Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa- TiO2
ABSTRAK
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis
Karboksimetil Selulosa-TiO2. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA
dan HENNY PURWANINGSIH
Hidrogel karboksimetil selulosa (CMC) dapat disintesis dari selulosa bakteri.
Produk reaksi CMC dengan asam suksinat dapat digunakan sebagai antibakteri
dengan tambahan TiO2 (Rutil). Penelitian ini bertujuan menyintesis hidrogel
antibakteri berbasis CMC-TiO2. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan
membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus -OH dari asam
suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pencirian berdasarkan derajat
substitusi (DS), derajat pembengkakan, kadar air, pH, spektrum inframerah,
mikrofotograf, uji antibakteri, dan difraktogram. DS yang diperoleh sebesar
0.2368. Derajat pembengkakan dipengaruhi oleh konsentrasi TiO2. Semakin
tinggi konsentrasi TiO2, semakin tinggi derajat pembengkakan. Pengujian
antibakteri menunjukkan CMC-suksinat-TiO2 dapat menghambat bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada setiap konsentrasi TiO2.
Semakin tinggi konsentrasi TiO2, semakin besar penghambatan bakteri yang
dihasilkan. Oleh karena itu, CMC-suksinat-TiO2 berpotensi sebagai antibakteri.
Kata kunci: asam suksinat, hidrogel, karboksimetil selulosa, TiO2
ABSTRACT
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Synthesis of Antibacterial Hydrogels Based on
Carboxymethyl Cellulose-TiO2. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA
and HENNY PURWANINGSIH
Carboxymethyl cellulose (CMC) hydrogels can be synthesized from
bacterial cellulose. The reaction of CMC and succinic acid can be used as an
antibacterial with the addition of TiO2 (Rutile). This study was to synthesize
hydrogel-based antibacterial CMC-TiO2. The addition of succinic acid against
CMC will form a crosslinking by the esterification reaction between the -OH
group of succinic acid with polycarboxylic acid of CMC. The product was
evaluated by the degree of substitution (DS), swelling ratio, water content, pH, the
infrared spectrum, microphotographs, antibacterial test, and difractogram.The
resulted DS was approximately 0.2368. The swelling ratio was affected by the
TiO2 concentration. The higher the TiO2 concentration the higher the swelling
ratio. CMC-succinic-TiO2 was able to inhibit Staphylococcus aureus and
Escherichia coli in each TiO2 concentration. The increasing TiO2 concentration
was followed by the higher capability of bacteria inhibition. Therefore, CMCsuccinic-TiO2 is potential as a material for antibacterial.
Keywords: Carboxymethyl cellulose, hydrogels, succinic acid, TiO2
2
dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan laju pertumbuhan
bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun
operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2
maka bakteri tersebut akan terurai/busuk bahkan akan mati (Fujishima 1999).
Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan sintesis
karboksimetil selulosa dengan alternatif sumber selulosa dari nata de coco sebagai
bahan baku pembuatan CMC yang ditaut silang dengan asam suksinat dan
dimodifikasi menjadi hidrogel antibakteri dengan penambahan TiO2.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, 15 mL asam asetat glasial, 40 mL NaOH 30%, asam
oksalat 0.1 N, 40 mL NaOH 35%, 100 ml isopropanol, 18 gram monokloroasetat,
50 ml metanol 80%, 20 ml metanol PA, 0.25% asam suksinat, TiO2 (0.1%, 0.3%,
0.5%), akuades, indikator fenolftalein, HCl 32%, pelat KBr, Nutrient Agar (NA),
Tryptone Soya Agar (TSA), Nutrient Broth (NB), dan Tryptone Broth Agar (TSB).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum, pisau, nampan,
plastic wrap, neraca analitik, peralatan gelas, laminar flow cabinet, plat kaca,
mortar, refluks, cawan petri, oven, tanur, hotplate, saringan 60, 100, dan 400 mesh,
blender, desikator, autoclaf, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR (IRPrestige-21),
dan XRD Shimadzu 610.
Metode
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan selulosa bakteri,
pembuatan karboksimetil selulosa, sintesis karboksimetil selulosa-TiO2, pencirian
karboksimetil selulosa-TiO2, dan uji antimikroba.
Preparasi Selulosa
Nata yang baru diperoleh, dicuci dengan air keran hingga bersih.
Lembaran nata kemudian direndam di dalam ember plastik selama 3 hari dan
setiap hari air rendaman diganti. Setelah itu, nata direbus sampai mendidih pada
suhu 100 °C selama 20 menit. Tujuan perendaman dan perebusan ini adalah
menghilangkan asam. Setelah direbus, lembaran nata diberi tekanan menggunakan
press hidrolik hingga hampir seluruh air keluar (Deptan 2014).
Selulosa bakteri yang berbentuk lembaran tipis dikeringkan di bawah sinar
matahari, setelah kering lalu dihancurkan dengan blender, kemudian disaring
dengan ayakan 40 mesh hingga diperoleh serbuk padatan yang halus (Awalludin
2004).
3
Pembuatan Karboksimetil Selulosa (Awalludin 2004)
Selulosa bakteri yang sudah dihaluskan ditimbang 5.5 gram dan direndam
dengan 100 ml isopropanol, kemudian ditambahkan 40 mL NaOH 35% sedikit
demi sedikit selama 30 menit. Setelah 1 jam, 18 gram asam monokloroasetat
ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Campuran diaduk selama 4
jam pada suhu 55 °C, lalu disaring dan ditambahkan 50 ml metanol 80%,
kemudian dinetralkan dengan asam asetat pada suhu kamar. Penyaringan
dilakukan kembali, lalu CMC dicuci dengan 30 ml metanol absolut dan
dikeringkan pada suhu 55 °C.
Sintesis Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Karboksimetil selulosa ditimbang 3 gram (konsentrasi 15%) dan dilarutkan
dalam 20 ml akuades dengan pengadukan terus-menerus hingga menghasilkan
campuran yang homogen. Asam suksinat ditimbang 1.5 gram (konsentrasi 7.5%)
dimasukkan ke dalam larutan CMC dengan pengadukan terus-menerus sampai
terbentuk pasta. TiO2 terlebih dahulu disuspensi dengan metanol, setelah itu
ditambahkan ke dalam pasta yang telah terbentuk. Penambahan TiO2 yang telah
disuspensi dilakukan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Pasta yang
terbentuk kemudian dicetak di atas plat kaca sehingga berbentuk lembaran dengan
ukuran 20 x 10 x 0.2 cm, kemudian lembaran hidrogel dikeringkan di dalam oven
pada suhu 55 °C sampai lembaran yang di plat kaca menjadi kering.
Pencirian Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Penentuan Derajat Substitusi Karboksimetil Selulosa (Hong 2013).
Sebanyak 0.5 g bubuk kering CMC ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk. Sebanyak 25 mL NaOH 0.3 M
ditambahkan dan dipanaskan diatas hotplate selama 15 menit. Setelah larutan
homogen ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan
dititrasi menggunakan HCl 0.3015 M. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi
perubahan warna larutan dari merah muda menjadi tidak berwarna. Titrasi
dilakukan tiga kali ulangan.
Derajat substitusi (DS) dari CMC dapat diketahui melalui persamaan
berikut:
Kandungan Karboksimetil (%CM) =
Derajat Substitusi (DS) =
Keterangan:
V0
Vn
M
m
162 g/mol
59 g/mol
58 g/mol
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi blangko (mL)
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi sampel (mL)
= Molaritas HCl yang digunakan (M)
= Massa sampel (g)
= Massa molar dari satu unit anhidroglukopiranosa (AGU)
= Massa molar dari –CH2COOH
= Massa molar dari –CH2COO-
4
Kemampuan Pembengkakan (Swelling) (Darwis et al. 2010)
Membran hidrogel dengan konsentrasi TiO2 sebesar 0.1%, 0.3% dan 0.5%
berukuran 1 x 1 cm ditimbang dengan teliti (W1), kemudian contoh membran
hidrogel direndam di dalam gelas piala berisi akuades hingga seluruh permukaan
membran hidogel terendam. Membran hidrogel direndam selama 24 jam, setelah
itu hidrogel dikeluarkan dari gelas piala, dan air pada permukaan hidrogel
dihilangkan dengan kertas tissue, kemudian hidrogel ditimbang kembali dengan
teliti (W2). Kemampuan pembengkakan atau swelling dihitung dengan persamaan
berikut:
Kemampuan pembengkakan (Swelling) (%) =
x 100%
Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven
pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya
ditimbang. Sampel ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam cawan
porselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 °C,
lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang kembali.
Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai berat konstan. Adapun rumus
penentuan kadar air sebagai berikut:
Kadar air (bb) =
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
pH Larutan 1% (SNI 06-3736-1995)
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan aquades 100 ml dan
dipanaskan pada suhu 70 0C sambil diaduk. Setelah homogen, larutan didinginkan
pada suhu ruang, lalu diukur nilai pH-nya.
Analisis Spektroskopi FTIR
Sampel yang dianalisis dengan spektroskopi FTIR berupa selulosa nata,
CMC nata dan suspensi CMC nata dengan asam suksinat. Sampel selulosa nata
terlebih dahulu dihancurkan dengan menggunakan blender kemudian dihaluskan
dengan mortar serta disaring dengan ayakan berukuran 400 mesh dan sampel
CMC nata disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh. Pelet disiapkan dengan
mencampurkan sampel tersebut sebanyak 2 mg dan KBr sebanyak 45 mg
menggunakan tekanan sebesar 400 kg/cm2 selama 10 menit. Pengujian sampel
dianalisis pada lebar pita 400-4000 cm-1.
Analisis XRD
Struktur kristal dari TiO2 dianalisis dengan X-Ray Diffractometer dengan
pola difraksi X-Ray didapat dengan radiasi Cu (λ=0,154056 nm), tegangan
generator 40 kV dan arus 30 mA. Alat diatur pada mode step scan dengan ukuran
step 0.02º dan waktu step 0,4 detik pada rentang sudut 10º-80º.
5
Analisis Morfologi dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Membran hidrogel yang telah disintesis diuji bentuk morfologinya dengan
menggunakan Mikroskop Elektron Payaran atau Scanning Electron Microscopy
(SEM). Sampel tersebut dilapisi dengan lapisan tipis logam palladium emas,
kemudian dianalisis menggunakan SEM dengan perbesaran 100 x, 1000 x, 3500 x
dan 5000 x.
Uji Daya Antimikroba Hidrogel (Garriga et al. 1993)
Metode uji antibakteri diadaptasi dari metode Garriga et al. (1993) dengan
menggunakan teknik difusi agar yang telah dimodifikasi. Alat-alat dan bahan yang
akan digunakan seperti cawan petri, kertas cakram, akuades disterilkan terlebih
dahulu di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.
Kultur mikroba uji harus disegarkan terlebih dahulu. Inokulasi bakteri
dimulai dengan menyiapkan media cair berupa Nutrient Broth (NB) untuk bakteri
Escherichia coli sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL) dan Tryptone Soya Broth (TSB)
untuk bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL), bakteri
disegarkan dengan menginokulasikan satu ose kultur murni E coli dari agar miring
Nutrient Agar (NA) ke dalam medium cair NB secara aseptik, hal yang sama juga
dilakukan dengan menginokulasikan satu ose kultur murnu S aureus dari agar
miring Tryptone Soya Agar (TSA) ke dalam medium cair TSB secara aseptik.
Kultur uji kemudian diinkubasi selama 18 jam untuk bakteri E coli dan 24 jam
untuk bakteri S aureus pada suhu 37 0C.
Pembuatan media agar dilakukan dengan melarutkan NA sebanyak 2 g
dalam 100 mL akuades (20 g/1000 mL) untuk media bakteri E coli dan TSA
sebanyak 4 g dalam 100 mL akuades (40 g/1000 mL) untuk media bakteri S
aureus, kedua larutan tersebut dilarutkan di dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
dihomogenkan dengan pengadukan listrik di atas penangas hingga larutan berubah
menjadi bening. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C
selama 15 menit. Media NA dan TSA steril didinginkan sampai suhu 45-50 0C.
Kultur uji segar diinokulasikan sebanyak 100 µL ke dalam 100 mL media
NA dan TSA. Setelah kultur bercampur dengan media, media cair dituangkan ±
20 mL ke dalam cawan petri. Setelah campuran media dan kultur uji membeku,
sampel CMC-suksinat-TiO2 yang dibentuk menyerupai cakram berukuran 6 mm
diletakkan diatas media agar tersebut, selain sampel digunakan juga kontrol
negatif berupa CMC-suksinat dan DMSO, serta kontrol positif berupa
kloramfenikol 1000 ppm untuk bakteri S aureus dan tetrasiklin 1000 ppm untuk
bakteri E coli. Cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam
untuk bakteri E coli dan 24 jam untuk bakteri S aureus. Areal penghambatan
diukur berdasarkan zona bening yang terbentuk disekitar cakram sampel.
SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS
KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO2
CANDRA PERANGIN-ANGIN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS
KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO2
CANDRA PERANGIN-ANGIN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Hidrogel
Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa-TiO2 adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Candra Perangin-angin
NIM G44100036
ABSTRAK
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis
Karboksimetil Selulosa-TiO2. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA
dan HENNY PURWANINGSIH
Hidrogel karboksimetil selulosa (CMC) dapat disintesis dari selulosa bakteri.
Produk reaksi CMC dengan asam suksinat dapat digunakan sebagai antibakteri
dengan tambahan TiO2 (Rutil). Penelitian ini bertujuan menyintesis hidrogel
antibakteri berbasis CMC-TiO2. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan
membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus -OH dari asam
suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pencirian berdasarkan derajat
substitusi (DS), derajat pembengkakan, kadar air, pH, spektrum inframerah,
mikrofotograf, uji antibakteri, dan difraktogram. DS yang diperoleh sebesar
0.2368. Derajat pembengkakan dipengaruhi oleh konsentrasi TiO2. Semakin
tinggi konsentrasi TiO2, semakin tinggi derajat pembengkakan. Pengujian
antibakteri menunjukkan CMC-suksinat-TiO2 dapat menghambat bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada setiap konsentrasi TiO2.
Semakin tinggi konsentrasi TiO2, semakin besar penghambatan bakteri yang
dihasilkan. Oleh karena itu, CMC-suksinat-TiO2 berpotensi sebagai antibakteri.
Kata kunci: asam suksinat, hidrogel, karboksimetil selulosa, TiO2
ABSTRACT
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Synthesis of Antibacterial Hydrogels Based on
Carboxymethyl Cellulose-TiO2. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA
and HENNY PURWANINGSIH
Carboxymethyl cellulose (CMC) hydrogels can be synthesized from
bacterial cellulose. The reaction of CMC and succinic acid can be used as an
antibacterial with the addition of TiO2 (Rutile). This study was to synthesize
hydrogel-based antibacterial CMC-TiO2. The addition of succinic acid against
CMC will form a crosslinking by the esterification reaction between the -OH
group of succinic acid with polycarboxylic acid of CMC. The product was
evaluated by the degree of substitution (DS), swelling ratio, water content, pH, the
infrared spectrum, microphotographs, antibacterial test, and difractogram.The
resulted DS was approximately 0.2368. The swelling ratio was affected by the
TiO2 concentration. The higher the TiO2 concentration the higher the swelling
ratio. CMC-succinic-TiO2 was able to inhibit Staphylococcus aureus and
Escherichia coli in each TiO2 concentration. The increasing TiO2 concentration
was followed by the higher capability of bacteria inhibition. Therefore, CMCsuccinic-TiO2 is potential as a material for antibacterial.
Keywords: Carboxymethyl cellulose, hydrogels, succinic acid, TiO2
SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS
KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO2
CANDRA PERANGIN-ANGIN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil SelulosaTiO2
Nama
: Candra Perangin-angin
NIM
: G44100036
Disetujui oleh
Betty Marita Soebrata, SSi, MSi
Pembimbing I
Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan berkat, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Sintesis Hidrogel Antibakteri
Berbasis Karboksimetil selulosa-TiO2”. Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia,
Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Juli 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu
dalam penyusunan karya ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik
khususnya kepada Ibu Betty Marita Soebrata, SSi, Msi selaku pembimbing utama,
Ibu Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi selaku pembimbing kedua atas bimbingan,
arahan, dan ilmu yang telah diberikan. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Ai,
Bapak Mail, Bapak Sujono (Analis FTIR di Laboratorium Terpadu Institut
Pertanian Bogor), Ibu Nunuk (Analis Antibakteri di Pusat Studi Biofarmaka
Bogor) atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan seluruh
keluarga atas doanya serta buat rekan kerja, yaitu Alfian Hadi, Dyah Permata Sari,
untuk kebersamaan, dukungan, dan semangat yang diberikan. Selain itu, terima
kasih kepada Vallian Ghali, Jajang Jaelani, Imam Firdaus, Hawari, Kristian yang
senantiasa memberikan masukan, dorongan, dan semangat kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2014
Candra Perangin-angin
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
2
Bahan dan Alat
2
Metode
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Karboksimetil Selulosa
6
8
Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat
10
Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2
11
Hasil Aktivitas Antibakteri
12
Difraktogram
13
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Mekanisme reaksi karboksimetil selulosa
Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan
asam suksinat
Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2
Hasil derajat swelling hidrogel
Hasil spektrum tumpuk selulosa, CMC, dan CMC-Suksinat
Hasil uji SEM
Hasil aktivitas antibakteri
Difraktogram
6
7
8
9
10
11
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Bagan alir percobaan
Hasil uji derajat substitusi
Hasil uji derajat swelling
Hasil uji kadar air
Hasil uji pH
Hasil uji XRD
JCPDS TiO2 jenis rutil
17
18
19
19
20
20
21
1
PENDAHULUAN
Hidrogel adalah jaringan polimer yang mengabsorbsi air dengan jumlah
besar dan tidak larut dalam air karena adanya tautan silang kimia atau fisika pada
rantai polimer (Metters dan Lin 2006). Air yang terdapat dalam gel ini merupakan
air yang masuk ke dalam suatu bahan dan akan menyebabkan pengembangan
volume, tetapi air ini bukan komponen penyusun bahan tersebut (Winarno 1997).
Hidrogel digunakan sebagai aditif makanan, absorben air, perangkap kimia,
pembawa obat, organ buatan, atau sebagai agen penghambat enzim. Hidrogel
umumnya dibuat dari molekul polimer hidrofilik yang ditaut silang dengan ikatan
kimia maupun dengan interaksi ionik, ikatan hidrogen, atau interaksi hidrofobik.
Tidak terdapat batas tertentu mengenai banyaknya air yang dapat diserap bahan
untuk dapat disebut hidrogel (Park et al. 1993). Kestabilan hidrogel sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama dalam lingkungan hayati seperti
pH, suhu, medan listrik, kekuatan ionik, dan kadar garam (Wang et al. 2004).
Air kelapa dapat diolah untuk menghasilkan beberapa produk bernilai
ekonomi seperti minuman ringan, cuka, dan nata de coco. Saat ini baru nata de
coco yang telah berkembang mulai dari skala industri rumah tangga hingga
industri besar (Tenda et al. 1999). Nata de Coco merupakan produk hasil
fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum (A
xylinum). Bakteri A xylinum dapat membentuk nata jika tumbuh dalam air kelapa
dengan kandungan nutrisi yang cukup dan mempunyai pH 3-4. Dalam kondisi
demikian, A xylinum akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat
mensintetis gula menjadi selulosa. Nata de Coco merupakan sumber dari selulosa
bakteri. Hasil sintesis selulosa bakteri membentuk karboksimetil selulosa
(Awalludin 2004).
Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan eter polimer selulosa linear dan
berupa senyawa anion, yang dapat terurai secara biologis (biodegradabel), tidak
berwarna, tidak berbau, tidak beracun, berupa butiran atau bubuk yang larut dalam
air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5
sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2.0 sampai 10.0, bereaksi dengan garam logam
berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi
dengan senyawa organik. Penggunaan selulosa bakterial sebagai bahan baku
pembuatan CMC memiliki beberapa keuntungan, di antaranya mempunyai
kemurnian yang relatif tinggi dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari
tanaman (Awalludin 2004). CMC berpotensi sebagai adsorben yang dapat
menjerap logam berat dilihat dari struktur senyawanya.
Penelitian tentang karboksimetil selulosa telah banyak dilakukan di
antaranya Hafizh (2012) mensintesis karboksimetil selulosa (CMC) menggunakan
agen pengikat silang N,N’-metilenabisakrilamida (MBA) sebagai pembenah tanah
pada pertumbuhan tanaman cabai (Capsicum annum L.), Nisa dan Putri (2014)
mensintesis CMC dari selulosa kulit buah Kakao (Teobroma cacao L.), Wijayani
et al. (2005) melakukan karakterisasi karboksimetil selulosa (CMC) dari Eceng
Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms). Penelitian Hashem et al. (2013)
mensintesis hidrogel CMC menggunakan penaut silang asam suksinat, asam sitrat,
dan asam malat dengan ZnO sebagai antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan
derajat swelling yang paling baik, yaitu pada penaut silang asam suksinat. TiO2
2
dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan laju pertumbuhan
bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun
operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2
maka bakteri tersebut akan terurai/busuk bahkan akan mati (Fujishima 1999).
Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan sintesis
karboksimetil selulosa dengan alternatif sumber selulosa dari nata de coco sebagai
bahan baku pembuatan CMC yang ditaut silang dengan asam suksinat dan
dimodifikasi menjadi hidrogel antibakteri dengan penambahan TiO2.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, 15 mL asam asetat glasial, 40 mL NaOH 30%, asam
oksalat 0.1 N, 40 mL NaOH 35%, 100 ml isopropanol, 18 gram monokloroasetat,
50 ml metanol 80%, 20 ml metanol PA, 0.25% asam suksinat, TiO2 (0.1%, 0.3%,
0.5%), akuades, indikator fenolftalein, HCl 32%, pelat KBr, Nutrient Agar (NA),
Tryptone Soya Agar (TSA), Nutrient Broth (NB), dan Tryptone Broth Agar (TSB).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum, pisau, nampan,
plastic wrap, neraca analitik, peralatan gelas, laminar flow cabinet, plat kaca,
mortar, refluks, cawan petri, oven, tanur, hotplate, saringan 60, 100, dan 400 mesh,
blender, desikator, autoclaf, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR (IRPrestige-21),
dan XRD Shimadzu 610.
Metode
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan selulosa bakteri,
pembuatan karboksimetil selulosa, sintesis karboksimetil selulosa-TiO2, pencirian
karboksimetil selulosa-TiO2, dan uji antimikroba.
Preparasi Selulosa
Nata yang baru diperoleh, dicuci dengan air keran hingga bersih.
Lembaran nata kemudian direndam di dalam ember plastik selama 3 hari dan
setiap hari air rendaman diganti. Setelah itu, nata direbus sampai mendidih pada
suhu 100 °C selama 20 menit. Tujuan perendaman dan perebusan ini adalah
menghilangkan asam. Setelah direbus, lembaran nata diberi tekanan menggunakan
press hidrolik hingga hampir seluruh air keluar (Deptan 2014).
Selulosa bakteri yang berbentuk lembaran tipis dikeringkan di bawah sinar
matahari, setelah kering lalu dihancurkan dengan blender, kemudian disaring
dengan ayakan 40 mesh hingga diperoleh serbuk padatan yang halus (Awalludin
2004).
3
Pembuatan Karboksimetil Selulosa (Awalludin 2004)
Selulosa bakteri yang sudah dihaluskan ditimbang 5.5 gram dan direndam
dengan 100 ml isopropanol, kemudian ditambahkan 40 mL NaOH 35% sedikit
demi sedikit selama 30 menit. Setelah 1 jam, 18 gram asam monokloroasetat
ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Campuran diaduk selama 4
jam pada suhu 55 °C, lalu disaring dan ditambahkan 50 ml metanol 80%,
kemudian dinetralkan dengan asam asetat pada suhu kamar. Penyaringan
dilakukan kembali, lalu CMC dicuci dengan 30 ml metanol absolut dan
dikeringkan pada suhu 55 °C.
Sintesis Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Karboksimetil selulosa ditimbang 3 gram (konsentrasi 15%) dan dilarutkan
dalam 20 ml akuades dengan pengadukan terus-menerus hingga menghasilkan
campuran yang homogen. Asam suksinat ditimbang 1.5 gram (konsentrasi 7.5%)
dimasukkan ke dalam larutan CMC dengan pengadukan terus-menerus sampai
terbentuk pasta. TiO2 terlebih dahulu disuspensi dengan metanol, setelah itu
ditambahkan ke dalam pasta yang telah terbentuk. Penambahan TiO2 yang telah
disuspensi dilakukan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Pasta yang
terbentuk kemudian dicetak di atas plat kaca sehingga berbentuk lembaran dengan
ukuran 20 x 10 x 0.2 cm, kemudian lembaran hidrogel dikeringkan di dalam oven
pada suhu 55 °C sampai lembaran yang di plat kaca menjadi kering.
Pencirian Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Penentuan Derajat Substitusi Karboksimetil Selulosa (Hong 2013).
Sebanyak 0.5 g bubuk kering CMC ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk. Sebanyak 25 mL NaOH 0.3 M
ditambahkan dan dipanaskan diatas hotplate selama 15 menit. Setelah larutan
homogen ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan
dititrasi menggunakan HCl 0.3015 M. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi
perubahan warna larutan dari merah muda menjadi tidak berwarna. Titrasi
dilakukan tiga kali ulangan.
Derajat substitusi (DS) dari CMC dapat diketahui melalui persamaan
berikut:
Kandungan Karboksimetil (%CM) =
Derajat Substitusi (DS) =
Keterangan:
V0
Vn
M
m
162 g/mol
59 g/mol
58 g/mol
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi blangko (mL)
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi sampel (mL)
= Molaritas HCl yang digunakan (M)
= Massa sampel (g)
= Massa molar dari satu unit anhidroglukopiranosa (AGU)
= Massa molar dari –CH2COOH
= Massa molar dari –CH2COO-
4
Kemampuan Pembengkakan (Swelling) (Darwis et al. 2010)
Membran hidrogel dengan konsentrasi TiO2 sebesar 0.1%, 0.3% dan 0.5%
berukuran 1 x 1 cm ditimbang dengan teliti (W1), kemudian contoh membran
hidrogel direndam di dalam gelas piala berisi akuades hingga seluruh permukaan
membran hidogel terendam. Membran hidrogel direndam selama 24 jam, setelah
itu hidrogel dikeluarkan dari gelas piala, dan air pada permukaan hidrogel
dihilangkan dengan kertas tissue, kemudian hidrogel ditimbang kembali dengan
teliti (W2). Kemampuan pembengkakan atau swelling dihitung dengan persamaan
berikut:
Kemampuan pembengkakan (Swelling) (%) =
x 100%
Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven
pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya
ditimbang. Sampel ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam cawan
porselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 °C,
lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang kembali.
Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai berat konstan. Adapun rumus
penentuan kadar air sebagai berikut:
Kadar air (bb) =
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
pH Larutan 1% (SNI 06-3736-1995)
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan aquades 100 ml dan
dipanaskan pada suhu 70 0C sambil diaduk. Setelah homogen, larutan didinginkan
pada suhu ruang, lalu diukur nilai pH-nya.
Analisis Spektroskopi FTIR
Sampel yang dianalisis dengan spektroskopi FTIR berupa selulosa nata,
CMC nata dan suspensi CMC nata dengan asam suksinat. Sampel selulosa nata
terlebih dahulu dihancurkan dengan menggunakan blender kemudian dihaluskan
dengan mortar serta disaring dengan ayakan berukuran 400 mesh dan sampel
CMC nata disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh. Pelet disiapkan dengan
mencampurkan sampel tersebut sebanyak 2 mg dan KBr sebanyak 45 mg
menggunakan tekanan sebesar 400 kg/cm2 selama 10 menit. Pengujian sampel
dianalisis pada lebar pita 400-4000 cm-1.
Analisis XRD
Struktur kristal dari TiO2 dianalisis dengan X-Ray Diffractometer dengan
pola difraksi X-Ray didapat dengan radiasi Cu (λ=0,154056 nm), tegangan
generator 40 kV dan arus 30 mA. Alat diatur pada mode step scan dengan ukuran
step 0.02º dan waktu step 0,4 detik pada rentang sudut 10º-80º.
5
Analisis Morfologi dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Membran hidrogel yang telah disintesis diuji bentuk morfologinya dengan
menggunakan Mikroskop Elektron Payaran atau Scanning Electron Microscopy
(SEM). Sampel tersebut dilapisi dengan lapisan tipis logam palladium emas,
kemudian dianalisis menggunakan SEM dengan perbesaran 100 x, 1000 x, 3500 x
dan 5000 x.
Uji Daya Antimikroba Hidrogel (Garriga et al. 1993)
Metode uji antibakteri diadaptasi dari metode Garriga et al. (1993) dengan
menggunakan teknik difusi agar yang telah dimodifikasi. Alat-alat dan bahan yang
akan digunakan seperti cawan petri, kertas cakram, akuades disterilkan terlebih
dahulu di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.
Kultur mikroba uji harus disegarkan terlebih dahulu. Inokulasi bakteri
dimulai dengan menyiapkan media cair berupa Nutrient Broth (NB) untuk bakteri
Escherichia coli sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL) dan Tryptone Soya Broth (TSB)
untuk bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL), bakteri
disegarkan dengan menginokulasikan satu ose kultur murni E coli dari agar miring
Nutrient Agar (NA) ke dalam medium cair NB secara aseptik, hal yang sama juga
dilakukan dengan menginokulasikan satu ose kultur murnu S aureus dari agar
miring Tryptone Soya Agar (TSA) ke dalam medium cair TSB secara aseptik.
Kultur uji kemudian diinkubasi selama 18 jam untuk bakteri E coli dan 24 jam
untuk bakteri S aureus pada suhu 37 0C.
Pembuatan media agar dilakukan dengan melarutkan NA sebanyak 2 g
dalam 100 mL akuades (20 g/1000 mL) untuk media bakteri E coli dan TSA
sebanyak 4 g dalam 100 mL akuades (40 g/1000 mL) untuk media bakteri S
aureus, kedua larutan tersebut dilarutkan di dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
dihomogenkan dengan pengadukan listrik di atas penangas hingga larutan berubah
menjadi bening. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C
selama 15 menit. Media NA dan TSA steril didinginkan sampai suhu 45-50 0C.
Kultur uji segar diinokulasikan sebanyak 100 µL ke dalam 100 mL media
NA dan TSA. Setelah kultur bercampur dengan media, media cair dituangkan ±
20 mL ke dalam cawan petri. Setelah campuran media dan kultur uji membeku,
sampel CMC-suksinat-TiO2 yang dibentuk menyerupai cakram berukuran 6 mm
diletakkan diatas media agar tersebut, selain sampel digunakan juga kontrol
negatif berupa CMC-suksinat dan DMSO, serta kontrol positif berupa
kloramfenikol 1000 ppm untuk bakteri S aureus dan tetrasiklin 1000 ppm untuk
bakteri E coli. Cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam
untuk bakteri E coli dan 24 jam untuk bakteri S aureus. Areal penghambatan
diukur berdasarkan zona bening yang terbentuk disekitar cakram sampel.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa
yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam
air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dan
memiliki aroma netral (Murray 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut
dalam air, anionik dan merupakan polimer linier (Nussinovitch, 1997). CMC
diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan NaOH yang diikuti
dengan asam monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson.
Sintesis CMC meliputi alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan
dengan menggunakan NaOH, dengan tujuan untuk mengaktifkan gugus-gugus
OH pada molekul selulosa, memecah ikatan hidrogen, dan mengembangkan
molekul selulosa sehingga memperluas jarak molekul selulosa. Mengembangnya
selulosa ini akan memudahkan difusi reagen karboksimetilasi, yaitu asam
monokloroasetat. Berdasarkan Gambar 1 hasil reaksi samping pada pembentukan
CMC yaitu asam glikolat. Pada penelitian ini, selulosa yang digunakan sebesar 5.5
gram. Selulosa tersebut disintesis menjadi CMC. Setelah dilakukan sintesis, maka
diperoleh bobot CMC tiga kali lebih besar dari bobot selulosa. Penambahan bobot
disebabkan karena telah terjadi reaksi pada saat sintesis berlangsung. Gambar 1
merupakan mekanisme reaksi pembentukan CMC.
Gambar 1 Mekanisme reaksi karboksimetil selulosa
7
Setelah CMC diperoleh, selanjutnya dilakukan penambahan agen pengikat
silang, yaitu asam suksinat. Pemilihan asam suksinat sebagai agen pengikat silang
didasarkan pada penelitian Hashem et al. (2013) bahwa asam suksinat merupakan
agen pengikat silang yang paling baik dibandingkan dengan asam malat dan asam
sitrat. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan membentuk ikatan silang
melalui reaksi esterifikasi antara gugus –OH dari asam suksinat dengan asam
polikarboksilat dari CMC. Pembentukan ikatan silang mengubah sifat dari CMC
menjadi tidak larut dalam air. Struktur yang terbentuk memungkinkan air masuk
ke dalam struktur CMC-suksina tmembentuk hidrogel. Ciri-ciri hidrogel, yaitu
tidak larut dalam air dan dapat mengabsorpsi air (Darwis et al. 2010). Gambar 2
merupakan mekanisme reaksi CMC dengan asam suksinat.
Gambar 2 Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan asam suksinat
Paduan CMC-Suksinat, selanjutnya ditambahkan senyawa TiO2. Adapun
fungsi dari penambahan TiO2, yaitu hidrogel yang dibuat berfungsi sebagai
antibakteri. Jenis TiO2 yang digunakan ialah jenis rutil. Bentuk titanium dioksida
yang stabil adalah rutil, bentuk lain yaitu anatase dan brukit. Rutil mempunyai
struktur kristal mirip dengan anatase. Katalis TiO2 mempunyai sifat self-cleaning
dan self-sterilizing, yaitu daya membersihkan sendiri yang berfungsi untuk
menghilangkan bau, zat organik dan anorganik dan sifat self-sterilizing yaitu dapat
mensterilkan bakteri dan virus, sehingga kinerja katalis TiO2 dapat dipakai sebagai
antibiotik. TiO2 dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan
laju pertumbuhan bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang
umum maupun operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang
terfotokatalis TiO2, maka bakteri tersebut akan terurai atau busuk bahkan akan
mati (Fujishima 1999).
8
Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu CMC 15%, asam
suksinat 7.5%. Konsentrasi yang digunakan sangat tinggi dibandingkan dengan
CMC komersial. CMC komersial menggunakan konsentrasi 1.6% dan asam
suksinat 0.25%. Perbedaan konsentrasi tersebut disebabkan karena CMC yang
disintesis kelarutannya sangat rendah, sehingga dibutuhkan CMC yang lebih
banyak untuk membuat campuran berbentuk pasta. Setelah campuran CMC dan
asam suksinat homogen, maka TiO2 ditambahkan dengan tiga konsentrasi
berbeda, yaitu 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Sebelum TiO2 ditambahkan, terlebih dahulu
TiO2 dilarutkan dengan metanol. TiO2 tidak larut dalam pelarut yang sangat polar
seperti air, tetapi TiO2 larut dalam metanol karena metanol kepolarannya lebih
rendah daripada air. TiO2 yang sudah larut, kemudian dicampurkan dengan CMCsuksinat sampai homogen dan selanjutnya dibuat membran di atas pelat kaca.
Gambar 3 merupakan bentuk dari CMC-suksinat-TiO2 yang sudah dibuat
lembaran di atas pelat kaca. Gambar 3 menunjukkan warna dari lembaran yang
berbeda sesuai dengan konsentrasi TiO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi
konsentrasi TiO2, maka semakin putih warna lembaran yang dihasilkan.
Gambar 3 Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2
Karakterisasi Karboksimetil Selulosa
Tabel 1 Hasil karakterisasi karboksimetil selulosa
Parameter
Nilai
(SNI06-3736-1995)
Derajat
0.24
0.40-1
Substitusi
Kadar air (%)
8.99
≤10
pH
4.57
6-8
Derajat subtitusi menentukan kelarutan CMC. Semakin tinggi derajat
substitusi, semakin tinggi kelarutan polimer CMC. Berdasarkan (SNI 06-37361995) derajat substitusi (DS), yaitu 0.40-1. Berdasarkan sintesis karboksimetil
selulosa yang dilakukan dengan 3 ulangan maka diperoleh hasil rerata derajat
substitusi 0.24. Nilai derajat substitusi hasil sintesis berada di bawah ambang
batas literatur, disebabkan karena karboksimetil selulosa yang diperoleh belum
murni.
9
Karboksimetil selulosa bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air
dari udara. CMC dapat mengabsorbsi air, banyaknya air yang diabsorbsi
dipengaruhi oleh kadar air CMC, kelembaban relatif, suhu dan derajat substitusi.
CMC yang mempunyai derajat substitusi tinggi, akan lebih efektif mengikat air.
Berdasarkan Tabel 1 rerata kadar air dari 3 kali ulangan sebesar 8.99%. Hasil
kadar air tersebut sudah baik, karena kadar air masih di bawah 10% (SNI 063736-1995). CMC memiliki kemampuan memerangkap air di dalam strukturnya
sehingga air tidak bisa masuk ataupun keluar dari bahan. Semakin tinggi derajat
substitusi, maka akan menyebabkan air yang terkandung dalam CMC semakin
banyak. Hal ini dipengaruhi besarnya tingkat pemutusan ikatan.
Indikator lain yang menunjukkan kualitas CMC adalah pH. pH akan
menentukan kelarutan CMC. pH di bawah 5 akan mengurangi kelarutan CMC. pH
CMC berdasarkan (SNI 06-3736-1995), yaitu 6-8. Pada penelitian diperoleh rerata
hasil pH CMC dengan 3 kali ulangan, yaitu sebesar 4.57 (Tabel 1). Hasil yang
diperoleh masih tergolong asam, sehingga kelarutan CMC masih rendah.
Membran CMC-suksinat-TiO2 yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji
swelling atau kemampuan pembengkakan. Pengujian swelling CMC-suksinatTiO2 dilakukan tiga kali ulangan. Pada pengujian swelling, terjadi pembengkakan
bentuk CMC-suksinat-TiO2 ketika direndam dengan air. Bentuk hidrogel yang
dihasilkan lebih besar dari CMC-suksinat. Hidrogel yang dihasilkan tidak mudah
rapuh pada saat pengujian swelling. Hasil rerata uji swelling CMC-suksinat-TiO2
(0.1%, 0.3%, dan 0.5%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi TiO2 maka
semakin tinggi nilai derajat swelling. Derajat swelling CMC-suksinat lebih rendah
dibandingkan dengan CMC-suksinat-TiO2. Berdasarkan hasil tersebut, maka TiO2
dapat meningkatkan nilai derajat swelling.
120
108.52
Derajat swelling (%)
100
82.45
80
85.04
64.83
60
40
20
0
CMC nata
CMC-suksinat
CMC-suksinat- CMC-suksinatCMC-suksinatTiO2 0.3%
TiO2 0.5%
TiO2 0.1%
Jenis contoh
Gambar 4 Derajat swelling hidrogel
10
Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat
Pengujian FTIR dilakukan pada 3 sampel yang berbeda, yaitu selulosa 400
mesh, karboksimetil selulosa 100 mesh, dan CMC-suksinat. Gambar 5
merupakan hasil dari spektrum tumpuk dalam uji FTIR ketiga sampel. Spektrum
selulosa pada bilangan gelombang 3271.2700 cm-1 mengindikasikan gugus –OH.
Pada bilangan gelombang 2920.2300 cm-1 menunjukkan regangan ikatan C-H.
Bilangan gelombang 1658.7800 merupakan gugus karbonil. Gugus eter
ditunjukkan pada bilangan gelombang 1037.7000 cm-1 (Pavia et al. 2001).
Spektrum yang diperoleh menunjukan struktur selulosa.
a
%T
b
c
OH
CH
C=O
C-O
λ
Gambar 5 Hasil spektrum tumpuk pada: (a) CMC 100 mesh, (b) Selulosa
nata 400 mesh, (c) CMC-suksinat
Pada spektrum CMC, diperoleh bilangan gelombang 3163.2600 cm-1
menunjukkan gugus -OH. Pada bilangan gelombang 2924.0900 cm-1 merupakan
regangan ikatan C-H. Gugus karboksil (COO-) ditunjukkan pada bilangan
gelombang 1593 cm-1. Pada bilangan gelombang 1060.8500 cm-1
mengindikasikan gugus eter. CMC yang diperoleh belum terlalu murni, karena
masih terdapat pengotor pada CMC tersebut.
Spektrum CMC-suksinat pada bilangan gelombang 3387 cm-1
mengindikasikan gugus –OH. Gugus –OH yang diperoleh lebih banyak daripada
selulosa dan CMC. Bertambahnya gugus –OH disebabkan karena adanya asam
suksinat pada CMC-suksinat. Adanya asam suksinat tersebut menyebabkan –OH
semakin banyak, karena struktur asam suksinat yang mempunyai gugus –OH pada
kedua sisinya. Bilangan gelombang 2931.8000 cm-1 merupakan regangan ikatan
C-H. Bilangan gelombang 1593.2000 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus COO-.
Gugus karboksil yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Hasil
11
yang diperoleh tersebut dipengaruhi oleh asam suksinat yang berikatan dengan
CMC. Asam suksinat memberikan tambahan gugus karboksil, karena struktur
asam suksinat mempunyai gugus karboksil di kedua sisinya. Di antara bilangan
gelombang 1000-1300, yaitu bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 dan 1203.3800
menunjukkan gugus eter. Pada CMC-suksinat ini tidak terdapat lagi pengotor,
karena reaksi yang terjadi sudah sempuna.
Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2
Pada pengujian SEM dilakukan CMC-suksinat-TiO2 0.5%, karena hasil
tersebut merupakan hasil yang terbaik pada pengujian swelling. Pengujian SEM
TiO2 dalam Purwaningsih dan Ratnasari (2014) menyatakan bahwa butiranbutiran kecil yang terdapat dalam gambar menandakan adanya TiO2. Butiran TiO2
yang terlihat mengalami penggumpalan yang disebabkan karena sifat TiO2 yang
menggumpal jika terkena udara. Pada penelitian dengan perbesaran 3500 ×
terlihat adanya butiran-butiran yang mengalami penggumpalan. Butiran yang
diperoleh lebih besar dan lebih menggumpal dibandingkan dengan penelitian
Purwaningsih dan Ratnasari (2014). Perbedaan hasil tersebut diakibatkan karena
konsentrasi TiO2 yang diuji lebih tinggi, akibatnya butiran TiO2 lebih
menggumpal. Berdasarkan pengujian, maka TiO2 sudah terlihat di perbesaran
3500 ×. Selain butiran yang menggumpal, terlihat adanya warna putih di setiap
permukaan. Warna putih yang dihasilkan merupakan TiO2 yang sudah berikatan
silang dengan struktur CMC. Warna yang dihasilkan tidak di dominasi warna
putih, ada yang berwarna gelap yang disebabkan karena TiO2 hanya berikatan
silang dengan CMC sehingga tidak semua warna dari TiO2 menempel pada
struktur CMC. Gambar 6 merupakan hasil analisis SEM dengan perbesaran 3500
× dan hasil SEM penelitian (Purwaningsih dan Ratnasari 2014).
(a)
(b)
Gambar 6 Hasil uji SEM (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5% dengan perbesaran 3500 ×,
(b) TiO2 20000 × (Purwaningsih dan Ratnasari 2014)
12
Hasil AktivitasAntibakteri
Pengujian yang terakhir dilakukan uji aktivitas antibakteri. Bakteri yang
digunakan ialah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengujian
antibakteri dilakukan dengan ketiga konsentrasi (0.1%, 0.3%, dan 0.5%) dari
CMC-suksinat-TiO2. Aktivitas inhibisi antibakteri dari hidrogel diukur
berdasarkan diameter dari zona bening yang terbentuk. Gambar 7 merupakan zona
bening yang terbentuk sebelum dan sesudah diinkubasi.
(a)
(b)
(c)
Gambar 7 Hasil aktivitas antibakteri (a) sebelum di inkubasi, (b) setelah
diinkubasi S aureus, dan (c) setelah diinkubasi E coli
Tabel 2 Rasio aktivitas antibakteri
Zona inhibisi
Sampel
sampel (mm)
15.87
S
aureus
16.10
Zona inhibisi
kontrol positif
(mm)
E coli
S
aureus
19.50
21.21
CMC-SuksinatAgNO3 0.6%
(Sari 2014)
17.27
11.94
21.91
CMC-SuksinatZnSO4 0.5%
(Hadi 2014)
16.63
10.16
20.33
E coli
CMC-SuksinatTiO2 0.5%
Rasio aktivitas
antibakteri
E coli
0.81
S
aureus
0.76
16.72
0.79
0.71
17.41
0.82
0.58
Berdasarkan Tabel 2, CMC-Suksinat-TiO2 0.5% memiliki rasio aktivitas
antibakteri sebesar 0.81 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli
dan 0.76 untuk bakteri uji S aureus. Hidrogel CMC yang berpotensi sebagai
antibakteri juga dapat dihasilkan dengan penambahan logam oksida selain
titanium, yaitu perak dan seng. Sari (2014) melaporkan CMC-Suksinat-AgNO3
0.6% memiliki rasio aktivitas antibakteri sebesar 0.79 terhadap kontrol antibiotik
standar untuk bakteri uji E coli dan 0.71 untuk bakteri uji S aureus. Hadi (2014)
melaporkan CMC-Suksinat-ZnSO4 0.5% memiliki rasio aktivitas antibakteri
sebesar 0.82 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli dan 0.58
untuk bakteri uji S aureus. Berdasarkan rasio aktivitas antibakteri yang diperoleh,
maka penggunaan ZnSO4 menunjukkan penghambatan yang terbesar terhadap
13
bakteri E coli dibandingkan dengan senyawa AgNO3 dan TiO2. Rasio aktivitas
antibakteri terhadap bakteri S aureus menunjukkan TiO2 mempunyai
penghambatan yang paling besar dibanding dengan AgNO3 dan ZnSO4.
Berdasarkan aktivitas antibakteri pada TiO2, semakin tinggi konsentrasi maka
semakin besar zona bening yang terbentuk baik pada bakteri E coli maupun
S.aureus. Zona bening yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol
(+). Kontrol (-) yang digunakan ialah dimethyl sulfoxide (DMSO) dan CMC nata.
Pada DMSO tidak ada zona bening yang terbentuk untuk kedua bakteri tersebut.
CMC nata membentuk zona bening, yaitu sebesar 9.41 mm baik pada bakteri
E.coli maupun bakteri S.aureus. Kontrol (-) yang terbentuk masih rendah
dibandingkan dengan sampel CMC-suksinat-TiO2 dan kontrol (+). Kontrol (-)
seharusnya tidak membentuk zona bening. Zona bening yang terbentuk pada
kontrol (-) disebabkan karena pelarut yang digunakan pada CMC berfungsi
sebagai antibakteri seperti metanol. Oleh sebab itu, kontrol (-) membentuk zona
bening. Berdasarkan hasil tersebut, maka CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan
sebagai antibakteri.
Difraktogram
(a)
(b)
Gambar 8 Difraktogram (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5%, dan (b) CMC-suksinat
Keterangan:
Tanda ● merupakan adanya TiO2 jenis rutil, dan tanda □ merupakan adanya CMC-suksinat
14
Pencirian XRD dapat memberi informasi secara umum baik kuantitatif
maupun kualitatif untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel,
menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Hasil sintesis CMC-suksinat-TiO2
0.5 % dikarakterisasi dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan disesuaikan
dengan data joint cristal powder difraction standard (JCPDS) (Lampiran 7).
Berdasarkan Gambar 8 maka logam yang dihasilkan sesuai dengan JCPDS ialah
logam kristal TiO2 jenis rutil berbentuk Orthorhombic. Sudut 2Ө diperoleh
berturut-turut sebesar 20.52; 22.32; 24.04; 24.08; 25.86; 31.2; 34.76; dan 45.68,
dengan intensitas berturut-turut 1244; 640; 843; 803; 526; 636; 167; dan 372
(Lampiran 6). Hasil tersebut mempunyai intensitas tertinggi pada hasil XRD
CMC-suksinat-TiO2 0.5%. Selain kristal TiO2, diperoleh juga intensitas dari
CMC-suksinat pada hasil XRD CMC-suksinat-TiO2 0.5%. CMC-suksinat yang
diperoleh pada Gambar 8a sesuai dengan hasil CMC-suksinat yang diperoleh
pada Gambar 8b. Sudut 2Ө pada Gambar 8a berturut-turut 14.2; 16.92; 20.48;
40.16; 56.66; 66.06; dan 75.4, dengan intensitas yang diperoleh berturut-turut
ialah 316; 187; 501; 85; 61; 20; dan 57. Sudut 2Ө yang diperoleh pada Gambar
8b berturut-turut ialah 13.38; 16.92; 20.42; 40.02; 54.32; 66.16; dan 75.42,
dengan intensitas berturut-turut ialah 120; 44; 139; 191; 75; 29; dan 58.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hidrogel CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan sebagai antibakteri. Hal ini
dibuktikan dengan adanya zona bening pada pengujian antibakteri. Semakin tinggi
konsentrasi TiO2 yang digunakan, semakin besar zona bening yang diperoleh pada
pengujian antibakteri.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sintesis hidrogel
antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-TiO2. Terutama untuk pengujian pH
pada preparasi nata de coco.
DAFTAR PUSTAKA
[SNI 01-2891-1992]. 1992. Kadar Air. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[SNI 06-3736-1995]. 1995. Syarat Mutu Natrium Karboksimetil Selulosa Teknis.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Awalludin A. 2004. Karboksimetilasi selulosa bakteri [Skripsi]. Bogor (ID):
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
15
Darwis D, Nurlidar F, Warastuti Y, dan Hardiningsih L. 2010. Pengembangan
hidrogel berbasis Polivinil Pirolidon (PVP) hasil iradiasi berkas elektron
sebagai plester penurun demam. J Sains Teknol Nukl Indones. 11(2):57-66.
Deptan. 2014. Pembuatan nata de coco dari air kelapa [Internet]. [diunduh 2014
Feb 10]. Tersedia pada: http//pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek.php.
Fujishima K, Hashimoto YT, Watanabe. 1999. TiO2 Photocatalysis Fundamental
and Aplication. Japan: Koyo printing.
Garriga M, Aymerich T, Hugas M, Monfort JM. 1993. Bacteriocinogenic activity
of lactobacilli from fermenter sausages. J App Bact. 75:142-148.
Hadi A. 2014. Sintesis hidrogel antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-ZnSO4
[skripsi], siap terbit. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hafizh E. 2012. Sintesis karboksimetil selulosa (CMC)-asam humat dan
aplikasinya sebagai pembenah tanah pada pertumbuhan tanaman cabai
(Capsicum annum L.) [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada
(UGM).
Hashem M, Sharaf S, Abd El-Hady MM, Hebeish A. 2013. Synthesis and
characterization of novel carboxymethyl cellulose hydrogels and
carboxymethyl cellulolse-hydrogel-ZnO-nanocomposites. J Carbpol.
95:421-427. doi:10.1016/jc.2013.03.013.
Hong KM. 2013. Preparation and characterization of carboxymethyl cellulose
from sugarcane bagasse [tesis]. Kuala Lumpur (ML): Fakultas Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Tunku Abdul Rahman.
Metters AT, Lin C.2006. Hidrogels in Controlled Release Formulation: Network
Design and Mathematical Modeling. Elsevier. 30;58 (12-13):1379-1408.
Mur
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis
Karboksimetil Selulosa-TiO2. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA
dan HENNY PURWANINGSIH
Hidrogel karboksimetil selulosa (CMC) dapat disintesis dari selulosa bakteri.
Produk reaksi CMC dengan asam suksinat dapat digunakan sebagai antibakteri
dengan tambahan TiO2 (Rutil). Penelitian ini bertujuan menyintesis hidrogel
antibakteri berbasis CMC-TiO2. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan
membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus -OH dari asam
suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pencirian berdasarkan derajat
substitusi (DS), derajat pembengkakan, kadar air, pH, spektrum inframerah,
mikrofotograf, uji antibakteri, dan difraktogram. DS yang diperoleh sebesar
0.2368. Derajat pembengkakan dipengaruhi oleh konsentrasi TiO2. Semakin
tinggi konsentrasi TiO2, semakin tinggi derajat pembengkakan. Pengujian
antibakteri menunjukkan CMC-suksinat-TiO2 dapat menghambat bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada setiap konsentrasi TiO2.
Semakin tinggi konsentrasi TiO2, semakin besar penghambatan bakteri yang
dihasilkan. Oleh karena itu, CMC-suksinat-TiO2 berpotensi sebagai antibakteri.
Kata kunci: asam suksinat, hidrogel, karboksimetil selulosa, TiO2
ABSTRACT
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Synthesis of Antibacterial Hydrogels Based on
Carboxymethyl Cellulose-TiO2. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA
and HENNY PURWANINGSIH
Carboxymethyl cellulose (CMC) hydrogels can be synthesized from
bacterial cellulose. The reaction of CMC and succinic acid can be used as an
antibacterial with the addition of TiO2 (Rutile). This study was to synthesize
hydrogel-based antibacterial CMC-TiO2. The addition of succinic acid against
CMC will form a crosslinking by the esterification reaction between the -OH
group of succinic acid with polycarboxylic acid of CMC. The product was
evaluated by the degree of substitution (DS), swelling ratio, water content, pH, the
infrared spectrum, microphotographs, antibacterial test, and difractogram.The
resulted DS was approximately 0.2368. The swelling ratio was affected by the
TiO2 concentration. The higher the TiO2 concentration the higher the swelling
ratio. CMC-succinic-TiO2 was able to inhibit Staphylococcus aureus and
Escherichia coli in each TiO2 concentration. The increasing TiO2 concentration
was followed by the higher capability of bacteria inhibition. Therefore, CMCsuccinic-TiO2 is potential as a material for antibacterial.
Keywords: Carboxymethyl cellulose, hydrogels, succinic acid, TiO2
2
dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan laju pertumbuhan
bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun
operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2
maka bakteri tersebut akan terurai/busuk bahkan akan mati (Fujishima 1999).
Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan sintesis
karboksimetil selulosa dengan alternatif sumber selulosa dari nata de coco sebagai
bahan baku pembuatan CMC yang ditaut silang dengan asam suksinat dan
dimodifikasi menjadi hidrogel antibakteri dengan penambahan TiO2.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, 15 mL asam asetat glasial, 40 mL NaOH 30%, asam
oksalat 0.1 N, 40 mL NaOH 35%, 100 ml isopropanol, 18 gram monokloroasetat,
50 ml metanol 80%, 20 ml metanol PA, 0.25% asam suksinat, TiO2 (0.1%, 0.3%,
0.5%), akuades, indikator fenolftalein, HCl 32%, pelat KBr, Nutrient Agar (NA),
Tryptone Soya Agar (TSA), Nutrient Broth (NB), dan Tryptone Broth Agar (TSB).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum, pisau, nampan,
plastic wrap, neraca analitik, peralatan gelas, laminar flow cabinet, plat kaca,
mortar, refluks, cawan petri, oven, tanur, hotplate, saringan 60, 100, dan 400 mesh,
blender, desikator, autoclaf, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR (IRPrestige-21),
dan XRD Shimadzu 610.
Metode
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan selulosa bakteri,
pembuatan karboksimetil selulosa, sintesis karboksimetil selulosa-TiO2, pencirian
karboksimetil selulosa-TiO2, dan uji antimikroba.
Preparasi Selulosa
Nata yang baru diperoleh, dicuci dengan air keran hingga bersih.
Lembaran nata kemudian direndam di dalam ember plastik selama 3 hari dan
setiap hari air rendaman diganti. Setelah itu, nata direbus sampai mendidih pada
suhu 100 °C selama 20 menit. Tujuan perendaman dan perebusan ini adalah
menghilangkan asam. Setelah direbus, lembaran nata diberi tekanan menggunakan
press hidrolik hingga hampir seluruh air keluar (Deptan 2014).
Selulosa bakteri yang berbentuk lembaran tipis dikeringkan di bawah sinar
matahari, setelah kering lalu dihancurkan dengan blender, kemudian disaring
dengan ayakan 40 mesh hingga diperoleh serbuk padatan yang halus (Awalludin
2004).
3
Pembuatan Karboksimetil Selulosa (Awalludin 2004)
Selulosa bakteri yang sudah dihaluskan ditimbang 5.5 gram dan direndam
dengan 100 ml isopropanol, kemudian ditambahkan 40 mL NaOH 35% sedikit
demi sedikit selama 30 menit. Setelah 1 jam, 18 gram asam monokloroasetat
ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Campuran diaduk selama 4
jam pada suhu 55 °C, lalu disaring dan ditambahkan 50 ml metanol 80%,
kemudian dinetralkan dengan asam asetat pada suhu kamar. Penyaringan
dilakukan kembali, lalu CMC dicuci dengan 30 ml metanol absolut dan
dikeringkan pada suhu 55 °C.
Sintesis Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Karboksimetil selulosa ditimbang 3 gram (konsentrasi 15%) dan dilarutkan
dalam 20 ml akuades dengan pengadukan terus-menerus hingga menghasilkan
campuran yang homogen. Asam suksinat ditimbang 1.5 gram (konsentrasi 7.5%)
dimasukkan ke dalam larutan CMC dengan pengadukan terus-menerus sampai
terbentuk pasta. TiO2 terlebih dahulu disuspensi dengan metanol, setelah itu
ditambahkan ke dalam pasta yang telah terbentuk. Penambahan TiO2 yang telah
disuspensi dilakukan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Pasta yang
terbentuk kemudian dicetak di atas plat kaca sehingga berbentuk lembaran dengan
ukuran 20 x 10 x 0.2 cm, kemudian lembaran hidrogel dikeringkan di dalam oven
pada suhu 55 °C sampai lembaran yang di plat kaca menjadi kering.
Pencirian Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Penentuan Derajat Substitusi Karboksimetil Selulosa (Hong 2013).
Sebanyak 0.5 g bubuk kering CMC ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk. Sebanyak 25 mL NaOH 0.3 M
ditambahkan dan dipanaskan diatas hotplate selama 15 menit. Setelah larutan
homogen ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan
dititrasi menggunakan HCl 0.3015 M. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi
perubahan warna larutan dari merah muda menjadi tidak berwarna. Titrasi
dilakukan tiga kali ulangan.
Derajat substitusi (DS) dari CMC dapat diketahui melalui persamaan
berikut:
Kandungan Karboksimetil (%CM) =
Derajat Substitusi (DS) =
Keterangan:
V0
Vn
M
m
162 g/mol
59 g/mol
58 g/mol
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi blangko (mL)
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi sampel (mL)
= Molaritas HCl yang digunakan (M)
= Massa sampel (g)
= Massa molar dari satu unit anhidroglukopiranosa (AGU)
= Massa molar dari –CH2COOH
= Massa molar dari –CH2COO-
4
Kemampuan Pembengkakan (Swelling) (Darwis et al. 2010)
Membran hidrogel dengan konsentrasi TiO2 sebesar 0.1%, 0.3% dan 0.5%
berukuran 1 x 1 cm ditimbang dengan teliti (W1), kemudian contoh membran
hidrogel direndam di dalam gelas piala berisi akuades hingga seluruh permukaan
membran hidogel terendam. Membran hidrogel direndam selama 24 jam, setelah
itu hidrogel dikeluarkan dari gelas piala, dan air pada permukaan hidrogel
dihilangkan dengan kertas tissue, kemudian hidrogel ditimbang kembali dengan
teliti (W2). Kemampuan pembengkakan atau swelling dihitung dengan persamaan
berikut:
Kemampuan pembengkakan (Swelling) (%) =
x 100%
Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven
pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya
ditimbang. Sampel ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam cawan
porselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 °C,
lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang kembali.
Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai berat konstan. Adapun rumus
penentuan kadar air sebagai berikut:
Kadar air (bb) =
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
pH Larutan 1% (SNI 06-3736-1995)
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan aquades 100 ml dan
dipanaskan pada suhu 70 0C sambil diaduk. Setelah homogen, larutan didinginkan
pada suhu ruang, lalu diukur nilai pH-nya.
Analisis Spektroskopi FTIR
Sampel yang dianalisis dengan spektroskopi FTIR berupa selulosa nata,
CMC nata dan suspensi CMC nata dengan asam suksinat. Sampel selulosa nata
terlebih dahulu dihancurkan dengan menggunakan blender kemudian dihaluskan
dengan mortar serta disaring dengan ayakan berukuran 400 mesh dan sampel
CMC nata disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh. Pelet disiapkan dengan
mencampurkan sampel tersebut sebanyak 2 mg dan KBr sebanyak 45 mg
menggunakan tekanan sebesar 400 kg/cm2 selama 10 menit. Pengujian sampel
dianalisis pada lebar pita 400-4000 cm-1.
Analisis XRD
Struktur kristal dari TiO2 dianalisis dengan X-Ray Diffractometer dengan
pola difraksi X-Ray didapat dengan radiasi Cu (λ=0,154056 nm), tegangan
generator 40 kV dan arus 30 mA. Alat diatur pada mode step scan dengan ukuran
step 0.02º dan waktu step 0,4 detik pada rentang sudut 10º-80º.
5
Analisis Morfologi dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Membran hidrogel yang telah disintesis diuji bentuk morfologinya dengan
menggunakan Mikroskop Elektron Payaran atau Scanning Electron Microscopy
(SEM). Sampel tersebut dilapisi dengan lapisan tipis logam palladium emas,
kemudian dianalisis menggunakan SEM dengan perbesaran 100 x, 1000 x, 3500 x
dan 5000 x.
Uji Daya Antimikroba Hidrogel (Garriga et al. 1993)
Metode uji antibakteri diadaptasi dari metode Garriga et al. (1993) dengan
menggunakan teknik difusi agar yang telah dimodifikasi. Alat-alat dan bahan yang
akan digunakan seperti cawan petri, kertas cakram, akuades disterilkan terlebih
dahulu di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.
Kultur mikroba uji harus disegarkan terlebih dahulu. Inokulasi bakteri
dimulai dengan menyiapkan media cair berupa Nutrient Broth (NB) untuk bakteri
Escherichia coli sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL) dan Tryptone Soya Broth (TSB)
untuk bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL), bakteri
disegarkan dengan menginokulasikan satu ose kultur murni E coli dari agar miring
Nutrient Agar (NA) ke dalam medium cair NB secara aseptik, hal yang sama juga
dilakukan dengan menginokulasikan satu ose kultur murnu S aureus dari agar
miring Tryptone Soya Agar (TSA) ke dalam medium cair TSB secara aseptik.
Kultur uji kemudian diinkubasi selama 18 jam untuk bakteri E coli dan 24 jam
untuk bakteri S aureus pada suhu 37 0C.
Pembuatan media agar dilakukan dengan melarutkan NA sebanyak 2 g
dalam 100 mL akuades (20 g/1000 mL) untuk media bakteri E coli dan TSA
sebanyak 4 g dalam 100 mL akuades (40 g/1000 mL) untuk media bakteri S
aureus, kedua larutan tersebut dilarutkan di dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
dihomogenkan dengan pengadukan listrik di atas penangas hingga larutan berubah
menjadi bening. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C
selama 15 menit. Media NA dan TSA steril didinginkan sampai suhu 45-50 0C.
Kultur uji segar diinokulasikan sebanyak 100 µL ke dalam 100 mL media
NA dan TSA. Setelah kultur bercampur dengan media, media cair dituangkan ±
20 mL ke dalam cawan petri. Setelah campuran media dan kultur uji membeku,
sampel CMC-suksinat-TiO2 yang dibentuk menyerupai cakram berukuran 6 mm
diletakkan diatas media agar tersebut, selain sampel digunakan juga kontrol
negatif berupa CMC-suksinat dan DMSO, serta kontrol positif berupa
kloramfenikol 1000 ppm untuk bakteri S aureus dan tetrasiklin 1000 ppm untuk
bakteri E coli. Cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam
untuk bakteri E coli dan 24 jam untuk bakteri S aureus. Areal penghambatan
diukur berdasarkan zona bening yang terbentuk disekitar cakram sampel.
SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS
KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO2
CANDRA PERANGIN-ANGIN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS
KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO2
CANDRA PERANGIN-ANGIN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Hidrogel
Antibakteri Berbasis Karboksimetil Selulosa-TiO2 adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Candra Perangin-angin
NIM G44100036
ABSTRAK
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis
Karboksimetil Selulosa-TiO2. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA
dan HENNY PURWANINGSIH
Hidrogel karboksimetil selulosa (CMC) dapat disintesis dari selulosa bakteri.
Produk reaksi CMC dengan asam suksinat dapat digunakan sebagai antibakteri
dengan tambahan TiO2 (Rutil). Penelitian ini bertujuan menyintesis hidrogel
antibakteri berbasis CMC-TiO2. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan
membentuk ikatan silang melalui reaksi esterifikasi antara gugus -OH dari asam
suksinat dengan asam polikarboksilat dari CMC. Pencirian berdasarkan derajat
substitusi (DS), derajat pembengkakan, kadar air, pH, spektrum inframerah,
mikrofotograf, uji antibakteri, dan difraktogram. DS yang diperoleh sebesar
0.2368. Derajat pembengkakan dipengaruhi oleh konsentrasi TiO2. Semakin
tinggi konsentrasi TiO2, semakin tinggi derajat pembengkakan. Pengujian
antibakteri menunjukkan CMC-suksinat-TiO2 dapat menghambat bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada setiap konsentrasi TiO2.
Semakin tinggi konsentrasi TiO2, semakin besar penghambatan bakteri yang
dihasilkan. Oleh karena itu, CMC-suksinat-TiO2 berpotensi sebagai antibakteri.
Kata kunci: asam suksinat, hidrogel, karboksimetil selulosa, TiO2
ABSTRACT
CANDRA PERANGIN-ANGIN. Synthesis of Antibacterial Hydrogels Based on
Carboxymethyl Cellulose-TiO2. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA
and HENNY PURWANINGSIH
Carboxymethyl cellulose (CMC) hydrogels can be synthesized from
bacterial cellulose. The reaction of CMC and succinic acid can be used as an
antibacterial with the addition of TiO2 (Rutile). This study was to synthesize
hydrogel-based antibacterial CMC-TiO2. The addition of succinic acid against
CMC will form a crosslinking by the esterification reaction between the -OH
group of succinic acid with polycarboxylic acid of CMC. The product was
evaluated by the degree of substitution (DS), swelling ratio, water content, pH, the
infrared spectrum, microphotographs, antibacterial test, and difractogram.The
resulted DS was approximately 0.2368. The swelling ratio was affected by the
TiO2 concentration. The higher the TiO2 concentration the higher the swelling
ratio. CMC-succinic-TiO2 was able to inhibit Staphylococcus aureus and
Escherichia coli in each TiO2 concentration. The increasing TiO2 concentration
was followed by the higher capability of bacteria inhibition. Therefore, CMCsuccinic-TiO2 is potential as a material for antibacterial.
Keywords: Carboxymethyl cellulose, hydrogels, succinic acid, TiO2
SINTESIS HIDROGEL ANTIBAKTERI BERBASIS
KARBOKSIMETIL SELULOSA-TiO2
CANDRA PERANGIN-ANGIN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Sintesis Hidrogel Antibakteri Berbasis Karboksimetil SelulosaTiO2
Nama
: Candra Perangin-angin
NIM
: G44100036
Disetujui oleh
Betty Marita Soebrata, SSi, MSi
Pembimbing I
Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan berkat, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Sintesis Hidrogel Antibakteri
Berbasis Karboksimetil selulosa-TiO2”. Karya tulis ini disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik Departemen Kimia,
Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari hingga Juli 2014.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang turut membantu
dalam penyusunan karya ilmiah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik
khususnya kepada Ibu Betty Marita Soebrata, SSi, Msi selaku pembimbing utama,
Ibu Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi selaku pembimbing kedua atas bimbingan,
arahan, dan ilmu yang telah diberikan. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Ai,
Bapak Mail, Bapak Sujono (Analis FTIR di Laboratorium Terpadu Institut
Pertanian Bogor), Ibu Nunuk (Analis Antibakteri di Pusat Studi Biofarmaka
Bogor) atas bantuan serta masukan selama penelitian berlangsung.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orang tua dan seluruh
keluarga atas doanya serta buat rekan kerja, yaitu Alfian Hadi, Dyah Permata Sari,
untuk kebersamaan, dukungan, dan semangat yang diberikan. Selain itu, terima
kasih kepada Vallian Ghali, Jajang Jaelani, Imam Firdaus, Hawari, Kristian yang
senantiasa memberikan masukan, dorongan, dan semangat kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, November 2014
Candra Perangin-angin
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
2
Bahan dan Alat
2
Metode
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Karboksimetil Selulosa
6
8
Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat
10
Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2
11
Hasil Aktivitas Antibakteri
12
Difraktogram
13
SIMPULAN DAN SARAN
14
Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
22
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
Mekanisme reaksi karboksimetil selulosa
Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan
asam suksinat
Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2
Hasil derajat swelling hidrogel
Hasil spektrum tumpuk selulosa, CMC, dan CMC-Suksinat
Hasil uji SEM
Hasil aktivitas antibakteri
Difraktogram
6
7
8
9
10
11
12
13
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
Bagan alir percobaan
Hasil uji derajat substitusi
Hasil uji derajat swelling
Hasil uji kadar air
Hasil uji pH
Hasil uji XRD
JCPDS TiO2 jenis rutil
17
18
19
19
20
20
21
1
PENDAHULUAN
Hidrogel adalah jaringan polimer yang mengabsorbsi air dengan jumlah
besar dan tidak larut dalam air karena adanya tautan silang kimia atau fisika pada
rantai polimer (Metters dan Lin 2006). Air yang terdapat dalam gel ini merupakan
air yang masuk ke dalam suatu bahan dan akan menyebabkan pengembangan
volume, tetapi air ini bukan komponen penyusun bahan tersebut (Winarno 1997).
Hidrogel digunakan sebagai aditif makanan, absorben air, perangkap kimia,
pembawa obat, organ buatan, atau sebagai agen penghambat enzim. Hidrogel
umumnya dibuat dari molekul polimer hidrofilik yang ditaut silang dengan ikatan
kimia maupun dengan interaksi ionik, ikatan hidrogen, atau interaksi hidrofobik.
Tidak terdapat batas tertentu mengenai banyaknya air yang dapat diserap bahan
untuk dapat disebut hidrogel (Park et al. 1993). Kestabilan hidrogel sangat
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan terutama dalam lingkungan hayati seperti
pH, suhu, medan listrik, kekuatan ionik, dan kadar garam (Wang et al. 2004).
Air kelapa dapat diolah untuk menghasilkan beberapa produk bernilai
ekonomi seperti minuman ringan, cuka, dan nata de coco. Saat ini baru nata de
coco yang telah berkembang mulai dari skala industri rumah tangga hingga
industri besar (Tenda et al. 1999). Nata de Coco merupakan produk hasil
fermentasi air kelapa dengan bantuan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum (A
xylinum). Bakteri A xylinum dapat membentuk nata jika tumbuh dalam air kelapa
dengan kandungan nutrisi yang cukup dan mempunyai pH 3-4. Dalam kondisi
demikian, A xylinum akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat
mensintetis gula menjadi selulosa. Nata de Coco merupakan sumber dari selulosa
bakteri. Hasil sintesis selulosa bakteri membentuk karboksimetil selulosa
(Awalludin 2004).
Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan eter polimer selulosa linear dan
berupa senyawa anion, yang dapat terurai secara biologis (biodegradabel), tidak
berwarna, tidak berbau, tidak beracun, berupa butiran atau bubuk yang larut dalam
air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5
sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2.0 sampai 10.0, bereaksi dengan garam logam
berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi
dengan senyawa organik. Penggunaan selulosa bakterial sebagai bahan baku
pembuatan CMC memiliki beberapa keuntungan, di antaranya mempunyai
kemurnian yang relatif tinggi dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari
tanaman (Awalludin 2004). CMC berpotensi sebagai adsorben yang dapat
menjerap logam berat dilihat dari struktur senyawanya.
Penelitian tentang karboksimetil selulosa telah banyak dilakukan di
antaranya Hafizh (2012) mensintesis karboksimetil selulosa (CMC) menggunakan
agen pengikat silang N,N’-metilenabisakrilamida (MBA) sebagai pembenah tanah
pada pertumbuhan tanaman cabai (Capsicum annum L.), Nisa dan Putri (2014)
mensintesis CMC dari selulosa kulit buah Kakao (Teobroma cacao L.), Wijayani
et al. (2005) melakukan karakterisasi karboksimetil selulosa (CMC) dari Eceng
Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms). Penelitian Hashem et al. (2013)
mensintesis hidrogel CMC menggunakan penaut silang asam suksinat, asam sitrat,
dan asam malat dengan ZnO sebagai antibakteri. Hasil penelitian menunjukkan
derajat swelling yang paling baik, yaitu pada penaut silang asam suksinat. TiO2
2
dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan laju pertumbuhan
bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang umum maupun
operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang terfotokatalis TiO2
maka bakteri tersebut akan terurai/busuk bahkan akan mati (Fujishima 1999).
Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan sintesis
karboksimetil selulosa dengan alternatif sumber selulosa dari nata de coco sebagai
bahan baku pembuatan CMC yang ditaut silang dengan asam suksinat dan
dimodifikasi menjadi hidrogel antibakteri dengan penambahan TiO2.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah bakteri Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, 15 mL asam asetat glasial, 40 mL NaOH 30%, asam
oksalat 0.1 N, 40 mL NaOH 35%, 100 ml isopropanol, 18 gram monokloroasetat,
50 ml metanol 80%, 20 ml metanol PA, 0.25% asam suksinat, TiO2 (0.1%, 0.3%,
0.5%), akuades, indikator fenolftalein, HCl 32%, pelat KBr, Nutrient Agar (NA),
Tryptone Soya Agar (TSA), Nutrient Broth (NB), dan Tryptone Broth Agar (TSB).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum, pisau, nampan,
plastic wrap, neraca analitik, peralatan gelas, laminar flow cabinet, plat kaca,
mortar, refluks, cawan petri, oven, tanur, hotplate, saringan 60, 100, dan 400 mesh,
blender, desikator, autoclaf, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR (IRPrestige-21),
dan XRD Shimadzu 610.
Metode
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan selulosa bakteri,
pembuatan karboksimetil selulosa, sintesis karboksimetil selulosa-TiO2, pencirian
karboksimetil selulosa-TiO2, dan uji antimikroba.
Preparasi Selulosa
Nata yang baru diperoleh, dicuci dengan air keran hingga bersih.
Lembaran nata kemudian direndam di dalam ember plastik selama 3 hari dan
setiap hari air rendaman diganti. Setelah itu, nata direbus sampai mendidih pada
suhu 100 °C selama 20 menit. Tujuan perendaman dan perebusan ini adalah
menghilangkan asam. Setelah direbus, lembaran nata diberi tekanan menggunakan
press hidrolik hingga hampir seluruh air keluar (Deptan 2014).
Selulosa bakteri yang berbentuk lembaran tipis dikeringkan di bawah sinar
matahari, setelah kering lalu dihancurkan dengan blender, kemudian disaring
dengan ayakan 40 mesh hingga diperoleh serbuk padatan yang halus (Awalludin
2004).
3
Pembuatan Karboksimetil Selulosa (Awalludin 2004)
Selulosa bakteri yang sudah dihaluskan ditimbang 5.5 gram dan direndam
dengan 100 ml isopropanol, kemudian ditambahkan 40 mL NaOH 35% sedikit
demi sedikit selama 30 menit. Setelah 1 jam, 18 gram asam monokloroasetat
ditambahkan sedikit demi sedikit selama 30 menit. Campuran diaduk selama 4
jam pada suhu 55 °C, lalu disaring dan ditambahkan 50 ml metanol 80%,
kemudian dinetralkan dengan asam asetat pada suhu kamar. Penyaringan
dilakukan kembali, lalu CMC dicuci dengan 30 ml metanol absolut dan
dikeringkan pada suhu 55 °C.
Sintesis Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Karboksimetil selulosa ditimbang 3 gram (konsentrasi 15%) dan dilarutkan
dalam 20 ml akuades dengan pengadukan terus-menerus hingga menghasilkan
campuran yang homogen. Asam suksinat ditimbang 1.5 gram (konsentrasi 7.5%)
dimasukkan ke dalam larutan CMC dengan pengadukan terus-menerus sampai
terbentuk pasta. TiO2 terlebih dahulu disuspensi dengan metanol, setelah itu
ditambahkan ke dalam pasta yang telah terbentuk. Penambahan TiO2 yang telah
disuspensi dilakukan dengan konsentrasi 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Pasta yang
terbentuk kemudian dicetak di atas plat kaca sehingga berbentuk lembaran dengan
ukuran 20 x 10 x 0.2 cm, kemudian lembaran hidrogel dikeringkan di dalam oven
pada suhu 55 °C sampai lembaran yang di plat kaca menjadi kering.
Pencirian Karboksimetil Selulosa-Suksinat-TiO2
Penentuan Derajat Substitusi Karboksimetil Selulosa (Hong 2013).
Sebanyak 0.5 g bubuk kering CMC ditimbang di dalam Erlenmeyer 250 mL dan
ditambahkan 100 mL akuades, kemudian diaduk. Sebanyak 25 mL NaOH 0.3 M
ditambahkan dan dipanaskan diatas hotplate selama 15 menit. Setelah larutan
homogen ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan
dititrasi menggunakan HCl 0.3015 M. Titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi
perubahan warna larutan dari merah muda menjadi tidak berwarna. Titrasi
dilakukan tiga kali ulangan.
Derajat substitusi (DS) dari CMC dapat diketahui melalui persamaan
berikut:
Kandungan Karboksimetil (%CM) =
Derajat Substitusi (DS) =
Keterangan:
V0
Vn
M
m
162 g/mol
59 g/mol
58 g/mol
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi blangko (mL)
= Volume HCl yang digunakan saat titrasi sampel (mL)
= Molaritas HCl yang digunakan (M)
= Massa sampel (g)
= Massa molar dari satu unit anhidroglukopiranosa (AGU)
= Massa molar dari –CH2COOH
= Massa molar dari –CH2COO-
4
Kemampuan Pembengkakan (Swelling) (Darwis et al. 2010)
Membran hidrogel dengan konsentrasi TiO2 sebesar 0.1%, 0.3% dan 0.5%
berukuran 1 x 1 cm ditimbang dengan teliti (W1), kemudian contoh membran
hidrogel direndam di dalam gelas piala berisi akuades hingga seluruh permukaan
membran hidogel terendam. Membran hidrogel direndam selama 24 jam, setelah
itu hidrogel dikeluarkan dari gelas piala, dan air pada permukaan hidrogel
dihilangkan dengan kertas tissue, kemudian hidrogel ditimbang kembali dengan
teliti (W2). Kemampuan pembengkakan atau swelling dihitung dengan persamaan
berikut:
Kemampuan pembengkakan (Swelling) (%) =
x 100%
Kadar Air (SNI 01-2891-1992)
Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu selama 1 jam dalam oven
pada suhu 105 °C, lalu didinginkan dalam desikator dan kemudian beratnya
ditimbang. Sampel ditimbang seberat 1 gram, dimasukkan ke dalam cawan
porselin, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 105 °C,
lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang kembali.
Pekerjaan ini diulang sampai 3 kali, hingga dicapai berat konstan. Adapun rumus
penentuan kadar air sebagai berikut:
Kadar air (bb) =
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan + sampel sebelum dikeringkan (g)
C = berat cawan + sampel setelah dikeringkan (g)
pH Larutan 1% (SNI 06-3736-1995)
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan aquades 100 ml dan
dipanaskan pada suhu 70 0C sambil diaduk. Setelah homogen, larutan didinginkan
pada suhu ruang, lalu diukur nilai pH-nya.
Analisis Spektroskopi FTIR
Sampel yang dianalisis dengan spektroskopi FTIR berupa selulosa nata,
CMC nata dan suspensi CMC nata dengan asam suksinat. Sampel selulosa nata
terlebih dahulu dihancurkan dengan menggunakan blender kemudian dihaluskan
dengan mortar serta disaring dengan ayakan berukuran 400 mesh dan sampel
CMC nata disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh. Pelet disiapkan dengan
mencampurkan sampel tersebut sebanyak 2 mg dan KBr sebanyak 45 mg
menggunakan tekanan sebesar 400 kg/cm2 selama 10 menit. Pengujian sampel
dianalisis pada lebar pita 400-4000 cm-1.
Analisis XRD
Struktur kristal dari TiO2 dianalisis dengan X-Ray Diffractometer dengan
pola difraksi X-Ray didapat dengan radiasi Cu (λ=0,154056 nm), tegangan
generator 40 kV dan arus 30 mA. Alat diatur pada mode step scan dengan ukuran
step 0.02º dan waktu step 0,4 detik pada rentang sudut 10º-80º.
5
Analisis Morfologi dengan Mikroskop Elektron Payaran (SEM)
Membran hidrogel yang telah disintesis diuji bentuk morfologinya dengan
menggunakan Mikroskop Elektron Payaran atau Scanning Electron Microscopy
(SEM). Sampel tersebut dilapisi dengan lapisan tipis logam palladium emas,
kemudian dianalisis menggunakan SEM dengan perbesaran 100 x, 1000 x, 3500 x
dan 5000 x.
Uji Daya Antimikroba Hidrogel (Garriga et al. 1993)
Metode uji antibakteri diadaptasi dari metode Garriga et al. (1993) dengan
menggunakan teknik difusi agar yang telah dimodifikasi. Alat-alat dan bahan yang
akan digunakan seperti cawan petri, kertas cakram, akuades disterilkan terlebih
dahulu di dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit.
Kultur mikroba uji harus disegarkan terlebih dahulu. Inokulasi bakteri
dimulai dengan menyiapkan media cair berupa Nutrient Broth (NB) untuk bakteri
Escherichia coli sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL) dan Tryptone Soya Broth (TSB)
untuk bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 10 mL (13 g/1000 mL), bakteri
disegarkan dengan menginokulasikan satu ose kultur murni E coli dari agar miring
Nutrient Agar (NA) ke dalam medium cair NB secara aseptik, hal yang sama juga
dilakukan dengan menginokulasikan satu ose kultur murnu S aureus dari agar
miring Tryptone Soya Agar (TSA) ke dalam medium cair TSB secara aseptik.
Kultur uji kemudian diinkubasi selama 18 jam untuk bakteri E coli dan 24 jam
untuk bakteri S aureus pada suhu 37 0C.
Pembuatan media agar dilakukan dengan melarutkan NA sebanyak 2 g
dalam 100 mL akuades (20 g/1000 mL) untuk media bakteri E coli dan TSA
sebanyak 4 g dalam 100 mL akuades (40 g/1000 mL) untuk media bakteri S
aureus, kedua larutan tersebut dilarutkan di dalam Erlenmeyer. Selanjutnya
dihomogenkan dengan pengadukan listrik di atas penangas hingga larutan berubah
menjadi bening. Media ini disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C
selama 15 menit. Media NA dan TSA steril didinginkan sampai suhu 45-50 0C.
Kultur uji segar diinokulasikan sebanyak 100 µL ke dalam 100 mL media
NA dan TSA. Setelah kultur bercampur dengan media, media cair dituangkan ±
20 mL ke dalam cawan petri. Setelah campuran media dan kultur uji membeku,
sampel CMC-suksinat-TiO2 yang dibentuk menyerupai cakram berukuran 6 mm
diletakkan diatas media agar tersebut, selain sampel digunakan juga kontrol
negatif berupa CMC-suksinat dan DMSO, serta kontrol positif berupa
kloramfenikol 1000 ppm untuk bakteri S aureus dan tetrasiklin 1000 ppm untuk
bakteri E coli. Cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 0C selama 18 jam
untuk bakteri E coli dan 24 jam untuk bakteri S aureus. Areal penghambatan
diukur berdasarkan zona bening yang terbentuk disekitar cakram sampel.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa
yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam
air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dan
memiliki aroma netral (Murray 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut
dalam air, anionik dan merupakan polimer linier (Nussinovitch, 1997). CMC
diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan NaOH yang diikuti
dengan asam monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson.
Sintesis CMC meliputi alkalisasi dan karboksimetilasi. Alkalisasi dilakukan
dengan menggunakan NaOH, dengan tujuan untuk mengaktifkan gugus-gugus
OH pada molekul selulosa, memecah ikatan hidrogen, dan mengembangkan
molekul selulosa sehingga memperluas jarak molekul selulosa. Mengembangnya
selulosa ini akan memudahkan difusi reagen karboksimetilasi, yaitu asam
monokloroasetat. Berdasarkan Gambar 1 hasil reaksi samping pada pembentukan
CMC yaitu asam glikolat. Pada penelitian ini, selulosa yang digunakan sebesar 5.5
gram. Selulosa tersebut disintesis menjadi CMC. Setelah dilakukan sintesis, maka
diperoleh bobot CMC tiga kali lebih besar dari bobot selulosa. Penambahan bobot
disebabkan karena telah terjadi reaksi pada saat sintesis berlangsung. Gambar 1
merupakan mekanisme reaksi pembentukan CMC.
Gambar 1 Mekanisme reaksi karboksimetil selulosa
7
Setelah CMC diperoleh, selanjutnya dilakukan penambahan agen pengikat
silang, yaitu asam suksinat. Pemilihan asam suksinat sebagai agen pengikat silang
didasarkan pada penelitian Hashem et al. (2013) bahwa asam suksinat merupakan
agen pengikat silang yang paling baik dibandingkan dengan asam malat dan asam
sitrat. Penambahan asam suksinat terhadap CMC akan membentuk ikatan silang
melalui reaksi esterifikasi antara gugus –OH dari asam suksinat dengan asam
polikarboksilat dari CMC. Pembentukan ikatan silang mengubah sifat dari CMC
menjadi tidak larut dalam air. Struktur yang terbentuk memungkinkan air masuk
ke dalam struktur CMC-suksina tmembentuk hidrogel. Ciri-ciri hidrogel, yaitu
tidak larut dalam air dan dapat mengabsorpsi air (Darwis et al. 2010). Gambar 2
merupakan mekanisme reaksi CMC dengan asam suksinat.
Gambar 2 Mekanisme reaksi esterifikasi antara CMC dengan asam suksinat
Paduan CMC-Suksinat, selanjutnya ditambahkan senyawa TiO2. Adapun
fungsi dari penambahan TiO2, yaitu hidrogel yang dibuat berfungsi sebagai
antibakteri. Jenis TiO2 yang digunakan ialah jenis rutil. Bentuk titanium dioksida
yang stabil adalah rutil, bentuk lain yaitu anatase dan brukit. Rutil mempunyai
struktur kristal mirip dengan anatase. Katalis TiO2 mempunyai sifat self-cleaning
dan self-sterilizing, yaitu daya membersihkan sendiri yang berfungsi untuk
menghilangkan bau, zat organik dan anorganik dan sifat self-sterilizing yaitu dapat
mensterilkan bakteri dan virus, sehingga kinerja katalis TiO2 dapat dipakai sebagai
antibiotik. TiO2 dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi ammonia dan
laju pertumbuhan bakteri, misalnya E coli, Pseudomonas auregius, dalam ruang
umum maupun operasi. Bila bakteri kontak dengan permukaan ubin yang
terfotokatalis TiO2, maka bakteri tersebut akan terurai atau busuk bahkan akan
mati (Fujishima 1999).
8
Konsentrasi yang digunakan pada penelitian ini, yaitu CMC 15%, asam
suksinat 7.5%. Konsentrasi yang digunakan sangat tinggi dibandingkan dengan
CMC komersial. CMC komersial menggunakan konsentrasi 1.6% dan asam
suksinat 0.25%. Perbedaan konsentrasi tersebut disebabkan karena CMC yang
disintesis kelarutannya sangat rendah, sehingga dibutuhkan CMC yang lebih
banyak untuk membuat campuran berbentuk pasta. Setelah campuran CMC dan
asam suksinat homogen, maka TiO2 ditambahkan dengan tiga konsentrasi
berbeda, yaitu 0.1%, 0.3%, dan 0.5%. Sebelum TiO2 ditambahkan, terlebih dahulu
TiO2 dilarutkan dengan metanol. TiO2 tidak larut dalam pelarut yang sangat polar
seperti air, tetapi TiO2 larut dalam metanol karena metanol kepolarannya lebih
rendah daripada air. TiO2 yang sudah larut, kemudian dicampurkan dengan CMCsuksinat sampai homogen dan selanjutnya dibuat membran di atas pelat kaca.
Gambar 3 merupakan bentuk dari CMC-suksinat-TiO2 yang sudah dibuat
lembaran di atas pelat kaca. Gambar 3 menunjukkan warna dari lembaran yang
berbeda sesuai dengan konsentrasi TiO2 yang ditambahkan. Semakin tinggi
konsentrasi TiO2, maka semakin putih warna lembaran yang dihasilkan.
Gambar 3 Hasil cetakan membran CMC-suksinat-TiO2
Karakterisasi Karboksimetil Selulosa
Tabel 1 Hasil karakterisasi karboksimetil selulosa
Parameter
Nilai
(SNI06-3736-1995)
Derajat
0.24
0.40-1
Substitusi
Kadar air (%)
8.99
≤10
pH
4.57
6-8
Derajat subtitusi menentukan kelarutan CMC. Semakin tinggi derajat
substitusi, semakin tinggi kelarutan polimer CMC. Berdasarkan (SNI 06-37361995) derajat substitusi (DS), yaitu 0.40-1. Berdasarkan sintesis karboksimetil
selulosa yang dilakukan dengan 3 ulangan maka diperoleh hasil rerata derajat
substitusi 0.24. Nilai derajat substitusi hasil sintesis berada di bawah ambang
batas literatur, disebabkan karena karboksimetil selulosa yang diperoleh belum
murni.
9
Karboksimetil selulosa bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air
dari udara. CMC dapat mengabsorbsi air, banyaknya air yang diabsorbsi
dipengaruhi oleh kadar air CMC, kelembaban relatif, suhu dan derajat substitusi.
CMC yang mempunyai derajat substitusi tinggi, akan lebih efektif mengikat air.
Berdasarkan Tabel 1 rerata kadar air dari 3 kali ulangan sebesar 8.99%. Hasil
kadar air tersebut sudah baik, karena kadar air masih di bawah 10% (SNI 063736-1995). CMC memiliki kemampuan memerangkap air di dalam strukturnya
sehingga air tidak bisa masuk ataupun keluar dari bahan. Semakin tinggi derajat
substitusi, maka akan menyebabkan air yang terkandung dalam CMC semakin
banyak. Hal ini dipengaruhi besarnya tingkat pemutusan ikatan.
Indikator lain yang menunjukkan kualitas CMC adalah pH. pH akan
menentukan kelarutan CMC. pH di bawah 5 akan mengurangi kelarutan CMC. pH
CMC berdasarkan (SNI 06-3736-1995), yaitu 6-8. Pada penelitian diperoleh rerata
hasil pH CMC dengan 3 kali ulangan, yaitu sebesar 4.57 (Tabel 1). Hasil yang
diperoleh masih tergolong asam, sehingga kelarutan CMC masih rendah.
Membran CMC-suksinat-TiO2 yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji
swelling atau kemampuan pembengkakan. Pengujian swelling CMC-suksinatTiO2 dilakukan tiga kali ulangan. Pada pengujian swelling, terjadi pembengkakan
bentuk CMC-suksinat-TiO2 ketika direndam dengan air. Bentuk hidrogel yang
dihasilkan lebih besar dari CMC-suksinat. Hidrogel yang dihasilkan tidak mudah
rapuh pada saat pengujian swelling. Hasil rerata uji swelling CMC-suksinat-TiO2
(0.1%, 0.3%, dan 0.5%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi TiO2 maka
semakin tinggi nilai derajat swelling. Derajat swelling CMC-suksinat lebih rendah
dibandingkan dengan CMC-suksinat-TiO2. Berdasarkan hasil tersebut, maka TiO2
dapat meningkatkan nilai derajat swelling.
120
108.52
Derajat swelling (%)
100
82.45
80
85.04
64.83
60
40
20
0
CMC nata
CMC-suksinat
CMC-suksinat- CMC-suksinatCMC-suksinatTiO2 0.3%
TiO2 0.5%
TiO2 0.1%
Jenis contoh
Gambar 4 Derajat swelling hidrogel
10
Ciri Spektrum Selulosa-Nata, CMC, dan CMC-Suksinat
Pengujian FTIR dilakukan pada 3 sampel yang berbeda, yaitu selulosa 400
mesh, karboksimetil selulosa 100 mesh, dan CMC-suksinat. Gambar 5
merupakan hasil dari spektrum tumpuk dalam uji FTIR ketiga sampel. Spektrum
selulosa pada bilangan gelombang 3271.2700 cm-1 mengindikasikan gugus –OH.
Pada bilangan gelombang 2920.2300 cm-1 menunjukkan regangan ikatan C-H.
Bilangan gelombang 1658.7800 merupakan gugus karbonil. Gugus eter
ditunjukkan pada bilangan gelombang 1037.7000 cm-1 (Pavia et al. 2001).
Spektrum yang diperoleh menunjukan struktur selulosa.
a
%T
b
c
OH
CH
C=O
C-O
λ
Gambar 5 Hasil spektrum tumpuk pada: (a) CMC 100 mesh, (b) Selulosa
nata 400 mesh, (c) CMC-suksinat
Pada spektrum CMC, diperoleh bilangan gelombang 3163.2600 cm-1
menunjukkan gugus -OH. Pada bilangan gelombang 2924.0900 cm-1 merupakan
regangan ikatan C-H. Gugus karboksil (COO-) ditunjukkan pada bilangan
gelombang 1593 cm-1. Pada bilangan gelombang 1060.8500 cm-1
mengindikasikan gugus eter. CMC yang diperoleh belum terlalu murni, karena
masih terdapat pengotor pada CMC tersebut.
Spektrum CMC-suksinat pada bilangan gelombang 3387 cm-1
mengindikasikan gugus –OH. Gugus –OH yang diperoleh lebih banyak daripada
selulosa dan CMC. Bertambahnya gugus –OH disebabkan karena adanya asam
suksinat pada CMC-suksinat. Adanya asam suksinat tersebut menyebabkan –OH
semakin banyak, karena struktur asam suksinat yang mempunyai gugus –OH pada
kedua sisinya. Bilangan gelombang 2931.8000 cm-1 merupakan regangan ikatan
C-H. Bilangan gelombang 1593.2000 cm-1 menunjukkan vibrasi gugus COO-.
Gugus karboksil yang diperoleh lebih banyak daripada selulosa dan CMC. Hasil
11
yang diperoleh tersebut dipengaruhi oleh asam suksinat yang berikatan dengan
CMC. Asam suksinat memberikan tambahan gugus karboksil, karena struktur
asam suksinat mempunyai gugus karboksil di kedua sisinya. Di antara bilangan
gelombang 1000-1300, yaitu bilangan gelombang 1060.8500 cm-1 dan 1203.3800
menunjukkan gugus eter. Pada CMC-suksinat ini tidak terdapat lagi pengotor,
karena reaksi yang terjadi sudah sempuna.
Morfologi Membran CMC-Suksinat-TiO2
Pada pengujian SEM dilakukan CMC-suksinat-TiO2 0.5%, karena hasil
tersebut merupakan hasil yang terbaik pada pengujian swelling. Pengujian SEM
TiO2 dalam Purwaningsih dan Ratnasari (2014) menyatakan bahwa butiranbutiran kecil yang terdapat dalam gambar menandakan adanya TiO2. Butiran TiO2
yang terlihat mengalami penggumpalan yang disebabkan karena sifat TiO2 yang
menggumpal jika terkena udara. Pada penelitian dengan perbesaran 3500 ×
terlihat adanya butiran-butiran yang mengalami penggumpalan. Butiran yang
diperoleh lebih besar dan lebih menggumpal dibandingkan dengan penelitian
Purwaningsih dan Ratnasari (2014). Perbedaan hasil tersebut diakibatkan karena
konsentrasi TiO2 yang diuji lebih tinggi, akibatnya butiran TiO2 lebih
menggumpal. Berdasarkan pengujian, maka TiO2 sudah terlihat di perbesaran
3500 ×. Selain butiran yang menggumpal, terlihat adanya warna putih di setiap
permukaan. Warna putih yang dihasilkan merupakan TiO2 yang sudah berikatan
silang dengan struktur CMC. Warna yang dihasilkan tidak di dominasi warna
putih, ada yang berwarna gelap yang disebabkan karena TiO2 hanya berikatan
silang dengan CMC sehingga tidak semua warna dari TiO2 menempel pada
struktur CMC. Gambar 6 merupakan hasil analisis SEM dengan perbesaran 3500
× dan hasil SEM penelitian (Purwaningsih dan Ratnasari 2014).
(a)
(b)
Gambar 6 Hasil uji SEM (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5% dengan perbesaran 3500 ×,
(b) TiO2 20000 × (Purwaningsih dan Ratnasari 2014)
12
Hasil AktivitasAntibakteri
Pengujian yang terakhir dilakukan uji aktivitas antibakteri. Bakteri yang
digunakan ialah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Pengujian
antibakteri dilakukan dengan ketiga konsentrasi (0.1%, 0.3%, dan 0.5%) dari
CMC-suksinat-TiO2. Aktivitas inhibisi antibakteri dari hidrogel diukur
berdasarkan diameter dari zona bening yang terbentuk. Gambar 7 merupakan zona
bening yang terbentuk sebelum dan sesudah diinkubasi.
(a)
(b)
(c)
Gambar 7 Hasil aktivitas antibakteri (a) sebelum di inkubasi, (b) setelah
diinkubasi S aureus, dan (c) setelah diinkubasi E coli
Tabel 2 Rasio aktivitas antibakteri
Zona inhibisi
Sampel
sampel (mm)
15.87
S
aureus
16.10
Zona inhibisi
kontrol positif
(mm)
E coli
S
aureus
19.50
21.21
CMC-SuksinatAgNO3 0.6%
(Sari 2014)
17.27
11.94
21.91
CMC-SuksinatZnSO4 0.5%
(Hadi 2014)
16.63
10.16
20.33
E coli
CMC-SuksinatTiO2 0.5%
Rasio aktivitas
antibakteri
E coli
0.81
S
aureus
0.76
16.72
0.79
0.71
17.41
0.82
0.58
Berdasarkan Tabel 2, CMC-Suksinat-TiO2 0.5% memiliki rasio aktivitas
antibakteri sebesar 0.81 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli
dan 0.76 untuk bakteri uji S aureus. Hidrogel CMC yang berpotensi sebagai
antibakteri juga dapat dihasilkan dengan penambahan logam oksida selain
titanium, yaitu perak dan seng. Sari (2014) melaporkan CMC-Suksinat-AgNO3
0.6% memiliki rasio aktivitas antibakteri sebesar 0.79 terhadap kontrol antibiotik
standar untuk bakteri uji E coli dan 0.71 untuk bakteri uji S aureus. Hadi (2014)
melaporkan CMC-Suksinat-ZnSO4 0.5% memiliki rasio aktivitas antibakteri
sebesar 0.82 terhadap kontrol antibiotik standar untuk bakteri uji E coli dan 0.58
untuk bakteri uji S aureus. Berdasarkan rasio aktivitas antibakteri yang diperoleh,
maka penggunaan ZnSO4 menunjukkan penghambatan yang terbesar terhadap
13
bakteri E coli dibandingkan dengan senyawa AgNO3 dan TiO2. Rasio aktivitas
antibakteri terhadap bakteri S aureus menunjukkan TiO2 mempunyai
penghambatan yang paling besar dibanding dengan AgNO3 dan ZnSO4.
Berdasarkan aktivitas antibakteri pada TiO2, semakin tinggi konsentrasi maka
semakin besar zona bening yang terbentuk baik pada bakteri E coli maupun
S.aureus. Zona bening yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol
(+). Kontrol (-) yang digunakan ialah dimethyl sulfoxide (DMSO) dan CMC nata.
Pada DMSO tidak ada zona bening yang terbentuk untuk kedua bakteri tersebut.
CMC nata membentuk zona bening, yaitu sebesar 9.41 mm baik pada bakteri
E.coli maupun bakteri S.aureus. Kontrol (-) yang terbentuk masih rendah
dibandingkan dengan sampel CMC-suksinat-TiO2 dan kontrol (+). Kontrol (-)
seharusnya tidak membentuk zona bening. Zona bening yang terbentuk pada
kontrol (-) disebabkan karena pelarut yang digunakan pada CMC berfungsi
sebagai antibakteri seperti metanol. Oleh sebab itu, kontrol (-) membentuk zona
bening. Berdasarkan hasil tersebut, maka CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan
sebagai antibakteri.
Difraktogram
(a)
(b)
Gambar 8 Difraktogram (a) CMC-suksinat-TiO2 0.5%, dan (b) CMC-suksinat
Keterangan:
Tanda ● merupakan adanya TiO2 jenis rutil, dan tanda □ merupakan adanya CMC-suksinat
14
Pencirian XRD dapat memberi informasi secara umum baik kuantitatif
maupun kualitatif untuk mengetahui fasa yang terdapat dalam sampel,
menentukan ukuran kristal dan kristalinitas. Hasil sintesis CMC-suksinat-TiO2
0.5 % dikarakterisasi dengan XRD. Pola difraksi yang dihasilkan disesuaikan
dengan data joint cristal powder difraction standard (JCPDS) (Lampiran 7).
Berdasarkan Gambar 8 maka logam yang dihasilkan sesuai dengan JCPDS ialah
logam kristal TiO2 jenis rutil berbentuk Orthorhombic. Sudut 2Ө diperoleh
berturut-turut sebesar 20.52; 22.32; 24.04; 24.08; 25.86; 31.2; 34.76; dan 45.68,
dengan intensitas berturut-turut 1244; 640; 843; 803; 526; 636; 167; dan 372
(Lampiran 6). Hasil tersebut mempunyai intensitas tertinggi pada hasil XRD
CMC-suksinat-TiO2 0.5%. Selain kristal TiO2, diperoleh juga intensitas dari
CMC-suksinat pada hasil XRD CMC-suksinat-TiO2 0.5%. CMC-suksinat yang
diperoleh pada Gambar 8a sesuai dengan hasil CMC-suksinat yang diperoleh
pada Gambar 8b. Sudut 2Ө pada Gambar 8a berturut-turut 14.2; 16.92; 20.48;
40.16; 56.66; 66.06; dan 75.4, dengan intensitas yang diperoleh berturut-turut
ialah 316; 187; 501; 85; 61; 20; dan 57. Sudut 2Ө yang diperoleh pada Gambar
8b berturut-turut ialah 13.38; 16.92; 20.42; 40.02; 54.32; 66.16; dan 75.42,
dengan intensitas berturut-turut ialah 120; 44; 139; 191; 75; 29; dan 58.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hidrogel CMC-suksinat-TiO2 dapat digunakan sebagai antibakteri. Hal ini
dibuktikan dengan adanya zona bening pada pengujian antibakteri. Semakin tinggi
konsentrasi TiO2 yang digunakan, semakin besar zona bening yang diperoleh pada
pengujian antibakteri.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sintesis hidrogel
antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-TiO2. Terutama untuk pengujian pH
pada preparasi nata de coco.
DAFTAR PUSTAKA
[SNI 01-2891-1992]. 1992. Kadar Air. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
[SNI 06-3736-1995]. 1995. Syarat Mutu Natrium Karboksimetil Selulosa Teknis.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Awalludin A. 2004. Karboksimetilasi selulosa bakteri [Skripsi]. Bogor (ID):
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
15
Darwis D, Nurlidar F, Warastuti Y, dan Hardiningsih L. 2010. Pengembangan
hidrogel berbasis Polivinil Pirolidon (PVP) hasil iradiasi berkas elektron
sebagai plester penurun demam. J Sains Teknol Nukl Indones. 11(2):57-66.
Deptan. 2014. Pembuatan nata de coco dari air kelapa [Internet]. [diunduh 2014
Feb 10]. Tersedia pada: http//pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek.php.
Fujishima K, Hashimoto YT, Watanabe. 1999. TiO2 Photocatalysis Fundamental
and Aplication. Japan: Koyo printing.
Garriga M, Aymerich T, Hugas M, Monfort JM. 1993. Bacteriocinogenic activity
of lactobacilli from fermenter sausages. J App Bact. 75:142-148.
Hadi A. 2014. Sintesis hidrogel antibakteri berbasis karboksimetil selulosa-ZnSO4
[skripsi], siap terbit. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hafizh E. 2012. Sintesis karboksimetil selulosa (CMC)-asam humat dan
aplikasinya sebagai pembenah tanah pada pertumbuhan tanaman cabai
(Capsicum annum L.) [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada
(UGM).
Hashem M, Sharaf S, Abd El-Hady MM, Hebeish A. 2013. Synthesis and
characterization of novel carboxymethyl cellulose hydrogels and
carboxymethyl cellulolse-hydrogel-ZnO-nanocomposites. J Carbpol.
95:421-427. doi:10.1016/jc.2013.03.013.
Hong KM. 2013. Preparation and characterization of carboxymethyl cellulose
from sugarcane bagasse [tesis]. Kuala Lumpur (ML): Fakultas Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Tunku Abdul Rahman.
Metters AT, Lin C.2006. Hidrogels in Controlled Release Formulation: Network
Design and Mathematical Modeling. Elsevier. 30;58 (12-13):1379-1408.
Mur