sen.pdf
[NPIC] National Pesticide Information Centre. 2010. Deltamethrin [internet].
Corvallis (USA): NPIC; [diunduh pada 2015 Mei 26]. Tersedia pada:
http://npic.orst.edu/factsheets/DeltaGen.pdf
Ownley BH, Duffy BK, Weller DM. 2003. Identification and manipulation of soil
properties to improve the biological contro performance of phenazineproducing Pseudomonas fluorescens. Applid and Environmental
Microbiology. 69(6):3333-3343.

22
[PDSIP] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditi
Durian. Jakarta (ID): PDSIP.
Peairs, Davidson. 1961. Insect Pest of Farm Garden and Orchard. London (EN):
John Wiley and Sons
Prasetiyo KW, Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah
Lingkungan dan Kimiawi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka
Semangun, H. 1999. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Semangun H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed
ke-2. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Situmorang A, Sinaga MS, Suseno R, Hidayat SH, Siswanto, Darussamin A.
2007. Sebaran penyakit gugur daun Corynespora di sentra perkebunan karet
Indonesia. Jurnal Penelitian Karet. 25(1): 76-82.
Sobir, Martini E. 2014. Pedoman Budi Daya Durian dan Rambutan di Kebun
Campur. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia
Regional Program.
Sobir, Napitupulu RM. 2010. Sukses Bertanam Durian Unggul. Jakarta ID):
Penebar Swadaya.
Wylie FR, Speight MR. 2012. Insect Pest in Tropical Forestry. Ed ke-2. London
(UK): CABI.
Subekti N. Karakteristik populasi rayap tanah Coptotermes spp (Blattodea:
Rhinotermitidae) dan dampak serangannya. Bionsaitifika. [internet].
[diunduh
2015
Mei
26];
2(2):110-114.
Tersedia
pada:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=136078&val=5659
Sukartana P. 2013. Arti Penting Pemahaman Perilaku Serangga Perusak Kayu
untuk Pengendaliannya yang Lebih Ramah Lingkungan. Di dalam: .
Sudradjat et al. Editor. Himpunan Bunga Rampai. Orasi Ilmiah Ahli Peneliti
Utama (APU); 2013 Desember 3; Bogor. Bogor (ID): PPPKKPHH
Sumartini. 2011. Penyakit tular tanah (Sclerotium rolfsii) dan (Rhizoctonia solani)
pada tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian serta cara
pengendaliannya [internet]. Malang (ID): Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan dan umbi-umbian; [diunduh 2015 Mei 25] Tersedia
pada:http://download.portalgaruda.org/article.php?article=185314&val=641
4&title=Penyakit%20tular%20tanah%20(Sclerotium%20rolfsii%20dan%20
Rhizoctonia%20Solani)%20pada%20tanaman%20kacangkacangan%20dan%20umbi-umbian
Suwandi. 2007. Peledakan penyakit karat merah alga pada tanaman gambir.
(Uncaria gambi) Di Babat Tomat, Sumatera Selatan. Pet Tropical Journal.
1 (1)
Townsend GR, Heuberger JV. 1943. Methods for estimating losses caused by
diseases in fungicide expreminent. Plant Disease Report. 24: 340-343.
[WAC] World Agroforestry Centre. 2010.Teknik Pembiitan dan Perbanyakan
Vegetatif Tanaman Buah. Bogor (ID): WAC

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 10 Maret 1993. Penulis sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Jupani dan Pani. Pendidik