. Faktor Internal Perbankan Dan Makroekonomi Yang Memengaruhi Pembiayaan Bermasalah Berdasarkan Jenis Penggunaan Akad Pada Perbankan Syariah Indonesia

FAKTOR INTERNAL PERBANKAN DAN MAKROEKONOMI
YANG MEMENGARUHI PEMBIAYAAN BERMASALAH
BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN AKAD PADA
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

YULYA ARYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul faktor internal perbankan
dan makroekonomi yang memengaruhi pembiayaan bermasalah berdasarkan jenis
penggunaan akad pada perbankan syariah Indonesia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Yulya Aryani
NIM H151150286

RINGKASAN
Yulya Aryani. Faktor Internal Perbankan dan Makroekonomi yang
Memengaruhi Pembiayaan Bermasalah Berdasarkan Jenis Penggunaan Akad pada
Perbankan Syariah Indonesia. Dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI
dan JAENAL EFFENDI.
Non performing financing (NPF) merupakan proksi dari risiko gagal bayar
yang dihadapi sektor perbankan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
faktor internal perbankan dan kondisi makroekonomi yang memengaruhi tingkat
NPF berdasarkan jenis penggunaan akad pada perbankan syariah di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan panel statis dengan data tujuh bank umum
syariah dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Penelitian ini mengklasifikasikan
pembiayaan bermasalah dalam tiga kategori yaitu NPF pembiayaan murabahah,
musyarakah dan mudharabah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua

klasifikasi NPF dapat dijelaskan oleh faktor internal perbankan yaitu return on
asset, capital adequicy ratio dan tingkat margin pembiayaan. Kondisi
makroekonomi yang berpengaruh pada tingkat NPF adalah pertumbuhan GDP rill
dan nilai tukar.
Hasil studi menunjukkan bahwa capital adequacy ratio dan tingkat margin
pembiayaan merupakan faktor penting sebagai indikator kemungkinan terjadinya
gagal bayar. Studi ini juga menemukan bahwa NPF jenis pembiayaan
mudharabah sangat responsif terhadap perubahan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian, bank umum syariah hendaknya menjaga kinerja
keuangannya dengan melakukan pengawasan terhadap rasio kecukupan modal
minimum dan tingkat keuntungan serta memperhatikan tingkat margin
pembiayaan yang ditetapkan. Selain itu perlu adanya kajian ulang terhadap
ketentuan kolektabilitas pembiayaan terutama skim pembiayaan bagi hasil. Hal ini
dikarenakan skim pembiayaan bagi hasil memiliki karakteristik yang berbeda
dengan pembiayaan skim hutang, sehingga aturan kolektabilitas tidak bisa
disama-ratakan.
Kata kunci

: Internal perbankan, Non performing financing, Perbankan
syariah, Risiko pembiayaan


SUMMARY
YULYA ARYANI. Bank Specific and Macroeconomic Determinants of
Non Performing Financing in Islamic Banking Indonesia. Supervised by
LUKYTAWATI ANGGRAENI and JAENAL EFFENDI.
Non Performing Financing (NPF) is a proxy for default risk faced by the
banking sector. The aim of this study is to analyze the internal factors of banking
and macroeconomic conditions that affect the level of NPF based on the type of
use contract on Islamic banking in Indonesia. This study uses a static approach to
the data panel of seven Islamic banks from 2010 to 2014 and classifies financing
problems in three categories, namely NPF murabaha financing, musharaka and
mudaraba. The result shows that for all NPF classifications can be explained by
internal factors, namely banks return on assets, capital adequaicy ratio and the
level of margin financing. Macroeconomic conditions that influence the level of
NPF is the real GDP growth and the exchange rate.
This study shows that the capital adequacy ratio and the level of margin
financing is an important factor as an indicator of the likelihood of default. This
study also found that NPF of mudharabah financing is very responsive to changes
in economic growth. Based on results, Islamic banks should maintain its financial
performance by monitoring the minimum capital adequacy ratio, the rate of profit

and considering the level of financing specified margin. Furthermore, Islamic
banks need to review the provision of financing collectability primarily on equity
financing schemes. It is because equity financing have different characteristics
from the debt financing, so that the rules can not be equated.
Keywords : Financing risk, Islamic banks, islamic financing type, Non performing
financing

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

FAKTOR INTERNAL PERBANKAN DAN MAKROEKONOMI
YANG MEMENGARUHI PEMBIAYAAN BERMASALAH
BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN AKAD PADA

PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

YULYA ARYANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Irfan Syauqi Beik, SP MScEc

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Faktor Internal Perbankan dan
Makroekonomi yang Memengaruhi Pembiayaan Bermasalah berdasarkan Jenis
Penggunaan Akad pada Perbankan Syariah Indonesia”. Tesis ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu
Ekonomi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Lukytawati Anggraeni, SP
MSi dan Bapak Dr Jaenal Effendi, SAg MA selaku dosen pembimbing atas
arahan, masukan serta motivasi yang sangat berharga dalam menyelesaikan
penelitian ini serta kepada Bapak Dr Irfan Syauqi Beik, SP MScEc dan Ibu Dr Ir
Wiwiek Rindayati, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan penguji dari wakil
program studi atas kritik dan sarannya dalam menyempurnakan penelitian ini. Tak
lupa penulis ucapkan terimakasih kepada Muhamad Fazri, Azka Azifah, Agung
Satryo, Siti Nurmu’minah Fitriah dan Carla Sheila Wulandari serta Fajrin
Pujianingrum yang senantiasa memberikan masukan yang sangat bermanfaat.
Di samping itu, ucapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah Farizon,
ibu Emi Maidah, serta adik tercinta (Reva Suzana, Repi Sulistiana, Riris Lusiana,
Rendi Fahmi Prayuda) atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada teman satu perjuangan Fast track Angkatan 3.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada para sahabat terdekat Rumah Khodijah
(Anita Widyastuti, Aisyah Fatriani, Dwi Tasya Liandra, Arum Vitasari, Dita

Pratiwi, Carla Sheila Wulandari dan Lis Anreni), Wita Novitasari, Siti Nur
Annazah, Fathya Nirmala Hanoum, Irman Ramdani serta pihak-pihak yang ikut
membantu dalam penyelesaian tesis ini baik berupa saran, masukan maupun
dukungan kepada penulis. Ucapan terimakasih juga diberikan kepada seluruh
civitas Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi FEM IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Yulya Aryani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

ii


DAFTAR LAMPIRAN

iii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
4
6
6
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori

Sistem Keuangan dan Perbankan
Pembiayaan Syariah
Risiko dalam Pembiayaan Syariah
Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah
Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran Teoritis
Hipotesis

7
7
7
8
10
13
14
18
22
25

25

3 METODOLOGI
Jenis dan Sumber Data
Perumusan model penelitian
Definisi Operasional Variabel
Metode Analisis

26
26
27
27
28

4 ANALISIS DESKRIPTIF
Gambaran Umum Perkembangan Tingkat Pembiayaan Bermasalah dan
Tingkat Margin Pembiayaan pada Perbankan Syariah
Perkembangan Return on Asset pada Perbankan Syariah periode 2010
hingga 2014
Perkembangan Rasio Efisiensi pada Perbankan Syariah Periode 2010

hingga 2014
Perkembangan Rasio Kecukupan Modal Minimum pada Perbankan
Syariah Periode 2010 hingga 2014
Perkembangan Kondisi Makroekonomi pada Perbankan Syariah
Periode 2010 hingga 2014

31

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

31
32
33
33
34
35

Analisis Perkembangan Non Performing Financing berdasarkan Jenis
Penggunaan Akad pada Perbankan Syariah di Indonesia
Non Performing Financing Jenis Penggunaan Akad Murabahah
Non Performing Financing Jenis Penggunaan Akad Mudharabah
Non Performing Financing Jenis Penggunaan Akad Musyarakah
Hasil Estimasi Model
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi NPF berdasarkan Jenis
Penggunaan Akad pada Perbankan Syariah di Indonesia
Faktor Internal Perbankan yang Memengaruhi Non Performing
Financing Berdasarkan Jenis Penggunaan Akad
Faktor Internal Perbankan dan Kondisi Makroekonomi yang
Memengaruhi Non Performing Financing berdasarkan Jenis
Penggunaan Akad
Pengaruh Efek Individu terhadap NPF Pembiayaan akad murabahah,
Mudharabah dan Musyarakah pada Bank Umum Syariah Indonesia

35
35
36
37
38
41
41

42
44

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

46
46
46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

47
50

RIWAYAT HIDUP

65

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Komposisi pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di
Indonesia tahun 2010-2014 (milyar rupiah)
Klasifikasi tingkat risiko menurut jenis akad pembiayaan
Klasifikasi NPF berdasarkan kolektabilitas debitur pada perbankan
syariah
Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia tentang penilaian kesehatan bank
Literatur studi terdahulu terkait faktor-faktor yang memengaruhi tingkat
NPF pada perbankan syariah
Literatur studi terdahulu terkait faktor-faktor yang memengaruhi tingkat
NPL pada perbankan konvensional
Statistik deskriptif variabel penelitian periode 2010 hingga 2014
Statistik deskriptif variabel makroekonomi 2010 hingga 2014
Hasil Uji Chow dan Hausman pada model NPF jenis pengunaan akad
murabahah, mudharabah dan musyarakah
Hasil estimasi terhadap pelanggaran asumsi klasik
Hasil estimasi faktor internal perbankan terhadap NPF berdasarkan
jenis penggunaan akad
Hasil estimasi faktor internal perbankan dan makroekonomi terhadap
NPF berdasarakan jenis penggunaan akad
Keragaman individu pada NPF jenis penggunaan akad murabahah
Keragaman individu model NPF jenis penggunaan akad mudharabah
Keragaman individu model NPF jenis penggunaan akad musyarakah

2
12
13
16
20
21
31
34
38
39
41
42
44
45
45

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Perkembangan total aset, DPK, pembiayaan Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah.
Perkembangan pembiayaan dan laju pembiayaan berdasarkan jenis
penggunaan akad periode 2010-2014
Perkembangan tingkat NPF pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan
akad pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Perkembangan Return on Asset pada Bank Umum Syariah di Indonesia
2010-2014
Perkembangan rasio efisiensi pada Bank Umum Syariah di Indonesia
2010-2014
Perkembangan capital adequacy ratio pada Perbankan Syariah di
Indonesia 2010-2014
Tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan akad murabahah pada
perbankan syariah
Tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan akad mudharabah pada
Bank Umum Syariah
Tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan akad musyarakah pada
Bank Umum Syariah

1
3
4
32
33
33
35
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Hasil analisis panel data terhadap faktor internal perbankan yang
memengaruhi NPF berdasarkan jenis penggunaan akad musyarakah
Hasil analisis panel data terhadap faktor internal perbankan dan kondisi
makroekonomi yang memengaruhi NPF berdasarkan jenis penggunaan
akad musyarakah
Hasil analisis panel data terhadap faktor internal perbankan yang
memengaruhi NPF berdasarkan jenis penggunaan akad mudharabah
Hasil estimasi panel data terhadap faktor internal dan makroekonomi
yang memengaruhi NPF berdasarkan jenis penggunaan akad
mudharabah 58
Hasil estimasi panel data terhadap faktor internal perbankan yang
memengaruhi NPF berdasarkan jenis penggunaan akad murabahah
Hasil analisis panel data terhadap faktor internal dan kondisi
makroekonomi perbankan yang memengaruhi NPF berdasarkan jenis
penggunaan akad murabahah
Hasil uji multikolinearitas pada model NPF berdasarkan jenis
penggunaan akad

51
54
56

60
62
64

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Aset

2010

2011

Pembiayaan

2012
DPK

2013

Laju Aset

Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK 2015 (diolah)

2014
Laju Pembiayaan

280000
250000
220000
190000
160000
130000
100000
70000
40000
10000
-20000

(Milyar Rupiah)

(%)

Perbankan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan ekonomi
suatu negara. Peran penting tersebut sehubungan dengan fungsi bank sebagai
lembaga intermediasi yang menghimpun dan menyalurkan dana dari dan ke
masyarakat. Pertumbuhan ekonomi memiliki korelasi dengan instrumen keuangan
yang diberikan oleh sektor perbankan. Dalam rangka mencapai pertumbuhan
ekonomi pada tingkat yang diinginkan maka kegiatan operasional yang dilakukan
perbankan harus mendorong dunia usaha.
Perbankan syariah semakin menunjukkan eksistensinya dalam
perekonomian nasional. Keberadaan perbankan syariah menjadi alternatif pilihan
bagi nasabah untuk berinvestasi ataupun mendapatkan pinjaman yang non riba,
adil, halal, dan sesuai dengan hukum Islam. Dalam perkembangannya, perbankan
syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system dengan
pembiayaan sebagai kegiatan operasional utama.
Menurut data Bank Indonesia, dari segi jaringan pada tahun 2015 tercatat
ada 12 Bank Umum syariah (BUS), 22 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 163 Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia. Kinerja perbankan
syariah dapat dilihat dari jumlah aset, dana pihak ketiga (DPK) yang terkumpul
serta banyaknya pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan. Berdasarkan
Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan dari sisi
aset, total aset pada Juni 2015 berjumlah Rp 272 389 milyar rupiah naik sekitar
0.02 persen dari posisi Desember 2014. Pada tahun 2012, 2011 dan 2010 total
aset perbankan syariah berjumlah 195 018 milyar rupiah, 145 467 milyar rupiah
dan 97 519 milyar rupiah. Laju pertumbuhan aset perbankan syariah menunjukkan
tren menurun yang cukup drastis dengan rata-rata pertumbuhan aset dari tahun
2010 hingga 2014 sebesar 33.48 persen.

laju DPK

Gambar 1 Perkembangan total aset, DPK, pembiayaan Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah.

2

Sementara itu dari sisi penghimpunan DPK dan pembiayaan yang
disalurkan, kedua indikator tersebut menunjukkan laju pertumbuhan yang semakin
melambat hingga tahun 2014. Pada tahun 2011 dan 2014, laju pertumbuhan
pembiayaan berada pada posisi 33.58 persen dan 7.19 persen yang merupakan
tingkat pertumbuhan tertinggi dan terendah selama periode tahun 2010 hingga
2014. Rata-rata laju pertumbuhan pembiayaan dari tahun 2010 sampai 2014
adalah 24.46 persen. Sedangkan untuk DPK pada tahun 2010 hingga 2014
menunjukkan tren laju pertumbuhan yang menurun dengan rata-rata pertumbuhan
24.50 persen. Laju pertumbuhan DPK bahkan mencapai titik pertumbuhan
terendah pada akhir tahun 2014 dengan posisi 15.75 persen (Statistik Perbankan
Syariah 2015).
Pembiayaan pada bank umum syariah mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya jumlah DPK yang dihimpun. Akad atau prinsip yang
menjadi dasar operasional perbankan syariah dalam menyalurkan pembiayaan
menurut Karim (2008) dibedakan menjadi 4 macam, yaitu prinsip jual beli
(murabahah, salam dan istishna), prinsip bagi hasil (mudharabah dan
musyarakah), prinsip sewa (ijarah dan ijarah muntahhiyah bittamlik), serta akad
pelengkap (hiwalah, rahn, qardh, wakalah, dan kafalah). Menurut Statistik
Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, pola utama pembiyaan yang
mendominasi pada perbankan syariah adalah prinsip jual beli (murabahah) dan
prinsip bagi hasil (musyarakah dan mudharabah).
Tabel 1 Komposisi pembiayaan Bank Umum Syariah dan
Indonesia tahun 2010-2014 (milyar rupiah)
Akad
2010
2011
2012
Mudharabah
8 631
10 229
12 023
Musyarakah
14 624
18 960
27 667
Murabahah
37 508
56 365
88 004
Salam
0
0
0
Istishna’
347
326
376
Ijarah
2 341
3 839
7 345
Qardh
4 371
12 937
12 090
Lainnya
0
0
0
Total
68 181
102 655
147 505

Unit Usaha Syariah di
2013
13 625
39 874
110 565
0
582
10 481
8 995
0
184 122

2014
14 354
49 387
117 371
0
633
11 620
5 965
0
199 330

Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK 2015 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1 total pembiayaan meningkat dari 68 181 milyar rupiah
pada tahun 2010 menjadi 199 330 milyar rupiah pada tahun 2014. Rata-rata
pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah per tahun adalah 38.47 persen.
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dari tahun 2010 hingga 2014 pembiayaan dengan
akad murabahah1 mendominasi pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah
dan disusul dengan akad mudharabah2 dan musyarakah3.
1

Murabahah adalah akad transaksi jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual menyebutkan
jumlah keuntungannya, sementara nasabah bank bertindak sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.
2
Mudharabah adalah akad kerjasama antara bank yang menyediakan modal dengan nasabah yang
memanfaatkan modal tersebut untuk tujuan produktif.
3
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

3

Gambar 2 menunjukkan bahwa pembiayaan jenis penggunaan akad
murabahah, musyarakah dan mudharabah menunjukkan tren pertumbuhan positif
dengan laju pertumbuhan yang berbeda setiap tahunnya. Ketiga jenis pembiayaan
berdasarkan akad tersebut menunjukkan laju tren menurun hingga tahun 2014.
Berdasarkan Gambar 2 dapat disimpulkan bahwa pembiayaan berdasarkan jenis
penggunaan akad pada perbankan syariah didominasi hampir 70 persen oleh
pembiayaan berbasis akad murabahah, sedangkan sisanya terdiri dari pembiayaan
mudharabah dan musyarakah. Rata-rata pembiayaan akad murabahah,
musyarakah dan mudharabah pada tahun 2014 berturut-turut adalah 6.15 persen,
23.85 persen serta 5.35 persen.
100

140000

(%)

100000

60

80000

40

60000
40000

20
0

(milyar rupiah)

120000

80

20000
2010
Musyarakah
laju Musyarakah

2011

2012

2013

Mudharabah
Laju Mudharabah

2014

0

Murabahah
laju Murabahah

Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK 2015 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan pembiayaan dan laju pembiayaan berdasarkan jenis
penggunaan akad periode 2010-2014
Kegiatan operasional perbankan dalam melakukan penyaluran dana selalu
dihadapkan pada risiko yang dapat menimbulkan kerugian pada bank bila tidak
dikelola secara benar. Salah satu risiko yang dihadapi oleh perbankan adalah
risiko kredit atau dalam industri perbankan syariah dikenal sebagai risiko
pembiayaan. Risiko ini dapat dilihat pada rasio pembiayaan bermasalah yang
digambarkan oleh Non Performing Loan (NPL). Pada perbankan syariah, termin
risiko tersebut dikenal dengan pembiayaan bermasalah atau Non Performing
Financing (NPF).
NPF merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja fungsi bank,
dimana fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary. Tingkat NPF yang
tinggi menunjukkan kesehatan bank yang rendah karena banyak terjadi
pembiayaan bermasalah di dalam kegiatan operasional bank tersebut. Tingkat
NPF dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain dari sisi internal perbankan dan
ekternal perbankan. Faktor internal perbankan terkait kebijakan-kebijakan
pembiayaan yang diambil oleh bank tersebut. Kebijakan-kebijakan pembiayaan
ini meliputi penetapan imbal hasil pembiayaan, jangka waktu pembayaran, jenisjenis pembiayan yang disediakan, dan lainnya. Sementara faktor eksternal
meliputi kondisi ekonomi yang sedang terjadi baik secara nasional maupun global.
NPF merupakan representasi dari risiko pembiayaan yang disalurkan dan
berdampak langsung pada profitabilitas perbankan. Selain itu, tingkat NPF

4

merupakan indikasi menurunnya tingkat pengembalian atau bagi hasil atas dana
yang diinvestasikan olah para pemilik deposito. Jika kondisi ini berlangsung terus
menerus, maka perbankan syariah akan sulit bersaing dengan perbankan
konvensional yang memberikan imbalan lebih tinggi kepada pemilik deposito
(Nasih 2013). Tingkat NPF yang tinggi dapat menyebabkan inefisiensi perbankan
dan dalam jangka panjang akan berdampak pada kelangsungan bank. Ascarya dan
Yumanita (2009) menyatakan bahwa ketidakstabilan suatu sistem keuangan salah
satunya ditandai oleh terjadinya kegagalan perbankan dimana bank-bank
mengalami kerugian yang besar akibat memburuknya NPL atau NPF. Sehingga,
analisis faktor-faktor pembiayaan bermasalah perlu ditinjau sebagai upaya
pencegahan dan pengambilan kebijakan penyaluran pembiayaan.
Perumusan Masalah
Karakteristik yang berbeda pada akad pembiayaan perbankan syariah
mengindikasikan tingkat risiko yang berbeda pula. Sehingga perlu adanya
perlakuan khusus dalam melakukan risk control dan risk management. Dalam
praktiknya, pembiayaan yang disalukan perbankan syariah banyak menggunakan
skim akad murabahah. Karakteristik murabahah yang pasti dalam besaran
angsuran dan margin melahirkan persepsi bahwa penggunaan akad murababah
dapat mengurangi tingkat risiko pembiayaan. Khan dan Ahmed (2001)
menyatakan bahwa skema pembiayaan profit loss sharing masih kurang diminati
oleh bank syariah karena model pembiayaan berbasis profit loss sharing relatif
lebih berisiko karena tingkat return yang dihasilkan bias positif atau negatif,
tergantung pada hasil akhir bisnis yang dibiayai.
5
4.49

4.27

4

4.06
3.58

NPF (%)

3.53
3

3.17

2.89
2.06

2

1.79

1.46

2.06

2.56

2.23

2.158
1.73

1
0
2010

2011

NPF Murabahah

2012
tahun
NPF Musyarakah

2013

2014

NPF Mudharabah

Sumber : Statistik Perbankan Syariah OJK 2015 (diolah)

Gambar 3 Perkembangan tingkat NPF pembiayaan berdasarkan jenis penggunaan
akad pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Berdasarkan Gambar 3 pada tahun 2013, NPF pembiayaan musyarakah
berada pada posisi 4.06 persen dan meningkat menjadi 4.49 persen pada akhir
tahun 2014. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang penetapan
status dan tindak lanjut pengawasan Bank Umum Syariah menetapkan batas
maksimum NPF netto sebesar 5 persen dari total pembiayaan. Sejalan dengan

5

pembiayaan musyarakah, NPF pembiayaan murabahah pada akhir tahun 2014
berada pada posisi 3.58 persen. Adapun NPF mudharabah hingga akhir 2014
mencapai 2.16 persen meningkat dari posisi 1.73 persen. Rata-rata tingkat NPF
pembiayaan murabahah, musyarakah dan mudharabah berturut-turut sebesar 2.44
persen, 3.85 persen dan 2.12 persen.
Pada dasarnya murabahah merupakan perjanjian jual beli antara bank
dengan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian
menjualnya
sebesar
harga
perolehan
ditambah
dengan
margin
keuntungan. Adapun mudharabah dan musyarakah merupakan pembiayaan bagi
hasil dengan nasabah yang akan mengelola dana tersebut. Pada mekanisme akad
bagi hasil, kedua belah pihak menentukan besaran bagi hasil dari keuntungan atau
kerugian. Nasution dan Wiliasih (2007) menjelaskan bahwa salah satu penyebab
pembiayaan bermasalah pada bank syariah adalah adanya pengaruh perbedaan
penggunaan jenis pembiayaan equity financing (sistem bagi hasil) dan sistem
pembiayaan debt financing (sistem jual beli). Tinggi rendahnya risiko gagal bayar
yang di hadapi perbankan disebabkan tidak semua pembiayaan yang disalurkan
berkategori sehat tetapi diantaranya mempunyai kualitas buruk. Selain itu,
karakteristik yang berbeda dari setiap jenis akad pembiayaan juga memengaruhi
tinggi rendahnya tingkat risiko pembiayaan bermasalah berupa risiko gagal bayar
yang dihadapi.
Telah banyak studi yang meneliti determinan kredit bermasalah, dimana
tingkat NPF ditentukan oleh kondisi internal perbankan atau makroekonomi.
Pengecualian, studi yang dilakukan Salas dan Saurina (2002) dengan menganalisis
pengaruh kondisi makroekonomi dan internal perbankan dalam menjelaskan NPL
pada Bank komersial dan tabungan di Spanyol selama periode 1985-1997. Hasil
studi menunjukkan bahwa kondisi internal perbankan menjadi indikator
peringatan awal terhadap perubahan NPL atau NPF. Umumnya studi empiris
meneliti pengaruh kondisi makroekonomi terhadap NPL atau NPF. Rinaldi dan
Arellano (2006) menganalisis NPL rumah tangga dengan menggunakan data panel
negara-negara Eropa. Hasil studi menemukan bahwa pendapatan, pengangguran
dan inflasi memiliki pengaruh yang kuat pada NPL. Berge dan Boye (2007)
menemukan bahwa perubahan suku bunga riil dan tingkat pengangguran selama
periode 1993-2005 memengaruhi kredit bermasalah pada perbankan Nordic.
Scarica (2013) menyatakan bahwa kondisi makroekonomi seperti GDP, tingkat
pengangguran dan tingkat inflasi memengaruhi NPL. Studi terkait NPF pada bank
syariah yang dilakukan oleh Adebolla (2011) menyatakan bahwa industrial
production index, interest rate dan producer price index merupakan faktor
makroekonomi yang memengaruhi NPF pada bank syariah Malaysia. Penelitian
lain yang fokus pada kondisi makroekonomi sebagai penentu NPL antara lain
Cifter et al. (2009), Nkusu (2011) dan Mileris (2012).
Di sisi lain, sebagian literatur menekankan pada faktor internal atau
karakteristik perbankan sebagai penentu kredit bermasalah. Berger dan DeYoung
(1997) fokus pada hubungan antara karakteristik bank tertentu dengan indikator
efisiensi dan kredit bermasalah. Secara khusus, Berger DeYoung merumuskan
mekanisme yang berhubungan, yaitu bad luck, bad management, skimping dan
moral hazard yang berkaitan dengan efisiensi dan kecukupan modal. Hasil studi
menunjukkan bahwa penurunan pada biaya terkait efisiensi perbankan
menyebabkan peningkatan kredit bermasalah di masa depan. Studi Louzis et al.

6

(2012) dengan menggunakan data kuartalan selama 7 tahun (2007-2014). Hasil
studi menunjukan bahwa pengaruh faktor internal dan makroekonomi berbeda
untuk setiap tipe kredit. Kredit modal kerja lebih sensitif terhadap kondisi
makroekonomi, dimana GDP merupakan variabel utama yang memiliki pengaruh
terhadap ketiga jenis kredit. Kredit konsumsi sangat rentan terhadap perubahan
tingkat pengembalian hal ini disebabkan karena ketika tingkat pengembalian naik
maka nasabah kredit konsumer akan berkurang kemampuan membayar yang pada
akhirnya akan terjadi default.
Penelitian terkait penyebab pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah
belum banyak dilakukan. Hal ini sangat menarik untuk dianalisis lebih lanjut
sehingga dapat memahami dampak dari keberadaan NPF tersebut. Penelitian ini
difokuskan dengan mengklasifikasikan NPF berdasarkan jenis penggunaan akad
pada perbankan syariah, sehingga berdasakan deskripsi di atas, maka inti
permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimanakah perkembangan tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan
akad pada perbankan syariah di Indonesia?
2.
Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat NPF
berdasarkan jenis penggunaan akad pada perbankan syariah di Indonesia?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk:
1.
Menganalisis perkembangan tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan
akad pada perbankan syariah di Indonesia.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat
NPF berdasarkan jenis penggunaan akad pada perbankan syariah di
Indonesia
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat antara lain:
1.
Bagi Otoritas Jasa Keuangan, dapat digunakan sebagai referensi dalam
menjaga stabilitas perbankan agar tingkat NPF tidak melebihi ambang batas
yang telah ditetapkan.
2.
Bagi industri perbankan, dapat dijadikan bahan evaluasi dalam menetapkan
kebijakan penyaluran pembiayaan dan mengantisipasi potensi peningkatan
NPF di masa mendatang.
3.
Bagi akademisi, memberikan informasi terkait penelitian mendalam tentang
perbankan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mencakup analisis mengenai faktor internal perbankan dan
makroekonomi yang memengaruhi NPF pada Bank Umum Syariah. Penelitian ini
terdiri dari dua bagian, pertama menganalisis mengenai tingkat perkembangan
NPF berdasarkan jenis penggunaan akad pembiayaan. Selanjutnya menganalisis
faktor-faktor yang memengaruhi tingkat NPF berdasarkan jenis penggunaan akad
pembiayaan pada periode 2010 sampai 2014. Perbankan yang menjadi objek
dalam penelitian ini adalah tujuh Bank Umum Syariah meliputi PT Bank
Muamalat Indonesia, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), PT Bank Negara

7

Indonesia Syariah (BNI Syariah), PT Bank Central Asia Syariah (BCA Syariah),
PT Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRI Syariah), PT Panin Syariah dan PT
Bukopin Syariah. Pemilihan Bank Umum Syariah dan periode waktu penelitian
didasari oleh ketersediaan data. Sebagian besar Bank Umum Syariah tidak
memiliki data pembagian NPF berdasarkan jenis penggunaan akad yang lengkap.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Sistem Keuangan dan Perbankan
Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang menjalankan fungsi
financial intermediary yaitu pihak yang meminjam dana dari masyarakat
penabung dan meminjamkannya ke pihak lain. Fungsi utama intermediasi adalah
transformasi aset, melaksanakan pembayaran sesuai jadwal, agen perantara serta
transformasi risiko. Sistem keuangan syariah menyediakan serangkaian kontrak
atau akad (kontrak intermediasi) yang memfasilitasi pelaksanaan kontrak
pembiayaan dan transaksi secara transparan dan efisien. Iqbal dan Mirakhor
(2008) mengklasifikasikan kontrak atau akad kedalam tiga klasifikasi seperti yang
tertera pada Gambar 2.1
Kontrak intermediasi

Partnership

Trust

Security

Mudharabah
Musyarakah

Wadiah
Amanah
Wakalah
Jualah

Kafalah
Rahn
Hawalah

Sumber : Iqbal dan Mirakhor (2008)

Gambar 2.1 Mekanisme kontrak intermediasi dalam sistem keuangan islam

Kelompok kontrak intermediasi pertama dilakukan melalui pembentukan
kemitraan kapital dan ketrampilan entrepreneurial. Kelompok kedua didasarkan
pada kepercayaan, berkaitan dengan penempatan aset yang dilakukan oleh
intermediator berdasarkan kepercayaan untuk mendapatkan perlindungan atau
keamanan. Kelompok ketiga dengan memfasilitasi jaminan eksplisit dan implisit
kinerja keuangan antaragen ekonomi. Kontrak atau akad intermediasi yang
didasarkan pada prinsip kemitraan mencakup mudharabah dan musyarakah. Pada
jenis kontrak atau akad tersebut merupakan intermediasi utama keuangan untuk
memobilisasi sumber daya, mirip dengan agen seperti bank yang memiliki
keahlian dan pengetahuan berbagai pasar yang berbeda yang bertindak sebagai
intermediator untuk menyaring dan memonitor peluang investasi untuk
mengembangkan dana yang ditempatkan (Iqbal dan Mirakhor 2008).

8

Pembiayaan Syariah
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan
baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit,
pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh
lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Antonio (2001)
menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu
pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan
defisit unit. Rivai dan Arifin (2010) menyatakan bahwa pembiayaan dengan akad
pembiayaan adalah pembiayaan yang disertai dengan suatu akad pembiayaan
tertulis antara bank dan nasabah, antara lain mengatur besarnya platfond
pembiayaan, suku bunga atau nisbah, jangka waktu, jaminan, cara-cara pelunasan,
dan sebagainya. Umumnya dalam bisnis prinsip pembiayaan, ada tiga skim utama
dalam melakukan akad pada bank syariah, yaitu :
1.

Bagi hasil atau syirkah (profit Sharing)
Rivai dan Arifin (2010) menyebutkan bahwa fasilitas pembiayaan yang
disediakan berupa uang tunai atau barang yang dinilai dengan uang. Bank syariah
dapat menyediakan sampai 100 persen dari modal yang diperlukan, ataupun dapat
pula hanya sebagian dari proporsi modal yang diperlukan.
a.

Al- Mudharabah (trust financing, trust invesment)
Al mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama menyediakan seratus persen modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan dan
apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh pemilik dana.

Dana
Customer
Pengelola modal
Keahlian
Nisbah
(persen)

Bagi Hasil

Bank
Pemilik modal
Modal 100
persen
Nisbah
(persen)

Sumber : Rivai dan Arifin (2010)

Gambar 2.2 Mekanisme transaksi pembiayaan al mudharabah

Landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk
melakukan usaha seperti tertera dalam Alquran dan hadist, yaitu :
“………dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah………” (Q.S Al-Muzammil: 20)
Diriwayatkan dari Ibnu Abas bahwa sayyidina Abbas bin Abdul
Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara

9

mudharabah ia mensyaratkan agar dana tidak dibawa mengarungi
lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutann bertanggung
jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut
kepada Rasulullah saw. Dan Rasulullah pun membolehkannya.” (HR
Thabrani)
Al mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk pembiayaan
modal kerja (modal kerja perdagangan dan jasa) dan investasi khusus atau disebut
juga mudharabah muqayyadah (Antonio 2001).
b.

Al-Musyarakah (Partnership, project financing participation)
Al-Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tententu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan (Antonio 2001). Kesertaan masing-masing pihak yang
melakukan kerja sama untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak
yang melakukan kerjasama dapat berupa dana, keahlian, kepemilikan, peralatan,
barang perdagangan, serta barang-barang lain yang dapat dinilai dengan uang.
Bank syariah menyediakan fasilitas pembiayaan dengan cara menyuntikan modal
berupa dana segar agar usaha customer dapat berkembang (Rivai dan Arifin
2010).
Customer
Pemilik dana dan
pengelola usaha

Bank
Pemilik dana

Negosiasi
dan akad

Dana

Dana
Usaha
Sumber : Rivai dan Arifin (2010)

Bagi hasil

Gambar 2.3 Mekanisme transaksi pembiayaan al-musyarakah

Landasan dasar syariah al-musyarakah menyatakan bahwa kerjasama terjadi
karena adanya akad diantara keduanya seperti tertera dalam Alquran dan hadist,
yaitu :
)21 : ‫ ﺍ(ﻝٌﺱﺍء‬. ‫ﺍﻝﺙﻝﺙ‬
‫ﺫﻝﻙ ﻑﻩﻥ ﺵﺭﻙﺍءﻑﻱ‬
‫ﻙﺙﺭ ﻩﻱ‬
‫ﻑﺍﻯ ﻙﺍ ًﻯﺍ ﺍ‬
“ ... maka mereka berserikat pada sepertiga ... “ (QS. An-Nisa : 12)
..‫ﻕﻝﻱﻝ ﻩﺍﻩﻥ‬
‫ﻝﻯﺍﺍﻝﺹﻝﺡﺕ ﻭ‬
‫ﺏﻍﻱﺏﻉﺽﻩﻥ ﻉﻝﻯﺏﻉ ﺍﺍﻝﺍﻝﺫﻱﻱ ءﺍ ﻩ ٌﻯﺍ ﻭﻉﻭ‬
‫ﻝﺥﻝﻁﺍء ﻝﻱ‬
‫ﻭﺍﻯ ﻙﺙﻱﺭﺍ ﻩﻱ ﺍ‬
“Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Shaad: 24).

10

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah
Azza wa Jalla berfirman : Aku pihak ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya.” HR. Abu
Dawud : 2936
2.

Jual beli atau bai (sales and purchase)
Prinsip ini dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda. Tingkat keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian atas
harga barang yang diperjual belikan. Bentuk pembiayaan ini salah satunya adalah
jual beli dengan akad al –murabahah. Al murabahah merupakan transaksi jualbeli di mana bank menyebutkan jumlah keuntungan tertentu (Antonio 2001).
Dalam akad ini bank bertindak sebagai penjual, dan di lain pihak customer
sebagai pembeli, sehingga harga beli dari produsen atau pemasok ditambah
dengan keuntungan bank sebelum dijual ke customer. Syarat yang harus dipenuhi
dalam jual beli murabahah, yaitu jual beli secara murabahah hanya untuk barang
dan produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi
terjadi atau ketika melakukan kontrak. Dalam prakteknya al murabahah
merupakan kontrak jangka pendek dengan sekali akad.
Akad jual beli

Bank

Customer
Bayar dengan cicil
Kirim
barang

Terima barang
dan dokumen
Suplier

Bank beli
dan bayar
lunas

Sumber : Rivai dan Arifin (2010)

Gambar 2.4 Mekanisme transaksi pembiayaan al-murabahah

Beberapa dalil dalam Al-Quran dan al-Hadits yang menjelaskan
tentang transaksi jual-beli murabahah :
ْ َ‫ َﻭﺃَ َﺡ َﻝ هُ ﺍ ْﻝﺏ‬...
... ‫ﻱ َﻉ َﻭ َﺡ َﺭ َﻡ ﺍﻝ ِﺭﺏَﺍ‬
“Dan Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS. Al-Baqarah 275)
Hadis (HR. Ibnu Majah) yang artinya :
Dari suhaib ar Rumi r.a bahwa Rasulullah bersabda, “Tiga hal yang
didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”
Risiko dalam Pembiayaan Syariah
Kelangsungan usaha suatu bank tergantung dari kemampuan bank dalam
melakukan penanaman dana dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan
prinsip syariah. Islamic Financial Service Board mendefinisikan pembiayaan

11

sebagai potensi kegagalan pihak ketiga dalam memenuhi kewajibannya sesuai
dengan ketentuan yang telah disepakati. Menurut Wangsawidjaja (2012) risiko
bagi bank syariah dalam pemberian fasilitas pembiayaan adalah tidak kembalinya
pokok pembiayaan dan tidak mendapatkan imbalan, ujrah, atau bagi hasil
sebagaimana telah disepakati dalam akad pembiayaan. Risiko pembiayaan dapat
bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti pembiayaan
(penyediaan dana), treasury dan investasi, serta dana pembiayaan perdagangan,
yang tercatat dalam banking book maupun trading book.
1.

Risiko dalam pembiayaan murabahah
Murabahah merupakan akad yang paling dominan digunakan dalam
lembaga keuangan syariah. Risiko gagal bayar pada skema akad berbasis utang
merupakan potensi kerugian yang dihadapi bank ketika pembiayaan yang
diberikan kepada debitur macet. Dimana debitur tidak mampu memenuhi
kewajiban mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Selain pengembalian
modal, risiko ini juga mencakup ketidakmampuan debitur menyerahkan porsi
keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh bank yang telah disepakati diawal.
Khan dan Ahmed (2008) menyatakan bahwa masalah potensial dari akad jual beli
seperti murabahah adalah terlambatnya pembayaran oleh pihak ketiga, sedangkan
pihak bank tidak dapat menuntut kompensasi apapun (yang melebihi harga yang
disepakati) atas keterlambatan tersebut. Gagalnya pembayaran sesuai dengan
waktu yang telah disepakati ini, tentu akan merugikan pihak bank.
2.

Pembiayaan mudharabah dan musyarakah
Dalam praktiknya, bank syariah menggunakan model pembiayaan
mudharabah dan musyarakah dengan porsi yang sangat kecil. Hal ini terjadi
karenan tingginya risiko kredit yang ada di dalamnya. Khan dan Ahmed (2008)
menyatakan bahwa risiko kredit lebih besar pada pembiayaan berbasis bagi hasil
karena tidak adanya ketentuan jaminan, adanya risiko moral hazard,
penyalahgunaan fasilitas kredit oleh nasabah dan terbatasnya teknik dan
kompetensi bank untuk menilai proyek. Selain itu sejumlah ekonom menyatakan
bahwa alasan mengapa bank syariah tidak memilih model pembiayaan ini adalah,
karena disamping tidak menguntungkan dari sisi diversifikasi portofolio, risiko
yang harus ditanggung juga tinggi. Iqbal dan Mirakhor (2008) juga menyatakan
bahwa risiko pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah terjadi karena tidak
ada asset tangible yang dapat digunakan sebagai jaminan potensi kerugian. Karim
(2004) menyatakan bahwa risiko dalam pembiayaan mudharabah antara lain :
a.
Industry risk yang disebabkan oleh karakteristik dan kinerja keuangan
masing-masing usaha yang bersangkutan, kondisi internal perusahaan nasabah,
seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi, dan keuangan atau
faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah, seperti keadaan
force majoure, permasalahan hukum, dan riwayat pembayaran nasabah pada bank
lain.
b.
Business risk, yakni risiko yang dipengaruhi oleh industry risk yaitu risiko
yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan dan dapat dipengaruhi oleh faktor
negatif lainnya yang dapat memengaruhi kinerja perusahaan nasabah. Risiko
bisnis merupakan risiko yang melekat pada sebuah bisnis, misalnya adanya
penurunan omset dikarenakan harga barang atau input produksi meningkat.

12

c.
Character risk terjadi karena kelalaian nasabah, pelanggaran peraturan
yang telah disepakati, pengelolaan internal perusahaanyang tidak dilakukan secara
profesional sesuai standar pengelolaan yang disepakati antara bank dan nasabah
sehingga menimbulkan kerugian.
Selain itu, Antonio (2001) menyatakan terdapat risiko pada pembiayaan
mudharabah dan musyarakah, terutama pada penerapan dalam pembiayaan relatif
tinggi, yaitu sebagai berikut ; 1) side streaming, yaitu nasabah yang menggunakan
dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak; 2) lalai dan kesalahan yang
disengaja; 3) penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak
jujur.
Khan dan Ahmed (2008) menyebutkan bahwa karakteristik risiko yang
terdapat pada bank syariah antara lain: risiko kredit, risiko likuiditas, risiko
operasional, dan risiko pasar. Hal yang berkaitan dengan pembiayaan salah
satunya adalah risiko kredit. Tabel 2 menunjukkan tingkat risiko pembiayaan pada
bank umum syariah menurut jenis akad pembiayaan:
Tabel 2 Klasifikasi tingkat risiko menurut jenis akad pembiayaan
Jenis
Kredit
mark-up
Likuiditas
Operasional
pembiayaan
Murabahah
2.56
2.87
2.67
2.93
Mudharabah
3.25
3.00
2.46
3.08
Musyarakah
3.69
3.40
2.92
3.18
Ijarah
2.64
2.92
3.10
2.90
Isthisna’
3.13
3.57
3.00
3.29
Salam
3.20
3.50
3.20
3.25
Diminishing
3.33
3.40
3.33
3.40
Musyarakah
Catatan : Peringkat berskala 1 sampai 5, 1 menunjukkan pembiayaan paling tidak
berisiko dan 5 menunjukkan pembiayaan berisiko
Sumber : Khan dan Ahmed (2001)

Tabel 2 menunjukkan tingkat risiko yang dihadapi oleh bank syariah
berdasarkan persepsi bank yang dirangkum oleh International Research Training
Institute (IRTI) IDB (Khan dan Ahmed 2001). Besaran diurutkan dari angka 1
sebagai pembiayaan yang paling tidak berisiko dan 5 sebagai pembiayaan yang
berisiko. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat, pembiayaan yang memiliki
risiko paling tinggi adalah pembiayaan profit loss sharing (mudharabah dan
musyarakah). Pembiayaan dengan bentuk akad kerjasama terutama akad
mudharabah yang tidak mensyaratkan adanya jaminan dan juga memberikan hak
penuh pada mudharib untuk menjalankan usaha tanpa campur tangan shahibul
maal. Jika terjadi kerugian maka hal tersebut ditanggung oleh shahibul maal
(kecuali kesalahan manajemen). Hal tersebut mengakibatkan akad pembiayaan ini
sangat rentan terhadap segala risiko yang ditimbulkannya. Selain itu pembiayaan
mudharabah mempunyai risiko yang tinggi karena akan selalu menghadapi
adanya asimetri informasi dan moral hazard, maka shahibul mal dapat
menerapkan sejumlah batasan-batasan tertentu ketika menyalurkan pembiayaan
kepada mudharib. Pembiayaan murabahah memiliki risiko yang paling kecil
karena pembiayaan tersebut memiliki tingkat return yang pasti serta kedua belah

13

pihak (debitur dan bank) harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran dimana akad jual beli tersebut tidak dapat berubah selama berlakunya
akad.
Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing
Salah satu indikator yang mengukur tingkat kualitas pembiayaan yang
disalurkan yaitu dengan melihat tingkat pembiayaan bermasalah yang terjadi
(NPF). Kategori kolektibilitas kredit berdasarkan ketentuan Bank Indonesia dibagi
atas: Kredit Lancar, Kredit dengan Perhatian Khusus, Kredit Kurang Lancar,
Kredit Diragukan, dan Kredit Macet. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia,
apabila dilihat dari tingkat kolektabilitasnya maka kredit bermasalah merupakan
kredit yang digolongkan ke dalam kolektabilitas Kurang Lancar (KL), Diragukan
(D) dan Macet (M). Siamat (2005) menjelaskan bahwa penetapan kualitas kredit
didasarkan pada penilaian yang dilakukan dengan menganalisis faktor prospek
usaha, kinerja debitur dan kemampuan membayar. Tingkat pembiayaan
bermasalah tercermin dalam rasio NPL atau NPF yang merupakan formulasi :
(2.1)
Besarnya rasio NPL atau NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah
maksimal 5 persen. Jika melebihi angka 5 persen maka akan memengaruhi
penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan. Pada perbankan syariah
definisi pembiayaan bermasalah berbeda-beda berdasarkan karakteristik dan jenis
akad yang digunakan. Tabel 3 menunjukkan definisi pembiayaan bermasalah pada
perbankan syariah berdasarkan jenis penggunaan akad.
Tabel 3 Klasifikasi NPF berdasarkan kolektabilitas debitur pada perbankan syariah
Klasifikasi dalam perhitungan NPF
Kurang lancar
Diragukan
Macet
Murabahah,
Tunggakan
Tunggakan
Tunggakan lebih
istishna, ijarah, angsuran pokok angsuran pokok dari 270 hari
qardh
lebih dari 90 hari lebih dari 180 hari
s.d 180 hari
s.d 270 hari
Salam
Telah jatuh tempo Telah jatuh tempo Lebih dari 90 hari
s.d 60 hari
s.d 90 hari
Mudharabah,
 Tunggakan
 Tunggakan
 Tunggakan
musyarakah
angsuran pokok
angsuran pokok
angsuran
lebih dari 90
lebih dari 120
pokok
lebih
hari s.d 180 hari
s.d 180 hari
dari 180 hari
 Tunggakan
 Tunggakan
 Tunggakan
pelunasan
pelunasan
pelunasan
pokok
lebih
pokok
lebih
pokok
lebih
dari 30 hari s.d
dari 60 hari s.d
dari 90 hari
60 hari
90 hari
Jenis pembiayaan

Kredit bermasalah adalah kondisi yang sangat ditakuti oleh setiap bank
(Kuncoro dan Suhardjono 2003). Kondisi tersebut memberikan implikasi negatif

14

terhadap sektor perbankan, seperti yang dijelaskan oleh Dendawijaya (2003)
beberapa hal yang mungkin terjadi adalah:
a. Bank akan kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan dari kredit,
sehingga dapat memperburuk tingkat rentabilitas bank karena menurunnya
perolehan laba.
b. Meningkatnya rasio kualitas aktiva produktif yang menunjukkan
memburuknya kondisi keuangan bank.
c. Seiring dengan bertambahnya jumlah kredit bermasalah, maka modal bank
akan semakin berkurang, sehingga kondisi ini akan berpengaruh langsung
terhadap penurunan rasio KPMM (kewajiban penyediaan modal minimum)
atau CAR (capital adequacy ratio).
d. Penurunan pendapatan akan mengakibatkan penurunan pada ROA (return on
asset)
e. Dengan terjadinya peningkatan rasio kualitas aktiva produktif, penurunan
CAR (capital adequacy ratio) dan penurunan ROA (return on asset) maka
tingkat kesehatan bank akan menurun.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah
Siamat (2005) menyatakan bila dilihat dari sisi bank, penyebab pembiayaan
bermasalah terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal.
1.
Faktor Internal bank
Beberapa kesalahan yang berasal dari internal bank yang perlu dihindari
oleh bank agar potensi timbulnya kredit bermasalah dapat diminimalisasi:
a. Kesalahan mengidentifikasi jenis entitas debitur: Bentuk legal
perusahaan debitur merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui
oleh pihak bank karena menentukan persyaratan yang harus dipenuhi
oleh debitur, siapa yang berhak mengajukan dan menyetujui
permohonan kredit ke bank, serta siapa yang berhak mengagunkan aset
milik perusahaan sebagai jaminan kredit ke bank.
b. Tidak mengumpulkan informasi yang lengkap dan memadai sebelum
mengambil keputusan kredit: ketika bank mengalami kredi bermasalah,
dapat dipastikan ketiga faktor ini terjadi (1) informasi yang dimiliki
tidak lengkap (2) bank tidak melakukan analisis yang tepat atau
memadai atas informasi yang diperoleh, dan (3) bank tidak mampu
mengenali kelemahan pada proposal kredit yang diajukan oleh debitur.
c. Tidak membuat kesepakatan mengenai pembayaran angsuran dan
pelunasan kredit. Hal utama bagi bank dalam menyalurkan kredit
adalah bagaimana debitur dapat mematuhi kewajiban-kewajibanya
terkait dengan kredit yang diperoleh. Kesalahan yang tidak jarang
dilakukan oleh bank adalah lebih banyak menaruh perhatian pada
jaminan namun tidak membuat kesepakatan khusus mengenai
pelunasan kredit.
d. Tidak mengawasi pemanfaatan kredit yang diberikan: bank harus
mengawasi terus menerus pemanfaatan kredit debitur untuk
memastikan bahwa dana digunakan sesuai tujuan yang disepakati.
Dengan demikian penyelewengan seperti penggunaan dana untuk
kepentingan pribadi atau proyek-proyek spekulatif dapat dihindari.

15

e.

Bank tidak memverifikasi nilai jaminan; bank tidak melakukan evaluasi
secara berkala atas nilai aset tersebut.
Kinerja keuangan bank yang digambarkan dari rasio keuangan dapat
menjelaskan bagaimana bank mengelola sumberdaya yang dimiliki. Jenis-jenis
rasio keuangan menurut Dendawijaya (2005) dikelompokkan menjadi 3 kategori
yaitu analisis rasio likuiditas, analisis rasio rentabilitas dan analisis rasio
solvabilitas. Adapun dari berbagai faktor di atas, maka dapat diambil beberapa
rasio keuangan yang sesuai dengan research gap yang terjadi, antara lain :
1.
Rasio solvabilitas
Rasio solvabilitas mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban
jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya jika
dilikuidasi. Salah satu rasio keuangan yang menggambarkan tingkat solvabilitas
perbankan adalah Capital Adequacy Ratio (CAR). Dendawijaya (2005)
menyatakan CAR merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh
aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan
pada bank lain) ikut di biayai dari dana modal bank sendiri disamping
me