Sensitivitas Model Wrf-Ems Dalam Memprediksi Kejadian Hujan Pada Musim Basah Dan Kering Di Sumatera Barat

SENSITIVITAS MODEL WRF-EMS DALAM MEMPREDIKSI
KEJADIAN HUJAN PADA MUSIM BASAH DAN KERING
DI SUMATERA BARAT

DERRI HARYONI FEBRI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sensitivitas Model Weather
Research Forecasting Environmental Modelling System (WRF-EMS) Dalam
Memprediksi Kejadian Hujan Pada Musim Basah dan Kering Di Sumatera Barat adalah
benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi

ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Derri Haryoni Febri
NIM G24110057

ABSTRAK
DERRI HARYONI FEBRI. Sensitivitas Model WRF-EMS Dalam Memprediksi
Kejadian Hujan Pada Musim Basah dan Kering di Sumatera Barat. Dibimbing oleh
RAHMAT HIDAYAT dan WIDO HANGGORO.
Sensitivitas model WRF-EMS dengan kombinasi skema konvektif-planetary
boundary layer (PBL) dianalisis menggunakan delapan jenis eksperimen pada musim
basah dan kering di Sumatera Barat. Analisis dilakukan pada akumulasi curah hujan
selama 24 dan 48 jam menggunakan forecast error, root mean square error (RMSE),
threat score (TS), probability of detection (POD) dan false alarm ratio (FAR). Secara
umum, model WRF-EMS dengan kombinasi skema BMJ-ACM2 dapat dengan baik
menangkap kejadian hujan berdasarkan konsistensi pola dan luasan hujan terhadap
TRMM. Verifikasi model pada stasiun meteorologi Tabing menunjukkan nilai RMSE
sebesar 0.64 mm dan 0.38 mm serta TS mencapai 0.86 dan 0.73 untuk akumulasi 24

dan 48 jam pada musim basah. Nilai RMSE pada musim kering mencapai 0.27 (24
jam) dan 0.45 (48 jam) tetapi TS yang diperoleh relatif kecil dengan 0.50 untuk
akumulasi 24 dan 48 jam. Nilai POD dan FAR mencapai 1.0 dan 0.14 (24 jam) serta
0.89 dan 0.20 (48 jam) pada musim basah. Sementara itu, nilai POD dan FAR pada
musim kering mencapai 0.67 dan 0.33 (24 jam) serta 0.75 dan 0.40 (48 jam). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Model WRF-EMS lebih akurat memprediksi kejadian
hujan pada musim basah dibandingkan musim kering di Tabing, Sumatera Barat.
Kata Kunci: WRF-EMS, prediksi hujan, BMJ-ACM2, verifikasi hujan, Sumatera Barat

ABSTRACT
DERRI HARYONI FEBRI. Sensitivity of WRF-EMS to Predict Rainfall On Wet and
Dry Seasons Over West Sumatra. Supervised by RAHMAT HIDAYAT and WIDO
HANGGORO.
Sensitivity of WRF-EMS model using combination of convective and planetary
boundary layer were analyzed using eight experiments which been conducted during
wet and dry seasons over West Sumatra. Analysis using forecast error, root mean
square error (RMSE), threat score (TS), probability of detection (POD), false alarm
ratio (FAR) for 24 and 48 hours rainfall accumulation. WRF-EMS Model with
combination of BMJ-ACM2 are the best schemes interm of the consistency of pattern
and immensity of rainfall compared with TRMM for 24 and 48 hours accumulation.

Model verifications on Tabing station revealed that the values of RMSE were 0.64 and
0.38 mm and also TS values were 0.86 (24 hours) and 0.73 (48 hours) during wet
season. RMSE values on dry season were 0.27 (24 hours) dan 0.45 (48 hours) with TS
values 0.50 (24 and 48 hours). POD and FAR values were 1.0 and 0.14 (24 hours), 0.89
and 0.20 (48 hours) during wet season. In the other hand, POD and FAR values were
0.67 and 0.34 (24 hours), 0.75 and 0.40 (48 hours) during dry seasons. WRF-EMS
model more accurate to predict rainfall event during the wet season than dry season
over Tabing, West Sumatra.
Keywords: WRF-EMS, rainfall prediction, BMJ-ACM2, rainfall verification, West
Sumatra

SENSITIVITAS MODEL WRF-EMS DALAM MEMPREDIKSI
KEJADIAN HUJAN PADA MUSIM BASAH DAN KERING
DI SUMATERA BARAT

DERRI HARYONI FEBRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains

pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Alhamdulillah, penulis bersyukur atas karunia Allah swt yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan usulan penelitian
dengan judul “Sensitivitas model Weather Research Forecasting Environmental
Modelling System (WRF-EMS) dalam memprediksi kejadian hujan pada musim basah
dan kering di Sumatera Barat” sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di
Departemen Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Institut Pertanian Bogor.
Proses penulisan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara
moral maupun materi sehingga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada bapak Rahmat Hidayat dan bapak Wido Hanggoro selaku pembimbing skripsi

yang telah memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan diskusi-diskusi yang sangat
membantu. Selain itu, kepada dosen pembimbing akademik serta semua dosen dan staff
Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB yang telah banyak membantu selama masa
perkuliahan, dan kedua orang tua serta semua keluarga besar yang selalu memberikan
doa, nasehat, semangat dan motivasi kepada penulis. Penulis juga berterimakasih
kepada teman-teman Geofisika dan Meteorologi angkatan 48 yang selalu memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis dan teman-teman satu bimbingan skripsi yaitu
Gigih Bangun W, Anis Purwaningsih dan Alfi Wardah F serta Nihayatuz Zulfa dan
Nurhayati yang telah memberikan semangat selama perkuliahan dan pengerjaan tugas
akhir. Terimakasih pula kepada kak em (GFM 47) dan kak Rahmi yang telah
memberikan ilmunya terkait penelitian yang dilakukan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2015
Derri Haryoni Febri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Iklim Sumatera Barat
Weather Research Forecasting and Environmental l Modelling System
METODE PENELITIAN

2
2
3
4

Data

4

Alat

4

Tempat


4

Metode

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

9

Perbandingan Prediksi Hujan Model dan TRMM
Musim Basah (Desember)
Musim Kering (Agustus)
Perbandingan Curah Hujan Tabing dan TRMM

9
10
11
14


Verifikasi Curah Hujan Prediksi Model Terhadap Stasiun Observasi Tabing
Forecast Error
RMSE, Threat Score, Probability of Detection dan False Alarm Ratio
SIMPULAN DAN SARAN

16
16
17
20

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA


21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Konfigurasi skema yang digunakan pada penelitian
Kombinasi skema konvektif-PBL yang digunakan pada penelitian

Tabel kontigensi penentuan TS, POD, dan FAR
Verifikasi menggunakan analisis RMSE, TS, POD dan FAR Desember
Verifikasi menggunakan analisis RMSE, TS, POD dan FAR Agustus

6
6
8
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Grafik curah hujan rataan bulanan Kototabang Sumatera Barat
Diagram alir sistem WRF-EMS
Domain penelitian 1, 2 dan 3 pada model WRF-EMS
Akumulasi prediksi hujan selama 24 jam kedepan bulan Desember
Akumulasi prediksi hujan selama 48 jam kedepan bulan Desember
Akumulasi prediksi hujan selama 24 jam kedepan bulan Agustus
Akumulasi prediksi hujan selama 48 jam kedepan bulan Agustus
Perbandingan curah hujan Tabing dan TRMM bulan Desember
Perbandingan curah hujan Tabing dan TRMM bulan Agustus
Curah hujan akumulasi output model dengan TRMM dan Observasi
Lokasi stasiun pengamatan meteorologi Tabing, Sumatera Barat
Forecast error akumulasi curah hujan prediksi model WRF-EMS
RMSE dan Threat Score prediksi akumulasi curah hujan Desember
RMSE dan Threat Score prediksi akumulasi curah hujan Agustus

2
3
5
10
11
12
13
14
15
15
16
17
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Spasial domain 1, 2 dan 3 akumulasi 24 jam Desember
Spasial domain 1, 2 dan 3 akumulasi 48 jam Desember
Spasial domain 1, 2 dan 3 akumulasi 24 jam Agustus
Spasial domain 1, 2 dan 3 akumulasi 24 jam Desember

23
24
26
27

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi dalam konsep pemahaman dinamika atmosfer
telah mencapai tahap prediksi cuaca. Konsep Numerical Weather Prediction (NWP)
dimanfaatkan dalam operasi numerik untuk prediksi kondisi atmosfer. Weather
Research and Forecasting Environmental Modelling System (WRF-EMS)
merupakan salah satu tools yang dijadikan sebagai acuan prediksi cuaca skala meso
di berbagai bidang riset maupun operational. Model WRF-EMS telah banyak
diaplikasikan di berbagai negara dalam memprediksi kejadian cuaca seperti Kanada,
Spanyol, India, dan Mesir (Pennely et al. 2013 ; Argueso et al. 2012 ; Chang et al.
2009 ; Afandi et al. 2013). Namun, sebelum menuju ke tahap aplikasi maka
diperlukan kajian untuk mengetahui tingkat akurasi model WRF-EMS di wilayah
tropis Indonesia. Peningkatan akurasi prediksi curah hujan memanfaatkan
konfigurasi parameterisasi yang terdapat pada model diantaranya micro physics,
radiation physics, surface layer physics, land surface physics, cumulus
parameterization physics dan planetary boundary layer physics (Silva et al. 2010).
Penggunaan konfigurasi parameterisasi yang tepat akan memberikan hasil yang
baik terhadap prediksi yang akan dilakukan.
Penelitian terkait prediksi hujan menggunakan model WRF-EMS di
Indonesia telah dilakukan di wilayah Jakarta, Jawa Barat dan Mataram
menggunakan skema konvektif sebagai skema utama yang dapat mewakili kejadian
hujan di wilayah tropis (Santriyani et al. 2011; Kurniawan et al. 2014). Namun,
simulasi model prediksi hujan menggunakan beberapa kombinasi skema konvektifplanetary boundary layer (PBL) belum banyak dikaji di kawasan tropis, termasuk
Indonesia. Penelitian prediksi kejadian hujan di wilayah Spanyol bagian Selatan
menyatakan bahwa selain skema konvektif, skema PBL merupakan salah satu
komponen mayor yang dapat meningkatkan kualitas curah hujan yang diprediksi
(Argueso et al. 2011)
Penggunaan konfigurasi dari kombinasi skema konvektif-PBL perlu dikaji
untuk kawasan tropikal ekuator Indonesia. Sumatera barat menjadi lokasi penelitian
menggunakan model WRF-EMS karena memiliki potensi hujan yang tinggi. Model
WRF-EMS perlu diaplikasikan pada daerah dengan topografi yang kompleks dan
berbatasan langsung dengan Samudera Hindia ini sehingga dapat diketahui
sensitivitas model WRF-EMS dalam memprediksi kejadian hujan pada musim
basah dan kering di Sumatera Barat.
Tujuan Penelitian
1. Mengaplikasikan model WRF-EMS di wilayah Sumatera Barat untuk
memprediksi kejadian hujan.
2. Melakukan pengujian terhadap kombinasi parameterisasi skema konvektifplanetary boundary layer (PBL) pada musim basah dan kering di wilayah
Sumatera Barat.
3. Mengetahui potensi luaran model WRF-EMS dalam memprediksi kejadian
hujan pada wilayah Sumatera Barat.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Iklim Sumatera Barat
Letak Provinsi Sumatera Barat secara geografis antara 0°54’ Lintang Utara
sampai 3°30’ Lintang Selatan dan 98°36’ sampai 101°53’ Bujur Timur. Secara
umum, pembagian iklim menurut Schmid dan Ferguson terbagi menjadi tipe A, B,
C dan D. Kondisi cuaca harian dipengaruhi oleh adanya sistem land-sea breeze
akibat batasan samudera dan kompleksitas daratan. Topografi wilayah bersifat
kompleks karena terdiri atas dataran rendah, dataran tinggi, pegunungan dan
perbukitan serta berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Selain itu,
melintas perbukitan yang dikenal dengan nama Bukit Barisan di sepanjang wilayah
Sumatera Barat kawasan garis khatulistiwa (Turyanti et al. 2007).
Kompleksitas topografi menyebabkan distribusi suhu dan curah hujan yang
berbeda di setiap lokasi. Suhu rataan pada kawasan pantai berkisar antara 21°C –
38 °C dan 15°C - 33°C pada kawasan perbukitan. Sementara itu, daratan yang
terletak di bagain timur bukit barisan memiliki rataan suhu 19°C - 34°C. Pengaruh
ekinoks di daerah ekuator menyebabkan curah hujan di Sumatera Barat memiliki
dua puncak hujan dalam setahun dengan intensitas yang tinggi dibanding bagian
utara dan selatan ekuator (Marpaung et al. 2012)
Kondisi puncak hujan dua kali selama setahun termasuk tipe pola hujan
ekuatorial. Selain itu, curah hujan di Sumatera Barat dipengaruhi secara lokal dari
keberadaan bukit barisan. Curah hujan maksimum di Sumatera Barat terjadi setelah
bulan September dan setelah bulan Maret (Sipayung et al. 2007 dalam Hermawan
E 2009). Rentang bulan September hingga Maret termasuk kedalam musim basah
di wilayah Sumatera Barat. Sementara itu, musim kering terjadi sekitar bulan Juli
hingga September (Hermawan E 2009)
400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ag Sep Okt Nov Des

Gambar 1 Grafik curah hujan rata-rata bulanan (mm) di Kototabang, Sumatera
Barat dari tahun 2001-2005 (Hermawan E 2009)

3
Weather Research Forecasting and Environmental Modeling System
(WRF-EMS)
WRF-EMS merupakan salah satu turunan dari model WRF selain WRF-DA
(Data Assimilation) dan WRF-Chem (Chemistry) yang dapat dijalankan baik pada
single komputer maupun komputer cluster. WRF-EMS dikembangkan oleh NOAA
Science and Training Resource Center untuk mempermudah pengguna dalam
berbagai aspek seperti proses instalasi, pengaturan konfigurasi dan eksekusi data.
Selain itu, WRF-EMS menjadi salah satu model NWP dengan full-physics serta
compatible dengan dua program utama (core) yang sering digunakan yaitu Advance
Research WRF (ARW) dan Non-hydrostatic Mesoscale Model (NMM)
(Rozumalski 2010). Perbedaan mendasar antara WRF dan WRF-EMS adalah
sistem routine (Automatic Scripting Language) yang dimiliki oleh masing-masing
software tersebut.
Penggunaan model WRF-EMS terdiri atas 3 perintah utama yatu ems_prep
yang berfungsi untuk penentuan data dan konfigurasi waktu yang akan dijalankan,
ems_run untuk menjalankan model serta ems_post sebagai tahap akhir untuk
penentuan output model. Proses yang dilakukan dalam sistem software WRF-EMS
dapat dilihat pada gambar 2. Diagram menjelaskan proses awal ems_prep yang
dimulai dengan inputan data yang akan digunakan, pemilihan domain, konfigurasi
waktu, pemilihan inti serta pengaturan eksternal dataset lainnya. Proses persiapan
ini dilanjutkan dengan menjalankan model pada ems_run dan selanjutnya
melakukan post_processing dengan menggunakan perintah ems_post. Kelebihan
dari sistem WRF-EMS yaitu adanya perintah tambahan ems_autorun.pl dan
ems_autopost.pl. Kedua perintah ini memudahkan pengguna dengan mengatur
sistem yang akan dijalankan secara otomatis. Selain, tersedianya format output data
dalam bentuk GRIB 1, GRIB 2 dan NetCDF (Rozumalski 2010).

Gambar 2 Diagram alur data penggunaan model WRF-EMS (Rozumalski 2010)

4

METODE PENELITIAN
Data
1. Data Global Forecasting System (GFS) dengan resolusi spasial 0.5° pada
tanggal 27-30 Desember 2013 jam 12 UTC dan 9-12 Agustus 2014 jam 12 UTC.
2. Data curah hujan observasi Tabing per tiga jam dari Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika selama 3 hari pada tanggal 27-30 Desember 2013
jam 12 UTC dan tanggal 9-12 Agustus 2014 jam 12 UTC.
3. Data curah hujan Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) 3B42 versi 7
per tiga jam dengan resolusi spasial 0.25o pada tanggal 27-30 Desember 2013
jam 12 UTC dan tanggal 9-12 Agustus 2014 jam 12 UTC
Alat
1. PC Cluster dengan Operating System berbasis Linux.
2. Laptop dengan Operating System berbasis Linux Ubuntu 14.04.
3. Software Weather Research Forecast-Environmental Modelling System
(WRF-EMS) Vers. 3.4.1. 14.16
4. NCAR Commond Language (NCL) Vers. 6.2.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kemayoran, Jakarta serta Laboratorium
Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi
FMIPA IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2014 hingga bulan April
2015.
Metode
Pemodelan untuk kajian prediksi hujan memanfaatkan model Weather
Research and Forecasting Environmental Modeling System (WRF-EMS) yang
menggunakan program utama ARW dengan tipe proyeksi merkator. NCEP (2003)
dan Navy Oceanography (2013) menyarankan untuk melakukan spin up model.
Spin up merupakan waktu yang dibutuhkan oleh model untuk mencapai
kesetimbangan hidrostatik. Pada penelitian ini, spin up model dilakukan selama 12
jam yang menyebabkan data output pada 12 jam pertama tidak dapat digunakan.
Data inputan yang digunakan pada model WRF-EMS yaitu data GFS
dengan resolusi 0.5o sebagai initial and boundary condition pada waktu yang
berbeda yaitu pada tanggal 27-30 Desember 2013 dan 9-12 Agustus 2014 dengan
cycle 12 UTC. Data ini mewakili kejadian hujan musim basah dan kering di wilayah
Sumatera Barat. Tahapan dalam WRF-EMS dilakukan untuk memperoleh hasil
prediksi selama 72 jam ke depan dengan output data model per 3 jam (00, 03, 06,

5
09 UTC). Menurut Aguado dan Burt (2007), prediksi hingga 72 jam ke depan atau
kurang dikategorikan ke dalam jenis prediksi jangka pendek.
Penelitian ini menggunakan 3 domain kajian (Gambar 3) dengan resolusi
mencapai 27 km (domain 1), 9 km (domain 2) dan 3 km (domain 3) pada koordinat
pusat 00°57` LS dan 100°21` BT. Ketiga domain menggunakan sistem 2 waynesting sehingga output yang dihasilkan pada domain 1 akan berpengaruh terhadap
domain 2 dan domain 3 secara simultan. Pemodelan dilakukan hingga mencapai
resolusi 3 km karena untuk memprediksi hujan di wilayah Indonesia dibutuhkan
data dengan resolusi spasial yang tinggi (Gustari et al. 2012)

Gambar 3 Domain penelitian 1, 2 dan 3 pada model WRF-EMS
Data output model dibandingkan dengan TRMM pada domain 2.
Penggunaan data TRMM disebabkan karena kurangnya data pengamatan stasiun
observasi untuk melakukan perbandingan spasial pada luasan domain penelitian.
TRMM 3B42 diidentifikasi sebagai salah satu satelit penyedia sumber informasi
hujan yang cocok untuk wilayah Indonesia sehingga pada penelitian ini, TRMM
3B42 dimanfaatkan sebagai data pembanding output model secara spasial
(Vernimmen et al.2012).
Selain itu, hasil prediksi di verifikasi menggunakan data observasi pada
stasiun Tabing di kajian domain 3 wilayah Sumatera Barat. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat sensitivitas model dalam prediksi hujan pada musim basah dan
kering.
Dalam proses running data, konfigurasi dilakukan pada dua jenis skema
konvektif dan dua jenis skema PBL. Skema konvektif yang digunakan yaitu Grell
Devenyi 3D ensemble (G3D) dan Betts Miller Janjic (BMJ). Skema konvektif
bertujuan untuk merepresentasikan efek pembentukan awan kumulus yang terjadi
dengan cara mengatur dimulainya proses konveksi dari pengaturan suhu dan profil
kelembaban dalam suatu kolom grid model (Pennely et al. 2013). Skema ini
merupakan 2 jenis skema yang umum digunakan dalam kajian prediksi hujan dan
menunjukkan hasil yang baik pada beberapa penelitian di Indonesia (Gustari et
al.2012 ; Kurniawan et al. 2014)

6
Sementara itu, penggunaan skema PBL selain skema Yonsei University
(YSU) masih sangat jarang digunakan dalam suatu penelitian prediksi hujan. PBL
merupakan lapisan kritis dalam penentuan prediksi unsur meteorologi. Proses
turbulensi yang menjadi faktor dominan penentu stabilitas atmosfer serta proses
terbentuknya awan karena adanya pengaruh dari pencampuran udara serta
kelembaban. Kondisi ini menyebabkan PBL sebagai salah satu parameterisasi yang
sangat diperlukan dalam pemodelan meteorologi (Xie et al. 2012)
Tabel 1 Konfigurasi skema yang digunakan pada penelitian
Parameterisasi
Nama Skema
Betts Miller Janjic
Skema Konvektif
Grell Devenyi 3D
Yonsei University
Skema PBL
Assymetric Convective
Model 2
Lin et.al
Skema mikrofisik
Skema Gelombang Pendek dan
RRTM dan Dudhia
Panjang
NOAH
Skema Terestrial

Inisial
BMJ
G3D
YSU
ACM2
Default
Default
Default

Tabel 2 Kombinasi skema konvektif-PBL yang digunakan pada penelitian
Eksperimen
Parameterisasi
Tanggal Inisial
BMJ-YSU
27 Desember 2013
EXP1
BMJ-YSU
9 Agustus 2014
EXP2
G3D-YSU
27 Desember 2013
EXP3
G3D-YSU
9 Agustus 2014
EXP4
BMJ-ACM2
27 Desember 2013
EXP5
BMJ-ACM2
9 Agustus 2014
EXP6
G3D-ACM2
27 Desember 2013
EXP7
G3D-ACM2
9 Agustus 2014
EXP8
Skema konvektif Grell Devenyi 3D (G3D) mempertimbangkan berbagai proses
dinamika atmosfer didalamnya. Berdasarkan penelitian Gilland dan Rowe (2007),
skema Grell Devenyi 3D sesuai untuk prediksi hujan pada wilayah dengan
intensitas tinggi, seperti Indonesia. Skema ini memberikan hasil yang baik pada
wilayah Jakarta dan sekitarnya secara kuantitatif dengan menggunakan 3 domain
resolusi 27 km, 9 km dan 3 km. Selain itu, berdasarkan perbandingan secara
kualitatif, G3D menunjukkan performa yang baik dalam merepsentasikan pola
pergerakan awan dan potensi kejadian hujan (Santriyani et al. 2011). Penggunaan
skema G3D dapat diproses hingga ke domain dengan resolusi yang tinggi mencapai