The Effect Inorganic Fertilizers (N, P, K) and Lemongrass as a Potential Waste Organic Materials on the Growth and Production of Ginger (Zingiber officinale Rosc)

PENGARUH PEMUPUKAN ANORGANIK (N, P, K) DAN
POTENSI LIMBAH SEREH WANGI SEBAGAI BAHAN
ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)

DESSY ARIYANI MARASABESSY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Tesis

Pengaruh Pemupukan Anorganik (N. P, K) dan Potensi Limbah
Sereh Wangi sebagai Bahan Organik terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Jahe Gajah (Zingiber officinale Rose.)

Nama

Dessy Ariyani Marasabessy


NIM

A252080031

Disetujui

jqセ@

Prof Dr If Sudirman Yahya, Msc
Ketua

Dr Ir Muhammad Syakir, MS
Anggota
Mengetahui

Ketua Mayor Agronorni dan
Hortikultura

Tangga} Ujian: 11 Januari 2013


LJ'-'J'!." U

Sekolah Pascasarjana

Tanggal Lulus :

L

08 FEB La

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengaruh
Pemupukan Anorganik (N, P, K) dan Potensi Limbah Sereh Wangi sebagai Bahan
Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jahe Gajah adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.

Bogor, Pebruari 2013

Dessy A Marasabessy
NIM A252080031

ABSTRACT
DESSY A. MARASABESSY. The Effect Inorganic Fertilizers (N, P, K) and
Lemongrass as a Potential Waste Organic Materials on the Growth and
Production of Ginger (Zingiber officinale Rosc.). Under direction of SUDIRMAN
YAHYA, ADE WACHJAR, and MUHAMMAD SYAKIR.
Exports of ginger from Indonesia in the last three years has declined
because the quality of the ginger can not meet world market competitiveness.
Suboptim cultivation techniques become a constraint in the development of the
ginger plant coupled with the excessive use of synthetic chemical fertilizers that
causes low soil capacity. The development of environmentally friendly technology
to reduce the use of synthetic chemical fertilizers is expected to address the
development problems of the ginger plant. Cultivation systems based on the
utilization of in-situ organic materials such as waste of lemongrass

(cymbopogon citratus) is widely available in the surrounding area of the ginger
plant need attention so that the empowerment of local input and medicinal needs
can be realize. The research aims to determine the effect of some several of
organic materials and inorganic fertilizers (N, P, K) on the growth and
production of young ginger, and weed growth. The research conducted at Bogor
Agricultural University, Experimental Station, Cikabayan, Darmaga, Bogor,
started September 2011 to April 2012 and used a split-plot design. The main plot
consisted of organic materials consisting of granules (20 ton / ha), Cymbopogon
citratus compost buried in soil (20 t / ha), Cymbopogon citratus compost mulch
(20 t / ha) and without organic fertilizer as controls. Sub plot are inorganic
fertilizer consisted of ½ doses (N, P, K), 1 doses (N, P, K), 2 doses (N, P, K) and
without inorganic fertilizer. Organic materials and inorganic fertilizer did not
significantly affect the growth component of ginger. Plants treated with ½ doses
of inorganic fertilizer showed the highest dry weight of rhizomes and significantly
different with 2 doses and plant resistance to disease is 54,98%. Combined
treatment of lemongrass compost buried in soil and inorganic fertilizer showed
the higest dry weight of total weeds, but combined treatment of lemongrass
compost mulch and inorganic fertilizer showed the lowest dry weight of total
weeds. Lemongrass can be used as the source of organic fertilizer and herbicid,
depending on the method used and treatment.

Key words : Ginger, inorganic fertilizer, granules, lemongrass.

RINGKASAN
DESSY A. MARASABESSY. Pengaruh Pemupukan Anorganik (N, P, K) dan
Potensi Limbah Sereh Wangi sebagai Bahan Organik terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Jahe Gajah (Zingiber officinale Rosc.). Dibimbing oleh SUDIRMAN
YAHYA, ADE WACHJAR, dan MUHAMMAD SYAKIR.
Ekspor jahe Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan
karena kualiatas jahe yang dihasilkan tidak dapat memenuhi daya saing pasar
dunia. ©Teknik budidaya yang belum optimal menjadi kendala dalam
pengembangan tanaman jahe ditambah dengan penggunaan pupuk kimia sintesis
yang berlebihan sehingga daya dukung lahan menjadi rendah. Pengembangan
teknologi ramah lingkungan dengan mengefisiensikan penggunaan pupuk kimia
sintesis diharapkan dapat mengatasi permasalahan pengembangan tanaman jahe.
Sistem budidaya tanaman yang berbasis pada pemanfaatan bahan organik
in-situ seperti limbah sereh wangi yang juga banyak tersedia di areal tanaman jahe
dapat dijadikan pilihan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman jahe
gajah. Pemanfaatan limbah sereh wangi sebagai pupuk organik perlu mendapat
perhatian sehingga pemberdayaan input lokal serta pemenuhan kebutuhan
tanaman biofarmaka dapat terwujud.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh beberapa jenis bahan
organik dan dosis pupuk anorganik (N, P, K) serta interaksinya terhadap
pertumbuhan dan produksi jahe muda, serta pertumbuhan gulma.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor,
Cikabayan, Darmaga, Bogor pada bulan September 2011 sampai dengan April
2012 dan menggunakan rancangan split-plot. Petak utama adalah bahan organik
yang terdiri atas granul (20 ton/ha), kompos sereh wangi dibenamkan ke dalam
tanah (20 ton/ha), mulsa kompos sereh wangi (20 ton/ha) dan tanpa pemberian
pupuk organik sebagai kontrol. Anak petak adalah dosis pupuk anorganik yang
terdiri atas ½ dosis (N, P, K), 1 dosis (N, P, K), 2 dosis (N, P, K) dan tanpa
pemberian pupuk anorganik sebagai kontrol. Secara umum bahan organik dan
dosis pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan
meskipun ada indikasi peningkatan komponen pertumbuhan dari umur 1 BSP
sampai umur 4 BSP.
Tanaman yang diberi ½ dosis pupuk anorganik menunjukkan bobot kering
rimpang tertinggi dan berbeda nyata dengan taraf 2 dosis pupuk anorganik.
Tingkat ketahanan tanaman jahe yang diberi ½ dosis pupuk anorganik terhadap
serangan hama dan penyakit lebih baik dan berbeda nyata pada taraf dosis
anorganik lainnya pada umur 4 BSP. Ketahanan tanaman terhadap serangan hama
dan penyakit yang diberi 1 dosis dan 2 dosis serta tanpa pupuk anorganik relatif

sama. Tanaman jahe yang diberi pupuk anorganik berbeda nyata terhadap variabel
bobot kering gulma daun lebar pada umur 4 BSP.
Interaksi perlakuan bahan organik dan dosis pupuk anorganik hanya
berpengaruh pada variabel bobot kering total gulma pada penyiangan ke 2
(umur 4 BSP).
Kata kunci : jahe gajah, pupuk anorganik, granul, sereh wangi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang- Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

PENGARUH PEMUPUKAN ANORGANIK (N, P, K) DAN
POTENSI LIMBAH SEREH WANGI SEBAGAI BAHAN
ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

JAHE GAJAH (Zingiber officinale Rosc.)

DESSY ARIYANI MARASABESSY

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

Dr. Ani Kurniawati, SP, MSi

PRAKATA
Produktivitas dan kualitas jahe yang rendah menyebabkan menurunnya nilai

ekspor jahe Indonesia. Permasalahan utama pengembangan tanaman jahe adalah
ketersediaan bibit dan teknik budidaya yang belum optimal ditambah dengan
tingginya biaya produksi. Penggunaan pupuk anorganik yang meningkat selain
harganya cukup mahal dan dalam dosis tinggi dapat mencemari lingkungan.
Adopsi teknologi ramah lingkungan dengan pemanfaatan bahan organik
diharapkan dapat mengurangi pemakaian pupuk anorganik pada tanama jahe.
Pemanfaatan bahan organik seperti limbah sereh wangi yang banyak tersedia di
sekitar areal tanaman jahe merupakan alternatif

bahan organik selain bahan

organik pupuk kandang.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya
sehingga rangkaian penelitian hingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Tesis
dengan judul “Pengaruh Pemupukan Anorganik (N, P, K) dan Potensi Limbah
Sereh Wangi sebagai Bahan Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jahe
Gajah

(Zingiber officinale Rosc.), merupakan kajian ilmiah terhadap upaya


pemanfaatan sumber daya lokal sebagai hara bagi tanaman jahe gajah. Sebagian
dari penelitian ini didanai oleh komisi pembimbing.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sudirman
Yahya, MSc, dan Dr. Ir. Ade Wachjar, MS serta Dr. Ir. Muhammad Syakir, MS
sebagai komisi pembimbing atas segala bantuan, bimbingan dan motivasi selama
penelitian hingga penulisan tesis ini. Rasa hormat dan penghargaan penulis
persembahkan kepada suami, anak tercinta, ibu (almarhumah) serta keluarga, atas
iringan doa, bantuan moril dan kebersamaan. Kepada semua pihak, terima kasih
atas dukungannya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan
bersama.

Bogor, Pebruari 2013
Dessy A. Marasabessy

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1979 dari ayah
Achmad Marasabessy dan ibu Habiba (almh). Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara.
Tahun 1998 lulus dari SMAN 2 Ambon dan pada tahun yang sama diterima
pada Universitas Darussalam Ambon Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya

Pertanian. Gelar Sarjana penulis peroleh pada tahun 2003.
Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana IPB pada
mayor Agronomi dan Hortikultura. Penulis mengikuti Program Pendidikan
Pascasarjana di IPB dengan memperoleh beasiswa melalui program BPPS.
Penulis aktif sebagai anggota Persatuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiv
PENDAHULUAN..............................................................................................
1
Latar Belakang............................................................................................ 1
Perumusan Masalah.................................................................................... 3
Tujuan Penelitian........................................................................................ 4
Hipotesis.................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................
5
Morfologi Tanaman Jahe........................................................................... 5
Produksi dan Kendala Pengembangan Tanaman Jahe............................... 6
Potensi Limbah Sereh Wangi..................................................................... 7
Kebutuhan N, P dan K pada Tanaman Jahe.............................................. 8
Metode Pengendalian Gulma.................................................................... 10
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................
Tempat dan Waktu....................................................................................
Bahan dan Alat........................................................................................
Metode Percobaan...................................................................................
Pelaksanaan Penelitian.............................................................................
Pengamatan............................................................................................

12
12
12
12
13
15

HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................
Keadaan Umum Penelitian.....................................................................
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam............................................................
Pembahasan ..........................................................................................

18
18
23
31

SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................
Simpulan...........................................................................................
Saran....................................................................................................

36
36
36

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

36

LAMPIRAN.....................................................................................................

40

DAFTAR TABEL

Halaman

Nomor

1.

Takaran pupuk anorganik sebagai perlakuan pada tanaman
jahe ............................................................................................

15

2.

Hasil analisis hara kandungan bahan organik............................

18

3.

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan
produksi jahe gajah akibat perlakuan pupuk organik dan pupuk
anorganik....................................................................................

24

Rataan tinggi tanaman pada berbagai perlakuan bahan organik
dan dosis pupuk anorganik............................................................

25

Rataan jumlah daun pada berbagai perlakuan bahan organik dan
dosis pupuk anorganik.....................................................................

26

Rataan jumlah tunas pada berbagai perlakuan bahan organik dan
dosis pupuk anorganik...................................................................

26

Rataan volume akar pada berbagai perlakuan bahan organik dan
dosis pupuk anorganik...................................................................

27

Rataan bobot basah dan bobot kering rimpang jahe pada berbagai
perlakuan dosis bahan organik dan dosis pupuk anorganik pada
akhir percobaan ( 4 BSP)...................................................................

28

Rataan intensitas serangan penyakit busuk rimpang pada berbagai
bahan organik dan dosis pupuk anorganik pada umur 4 BSP........

29

Rataan bobot kering gulma daun lebar pada berbagai bahan organik
dan dosis pupuk anorganik pada penyiangan I dan penyiangan II ......

30

Rataan bobot kering gulma daun sempit pada berbagai bahan organik
dan dosis pupuk anorganik pada penyiangan I dan penyiangan II........

30

4.
5.
6.
7.
8.

9.
10
11

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Tanaman sereh wangi...........................................................................

8

2. Tanaman jahe yang terserang penyakit bercak daun dan busuk
rimpang................................................................................................

19

3.

Data iklim selama penelitian berlangsung...........................................

20

4.

Perubahan suhu kompos selama proses pengomposan 4 minggu......

21

5.

Kompos sereh wangi yang siap digunakan sebagai pupuk...............

22

6.

Perubahan nisbah C/N selama proses pengomposan 4 minggu ..........

23

7.

Hubungan antara bobot kering rimpang dengan dosis pupuk
anorganik ...........................................................................................

8.

32

Hubungan antara bobot kering gulma total pada penyiangan II dengan
dosis pupuk N, P, K pada bahan organik sereh wangi dibenamkan dan
sereh wangi sebagai mulsa......................................................................

34

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Bagan acak perlakuan.....................................................................

46

2. Hasil analisis sifat tanah pada lokasi penelitian.............................

48

3. Sidik ragam tinggi tanaman jahe pada umur 1 hingga 4 bulan setelah
perlakuan ..........................................................................................

49

4.
5.

Sidik ragam jumlah daun tanaman jahe pada umur 1 hingga 4 bulan
setelah perlakuan ...............................................................

50

Sidik ragam jumlah tunas tanaman jahe pada umur 1 hingga 4 bulan
setelah perlakuan ..........................................................................

51

6. . Sidik ragam volume akar, bobot basah rimpang, bobot kering
rimpang dan intensitas serangan penyakit tanaman jahe.....................
7.

Sidik ragam bobot kering gulma total, bobot kering gulma daun
lebar, Bobot Kering Gulma Daun Sempit Penyiangan I......................

52
53

8. Sidik ragam bobot kering gulma total, bobot kering gulma daun lebar,
bobot kering gulma daun sempit penyiangan II...................................... 54
9. Sidik ragam polinomial ortogonal bobot kering gulma total.................. 55
10. Kriteria penilaian Sifat kimia tanah......................................................... 56

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jahe (Zingiber officinale Rosc.), merupakan salah satu dari sejumlah temutemuan dari suku Zingiberaceae. Jahe menempati posisi yang sangat penting
dalam perekonomian masyarakat Indonesia, karena peranannya dalam berbagai
aspek, yaitu dari segi kegunaannya, perdagangan, kehidupan, adat kebiasaan, dan
kepercayaan. Jahe juga termasuk komoditas yang sudah sejak ribuan tahun
digunakan sebagai bagian dari ramuan rempah-rempah yang diperdagangkan
secara luas di dunia.
Jahe merupakan salah satu komoditas ekspor rempah-rempah Indonesia,
disamping itu juga menjadi bahan baku obat tradisional maupun fitofarmaka. Jahe
memberikan peranan cukup berarti dalam penyerapan tenaga kerja dan
penerimaan devisa negara. Ekspor jahe tahun 2009 mencapai 7.425.939 kg
dengan nilai 3.458.197 (USD) tetapi pada tahun 2010 nilai ekspor jahe menurun
menjadi 4.211.587 kg dengan nilai 3.467.476 USD (BPS 2010). Meskipun begitu
jahe memberikan sumbangan produksi terbesar terhadap total produksi tanaman
biofarmaka di Indonesia sebesar 25,73% (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011).
Penurunan nilai ekspor Indonesia disebabkan oleh kualitas jahe yang dihasilkan
tidak dapat memenuhi daya saing pasar dunia, hal ini akibat adanya serangan
penyakit layu bakteri di daerah sentra pengembangan jahe terutama di Jawa Barat.
Sedangkan peluang permintaan akan jahe ekspor untuk minyak dan bubuk
khususnya jahe sayur untuk konsumsi langsung masih tinggi. Produktivitas jahe
tahun 2007 sampai tahun 2009 terus mengalami penurunan dari 2,66 kg/m2
menjadi 1,69 kg/m2 (Statistik Pertanian Indonesia, 2010). Meskipun begitu pangsa
pasar jahe Indonesia terhadap pasar dunia 0,8 %, berarti jahe Indonesia masih
memiliki potensi untuk pangsa ekspor (Anjaruntoro, 2011).
Jahe merupakan tanaman yang responsif terhadap pemupukan. Peningkatan
dosis pupuk yang diberikan akan berdampak nyata terhadap peningkatan produksi
dan mutu rimpang jahe. Pemupukan 4 g Urea, 4 g SP-36 dan 8 g KCl per rumpun
menunjukkan pengaruh yang nyata meningkatkan bobot akar, jumlah anakan, dan

2

bobot segar jahe (Erythrina 2005). Hasil percobaan Li Lu-jiu et al. (2003), dosis
pupuk Urea 300 kg/ha dan KCl 260-300 kg/ha dapat meningkatkan hasil umbi
jahe sebesar 33,3% dibandingkan kontrol. Hasil percobaan di Shangiao, China
tahun 2007 pemberian 400 kg N/ha, 90 kg P 2 O 5 /ha dan 400 kg K 2 O/ha
menunjukkan hasil rimpang jahe tertinggi sebesar 45,61 ton/ha sedangkan tahun
2008 di Yangqiao taraf 450 kg N/ha, 90 kg P 2 O 5 /ha dan 450 kg K 2 O/ha
menunjukkan hasil rimpang tertinggi sebesar 51,26 ton/ha (Li Lu-jiu et al. 2010).
Permasalahannya adalah pupuk anorganik harganya cukup mahal dan dalam dosis
tinggi akan menyebabkan sebagian pupuk akan terbuang serta mencemari tanah
dan pengairan sekitarnya. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, perlu
penerapan teknologi budidaya yang ramah lingkungan, salah satunya dengan
memanfaatkan bahan organik in-situ seperti limbah sereh wangi.
Penggunaan minyak atsiri seperti sereh wangi semakin meningkat. Di sentra
penyulingan minyak sereh wangi limbah sisa hasil sulingan cukup melimpah dan
dibiarkan menumpuk. Hal ini dapat berpotensi mencemari lingkungan. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan dengan mengolah limbah sereh wangi hasil sulingan
menjadi kompos sebagai pupuk organik. Peranan bahan organik sebagai kompleks
jerapan anion (fosfat, silikat, nitrat, sulfat, dan lainnya) sangat penting dan selama
ini kurang mendapat perhatian (Karama et al. 1990). Pada tanaman jahe gajah
(besar), jahe kecil (emprit), dan jahe merah, efisiensi serapan pupuk anorganik N
relatif rendah, masing-masing 12,60%; 5,19-7,25%; dan 5,48%-10,10% (Yusron
et al. 1998).
Penggunaan bahan organik sebagai mulsa dapat meningkatkan kesuburan
kimia, fisik dan biologi tanah, menekan fluktuasi suhu dan kelembaban tanah
serta menekan pertumbuhan gulma. Penelitian Wang et al. (2002) aplikasi mulsa
pada tanaman jahe dapat meningkatkan kelembaban tanah 2,4 – 4,0 persen,
meningkatkan jumlah tunas, jumlah daun, dan meningkatkan hasil produksi.
Bahan organik sangat berperan dalam perkembangan rimpang jahe, tanpa
pemberian bahan organik produksi rimpang menjadi rendah dengan mutu yang
kurang baik. Pemberian pupuk kandang 25 t/ha hasil rimpang segar mencapai 25
t/ha. Bila tanpa pupuk kandang hasilnya hanya 14,67 t/ha (Barus et al. 1989).
Akan tetapi permasalahannya adalah penggunaan bahan organik yang hanya

3

mengandalkan pupuk kandang memiliki beberapa kelemahan : ketersediaan
terbatas terutama di luar Pulau Jawa, harga relatif mahal sehingga biaya produksi
tinggi, seringkali pupuk kandang tercampur benih gulma. Pemanfaatan limbah
sisa tanaman seperti limbah sereh wangi hasil sulingan sebagai pupuk organik
dan mulsa merupakan alternatif dan potensi untuk dikembangkan. Sereh wangi
sebagai herbisida

sangat tinggi toksisitasnya dan memiliki potensi dalam

menekan pertumbuhan gulma dan pengendalian organisme pengganggu tanaman
(Setiawati et al. 2008).
Pengembangan sistem pemberdayaan input lokal seperti limbah sereh wangi
yang banyak tersedia di sekitar areal budidaya tanaman jahe perlu dikaji
potensinya sebagai sumber bahan organik dan herbisida nabati untuk mendorong
efisiensi budidaya jahe yang ramah lingkungan dan bekelanjutan.

Perumusan Masalah
Permintaan ekspor akan jahe segar cukup tinggi meskipun produksi jahe
nasional dalam tiga tahun terakhir menurun. Hal ini disebabkan oleh kualitas jahe
yang dihasilkan tidak memenuhi kriteria pasar dunia. Meskipun begitu prospek
pengembangan jahe di Indonesia cukup cerah terutama untuk ekspor. Di samping
melalui perluasan area penanaman, upaya peningkatan produksi jahe nasional juga
dilakukan melalui intensifikasi dengan cara menerapkan pemupukan yang tepat
dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Pemberian bahan
organik dalam budidaya jahe berperan penting untuk meningkatkan hasil dan
memperbaiki mutu rimpang, terutama jahe gajah untuk ekspor berupa olahan jahe
segar dapat berukuran besar dan kadar serat yang rendah. Penggunaan pupuk
kandang saja sebagai bahan organik banyak memiliki kendala karena
ketersediaannya yang terbatas dan bersaing dengan komoditas lain. Sumber bahan
organik seperti limbah sereh wangi yang tersedia di sentra penanaman dan
penyulingan sereh wangi dapat dijadikan alternatif sebagai bahan organik maupun
sebagai mulsa untuk mendukung pertumbuhan dan produksi jahe.

4

Tujuan Penelitian
Menguji pemberian bahan organik limbah sereh wangi dan pemberian
pupuk N, P, K terhadap pertumbuhan dan produksi jahe muda, serta pertumbuhan
gulma.

Hipotesis
1.

Pemberian bahan organik limbah sereh wangi meningkatkan pertumbuhan
dan produksi jahe muda, serta pertumbuhan gulma

2.

Pemupukan N, P, dan K dengan dosis tertentu meningkatkan pertumbuhan
dan produksi jahe muda, serta pertumbuhan gulma.

3.

Pemberian bahan organik limbah sereh wangi dan pemupukan N, P, dan K
mempengaruhi tanggap pertumbuhan dan produksi jahe muda serta
pertumbuhan gulma.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Jahe
Jahe termasuk tanaman rempah dan obat yang rimpangnya memiliki nilai
ekonomi. Budidaya jahe telah dikenal oleh bangsa Cina dan Hindu Purba, ribuan
tahun yang lalu. Jahe merupakan salah satu rempah oriental yang dikenal luas di
Eropa sejak jaman dahulu kala. Pada zaman penjajahan Belanda, jahe yang telah
diintroduksi dan dibudidayakan di Indonesia telah banyak diekspor ke Eropa
untuk mengisi devisa negeri penjajah. Komoditas jahe Indonesia telah diekspor
sebanyak 834 ton pada tahun 1936 (Djakamihardja et al. 1996).
Jahe adalah tanaman herba tahunan dari famili Zingiberaceae. Di Indonesia
dikenal tiga jenis jahe yaitu : jahe putih besar (gajah/badak), jahe putih kecil dan
jahe merah. Jahe putih besar mempunyai rimpang yang tumbuh bergerombol pada
pangkal batangnya, berdaging dan berukuran tebal serta bercabang tidak beraturan
tetap secara normal hanya pada arah vertikal. Ukuran panjang dan lebar rimpang
berkisar antara 15,83 – 32,75 cm dan 6,20 – 11,30 cm. Jahe putih besar
mempunyai aroma dan rasanya kurang tajam dibandingkan jenis yang lainnya.
Jahe putih kecil ukuran rimpangnya relatif lebih kecil 6,13 – 31,70 cm dan
6,38 – 11,10 cm, sedangkan jahe merah 12,33 – 12,60 dan 5,26 – 10,40 cm
(Rostiana et al. 1991). Dari ketiga jenis jahe tersebut jahe putih besar lebih
banyak dibudidayakan karena lebih menguntungkan dibandingkan jenis lainnya.
Tanaman jahe mempunyai batang semu (pseudostems) yang berbentuk bulat
(teres). Tinggi tanaman rata-rata 68,63 + 12,5 cm, tegak, tidak bercabang,
berwarna hijau muda, sering kemerahan pada bagian dasar. Setiap batang
umumnya terdiri atas 8-12 helai daun (Rostiana et al. 1991).
Akar jahe berbentuk bulat, ramping, dan berserat. Panjang akar jahe
12,93 – 21,52 cm dengan diameter 4,5 – 6,3 mm, berwarna putih sampai
kecoklatan. Akar jahe keluar dari garis lingkaran sisik rimpang (Rostiana et al.
1991). Jahe mempunyai jumlah kromosom 2n=22 (Ajijah et al. 1997). Daun
tanaman jahe terdiri atas upih dan helaian. Upih daun melekat membungkus
batang dengan helaian daun yang tersusun berseling (folia distischa). Pada setiap
buku terdapat dua daun. Helaian daun tipis, berbentuk bangun garis (linearis)

6

sampai lanset (lanceolatus), berwarna hijau gelap pada bagian atas dan lebih pucat
pada bagian bawah, panjang berkisar antara 5 - 25 cm dan lebar berkisar antara
1-3 cm. Tulang (urat) daun tampak jelas bersusun sejajar, pada bagian permukaan
atas terdapat bulu-bulu putih. Ujung daun meruncing (acumilatus) dan tumpul
(obtusus) dan membulat (rounded/rotundus) pada bagian pangkal (Ajijah et al.
1997).
Bunga jahe jarang terlihat, tetapi pada beberapa pertanaman jahe bunga
mekar pada siang hari sekitar jam 1300-1600, kemudian gugur keesokan harinya
(Bermawie dan Martono 1994). Tanaman jahe sangat jarang dapat membentuk
buah. Hal ini karena kesuburan serbuk sari yang rendah dan adanya faktor
inkompatibilitas.

Produksi dan Kendala Pengembangan Tanaman Jahe
Produksi jahe nasional tahun 2005 mencapai 125.827.413 kilogram. Tahun
2006 produksi jahe nasional naik menjadi 177.137.949 kilogram. Kenaikan
produksi ini disebabkan penambahan jumlah areal pertanaman jahe yang cukup
signifikan dari 61.494.919 (M2) pada tahun 2005 menjadi 89.041.808 (M2) pada
tahun 2006. Tahun 2008 produksi jahe menurun menjadi 154.963.886 kilogram
dengan luas panen 87.117.173 (M2). Tahun 2010 produksi jahe terus mengalami
penurunan menjadi 107.734.608 kilogram dengan luas panen 60.534.991 (M2).
Di samping kendala OPT dan budidaya, pengembangan jahe di Indonesia
juga mengalami hambatan karena terbatasnya bibit bermutu. Secara konvensional
bibit jahe diambil dari potongan rimpang. Dengan cara ini diperlukan bibit dalam
jumlah yang banyak. antara 2-3 ton/ha untuk jahe yang dipanen tua dan 5-6 ton/ha
untuk yang dipanen muda (Januwati dan Rosita 1997).
Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut di atas, sangat penting bagi petani dan
penangkar benih untuk menggunakan bahan tanam (bibit) bermutu dari varietas
yang sudah dilepas, bersertifikat, bebas OPT dan penerapan teknik budidaya
anjuran yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

7

Potensi Limbah Sereh Wangi
Pupuk organik berasal dari bahan organik terdiri atas residu tanaman dan
hewan, limbah pertanian dan tanaman liar atau gulma. Senyawa organik terdiri
atas karbohidrat kompleks, gula sederhana, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin,
getah, protein, lemak, minyak, wax, resin, asam organik, alkohol, aldehida, keton,
asam organik, lignin, fenol, tanin, hidrokarbon, alkaloid, dan pigmen. Beberapa
faktor utama yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik adalah ukuran
partikel bahan organik, sifat dan banyaknya mikroorganisme yang terlibat, tingkat
ketersediaan C, N, P dan K, kadar air tanah, suhu, pH, dan aerasi, adanya zat
penghambat seperti tanin. Residu tanaman mengandung 15-60 % selulosa,
10-30% hemisellulosa, 5-30 % lignin, 2-15% gula, dan 10% asam amino dan
asam organik (Himproagro, 2010).
Proses dekomposisi bahan organik secara alami membutuhkan waktu yang
lama berkisar 3-4 bulan sehingga sangat menghambat upaya pelestarian
penggunaan bahan organik untuk lahan-lahan pertanian. Bahan yang mengandung
lignin menjadi penghalang akses enzim seluloitik pada degradasi bahan organik
yang berlignoselulosa dan dapat menghambat proses dekomposisi sehingga dapat
menyebabkan penumpukan limbah dan berdampak negatif bagi lingkungan
(Saraswati et al. 2006).
Pengomposan dengan menggunakan mikroba perombak lignin dan selulosa
dapat membantu proses dekomposisi bahan organik menjadi lebih cepat, sehingga
segera dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Kompos dapat bermanfaat untuk tanah
karena meningkatkan kontribusi terhadap kandungan humus tanah (Leifeld et al.
2002).
Salah satu limbah industri pertanian yang dapat digunakan untuk pupuk
organik adalah sereh wangi sisa - sisa penyulingan. Kompos sereh wangi dapat
digunakan sebagai media tanam ataupun sebagai mulsa. Hasil penelitian yang
dilakukan Effendi (1991) menunjukkan penggunaan mulsa jerami padi dapat
meningkatkan hasil rimpang jahe yang dipanen umur 6-7 bulan dengan hasil
27,6 ton/ha dibandingkan tanpa mulsa hasil panen hanya 4,0 ton/ha. Aplikasi
mulsa alang-alang 20 ton/ha memberikan hasil jahe yang lebih baik bila
dibandingkan kontrol dan penggunaan herbisida sintetik (Moko, 1995).

8

Sereh wangi merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri
(Gambar 1). Produksi daun sereh wangi berkisar antara 57 sampai 300 ton/ha
bergantung kondisi tanaman (Miftakhurohmah, 2008). Dari satu ton bahan segar
hasil panen didapatkan limbah daun bekisar 700 - 800 kg ampas sereh wangi
hasil penyulingan1) . Di sentra-sentra penyulingan minyak sereh wangi limbah
sisa - sisa penyulingan berlimpah dan belum banyak informasi atau penelitian
yang memanfaatkan ampas sereh wangi hasil penyulingan tersebut

Gambar 1. Tanaman sereh wangi

Kebutuhan N, P, dan K pada Tanaman Jahe
Secara kimia kesuburan tanah dipengaruhi oleh ketersediaan hara, baik
makro maupun mikro dari sumber anorganik dan organik. Dosis pupuk yang
diberikan petani hingga kini sangat bervariasi. Pupuk buatan atau pupuk
anorganik yang sering digunakan petani dalam budidaya jahe adalah Urea, TSP,
dan KCl. Pupuk nitrogen berupa Urea diperlukan tanaman jahe untuk memacu
pertumbuhan vegetatifnya. Fosfor (P) merupakan hara makro yang penting setelah
nitrogen. Hara P berperan penting terutama sebagai komponen gula fosfat yang
terlibat dalam metabolisme sel, bagian dari asam nukleat DNA dan RNA dan
sebagai bagian dari fosfolipid dan senyawa lemak yang berperan dalam struktur
membran, berperan penting dalam metabolisme energi karena merupakan
penyusun ATP, ADP, dan AMP (Gardner, et al. 1991; Salisbury dan Ross, 1992).
1)

Komunikasi pribadi dengan Bapak Dedi tanggal 20 Januari 2012

9

Gejala kekurangan P menunjukkan pertumbuhan yang kerdil dan daunnya
berwarna hijau tua. Selain itu pertambahan sel dan luas daun lebih terhambat
daripada pertambahan klorofil, karena itu kandungan khlorofil per unit luas daun
lebih tinggi, tetapi efisiensi fotosintesis pada khlorofil lebih rendah (Marschner,
1986). Tanaman yang kekurangan P juga menyebabkan menumpuknya pigmen
anthosianin pada bagian dasar batang dan urat daun akibat penimbunan gula
(Marschner, 1986; Gardner et al. 1991; Salisbury dan Ross, 1992). Bila
kekurangan P terjadi pada fase reproduktif, akan mempengaruhi ratio gula-pati
dalam daun dan pembagian fotosintat antara daun dan organ reproduktif.
Unsur kalium (K) merupakan hara yang berperan penting dalam sejumlah
besar enzimatik yaitu sebagai aktivator dan berperan dalam aktivitas osmotik serta
dalam mekanisme membuka menutupnya stomata (Ting, 1981; Salisbury dan
Ross, 1992). Unsur K juga berfungsi menyeimbangkan muatan-muatan anion dan
mempengaruhi pengambilan dan transpor anion (Marschner, 1986; Gardner et al.
1991). Perubahan aktivitas enzim dan senyawa organik yang berlangsung selama
kekurangan K, menyebabkan tanaman rentan terhadap serangan penyakit.
Kebutuhan pupuk N, P dan K untuk jahe yang dipanen muda adalah 400 kg
Urea/ha, diberikan selama dua kali. Pemupukan Urea pertama diberikan sebulan
setelah tanam dengan dosis 150 kg/ha. Sedangkan pemupukan Urea yang kedua
diberikan saat tanaman jahe berusia dua bulan dengan dosis 250 kg/ha. Pupuk P
diberikan sekali pada saat tanam dengan dosis 150-200 kg SP-36 /ha. Untuk
pupuk K diberikan dua kali. Pemupukan pupuk K yang pertama

diberikan

bersamaan pada saat pemupukan N yang pertama ketika tanaman berusia satu
bulan dengan dosis 100 kg KCl/ha dan pemupukan

pupuk K yang kedua

diberikan bersamaan dengan pemupukan N pada saat tanaman berusia 2 bulan
dengan dosis 100 KCl /ha (Balai Penelitian Pengembangan Tanaman Obat, 1997).
Hasil penelitian Januwati et al. (1988) menunjukkan bahwa jahe yang dipanen
pada umur 9 sampai 10 bulan responsif terhadap pemupukan N dengan dosis
tinggi, sampai taraf 800 kg Urea/ha masih meningkatkan jumlah anakan/rumpun,
jumlah daun/rumpun, hasil rimpang persatuan luas dan diamater rimpang. Pada
taraf 800 kg TSP/ha dan 800 kg KCl/ha produksi mencapai 18,75 ton/ha
sedangkan tanpa pemupukan hanya menghasilkan 6,04 ton/ha.

10

Metode Pengendalian Gulma
Dalam bidang pertanian dan perkebunan, gulma merupakan masalah yang
penting dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas. Penurunan hasil beberapa
tanaman pangan akibat persaingan dengan gulma sampai sekitar 60%, antara lain
penurunan produksi padi sawah berkisar 15-42%, padi gogo 36-97 %, jagung
16-82%, kedelai 18-69 %, kacang tanah 20-50%, kacang hijau 32% dan ubi kayu
6-62% (Bangun 1990). Hasil penelitian Wiroatmodjo (1992) kehilangan hasil
tanaman jahe akibat persaingan gulma terutama pada penanaman kedua dapat
mencapai 69,25 – 77,51 % hasil rimpang.
Gulma mutlak perlu dikendalikan, terutama pada penanaman dengan sistem
budidaya monokultur dan penanaman dalam larikan/baris seperti pada tanaman
perkebunan. Sistem budidaya tersebut memberi peluang yang besar bagi
timbulnya gulma yang turut menikmati sarana masukan (air, hara, sinar matahari,
dan pupuk), sejak berada di persemaian sampai saat tanaman menghasilkan
(Kuntohartono 1990 , Hasanuddin et al. 2001).
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik secara
fisik, biologi maupun secara mekanik. Pengendalian gulma secara mekanik selain
menyebabkan kerusakan dan kerugian, pada komoditas tertentu biayanya hampir
70% dari biaya produksi (Bangun 1990, Kuntohartono 1990). Kerusakan akar
akibat pengendalian gulma secara mekanik sering dijumpai pada tanaman
perkebunan yang susunan akarnya dekat dengan permukaan tanah seperti jahe,
untuk memecahkan masalah gulma, petani terdorong untuk menggunakan
herbisida nabati.
Herbisida diklasifikasikan atas beberapa jenis, yaitu herbisida kontak
(selektif dan non selektif), herbisida yang dapat ditranslokasikan dan herbisida
residual. Herbisida selektif yaitu suatu herbisida yang reaksinya sangat spesifik,
digunakan untuk gulma yang spesifik tanpa menyebabkan kerusakan pada
tumbuhan sekitarnya. Herbisida non selektif adalah senyawa kimia yang dapat
mematikan setiap jenis gulma. Herbisida yang dapat ditranslokasikan yaitu
herbisida yang bila diaplikasikan pada daun, akan terserap ke dalam tanaman, lalu
bergerak ke bagian tanaman lain, termasuk ke akar. Herbisida residual yaitu
herbisida yang diaplikasikan pada tanah selama beberapa minggu.

11

Pemakaian herbisida sintetik yang berlebihan dapat merusak lingkungan.
Dalam usaha mencegah kerusakan lingkungan dari bahan-bahan kimia yang
berbahaya, maka dicoba pembuatan herbisida dengan bahan tanaman yang lebih
ramah lingkungan. Bahan tanaman seperti limbah sereh wangi menghasilkan
senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas beragam, antara lain
sebagai herbisida. Pembuatan sediaan herbisida dari campuran bahan alami seperti
limbah pertanian merupakan suatu alternatif yang cukup potensial. Degradasi dari
bahan alami akan lebih cepat dibandingkan dengan senyawa-senyawa sintetik.
selain itu dapat mencegah kontaminasi air tanah. Untuk mengantisipasi keadaan
tersebut, para peneliti mencoba menggunakan bahan alami sebagai pengganti
bahan sintetik.
Beberapa tanaman yang mempunyai aktivitas sebagai herbisida biasanya
mempunyai kandungan senyawa tertentu. Sebagian besar turunan asam-asam
benzoat dan asam sinamat biasanya menunjukkan aktivitas yang cukup tinggi.

12

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor
dengan jenis tanah Latosol pada bulan September 2011 sampai April 2012.
Analisis tanah dilakukan di Balai Penelitian Tanah Bogor. Analisis pupuk
organik, dilakukan di Laboratorium Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, IPB.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jahe Gajah yang
berumur 10 bulan, bahan organik limbah sereh wangi sisa-sisa penyulingan yang
berasal dari Lembang (Jawa Barat), mikroba dekomposer, pupuk organik granul
(kotoran sapi yang diinkubasi 1,5 bulan), pupuk Urea, SP-36, KCl, Agrimicyn,
dan bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis di laboratorium. Alat yang
digunakan adalah kotak kayu sebanyak tiga buah untuk pengomposan dengan
ukuran 1m x 1 m x1 m, plastik hitam, kotak penyemaian, timbangan, gembor,
cangkul, rollmeter, sabit dan parang, seperangkat alat analisis tanah di
laboratorium.
Metode Percobaan
Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split
Plot Design) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama
adalah bahan organik terdiri atas 4 taraf yaitu: tanpa bahan organik (M 1 ), granul
20 ton/ha (M 2 ), kompos sereh wangi dibenamkan ke dalam tanah 20 ton/ha (M 3 ),
kompos sereh wangi sebagai mulsa 20 ton/ha (M 4 ). Faktor kedua sebagai anak
petak adalah dosis pupuk anorganik terdiri atas 4 taraf yaitu: Tanpa pupuk
anorganik (T 1 ) , ½ dosis (T 2 ), 1dosis (T 3 ), dan 2 dosis (T 4 ).
Model statistik untuk rancangan tersebut di atas adalah sebagai berikut :
Yijk = µ +Ai + Mj +δij + Tk +(MT)jk + €ijk

13

dimana :
Yijk

=

Hasil pengamatan jahe pada kelompok ke-i, Bahan organik ke-j dan
takaran pupuk anorganik ke-k

µ

= Rataan umum

Ai

= Pengaruh kelompok ke-i

Mj

= Pengaruh perlakuan media bahan organik ke-j

δij

= Pengaruh galat perlakuan bahan organik ke-j dalam kelompok
ke-i

Tk

= Pengaruh perlakuan takaran pupuk anorganik ke-k

(MT)jk = Pengaruh interaksi perlakuan bahan organik ke-j dan perlakuan
takaran pupuk anorganik ke-k.
€ijk

= Galat

Asumsi :
-

µ.α. βj tetap dan ∑αi =0

-

µ. αi. βj merupakan komponen aditif

-

€ijk menyebar normal
Data dianalisis dengan uji F menggunakan program SAS, jika faktor

perlakuan berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan
Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% dan uji polinomial untuk
pengaruh dosis pupuk.

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Kompos
Penelitian ini dilaksanakan dengan berbagai kegiatan dengan melakukan
karakterisasi bahan organik hingga dilakukan pengujian terhadap tanaman jahe.
Bahan organik dari limbah sereh wangi dikomposkan dengan menggunakan
mikroba dekomposer selama 4 minggu. Pengomposan dilakukan dengan
menggunakan kotak kayu dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m. Bahan organik limbah
sereh wangi dihamparkan dalam kotak kayu berlapis–lapis. Pada tiap lapis limbah
sereh wangi dengan tinggi 15 cm diinokulasikan mikroba dekomposer.
Pembalikan kompos dilakukan seminggu sekali agar diperoleh kompos yang

14

homogen. Pada akhir minggu ke 4 kompos dipanen kemudian dikeringanginkan
hingga kadar air 13-20 persen.
Suhu kompos diamati tiap 3 hari, C/N dianalisis setiap minggu, pada akhir
pengomposan dilakukan analisis kandungan hara N, P, K dan Si. Rimpang
tanaman jahe sebelum disemaikan direndam lebih dahulu dalam larutan Agrimicin
untuk menghindari kontaminasi bakteri kemudian dikeringanginkan + 6-10 jam.
Persiapan Lahan
Pengolahan tanah dilakukan dengan pencangkulan tanah sedalam

20 cm.

Setelah dicangkul tanah diratakan, kemudian dibuat petak percobaan dengan
ukuran 2 m x 1 m. Jumlah petak percobaan sebanyak 48 petak. Bahan organik
diberikan dengan dosis sesuai perlakuan dan penempatannya pada setiap petak
percobaan yang dilakukan secara acak (Lampiran 1). Petak-petak percobaan
sesuai perlakuan dibiarkan selama 2 minggu sebelum ditanami jahe.
Penanaman
Bibit jahe yang telah disemaikan 3 – 4 minggu dipilih yang baik dengan
meletakkan satu tunas di dasar lubang tanam dan mata tunas menghadap ke atas,
selanjutnya bibit ditutup dengan tanah tipis-tipis dan dengan jarak tanam yang
sudah disebutkan di atas.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman selama penelitian meliputi: penyiangan, pemupukan,
pembumbunan. Penyiangan gulma dilakukan secara rutin bergantung keadaan
lebatnya

pertumbuhan

gulma.

Pemupukan

dilakukan

untuk

menunjang

pertumbuhan tanaman. Pemberian Urea, SP-36 dan KCl pada tanaman jahe
disesuaikan dengan perlakuan dosis yang telah disebutkan di atas sebagai anak
petak (T) yang dapat dilihat pada Tabel 1.

15

Tabel 1. Takaran pupuk anorganik sebagai perlakuan pada tanaman jahe
Jenis Pupuk
Dosis Pupuk
Anorganik

Urea
I

II

SP-36

KCl

............ ........................(kg/ha).................................
0

0

0

0

0

1/2

75

125

100

50

1

150

250

200

100

2

300

500

400

200

Pembumbunan tanaman dilakukan pada semua tanaman, dengan maksud
melindungi rimpang jahe agar tidak terkena sinar matahari dan juga untuk
menggemburkan tanah di sekitar perakaran tanaman.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap 6 tanaman contoh. Pengamatan meliputi :
1.

Analisis limbah sereh wangi sebelum dan sesudah percobaan. Adapun
komponen yang yang dianalisis mencakup kandungan N, P, K, Ca, Mg, Fe,
Cu, Zn, dan Si. Suhu kompos limbah sereh wangi diukur 3 hari sekali dan
kandungan C/N dianalisis seminggu sekali selama pengomposan.

2.

Analisis tanah

dilakukan sebelum dan sesudah percobaan mencakup

kandungan C, N, P, K, Ca, Mg, Al dan pH.
3. Tinggi tanaman.
Tinggi tanaman diamati tiap bulan sejak tanaman berumur satu bulan setelah
perlakuan (BSP) dan berakhir pada umur 4 BSP, diukur dari permukaan tanah
sampai ujung daun tertinggi
4.

Jumlah daun per rumpun.
Jumlah daun per rumpun diamati tiap bulan sejak tanaman berumur satu
bulan setelah perlakuan sampai 4 BSP, ditentukan dengan cara menghitung
jumlah daun yang telah membuka penuh.

16

5.

Jumlah anakan per rumpun.
Jumlah anakan per rumpun diamati tiap bulan mulai tanaman berumur 1 BSP
sampai 4 BSP, diamati jumlah tunas yang telah muncul dari permukaan
tanah.

6.

Volume akar.
Volume akar diukur dengan menggunakan gelas ukur dengan cara
memasukkan akar kedalam gelas ukur yang berisi air

7.

Bobot segar rimpang.
Bobot segar rimpang diukur saat dipanen 4 BSP (gram).

8.

Bobot kering rimpang.
Rimpang hasil panen dikeringkan dengan cara dijemur atau dimasukkan ke
dalam oven sampai mendapatkan berat yang tetap

9. Bobot kering gulma daun lebar, gulma daun sempit dan total gulma pada
masing-masing perlakuan. Pengeringan gulma dilakukan dalam oven pada
suhu 60 0C hingga bobotnya konstan.
10. Intensitas serangan penyakit.
Pengamatan terhadap intensitas serangan penyakit dilakukan satu bulan
sekali sejak tanaman berumur 1 BSP. Penghitungan intensitas serangan
penyakit ditentukan berdasarkan rumus Winstead dan Kelman (1954).
Arwiyanto et al. (1994) yang dimodifikasi.

Intensitas serangan penyakit

dihitung berdasarkan skala :
0 = tidak ada gejala serangan
1 = 1 -10 % bagian tanaman yang terserang
2 = 11 – 25 % bagian tanaman yang terserang
3 = 26 -50% bagian tanaman yang terserang
4 = 51- 75 % bagian tanaman yang terserang
5 = 76- 100 % bagian tanaman yang terserang

17

Rumus intensitas serangan penyakit adalah :
P = ∑ ( n x v ) x 100 %
ZN
Keterangan :
P = intensitas serangan ( %)
N = banyaknya tanaman yang diamati dengan setiap kategori serangan
v = nilai skala dari setiap kategori serangan
Z = nilai skala kategori serangan tertinggi
N = banyaknya tanaman yang diamati

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Penelitian
Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa kandungan bahan organik
tanah di lokasi penelitian tergolong rendah dengan nilai sebesar 1,19 persen.
Kandungan unsur hara N, P, dan K tergolong rendah sampai sangat rendah
dengan nilai masing-masing 0,11 persen, 3,20 ppm, dan 0,07 me/100g.
Kandungan hara makro yaitu Ca sebesar 2,67 me/100g juga tergolong rendah.
Derajat kemasaman tanah sebesar 4,1 dan tergolong tanah sangat masam.
Kapasitas tukar kation tergolong rendah sampai sedang sebesar 16,58 me/100g
dan kejenuhan basa tergolong sedang sebesar 22 persen. Tekstur tanah tergolong
liat berdebu dengan kandungan pasir 5 persen, debu 25 persen, dan liat 70 persen
(Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan dengan kriteria penilaian sifat kimia tanah
yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dalam Hardjowigeno dan
Widiatmaka (2007).
Hasil analisis bahan organik yang digunakan pada penelitian ini berupa
granul siap pakai (kotoran sapi yang diinkubasi 1,5 bulan) dan limbah sereh wangi
yang dikomposkan selama empat minggu dicantumkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil analisis hara bahan organik yang digunakan dalam penelitian
Bahan
Organik
Sereh wangi:
Awal

Unsur Hara
C
N
P
K
Ca
Mg
SiO 2
........................................................... (%)............................................
48.14

0.98

0.21

0.34

-

-

-

Akhir
pengomposan 20.21
Granul
30.96

0.51
1.56

0.14
1.42

0.14
2.08

0.7
-

0.05
-

41.28
-

Hasil analisis hara dari sumber bahan organik yang digunakan dalam
penelitian menunjukkan adanya perbedaan kandungan hara pada masing- masing
sumber bahan organik. Bahan organik granul memiliki Kandungan hara N, P, dan
K lebih tinggi dibandingkan dengan bahan organik sereh wangi.

19

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jahe juga dipengaruhi oleh
gangguan hama dan penyakit tanaman. Serangan belalang terjadi pada saat 2 BSP
tetapi serangannya tidak terlalu membahayakan tanaman, justru pada saat tanaman
berumur 2 MSP terjadi serangan penyakit bercak daun dan busuk rimpang yang
disebabkan Cercospora sp dan Rhizoctonia sp. Serangan penyakit ini sangat
merugikan mengakibatkan banyak tanaman yang mati sebelum panen. Tanaman
yang terserang menunjukkan daun menguning. Gejala selanjutnya tanaman jahe
menjadi layu dan mengering dan rimpang tanaman menjadi busuk, berwarna
kecoklatan dan mudah ditemukan miselia berwarna putih (Gambar 2).

Gambar 2. Tanaman jahe yang terserang penyakit bercak daun dan busuk rimpang

Pemberantasan patogen dilakukan dengan penyemprotan fungisida tetapi
tidak dapat menanggulangi penyebaran patogen tersebut karena serangan patogen
bersifat sistemik. Oleh karena itu dalam penelitian ini pengamatan tanaman yang
dikemukakan adalah pada umur 1 bulan sampai 4 bulan setelah perlakuan (BSP).
Kondisi Iklim
Kondisi iklim meliputi curah hujan, hari hujan dan temperatur selama
penelitian berlangsung tercantum pada Gambar 3. Curah hujan pada lokasi
penelitian tertinggi pada bulan Februari yaitu 548,9 mm/bulan yang merupakan
puncak musim hujan. Curah hujan terendah pada bulan Maret yaitu 136,0

20

mm/bulan. Tanaman jahe membutuhkan curah hujan yang relatif tinggi, yaitu
2500 sampai 3000 mm/tahun terutama pada umur tanaman 5 - 6 bulan. Keadaan
temperatur rata-rata pada lokasi penelitian dari bulan November sampai dengan
bulan April berkisar 25 – 26 0C.

Curah hujan (mm)

600,0

(a) Curah Hujan

500,0
400,0
300,0
200,0
100,0
-

(c) Temperatur

30
25
20
15
10
5
0

Temperatur ( 0C)

Hari hujan (mm)

(b) Hari Hujan

26,5
26,0
25,5
25,0
24,5

Gambar 3. Kondisi Iklim Selama Penelitian Berlangsung dari Bulan November 2011
Sampai dengan April 2012.
(Sumber : Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor)

Suhu Kompos
Selama proses pengomposan limbah sereh wangi menunjukkan perubahan
suhu. Kenaikan suhu pengomposan sereh wangi dimulai pada hari ke-2 dan ke-3
dan mencapai puncaknya pada hari ketujuh (67 0C) dan berangsur-angsur
mengalami penurunan menjadi 29 0C hingga akhir pengomposan (minggu ke-4)

21

(Gambar 4). Selain indikator penurunan suhu, volume bahan limbah sereh wangi
menyusut hingga 50 persen pada akhir pengomposan. Hal tersebut merupakan
tanda bahwa bahan sereh wangi sudah siap digunakan menjadi pupuk (Gambar 5).
Mikroorganisme dekomposer yang digunakan dalam proses pengomposan akan
menguraikan limbah sereh wangi sebagai sumber energi sehingga aktivitas
mikroorganisme mengalami peningkatan yang menyebabkan suhu kompos
meningkat.

suhu kompos
80
70
60
Suhu (0C)

50
40
30

suhu kompos

20
10
0
0

5

10

15

20

25

30

Hari ke

Gambar 4. Perubahan suhu kompos selama proses pengomposan 4 minggu

Peningkatan suhu kompos disebabkan oleh banyaknya senyawa yang mudah
dirombak seperti gula sederhana, protein, dan pati. Aktivitas pe

Dokumen yang terkait

Respons Pertumbuhan Dan Produksi Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Sistem Keranjang Terhadap Pemberian Pupuk Organik Padat Dan Komposisi Media Tanam

2 50 90

The Effect of Media Composition and Organic Fertilizer Concentration on The Growth and Yield of Red Ginger Rhizome Abstract (Zingiber officinale Rosc.)

0 12 6

The Effect of Ginger (Zingiber officinale Roscoe) Consumption on Plasma Malonaldehyde and Vitamin E Concentration of Students From Bogor

0 13 5

The effect of organic materials and decomposer on soybean growth and production

0 4 5

EFFECT OF THE ORGANIC FERTILIZERS GUANO AND TITHONIA (Tithonia diversifolia) ON THE GROWTH AND YIELD OF SWEET CORN (Zea mays saccharata Sturt).

3 18 15

PENGARUH BEBERAPA KOMPOSISI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) IN VITRO(The effect of composition of Plant Growth Regulator on the growth of ginger (Zingiber officinale Rosc.) in vitro).

0 0 4

APLIKASI PUPUK KANDANG SAPI DAN AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) DI MEDIA GAMBUT The Application of Cattle Chicken Manures With Different Dosages on The Growth and Yield of Ginger (Zingiber officinale Rosc.) in

0 0 7

THE GROWTH AND YIELD OF PADDY CIHERANG PLANTED IN DRY AND WET SEASON AND FERTILLIZED WITH ORGANIC AND INORGANIC FERTILIZERS

0 0 6

MIKROPROPAGASI JAHE (Zingiber officinale Rosc.) SEBAGAI BAHAN FITOFARMAKA POTENSIAL Micropropagation of Ginger (Zingiber officinale Rosc.) as potential material for phytopharmaca

0 2 8

OPTIMALISASI PENAMBAHAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) PADA SPONGE CAKE: DITINJAU SECARA MIKROBIOLOGI DAN SENSORIS THE OPTIMALIZATION OF GINGER (Zingiber officinale Rosc.) FOR SPONGE CAKE : A STUDY ON MICROBIOLOGY AND SENSORY

0 0 11