Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkpan Ikan di Teluk Banten

ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT NELAYAN
TRADISIONAL TERHADAP DAERAH PENANGKAPAN
IKAN DI TELUK BANTEN

LUH SEKAR AYUNING TYAS

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Persepsi
Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah Penangkapan Ikan di Teluk
Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Luh Sekar Ayuning Tyas
NIM C44100054

ABSTRAK
LUH SEKAR AYUNING TYAS. Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan
Tradisional terhadap Daerah Penangkapan Ikan di Teluk Banten. Dibimbing oleh
BUDY WIRYAWAN dan JOHN HALUAN.
Sumberdaya perikanan di Teluk Banten telah dimanfaatkan oleh 4 779
orang nelayan tradisional dengan daerah penangkapan yang berada di sepanjang
garis pantai. Namun dengan berkembangnya industri di sepanjang pesisir Teluk
Banten mengakibatkan terjadinya reklamasi pantai. Berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang tahun 2009-2029, pemerintah
Kabupaten Serang merencanakan industri di sepanjang pesisir Banten. Hal ini
mengakibatkan terdapat pembuangan limbah ke perairan Teluk Banten dan akan
menyebabkan terganggunya ekosistem. Metode yang digunakan berupa metode
penelitian survei yang termasuk kedalam metode deskriptif. Pola pemanfaatan
sumberdaya perikanan bersifat Open Access dimana kawasan Teluk Banten

dimanfaatkan oleh delapan alat tangkap, namun terjadi ketidak-meratanya
pemanfaatan daerah penangkapan yang mengarah kepada deplesi sumberdaya.
Nelayan tradisional di Teluk Banten memiliki persepsi yang berbeda terhadap
daerah penangkapan ikan. Faktor yang mempengaruhi persepsi nelayan adalah
terjadinya penambangan pasir di Teluk Banten, keberadaan industri, abrasi dan
sedimentasi serta pembuangan limbah domestik. Penambangan pasir
memunculkan dampak sosial berupa konflik nelayan dengan pemerintah, nelayan
dengan pengusaha serta konflik internal antar nelayan. Aspek keruangan yang
mempengaruhi perikanan tangkap di Teluk Banten yaitu terdapatnya zona industri.
Potensi konflik pengelolaan dan pembangunan di Teluk Banten antara perikanan
tangkap dengan industri berat.
Kata kunci: persepsi nelayan tradisional, daerah penangkapan ikan, Teluk Banten,
rencana tata ruang wilayah

ABSTRACT
LUH SEKAR AYUNING TYAS. Perception Analysis of Traditional Fishermen
on Fishing Ground in Banten Bay. Supervised by BUDY WIRYAWAN and
JOHN HALUAN.
Fisheries resources in Banten Bay has been exploited by 4 779 traditional
fishermen with the fishing area is along the shoreline. Reclamation caused by the

development of industry on the Banten Bay coast. Based on the Serang Regency’s
Areas Spatial Plan (RTRW) in 2009 – 2029, Serang Regency Government planned
industries in the east coast of Banten Bay. The result is industrial waste disposal
were contain in Banten Bay area and would cause disruption to ecosystems. The
research used a descriptive survey method. Fisheries resources utilization’s
pattern is Open Access where Banten Bay area used by eight types of fishing gear,
however un-equitable utilization of fishing ground leads to resources depletion.
Traditional fishermen in Banten Bay had different perception on fishing ground.
Perceptions were affected by sand mining industry in Banten Bay, industries,
abrasions, sedimentations and domestic waste. Sand minings caused social
impact, such as conflict between fishermen with government, fishermen with
employers and internal conflict between fishermen. Spatial aspect that affected
capture fisheries was industrial zone. Potential conflict management and
development in Banten Bay was between capture fisheries with heavy industries.
Keywords: traditional fisermen’s perception, fishing ground, Banten Bay, spatial
plan

ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT NELAYAN
TRADISIONAL TERHADAP DAERAH PENANGKAPAN
IKAN DI TELUK BANTEN


LUH SEKAR AYUNING TYAS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan Tradisional terhadap Daerah
Penangkpan Ikan di Teluk Banten
Nama
: Luh Sekar Ayuning Tyas
NIM

: C44100054

Disetujui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Pembimbing I

Prof Dr Ir John Haluan, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
daerah penangkapan ikan, dengan judul Analisis Persepsi Masyarakat Nelayan
Tradisional terhadap Daerah Penangkapan Ikan di Teluk Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1) Bapak Dr Ir Budy Wiryawan MSc dan Bapak Prof Dr Ir John Haluan MSc
selaku pembimbing atas bimbingan dan sarannya hingga penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan;
2) Bapak Dr Eko Sri Wiyono SPi MSi selaku dosen penguji, serta Ibu Retno
Muninggar SPi ME selaku komisi pendidikan departemen;
3) Bapak Bambang Koesminto selaku Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara
Karangantu, Bapak Amrul beserta staf Tata Operasional PPN Karangantu,
serta Bapak Juanda yang telah membantu selama pengumpulan data.
4) Mama, Papa, mbak Retno, mbak Kunthie, Bowo, Bimo, Hanif, Hilmi, dan
Aisyah atas segala do’a, dukungan dan kasih sayangnya sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik;
5) Keluarga 414 tersayang Mezi, Ika, Tita dan P43 tercinta mak Loren, Nifri,
Maria, Valen, Yoe, yang selalu memberikan semangat, bantuan, kebahagiaan
dan arti sahabat, saudara dan keluarga bagi penulis;
6) Debby, Jannah, Rivinia dan seluruh keluarga besar PSP 47, atas segala doa
dan kasih sayangnya;

7) Seluruh pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Luh Sekar Ayuning Tyas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE


3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Metode Penelitian

3

Metode Pengumpulan Data

4

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN


7

Kondisi Perairan Teluk Banten

7

Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

8

Persepsi Nelayan terhadap Daerah Penangkapan Ikan

13

Keruangan

15

Lingkungan dan Ancaman terhadap Keberlanjutan Perikanan


17

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Jenis data, teknik pengambilan dan sumber data penelitian
Jenis data berdasarkan tujuan penelitian
Analisis data berdasarkan tujuan penelitian
Produksi dan nilai produksi ikan tahun 2009 - 2013
Peristiwa yang terjadi di Teluk Banten
Kualitas perairan Teluk Banten

4
5
5
8
11
18

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Peta lokasi penelitian
Peta zonasi umum pemanfaatan kawasan Teluk Banten
Peta zonasi perikanan tangkap di Teluk Banten
Hubungan interaksi antar lembaga dan kelompok di Teluk Banten
Persentase penilaian nelayan terhadap daerah penangkapan ikan
Persentase penilaian nelayan terhadap faktor yang mempengaruhi
daerah penangkapan ikan
Peta pola ruang kawasan pesisir Teluk Banten
Distribusi spasial permasalahan lingkungan hidup strategis utama
Kawasan ekologi kritis Teluk Banten
Kawasan Teluk Banten Timur yang diusulkan untuk peninjauan
kembali

3
9
10
12
14
15
17
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Baku mutu air laut untuk biota laut
2 Hasil kuisioner dan wawancara nelayan

24
23
25
24

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teluk Banten merupakan salah satu sentra perikanan tangkap di Provinsi
Banten. Terletak 90 km di sebelah barat Jakarta dan memiliki 55,62 km garis
pantai. Teluk ini memiliki ekosistem yang penting yaitu padang lamun, terumbu
karang serta adanya kawasan lindung untuk satwa burung di Pulau Dua. Teluk
Banten dikelilingi oleh empat kecamatan yang berada di wilayah pesisir, yaitu
Kecamatan Tirtayasa, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Kasemen dan
Kecamatan Kramatwatu. Kawasan Teluk Banten merupakan kawasan yang
memiliki daya saing. Faktor-faktor penentu keunggulan yaitu memiliki faktor
produksi dalam perikanan tangkap, adanya peluang permintaan pasar akan produk
ikan, adanya industri pendukung, adanya persaingan domestik dan terbukanya
peluang usaha.
Sumberdaya perikanan di Teluk Banten telah dimanfaatkan oleh 4 779
orang nelayan tradisional dengan daerah penangkapan yang berada di sepanjang
garis pantai (DKP Provinsi Banten). Nelayan tersebut umumnya menggunakan
kapal atau perahu kecil dalam kegiatan penangkapan ikan. Berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang tahun 2009-2029, pemerintah
Kabupaten Serang merencanakan industri di sepanjang pesisir Banten. Hal ini
mengakibatkan terdapat pembuangan limbah ke perairan Teluk Banten dan akan
menyebabkan terganggunya ekosistem yang menjadi daerah penangkapan ikan
nelayan tradisional.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ernaningsih (2012), delapan
jenis ikan pelagis dan 10 jenis ikan demersal tingkat produksinya mengalami
penurunan. Penurunan ini disebabkan karena perairan Teluk Banten sudah
tercemar buangan industri, sejak banyaknya bangunan industri berdiri di
sepanjang pesisir Bojonegara. Dibuktikan dengan hilangnya padang lamun sekitar
75 ha pada bagian barat Teluk Banten sejak tahun 1980 sampai dengan tahun
2004 (Kiswara 2004).
Permasalahan lain yaitu terjadi penangkapan ikan yang berlebihan,
pengambilan karang hidup dan karang mati, hilangnya kawasan bakau, serta
perubahan garis pantai dari Teluk Banten akibat abrasi dan sedimentasi. Hal
tersebut akan berpengaruh terhadap aktivitas penangkapan, penurunan hasil
tangkapan nelayan dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang diindikasikan dengan
adanya konflik kepentingan multi sektoral dalam pemanfaatan kawasan laut, dan
rendahnya kesejahteraan nelayan.
Kegiatan perikanan tangkap dipengaruhi oleh persepsi nelayan tradisional
yang terkait dengan pola tindak mereka dalam melakukan kegiatan penangkapan
ikan. Persepsi tersebut akan mempengaruhi kesuksesan dalam manajemen
perikanan tangkap. Persepsi yang berbeda dapat membantu menjelaskan variasi
dalam perilaku yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya. Kusnadi (2010)
menyatakan bahwa pola-pola eksploitasi sumberdaya perikanan ditentukan oleh
konsekuensi persepsi yang kuat terhadap sumberdaya perikanan dan kelautan
yang bersifat open access bagi siapapun.

2
Berdasarkan informasi yang telah disampaikan menunjukkan bahwa
keberadaan faktor-faktor eksternal tersebut memberikan pengaruh terhadap
kondisi daerah penangkapan ikan yang dituju oleh nelayan, sehingga penelitian ini
diharapkan dapat menggali lebih jauh terkait persepsi nelayan skala kecil di Teluk
Banten, termasuk bagaimana nelayan tradisional melihat berbagai faktor yang
mengganggu keberlanjutan perikanan pantai, yang dimulai dengan identifikasi
karakteristik sosial ekonomi nelayan, kondisi terkini pengelolaan perikanan pantai
serta persepsi spesifik terhadap operasional perikanan pantai.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang terkait dengan penelitan yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pola pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan tradisional di
Teluk Banten?
2. Bagaimana mengidentifikasi persepsi nelayan tradisional terhadap kondisi
daerah penangkapan ikan di Teluk Banten kedepannya?
3. Apa saja aspek-aspek keruangan dan lingkungan hidup yang mempengaruhi
perikanan tangkap di Teluk Banten?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
Mengidentifikasi pola pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan tradisional
di Teluk Banten.
Mengidentifikasi persepsi nelayan tradisional terhadap kondisi daerah
penangkapan ikan di Teluk Banten kedepannya.
Menganalisis aspek-aspek keruangan dan lingkungan hidup yang
mempengaruhi perikanan tangkap di Teluk Banten.
Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Membantu pemerintah dalam mengidentifikasi persepsi nelayan skala kecil
terhadap kegiatan perikanan pantai yang dilakukannya, sehingga dapat
menentukan tindakan pengembangan yang tepat dengan kondisi sosial
ekonomi nelayan skala kecil.
2. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
perikanan terutama terkait pengembangan nelayan tradisional dan kegiatan
perikanan pantai.

3

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – November 2014 di PPN
Karangantu dan TPI Wadas dimana lokasi pengambilan data adalah wilayah
pesisir di Kecamatan Kasemen dan Kecamatan Bojonegara.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode penelitian
survei yang termasuk ke dalam metode deskriptif. Metode survei adalah
penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada
dan mencari keterangan secara faktual, baik tentang sosial, ekonomi, atau politik
dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Dalam metode survei juga dilakukan
evaluasi serta perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan
orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat
digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa
mendatang (Nazir 1983).
Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara
yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang
hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena (Nazir 1983).

4
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini ada dua jenis data, yaitu data
primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data untuk data primer dilakukan
dengan menggunakan purposive sampling. Metode sampling ini mengambil
sampel secara sengaja yang dirasa dapat mewakili populasi sehingga tujuan yang
diinginkan tercapai (Mangkusubroto dan Trisnadi 1985). Populasi yang diteliti
merupakan nelayan di wilayah Kabupaten Serang dan Kota Serang, Selain itu,
responden yang digunakan pada penelitian ini yaitu pengelola PPN Karangantu
dan pengelola TPI Wadas serta stakeholder terkait. Secara umum, metode
pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan menggali
informasi dari responden dengan menggunakan kuisioner, wawancara dan
pengamatan langsung di lapangan. Wawancara kepada nelayan di PPN
Karangantu dan TPI Wadas dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang
meliputi wawancara tak berencana yang berfokus dan wawancara sambil lalu
(Idrus 2009). Wawancara tak berencana berfokus adalah pertanyaan yang
diajukan secara tidak terstruktur, namun selalu berpusat pada satu pokok masalah.
Wawancara sambil lalu adalah wawancara yang tertuju kepada orang-orang yang
dipilih tanpa melalui seleksi lebih dalam. Jumlah responden dalam penelitian ini
yaitu 15 orang nelayan Karangantu dan 15 orang nelayan Wadas.
Tabel 1 Jenis data, teknik pengambilan dan sumber data penelitian
Data primer

Jenis data
1. Deskripsi unit
penangkapan (ukuran
kapal, mesin, alat tangkap
dan lainnya)
2. Daerah penangkapan ikan
3. Jenis hasil tangkapan

Data sekunder

4. Peristiwa yang terjadi di
Teluk Banten
5. Hubungan interaksi antar
lembaga dan kelompok
6. Persepsi nelayan
tradisional terhadap daerah
penangkapan ikan
7. Faktor-faktor yang
mempengaruhi daerah
penangkapan ikan
1. Keadaan umum daerah
penelitian
2. Laporan tahunan statistik
perikanan tangkap PPN
Karangantu
3. Laporan harian dan
bulanan TPI Wadas
4. Zonasi umum pemanfaatan
kawasan Teluk Banten

Teknik pengambilan
Wawancara dan
kuisioner

Sumber data
Nelayan

Wawancara dan
kuisioner
Wawancara dan
kuisioner
Wawancara dan
kuisioner
Wawancara dan
kuisioner
Wawancara dan
kuisioner

Nelayan

Wawancara dan
kuisioner

Nelayan

Studi literatur
Studi literatur

PPN Karangantu
dan TPI Wadas
PPN Karangantu

Studi literatur

TPI Wadas

Studi literatur

Disertasi

Nelayan
Nelayan
Nelayan
Nelayan

5
5. Zonasi perikanan tangkap
Teluk Banten
6. Rencana tata ruang
wilayah Provinsi Banten

Studi literatur

Disertasi

Studi literatur

7. Kualitas perairan Teluk
Banten

Studi literatur

Perda No. 02
Provinsi Banten
Tahun 2011
Jurnal ilmiah

Tabel 2 Jenis data berdasarkan tujuan penelitian
No
Tujuan
1 Pola pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan tradisional Teluk Banten
-

-

2

Persepsi nelayan terhadap daerah penangkapan ikan

-

-

3

Aspek-aspek keruangan dan lingkungan hidup

-

Jenis data
Deskripsi unit
penangkapan
Daerah penangkapan
ikan
Jenis hasil tangkapan
Peristiwa yang terjadi di
Teluk Banten
Hubungan interaksi
antar lembaga dan
kelompok
Zonasi umum
pemanfaatan kawasan
Teluk Banten
Zonasi perikanan
tangkap Teluk Banten
Persepsi nelayan
tradisional terhadap
daerah penangkapan
ikan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi daerah
penangkapan ikan
Rencana tata ruang
wilayah Provinsi Banten
Kualitas perairan Teluk
Banten

Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif,
analisis pemanfaatan sumberdaya perikanan dan analisis keruangan dan
lingkungan. Berikut merupakan penjelasan lebih rinci mengenai analisis yang
digunakan tersebut:
Tabel 3 Analisis data berdasarkan tujuan penelitian
No
Tujuan
1 Pola pemanfaatan
sumberdaya ikan oleh
nelayan tradisional

-

Jenis data
Analisis data
Deskripsi unit
Analisis pola pemanfaatan
penangkapan
sumberdaya perikanan
Daerah penangkapan Analisis pola pemanfaatan

6
Teluk Banten
-

-

-

-

2

Persepsi nelayan
terhadap daerah
penangkapan ikan

-

-

3

Aspek-aspek
keruangan dan
lingkungan hidup

-

-

ikan
Jenis hasil tangkapan
Peristiwa yang
terjadi di Teluk
Banten
Hubungan interaksi
antar lembaga dan
kelompok
Zonasi umum
pemanfaatan
kawasan Teluk
Banten
Zonasi perikanan
tangkap Teluk
Banten
Persepsi nelayan
tradisional terhadap
daerah penangkapan
ikan
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
daerah penangkapan
ikan
Rencana tata ruang
wilayah Provinsi
Banten
Kualitas perairan
Teluk Banten

sumberdaya perikanan
Analisis pola pemanfaatan
sumberdaya perikanan
Analisis pola pemanfaatan
sumberdaya perikanan
Analisis pola pemanfaatan
sumberdaya perikanan
Analisis pola pemanfaatan
sumberdaya perikanan

Analisis pola pemanfaatan
sumberdaya perikanan
Analisis deskriptif

Analisis deskriptif

Analisis keruangan

Analisis lingkungan

Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan untuk mendeskripsikan
hasil pengamatan sesuai dengan kenyataan di lapangan mengenai sesuatu yang
diteliti. Persepsi nelayan skala kecil terhadap daerah penangkapan ikan dianalisis
dengan menggunakan metode kualitatif. Data yang diperoleh disusun melalui
beberapa langkah, yaitu editing, coding, tabulasi dan analisis.
Analisis Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Analisis Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan menggunakan metode
Pisces (Bennett E, Jolley T 2002). Pisces merupakan metode yang digunakan
untuk melihat manajemen konflik dalam perikanan tropis. Pisces terdiri dari tiga
elemen, yaitu:
1. Participatory Geographic Information Exercise (PGIE)
Metode Participatory Geographic Information Exercise (PGIE) merupakan
metode pemetaan daerah dengan cara mencakup wilayah geografis yang lebih
besar, dan termasuk interaksi dan karakteristik masyarakat sekitar. Peta PGIE
akan menghasilkan sejumlah besar informasi yang sangat cepat, dan dapat
dilakukan pada satu persatu dasar dengan informan kunci yaitu Nelayan
Pemilik atau dalam suatu kelompok lingkungan yaitu kelompok nelayan.

7
Dalam peta tersebut digambarkan zonasi perikanan tangkap per alat tangkap
yang digunakan di Teluk Banten, serta bagaimana perubahan daerah
penangkapan ikan per alat tangkap tersebut pada setiap tahunnya dan faktor
yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut.
2. Time-lines
Metode ini digunakan untuk menganalisis serta memberikan gambaran yang
jelas tentang peristiwa yang berkaitan dengan perikanan pantai dan nelayan
tradisional yang terjadi di Teluk Banten dan bagaimana peristiwa tersebut
terjadi secara berurutan. Peristiwa ini akan menunjukkan bagian dari persepsi
nelayan tradisional terhadap kondisi perikanan pantai saat ini.
3. Institutional Wheels
Roda kelembagaan digunakan untuk menunjukkan antara orang, kelompok
masyarakat dan organisasi dalam suatu komunitas yang berguna dalam
mengidentifikasi konflik serta lembaga yang terlibat di dalamnya.
Analisis Keruangan dan Lingkungan
Analisis ini digunakan untuk menganalisis rencana tata ruang yang
diusulkan oleh pemerintah dan dampaknya terhadap perikanan pantai serta
persepsi nelayan tradisional terhadap rencana tata ruang tersebut (Wiryawan et al
2012). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Serang 20092029, direncanakan pembangunan kawasan industri di sepanjang pesisir Teluk
Banten. Keruangan dan lingkungan dianalisis dengan cara deskripsi gambar dan
peta.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Perairan Teluk Banten
Teluk Banten merupakan salah satu wilayah pesisir di perairan Indonesia
yang terletak di Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Secara geografis, teluk ini
terletak pada posisi 5°53’07” - 6°01’49” LS dan 106°04’30” - 106°16’39” BT,
dengan luas wilayah 19 556.213 ha (Ernaningsih 2013). Teluk Banten berada pada
tiga kecamatan yaitu Kecamatan Kasemen, Kecamatan Kramatwatu dan
Kecamatan Bojonegara.
Kawasan Teluk Banten merupakan kawasan yang saat ini cukup pesat
perkembangannya. Sebagian daerah pesisirnya termasuk Kota Serang, sedang
mengalami industrialisasi yang cepat dan di dekatnya terdapat Pelabuhan Merak.
Di Teluk Banten tidak kurang lima sungai yang diantaranya mempunyai hulu di
lima kota dan kabupaten. Industri juga dibangun di sepanjang pesisir laut Teluk
Banten. Pada daerah Bojonegara terdapat tidak kurang 50 industri yang telah
bermukim.
Saat ini di wilayah Bojonegara telah dibangun pelabuhan internasional
seluas 1.100 ha. Di sekitar kawasan tersebut telah berdiri kawasan industri yang
direncanakan mencapai 1.372 ha meliputi sebagian Desa Salira, Mangunreja,
Sumureja, Mangkunegara, Bojonegara, Ukisari, Margasari, Argawana, Margagiri.

8
Jenis industri yang dikembangkan adalah industri logam dasar, kimia dasar,
rekayasa dan rancang bangun (Ernaningsih 2012).
Potensi sumberdaya ikan di Teluk Banten dimanfaatkan dengan
menggunakan beberapa alat tangkap, diantaranya yaitu payang, jaring insang,
bagan tancap, bagan apung, rampus, sero, lampara dasar dan pancing. Alat
tangkap ini menangkap beberapa spesies, yaitu teri nasi (Stolephorus
commersonnii), tembang (Sardinella fimbriata), tenggiri (Scomberomorus
commerson), kembung (Rastrelliger spp), selar kuning (Selaroides leptolepis),
tongkol (Auxis thazard), layang (Decapterus russelli), lemuru (Sardinella
longiceps), kurisi (Nemipterus nematophorus) dan pepetek (Leioghnatus sp).
Tabel 4 Produksi dan nilai produksi ikan tahun 2009-2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Produksi (Ton)
Karangantu
Wadas
2 313
36.66
2 507
29.91
2 572
28.24
2 712
31.19
2 797
36.32

Nilai Produksi (Rp 1000)
Karangantu
Wadas
24 335 898
385 712.94
31 389 960
374 500.88
32 818 205
360 336.75
36 340 441
417 941.87
37 468 557
486 542.00

Sumber: PPN Karangantu dan TPI Wadas

Pola Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Ikan
adalah
salah
satu
bentuk
sumberdaya
alam
yang
bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih atau dapat memperbaharui
diri. Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang bersifat open access dan
common property (Widodo dan Nurhakim 2002), sehingga setiap orang berhak
memanfaatkannya dengan tujuan memperoleh economic rent. Pola pemanfaatan
yang demikian cenderung mengarah kepada deplesi sumberdaya, sehingga jika
tidak ada upaya untuk menjaga kelestariannya seperti konservasi dikhawatirkan
terjadi kelangkaan sumberdaya yang mengarah kepada kepunahan.
Pisces merupakan salah satu metode yang dikembangkan oleh Bennet dan
Jolley (2002) sebagai bagian dari program Departement for International
Development CEMARE. Pisces merupakan metode yang digunakan untuk melihat
manajemen konflik dalam perikanan tropis. Berikut ini merupakan elemen-elemen
yang terdapat pada Pisces.
1. Participatory Geographic Information Exercise (PGIE)
Participatory Geographic Information Exercise merupakan pemetaan
daerah dengan mencakup wilayah georgafis yang lebih besar untuk menghasilkan
informasi mengenai zonasi perikanan tangkap di Teluk Banten.
Kawasan perairan Teluk Banten saat ini dimanfaatkan oleh berbagai
kegiatan, yaitu perikanan budidaya, pariwisata, pelabuhan, industri, rehabilitasi
terumbu karang, perikanan tangkap dan penambangan pasir. Berdasarkan Peta
zonasi umum pemanfaatan kawasan Teluk Banten (Gambar 2), daerah yang
berwarna biru merupakan sebaran daerah penangkapan ikan yang umumnya
dimanfaatkan oleh nelayan berada di sekitar Pulau Panjang dan Pulau Tunda
untuk mengoperasikan unit penangkapan ikan, sedangkan daerah yang berwarna

9
kuning merupakan daerah penambangan pasir. Penambangan pasir dilakukan di
wilayah daerah penangkapan ikan, sehingga kegiatan ini berdampak terhadap
kegiatan operasi penangkapan ikan. Tumpang tindihnya daerah penangkapan ikan
dengan kawasan penambangan pasir mengakibatkan nelayan berupaya
menghindari kapal keruk yang sedang beroperasi agar tidak terjadi tabrakan dan
terhisapnya alat tangkap. Keadaan ini menyebabkan nelayan melakukan kegiatan
penagkapan ikan di dekat pantai dengan resiko hasil tangkapan yang terbatas dan
berukuran kecil atau melakukan kegiatan penangkapan ikan lebih jauh yang
membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak.

(Sumber: Ernaningsih 2012, Parluhutan 2007 dengan modifikasi)

Gambar 2 Peta zonasi umum pemanfaatan kawasan Teluk Banten

10
Berdasarkan peta zonasi perikanan tangkap di Teluk Banten (Gambar 3),
terlihat bahwa pada kawasan tersebut, sumberdaya perikanan dimanfaatkan oleh
berbagai macam alat tangkap, yaitu bagan tancap, bagan perahu, gillnet, lampara
dasar, pancing, payang, rampus dan sero.

(Sumber: Ernaningsih 2012)

Gambar 3 Peta zonasi perikanan tangkap di Teluk Banten.

11
Tingkat pemanfaatan daerah penangkapan ikan oleh tiap jenis alat tangkap
beragam. Ernaningsih (2012) menyatakan bahwa perairan sekitar Pulau Tunda
merupakan daerah penagkapan yang paling banyak dimanfaatkan oleh enam jenis
alat tangkap (75%) dari delapan jenis alat tangkap yang ada. Tidak meratanya
pemanfaatan daerah penangkapan disebabkan kemampuan armada penangkapan
yang terbatas, dan perairan di sekitar Pulau Tunda merupakan perairan yang
masih memiliki sumber daya ikan yang cukup besar.
Jalur perikanan tangkap Ia merupakan perairan pantai yang diukur dari
permukaan air laut pada surut terendah sampai 3 mil. Pada jalur penangkapan ini,
alat dan kapal penangkapan ikan yang diperbolehkan beroperasi yaitu alat
penangkapan ikan yang menetap, alat penangkapan ikan tidak menetap yang tidak
dimodifikasi dan kapal perikanan tanpa motor dengan ukuran panjang keseluruhan
tidak lebih dari 10 m. Jalur perikanan tangkap Ib merupakan perairan pantai di
luar 3 mil laut sampai 6 mil laut. Alat penangkapan ikan yang diperbolehkan yaitu
alat penangkapan ikan tidak menetap yang dimodifikasi, kapal perikanan yang
terdiri dari kapal tanpa motor atau bermotor tempel dengan ukuran panjang
keseluruhan tidak lebih dari 10 m, bermotor tempel dan motor dalam dengan
ukuran panjang keseluruhan maksimal 12 m atau berukuran maksimal 5 GT.
2. Time-lines
Time-lines memberikan gambaran peristiwa yang terjadi di sekitar pesisir
Teluk Banten yang berkaitan dengan perikanan pantai dan nelayan tradisional.
Peristiwa tersebut ditulis secara berurutan dari tahun ke tahun.
Tabel 5 Peristiwa yang terjadi di Teluk Banten
Tahun
1978
Mei

2003
September
November

2004
2009
Maret

2010
Desember
2011

Peristiwa yang terjadi
Peresmian PPP Karangantu menjadi UPT Direktorat Jenderal
Perikanan.

PT Jetstar selaku pemegang ijin Penambangan Pasir Laut memulai
kegiatan penambangan pasir di perairan Teluk Banten.
Pemerintah
Kabupaten
Serang
menerbitkan
SK
No.
541.35/1750/2003 tentang penghentian sementara penambangan
pasir laut terhitung 6 November 2003.
Terbitnya ijin eksploitasi pasir laut di Teluk Banten.

Ditetapkannya Perda Kabupaten Serang No. 02 Tahun 2009 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2009-2029.

Peningkatan Kelas PPP Karangantu menjadi PPN Karangantu.
Bupati Kabupaten Serang memberikan ijin Penambangan Pasir Laut
di Perairan Laut Teluk Banten atas nama PT. Jetstar selaku
pemegang ijin Penambangan Pasir Laut.

12
2012
Januari

Agustus

2013
Januari

Februari
April
Juni

Terjadi aksi demo sebagai bentuk protes penolakan nelayan
tradisional terhadap penambangan pasir yang terjadi di Teluk
Banten.
Nelayan mendapatkan bantuan 8 unit kapal dari DKP Provinsi
Banten

Terbitnya keputusan Bupati Serang melalui Surat Bupati Serang
No. 540/02-Huk. BPTPM/2013 memutuskan penghentian sementara
kegiatan usaha operasi produksi pasir PT. Jetstar
Sosialisasi dan penyerahan Life Jacket untuk nelayan Serang dari
BAKORKAMLA
Dibuka kembali perizinan penambangan pasir laut di perairan
Lontar, Kabupaten Serang.
Dimulainya penambangan pasir laut oleh PT Sinar Serang.

Sumber : hasil wawancara dan penelusuran pustaka
3. Institutional Wheels
Institutional Wheels menggambarkan hubungan antar kelompok
masyarakat serta lembaga atau organisasi dalam komunitas perikanan tangkap.
Khususnya berguna dalam mengidentifikasi potensi konflik antar grup yang
berkepentingan. Institutional Wheels juga dapat menjelaskan peran individu dan
kelompok. Berikut ini merupakan hubungan interaksi antar komunitas perikanan
tangkap di Teluk Banten.

(Sumber: hasil wawancara, dimodifikasi dari Bannet dan Jolley 2002)

Gambar 4 Hubungan interaksi antar lembaga dan kelompok di Teluk Banten
Berdasarkan diagram Hubungan interaksi antar lembaga dan kelompok di
Teluk Banten (Gambar 4), terlihat bahwa terjadi interaksi antara nelayan dengan
lembaga serta kelompok yang terdapat di Teluk Banten. Terdapat tiga sifat

13
hubungan yang terdapat diantara lembaga dan kelompok, yaitu positif, negatif dan
netral. Interaksi yang bersifat positif menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi
saling menguntungkan berbagai pihak yang berkaitan. Interaksi yang bersifat
negatif menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi hanya menguntungkan salah
satu pihak, sementara pihak yang lain dirugikan.
Interaksi positif terjadi pada nelayan dan lembaga-lembaga yang berada di
Teluk Banten. Nelayan dengan bantuan Forum Kebangkitan Petani dan Nelayan
(FKPN), Kelompok Pengawal Masyarakat (POKMASWAS) dan Himpunan
Nelayan Selruh Indonesia (HNSI) menyampaikan pendapatnya kepada
Pemerintah Kabupaten Serang mengenai aktivitas penambangan pasir yang terjadi
di Teluk Banten. Keberadaan koperasi dan BANK bermanfaat untuk peminjaman
modal melaut.
Interaksi negatif yang terjadi yaitu nelayan dirugikan dengan adanya
penambangan pasir karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap daerah
penangkapan ikan, sehingga akan terjadi penurunan hasil tangkapan bila kegiatan
tersebut dilakukan pada daerah penangkapan ikan. Terdapatnya industri akan
meningkatkan resiko terjadinya pencemaran yang akan berdampak pada aktivitas
perikanan yang berada di pesisir Teluk Banten. Keberadaan tengkulak dapat
membantu nelayan dalam hal peminjaman modal untuk melaut, namun kerugian
yang dirasakan oleh nelayan lebih besar dibandingkan keuntungannya. Besarnya
bunga yang harus ditanggung dalam setiap peminjaman uang serta hasil
tangkapan yang harus dijual kepada tengkulak dengan harga dibawah harga pasar
membuat keuntungan yang didapatkan oleh nelayan sangat kecil sehingga
ketergantungan nelayan akan tengkulak akan terus berlanjut.
Persepsi Nelayan terhadap Daerah Penangkapan Ikan
Persepsi merupakan suatu proses seseorang menyeleksi dan
menginterpretasi stimulus untuk membentuk deskripsi menyeluruh. Sifat abstrak
dari persepsi menyebabkan deskripsi yang digambarkan oleh seorang pemersepsi
tidak objektif tetapi subjektif (Simamora 2005). Persepsi nelayan terhadap
sumberdaya perikanan merupakan proses pengorganisasian potensi daya yang
dimiliki nelayan dalam menafsirkan pengelolaan sumberdaya perikanan di
perairan. Mulyadi (2007) mengemukakan bahwa wilayah perairan yang
ditafsirkan atau dianggap bebas untuk dieksploitasi oleh nelayan menimbulkan
kecenderungan terjadinya eksploitasi berlebih. Individu yang memiliki akses
terbaik pada modal dan teknologi, cenderung memperoleh manfaat terbanyak.
Robbins (2002) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi adalah sebagai berikut:
1. Orang yang mempersepsikan, yaitu nelayan tradisional yang terdapat di PPN
Karangantu dan TPI Wadas.
2. Objek atau sasaran yang dipersepsikan, yaitu daerah penangkapan ikan di
Teluk Banten.
3. Konteks dimana persepsi dibuat, yaitu waktu dimana keberadaan industri dan
penambangan pasir dapat mempengaruhi kegiatan perikanan tangkap yang
terjadi di Teluk Banten.

14
Perikanan tangkap di Teluk Banten merupakan kegiatan yang diusahakan
oleh masyarakat (artisanal fisheries) dengan beragam alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap ikan yang multi spesies (Resmiati et al 2002).
Armada penangkapan didominasi oleh perahu dengan motor tempel, perahu papan
kecil dan kapal motor < 5 GT (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten dan
PT. Plarenco 2007).
Hasil wawancara nelayan Teluk Banten menunjukkan bahwa penurunan
hasil tangkapan memberikan pengaruh besar terhadap persepsi mereka dalam
menilai daerah penangkapan ikan (60%). Penurunan hasil tangkapan dengan
berbagai sebab akan mendorong nelayan bergerak meluaskan kegiatannya ke luar
daerah kabupaten atau bahkan ke wilayah pengelolaan provinsi lainnya menjadi
nelayan andon.

40%

Penurunan hasil
tangkapan
60%

Perairan yang keruh

Gambar 5 Persentase penilaian nelayan terhadap daerah penangkapan ikan
Pada Gambar 5 terlihat bahwa selain penurunan hasil tangkapan, keadaan
perairan yang keruh berdampak pada kegiatan penangkapan ikan. Kekeruhan
perairan yang terjadi diakibatkan karena adanya kegiatan penambangan pasir.
Proses penambangan pasir laut menyebabkan endapan lumpur yang bercampur
dengan pasir laut ikut tersedot dan dikembalikan ke laut. Material lumpur yang
bercampur dengan air laut akan menimbulkan padatan terlarut. Lamanya padatan
ini menyebar menyebabkan kekeruhan (Parluhutan 2007). Kondisi perairan
dengan kadar kekeruhan yang tinggi akan mengganggu biota perairan.
Meningkatnya kekeruhan perairan akan menyebabkan bermigrasinya populasi
ikan dan rusaknya ekosistem terumbu karang.
Berdasarkan data yang didapatkan dari nelayan yang berada di Karangantu
dan Wadas, sebagian besar responden mengatakan bahwa terjadinya
penambangan pasir diperairan Teluk Banten merupakan faktor utama yang
mengganggu keberlangsungan kegiatan penangkapan ikan di Teluk Banten (47%).
Dampak dari penambangan pasir ini mengakibatkan perairan laut menjadi keruh
sehingga ikan-ikan bermigrasi dan akhirnya nelayan mengalami penurunan hasil
tangkapan. Selain itu terjadi kerusakan sarana produksi nelayan, yaitu alat tangkap
yang akan menyebabkan menurunnya kesejahteraan nelayan.

15
Penambangan pasir laut juga telah memunculkan dampak sosial berupa
terjadinya konflik baik antara masyarakat dengan pemda, masyarakat dengan
pengusaha penambangan pasir laut serta konflik internal dalam masyarakat.
Konflik antara masyarakat dengan pemerintah berujung pada demonstrasi yang
menuntut dihentikannya penambangan pasir laut. Konflik internal yang terjadi di
masyarakat ditandai dengan adanya ketidakpercayaan antar anggota masyarakat.
Masyarakat terbagi menjadi kelompok yang pro dan kelompok yang kontra
terhadap penambangan pasir laut.
Pada Gambar 6 terlihat bahwa selain penambangan pasir, keberadaan
industri yang berada di pesisir Bojonegara berdampak pada kegiatan penangkapan
ikan yang terjadi di pesisir Teluk Banten. Pabrik-pabrik atau industri membuang
limbah ke laut melalui sungai-sungai terdekat, mengakibatkan sumberdaya hayati
yang ada rusak dan punah, sehingga meningkatkan biaya operasi karena terjadi
pergeseran daerah penangkapan ikan yang semula di pesisir Teluk Banten menjadi
pesisir Pulau Panjang dan Pulau Tunda (Gambar 2).

43%
Penambangan Pasir
Industri
Abrasi dan Sedimentasi
Limbah domestik
47%

7%

3%

Gambar 6

Persentase penilaian nelayan terhadap faktor yang mempengaruhi
daerah penangkapan ikan

Keruangan
Wilayah pada prinsipnya merupakan suatu sistem, yaitu meliputi
keseluruhan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan sumberdaya manusia
beserta kegiatannya dalam wilayah tersebut atau suatu tata ruang wilayah.
Kawasan pesisir merupakan ruang daratan yang terikat erat dengan ruang lautan.
Pemerintah Provinsi Banten berencana menetapkan kawasan industri yang
meliputi 3% dari wilayah provinsi. Sekitar 152 651 ha area akan dikembangkan
menjadi daerah industri serta pemukiman dan pariwisata yaitu sekitar 17.65% dari
wilyah Provinsi Banten. Diharapkan daerah perkotaan akan meningkat sebanyak
52% sampai tahun 2030 bila dibandingkan dengan kondisi saat ini. Salah satu
wilayah yang direncanakan akan dijadikan zona industri besar yaitu Bojonegara
dan Kabupaten Serang (Nicholson et al 2012).

16
Ernaningsih (2012) menyatakan bahwa dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan nasional yang bersifat kewilayahan maka upaya pengembangan
wilayah ditempuh melalui proses penataan ruang (spatial planning process), yang
terdiri atas 3 hal, yaitu :
1. Proses perencanaan tata ruang wilayah, yang menghasilkan rencana tata ruang
wilayah (RTRW). Disamping sebagai guidance of future actions RTRW pada
dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar interaksi
manusia/makhluk hidup dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras,
seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup serta
kelestarian lingkungan dan keberlanjutan pembangunan (development
sustainability).
2. Proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana
tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri.
3. Proses pengendalian pemanfaatan ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan
dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan
RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.
Berdasarkan Perda Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten 2010-2030, Kabupaten dan Kota Serang
masuk ke dalam wilayah kerja pembangunan (WKP II) bersama dengan Kota
Cilegon yang diarahkan untuk pengembangan kegiatan pemerintahan, pendidikan,
kehutanan, pertanian, industri, pelabuhan, pergudangan, pariwisata, jasa,
perdagangan, dan pertambangan.
Kebijakan dan strategi penataan ruang daerah meliputi kebijakan dan
strategi pengembangan struktur ruang; pola ruang kawasan lindung; pola ruang
kawasan budi daya; kawasan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; serta kawasan
strategis. Struktur ruang Provinsi Banten direncanakan sebagai (1) penghubung
antara Pulau Jawa bagian barat dengan Pulau Sumatera; (2) menetapkan Banten
sebagai simpul transportasi nasional (pusat penyebaran primer) Bandara
Soekarno-Hatta dan pelabuhan internasional Bojonegara sebagai kesatuan sistem
dengan Tanjung Priok (DKI Jakarta); dan (3) menetapkan pusat kegiatan nasional
(PKN): Tangerang, Tangerang Selatan, Serang dan Cilegon, dan pusat kegiatan
wilayah (PKW): Rangkasbitung dan Pandeglang.
Bersarkan pola ruang yang telah ditetapkan, zona industri direncanakan
berada disepanjang pesisir Teluk Banten (Gambar 7). Keadaan ini akan
berdampak pada aktivitas perikanan yang berada di pesisir Teluk Banten. Resiko
terjadinya pencemaran semakin besar, mengingat limbah industri semuanya
dibuang ke perairan Teluk Banten. Hal ini akan mengakibatkan rusaknya
kelangsungan hidup biota yang ada di laut. Reklamasi pantai menyebabkan
hilangnya hutan bakau dan padang lamun sebagai habitat berbagai jenis ikan,
termasuk udang.
Selain itu, dampak rusaknya perairan akan dirasakan oleh nelayan
tradisional yang umumnya melakukan kegiatan penangkapan ikan di pesisir Teluk
Banten yaitu terjadinya penurunan hasil tangkapan nelayan dan lokasi daerah
penangkapan ikan yang semakin jauh. Terjadi penurunan hasil tangkapan di PPN
Karangantu dan TPI Wadas yang dibuktikan dari data poduksi hasil tangkapan
tahun 2009 dan 2011 (Tabel 4). Penurunan hasil tangkapan tersebut akan
menyebabkan nelayan meluaskan kegiatan penangkapan ikan ke wilayah

17
pengelolaan perikanan lainnya, seperti daerah Kepulauan Seribu dan perairan
Lampung.

(Sumber: Ernaningsih 2012)

Gambar 7 Peta pola ruang kawasan pesisir Teluk Banten
Lingkungan dan Ancaman terhadap Keberlanjutan Perikanan
Rencana Tata Ruang menunjukkan sejumlah perkembangan penggunaan
lahan yang direncanakan berada di dekat kawasan konservasi laut, terutama di
Teluk Banten dimana zona industri ini direncanakan. Zona industri ini akan
berada dalam konflik langsung dengan kawasan konservasi laut Teluk Banten.
Sehubungan dengan adanya industri dan perencanaan kota, konflik lingkungan
yang signifikan telah dievaluasi sebagai isu utama. Gabungan pembuangan air
limbah tidak hanya akan mempengaruhi perikanan di daerah, juga akan
berdampak kesehatan manusia karena pencemaran air dan dampak terkait.

18
Kondisi kualitas lingkungan terkadang ditutupi untuk kepentingan industri.
Berdasarkan hasil uji sampel air laut di Teluk Banten pada bulan Desember 2009
yang dilakukan oleh BPLH Kabupaten Serang, menunjukkan tidak mengalami
pencemaran. Terdapat kejanggalan dalam Parameter yang diuji meliputi parameter
fisika (bau, zat padat tersuspensi, suhu) dan parameter kimia (pH, NH3N, H2S,
dan Cu) semuanya menunjukkan di bawah batas ambang baku mutu (Kepmen LH
no. 51 tahun 2004).
Keadaan ini bertolak belakang dengan beberapa penelitian yang telah
dilakukan, diantaranya adalah Simanjuntak (2007) yang mengatakan kondisi
perairan Teluk Banten tercemar ringan, kadar oksigen terlarut yang tertinggi
ditemukan di lapisan permukaan (0 m), kadar oksigen terlarut menurun dengan
bertambahnya kedalaman dan perbedaan antar penurunan oksigen terlarut antar
kedalaman sebesar 0,07 mg/l. Muchtar (2002), mengatakan bahwa kandungan
fosfat dan nitrat di dekat pantai Bojonegara lebih tinggi pada bulan April dan
Oktober tahun 2001.
Wijaya dan Ismail (2007) menyatakan bahwa produktivitas primer
perairan teluk yang terdapat di Kecamatan Bojonegara, Cilegon, dan Serang
relatif lebih rendah daripada kawasan-kawasan lainnya, hal ini dikarenakan di
kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai limbah yang diakibatkan baik industri
dan domestik yang hampir 100% mengalir ke dalam Teluk. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Van Den Bergh et al, (2003) diacu dalam
Ernaningsih (2012), kecamatan Bojonegara mempunyai limbah domestik
1 049 996 m3/tahun dan limbah industri 1 759 700 m3/tahun; Kecamatan Cilegon
masing-masing mempunyai limbah domestik sebesar 1 156 886 m3/tahun dan
limbah industry 4 354 849 m3/tahun, sedangkan kecamatan Serang mempunyai
limbah domestik 752 922 m3/tahun dan limbah industri 352 095 m3/tahun yang
seluruhnya masuk ke dalam Teluk Banten.
Tabel 6 Kualitas perairan Teluk Banten
No
1

Lokasi
Bojonegara

DO
9.3

BOD
5.1

COD
48.90

Fenol
0.080

Zinc
NA

2

Pulau
Panjang

1.5

6.7

44.83

0.009

NA

Amonia
Tidak
sesuai
Tidak
sesuai

Merkuri
NA
NA

(Sumber : Nicholson et. al 2012)

Simanjuntak (2007) menyatakan bahwa hasil penelitian kadar fosfat,
silikat dan nitrat sebelum adanya penambangan pasir laut di menunjukkan bahwa
Teluk Banten perairan sekitarnya dikategorikan sebagai perairan yang subur dan
kualitas air laut masih baik sehingga layak digunakan untuk usaha perikanan
tangkap dan perikanan budidaya.
Berdasarkan peta pola ruang kawasan pesisir Teluk Banten (Gambar 7),
terlihat bahwa terdapat dua wilayah yang akan dikembangkan menjadi daerah
industri, yaitu sebelah timur oleh Pemerintah Kabupaten Serang dan sebelah barat
oleh Pemerintah Provinsi. Dengan dikembangkannya wilayah tersebut untuk
industri, terdapat ancaman yang muncul di wilayah Teluk Banten, yaitu rusaknya
terumbu karang, penurunan kualitas air, serta degradasi mangrove. Perencanaan
tata ruang zona-zona industri dan ekonomi belum mempertimbangkan dengan

19
baik konflik spasial lingkungan hidup yang terkait dengan akumulasi pencemaran
udara dan air. Perencanaan pemanfaatan lahan industri gabungan dan pemekaran
perkotaan akan menghasilkan pencemaran udara dan air yang tertimbun.

(Sumber : Wiryawan et. al 2012)

Gambar 8 Distribusi spasial permasalahan lingkungan hidup strategis utama
Distribusi spasial umum permasalahan lingkungan hidup strategis yang
teridentifikasi diilustrasikan dalam Gambar 8, dengan adanya rencana-rencana tata
ruang yang akan diterapkan di Teluk Banten, terdapat beberapa kawasan tertentu
dimana dampak-dampak yang ditimbulkan oleh rencana-rencana tata ruang
terhadap kondisi-kondisi Fisika-Kimia teridentifikasi. Dalam hal sumber daya
ekologi, tekanan pembangunan yang terkait dengan Kawasan Strategis Nasional
terhadap habitat dan keanekaragaman hayati yang terdapat di perairan Teluk
Banten diidentifikasi berdampak terhadapi kualitas lingkungan di perairan
tersebut.
Selain pencemaran air dan udara, dampak lain dari rencana tata ruang ini
adalah rusaknya terumbu karang yang terdapat di wilayah perairan Teluk Banten
(Gambar 9). Terumbu karang yang berada di wilayah Teluk Banten sebagian
besar dalam kondisi yang buruk. Degradasi mangrove di Teluk Banten disebabkan
oleh konversi lahan mangrove menjadi tambak dan industri, serta pelabuhan.
Keterbatasan lahan untuk kepentingan industri memicu kegiatan reklamasi,
khususnya di Kecamatan Puloampel dan Kecamatan Bojonegara yang
mengakibatkan hilangnya mangrove pada kawasan tersebut. Laporan terakhir
menunjukkan bahwa sekitar tiga puluh ribu tanaman bakau mati di Kecamatan
Kasemen (Kota Serang), yang diduga sebagai akibat adanya aktivitas
penambangan pasir di Teluk Banten (Nicholson et al 2012). Selain itu, dengan
adanya kegiatan industri berupa industri baja, konstruksi baja, industri kimia,

20
pertambangan, perminyakan dan docking kapal akan mengalirkan limbahnya ke
perairan Teluk Banten.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten yang diacu dalam
Nicholson et al 2012, kawasan mangrove secara umum mengalami penurunan dari
sekitar 180 ha menjadi di bawah 170 ha antara tahun 2000 dan 2009. Kawasan
mangrove di Bojonegara turun dari 224 ha menjadi 16 ha pada periode yang sama.
Peningkatan kawasan mangrove hanya terjadi di Kasemen dari 31 ha menjadi 137
ha.

(Sumber: Nicholson et al 2012 dengan modifikasi)

Gambar 9 Kawasan ekologi kritis Teluk Banten
Dengan adanya permasalahan diatas, terdapat beberapa rekomendasi
terkait permasalahan yang terjadi, yaitu perlu ditinjau ulang peta pola ruang
kawasan pesisir Teluk Banten yang ditetapkan Provinsi Banten, dengan merubah
lahan pesisir sebagai lahan industri (Gambar 10). Tekanan bertambah besar di
daerah pesisir akan berdampak pada kondisi perikanan Teluk Banten. Model
pengelolaan perikanan tangkap yang memperhatikan kelestarian sumber daya ikan
dan lingkungannya, jenis teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan,
zonasi pemanfaatan kawasan, serta pengembangan kawasan berdasarkan
komoditas unggulan diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada
kawasan Teluk Banten.

21
Tingginya pencemaran Teluk Banten dapat dikendalikan dengan peran
Pemda setempat dalam membuat regulasi terkait dengan pendirian industri di
sepanjang pesisir pantai Bojonegara, dan regulasi pengolahan limbah sebelum
dibuang ke laut. Dengan demikian kerusakan lingkungan di daerah pesisir dapat
ditekan, yang pada akhirnya biota-biota di pesisir pantai dapat membentuk
ekosistem alami kembali sehingga kelestarian sumber daya perikanan dapat
terjaga.

(Sumber: Nicholson et al 2012)

Gambar 10 Kawasan Teluk Banten Timur yang diusulkan untuk peninjauan
kembali

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pola pemanfaatan sumberdaya perikanan bersifat open access dimana
kawasan Teluk Banten dimanfaatkan oleh delapan alat tangkap. Terjadi kurang
meratanya pemanfaatan daerah penangkapan yang mengarah kepada deplesi
sumberdaya, sehingga tanpa ada upaya menjaga kelestarian, dapat terjadi
kelangkaan yang mengarah kepada kepunahan.

22
Nelayan tradisional di Teluk Banten memiliki persepsi yang berbeda
terhadap daerah penangkapan ikan. Faktor yang mempengaruhi persepsi nelayan
adalah terjadinya penambangan pasir di Teluk Banten, keberadaan industri, abrasi
dan sedimentasi serta pembuangan limbah domestik. Penambangan pasir
memunculkan dampak sosial berupa konflik nelayan dengan pemerintah, nelayan
dengan pengusaha serta konflik internal antar nelayan.
Aspek keruangan yang mempengaruhi perikanan tangkap di Teluk Banten
yaitu terdapatnya zona industri yang mengalirkan limbahnya ke Teluk Banten dan
mengakibatkan oksigen terlarut yang rendah serta kadar fosfat dan nitrat yang
tinggi. Potensi konflik pengelolaan dan pembangunan di Teluk Banten antara
perikanan tangkap dengan industri berat. Oleh karenanya dapat terjadi perikanan
tangkap yang tidak berkelanjutan apabila pengelolaan lingkungan perairan Teluk
Banten tidak diperbaiki.
Saran
Pengelolaan sumberdaya ikan harus didasarkan pada pengetahuan tentang
keadaan stok, aspek biologi, aspek ekonomi dan teknologi penangkapannya,
sehingga potensi lestari dan optimasi pemanfaatan dapat ditentukan. Perlu diteliti
lebih lanjut mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi daerah
penangkapan ikan di Teluk Banten khususnya pada daerah Kepuh, Terate dan
Wadas.

DAFTAR PUSTAKA
Bennett E, Jolley T. 2002. The Management of Confli