Analisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), nilai tukar (kurs) dan inflasi terhadap pembiayaan bermasalah perbankan syariah di Indonesia periode Juli 2010-Desember 2013

(1)

ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI TERHADAP

PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Alfina Martiningsih 109084000015

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H/2014 M


(2)

ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI TERHADAP

PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Alfina Martiningsih NIM: 109084000015

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM Yoghi Citra Pratama, M.Si NIDN : 0325067004 NIP: 19830717201101 1 011

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

1435 H/ 2014 M

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Selasa,10 September 2013 telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Alfina Martiningsih 2. NIM : 109084000015

3. Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

4. Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesi Syariah (SBIS),Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013.

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 10 September 2013

1. Dr.Lukman M.Si ( ---)

NIP. 195706170617198503 1 002

2. M.Hartana I Putra M.Si ( ---)

NIP.150409504

3. Yoghi Citra Pratama M.Si ( ---) NIP. 19830717201101 1 011


(4)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Alfina Martiningsih

No. Induk Mahasiswa : 109084000015

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis

Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya ;

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin dari pemilik karya.

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.

5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.

Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyatan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, September 2014

Alfina Martiningsih 109084000015


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama Lengkap : Alfina Martiningsih

2. Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 01 Agustus 1992

3. Alamat : Jalan Amil Mena RT 001/01 No.78 Pondok Jagung Serpong Utara

Kota Tangerang Selatan 15326

4. Agama : Islam

5. No. Telephone/HP : 081362473420

6. Email : siapafina@gmail.com

II. PENDIDIKAN FORMAL

1. SDN Pondok Jagung IV Tahun 1997 - 2003 2. SMP Negeri 1 Serpong Tahun 2003 - 2006 3. SMA Negeri 1 Serpong Tahun 2006 - 2009

4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009 - 2014

III. PENDIDIKAN INFORMAL

1. Studi Banding Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) ke Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Islam Indonesia, 2010.

2. Insurance Goes To Campus Seminar Nasional “Peran Asuransi dalam Era Globalisasi“. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

3. Visit Museum Bank Indonesia dan Bank Mandiri Ikatan Mahasiswa Ekonomi Syariah Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IMES-IESP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

4. Peserta Seminar “Manajemen Bank Syariah”. Ikatan Mahasiswa Ekonomi Syariah (IMES) Dan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan


(7)

Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (BEMJ - IESP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

5. Peserta Kuliah Kerja Sosial Bebas Terkendali (KKS-BT) / Magang. Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.

IV. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Osis SMA Periode 2006 – 2009

2. Forum Komunikasi Remaja Masjid (FKRM) Tangerang Selatan 2010-2012

V. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Tomas Margono 2. Ibu : Tini Kartini

3. Alamat : Jalan Amil Mena RT 001/01

No.78 Pondok Jagung Serpong Utara Kota Tangerang Selatan 15326


(8)

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the influence of Bank Indonesia Certificate Sharia (SBIS), Exchange Rate (Kurs), and Inflation of the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia period July 2010-December 2013. The dependent variable used is the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia , while the independent variable is the influence of Bank Indonesia Certificate Sharia(SBIS), Exchange Rate (Kurs),and Inflation. The data used are time series data , namely the period July 2010-December 2013. Sources of research data obtained from Bank Indonesia (BI).To analyze,the authors use regression analysis method is OLS .

These results indicate that the variable Bank Indonesia Certificate Sharia (0.0030) and Exchange Rate (0.0000) negative significant effect on the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia. While Inflation variable (0.0000) positive significant effect on the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia. With a coefficient of determination ( R2 adj ) 69.89 % .

Keywords : Bank Indonesia Certificate Sharia, Exchange Rate, Inflation and of the NPF in Indonesia, OLS .


(9)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (Kurs) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah pada Perbankan Syariah di Indonesia, Periode Juli 2010- Desember 2013. Variabel terikat yang digunakan adalah Pembiayaan Bermasalah pada Perbankan Syariah di Indonesia, sedangkan variabel bebasnya adalah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (Kurs) dan Inflasi. Data yang digunakan adalah data time series yaitu periode Juli 2010 - Desember 2013. Sumber data penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia (BI). Untuk menganalisis, penulis menggunakan metode analisis regresi berganda yaitu OLS.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (0.0030) dan Nilai Tukar (0.0000) berpengaruh negatif signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia. Sedangkan variabel Inflasi (0.0000) berpengaruh positif signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Dengan koefisien determinasi (adj R2) 69.89 %

Kata Kunci: Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Nilai Tukar, Inflasi dan Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia,OLS


(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah menurunkan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang membawa kepada kesejahteraan, keadilan, keberkahan, dan kesempurnaan dan juga atas segala limpahan rahmat-Nya kepada kita semua hingga kita dapat merasakan nikmat Islam, nikmat Iman, dan nikmat sehat wal’afiat. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Salallahu A’laihi Wassalam, pembawa risalah, penyampai amanah, dan pemberi nasihat kepada umat manusia, serta para sahabat, keluarga dan orang-ornag sholeh yang Allah ridhoi.

Hanya karena rahmat, karunia, dan keridhaan-Nya lah penulis memiliki kekuatan, kemauan, kesempatan, dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013 ” dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Alhamdulillah, dengan pertolongan dan rahmat Allah Subhanahu →ata’ala, skripsi ini telah selesai, walupun penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Namun dari lubuk hati yang paling dalam, penulis berharap semoga skripsi ini sedikit banyak mudah-mudahan insya Allah dapat bermanfaat bagi banyak orang, Amin.

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga


(11)

Allah SWT memberikan pahala atas amal kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah:

1. Allah SWT Yang Maha Segalanya, Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha penolong setiap hamba-Nya. Yang telah melimpahkan segala karunia-Nya, rahmat-Nya, serta ilmu pengetahuan yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Teristimewa untuk kedua orang tua saya tercinta yaitu Bapak (Thomas Margono) dan Ibu (Tini Kartini) yang tidak pernah bosan memberikan kasih sayang, cinta, doa, nasihat dan motivasi untuk putrimu selama ini. Tetesan keringat, air mata dan helaan nafas kalian merupakan dukungan terbesar saya untuk memberikan yang terbaik kepada Bapak dan Ibu. Mudah-mudahan atas izin Allah SWT saya selalu dapat menjadi anak kebanggaan Bapak dan Ibu, dapat selalu mengukir senyum Bapak dan Ibu. Restu Bapak dan Ibu lah yang selama ini mengiringi langkah saya dalam beraktifitas.

3. Adikku (Omega Alfandi) yang tidak pernah henti memberikan dukungan dan motivasi untuk selalu tetap berjuang dan semangat menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof.Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

5. Bapak Zuhairan .Y.Yunan, SE., M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), yang telah memberikan dukungan untuk IESP dan semua mahasiswanya.

6. Bapak Zainal Mutaqin, MPP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang selalu memberikan informasi akademik kepada setiap mahasiswa IESP.


(12)

7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi arahan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi serta sebagai penggagas @Tujuhqur’an. Selain itu sebagai Dosen Ekonomi Syariah, Mikro Syariah dan Moneter Syariah. Terima kasih banyak Pak Roy, Semoga Allah SWT selalu melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat sehat wal’afiat dan nikmat panjang umur serta kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Amin Ya Allah

8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, semangat, saran dengan meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan juga memberikan ilmu dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan juga tak pernah lupa menyarankan penulis agar selalu rajin dalam beribadah kepada Allah SWT.

9. Bapak M.Hartana.I.Putra, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada saya agar cepat lulus.

10.Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis terutama jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk mahasiswa dan kemajuan FEB khususnya, serta Bangsa Dan Negara pada umumnya.

11.Seluruh Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah

12.Terima kasih banyak kepada sahabat setia saya dari pertama masuk kuliah yaitu Anissa Riska Amalia dan Fatmawati Putri untuk kebersamaannya saling memotivasi di setiap kondisi, semoga silaturahmi terus terjaga.


(13)

13.Terima kasih Kepada para sahabat saya yang baik dan sering membantu :Dila, Dita,Wida,Yane,Puspita,Kemel,Sandy,Rismawan,Sahrul,Rifki,Wildan,Aziz, Zona,Romdhon,Kana,Gunawan,Candra,Gerry,Adam dan Andre.

14.Terima kasih kepada seluruh kaka senior angkatan 2007 dan 2008 yaitu Kak Ihsan,Kak Endang,Kak Veni,Kak Lutfi,Kak Hanna Kristiaji,Kak Riri,Kak Jom.

15.Terima kasih kepada seluruh teman-teman keluarga besar IESP 2009 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat saya kepada teman-teman.

16.Terima kasih kepada seluruh teman, kerabat dan saudara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,semoga kebaikkan kalian dapat dibalas oleh Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya, sehingga penulis sangat berharap atas kritik dan saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaannya.

Akhirnya kata penulis mengucapkan Alhamdulillahirabil’alamin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Tangerang Selatan, 1 September 2014


(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... i

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Landasan Teori ... 12

1. PerbankanSyariah ... 12

a. Definisi PerbankanSyariah ... 12

b. Tujuan Bank Syariah ... 13

c. Prinsip Bank Syariah ... 15

d. Fungsi dan Peranan Bank Syariah ... 15

e. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ... 16

2. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) ... 18

a. Pengertian Pembiayaan Bernasalah... 18

b. Perhitungan Pembiayaan Bermasalah atau NPF ... 22


(15)

3. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 27

a. Pengertian SBIS ... 27

b. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Bermasalah ... 31

4. Nilai Tukar ... 33

a. Pengertian Nilai Tukar ... 33

b. Penentuan Nilai Tukar ... 33

c. Sistem Kurs Mata Uang ... 34

d. Nilai Tukar dalam Islam ... 36

e. Hubungan Nilai Tukar dengan Pembiayaan Bermasalah ... 37

5. Inflasi ... 38

a. Pengertian Inflasi ... 38

b. Macam-Macam Inflasi ... 40

c. Indikator Inflasi ... 44

d. Inflasi dalam Pandangan Islam ... 45

e. Hubungan Inflasi dengan Pembiayaan Bermasalah ... 49

B. Penelitian Terdahulu ... 50

C. Kerangka Pemikiran ... 58

D. Hipotesis ... 62

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 63

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 63

B. Metode Penentuan Sampel ... 63

C. Metode Pengumpulan Data ... 64

D. Metode Analisis Data ... 65

1. Uji Asumsi Klasik ... 66

a. Uji Normalitas ... 66

b. Uji Multikolinearitas ... 67

c. Uji Heterokedastisitas ... 69

d. Uji Autokorelasi ... 70


(16)

a. Uji Parsial (Uji-t) ... 71

b. Uji F-Statistik ... 72

c. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 72

3. Model Regresi. ... 73

E. Operasional Variabel Penelitian ... 74

1. Variabel Dependen ... 74

2. Variabel Independen ... 75

a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 75

b. Nilai Tukar ... 75

c. Inflasi ... 75

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 77

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ... 77

1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia ... 77

2. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ... 78

3. Perkembangan Pembiayaan Bermasalah ... 80

4. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ... 82

5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Rupiah/US$) ... 84

6. Perkembangan Inflasi ... 86

B. Hasil Analisis dan Pembahasan ... 87

1. Uji Asumsi Klasik ... 88

a. Uji Normalitas ... 88

b. Uji Multikolinearitas ... 89

c. Uji Heterokedastisitas ... 90

d. Uji Autokorelasi ... 91

2. Uji Statistik ... 92

a. Uji Parsial (Uji t) ... 93

b. Uji F ... 96

3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 97


(17)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(18)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Hal

1.1 Komposisi NPF,SBIS,Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Tahun 2010-2013 ... 5

2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ... 16

2.2 Penelitian Terdahulu ... 54

4.1 Uji Normalitas Jarque-Bera ... 88

4.2 Hasil Uji Correlaion matrix ... 89

4.3 Hasil Uji White Heterokedasticity ... 90

4.4 Hasil Uji Langrange Multiple Test (LM-Test)... 91


(19)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Hal

2.1 Demand Pull Inflation ... …. 42

2.2 Cost Push Inflation ... 43

2.3 Kerangka Pemikiran ... 61

4.1 Perkembangan Pembiayaan Bermasalah Tahun 2010-2013 ... 81

4.2 Perkembangan SBIS Tahun 2010-2013 ... 83

4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 2010-2013 ... 85


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Keterangan Hal

1 Data Penelitian Juli 2010 – Desember 2013 ... xv

2 Uji Normalitas ... xvii

3 Uji Multikolinearitas ... xvii

4 Uji Heterokedastisitas ... xviii

5 Uji Autokorelasi ... xix


(21)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sektor perbankan di Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan yakni sebagai lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil berperan meningkatkan produktivitas sektor riil tersebut. Meningkatnya produktivitas sektor riil dapat meningkatkan iklim dunia usaha dan investasi yang kemudian akan meningkatkan pendapatan nasional (Muntoha,2011:2).

Salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mensinyalir adanya krisis perbankan adalah tingkat pembiayaan maupun kredit macet, oleh karena itu menganalisis faktor-faktor apa saja yang menentukan tingkat pembiayaan bermasalah merupakan hal penting dan substansial bagi stabilitas keuangan dan manajemen bank. Menurut Mankiw (2006), sektor investasi merupakan sector penting yang berada dalam aliran sirkuler uang dalam perekonomian. Sektor investasi ini merupakan penghubung langsung antara lembaga keuangan dan sektor riil, yaitu sektor barang dan jasa. Jika jumlah pembiayaan bermasalah tinggi maka bank akan mempersulit masyarakat yang membutuhkan dana karena bank akan lebih berhati hati dalam praktik penyaluran pembiayaan perbankan. Pertumbuhan ekonomi tentunya juga akan menurun karena aktivitaspada sektor riil semakin lesu (Diyanti,2012:1).


(22)

Di Indonesia, bank syariah pertama didirikan pada tahun 1992. Pada awal pendiriannya, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukumnya hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, dan belum ada rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini tercermin dalam UU No.7 Tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil belum diuraikan secara jelas. Baru kemudian pada 18 Juni 2008, DPR mengesahkan Undang- Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (Muttaqiena, 2013:2).

Bank syariah dalam operasionalnya meniadakan sistem bunga. Sebagai gantinya bank syariah menggunakan beberapa sistem yang didasarkan pada prinsip syariah, antara lain sistem bagi hasil, sistem jual beli, sistem sewa, sistem gadai dan lain-lainnya. Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shohibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudhorib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha (Muhammad, 2009:4).

Sistem bagi hasil yang digunakan oleh bank syariah berimplikasi pada pemerataan hasil dan risiko antara lembaga keuangan dengan debitur. Proses penilaian dan kekuatan proposal pengajuan pembiayaan sangat berperan penting dalam kelancaran usaha tersebut, karena jika tidak, alih-alih bisa mendapatkan bagi hasil, bank dapat dapat mengalami kerugian karena


(23)

pokoknya tidak bisa dikembalikan. Alokasi sistem ini cenderung merefleksikan efisiensi yang lebih besar pada sisi permintaan dan penawaran (Muntoha, 2010:5).

Bank sangat memperhatikan resiko ini, mengingat sebagian besar bank melakukan pemberian kredit sebagai bisnis utamanya.Saat ini,sejarah menunjukkan bahwa resiko kredit merupakan kontributor utama yang menyebabkan kondisi bank memburuk, karena nilai kerugian yang ditimbulkannya sangat besar sehingga mengurangi modal bank secara cepat. Indikator yang menunjukkan kerugian akibat resiko kredit adalah tercermin dari besarnya Non Performing Financing (NPF). NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Menurut Dendawijaya (2005:82) pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet.

Peningkatan rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing dapat dilihat dari beberapa indikator yang mempengaruhinya diantaranya Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi. Peningkatan NPF dipengaruhi dari salah satu instrumen moneter syariah yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Menurut Arifin (2009:198) Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia yang dibuat dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi


(24)

likuiditas pada bank syariah dengan menggunakan sistem bonus. Pada saat bonus SBIS menurun, bank syariah akan menggunakan dananya untuk memberikan pembiayaan produktif dibandingkan untuk menyimpan dalam SBIS. Dengan meningkatnya alokasi untuk pembiayaan produktif maka akan meningkatkan resiko pembiayaan bermasalah yang dihadapi oleh bank syariah itu sendiri (Hermawan,2012:40).

Nilai tukar adalah satuan nilai yang digunakan untuk pertukaran satu mata uang dengan mata uang lain. Nilai tukar memiliki pengaruh negatif dan positif terhadap pelaku usaha ekspor impor di satu negara. Pada saat terjadi peningkatan nilai tukar (terdepresiasi) maka akan menguntungkan para eksportir, sebab para eksportir akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari selisih peningkatan kurs mata uang domestik terhadap kurs mata uang asing tersebut (keuntungan jangka pendek). Begitu juga nilai tukar mengalami penurunan (apresiasi), maka akan mengakibatkan peningkatan impor, sebab barang-barang yang diimpor harganya menjadi lebih murah. Jika nilai rupiah meningkat dibandingkan dengan valuta asing dan jika usaha tersebut dijalankan menggunakan bahan impor, maka akan memukul usaha nasabah. Sehingga nasabah akan kesulitan dalam mengembalikan pembiayaan dan akan meningkatkan pembiayaan bermasalah (Mutamimah,2011:6).

Kondisi perekonomian dapat dijadikan sebagai salah satu faktor ekstern yang mampu mempengaruhi kredit bermasalah pada perbankan. Salah satunya indikator variabel makro adalah inflasi.Inflasi adalah suatu


(25)

keadaan dimana terjadi kenaikkan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama diikuti dengan merosotnya nilai rill (intrinsik) mata uang suatu negara (Kahalwaty,2000:5).

Pada saat inflasi tinggi maka akan menyebabkan menurunnya pendapatan rill masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga turun dan berimbas pada ketidakmampuan masyarakat dalam mengembalikan pembiayaan kepada bank (Mutamimah,2011:4).

Jika diamati,perkembangan rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) dari tahun ketahun cenderung fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang mempengaruhinya seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi. Dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1

Komposisi NPF, SBIS, Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Tahun 2010-2013

Tahun NPF

(%)

SBIS (Miliyar Rp)

Kurs (Rupiah)

Inflasi (%)

2010 3,02 5.408 9.084 6,96

2011 2,52 9.244 8.779 4,79

2012 2,26 4.993 9.380 4,30

2013 2,62 6.699 10.451 8,38

Sumber : Bank Indonesia ( Data Diolah )

Dari tabel diatas terlihat bahwa Perkembangan pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) cenderung mengalami fluktuatif pada tahun 2010 sebesar 3,02 % yang kemudian menurun pada


(26)

tahun 2011 menjadi 2,52 %. Pada tahun yang sama pergerakan SBIS berbalik yaitu mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar Rp 5.480 miliyar kemudian meningkat tajam hingga mencapai Rp 9.244 miliyar. Tetapi pada tahun berikutnya NPF menurun menjadi 2,26 % dengan SBIS sebesar Rp 4.993 miliyar. Hal serupa terjadi pula pada tahun 2013 bahwa ketika NPF naik menjadi 2,62 % diikuti dengan meningkat pula SBIS yaitu sebesar Rp 6.699 miliyar. Hal ini dapat terlihat bahwa baik NPF maupun SBIS cenderung fluktuatif karena adanya pengaruh dari kondisi perekonomian. Kemudian dilihat dengan pergerakan variabel nilai tukar atau kurs.

Pada tahun 2011 mengalami penurunan baik NPF maupun nilai kurs yaitu dari 3,02 % menjadi 2,52 % dengan nilai kurs dari Rp 9.084 menjadi Rp 8.779. Kemudian pada tahun 2012 NPF mengalami penurunan menjadi 2,26 % tetapi pada variabel nilai tukar terjadi peningkatan menjadi Rp 9.380 lalu pada tahun 2013, NPF kembali meningkat menjadi 2,62 % dengan nilai tukar melonjak di level Rp 10.451. Terjadinya pergerakan yang tidak bersamaan antara NPF dan nilai tukar mungkin diakibatkan karena adanya pengaruh positif dan negatif dari perubahan nilai tukar bagi pelaku ekspor dan impor. Bagi eksportir peningkatan nilai tukar membawa keuntungan bagi usahanya dan begitupun sebaliknya bagi importer penurunan nilai tukar akan menambah pendapatannya.

Jika dilihat bersamaan dengan variabel inflasi maka dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 nilai NPF sebesar 3,02 % kemudian menurun menjadi 2,52 % bersamaan dengan itu tingkat inflasi sebesar 6,96 % kemudian menurun menjadi 4,79 %. Tetapi pada tahun 2012, NPF mengalami penurunan menjadi 2,26 % begitu pula tingkat inflasi yang


(27)

mengalami penurunan menjadi 4,30 %. Kemudian di tahun 2013 terjadi peningkatan NPF dan tingkat inflasi. Dimana NPF meningkat menjadi 2,62 % dan inflasi meningkat tajam menjadi 8,38 %. Jika dilihat dari pergerakan NPF cenderung dibawah 5 % atau masih batas normal dan perbankan syariah masih mampu untuk mengatasinya. Hal ini tentu sangat berpengaruh kepada bank syariah itu sendiri karena bank merupakan suatu lembaga kepercayaan masyarakat, sehingga menjadi kewajiban bagi bank untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat dari tingkat kesehatan bank tersebut guna untuk meminimalisir kredit atau pembiayaan bermasalah.

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) setiap tahunnya cenderung mengalami fluktuasi dan nilai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang paling besar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp 9.244 miliyar. Hal ini didasari oleh adanya kebijakan pemerintah yang baru dalam bidang moneter yaitu kebijakan BI Rate atau suku bunga yang mencerminkan sikap dari kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Pada tahun 2012 nilai SBIS menurun drastis menjadi Rp 4.993 miliyar. Pada tahun yang sama justru terjadi penurunan nilai pembiayaan bermasalah pada tahun 2012 yaitu sebesar 2,26 % dari tahun 2011 sebesar 2,52 %. Tetapi pada tahun 2013 SBIS meningkat hingga mencapai Rp 6.699 miliyar.Perkembangan SBIS yang fluktuatif ini sesuai dengan kondisi perekonomian di Indonesia.

Perkembangan nilai tukar dari tahun 2010 sebesar Rp 9.084 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi sebesar Rp 8.779.Pada rasio NPF mengalami penurunan dari 3,02 % menjadi 2,52 %. Kemudian pada


(28)

tahun 2012 nilai tukar kembali meningkat menjadi Rp 9.380 dengan rasio NPF sebesar 2,26 % dan pada 2013 nilai tukar terus menerus mengalami peningkatan hingga mencapai level Rp 10.451 dengan rasio NPF yang meningkat pula menjadi 2,62 %. Peningkatan nilai tukar ini terjadi karena memburuknya kinerja neraca pembayaran serta kenaikan harga minyak mentah dunia yang mampu membuat terjadinya peningkatan nilai tukar sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak dari kenaikan harga barang impor.

Perkembangan Inflasi dapat terlihat pada tahun 2010 sebesar 6,96 % dan pada tahun 2011 menurun menjadi 4,79 %. Hal ini juga terlihat pada menurunya rasio NPF yaitu 3,02 % pada tahun 2010 menjadi 2,52 % pada tahun 2011 kemudian menurun kembali pada tahun 2012 menjadi 2,26 % dan pada tahun yang sama inflasi juga mengalami penurunan di angka 4,30 %. Pada tahun 2013 inflasi kembali meningkat tajam menjadi 8,38 % dengan diikuti oleh meningkatnya rasio NPF menjadi 2,62 %.Peningkatan inflasi terjadi karena adanya kenaikkan BBM serta kenaikkan harga bahan makanan. Dengan demikian, penelitian ini penting untuk dilakukan karena belum banyak penelitian yang mencoba melakukan penelitian mengenai penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah. Berdasarkan latar belakang tersebutlah, penulis melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI

TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN


(29)

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan.Perumusan masalah pada dasarnya adalah merumuskan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian berdasarkan seputar keadaan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013?

2. Bagaimanakah pengaruh Nilai Tukar (KURS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013?

3. Bagaimanakah pengaruh Inflasi secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013?

4. Bagaimanakah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi secara simultan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013?


(30)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010 - Desember 2013. b. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Nilai Tukar (KURS) secara

parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010-Desember 2013.

c. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Inflasi secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010 - Desember 2013.

d. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi secara simultan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010 - Desember 2013.

2. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi mahasiswa, praktisi, perguruan tinggi, dan pemerintah. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagi Mahasiswa

Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan wawasan atau pengetahuan mengenai pola hubungan Sertifikat Bank Indonesia


(31)

Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Periode Juli 2010 - Desember 2013. Serta memperoleh kesempatan menerapkan pengetahuan teoritis yang di dapat selama di perkuliahan dalam berbagai bidang dunia kerja dan di kehidupan sehari-hari.

b. Bagi Praktisi Lembaga Keuangan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi lembaga pemberdayaan umat serta praktisi lembaga - lembaga keuangan khususnya perbankan syariah atau pihak terkait didalamnya mengenai peranan serta kebijakan - kebijakan yang dapat dikembangkan di dunia usaha.

c. Bagi Perguruan Tinggi

Penelitian ini dapat menjadi referensi, bahan pembanding penelitian lain dan memberikan sumbangan pemikiran untuk konsentrasi Ekonomi Islam Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

d. Bagi Pemerintah

Penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan pemerintah untuk menentukan kebijakan mengenai Perbankan Syariah yang dapat meningkatkan perekonomian nasional.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Perbankan Syariah a. Definisi Bank Syariah

Menurut Zainul Arifin (2009:2) “istilah bank berasal dari bahasa Prancis yaitu banque dan dari bahasa Italia banco, yang berarti peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua fungsi dasar yang ditunjukkan oleh bank konvensional. Kata peti atau lemari yang merupakan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Jadi kesimpulannya, bank adalah menyediakan tempat untuk menitipkan uang dengan aman (safe keeping function)”.

Definisi bank menurut Rodoni (2006:21) adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary) untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan.

Definisi bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. (Rodoni dan Hamid, 2008:14)

Bank Islam atau bank syariah menurut M. Syafi’i Antonio (2002:13) adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan


(33)

bunga. Bank syariah atau biasa disebut bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan uang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SA→.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.21 tahun 2000 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Adapun menurut Karim (2009:7) mengemukakan bahwa bank syariah merupakan bank yang berdasarkan prinsip syariah yaitu peraturan dan hukum yang berisi perintah dan larangan yang dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia.

b. Tujuan Bank Syariah

Sudarsono (2008:43) bank syariah memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut :

1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalah secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi masyarakat.


(34)

2) Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.

3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.

4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah didalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah seperti : program pembinaan pengusaha produsen, program pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.

5) Untuk menjaga stabilitas ekonomi moneter, dengan melalui aktivitas perbankan syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya inflasi, menghindari persaingan usaha yang tidak sehat antara lembaga lembaga keuangan. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah.


(35)

c. Prinsip Bank Syariah

Bank syariah memiliki beberapa prinsip yang berbeda dengan bank konvensional, yaitu sebagai berikut (Sudarsono, 2007:44) : 1) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian

diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan tawar-menawar dalam batas wajar.

2) Penggunaan persentase dalam hal berkewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. 3) Didalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak

menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan dimuka.

4) Penyerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (Al Wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank.

d. Fungsi dan Peranan Bank Syariah

Sudarsono (2008:43) fungsi dan peranan bank syariah yang tercantum dalam pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organizing for Islamic Financial Institution), yaitu sebagai berikut :

1) Manajer Investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.


(36)

2) Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. 3) Penyedia jasa keuangan dan lalu-lintas pembayaran, bank syariah

dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana mestinya.

4) Pelaksaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.

e. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

Berikut ini beberapa perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional seperti ditunjukkan pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

No. Perbedaan Bank Syariah Bank Konvensional 1. Bunga Berbasis revenue/profit loss

sharing (bagi hasil)

Berbasis Bunga

2. Risiko Risk sharing Anti Risk

3. Operasional Beroperasi dengan menggunakan sektor riil

Beroperasi dengan pendekatan sektor-sektor keuangan, tidak terkait langsung dengan sektor riil.


(37)

4. Produk Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa)

Produk tunggal (kredit)

5. Pendapatan Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung dengan pendapatan yang diperoleh bank dari pembiayaan

Pendapatan yang diterima deposan tidak terkait dengan

pendapatan yang diperoleh bank dari kredit

6. Tidak mengenal negative

spread

Mengenal negative spread

7. Dasar hokum Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa ulama, Bank Indonesia dan Pemerintah

Bank Indonesia dan Pemerintah

8. Falsafah Tidak berdasarkan bunga (riba), spekulasi (maisir) dan ketidak jelasan (gharar)

Berdasarkan atas bunga (riba)

9. Operasional  Dana masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan (wa’diah) dan investasi

(mudharabah) yang baru akan mendapatkan hasil jika “diusahakan” terlebih

 Dana Masyarakat (Dana Pihak

Ketiga/DPK) berupa titipan simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo


(38)

dahulu

 Penyaluran dana (financing) pada usaha yang halal dan

menguntungkan

 Penyaluran dana pada sektor yang menguntungkan dan aspek halal tidak menjadi prioritas utama

10. Aspek social Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam misi dan visi

Tidak diketahui secara tegas

11. Organisasi Memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)

12. Uang Uang bukan komoditi, tetapi hanya alat pembayaran

Uang adalah komoditi selain sebagai alat pembayaran

Sumber : (Rodoni dan Hamid, 2008:15)

2. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 9/24/DPbs tahun 2007 tentang system penilaian kesehatan bank berdasarkan prinsip syariah, Non Performing Financing adalah “Pembiayaan yang terjadi ketika pihak debitur (mudharib) karena berbagai sebab, tidak


(39)

dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana pembiayaan (pinjaman).

Menurut Wiraatmadja (dalam Mukromah, 2012:18) pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang tidak dapat atau berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukan tanda-tanda terlebih dahulu.

Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah. (Ihsan 2010:22). Menurut Rahmawulan (2008:24) suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu menghaapi resiko yang ditimbulkan oleh kredit tersebut. Resiko kredit didefinisikan sebagai resiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat dan tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana yang dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya.

Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama dalam menetukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci atas:


(40)

No Kualitas Pembiayaan

Kriteria

1 Pembiayaan Lancar a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bagi hasil tepat waktu

b. Memiliki rekening yang aktif; atau c. Bagian dari pembiayaan yang

dijamin dengan agunan tunai (cash colateral).

2 Perhatian Khusus a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil yang belum melampui Sembilan puluh hari: atau b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening relative aktif; atau d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap

kontrak yang diperjanjikan; atau e. Didukung oleh pinjaman baru

3 Kurang Lancar a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau

b. Sering terjadi cerukan; atau

c. Frekuensi mutasi rekeningrelatif rendah

d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikanlebih dari


(41)

Sembilan puluh hari;atau

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau

f. Dokumentasi pinjaman yang lemah 4 Diragukan a. Terdapat tunggakan angsuran pokok

dan/atau bagi hasil; atau

b. Terdapat cerukan yang bersifat permanen; atau

c. Terdapat wanprestasi lebih dari 180 hari atau

d. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan.

5 Macet a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau

b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau

c. Dari segi hukummaupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar


(42)

b. Perhitungan Non Performing Financing (NPF)

Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai NPF ditentukan sebagai berikut :

Lebih dari 8%, skor nilai = 0 Antara 5% - 8%, skor nilai = 80 Antara 3% - 5%, skor nilai = 90 Kurang dari 3%, skor nilai = 100

Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.

1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah) Gross NPF Gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5 dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian khusus (special


(43)

mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan (doubtful), dan macet (loss). Berikut ini adalah rumusnya:

Penyediaan Dana Bermasalah NPF Gross =

Total Penyediaan Dana

Keterangan :

a. Penyediaan/penyaluran dana berupa piutang dan ijarah. b. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada

pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain). c. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana denga

kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

d. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak dikurangi PPAP.

e. Angka dihitung perposisi (tidak disetahunkan).

2) Non Performing Financing (Penyaluran Dana Bermasalah) Net Penyaluran Dana Bermasalah – PPAP

NPF Net =

Total Penyediaan Dana Keterangan:

PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif sesuai ketentuan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah.

c. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah adalah sebagai berikut (www.shariaeconomic.com) :


(44)

1) Faktor internal

a. Kelemahan Bank dalam analisis pembiayaan

 Analisis pembiayaan tidak berdasarkan data akurat atau kualitas data

 Rendah Informasi, pembiayaan tidak lengkap atau kuantitas data rendah

 Analisis tidak cermat

 Kurangnya akuntabilitas putusan pembiayaan b. Kelemahan Bank dalam dokumen pembiayaan

 Data mengenai pembiayaan nasabah tidak didokumentasi dengan baik

 Pengawasan atas fisik dokumen tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

c. Kelemahan Bank dalam supervisi Pembiayaan

 Kurang pengawasan dan pemantauan atas performance nasabah secara kontinyu dan teratur

 Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan

 Tindakan perbaikan tidak diterapkan secara dini dan tepat waktu

 Jumlah nasabah terlalu banyak  Nasabah terpencar


(45)

d. Kecerobohan petugas Bank

 Bank terlalu bernafsu memperoleh laba  Bank terlalu kompromi

 Bank tidak mempunyai kebijakan pembiayaan yang sehat  Bank tidak mampu menyaring risiko bisnis

 Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu

 Terus memberikan pembiayaan pada bisnis yang siklusnya menurun

 Menetapkan standar risiko yang terlalu rendah e. Kelemahan bidang agunan

Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik Terlalu collateral oriented

Pengikatan agunan lemah f. Kelemahan kebijakan pembiayaan

 Prosedur terlalu berbelit, hingga putusan pembiayaan tidak tepat waktu

 Tidak ada prosedur baku/standar

 Tak ada funish dan Reward bagi petugas g. Kelemahan sumber daya manusia

 Terbatasnya tenaga ahli di bidang penyelematan dan penyelesaian pembiayaan

 Pendidikan dan pengalaman pejabat pembiayaan sangat terbatas


(46)

 Kurangnya tenaga ahli hukum untuk mendukung pelaksanaan penyelesaian dan penyelamatan pembiayaan  Terbatasnya tenaga ahli untuk recovery pembiayaan yang

potensi

2) Faktor internal nasabah

a) Kelemahan Karakter nasabah

 Nasabah tidak mau atau memang beritikad tidak baik  Nasabah menghilang

b) Kecerobohan nasabah

 Penyimpangan penggunaan pembiayaan

 Perusahaan dikelola oleh keluarga yang tidak professional c) Kelemahan kemampuan nasabah

 Tidak mampu mengembalikan pembiayaan karena terganggunya kelancaran usaha

 Kemampuan manajemen yang kurang  Pengetahuan terbatas atau kurang memadai  Pengalaman terbatas atau kurang memadai d) Musibah yang dialami nasabah

Ada berbagai musibah yanbisa saja dialami nasabah dan berdapmpak pada terjadinya pembiayaan macet diantaranya :Musibah penipuan, Musibah kecelakaan, Musibah tindak pidana, Musibah rumah tangga ,Musibah penyakit,Musibah kematian.


(47)

3) Faktor eksternal

a) Globalisasi ekonomi yang berakibat negatif b) Perubahan kurs mata uang;

c) Faktor alam yang berakibat negatif d) Inflasi dalam negeri

3. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) a. Pengertian SBIS

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek.SBIS merupakan piranti moneter yang sesuai prinsip pada Bank Syariahyang diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter. Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter berdasarkan prinsip Syariah yang dinamakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan dapat dimanfaatkan oleh Bank Syariah untuk mengatasi bila terjadi kelebihan pada tingkat likuiditas (Arifin,2009: 198).

Pengelolaan likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan; baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, untuk keperluan yang sangat mendasar yaitu penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek untuk perbankan yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah tersedia instrument Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA)


(48)

dan aturan-aturan tentang Pasar Keuangan Antarbank dengan Prinsip Syariah (PUAS), serta Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).

Dalam keadaan yang sangat mendesak instrumen tersebut bermanfaat untuk mengatasi kesulitan likuiditas bank syariah jangka pendek karena arus dana yang masuk ke bank tersebut lebih kecil dibanding arus dana yang keluar pada saat kliring. Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS). FPJPS ini dimaksudkan untuk menjalankan fungsi BI sebagai “lender of last resort” jika alternatif pembiayaan lain tidak dapat diperoleh bank syariah untuk mempertahankan likuiditasnya. SBIS mempunyai fungsi untuk membantu bank syariah di Indonesia yang kelebihan likuiditas, untuk menyimpan dana “menganggurnya” di tempat yang aman dan menguntungkan. Untuk mendukung kegiatan usaha perbankan yang terkait dengan SBIS. Dewan Syariah Nasional (DSN) telah menerbitkan Fatwa No. 36/DSNMUI/ X/2002 tentang Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia; sebelum tahun 2008 SBIS dikenal dengan nama SWBI atau Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang mengatur hal – hal sebagai berikut: Adrian Sutedi dalam (Sahria,2010:28) :

1) Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrument moneter berdasarkan prinsip Syariah yang dinamakan SWBI. 2) Akad yang digunakan untuk SWBI adalah akad wadi’ah

sebagaimana yang diatur Fatwa DSN No.02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan.


(49)

3) SWBI tidak boleh ada imbalan yang di syaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian („athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia.

4) SWBI boleh diperjualbelikan.Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas titipan dana yang diperhitungkan jika pada saat jatuh tempo. Jumlah dana yang dapat dititipkan ke Bank Indonesia sekurang-kurangnya Rp 500.000.00,00. Pada titipan dana tersebut hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp50.000.000,00. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) diatur dalam PBI No. 2/9/2000 tanggal 23 Februari 2000, PBI No. 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Perubahan Atas PBI No. 2/9/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Wirdyaningsih (2005) dalam Yuni (2011)). Selain itu juga terdapat fatwa yang menguatkan SWBI, yaitu fatwa DSN No. 36/DSN-MUI/X/2002 yang dikeluarkan tanggal 23Oktober 2002 Masehi atau tanggal 16 Sya’ban 1423 Hijriah.

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/2000, yang dimaksud dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Pasal 1 Ayat 4). Sedangkan, yang dimaksud dengan wadiah di sini adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan


(50)

yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut (Pasal 1 Ayat 3). SWBI memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:

a. merupakan tanda bukti penitipan dana berjangka pendek. b. diterbitkan oleh Bank Indonesia.

c. merupakan instrumen kebijakan moneter dan sarana penitipan dana sementara.

d. ada bonus atas transaksi penitipan dana.

Pada tanggal 31 Maret 2008 dikeluarkanlah peraturan Bank Indonesia No. 10/ 11/ PBI/ 2008 tentang perubahan nama SWBI menjadi SBIS dengan adanya perubahan nama tersebut akad yang digunakan dalam transaksi SWBI menjadi lebih luas tidak hanya berakad wadiah melainkan dapat dilakukan dengan akad Mudarabah, Musyarakah, Wakalah, Qardh dan Jualah sehingga bonus yang diberikan dapat mendekati bonus yang diberikan SBI dengan skim bunga. SBIS merupakan instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang diatur oleh Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Negara. Peraturan Bank Indonesia No.10/11/PBItanggal 31 Maret 2008, SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia denganmenggunakan akad Mudahrabah (Muqaradhah dan Qiradh), Musyarakah, Ju’alah, Wadiah, Qordh, dan Wakalah.


(51)

Bank Indonesia dalam operasi moneternya melalui penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Ketentuan mengenai imbalan SBIS adalah dengan cara Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan atas SBIS yang diterbitkan kemudian Bank Indonesia membayar imbalan pada saat jatuh waktu SBIS.

Ketentuan Hukum SBIS adalah sebagai berikut:

1) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrument pengendalian moneter boleh diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan operasi pasar terbuka (OPT).

2) Bank Indonesia memberikan imbalan kepada pemegang SBIS sesuai dengan akad yang dipergunakan.

3) Bank Indonesia wajib mengembalikan dana SBIS kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo.

4) Bank Syariah boleh memiliki SBIS untuk memanfaatkan dananya yang belum dapat disalurkan ke sektor riil.

b. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Bermasalah

Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat dalam bentuk uang (M1 dan M2) disalurkan oleh perbankan ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam instrumen dan pasar


(52)

keuangan syariah terdapat penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek untuk perbankan yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dengan tersedianya instrument moneter syariah yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata uang rupiah. SBIS merupakan salah satu instrumen pasar uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah dengan tujuan untuk menyerap kelebihan likuiditas didalam sistem perbankan syariah, sebagaimana bank konvensional yang menetapkan cadangannya pada SBI, dengan harapan memperoleh penghasilan tambahan.

Jika dilihat dari sisi internal bank syariah, turunnya SBIS akan berakibat pada meningkatnya pembiayaan bermasalah pada bank syariah sebab dana yang tidak disimpan dalam SBIS akan digunakan untuk memberikan pembiayaan produktif sehingga akan berdampak kepada resiko pembiayaan yang harus ditanggung oleh bank syariah itu sendiri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harry Andra (2010) bahwa SBIS berpengaruh negatif signifikan terhadap Pembiayaan bermasalah.Hal ini bermakna bahwa ketika bonus SBIS tinggi,bank syariah lebih tertarik mengalokasikan sebagian dananya untuk membeli SBIS dibandingkan untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat


(53)

sehingga berdampak pada turunnya rasio pembiayaan bermasalah pada bank syariah.

4. Nilai Tukar

a. Pengertian Nilai Tukar

Menurut Sadono Sukirno (2004:397) kurs adalah perbandingan nilai mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya.

Menurut Kuncoro (2008:42) kurs rupiah adalah nilai tukar sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US dollar). Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan dan penawaran pasar atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:604) nilai tukar valuta asing adalah harga satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan.

Menurut Miskhin (2008:116) Kurs adalah asset domestic (deposito bank, Obligasi, saham, dan lain-lain yang didenominasikan dalam mata uang domestic) dinyatakan dalam asset luat negeri (asset serupa dengan didenominasi dalam mata uang asing).

b. Penentuan Nilai Tukar

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Karim, 2008:88) :


(54)

1) Faktor Fudamental

Faktor yang berkaitan dengan indicator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relative pendapatan antar-negara, ekspetasi pasar, dan intervensi Bank Sentral

2) Faktor Teknis

Faktor yang berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.

3) Sentiment Pasar

Sentiment pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.

c. Sistem Kurs Mata Uang

Ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu (Karim, 2002:88) :

1) Sistem Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate)

Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh toritas moneter. Di dalam kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :


(55)

1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah.

2) Mengambang terkendali (Managed or dirty floating exchange rate) dimana toritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu.

2) Sistem Kurs Terhambat (Peged Exchange Rate)

Suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “menambatkan” ke suatu mata uang. Ini berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. 3) Sistem Kurs Terhambat Merangkat (Crawling Pegs)

Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodic dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan dari sistem ini adalah suatu Negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibandingkan sistem kurs terlambat. Hal ini dapat menghindari jika perekonomian akibat revaluasi atau revaluasi yang tajam. 4) Sistem Sekeranjang Mata Uang (Basket Of Currencies)

Banyak negara terutama negara berkembang yang meneapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata


(56)

uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkanke dalam “keranjang” umumnya ditentukan oleh perannya dalam membiayai perdagangan tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut.

5) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)

Suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.

d. Nilai Tukar dalam Islam

Ada dua golongan nilai tukar dalam islam, yaitu : 1) Natural (Alamiah)

Natural disebabkan oleh dua hal, yaitu :

a) Fluktuasi nilai tukar akibat terjadinya berbagai perubahan pada permintaan agregatif (AD)

b) Fluktuasi nilai tukar akibat berbagai perubahan yang terjadi pada penawaran agregatif (AS)

2) Humam Error (Faktor Kesalahan Manusia) Humam error disebabkan oleh tiga hal berikut :


(57)

a) Korupsi dan kebobrokan administrasi (corruption and bad administration).

b) Penetapan pajak penjualan yang sangat tinggi terhadap barang dan jasa (excessive tax)

c) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan secara berlebih (excessive seignorage). (Karim, 2002:89-100).

e. Hubungan Nilai Tukar dengan Pembiayaan Bermasalah

Menurut Kuncoro (2008:42) kurs rupiah adalah nilai tukar sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US dollar). Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan dan penawaran pasar atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar.

Tingkat nilai tukar mata uang domestik sangat terkait dengan kredit bermasalah, mengingat bahwa depresiasi mata uang domestik dapat menyebabkan meningkatnya pembiayaan impor yang dapat meningkatkan biaya produksi. Dengan demikian, tingkat nilai tukar merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap usaha debitur sehingga harus dikendalikan untuk menghindari terjadinya fluktuasi dalam kredit bermasalah.

Hubungan nilai tukar dengan pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Jika nilai rupiah meningkat dibandingkan dengan valuta asing maka akan memukul usaha nasabah yang menggunakan bahan impor sehingga


(58)

mempersulit mereka untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diberikan oleh bank dan mendongkrak nilai NPF perbankan syariah.

Penelitian yang dilakukan oleh Zakiah Dwi Poetry (2011) diperoleh hasil bahwa Nilai tukar atau kurs berpengaruh negative signifikan dimana ketika terjadi kenaikan tingkat nilai tukar rupiah(terdepresiasi) terhadap dolar menjadikan produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif karena harga barang dan jasa dalam negeri menjadi lebih rendah daripada harga barang pada negara lain. Harga barang dan jasa dalam negeri yang relatif rendah akan meningkatkan permintaan luar negeri akan barang dan jasa dalam negeri. Penjualan dalam negeri akan meningkat dan kondisi keuangan masyarakatpun membaik. Dengan demikian, kenaikan nilai tukar akan membantu nasabah pada perbankan konvensional dan nasabah perbankan syariah dalam mengembalikan kredit atau pembiayaannya.

5. Inflasi

a. Pengertian Inflasi

Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitung moneter) terhadap barang/komoditas dan jasa. Sebaliknya


(59)

jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit penghitung moneter terhadap barang/komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation).

Menurut Case dan Fair (2004:58) inflasi adalah kenaikan tingkat harga keseluruhan. Itu terjadi ketika harga naik secara serempak. Inflasi dapat diukur dengan melihat sejumlah besar barang dan jasa dan menghitung kenaikan harga rata-rata selama beberapa periode tertentu.

Menurut Boediono (1987:161) inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk menaikkan secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain

Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dan tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah:

Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu Negara menggunakan consumer price index dan producer price index sebagai pengukur tingkat inflasi (Karim,2010:136).

Tingkat harga t– tingkat harga t-1

Tingkat harga t-1


(60)

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai factor antara lain : konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihanya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang (www.wikipedia.com)

b. Macam-Macam Inflasi

1) Berdasarkan Tingkat/Laju Inflasi

Menurut Paul A. Samuelson, seperti sebuah penyakit macam inflasi berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Moderate inflation, disebut juga “inflasi satu digit”, adalah inflasi dengan karakteristik terjadinya kenaikan harga secara lambat. Pada umumnya, pada tingkat inflasi ini, orang masih mau memegang uang tunai dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil.

b) Galloping inflation, yaitu inflasi yang terjadi pada tingkatan 20% sampai 200% per tahun. Pada tingkatan inflasi ini, orang hanya mau memegang uang seperlunya, dan cenderung menyimpan kekayaan dalam bentuk aset-aset riil. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan dana dialokasikan melalui cara-cara selain yang berorientasi pada tingkat bunga. Orang hanya bersedia memberikan pinjaman dengan tingkat bunga


(61)

yang sangat tinggi. Inflasi jenis ini mengakibatkan terjadinya gangguan serius pada perekonomian karena masyarakat cenderung menyalurkan dananya untuk berinvestasi di luar negeri daripada di dalam negeri (capital outflow).

c) Hyper inflation, yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi, berkisar antara jutaan persen per tahun. Jika banyak pemerintahan masih sanggup bertahan menghadapi galloping inflation, maka tidak ada yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ini. Contohnya adalah Weimar Republic di Jerman pada tahun 1920-an.

2) Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi

Inflasi berdasarkan sumber atau penyebab inflasi, inflasi dapat digolongkan sebagai berikut:

a) Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya natural Infaltion adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Human error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri.

b) Actual /anticipated /expected inflation dan unanticipated /unexpected inflation. Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected


(62)

inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi.

c) Demand pull inflation, inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian sedang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan tinggi, dan selanjutnya daya beli masyarakat bisa tinggi. Daya beli tinggi mendorong permintaan melebihi total produk yang tersedia. Permintaan aggregate meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, akibatnya timbul inflasi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh grafik berikut:

Gambar 2.1 Demand Pull Inflation

P AS

P2 P1

AD2

AD1

0 Q1 Q2 Q

Kondisi ini mendatangkan uang yang lebih di dalam negeri, sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat naik

AD

, atau pada grafik dilukiskan sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan, mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan P.

d) Cosh push inflation, inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan biaya


(63)

produksi dapat berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan upah minimum, kenaikan BBM, kenaikan bahan baku dan kenaikan input yang lainnya. Hal ini dapat digrafikkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Cost Push Inflation P AS2

P2 AS1

P1

AD

0 Q2 Q1

Q

Dengan adanya kenaikan biaya produksi

 

P , selanjutnya menurunkan tingkat produksi

AS

. Sehingga dalam pasar jumlah quantitas atas produksi tersebut mengalami penurunan (Q2 ke Q1).

e) Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya.

f) Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation bisa dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus menjadi price taker dalam


(64)

pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation bisa dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi negara lainnya (Karim,2010:138).

c. Indikator Inflasi

Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan terjadinya inflasi antara lain Indeks Biaya Hidup (cost of living), Indeks Harga Konsumen (consumen price index), Indeks Implisit Produk Nsional (GNP Deflator) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (whole sale prices index).Masing-masing pengukuran tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya.Jika pengukuran dimaksud untuk menetapkan upah buruh riil maka lebih tepat digunakan Indeks Biaya Hidup (IBH) atau Indeks Harga Konsumen (IHK).Sementara GNP Deflator yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan indeks yang lainnya lebih mencerminkan perkembangan tingkat harga umum.

a) Indeks Harga Konsumen

Indeks Harga Konsumen adalah indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga antarwaktu dari suatu paket jenis barang atau jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dengan dasar suatu periode tertentu

Inflasi = x 100 b) Indeks Harga Perdagangan


(65)

barang pada tingkat perdagangan besar.Termasuk didalamnya harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi.Indeks ini sejalan atau searah dengan indeks harga konsumen.

Inflasi =

c) GNP Deflator

GNP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dua indeks lainnya.GNP Deflator diperoleh dengan membagi GNP Nominal (atas dasar harga yang berlaku) dengan GNP Riil (atas dasar harga konstan) atau :

GNP Deflator = x 100

d. Inflasi dalam Pandangan Islam

Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena :

1) Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan, fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit perhitungan.

2) Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat.

3) Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk non-primer dan barang-barang mewah.


(66)

penumpukkan kekayaan seperti : tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi kearah produktif seperti : pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya.

Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M – 1441 M), menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu :

a) Natural Inflation

Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai kendali. Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya Penawaran Agregatif (AS) atau naiknya Permintaan Agregatif (AD).

Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan : dimana : M = jumlah uang beredar

V = kecepatan peredaran uang P = tingkat harga

T = jumlah barang dan jasa

Y = tingkat pendapatan nasional (GDP) maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai :

Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T sedangkan M dan ↑ tetap, maka konsekuensinya P . Maksudnya, jika barang dan jasa yang dihasilkan sedikit tetapi uang yang ada di masyarakat banyak, maka untuk memperoleh barang dan jasa tersebut masyarakat harus membayar dengan harga lebih karena keterbatasan barang dan jasa


(1)

xvii

Lampiran 1

Data Penelitian Periode Juli 2010

Desember 2013

Bulan

NPF

SBIS

KURS

INF

Jul-10 4,14%

Rp 2.576.000.000.000

Rp 9.049 6,22%

Aug-10 4,10%

Rp 1.882.000.000.000

Rp 8.971 6,44%

Sep-10 3,95%

Rp 2.310.000.000.000

Rp 8.975 5,80%

Oct-10 3,95%

Rp 2.783.000.000.000

Rp 8.927 5,67%

Nov-10 3,99%

Rp 3.287.000.000.000

Rp 8.938 6,33%

Dec-10 3,02%

Rp 5.408.000.000.000

Rp 9.022 6,96%

Jan-11 3,28%

Rp 3.968.000.000.000

Rp 9.037 7,02%

Feb-11 3,66%

Rp 3.659.000.000.000

Rp 8.912 6,84%

Mar-11 3,65%

Rp 5.870.000.000.000

Rp 8.761 6,65%

Apr-11 3,79%

Rp 4.042.000.000.000

Rp 8.651 6,16%

May-11 3,76%

Rp 3.879.000.000.000

Rp 8.555 5,98%

Jun-11 3,55%

Rp 5.011.000.000.000

Rp 8.564 5,54%

Jul-11 3,75%

Rp 5.214.000.000.000

Rp 8.533 4,61%

Aug-11 3,53%

Rp 3.647.000.000.000

Rp 8.532 4,79%

Sep-11 3,50%

Rp 5.885.000.000.000

Rp 8.765 4,61%

Oct-11 3,11%

Rp 5.656.000.000.000

Rp 8.895 4,42%

Nov-11 2,74%

Rp 6.447.000.000.000

Rp 9.015 4,15%

Dec-11 2,52%

Rp 9.244.000.000.000

Rp 9.088 4,79%

Jan-12 2,68% Rp 10.663.000.000.000

Rp 9.109 3,65%

Feb-12 2,82%

Rp 4.243.000.000.000

Rp 9.025 3,97%

Mar-12 2,76%

Rp 6.668.000.000.000

Rp 9.165 4,50%

Apr-12 2,85%

Rp 3.825.000.000.000

Rp 9.175 4,50%

May-12 2,93%

Rp 3.644.000.000.000

Rp 9.290 4,45%

Jun-12 2,88%

Rp 3.936.000.000.000

Rp 9.451 4,53%

Jul-12 2,92%

Rp 3.036.000.000.000

Rp 9.456 4,56%

Aug-12 2,78%

Rp 2.918.000.000.000

Rp 9.499 4,58%

Sep-12 2,74%

Rp 3.412.000.000.000

Rp 9.566 4,31%

Oct-12 2,58%

Rp 3.321.000.000.000

Rp 9.597 4,61%

Nov-12 2,50%

Rp 3.242.000.000.000

Rp 9.627 4,32%

Dec-12 2,22%

Rp 4.993.000.000.000

Rp 9.645 4,30%

Jan-13 2,49%

Rp 4.709.000.000.000

Rp 9.687 4,57%


(2)

xviii

Feb-13 2,72%

Rp 5.103.000.000.000

Rp 9.686 5,31%

Mar-13 2,75%

Rp 5.611.000.000.000

Rp 9.709 5,90%

Apr-13 2,85%

Rp 5.343.000.000.000

Rp 9.724 5,57%

May-13 2,92%

Rp 5.423.000.000.000

Rp 9.760 5,47%

Jun-13 2,64%

Rp 5.443.000.000.000

Rp 9.881 5,90%

Jul-13 2,75%

Rp 4.640.000.000.000

Rp 10.073 8,61%

Aug-13 3,01%

Rp 4.299.000.000.000

Rp 10.572 8,79%

Sep-13 2,80%

Rp 4.523.000.000.000

Rp 11.346 8,40%

Oct-13 2,96%

Rp 5.213.000.000.000

Rp 11.366 8,32%

Nov-13 3,07%

Rp 5.107.000.000.000

Rp 11.613 8,37%

Dec-13 2,62%

Rp 6.699.000000.000

Rp 12.087 8,38%


(3)

xix

Lampiran 2

Uji Normalitas

Jarque-Bera

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-0.2 -0.1 -0.0 0.1

Series: Residuals Sample 1 42 Observations 42

Mean -7.27e-17 Median 0.001739 Maximum 0.156528 Minimum -0.198683 Std. Dev. 0.085135 Skewness -0.164977 Kurtosis 2.658400

Jarque-Bera 0.394730 Probability 0.820891

Lampiran 3

Uji Multikolinearitas

Correlation Matrix

LN_SB

LN_KURS

LN_INF

LN_SB

1

0.176104

- 0.084236

LN_KURS

0.176104

1

0.528047


(4)

xx

Lampiran 4

Uji Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 1.332363 Prob. F(3,38) 0.2782 Obs*R-squared 3.997365 Prob. Chi-Square(3) 0.2617 Scaled explained SS 2.713325 Prob. Chi-Square(3) 0.4380

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/01/14 Time: 06:53 Sample: 1 42

Included observations: 42

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.154181 0.193579 -0.796477 0.4307 LN_SB 0.005381 0.004294 1.253119 0.2178 LN_KURS -0.001355 0.020719 -0.065380 0.9482 LN_INF 0.009926 0.007094 1.399197 0.1699

R-squared 0.095175 Mean dependent var 0.007075 Adjusted R-squared 0.023742 S.D. dependent var 0.009222 S.E. of regression 0.009112 Akaike info criterion -6.468069 Sum squared resid 0.003155 Schwarz criterion -6.302576 Log likelihood 139.8294 Hannan-Quinn criter. -6.407409 F-statistic 1.332363 Durbin-Watson stat 1.919706 Prob(F-statistic) 0.278171


(5)

xxi

Lampiran 5

Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.120170 Prob. F 0.0782 Obs*R-squared 11.94702 Prob. Chi-Square 0.0632

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/01/14 Time: 06:52 Sample: 1 42

Included observations: 42

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LN_SB 0.011235 0.039250 0.286246 0.7765 LN_KURS -0.022867 0.204286 -0.111938 0.9116 LN_INF 0.005753 0.064086 0.089763 0.9290 C -0.128235 1.857182 -0.069048 0.9454 RESID(-1) 0.538148 0.175261 3.070558 0.0043 RESID(-2) -0.062565 0.202268 -0.309318 0.7591 RESID(-3) -0.118456 0.195016 -0.607418 0.5479 RESID(-4) 0.152880 0.196424 0.778315 0.4421 RESID(-5) -0.307372 0.200849 -1.530361 0.1358 RESID(-6) 0.209992 0.202361 1.037706 0.3072

R-squared 0.284453 Mean dependent var -7.27E-17 Adjusted R-squared 0.083205 S.D. dependent var 0.085135 S.E. of regression 0.081516 Akaike info criterion -1.971771 Sum squared resid 0.212637 Schwarz criterion -1.558040 Log likelihood 51.40719 Hannan-Quinn criter. -1.820122 F-statistic 1.413447 Durbin-Watson stat 1.919184 Prob(F-statistic) 0.223697


(6)

xxii

Lampiran 6

Hasil Regresi

Metode Ordinary Least Square

Dependent Variable: LN_NPF Method: Least Squares Date: 09/01/14 Time: 06:51 Sample: 1 42

Included observations: 42

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LN_SB -0.132097 0.041677 -3.169530 0.0030 LN_KURS -1.544148 0.201082 -7.679202 0.0000 LN_INF 0.452265 0.068851 6.568724 0.0000 C 18.32267 1.878692 9.752887 0.0000

R-squared 0.721004 Mean dependent var 1.118325 Adjusted R-squared 0.698977 S.D. dependent var 0.161179 S.E. of regression 0.088432 Akaike info criterion -1.922777 Sum squared resid 0.297167 Schwarz criterion -1.757285 Log likelihood 44.37833 Hannan-Quinn criter. -1.862118 F-statistic 32.73414 Durbin-Watson stat 1.021459 Prob(F-statistic) 0.000000


Dokumen yang terkait

Analisis pengaruh inflasi srtifikat bank Indonesia Syariah (SBIS), non performing financing (NPF) dan dana pihak ketiga (DPK) terhadap pembiayaan murabahah pada bank Syariah di Indonesia (periode januari 2007--maret 2011)

6 43 157

Analisis Pengaruh Jumlah Kantor Bank Syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah di Indonesia

4 18 134

Analisis pengaruh tingkat inflasi, kurs, dan nisbah bagi hasil terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah di Indonesia (Desember 2010 - Juli 2013)

0 9 143

Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, dan Jumlah Uang beredar terhadap Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah

4 85 159

Pengaruh DPK, CAR, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah dan Tingkat Bagi Hasil Terhadap Komposisi Pembiayaan Mudharabah (Studi Pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Di Indonesia)

0 5 119

Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF), Kurs, dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah di Indonesia (Periode Januari 2010- Januari 2016)

8 37 116

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

10 32 105

Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF), Jumlah Kantor Bank Syariah, Sertifikat Bank Indonesia (SBIS) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah di Indonesia periode 2010-2014

0 5 104

PENDAHULUAN Pengaruh Dana Pihak Ketiga (Dpk), Kas, Dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (Sbis) Terhadap Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Periode 2010-2014 SKRIPSI.

0 1 9

Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih (NAB) Reksadana Syariah

0 1 12