Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RASIO
PEMBIAYAAN BAGI HASIL DI PERBANKAN SYARIAH
INDONESIA
RIZQI EKA SUKMAYASA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Rizqi Eka Sukmayasa
NIM H54100062
ABSTRAK
RIZQI EKA SUKMAYASA. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio
Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Dibimbing oleh IDQAN
FAHMI dan LAILY DWI ARSYIANTI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi rasio pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM)
untuk melihat pengaruh jangka panjang dan respon terhadap guncangan (shock)
yang terjadi pada variabel yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam
jangka panjang DPK, Imbal Bagi Hasil, dan SBK memberikan pengaruh positif
dan signifikan terhadap rasio pembiayaan bagi hasil. Variabel NPF dan SBIS
memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan dalam jangka panjang,
sementara IPI tidak signifikan dalam jangka panjang. Guncangan yang terjadi
pada DPK, SBK, dan imbal bagi hasil direspon positif oleh rasio pembiayaan bagi
hasil dan stabil kembali pada bulan ke 24, bulan ke 22, dan bulan ke 23.
Guncangan yang terjadi pada NPF dan SBIS direspon negatif oleh rasio
pembiayaan bagi hasil dan kembali stabil pada bulan ke 29 dan bulan ke 24.
Kata Kunci : bagi hasil, jangka panjang, shock, time series, VECM
ABSTRACT
RIZQI EKA SUKMAYASA. Factors which Effects Profit-Loss Sharing
Financing Ratio in Islamic Banking in Indonesia. Supervised by IDQAN FAHMI
and LAILY DWI ARSYIANTI.
The objective of this study is to determine factors which effect profit-loss
sharing financing share in Islamic banking in Indonesia. This study uses Vector
Error Correction Model (VECM) method to observe long term effect and its
response by shock to the studied variant. The results show that in long term third
party fund (DPK), profit-loss sharing return, and bank loan’s interest rate (SBK)
give positive dan significant effect to profit-loss sharing financing ratio. Non
performing financing (NPF) and bank Indonesia sharia certificate (SBIS) give
negative and significant effect in long term, while industrial production index
(IPI) doesn’t give significant effect in long term. Shock to DPK, SBK, and
equivalent rate of return are positively responsed by profit-loss sharing financing
ratio and stable in 24th, 22nd, and 23rd month. Shock to NPF and SBIS are
negatively responsed by profit-loss sharing return ratio and return to stable at 29th
and 24th month.
Keywords : profit-loss sharing, long term effect, shock, time series, VECM.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RASIO
PEMBIAYAAN BAGI HASIL DI PERBANKAN SYARIAH
INDONESIA
RIZQI EKA SUKMAYASA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil di
Perbankan Syariah Indonesia.
Nama
: Rizqi Eka Sukmayasa
NIM
: H54100062
Disetujui oleh
Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec.
Pembimbing I
Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah perbankan lebih khususnya mengenai
pembiayaan, dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan
Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. dan
Ibu Laily Dwi Arsyanti, S.E, M.Sc selaku pembimbing skripsi, Dr. Alla Asmara
S.Pt, M.Si selaku penguji utama, dan Bapak Deni Lubis, MA selaku penguji dari
komisi pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staff
dan pihak-pihak dari Bank Indonesia khususnya Bapak Rifki Ismail dan Bapak
Jaenal Effendi Ph.D dari FEM IPB yang telah membantu selama pengumpulan
data. Selain itu terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan diskusi yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Fauziyah Adzimatinur,
Erma Fatima, Putri Monicha, Wulandari Sangidi, Febrina, Fitriyanti, dan Geri
Suryadi.
Terima kasih kepada tiga orang yang paling saya kasihi Yaya Sukarya,
S.Pd selaku ayah, Aniati Maryam, S.Pd.SD selaku ibu, serta Ilham Dwi Gustian
selaku adik, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan
kepada teman-teman ilmu ekonomi 47, khususnya kepada Ahmad Fauzi, Prawito
Hudoro, Abdurahman Fathony, Cornell Adyas dan Nadilla Ambarfauziah. Tidak
lupa terima kasih untuk teman satu bimbingan, Sarrah Raisa, Dwi Laksono
Rahardjo, Teuku Muhammad Al Kautsar, Laili Mufidah, dan Nanda Nur Rafiana.
Ucapan terima kasih terakhir penulis ucapakan kepada rekan-rekan terbaik yang
mendorong dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini Teh Sarah, Friska
Febriana, dan Anggun Meilandari. Terima kasih atas doa, bantuan, dan semangat
yang telah diberikan
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Rizqi Eka Sukmayasa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Perbankan Syariah
5
Akad pada Perbankan Syariah
6
Pembiayaan Berdasarkan Tinjauan Syariah
7
Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil
8
Penelitian Terdahulu
9
Kerangka Pemikiran Operasional
11
Hipotesis Penelitian
11
METODE PENELITIAN
12
Variabel dan Definisi Operasional
12
Metode Pengolahan dan Analisis Data
13
Model Penelitian
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Kondisi Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bagi Hasil
15
Uji Pra Estimasi
18
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil
20
Hasil Impulse Response Function (IRF)
22
Hasil Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
23
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Komposisi pembiayaan pada BUS dan UUS tahun 2009-2013
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional
Peubah penelitian, simbol, dan sumber data
Jumlah pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan jual beli murabahah
Hasil uji stasioneritas data
Hasil pengujian lag optimum
Hasil uji stabilitas VAR
Hasil Johansen Cointegration Test
Hasil estimasi model VECM jangka panjang
2
5
12
17
18
18
19
20
20
DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah pembiayaan bagi hasil perbankan syariah
2 Rasio pembiayaan bagi hasil perbankan syariah terhadap total
pembiayaan
3 Kerangka pemikiran operasional
4 Jumlah jaringan bank pada perbankan syariah 2009-2013
5 Jumlah aset, DPK, dan pembiayaan perbankan syariah
6 Penyaluran dana BUS dan UUS Desember 2013
7 Efek guncangan LNDPK dan NPF
8 Efek guncangan SBK, IBH, dan SBIS
9 Persentase kontribusi LNDPK, NPF, SBK, LNIBH, LNSBIS, dan LNIPI
terhadap rasio pembiayaan bagi hasil
3
3
11
16
16
17
22
22
23
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Uji stasioneritas data pada tingkat level
Uji stasioneritas data pada first difference
Uji stabilitas VAR
Uji lag optimum
Uji kointegrasi
Hasil estimasi VECM
Impulse response
Variance of decomposition
26
27
29
29
30
31
36
37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim. Perbankan
syariah seharusnya dilaksanakan sepenuhnya di negara yang mayoritas memeluk
agama Islam seperti di Indonesia. Konsep syariah yang diterapkan di bank-bank
sudah membuktikan, bahwa penyaluran pembiayaan senantiasa berpihak pada
sektor riil ditunjukan dengan nilai financing to deposit ratio (FDR) yang tinggi.
Kehadiran perbankan syariah bisa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya sektor
riil yang mampu menjadi tulang punggung perekonomian saat masa krisis.
Peranan bank di Indonesia bukan hanya dijadikan sebagai sumber
pembiayaan saja akan tetapi bank juga mampu memengaruhi siklus usaha dalam
perekonomian secara keseluruhan (Alamsyah 2005). Perbankan syariah yang
diharapkan mampu mendorong tumbuhnya sektor riil didukung oleh banyaknya
akad atau kontrak yang tersedia. Pemilihan jenis kontrak pada perbankan syariah
ditentukan oleh dua faktor penentu. Pertama, dari jenis kontrak harus memberikan
ekspektasi pendapatan yang tinggi. Kedua, jenis kontrak yang dipilih haruslah
sesuai dengan kriteria syariah. Kontrak yang menjadi pilihan meliputi kontrak
melalui akad jual beli, akad bagi hasil, dan sewa. Pembiayaan bagi hasil melalui
mudharabah dan musyarakah adalah pola pembiayaan yang sangat diharapkan
oleh perbankan syariah di Indonesia untuk menggantikan sistem bunga.
Pembiayaan dengan akad bagi hasil dianggap instrumen yang paling tepat untuk
menggantikan skema bunga pada bank konvensional.
Pembiayaan bagi hasil diharapkan mampu meningkatkan pembiayaan
sektor riil. Investasi akan meningkat yang diikuti dengan pembukaan lapangan
kerja yang baru. Lapangan kerja yang baru akan mengurangi pengangguran yang
terjadi di masyarakat dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dampak lain
yang terjadi dari pembiayaan bagi hasil adalah tumbuhnya pengusaha atau
investor yang berani mengambil keputusan yang berisiko. Hal ini akan
meningkatkan daya saing bangsa. Inovasi adalah kunci dalam meningkatkan
persaingan global.
Pembiayaan bagi hasil mampu mengurangi peluang terjadinya resesi
ekonomi dan krisis keuangan. Hal tersebut dikarenakan bank syariah adalah
institusi yang berbasis aset (aset based), artinya bank syariah adalah institusi yang
berbasis produksi (production based). Bank syariah bertransaksi berdasar pada
aset riil, sementara di sisi lain bank konvensional bertransaksi berdasarkan paper
work dan dokumen semata. Keunggulan lain pembiayaan bagi hasil adalah
pembiayaan ini mampu menjadi solusi alternatif atas masalah overlikuiditas yang
terjadi.
Data statistik Bank Indonesia menunjukan bahwa setiap bulannya dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 pembiayaan mengalami kenaikan, namun
komposisi pembiayaan bank syariah masih didominasi oleh pembiayaan
murabahah dibandingkan dengan pembiayaan bagi hasil. Dominannnya
pembiayaan murabahah terjadi disetiap tahun dari tahun 2009 sampai 2013 (BI
2013). Posisi pembiayaan bagi hasil selalu dibawah secara jumlah, terutama untuk
pembiayaan mudharabah. Kondisi tersebut bisa dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
2
Tabel 1 Komposisi Pembiayaan pada BUS dan UUS Tahun 2009-2013 (miliar)
2009
2010
2011
2012
2013
Mudharabah
6 597
8 631
10 229
12 023
13 625
Rasio
13.00%
12.66%
9.96%
8.15%
7.40%
Musyarakah
10 412
14 624
18 960
27 667
39 874
Rasio
20.52%
21.45%
18.47%
18.76%
21.66
Murabahah
26 321
37 508
56 365
88 004
110 565
Rasio
51.87%
55.01%
54.91%
59.66%
60.05%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia 2013
Tabel 1 menunjukan bahwa pembiayan paling umum digunakan adalah
murabahah. Transaksi murabahah menggunakan mark up, dimana bank
membiayai pembelian sebuah aset atau barang atas nasabahnya dan menambahkan
kenaikan (mark up) sebelum menjual kembali barang tersebut kepada nasabahnya
sesuai dengan perjanjian laba dengan prinsip tambah biaya.
Terdapat dua kelemahan perbankan syariah, pertama pembiayaan bank
syariah di Indonesia cenderung didominasi oleh pembiayaan jual beli
(murabahah). Kelemahan yang kedua adalah rendahnya pembiayaan yang
mengarah pada investasi di sektor riil, padahal sektor riil inilah yang akan
memberikan dampak yang positif terhadap kondisi perekonomian keseluruhan.
Hal ini berbeda dengan kondisi pembiayaan di negara Sudan, sejak awal
berdirinya perbankan syariah di Sudan, pada umumnya skim pembiayaan lebih
banyak menggunakan murabahah. Kondisi tersebut yang membuat Bank of Sudan
pada tahun 2000 mengeluarkan kebijakan dalam menekan skim pembiayaan
murabahah dan meningkatkan skim bagi hasil. Kebijakan yang dikeluarkan
cenderung memberikan disinsentif kepada perbankan yaitu dengan mematok rasio
pembiayaan sebesar 30% dari pembiayaan total. Hal ini dinilai efektif karena pada
praktiknya kondisi pembiayaan murabahah di Sudan berkisar pada angka 30%.
(Ascarya dan Yumanita 2005)
Skema murabahah sesungguhnya adalah fixed return modes. Sementara
perbedaan secara prinsip bank Islam dan bank konvensional adalah terletak pada
prinsip risk profit loss sharing-nya. Skema murabahah yang dominan di
perbankan syariah cenderung tidak berisiko. Skema murabahah seharusnya
menjadi skema yang menunjang pola bagi hasil. Artinya, pembiayaan yang tidak
bisa ditangani dengan pola bagi hasil diatasi dengan skema murabahah dan bukan
menjadi skema yang utama. (Sujatna 2006).
Perumusan Masalah
Perbankan syariah sebagai bagian dari industri perbankan memiliki
kewajiban untuk menyalurkan pembiayaan pada sektor rill melalui pembiayaan
bagi hasil. Berdasarkan data Bank Indonesia, realisasi pembiayaan bagi hasil
dalam perbankan syariah dibandingkan dengan pembiayaan murabahah di
perbankan syariah menunjukan bahwa komposisi pembiayaan bagi hasil masih
jauh lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan murabahah yang
menggunakan sistem mark up.
3
60000
50000
40000
30000
20000
10000
Jan-14
Sep-13
May-13
Jan-13
Sep-12
May-12
Jan-12
Sep-11
May-11
Jan-11
Sep-10
May-10
Jan-10
Sep-09
May-09
0
Jan-09
Jumlah Pembiayaan (miliar)
Pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah di Indonesia mengalami
kenaikan secara jumlah pembiayaan, namun secara rasio pembiayaan bagi hasil
dengan total pembiayaan mengalami penurunan. Dana DPK yang dihimpun
perbankan syariah ternyata belum diikuti dengan peningkatan rasio pembiayaan
untuk sektor bagi hasil. Jumlah pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah yang
terus naik salah satunya didukung dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang
diterima oleh perbankan syariah di Indonesia.
Periode (bulan)
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 1 Jumlah pembiayaan bagi hasil perbankan syariah
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Jan-09
Apr-09
Jul-09
Oct-09
Jan-10
Apr-10
Jul-10
Oct-10
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Oct-11
Jan-12
Apr-12
Jul-12
Oct-12
Jan-13
Apr-13
Jul-13
Oct-13
Jan-14
Apr-14
Rasio pembiayaan bagi hasil (%)
Data statistik Bank Indonesia menunjukan bahwa jumlah pembiayaan bagi
hasil mengalami tren kenaikan sejak Januari 2009 sampai dengan April 2014.
Bulan Januari 2009 pembiayaan bagi hasil berjumlah 13 561 miliar, dan pada
bulan April 2014 pembiayaan bagi hasil berjumlah 55 912 miliar. Selama kurun
waktu hampir lima tahun jumlah pembiayaan bagi hasil meningkat sebesar 42 351
miliar.
Periode (bulan)
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 2 Rasio pembiayaan bagi hasil perbankan syariah terhadap
total pembiayaan
4
Namun demikian, Data Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia pada
Gambar 2 menunjukan bahwa rasio pembiayaan bagi hasil mengalami tren
penurunan sejak tahun 2009. Kondisi ini mengindikasikan bahwa setiap tahunnya
rasio penyaluran pembiayaan bagi hasil berkurang porsinya dari pembiayaan
keseluruhan. Rasio pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah mencapai titik
tertinggi pada angka 37.7912% pada bulan Februari 2009 dan mencapai titik
terendah pada angka 26.8775% di bulan Januari 2014.
Perkembangan perbankan syariah yang terjadi beberapa tahun terakhir
menyebabkan Bank Indonesia menyiapkan instrumen moneter dengan prinsip
syariah. Instrumen moneter syariah memberikan alternatif pilihan bagi perbankan
syariah untuk menempatkan dana pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dan hal ini akan berpengaruh pada penyaluran dana perbankan syariah untuk
pembiayaan sektor riil. Kondisi dual banking system menyebabkan sistem
perbankan syariah di Indonesia masih dipengaruhi pula oleh sistem konvensional
yang berlaku, salah satunya yaitu dipengaruhi pula suku bunga kredit bank
konvensional. Penurunan suku bunga bank konvensional dapat memicu terjadinya
nasabah yang meninggalkan ataupun mengalihkan pembiayaan dari perbankan
syariah (Bank Indonesia 2012). Terdapat banyak faktor lainnya yang dapat
memengaruhi penyaluran pembiayaan perbankan syariah.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan dijawab
dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi rasio pembiayaan bagi hasil pada
perbankan syariah di Indonesia?
2. Bagaimana respon rasio pembiayaan bagi hasil terhadap guncangan (shock)
variabel eksternal?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi rasio pembiayaan bagi hasil
pada perbankan syariah di Indonesia.
2. Menganalisis respon rasio pembiayaan bagi hasil terhadap guncangan (shock)
yang terjadi pada variabel eksternal.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini antara lain:
1. Bagi pemerintah dan instansi perbankan syariah diharapkan dapat memberikan
masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait
dengan pembiayaan bagi hasil.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan
dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
5
Ruang Lingkup Penelitian
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
bulanan dari bulan Januari 2009 sampai April 2014. Data yang digunakan dalam
pemodelan ini mencakup rasio pembiayaan bagi hasil, dana pihak ketiga, non
performing financing, suku bunga bank konvensional, imbal bagi hasil, sertifikat
bank Indonesia syariah, dan industrial production index. Perbankan syariah yang
dibahas dalam penelitian ini mencakup Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Perbankan Syariah
Lembaga keuangan yang berdasarkan syariat Islam adalah upaya kaum
muslim untuk mendasari kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Quran dan Al
Hadist. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 telah mulai membahas tentang bank
syariah yang berdasarkan sistem bagi hasil, namun belum terdapat rincian
landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya
Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Undang-undang tersebut mengatur secara
rinci landasan serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syariah. Keberadaan undang-undang tersebut
menyebabkan bank-bank konvensional mulai banyak melakukan pembukaan
cabang syariah berupa UUS atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi
bank syariah (Antonio 2001).
Bank syariah dan bank konvensional memiliki persamaan dari segi fungsi,
yaitu sebagai lembaga intermediasi dalam penghimpunan dan penyaluran dana.
Namun terdapat perbedaan diantara kedua bank tersebut. Perbedaan mendasar
antara bank konvensional dan syariah adalah dari segi praktek riba yang
diharamkan dalam perbankan syariah namun tidak untuk bank konvensional.
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 2 Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional
Bank Syariah
Bank Konvensional
Investasi terbatas pada sektor Investasi kepada sektor halal dan
halal saja.
haram.
Prinsip yang dianut adalah bagi Memakai prinsip atau perangkat bunga.
hasil, jual beli, atau sewa.
Profit dan falah oriented.
Profit oriented.
Hubungan
dengan
nasabah Hubungan dengan nasabah adalah
adalah kemitraan.
hubungan kreditur debitur.
Penghimpunan dan penyaluran Tidak terdapat dewan sejenis.
dana harus bersesuaian dengan
fatwa Dewan Pengawas Syariah
(DPS).
Sumber: Antonio, 2001
6
Akad pada Perbankan Syariah
Perbankan syariah secara umum memiliki beberapa prinsip yang mengatur
setiap kegiatan yang dilakukan. Secara umum ada lima prinsip yang mengatur
kegiatan perbankan syariah. Pertama adalah prinsip bagi hasil (profit and loss
sharing) yang diwujudkan dalam dua akad utama dalam perbankan syariah yaitu
mudharabah dan musyarakah. Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian pengelola
Prinsip Bagi Hasil
Prinsip yang pertama yaitu prinsip bagi hasil (profit sharing). Secara
umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat
akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah.
al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak untuk suatu usaha tertentu
dimana masing masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Almusyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad.
Akad al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Selain itu, akad ini dapat diaplikasikan untuk melakukan investasi dalam
skema modal ventura. Akad kedua dalam prinsip bagi hasil yaitu akad almudharabah yang merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Akad
ketiga yaitu al-muzara’ah yang merupakan akad kerja sama pengolahan pertanian
antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan
pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian
tertentu dari hasil panen. Akad keempat pada prinsip bagi hasil yaitu al-musaqah
yang merupakan bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana penggarap
hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan,
penggarap berhak atas nisbah dari hasil panen.
Prinsip Titipan atau Simpanan.
Kedua adalah prinsip titipan atau simpanan (depository/al-wadiah) yaitu
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja pihak penitip menghendaki. Bank
sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan Al-Wadi’ah untuk tujuan current
account (giro) dan saving account (tabungan berjangka). Dengan konsep Alwadi’ah yad adh-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan
dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentunya, pihak bank dalam
hal ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna bank. Bank dapat memberi insentif
kepada penitip dalam bentuk bonus. Insentif berupa bonus tersebut dapat
7
dijadikan sebagai banking policy dalam upaya meningkatkan minat masyarakat
untuk menabung dan sebagai indikator kesehatan bank terkait.
Prinsip Jual beli
Prinsip yang ketiga yaitu prinsip jual beli (sale and purchase). Ada tiga
jenis jual beli yang dapat dijadikan acuan dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’al-murabahah, bai’as-salam, dan
bai’al-istishna. Bai’al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Bai’ as-salam adalah akad yang mengatur
pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Bai’al istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang dimana pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.
Prinsip Sewa
Prinsip yang keempat yaitu prinsip sewa (operational lease and financial
lease). Akad yang mengatur transaksi sewa yaitu al-ijarah yang merupakan akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri
Prinsip Jasa
Prinsip yang kelima yaitu prinsip jasa (fee based services). Beberapa akad
yang mengatur transaksi jasa, yaitu, al-wakalah yang merupakan akad dalam
mengatur pelimpahan kekuasan oleh seseorang kepada yang lain melalui hal yang
diwakilkan, al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung, al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya, dan ar-rahn adalah menahan salah satu
harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya (Antonio
2001).
Pembiayaan Berdasarkan Tinjauan Syariah
Perbankan syariah tidak menggunakan istilah pinjaman atau kredit,
melainkan pembiayaan (financing). Menurut Muhammad (2005) pembiayaan,
dalam arti luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan
sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.
Pembiayaan berdasar prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
untuk pihak yang dibiayai yang diberikan oleh bank berdasarkan kesepakatan
kedua pihak dan pihak yang dibiayai diwajibkan untuk mengembalikan uang
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Penyaluran dana
dalam bentuk pembiayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna
dana didasari pada kepercayaan. Berbeda dengan kredit yang diberikan oleh bank
konvensional, pembiayaan yang dimiliki oleh bank syariah tidak mendapatkan
return dalam bentuk bunga, tetapi dalam bentuk lain sesuai dengan akad-akad
yang disediakan di bank syariah (Ismail 2010).
8
Perbedaan pokok antara kredit yang diberikan oleh bank konvensional
dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah
terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank yang berdasarkan prinsip
konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank
yang berdasarkan prinsip bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil. Perbedaan
lainnya terdiri dari analisis pemberian kredit beserta persyaratannya (Kashmir
2008).
Pembiayaan bagi hasil adalah pola pembiayaan yang diharapkan menjadi
pengganti pola riba di bank konvensional. Pembiayaan bagi hasil ini pun
dilandaskan pada kepercayaan antara dua belah pihak yang terlibat. Tinjauan Al
Quran terkait bagi hasil tercantum diatur dan dicantumkan dalam Q.S Al Baqarah
ayat 283.
“Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya…” (QS Al-Baqarah 283)
Islam menghalalkan bagi hasil dan mengharamkan riba melalui bunga.
Keduanya memberi keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar akibat
adanya investasi dan pembungaan uang. Investasi menjadikan usaha yang
dilakukan mengandung risiko dan ketidakpastian, sementara pembungaan uang
adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase bunga
tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal (Antonio 2001).
Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil
Naja (2011) menyatakan bahwa secara garis besar pembiayaan pada
perbankan syariah dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu (1) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki
barang dilakukan dengan prinsip jual beli; (2) transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa; (3) transaksi
pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Warjiyo (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh
kredit perbankan, penawaran dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber
dari DPK, dan kondisi perbankan itu sendiri salah satunya dari non performing
financing (NPF). DPK yang tinggi akan berdampak langsung pada jumlah
pembiayaan yang diberikan berupa respon yang positif, artinya saat DPK naik,
maka pembiayaan akan naik. Non performing financing yang tinggi akan
menyebabkan turunnya jumlah pembiayaan yang diberikan.
Variabel yang menentukan pertumbuhan ekonomi di sektor riil adalah
tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga merupakan landasan atau ukuran bagi
layak atau tidaknya suatu usaha. Tingkat suku bunga merupakan indikator
penentuan tingkat pengembalian modal atas risiko yang ditanggung oleh pemilik
modal di pasar keuangan dan pasar modal. Bunga bank dapat diartikan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional
kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi bank juga
diartikan sebagai harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank, dalam
9
konteks nasabah yang memperoleh pinjaman. (Kasmir, 2004). Tingkat suku bunga
kredit bank konvensional adalah variabel yang menggambarkan bahwa perbankan
syariah masih dipengaruhi oleh perbankan konvensional. Saat suku bunga bank
konvensional naik maka nasabah akan mencari alternatif lain yaitu pembiayaan di
perbankan syariah. Suku bunga bank konvensional juga adalah variabel yang
menggambarkan bahwa perbankan syariah diduga masih dipengaruhi oleh
perbankan konvensional. Hal ini dikarenakan data yang menunjukan bahwa
perbankan syariah masih jauh dibawah perbankan konvensional, baik dari aset
maupun pangsa. Kondisi inilah yang akan menjadikan perbankan syariah secara
langsung masih dipengaruhi oleh perbankan konvensional.
Pembiayaan bagi hasil dipengaruhi pula oleh penempatan dana perbankan
syariah seperti SBIS dan kondisi makroekonomi yaitu Industrial Production Index.
Penempatan dana yang semakin besar menyebabkan turunnya pembiayaan yang
diberikan, sementara Industrial Production Index yang tinggi akan meningkatkan
pembiayaan yang diberikan.
Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pembiayaan oleh perbankan syariah telah banyak
dilakukan, namun penelitian yang memfokuskan pada pembiayaan dari segi akad
untuk perbankan syariah masih jarang dilakukan Giannini (2013) meneliti tentang
faktor yang memengaruhi pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di
Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel rasio keuangan dan tingkat bagi
hasil perbankan. Penelitian ini menggunakan variabel dependen jumlah
pembiayaan mudharabah yang diberikan Bank Umum Syariah di Indonesia.
Variabel independen yang digunakan adalah Financing to Deposit Ratio (FDR),
Non performing financing (NPF), Return on Asset (ROA), dan CAR. FDR, NPF,
ROA, CAR, dan tingkat bagi hasil secara simultan berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah. Secara parsial FDR berpengaruh negatif terhadap
pembiayaan mudharabah, NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan
mudharabah, sedangkan ROA, CAR, dan tingkat bagi hasil berpengaruh positif
terhadap pembiayaan mudharabah.
Sujatna (2006) meneliti tentang faktor eksternal dan internal yang
memengaruhi jumlah pembiayaan bagi hasil dengan studi kasus di Bank Syariah
Mandiri. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing
faktor baik eksternal maupun internal memengaruhi keputusan nasabah untuk
menggunakan pembiayaan bagi hasil di Bank Syariah Mandiri. Variabel bebas
yang digunakan adalah nisbah bagi hasil, suku bunga kredit modal kerja bank
konvensional, laju inflasi, dan kurs tengah (nilai tukar rupiah terhadap dollar AS).
Variabel terikat yang digunakan adalah jumlah pembiayaan bagi hasil di Bank
Syariah Mandiri. Berdasarkan hasil analisis, faktor internal nisbah bagi hasil
secara parsial tidak memengaruhi jumlah permintaan pembiayaan bagi hasil di
BSM. Faktor suku bunga kredit bank konvensional sangat signifikan
memengaruhi minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan bagi hasil di
BSM. Hasil regresi menunjukan bunga kredit memiliki hubungan negatif dengan
pembiayaan bagi hasil di BSM. Hal ini tidak sesuai dengan common sense yang
dibangun, dimana seharusnya suku bunga kredit seharusnya memberikan
10
pengaruh positif bagi pembiayaan bagi hasil. Hal ini dikarenakan suku bunga
kredit bank konvensional bukan merupakan substitusi dari pembiayaan bagi hasil
yang harus selalu memeberikan hasil yang positif. Faktor inflasi sangat
berpengaruh signifikan terhadap minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan
di Bank Syariah Mandiri. Variabel kurs sangat berpengaruh signifikan, namun
tidak sesuai dengan teori. Seharusnya nilai kus rupiah bertanda positif, hal ini
disebabkan pembiayaan bagi hasil yang disalurkan BSM tidak sensitif terhadap
perubahan makroekonomi di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan Siswati (2013) menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi penyaluran dana bank syariah. Penelitian ini dilakukan di Bank
Mega Syariah Indonesia dengan menggunakan regresi liniear berganda. Hasil
penelitian menunjukan bahwa DPK, NPF, dan bonus SBIS berpengaruh secara
simultan terhadap penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank Mega Syariah
sebesar 99.2% dan sisanya 0.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diungkap
dalam penelitian tersebut. Secara parsial DPK berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penyaluran dana Bank Syariah Mega Indonesia sebesar 98,65%,
sedangkan NPF dan Bonus SBIS tidak signifikan berpengaruh secara parsial
terhadap penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank Syariah Mega Indonesia.
Penelitian Nugroho (2009) menganalisis faktor-faktor penentu pembiayaan
perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model Vector Error
Correction Model. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan
kointegrasi antara pembiayaan perbankan syariah dengan pembiayaan bermasalah,
laba per aset, sertifikat bank indonesia syariah, kredit bank umum, indeks
produksi industri, Jakarta Islamic Index, dan dana pihak ketiga bank syariah.
Dalam jangka panjang, pembiayaan bermasalah dan kredit bank umum signifikan
mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Shock dari pembiayaan
bermasalah, sertifikat wadiah BankIndonesia, kredit bank umum, indeks produksi
industri, dan Jakarta Islamic Index dalam jangka panjang direspon permanen
negatif oleh pembiayaan perbankan syariah, sedangkan inovasi laba per aset, dana
pihak ketiga, dan pembiayaan sendiri dalam jangka panjang direspon permanen
positif oleh pembiayaan perbankan syariah. Berdasarkan kontribusi dinamis
masing-masing peubah, yang paling besar menjelaskan variabilitas pembiayaan
adalah pembiayaan bermasalah, kemudian pembiayaan itu sendiri, dan kredit bank
umum. Berdasarkan asal kontribusi, sisi penawaran memberikan kontribusi lebih
besar dibandingkan sisi permintaan.
Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian difokuskan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
rasio pembiayaan bagi hasil di Indonesia. Faktor yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan variabel dari sisi konvensional dan sisi syariah. Hal ini
dikarenakan perbankan syariah masih dipengaruhi oleh perbankan konvensional.
Variabel yang digunakan adalah rasio pembiayaan bagi hasil (RAS_PEM), dana
pihak ketiga (LNDPK), non performing financing (NPF), imbal bagi hasil
(LNIBH), suku bunga bank konvensional (SBK), Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), dan industrial production index (LNIPI). Secara konseptual alur
pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut:
11
Turunnya rasio pembiayaan
bagi hasil perbankan syariah
Kondisi
Makroekono
mi
Kinerja
Perbankan
IPI
LNDPK
NPF
Instrumen
Moneter
SBIS
Rate of
Return
SBK
IBH
Pembiayaan perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah) Sektor Bagi Hasil
Gambaran perbankan
syariah dan
pembiayaan bagi hasl
Faktor yang
memengaruhi rasio
pembiayaan bagi
hasil
Respon rasio
pembiayaan terhadap
shock variabel
eksternal
Saran dan
Rekomendasi
Kebijakan
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian untuk menjawab tujuan adalah sebagai berikut:
1. Variabel dana pihak ketiga, imbal bagi hasil, suku bunga bank konvensional,
dan industrial production index memiliki hubungan positif terhadap rasio
pembiayaan bagi hasil.
2. Variabel non performing financing dan SBIS memiliki hubungan yang negatif
terhadap rasio pembiayaan bagi hasil.
12
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan frekwensi bulanan dari
Januari 2009 sampai dengan April 2014. Data bersumber dari berbagai publikasi
yang tersedia di Bank Indonesia antara lain dari Statistik Perbankan Syariah Bank
Indonesia (SPS-BI), Statistik Perbankan Indonesia Bank Indonesia (SPI-BI), dan
publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelitian ini juga menggunakan data
pelengkap lainnya dari litelatur yang yang berkaitan, jurnal, buku, dan dari media
internet.
Tabel 3 Peubah penelitian, simbol, dan sumber data
No
Peubah
Simbol
Satuan
Sumber data
1. Rasio pembiayaan bagi
RAS_PEM
persen
SPS-BI
hasil
2. Dana pihak ketiga
LNDPK
miliar
SPI
3. Non performing financing
NPF
persen
SPS-BI
4. Imbal bagi hasil
LNIBH
miliar
SPS-BI
5. Suku bunga kredit bank
SBK
persen
SPI
konvensional
6. Sertifikat bank indonesia
LNSBIS
miliar
SPI
syariah
7. Industrial production index
LNIPI
indeks
Otoritas Jasa
Keuangan
Variabel dan Definisi Operasional
1. Rasio pembiayaan bagi hasil (RAS_PEM) adalah rasio pembiayaan bagi hasil
di perbankan syariah terhadap total pembiayaan keseluruhan.
2. Dana pihak ketiga (LNDPK) merupakan jumlah dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpun oleh perbankan syariah.
3. Non performing financing (NPF) adalah rasio pembiayaan bermasalah untuk
pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dengan total
pembiayaan.
4. Imbal bagi hasil (LNIBH) adalah tingkat imbalan dari suatu penanaman dana
atau penghimpunan dana bank untuk pembiayaan bagi hasil.
5. Suku bunga kredit bank konvensional (SBK) merupakan suku bunga kredit
pada bank umum konvensional di Indonesia untuk modal kerja.
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan penempatan dana
perbankan syariah, pada Januari 2004 hingga Maret 2008 SBIS disebut
dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
7. Industrial production index (LNIPI) merupakan proksimasi dari output
nasional. Agar mendapatkan data bulanan maka output nasional diproksimasi
dengan IPI yang merupakan ukuran output dari industri-industri sedang dan
besar secara bulanan.
13
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode Vector Auto Regression (VAR)
Metode VAR merupakan rangkaian model multivariate time series
analysis yang dikembangkan oleh Sims. Metode VAR menyediakan cara
sistimatis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series,
serta mempunyai pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi
pendeskripsian data, peramalan, inferensi struktural, serta analisis kebijakan
(Firdaus 2011). Persamaan VAR dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
yt = A0 + A1yt-1 + A2yt-2 + … + Apyt-p + et
Keterangan:
yt
: vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam
sebuah model VAR.
A0
: vektor independen intersep berukuran (n x 1)
At
: matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i=1,2,3,….p
et
: vektor error berukuran (n x 1)
Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Metode VECM adalah bentuk VAR yang terekstriksi. Restriksi dilakukan
kepada data yang tidak stasioner (terdapat unit root) pada level, namun
terkointegrasi. VECM memanfaatkan restriksi kointegrasi tersebut ke dalam
spesifikasi modelnya. Oleh karena hal tesebutlah VECM seringkali disebut
sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan
kointegrasi. Dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke
jangka panjang (Firdaus 2011). Spesifikasi model VECM secara umum adalah
sebagai berikut:
Δyt = µ ox + µ 1xt + πxyt-1 + ∑
ixΔyt-I
+ et
Keterangan:
yt
: vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
µ ox
: vektor intercept
µ 1x
: vektor koefisien regresi
t
: time trend
πx
: αxβ’ dimana β’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang
yt-1
: variabel in-level
rix
: matriks koefisien regresi
k – 1 : ordo VECM dari VAR
et
: error term
Uji Stasioneritas Data
Salah satu syarat pengaplikasian model seri waktu adalah dipenuhinya
asumsi data yang stasioner (normal dan stabil) dari variabel yang membentuk
14
persamaan regresi. Data yang digunakan dalam penelitian ini memberikan potensi
adanya data yang tidak stasioner karena adanya unit root pada tingkat level, maka
harus diadakan uji stasioneritas. Uji stasioneritas menggunakan Augmented
Dickey Fuller test pada tingkat level dan tingkat first difference. Nilai ADF yang
lebih kecil dari nilai kritis menunjukan bahwa data tersebut stasioner. Nilai kritis
yang digunakan adalah 5 %.
Uji Lag Optimal
Lag optimum memiliki tujuan untuk menunjukan berapa lama reaksi suatu
variabel terhadap variabel lainnya serta menghilangkan masalah autokolerasi
dalam sebuah sistem VAR (Firdaus 2011). Pengujian panjang lag ditentukan
berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC)
dan Hanan-Quinn (HQ) yang terkecil.
Uji Stabilitas Model VAR
Panjang lag yang diperoleh pada uji lag optimum selanjutnya akan diuji
kestabilannya. Uji stabilitas VAR dilakukan untuk mendapatkan hasil yang valid pada
IRF dan FEVD. Model VAR dapat dikatakan stabil jika root-nya yang memiliki
modulus kurang dari satu
Uji Kointegrasi
Tujuan dari uji kointegrasi adalah untuk menentukan kointegrasi antar
variabel yang tidak stasioner. Kointegrasi juga dapat diartikan sebagai hubungan
jangka panjang antar variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama yaitu 1,
I(1). Uji kointegrasi dengan pendekatan Johansen membandingkan antara trace
statistic dengan critical value yang digunakan. Jika trace statistic > critical value,
maka variabel tersebut terjadi kointegrasi. Analisis Vector Error Correction
Model (VECM) dapat dilanjutkan setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi
telah diketahui.
Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) adalah metode yang digunakan untuk
menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini
dikarenakan shock variabel ke-I tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i
itu saja, namun ditransmisikan kepada semuua variabel endogen lain melalui
struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR. IRF mengukur pengaruh suatu
shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di
masa yang akan datang (Firdaus 2011)
15
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
FEVD adalah suatu metode untuk melihat kekuatan dan kelemahan
masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang
panjang. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan
dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, maka akan dapat
dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah
terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi
melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi
fluktuasi dari variabel tertentu (Firdaus 2011).
Model Penelitian
Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
=
[
Keterangan:
RAS_PEM
LNDPK
NPF
LNIBH
SBK
LNSBIS
LNIPI
]
+
[
]
+
[
]
+
[
]
[
]
: Rasio pembiayaan bagi hasil (persen)
: Dana pihak ketiga (miliar)
: Non performing financing (persen)
: Imbal bagi hasil (miliar)
: Suku bunga bank konvensional (persen)
: Sertifikat bank Indonesia syariah (miliar)
: Industrial Production Index (indeks)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bagi Hasil
Perbankan syariah berkembang setelah kemunculan Bank Muamalat
sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Data Bank Indonesia menunjukan
bahwa perbankan syariah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Selama
kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan jumlah BUS sebanyak 5 BUS, dan
peningkatan jumlah BPRS sebesar 25 BPRS, sedangkan untuk UUS mengalami
penurunan dari 25 UUS menjadi 23 UUS. Hal ini disebabkan karena perbankan
konvensional memiliki kecenderungan untuk mengubah dan mengembangkan
UUS menjadi BUS
Jumlah Bank
16
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
BUS
UUS
BPRS
2009
2010
2011
Tahun
2012
2013
Sumber : Bank Indonesia (2014)
Gambar 4 Jumlah jaringan bank pada perbankan syariah 2009-2013
Jumlah kantor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pada Desember
2013 tercatat bahwa jumlah jaringan kantor mencapai 1998 unit, UUS 590 unit,
dan BPRS mencapai 402 unit. Jaringan kantor perbankan syariah tersebut
menyebar di semua wilayah Indonesia sehingga dapat melayani seluruh nasabah
bank baik dalam transaksi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun
dalam penyaluran pembiayaan. Gambar 5 menunjukan bahwa aset total dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan, DPK pun besarnya mengalami peningkatan
seiring dengan bertambahnya jumlah bank dan jaringan kantor perbankan syariah
Jumlah total (miliar)
300000
250000
200000
150000
Aset
100000
DPK
Pembiayaan
50000
0
2009
2010
2011
Tahun
2012
2013
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 5 Jumlah aset, DPK, dan pembiayaan perbankan syariah
Pembiayaan pada sektor riil ini memiliki porsi yang terbesar dibandingkan
dengan aktiva perbankan syariah yang lain, surat berharga, dan lain sebagainya.
Pembiayaan sektor rill mencapai persentase paling tinggi di angka 78.91% dan
penempatan di bank Indonesia mencapai 13.69%. Sisanya berupa penempatan di
bank lain, surat berharga, penyertaan dan tagihan lain memiliki nilai di bawah 5%.
Persentase secara lengkap penyaluran dana pada perbankan syariah ditunjukan
pada gambar 6 di bawah ini:
17
4.15%
0.73%
0.02%
Pembiayaan
2.5%
13.69%
Penempatan di Bank Lain
Penempatan di BI
Surat Berharga
78.91%
Penyertaan
Tagihan Lainnya
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 6 Penyaluran dana BUS dan UUS Desember 2013
Penyaluran pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah terus meningkat
setiap tahunnya, namun masih jauh di bawah pembiayaan murabahah secara rasio
maupun jumlah. Jumlah pembiayaan bagi hasil berkisar pada angka 50% dari
pembiayaan murabahah setiap tahunnya.
Tabel 4 Jumlah pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan jual beli murabahah
Pembiayaan
Rasio
Pembiayaan
Rasio
Bagi Hasil pembiayaan
Murabahah
Pembiayaan
Periode
(Miliar Rp)
(persen)
(Miliar Rp)
(persen)
22 437
Januari 2009
13 561
35.50
58.73
23 001
April 2009
14 224
35.81
57.90
24 632
Agustus 2009
16 248
37.02
56.12
Desember 2009
17 009
36.28
26 321
56.14
26 532
Januari 2010
16 919
35.89
56.28
28 922
April 2010
18 565
35.94
56.00
33 310
Agustus 2010
21 530
35.72
55.26
Desember 2010
23 255
34.11
37 508
55.01
37 855
Januari 2011
23 160
33.22
54.29
42 453
April 2011
23 900
31.56
56.06
49 455
Agustus 2011
27 120
29.95
54.62
Desember 2011
29 189
28.43
56 365
54.91
56 473
Januari 2012
28 892
28.41
55.54
61 895
April 2012
30 745
28.27
56.91
73 826
Agustus 2012
34 231
27.40
59.09
Desember 2012
39 690
26.91
88 004
59.66
98 368
April 2013
44 314
27.12
60.20
105 061
Agustus 2013
49 182
28.18
60.19
Desember 2013
53 499
29.06
110 565
60.05
Sumber: Bank Indonesia (2014)
18
Uji Pra Estimasi
Hasil Uji Stasioneritas Data
Kestasioneran data merupakan syarat penting untuk mengaplikasikan
model deret waktu. Langkah pertama yang dilakukan untuk mengestimasi model
VECM adalah uji stasioneritas data dengan mengunakan metode Augmented
Dickey Fuller (ADF) test. Uji stasioneritas dilakukan pada dua tingkat, yang
pertama adalah pada level dan first difference. Data yang tidak stasioner pada
level kemudian diuji kestasionerannya dalam first difference. Nilai ADF-statistik
yang lebih kecil dari nilai kritisnya menunjukan data tersebut stasioner atau tidak
memiliki akar unit. Nilai kritis yang dipakai dalam penelitian ini adalah 5%. Hasil
pengujian dapat dilihat juga dari nilai probabilitasnya. Data dikatakan stasioner
jika nilai probabilitasnya kurang dari taraf nyata 5%.
Tabel 5 Hasil uji stasioneritas data
Variabel
RAS_PEM
LNDPK
NPF
LNIBH
SBK
LNSBIS
LNIPI
ADFstatistik
-0.9073
-6.6568
-4.5920
-2.7760
-2.3174
-2.9553
-1.6788
Level
t-statistik
5%
-3.5023
-3.5004
-3.5004
-3.5004
-3.5004
-2.9199
-2.9211
Prob*
0.9470
0.0000
0.0029
0.2125
0.4172
0.0461
0.4356
First Difference
ADFt-statistik
Prob*
statistik
5%
-5.2934
-3.5023
0.0004
-11.5458
-3.5023
0.0000
-3.5918
-3.5207
0.0427
-8.2577
-3.5023
0.0000
-7.3311
-3.5023
0.0000
-7.8242
-2.9211
0.0000
-11.2134
-2.9211
0.0000
Keterangan : Bercetak tebal menunjukan variabel stasioner pada taraf nyata 5%.
Hasil Uji Lag Optimum
Penentuan lag optimum ditinjau dari model dengan merujuk pada nilai
yang ditunjukan sesuai kriteria tertentu yaitu FPE, AIC, SC, dan HQ. Besarnya
lag pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion
(AIC). Berdasarkan tabel 6 nilai AIC terkecil terdapat pada lag empat sebesar 9.396281. Dengan demikian, lag yang akan digunakan dalam model sebagai lag
optimum adalah lag empat.
Tabel 6 Hasil pengujian lag optimum
Lag
0
1
2
3
4
LogL
10.36551
273.8114
318.5233
373.3023
428.5107
LR
NA
439.0765
61.47893
59.34385
43.70671
FPE
2.05E-09
2.76e-13
3.75E-13
4.25E-13
7.46E-13
AIC
-0.140229
-9.075474
-8.896805
-9.137594
-9.396281
SC
0.132654
-6.892406
-4.803553
-3.134158
-1.48266
Keterangan: Bercetak tebal menunjukan lag optimum berdasarkan kriteria
HQ
-0.03711
-8.250490
-7.34996
-6.86889
-6.40571
19
Hasil Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan untuk mendapatkan nilai dan hasil yang valid
pada Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Model VAR
dinyatakan stabil jika root-nya memiliki nilai modulus kurang dari satu. Hasil uji
stabilitas VAR untuk penelitian ini pada tabel 7, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sistem VAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah stabil karena seluruh root
yang diujikan memiliki modulus kurang dari satu yang terletak dalam rentang
0.16342 sampai 0.9984.
Tabel 7 Hasil uji stabilitas VAR
Root
0.9984
0.884186
0.544602 - 0.537901i
0.544602 + 0.537901i
0.762143
-0.22319
PEMBIAYAAN BAGI HASIL DI PERBANKAN SYARIAH
INDONESIA
RIZQI EKA SUKMAYASA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Rizqi Eka Sukmayasa
NIM H54100062
ABSTRAK
RIZQI EKA SUKMAYASA. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio
Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Dibimbing oleh IDQAN
FAHMI dan LAILY DWI ARSYIANTI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi rasio pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM)
untuk melihat pengaruh jangka panjang dan respon terhadap guncangan (shock)
yang terjadi pada variabel yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam
jangka panjang DPK, Imbal Bagi Hasil, dan SBK memberikan pengaruh positif
dan signifikan terhadap rasio pembiayaan bagi hasil. Variabel NPF dan SBIS
memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan dalam jangka panjang,
sementara IPI tidak signifikan dalam jangka panjang. Guncangan yang terjadi
pada DPK, SBK, dan imbal bagi hasil direspon positif oleh rasio pembiayaan bagi
hasil dan stabil kembali pada bulan ke 24, bulan ke 22, dan bulan ke 23.
Guncangan yang terjadi pada NPF dan SBIS direspon negatif oleh rasio
pembiayaan bagi hasil dan kembali stabil pada bulan ke 29 dan bulan ke 24.
Kata Kunci : bagi hasil, jangka panjang, shock, time series, VECM
ABSTRACT
RIZQI EKA SUKMAYASA. Factors which Effects Profit-Loss Sharing
Financing Ratio in Islamic Banking in Indonesia. Supervised by IDQAN FAHMI
and LAILY DWI ARSYIANTI.
The objective of this study is to determine factors which effect profit-loss
sharing financing share in Islamic banking in Indonesia. This study uses Vector
Error Correction Model (VECM) method to observe long term effect and its
response by shock to the studied variant. The results show that in long term third
party fund (DPK), profit-loss sharing return, and bank loan’s interest rate (SBK)
give positive dan significant effect to profit-loss sharing financing ratio. Non
performing financing (NPF) and bank Indonesia sharia certificate (SBIS) give
negative and significant effect in long term, while industrial production index
(IPI) doesn’t give significant effect in long term. Shock to DPK, SBK, and
equivalent rate of return are positively responsed by profit-loss sharing financing
ratio and stable in 24th, 22nd, and 23rd month. Shock to NPF and SBIS are
negatively responsed by profit-loss sharing return ratio and return to stable at 29th
and 24th month.
Keywords : profit-loss sharing, long term effect, shock, time series, VECM.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI RASIO
PEMBIAYAAN BAGI HASIL DI PERBANKAN SYARIAH
INDONESIA
RIZQI EKA SUKMAYASA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil di
Perbankan Syariah Indonesia.
Nama
: Rizqi Eka Sukmayasa
NIM
: H54100062
Disetujui oleh
Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec.
Pembimbing I
Laily Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah perbankan lebih khususnya mengenai
pembiayaan, dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan
Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. dan
Ibu Laily Dwi Arsyanti, S.E, M.Sc selaku pembimbing skripsi, Dr. Alla Asmara
S.Pt, M.Si selaku penguji utama, dan Bapak Deni Lubis, MA selaku penguji dari
komisi pendidikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staff
dan pihak-pihak dari Bank Indonesia khususnya Bapak Rifki Ismail dan Bapak
Jaenal Effendi Ph.D dari FEM IPB yang telah membantu selama pengumpulan
data. Selain itu terima kasih penulis ucapkan kepada rekan-rekan diskusi yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Fauziyah Adzimatinur,
Erma Fatima, Putri Monicha, Wulandari Sangidi, Febrina, Fitriyanti, dan Geri
Suryadi.
Terima kasih kepada tiga orang yang paling saya kasihi Yaya Sukarya,
S.Pd selaku ayah, Aniati Maryam, S.Pd.SD selaku ibu, serta Ilham Dwi Gustian
selaku adik, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan
kepada teman-teman ilmu ekonomi 47, khususnya kepada Ahmad Fauzi, Prawito
Hudoro, Abdurahman Fathony, Cornell Adyas dan Nadilla Ambarfauziah. Tidak
lupa terima kasih untuk teman satu bimbingan, Sarrah Raisa, Dwi Laksono
Rahardjo, Teuku Muhammad Al Kautsar, Laili Mufidah, dan Nanda Nur Rafiana.
Ucapan terima kasih terakhir penulis ucapakan kepada rekan-rekan terbaik yang
mendorong dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini Teh Sarah, Friska
Febriana, dan Anggun Meilandari. Terima kasih atas doa, bantuan, dan semangat
yang telah diberikan
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Rizqi Eka Sukmayasa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Perbankan Syariah
5
Akad pada Perbankan Syariah
6
Pembiayaan Berdasarkan Tinjauan Syariah
7
Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil
8
Penelitian Terdahulu
9
Kerangka Pemikiran Operasional
11
Hipotesis Penelitian
11
METODE PENELITIAN
12
Variabel dan Definisi Operasional
12
Metode Pengolahan dan Analisis Data
13
Model Penelitian
15
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
Kondisi Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bagi Hasil
15
Uji Pra Estimasi
18
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil
20
Hasil Impulse Response Function (IRF)
22
Hasil Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
23
SIMPULAN DAN SARAN
24
Simpulan
24
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Komposisi pembiayaan pada BUS dan UUS tahun 2009-2013
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional
Peubah penelitian, simbol, dan sumber data
Jumlah pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan jual beli murabahah
Hasil uji stasioneritas data
Hasil pengujian lag optimum
Hasil uji stabilitas VAR
Hasil Johansen Cointegration Test
Hasil estimasi model VECM jangka panjang
2
5
12
17
18
18
19
20
20
DAFTAR GAMBAR
1 Jumlah pembiayaan bagi hasil perbankan syariah
2 Rasio pembiayaan bagi hasil perbankan syariah terhadap total
pembiayaan
3 Kerangka pemikiran operasional
4 Jumlah jaringan bank pada perbankan syariah 2009-2013
5 Jumlah aset, DPK, dan pembiayaan perbankan syariah
6 Penyaluran dana BUS dan UUS Desember 2013
7 Efek guncangan LNDPK dan NPF
8 Efek guncangan SBK, IBH, dan SBIS
9 Persentase kontribusi LNDPK, NPF, SBK, LNIBH, LNSBIS, dan LNIPI
terhadap rasio pembiayaan bagi hasil
3
3
11
16
16
17
22
22
23
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
Uji stasioneritas data pada tingkat level
Uji stasioneritas data pada first difference
Uji stabilitas VAR
Uji lag optimum
Uji kointegrasi
Hasil estimasi VECM
Impulse response
Variance of decomposition
26
27
29
29
30
31
36
37
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk muslim. Perbankan
syariah seharusnya dilaksanakan sepenuhnya di negara yang mayoritas memeluk
agama Islam seperti di Indonesia. Konsep syariah yang diterapkan di bank-bank
sudah membuktikan, bahwa penyaluran pembiayaan senantiasa berpihak pada
sektor riil ditunjukan dengan nilai financing to deposit ratio (FDR) yang tinggi.
Kehadiran perbankan syariah bisa diarahkan untuk mendorong tumbuhnya sektor
riil yang mampu menjadi tulang punggung perekonomian saat masa krisis.
Peranan bank di Indonesia bukan hanya dijadikan sebagai sumber
pembiayaan saja akan tetapi bank juga mampu memengaruhi siklus usaha dalam
perekonomian secara keseluruhan (Alamsyah 2005). Perbankan syariah yang
diharapkan mampu mendorong tumbuhnya sektor riil didukung oleh banyaknya
akad atau kontrak yang tersedia. Pemilihan jenis kontrak pada perbankan syariah
ditentukan oleh dua faktor penentu. Pertama, dari jenis kontrak harus memberikan
ekspektasi pendapatan yang tinggi. Kedua, jenis kontrak yang dipilih haruslah
sesuai dengan kriteria syariah. Kontrak yang menjadi pilihan meliputi kontrak
melalui akad jual beli, akad bagi hasil, dan sewa. Pembiayaan bagi hasil melalui
mudharabah dan musyarakah adalah pola pembiayaan yang sangat diharapkan
oleh perbankan syariah di Indonesia untuk menggantikan sistem bunga.
Pembiayaan dengan akad bagi hasil dianggap instrumen yang paling tepat untuk
menggantikan skema bunga pada bank konvensional.
Pembiayaan bagi hasil diharapkan mampu meningkatkan pembiayaan
sektor riil. Investasi akan meningkat yang diikuti dengan pembukaan lapangan
kerja yang baru. Lapangan kerja yang baru akan mengurangi pengangguran yang
terjadi di masyarakat dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Dampak lain
yang terjadi dari pembiayaan bagi hasil adalah tumbuhnya pengusaha atau
investor yang berani mengambil keputusan yang berisiko. Hal ini akan
meningkatkan daya saing bangsa. Inovasi adalah kunci dalam meningkatkan
persaingan global.
Pembiayaan bagi hasil mampu mengurangi peluang terjadinya resesi
ekonomi dan krisis keuangan. Hal tersebut dikarenakan bank syariah adalah
institusi yang berbasis aset (aset based), artinya bank syariah adalah institusi yang
berbasis produksi (production based). Bank syariah bertransaksi berdasar pada
aset riil, sementara di sisi lain bank konvensional bertransaksi berdasarkan paper
work dan dokumen semata. Keunggulan lain pembiayaan bagi hasil adalah
pembiayaan ini mampu menjadi solusi alternatif atas masalah overlikuiditas yang
terjadi.
Data statistik Bank Indonesia menunjukan bahwa setiap bulannya dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 pembiayaan mengalami kenaikan, namun
komposisi pembiayaan bank syariah masih didominasi oleh pembiayaan
murabahah dibandingkan dengan pembiayaan bagi hasil. Dominannnya
pembiayaan murabahah terjadi disetiap tahun dari tahun 2009 sampai 2013 (BI
2013). Posisi pembiayaan bagi hasil selalu dibawah secara jumlah, terutama untuk
pembiayaan mudharabah. Kondisi tersebut bisa dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
2
Tabel 1 Komposisi Pembiayaan pada BUS dan UUS Tahun 2009-2013 (miliar)
2009
2010
2011
2012
2013
Mudharabah
6 597
8 631
10 229
12 023
13 625
Rasio
13.00%
12.66%
9.96%
8.15%
7.40%
Musyarakah
10 412
14 624
18 960
27 667
39 874
Rasio
20.52%
21.45%
18.47%
18.76%
21.66
Murabahah
26 321
37 508
56 365
88 004
110 565
Rasio
51.87%
55.01%
54.91%
59.66%
60.05%
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia 2013
Tabel 1 menunjukan bahwa pembiayan paling umum digunakan adalah
murabahah. Transaksi murabahah menggunakan mark up, dimana bank
membiayai pembelian sebuah aset atau barang atas nasabahnya dan menambahkan
kenaikan (mark up) sebelum menjual kembali barang tersebut kepada nasabahnya
sesuai dengan perjanjian laba dengan prinsip tambah biaya.
Terdapat dua kelemahan perbankan syariah, pertama pembiayaan bank
syariah di Indonesia cenderung didominasi oleh pembiayaan jual beli
(murabahah). Kelemahan yang kedua adalah rendahnya pembiayaan yang
mengarah pada investasi di sektor riil, padahal sektor riil inilah yang akan
memberikan dampak yang positif terhadap kondisi perekonomian keseluruhan.
Hal ini berbeda dengan kondisi pembiayaan di negara Sudan, sejak awal
berdirinya perbankan syariah di Sudan, pada umumnya skim pembiayaan lebih
banyak menggunakan murabahah. Kondisi tersebut yang membuat Bank of Sudan
pada tahun 2000 mengeluarkan kebijakan dalam menekan skim pembiayaan
murabahah dan meningkatkan skim bagi hasil. Kebijakan yang dikeluarkan
cenderung memberikan disinsentif kepada perbankan yaitu dengan mematok rasio
pembiayaan sebesar 30% dari pembiayaan total. Hal ini dinilai efektif karena pada
praktiknya kondisi pembiayaan murabahah di Sudan berkisar pada angka 30%.
(Ascarya dan Yumanita 2005)
Skema murabahah sesungguhnya adalah fixed return modes. Sementara
perbedaan secara prinsip bank Islam dan bank konvensional adalah terletak pada
prinsip risk profit loss sharing-nya. Skema murabahah yang dominan di
perbankan syariah cenderung tidak berisiko. Skema murabahah seharusnya
menjadi skema yang menunjang pola bagi hasil. Artinya, pembiayaan yang tidak
bisa ditangani dengan pola bagi hasil diatasi dengan skema murabahah dan bukan
menjadi skema yang utama. (Sujatna 2006).
Perumusan Masalah
Perbankan syariah sebagai bagian dari industri perbankan memiliki
kewajiban untuk menyalurkan pembiayaan pada sektor rill melalui pembiayaan
bagi hasil. Berdasarkan data Bank Indonesia, realisasi pembiayaan bagi hasil
dalam perbankan syariah dibandingkan dengan pembiayaan murabahah di
perbankan syariah menunjukan bahwa komposisi pembiayaan bagi hasil masih
jauh lebih rendah dibandingkan dengan pembiayaan murabahah yang
menggunakan sistem mark up.
3
60000
50000
40000
30000
20000
10000
Jan-14
Sep-13
May-13
Jan-13
Sep-12
May-12
Jan-12
Sep-11
May-11
Jan-11
Sep-10
May-10
Jan-10
Sep-09
May-09
0
Jan-09
Jumlah Pembiayaan (miliar)
Pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah di Indonesia mengalami
kenaikan secara jumlah pembiayaan, namun secara rasio pembiayaan bagi hasil
dengan total pembiayaan mengalami penurunan. Dana DPK yang dihimpun
perbankan syariah ternyata belum diikuti dengan peningkatan rasio pembiayaan
untuk sektor bagi hasil. Jumlah pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah yang
terus naik salah satunya didukung dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang
diterima oleh perbankan syariah di Indonesia.
Periode (bulan)
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 1 Jumlah pembiayaan bagi hasil perbankan syariah
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Jan-09
Apr-09
Jul-09
Oct-09
Jan-10
Apr-10
Jul-10
Oct-10
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Oct-11
Jan-12
Apr-12
Jul-12
Oct-12
Jan-13
Apr-13
Jul-13
Oct-13
Jan-14
Apr-14
Rasio pembiayaan bagi hasil (%)
Data statistik Bank Indonesia menunjukan bahwa jumlah pembiayaan bagi
hasil mengalami tren kenaikan sejak Januari 2009 sampai dengan April 2014.
Bulan Januari 2009 pembiayaan bagi hasil berjumlah 13 561 miliar, dan pada
bulan April 2014 pembiayaan bagi hasil berjumlah 55 912 miliar. Selama kurun
waktu hampir lima tahun jumlah pembiayaan bagi hasil meningkat sebesar 42 351
miliar.
Periode (bulan)
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 2 Rasio pembiayaan bagi hasil perbankan syariah terhadap
total pembiayaan
4
Namun demikian, Data Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia pada
Gambar 2 menunjukan bahwa rasio pembiayaan bagi hasil mengalami tren
penurunan sejak tahun 2009. Kondisi ini mengindikasikan bahwa setiap tahunnya
rasio penyaluran pembiayaan bagi hasil berkurang porsinya dari pembiayaan
keseluruhan. Rasio pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah mencapai titik
tertinggi pada angka 37.7912% pada bulan Februari 2009 dan mencapai titik
terendah pada angka 26.8775% di bulan Januari 2014.
Perkembangan perbankan syariah yang terjadi beberapa tahun terakhir
menyebabkan Bank Indonesia menyiapkan instrumen moneter dengan prinsip
syariah. Instrumen moneter syariah memberikan alternatif pilihan bagi perbankan
syariah untuk menempatkan dana pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dan hal ini akan berpengaruh pada penyaluran dana perbankan syariah untuk
pembiayaan sektor riil. Kondisi dual banking system menyebabkan sistem
perbankan syariah di Indonesia masih dipengaruhi pula oleh sistem konvensional
yang berlaku, salah satunya yaitu dipengaruhi pula suku bunga kredit bank
konvensional. Penurunan suku bunga bank konvensional dapat memicu terjadinya
nasabah yang meninggalkan ataupun mengalihkan pembiayaan dari perbankan
syariah (Bank Indonesia 2012). Terdapat banyak faktor lainnya yang dapat
memengaruhi penyaluran pembiayaan perbankan syariah.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan dijawab
dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi rasio pembiayaan bagi hasil pada
perbankan syariah di Indonesia?
2. Bagaimana respon rasio pembiayaan bagi hasil terhadap guncangan (shock)
variabel eksternal?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi rasio pembiayaan bagi hasil
pada perbankan syariah di Indonesia.
2. Menganalisis respon rasio pembiayaan bagi hasil terhadap guncangan (shock)
yang terjadi pada variabel eksternal.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini antara lain:
1. Bagi pemerintah dan instansi perbankan syariah diharapkan dapat memberikan
masukan dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait
dengan pembiayaan bagi hasil.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan
dalam penelitian-penelitian selanjutnya.
5
Ruang Lingkup Penelitian
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
bulanan dari bulan Januari 2009 sampai April 2014. Data yang digunakan dalam
pemodelan ini mencakup rasio pembiayaan bagi hasil, dana pihak ketiga, non
performing financing, suku bunga bank konvensional, imbal bagi hasil, sertifikat
bank Indonesia syariah, dan industrial production index. Perbankan syariah yang
dibahas dalam penelitian ini mencakup Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
Perbankan Syariah
Lembaga keuangan yang berdasarkan syariat Islam adalah upaya kaum
muslim untuk mendasari kehidupan ekonominya berdasarkan Al-Quran dan Al
Hadist. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 telah mulai membahas tentang bank
syariah yang berdasarkan sistem bagi hasil, namun belum terdapat rincian
landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya
Undang-Undang No.10 Tahun 1998. Undang-undang tersebut mengatur secara
rinci landasan serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan
diimplementasikan oleh bank syariah. Keberadaan undang-undang tersebut
menyebabkan bank-bank konvensional mulai banyak melakukan pembukaan
cabang syariah berupa UUS atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi
bank syariah (Antonio 2001).
Bank syariah dan bank konvensional memiliki persamaan dari segi fungsi,
yaitu sebagai lembaga intermediasi dalam penghimpunan dan penyaluran dana.
Namun terdapat perbedaan diantara kedua bank tersebut. Perbedaan mendasar
antara bank konvensional dan syariah adalah dari segi praktek riba yang
diharamkan dalam perbankan syariah namun tidak untuk bank konvensional.
1.
2.
3.
4.
5.
Tabel 2 Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional
Bank Syariah
Bank Konvensional
Investasi terbatas pada sektor Investasi kepada sektor halal dan
halal saja.
haram.
Prinsip yang dianut adalah bagi Memakai prinsip atau perangkat bunga.
hasil, jual beli, atau sewa.
Profit dan falah oriented.
Profit oriented.
Hubungan
dengan
nasabah Hubungan dengan nasabah adalah
adalah kemitraan.
hubungan kreditur debitur.
Penghimpunan dan penyaluran Tidak terdapat dewan sejenis.
dana harus bersesuaian dengan
fatwa Dewan Pengawas Syariah
(DPS).
Sumber: Antonio, 2001
6
Akad pada Perbankan Syariah
Perbankan syariah secara umum memiliki beberapa prinsip yang mengatur
setiap kegiatan yang dilakukan. Secara umum ada lima prinsip yang mengatur
kegiatan perbankan syariah. Pertama adalah prinsip bagi hasil (profit and loss
sharing) yang diwujudkan dalam dua akad utama dalam perbankan syariah yaitu
mudharabah dan musyarakah. Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara
dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian pengelola
Prinsip Bagi Hasil
Prinsip yang pertama yaitu prinsip bagi hasil (profit sharing). Secara
umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat
akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-musaqah.
al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak untuk suatu usaha tertentu
dimana masing masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan. Almusyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah akad.
Akad al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana
nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tersebut. Selain itu, akad ini dapat diaplikasikan untuk melakukan investasi dalam
skema modal ventura. Akad kedua dalam prinsip bagi hasil yaitu akad almudharabah yang merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak
lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung
oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Akad
ketiga yaitu al-muzara’ah yang merupakan akad kerja sama pengolahan pertanian
antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan
pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian
tertentu dari hasil panen. Akad keempat pada prinsip bagi hasil yaitu al-musaqah
yang merupakan bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana penggarap
hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan,
penggarap berhak atas nisbah dari hasil panen.
Prinsip Titipan atau Simpanan.
Kedua adalah prinsip titipan atau simpanan (depository/al-wadiah) yaitu
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja pihak penitip menghendaki. Bank
sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan Al-Wadi’ah untuk tujuan current
account (giro) dan saving account (tabungan berjangka). Dengan konsep Alwadi’ah yad adh-dhamanah, pihak yang menerima titipan boleh menggunakan
dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentunya, pihak bank dalam
hal ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna bank. Bank dapat memberi insentif
kepada penitip dalam bentuk bonus. Insentif berupa bonus tersebut dapat
7
dijadikan sebagai banking policy dalam upaya meningkatkan minat masyarakat
untuk menabung dan sebagai indikator kesehatan bank terkait.
Prinsip Jual beli
Prinsip yang ketiga yaitu prinsip jual beli (sale and purchase). Ada tiga
jenis jual beli yang dapat dijadikan acuan dalam pembiayaan modal kerja dan
investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’al-murabahah, bai’as-salam, dan
bai’al-istishna. Bai’al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Bai’ as-salam adalah akad yang mengatur
pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka. Bai’al istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang dimana pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.
Prinsip Sewa
Prinsip yang keempat yaitu prinsip sewa (operational lease and financial
lease). Akad yang mengatur transaksi sewa yaitu al-ijarah yang merupakan akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri
Prinsip Jasa
Prinsip yang kelima yaitu prinsip jasa (fee based services). Beberapa akad
yang mengatur transaksi jasa, yaitu, al-wakalah yang merupakan akad dalam
mengatur pelimpahan kekuasan oleh seseorang kepada yang lain melalui hal yang
diwakilkan, al-kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung, al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya, dan ar-rahn adalah menahan salah satu
harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya (Antonio
2001).
Pembiayaan Berdasarkan Tinjauan Syariah
Perbankan syariah tidak menggunakan istilah pinjaman atau kredit,
melainkan pembiayaan (financing). Menurut Muhammad (2005) pembiayaan,
dalam arti luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan
sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.
Pembiayaan berdasar prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan
untuk pihak yang dibiayai yang diberikan oleh bank berdasarkan kesepakatan
kedua pihak dan pihak yang dibiayai diwajibkan untuk mengembalikan uang
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Penyaluran dana
dalam bentuk pembiayaan yang diberikan oleh pemilik dana kepada pengguna
dana didasari pada kepercayaan. Berbeda dengan kredit yang diberikan oleh bank
konvensional, pembiayaan yang dimiliki oleh bank syariah tidak mendapatkan
return dalam bentuk bunga, tetapi dalam bentuk lain sesuai dengan akad-akad
yang disediakan di bank syariah (Ismail 2010).
8
Perbedaan pokok antara kredit yang diberikan oleh bank konvensional
dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip syariah adalah
terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank yang berdasarkan prinsip
konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank
yang berdasarkan prinsip bagi hasil berupa imbalan atau bagi hasil. Perbedaan
lainnya terdiri dari analisis pemberian kredit beserta persyaratannya (Kashmir
2008).
Pembiayaan bagi hasil adalah pola pembiayaan yang diharapkan menjadi
pengganti pola riba di bank konvensional. Pembiayaan bagi hasil ini pun
dilandaskan pada kepercayaan antara dua belah pihak yang terlibat. Tinjauan Al
Quran terkait bagi hasil tercantum diatur dan dicantumkan dalam Q.S Al Baqarah
ayat 283.
“Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya…” (QS Al-Baqarah 283)
Islam menghalalkan bagi hasil dan mengharamkan riba melalui bunga.
Keduanya memberi keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar akibat
adanya investasi dan pembungaan uang. Investasi menjadikan usaha yang
dilakukan mengandung risiko dan ketidakpastian, sementara pembungaan uang
adalah aktivitas yang tidak memiliki risiko karena adanya persentase bunga
tertentu yang ditetapkan berdasarkan besarnya modal (Antonio 2001).
Faktor yang Memengaruhi Rasio Pembiayaan Bagi Hasil
Naja (2011) menyatakan bahwa secara garis besar pembiayaan pada
perbankan syariah dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tujuan
penggunaannya, yaitu (1) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki
barang dilakukan dengan prinsip jual beli; (2) transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa; (3) transaksi
pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus
barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Warjiyo (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh
kredit perbankan, penawaran dipengaruhi oleh dana yang tersedia yang bersumber
dari DPK, dan kondisi perbankan itu sendiri salah satunya dari non performing
financing (NPF). DPK yang tinggi akan berdampak langsung pada jumlah
pembiayaan yang diberikan berupa respon yang positif, artinya saat DPK naik,
maka pembiayaan akan naik. Non performing financing yang tinggi akan
menyebabkan turunnya jumlah pembiayaan yang diberikan.
Variabel yang menentukan pertumbuhan ekonomi di sektor riil adalah
tingkat suku bunga. Tingkat suku bunga merupakan landasan atau ukuran bagi
layak atau tidaknya suatu usaha. Tingkat suku bunga merupakan indikator
penentuan tingkat pengembalian modal atas risiko yang ditanggung oleh pemilik
modal di pasar keuangan dan pasar modal. Bunga bank dapat diartikan sebagai
balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional
kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi bank juga
diartikan sebagai harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank, dalam
9
konteks nasabah yang memperoleh pinjaman. (Kasmir, 2004). Tingkat suku bunga
kredit bank konvensional adalah variabel yang menggambarkan bahwa perbankan
syariah masih dipengaruhi oleh perbankan konvensional. Saat suku bunga bank
konvensional naik maka nasabah akan mencari alternatif lain yaitu pembiayaan di
perbankan syariah. Suku bunga bank konvensional juga adalah variabel yang
menggambarkan bahwa perbankan syariah diduga masih dipengaruhi oleh
perbankan konvensional. Hal ini dikarenakan data yang menunjukan bahwa
perbankan syariah masih jauh dibawah perbankan konvensional, baik dari aset
maupun pangsa. Kondisi inilah yang akan menjadikan perbankan syariah secara
langsung masih dipengaruhi oleh perbankan konvensional.
Pembiayaan bagi hasil dipengaruhi pula oleh penempatan dana perbankan
syariah seperti SBIS dan kondisi makroekonomi yaitu Industrial Production Index.
Penempatan dana yang semakin besar menyebabkan turunnya pembiayaan yang
diberikan, sementara Industrial Production Index yang tinggi akan meningkatkan
pembiayaan yang diberikan.
Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pembiayaan oleh perbankan syariah telah banyak
dilakukan, namun penelitian yang memfokuskan pada pembiayaan dari segi akad
untuk perbankan syariah masih jarang dilakukan Giannini (2013) meneliti tentang
faktor yang memengaruhi pembiayaan mudharabah pada Bank Umum Syariah di
Indonesia. Penelitian ini menggunakan variabel rasio keuangan dan tingkat bagi
hasil perbankan. Penelitian ini menggunakan variabel dependen jumlah
pembiayaan mudharabah yang diberikan Bank Umum Syariah di Indonesia.
Variabel independen yang digunakan adalah Financing to Deposit Ratio (FDR),
Non performing financing (NPF), Return on Asset (ROA), dan CAR. FDR, NPF,
ROA, CAR, dan tingkat bagi hasil secara simultan berpengaruh terhadap
pembiayaan mudharabah. Secara parsial FDR berpengaruh negatif terhadap
pembiayaan mudharabah, NPF tidak berpengaruh terhadap pembiayaan
mudharabah, sedangkan ROA, CAR, dan tingkat bagi hasil berpengaruh positif
terhadap pembiayaan mudharabah.
Sujatna (2006) meneliti tentang faktor eksternal dan internal yang
memengaruhi jumlah pembiayaan bagi hasil dengan studi kasus di Bank Syariah
Mandiri. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar masing-masing
faktor baik eksternal maupun internal memengaruhi keputusan nasabah untuk
menggunakan pembiayaan bagi hasil di Bank Syariah Mandiri. Variabel bebas
yang digunakan adalah nisbah bagi hasil, suku bunga kredit modal kerja bank
konvensional, laju inflasi, dan kurs tengah (nilai tukar rupiah terhadap dollar AS).
Variabel terikat yang digunakan adalah jumlah pembiayaan bagi hasil di Bank
Syariah Mandiri. Berdasarkan hasil analisis, faktor internal nisbah bagi hasil
secara parsial tidak memengaruhi jumlah permintaan pembiayaan bagi hasil di
BSM. Faktor suku bunga kredit bank konvensional sangat signifikan
memengaruhi minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan bagi hasil di
BSM. Hasil regresi menunjukan bunga kredit memiliki hubungan negatif dengan
pembiayaan bagi hasil di BSM. Hal ini tidak sesuai dengan common sense yang
dibangun, dimana seharusnya suku bunga kredit seharusnya memberikan
10
pengaruh positif bagi pembiayaan bagi hasil. Hal ini dikarenakan suku bunga
kredit bank konvensional bukan merupakan substitusi dari pembiayaan bagi hasil
yang harus selalu memeberikan hasil yang positif. Faktor inflasi sangat
berpengaruh signifikan terhadap minat masyarakat untuk mengajukan pembiayaan
di Bank Syariah Mandiri. Variabel kurs sangat berpengaruh signifikan, namun
tidak sesuai dengan teori. Seharusnya nilai kus rupiah bertanda positif, hal ini
disebabkan pembiayaan bagi hasil yang disalurkan BSM tidak sensitif terhadap
perubahan makroekonomi di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan Siswati (2013) menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi penyaluran dana bank syariah. Penelitian ini dilakukan di Bank
Mega Syariah Indonesia dengan menggunakan regresi liniear berganda. Hasil
penelitian menunjukan bahwa DPK, NPF, dan bonus SBIS berpengaruh secara
simultan terhadap penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank Mega Syariah
sebesar 99.2% dan sisanya 0.8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diungkap
dalam penelitian tersebut. Secara parsial DPK berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penyaluran dana Bank Syariah Mega Indonesia sebesar 98,65%,
sedangkan NPF dan Bonus SBIS tidak signifikan berpengaruh secara parsial
terhadap penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank Syariah Mega Indonesia.
Penelitian Nugroho (2009) menganalisis faktor-faktor penentu pembiayaan
perbankan syariah di Indonesia. Penelitian ini menggunakan model Vector Error
Correction Model. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan
kointegrasi antara pembiayaan perbankan syariah dengan pembiayaan bermasalah,
laba per aset, sertifikat bank indonesia syariah, kredit bank umum, indeks
produksi industri, Jakarta Islamic Index, dan dana pihak ketiga bank syariah.
Dalam jangka panjang, pembiayaan bermasalah dan kredit bank umum signifikan
mempengaruhi pembiayaan perbankan syariah. Shock dari pembiayaan
bermasalah, sertifikat wadiah BankIndonesia, kredit bank umum, indeks produksi
industri, dan Jakarta Islamic Index dalam jangka panjang direspon permanen
negatif oleh pembiayaan perbankan syariah, sedangkan inovasi laba per aset, dana
pihak ketiga, dan pembiayaan sendiri dalam jangka panjang direspon permanen
positif oleh pembiayaan perbankan syariah. Berdasarkan kontribusi dinamis
masing-masing peubah, yang paling besar menjelaskan variabilitas pembiayaan
adalah pembiayaan bermasalah, kemudian pembiayaan itu sendiri, dan kredit bank
umum. Berdasarkan asal kontribusi, sisi penawaran memberikan kontribusi lebih
besar dibandingkan sisi permintaan.
Kerangka Pemikiran Operasional
Penelitian difokuskan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
rasio pembiayaan bagi hasil di Indonesia. Faktor yang digunakan dalam penelitian
ini menggunakan variabel dari sisi konvensional dan sisi syariah. Hal ini
dikarenakan perbankan syariah masih dipengaruhi oleh perbankan konvensional.
Variabel yang digunakan adalah rasio pembiayaan bagi hasil (RAS_PEM), dana
pihak ketiga (LNDPK), non performing financing (NPF), imbal bagi hasil
(LNIBH), suku bunga bank konvensional (SBK), Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS), dan industrial production index (LNIPI). Secara konseptual alur
pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut:
11
Turunnya rasio pembiayaan
bagi hasil perbankan syariah
Kondisi
Makroekono
mi
Kinerja
Perbankan
IPI
LNDPK
NPF
Instrumen
Moneter
SBIS
Rate of
Return
SBK
IBH
Pembiayaan perbankan syariah (Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah) Sektor Bagi Hasil
Gambaran perbankan
syariah dan
pembiayaan bagi hasl
Faktor yang
memengaruhi rasio
pembiayaan bagi
hasil
Respon rasio
pembiayaan terhadap
shock variabel
eksternal
Saran dan
Rekomendasi
Kebijakan
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian untuk menjawab tujuan adalah sebagai berikut:
1. Variabel dana pihak ketiga, imbal bagi hasil, suku bunga bank konvensional,
dan industrial production index memiliki hubungan positif terhadap rasio
pembiayaan bagi hasil.
2. Variabel non performing financing dan SBIS memiliki hubungan yang negatif
terhadap rasio pembiayaan bagi hasil.
12
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan frekwensi bulanan dari
Januari 2009 sampai dengan April 2014. Data bersumber dari berbagai publikasi
yang tersedia di Bank Indonesia antara lain dari Statistik Perbankan Syariah Bank
Indonesia (SPS-BI), Statistik Perbankan Indonesia Bank Indonesia (SPI-BI), dan
publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penelitian ini juga menggunakan data
pelengkap lainnya dari litelatur yang yang berkaitan, jurnal, buku, dan dari media
internet.
Tabel 3 Peubah penelitian, simbol, dan sumber data
No
Peubah
Simbol
Satuan
Sumber data
1. Rasio pembiayaan bagi
RAS_PEM
persen
SPS-BI
hasil
2. Dana pihak ketiga
LNDPK
miliar
SPI
3. Non performing financing
NPF
persen
SPS-BI
4. Imbal bagi hasil
LNIBH
miliar
SPS-BI
5. Suku bunga kredit bank
SBK
persen
SPI
konvensional
6. Sertifikat bank indonesia
LNSBIS
miliar
SPI
syariah
7. Industrial production index
LNIPI
indeks
Otoritas Jasa
Keuangan
Variabel dan Definisi Operasional
1. Rasio pembiayaan bagi hasil (RAS_PEM) adalah rasio pembiayaan bagi hasil
di perbankan syariah terhadap total pembiayaan keseluruhan.
2. Dana pihak ketiga (LNDPK) merupakan jumlah dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpun oleh perbankan syariah.
3. Non performing financing (NPF) adalah rasio pembiayaan bermasalah untuk
pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) dengan total
pembiayaan.
4. Imbal bagi hasil (LNIBH) adalah tingkat imbalan dari suatu penanaman dana
atau penghimpunan dana bank untuk pembiayaan bagi hasil.
5. Suku bunga kredit bank konvensional (SBK) merupakan suku bunga kredit
pada bank umum konvensional di Indonesia untuk modal kerja.
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan penempatan dana
perbankan syariah, pada Januari 2004 hingga Maret 2008 SBIS disebut
dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
7. Industrial production index (LNIPI) merupakan proksimasi dari output
nasional. Agar mendapatkan data bulanan maka output nasional diproksimasi
dengan IPI yang merupakan ukuran output dari industri-industri sedang dan
besar secara bulanan.
13
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode Vector Auto Regression (VAR)
Metode VAR merupakan rangkaian model multivariate time series
analysis yang dikembangkan oleh Sims. Metode VAR menyediakan cara
sistimatis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series,
serta mempunyai pendekatan yang kredibel dan mudah untuk dipahami bagi
pendeskripsian data, peramalan, inferensi struktural, serta analisis kebijakan
(Firdaus 2011). Persamaan VAR dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:
yt = A0 + A1yt-1 + A2yt-2 + … + Apyt-p + et
Keterangan:
yt
: vektor berukuran (n x 1) yang berisikan n variabel yang terdapat dalam
sebuah model VAR.
A0
: vektor independen intersep berukuran (n x 1)
At
: matriks koefisien/parameter berukuran (n x n) untuk setiap i=1,2,3,….p
et
: vektor error berukuran (n x 1)
Metode Vector Error Correction Model (VECM)
Metode VECM adalah bentuk VAR yang terekstriksi. Restriksi dilakukan
kepada data yang tidak stasioner (terdapat unit root) pada level, namun
terkointegrasi. VECM memanfaatkan restriksi kointegrasi tersebut ke dalam
spesifikasi modelnya. Oleh karena hal tesebutlah VECM seringkali disebut
sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan
kointegrasi. Dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke
jangka panjang (Firdaus 2011). Spesifikasi model VECM secara umum adalah
sebagai berikut:
Δyt = µ ox + µ 1xt + πxyt-1 + ∑
ixΔyt-I
+ et
Keterangan:
yt
: vektor yang berisi variabel yang dianalisis dalam penelitian
µ ox
: vektor intercept
µ 1x
: vektor koefisien regresi
t
: time trend
πx
: αxβ’ dimana β’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang
yt-1
: variabel in-level
rix
: matriks koefisien regresi
k – 1 : ordo VECM dari VAR
et
: error term
Uji Stasioneritas Data
Salah satu syarat pengaplikasian model seri waktu adalah dipenuhinya
asumsi data yang stasioner (normal dan stabil) dari variabel yang membentuk
14
persamaan regresi. Data yang digunakan dalam penelitian ini memberikan potensi
adanya data yang tidak stasioner karena adanya unit root pada tingkat level, maka
harus diadakan uji stasioneritas. Uji stasioneritas menggunakan Augmented
Dickey Fuller test pada tingkat level dan tingkat first difference. Nilai ADF yang
lebih kecil dari nilai kritis menunjukan bahwa data tersebut stasioner. Nilai kritis
yang digunakan adalah 5 %.
Uji Lag Optimal
Lag optimum memiliki tujuan untuk menunjukan berapa lama reaksi suatu
variabel terhadap variabel lainnya serta menghilangkan masalah autokolerasi
dalam sebuah sistem VAR (Firdaus 2011). Pengujian panjang lag ditentukan
berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC)
dan Hanan-Quinn (HQ) yang terkecil.
Uji Stabilitas Model VAR
Panjang lag yang diperoleh pada uji lag optimum selanjutnya akan diuji
kestabilannya. Uji stabilitas VAR dilakukan untuk mendapatkan hasil yang valid pada
IRF dan FEVD. Model VAR dapat dikatakan stabil jika root-nya yang memiliki
modulus kurang dari satu
Uji Kointegrasi
Tujuan dari uji kointegrasi adalah untuk menentukan kointegrasi antar
variabel yang tidak stasioner. Kointegrasi juga dapat diartikan sebagai hubungan
jangka panjang antar variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama yaitu 1,
I(1). Uji kointegrasi dengan pendekatan Johansen membandingkan antara trace
statistic dengan critical value yang digunakan. Jika trace statistic > critical value,
maka variabel tersebut terjadi kointegrasi. Analisis Vector Error Correction
Model (VECM) dapat dilanjutkan setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi
telah diketahui.
Impulse Response Function (IRF)
Impulse Response Function (IRF) adalah metode yang digunakan untuk
menentukan respon suatu variabel endogen terhadap suatu shock tertentu. Hal ini
dikarenakan shock variabel ke-I tidak hanya berpengaruh terhadap variabel ke-i
itu saja, namun ditransmisikan kepada semuua variabel endogen lain melalui
struktur dinamis atau struktur lag dalam VAR. IRF mengukur pengaruh suatu
shock pada suatu waktu kepada inovasi variabel endogen pada saat tersebut dan di
masa yang akan datang (Firdaus 2011)
15
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
FEVD adalah suatu metode untuk melihat kekuatan dan kelemahan
masing-masing variabel mempengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang
panjang. Dengan menghitung persentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan
dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain, maka akan dapat
dilihat seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah
terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain. Jadi
melalui FEVD dapat diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi
fluktuasi dari variabel tertentu (Firdaus 2011).
Model Penelitian
Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
=
[
Keterangan:
RAS_PEM
LNDPK
NPF
LNIBH
SBK
LNSBIS
LNIPI
]
+
[
]
+
[
]
+
[
]
[
]
: Rasio pembiayaan bagi hasil (persen)
: Dana pihak ketiga (miliar)
: Non performing financing (persen)
: Imbal bagi hasil (miliar)
: Suku bunga bank konvensional (persen)
: Sertifikat bank Indonesia syariah (miliar)
: Industrial Production Index (indeks)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perbankan Syariah dan Pembiayaan Bagi Hasil
Perbankan syariah berkembang setelah kemunculan Bank Muamalat
sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Data Bank Indonesia menunjukan
bahwa perbankan syariah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Selama
kurun waktu lima tahun terjadi peningkatan jumlah BUS sebanyak 5 BUS, dan
peningkatan jumlah BPRS sebesar 25 BPRS, sedangkan untuk UUS mengalami
penurunan dari 25 UUS menjadi 23 UUS. Hal ini disebabkan karena perbankan
konvensional memiliki kecenderungan untuk mengubah dan mengembangkan
UUS menjadi BUS
Jumlah Bank
16
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
BUS
UUS
BPRS
2009
2010
2011
Tahun
2012
2013
Sumber : Bank Indonesia (2014)
Gambar 4 Jumlah jaringan bank pada perbankan syariah 2009-2013
Jumlah kantor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pada Desember
2013 tercatat bahwa jumlah jaringan kantor mencapai 1998 unit, UUS 590 unit,
dan BPRS mencapai 402 unit. Jaringan kantor perbankan syariah tersebut
menyebar di semua wilayah Indonesia sehingga dapat melayani seluruh nasabah
bank baik dalam transaksi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun
dalam penyaluran pembiayaan. Gambar 5 menunjukan bahwa aset total dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan, DPK pun besarnya mengalami peningkatan
seiring dengan bertambahnya jumlah bank dan jaringan kantor perbankan syariah
Jumlah total (miliar)
300000
250000
200000
150000
Aset
100000
DPK
Pembiayaan
50000
0
2009
2010
2011
Tahun
2012
2013
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 5 Jumlah aset, DPK, dan pembiayaan perbankan syariah
Pembiayaan pada sektor riil ini memiliki porsi yang terbesar dibandingkan
dengan aktiva perbankan syariah yang lain, surat berharga, dan lain sebagainya.
Pembiayaan sektor rill mencapai persentase paling tinggi di angka 78.91% dan
penempatan di bank Indonesia mencapai 13.69%. Sisanya berupa penempatan di
bank lain, surat berharga, penyertaan dan tagihan lain memiliki nilai di bawah 5%.
Persentase secara lengkap penyaluran dana pada perbankan syariah ditunjukan
pada gambar 6 di bawah ini:
17
4.15%
0.73%
0.02%
Pembiayaan
2.5%
13.69%
Penempatan di Bank Lain
Penempatan di BI
Surat Berharga
78.91%
Penyertaan
Tagihan Lainnya
Sumber: Bank Indonesia (2014)
Gambar 6 Penyaluran dana BUS dan UUS Desember 2013
Penyaluran pembiayaan bagi hasil di perbankan syariah terus meningkat
setiap tahunnya, namun masih jauh di bawah pembiayaan murabahah secara rasio
maupun jumlah. Jumlah pembiayaan bagi hasil berkisar pada angka 50% dari
pembiayaan murabahah setiap tahunnya.
Tabel 4 Jumlah pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan jual beli murabahah
Pembiayaan
Rasio
Pembiayaan
Rasio
Bagi Hasil pembiayaan
Murabahah
Pembiayaan
Periode
(Miliar Rp)
(persen)
(Miliar Rp)
(persen)
22 437
Januari 2009
13 561
35.50
58.73
23 001
April 2009
14 224
35.81
57.90
24 632
Agustus 2009
16 248
37.02
56.12
Desember 2009
17 009
36.28
26 321
56.14
26 532
Januari 2010
16 919
35.89
56.28
28 922
April 2010
18 565
35.94
56.00
33 310
Agustus 2010
21 530
35.72
55.26
Desember 2010
23 255
34.11
37 508
55.01
37 855
Januari 2011
23 160
33.22
54.29
42 453
April 2011
23 900
31.56
56.06
49 455
Agustus 2011
27 120
29.95
54.62
Desember 2011
29 189
28.43
56 365
54.91
56 473
Januari 2012
28 892
28.41
55.54
61 895
April 2012
30 745
28.27
56.91
73 826
Agustus 2012
34 231
27.40
59.09
Desember 2012
39 690
26.91
88 004
59.66
98 368
April 2013
44 314
27.12
60.20
105 061
Agustus 2013
49 182
28.18
60.19
Desember 2013
53 499
29.06
110 565
60.05
Sumber: Bank Indonesia (2014)
18
Uji Pra Estimasi
Hasil Uji Stasioneritas Data
Kestasioneran data merupakan syarat penting untuk mengaplikasikan
model deret waktu. Langkah pertama yang dilakukan untuk mengestimasi model
VECM adalah uji stasioneritas data dengan mengunakan metode Augmented
Dickey Fuller (ADF) test. Uji stasioneritas dilakukan pada dua tingkat, yang
pertama adalah pada level dan first difference. Data yang tidak stasioner pada
level kemudian diuji kestasionerannya dalam first difference. Nilai ADF-statistik
yang lebih kecil dari nilai kritisnya menunjukan data tersebut stasioner atau tidak
memiliki akar unit. Nilai kritis yang dipakai dalam penelitian ini adalah 5%. Hasil
pengujian dapat dilihat juga dari nilai probabilitasnya. Data dikatakan stasioner
jika nilai probabilitasnya kurang dari taraf nyata 5%.
Tabel 5 Hasil uji stasioneritas data
Variabel
RAS_PEM
LNDPK
NPF
LNIBH
SBK
LNSBIS
LNIPI
ADFstatistik
-0.9073
-6.6568
-4.5920
-2.7760
-2.3174
-2.9553
-1.6788
Level
t-statistik
5%
-3.5023
-3.5004
-3.5004
-3.5004
-3.5004
-2.9199
-2.9211
Prob*
0.9470
0.0000
0.0029
0.2125
0.4172
0.0461
0.4356
First Difference
ADFt-statistik
Prob*
statistik
5%
-5.2934
-3.5023
0.0004
-11.5458
-3.5023
0.0000
-3.5918
-3.5207
0.0427
-8.2577
-3.5023
0.0000
-7.3311
-3.5023
0.0000
-7.8242
-2.9211
0.0000
-11.2134
-2.9211
0.0000
Keterangan : Bercetak tebal menunjukan variabel stasioner pada taraf nyata 5%.
Hasil Uji Lag Optimum
Penentuan lag optimum ditinjau dari model dengan merujuk pada nilai
yang ditunjukan sesuai kriteria tertentu yaitu FPE, AIC, SC, dan HQ. Besarnya
lag pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion
(AIC). Berdasarkan tabel 6 nilai AIC terkecil terdapat pada lag empat sebesar 9.396281. Dengan demikian, lag yang akan digunakan dalam model sebagai lag
optimum adalah lag empat.
Tabel 6 Hasil pengujian lag optimum
Lag
0
1
2
3
4
LogL
10.36551
273.8114
318.5233
373.3023
428.5107
LR
NA
439.0765
61.47893
59.34385
43.70671
FPE
2.05E-09
2.76e-13
3.75E-13
4.25E-13
7.46E-13
AIC
-0.140229
-9.075474
-8.896805
-9.137594
-9.396281
SC
0.132654
-6.892406
-4.803553
-3.134158
-1.48266
Keterangan: Bercetak tebal menunjukan lag optimum berdasarkan kriteria
HQ
-0.03711
-8.250490
-7.34996
-6.86889
-6.40571
19
Hasil Uji Stabilitas VAR
Uji stabilitas VAR dilakukan untuk mendapatkan nilai dan hasil yang valid
pada Impulse Response Function dan Variance Decomposition. Model VAR
dinyatakan stabil jika root-nya memiliki nilai modulus kurang dari satu. Hasil uji
stabilitas VAR untuk penelitian ini pada tabel 7, dapat ditarik kesimpulan bahwa
sistem VAR yang digunakan dalam penelitian ini adalah stabil karena seluruh root
yang diujikan memiliki modulus kurang dari satu yang terletak dalam rentang
0.16342 sampai 0.9984.
Tabel 7 Hasil uji stabilitas VAR
Root
0.9984
0.884186
0.544602 - 0.537901i
0.544602 + 0.537901i
0.762143
-0.22319