Pengaruh Pelatihan Non Teknis Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Bp4k Di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi

PENGARUH PELATIHAN NON TEKNIS TERHADAP
KINERJA PENYULUH PERTANIAN BP4K DI KABUPATEN
BUNGO PROVINSI JAMBI

IKE WIRDANI PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Pelatihan
Non Teknis terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian BP4K di Kabupaten Bungo
Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016
Ike Wirdani Putri
NIM I35113

RINGKASAN
IKE WIRDANI PUTRI. Pengaruh Pelatihan Non Teknis terhadap Kinerja
Penyuluh Pertanian BP4K di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Dibimbing oleh
ANNA FATCHIYA dan SITI AMANAH.
Kinerja penyuluh pertanian berkaitan dengan keberhasilan petani sebagai
pelaku utama. Membangun pertanian dibutuhkan sumberdaya manusia (SDM)
yakni penyuluh yang berkualitas. Untuk membangun SDM dapat dilaksanakan
melalui proses pembelajaran dengan mengembangkan sistem pendidikan non
formal diluar sekolah secara efektif dan efisien. Dalam hal ini, kinerja penyuluhan
yang baik pada penyuluh pertanian dilaksanakan dengan cara mengadakan
pelatihan, di mana penyuluh dibekali
ilmu pengetahuan, keterampilan,
pengenalan paket teknologi dan inovasi di bidang pertanian. Pelatihan-pelatihan
yang sesuai dilaksanakan adalah dengan pendekatan pembelajaran orang dewasa.

Selain itu dalam kegiatan pelatihan harus digunakan metode yang tepat serta
pemberian materi yang dibutuhkan oleh penyuluh pertanian. Kinerja penyuluh
akan baik bila penyuluh mampu melaksanakan unsur-unsur kesetiaan dan
komitmen yang tinggi pada tugas menyiapkan kegiatan penyuluhan, kerjasama
dengan petani dan pihak yang terkait.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis pelatihan penyuluh
pertanian berdasarkan karakteristik peserta pelatihan, kesesuaian kurikulum
pelatihan, kompetensi penyuluh pelatih dan dukungan lembaga penyuluhan di
BP4K Kabupaten Bungo; (2) Menganalisis kinerja penyuluh pertanian di BP4K
Kabupaten Bungo; (3) Menganalisis pengaruh pelatihan non teknis terhadap
kinerja penyuluh Kabupaten Bungo. Penelitian dilakukan menggunakan metode
survei dengan pendekatan kuantitatif dan didukung oleh informasi kualitatif
dilakukan di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Data dikumpulkan secara sensus
pada 100 penyuluh pertanian di BP4K Kabupaten Bungo yang dilaksanakan pada
Mei-Juli 2015. Analisis statistik terdiri dari distribusi frekuensi, sedangkan
analisis statistik inferensial menggunakan analisis regresi linear berganda dengan
software SPSS versi 16.00.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) karakteristik penyuluh peserta
pelatihan yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah jumlah keikutsertaan
pelatihan dan motivasi; 2) tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan yang

mempengaruhi kinerja penyuluh adalah pelatihan dan sarana prasarana pelatihan;
3) tingkat kompetensi penyuluh pelatih yang mempengaruhi kinerja penyuluh
adalah penguasaan penyuluh pelatih terhadap substansi materi dan kemampuan
merencanakan pembelajaran; 4) dukungan lembaga penyuluhan yang
mempengaruhi kinerja adalah fasilitas dari lembaga penyuluhan dan insentif atau
penghargaan.
Kata kunci: kinerja penyuluh, pelatihan non teknis, BP4K

SUMMARY
IKE WIRDANI PUTRI. Influence of Non Technique Training to the Agricultural
Extension Performance in BP4K Bungo. Supervised by ANNA FATCHIYA and
SITI AMANAH.
Performance of agricultural extension worker relating to the success of the
main actors. Agricultural development needs of human resources (HR) the
qualified extension worker. To build Human Resources can be implemented
through a process of learning and teaching by developing non-formal education
systems outside the school effectively and efficiently. In this case, better
performance extension on agricultural extension worker carried out by the
training, in which counselors equipped with knowledge, skills, the introduction of
a package of technology and innovation in agriculture. The trainings were

conducted matching is performed with the adult learning approach. Besides the
training activities should use appropriate methods and the provision of materials
needed by the agricultural extension worker. Performance of agricultural
extension worker will be better after agricultural extension workers conducting
elements consisting of loyalty and commitment to the task of setting up extension
activities, cooperation with farmers and stakeholders.
This study aims to: (1) analyze agricultural extension worker's training
based on the characteristics of participants, compliance training curriculum,
competency extension trainers and institutional support extension in BP4K
Bungo; (2) analyze the performance of agricultural extension in BP4K Bungo; (3)
analyze the effect of non-technical training to the performance extension Bungo
district. The research employed a survey method with quantitative and qualitative
approach which it conducted in Bungo District, Jambi Province. Data collected by the
census of 100 agricultural extension worker at BP4K Bungo from May to July 2015.
Statistical analysis consisted of frequency distribution, whereas the inferential
statistical analysis using multiple linear regression analysis with SPSS software
version 16.00.
The results showed that: 1) the characteristics of agricultural extension
workers affecting performance is the amount of training and motivation; 2) degree
of conformity of the training curriculum that affect the performance agricultural

extension workers are training and training infrastructure; 3) the level of
competence that affect the performance of the coach educator instructor is a coach
educator mastery of the substance of the material and the ability to plan learning;
4) support education institution is a facility that affect the performance of
extension services and incentives or rewards.
Keywords: performance of extension workers, non technical training, district
agriculture extension worker (BP4K).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PELATIHAN NON TEKNIS TERHADAP
KINERJA PENYULUH PERTANIAN BP4K DI KABUPATEN

BUNGO PROVINSI JAMBI

IKE WIRDANI PUTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS

( +0"4 &-#"(4 )(4 %(#,4 .+"*4 #(+$4

00&4,#,4


(30&0"4 +/(#(4 4 #40*.(4 0( )4 +)1#(,#4
'#4
'4

%4#+(#40.+#4

 4

  


#,-0$0#4)&"4
)'#,#4'#'#( 4


+4 +4 ((4

4 4



+4 +4 #-#4

4 #4

(

-04

)-4


#%-"0#4)&"4

-04+) +'4-0#4
&'04(30&0"(4
'( 0((4


+4 +4

"+0&4 3"4 !4

+)4

(

&4$#(4




(

&40&0,4








PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini ialah pelatihan pada penyuluh
pertanian, dengan judul Pengaruh Pelatihan Non Teknis Terhadap Kinerja
Penyuluh Pertanian BP4K di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi. Tesis ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata dua (S2)
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Penyelesaian tesis tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Anna Fatchiya MSi sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir Siti
Amanah MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing, Dr. Ir Dwi Sadono serta
Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS sebagai penguji luar komisi
2. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI) yang telah memberikan
Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN) tahun 2013 dalam
menempuh program Magister.
3. Kedua orang tua penulis, Hudarmin dan ibu Wirda serta Suci Dewi Wulandari
dan Jumiati Sadiah terimakasih atas segala kasih sayang, semangat, doa, dan

nasehatnya.
4. Kepala BP4K Kabupaten Bungo (Bapak Ir. Supriyadi), Kasubbid Bidang
Pengembangan Sumberdaya Manusia (Ibu Jusniati S.PKP), Seluruh Kepala
BP3K di Wilayah Kabupaten Bungo, serta responden penyuluh pertanian di
Kabupaten Bungo yang telah memberikan informasi selama penelitian.
5. Rekan-rekan Program Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN)
Angkatan 2013 (Helnafri Ankesa, Shinta, Siti Sawerah, Nila Sari, Lucy,
Dedeh, mbak Vera, mbak Tintin, mbak Nia, Mbak Minas, Riana, Herry,
Nopriyanto, Pak Erik, Bang Dharma, Aira, Tiara). Teman-teman Pondok
Shinta Rana (Nurul, Nok Nurjanah, Rita) serta Kak Ami, Angela Fisriza, Gita
Vinanda, Ari Bakhtiar, Kak Lina, Rozen, Ade, Mas Mulyadi, Mas Adam dan
Ibu Desi atas kerjasama, bantuan dan diskusinya selama ini.
6. Achmad Taufik, SE terima kasih atas doa, kebersamaan, semangat dan
diskusinya selama ini.
7. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
kemajuan ilmu pengetahuan selanjutnya.

Bogor, Maret 2016
Ike Wirdani Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
4
4

2. TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan dan Kinerja Penyuluh Pertanian
Kebutuhan Pelatihan
Perencanaan Pelatihan
Materi Pelatihan
Metode Pelatihan
Sarana dan Prasarana Pelatihan
Kinerja Penyuluh Pertanian
Karakteristik Penyuluh
Kompetensi Penyuluh Fasilitator
Dukungan Lembaga Penyuluhan

5
5
6
7
7
7
9
9
11
15
16

3. KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

20

4. METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Populasi dan Sampel
Data dan Instrumentasi
Definisi Operasional
Uji Validitas dan Reliabilitas
Analisis Data

22
22
22
22
23
23
27
29

5. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

30

6. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Penyuluh Peserta Pelatihan
Tingkat Kesesuaian Kurikulum Pelatihan
Tingkat Kompetensi Penyuluh Pelatih
Dukungan Lembaga Penyuluhan
Kinerja Penyuluh Pertanian
Pengaruh Karakteristik Penyuluh Peserta Pelatihan terhadap
Kinerja Penyuluh
Pengaruh Tingkat Kesesuaian Kurikulum Pelatihan terhadap
Kinerja Penyuluh
Pengaruh Tingkat Kompetensi Penyuluh Pelatih terhadap

33
38
41
44
46
49
51
51

Kinerja Penyuluh
Pengaruh Dukungan Lembaga terhadap Kinerja Penyuluh

53

7. SIMPULAN DAN SARAN

54

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

55

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Hasil uji instrumen penelitian
Persentase penyuluh peserta pelatihan menurut karakteristik
individu di Kabupaten Bungo, tahun 2015
Persentase tingkat kesesuaian kurikulum pelatihan di Kabupaten
Bungo, tahun 2015
Persentase tingkat kompetensi penyuluh pelatih di Kabupaten
Bungo, tahun 2015
Persentase dukungan lembaga penyuluhan di Kabupaten Bungo,
tahun 2015
Persentase kinerja penyuluh pertanian di kabupaten bungo di
Kabupaten Bungo, tahun 2015
Koefisien dan P value pengaruh karakteristik penyuluh peserta
pelatihan terhadap kinerja penyuluh
Koefisien dan P Value pengaruh tingkat kesesuaian kurikulum
pelatihan terhadap kinerja penyuluh
Koefisien dan P value pengaruh tingkat kompetensi penyuluh
pelatih terhadap kinerja penyuluh
Koefisien dan P Value pengaruh dukungan lembaga penyuluhan
terhadap kinerja penyuluh

28
33
38
43
45
46
49
51
52
53

DAFTAR GAMBAR
1
2

3

Tata hubungan dan mekanisme kerja lembaga penyuluhan
dengan dinas/instansi terkait
Kerangka berpikir penelitian pengaruh pelatihan non teknis
terhadap kinerja penyuluh pertanian BP4K Kabupaten
Bungo Provinsi Jambi tahun 2015
Bagan struktur organisasi BP4K Kabupaten Bungo

17
21

32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Contoh hasil anova pengaruh karakteristik penyuluh peserta
pelatihan terhadap kinerja penyuluh
Contoh hasil uji multikolineritas pengaruh karakteristik
penyuluh peserta pelatihan terhadap kinerja penyuluh
Contoh hasil uji autokorelasi pengaruh karakteristik penyuluh
peserta pelatihan terhadap kinerja penyuluh
Contoh hasil uji kenormalan pengaruh karakteristik penyuluh
peserta pelatihan terhadap kinerja penyuluh
Wilayah Kabupaten Bungo
Dokumentasi Penelitian
Bentuk Pelatihan yang dilakukan di BP4K Kabupaten Bungo
Tahun 2014

61
61
62
62
63
64
65

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kinerja penyuluh pertanian yang memenuhi standar penugasan sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan pembangunan pertanian. Kinerja penyuluh
pertanian merupakan hasil kerja yang dicapai sesuai tugas dan tanggung jawab
yang dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan kemampuan,
pengalaman serta penggunaan waktu (Herbenu 2007). Terkait dengan kinerja
penyuluh harus diperhatikan bahwa, penyuluh merupakan individu yang memiliki
kualitas berbeda-beda. Masalah yang ada di lapangan adalah fakta bahwa sebagian
besar penyuluh pertanian memiliki kualitas individu dan juga kuantitas
penyuluhan yang rendah (Marliati et al. 2008). Kinerja penyuluh pertanian diduga
menunjukkan penurunan padahal telah dilaksanakan pelatihan-pelatihan guna
meningkatkan kinerja penyuluh tersebut.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) menyebutkan bahwa penyuluh
adalah perorangan, WNI bisa Pegawai Negeri Sipil (PNS), penyuluh swasta dan
penyuluh swadaya. Penyuluh pertanian yang diharapkan adalah penyuluh yang
memiliki kualitas yang baik guna menunjang kegiatan dilapangan. Kualitas
penyuluh ditentukan oleh sejauh mana sistem di bidang ini sanggup menunjang
dan memuaskan keinginan petani. Peningkatan pengetahuan, keterampilan,
perubahan sikap, serta hal-hal yang dapat menjadi perbaikan terhadap peningkatan
kinerja dan produktivitas dalam memberdayakan petani dapat dilaksanakan
melalui pelatihan-pelatihan.
Lippitt et al. (1958) dan Chamala dan Shingi (1997) menyatakan kinerja
penyuluh pertanian merupakan peran penyuluh dalam melakukan perubahan
berencana dan memberdayakan masyarakat melalui pengorganisasian
masyarakat, pengembangan sumberdaya manusia dan memecahkan masalahnya.
Kinerja penyuluh akan baik bila penyuluh setelah melaksanakan unsur-unsur yang
terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas menyiapkan kegiatan
penyuluhan, kerjasama dengan petani dan pihak yang terkait. Kinerja penyuluh
pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor individu yakni karakteristik dari
penyuluh, pelatihan, faktor psikologis dan lingkungan atau organisasi tempat
penyuluh bertugas. Sapar et al. (2011) dan Hamzah (2011) menemukan bahwa
terdapat hubungan signifikan antara sejumlah karakteristik penyuluh seperti umur,
masa kerja, motivasi kerja serta pelatihan dan kompetensi dengan kinerja
penyuluh pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik penyuluh serta
pelatihan merupakan unsur penting yang dapat mempengaruhi kinerja dari
seorang penyuluh.
Sejalan dengan hal tersebut hasil penelitian Siregar dan Saridewi (2010)
menyimpulkan bahwa pelaksanaan tugas penyuluh pertanian dipengaruhi oleh
banyak faktor, diantaranya kemampuan (ability) penyuluh pertanian yang terdiri
dari kemampuan potensi (IQ) dan pendidikannya, faktor motivasi, yaitu motivasi
yang terbentuk dari sikap (attitude) seseorang dalam menghadapi situasi kerja
yang dapat menggerakkan pegawai agar terarah untuk mencapai tujuan kerja,
sarana dan prasarana, budaya kerja (workplace culture) yang membentuk
kebiasaan pegawai di tempat tugas dan menjadi sikap yang tercermin dalam

2
perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai
kerja. Hal ini dapat dipahami karena masing-masing individu penyuluh
mempunyai latar belakang pendidikan, pengalaman, motivasi, kemampuan dasar,
dan hal lainnya yang berbeda, sehingga pada akhirnya berpengaruh pada kinerja
mereka. Oleh karena itu, kehadiran seseorang pemimpin yang mampu
memotivasi, menyamakan persepsi, menyatukan visi dan misi sangat dibutuhkan.
Pasca diberlakukannya otonomi daerah telah terjadi perubahan yang
mendasar terhadap pembinaan penyuluhan pertanian, yang semula dilaksanakan
oleh pusat bergeser ke daerah. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahanperubahan pada penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang menyangkut aspek
perencanaan dan kelembagaan penyuluhan yang berdampak juga kepada penyuluh
pertanian. Berdasarkan informasi dari Kepala bidang (Kabid) Pengembangan
Sumberdaya Manusia BP4K Kabupaten Bungo kinerja penyuluh pertanian
semenjak penyelenggaraan kegiatan penyuluhan pertanian dikembalikan ke
daerah kinerja penyuluh semakin menurun dan cenderung tidak adanya regenerasi
penyuluh yang memiliki kompetensi yang memadai.
Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya kinerja dari penyuluh
tersebut. Salah satu penyebab turunnya kinerja penyuluh adalah adanya
ketidaksesuaian antara tingkat kemampuan yang dimiliki oleh para penyuluh
dengan perkembangan kebutuhan dan dinamika permasalahan yang dihadapi oleh
penyuluh pada masyarakat sasaran di lapangan. Berdasarkan hasil penelitian
Feder et al. (2011) dan Adefila (2012) menunjukkan bahwa rendahnya kinerja
dari sistem penyuluhan pertanian di negara-negara berkembang ditimbulkan
karena minat dari konsep pluralistik ekstensi yang melibatkan berbagai layanan
penyedia serta adanya hambatan seperti kurangnya pelayanan, upah dan tunjangan
yang rendah dan tidak tersedianya bahan-bahan utama dan peralatan untuk
melaksanakan pekerjaan. Selain hal tersebut faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan kemampuan penyuluh adalah kurangnya perhatian instansi dalam
memberikan program pendidikan dan pelatihan yang sesuai bagi penyuluh (Turere
2013).
BP4K (Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan)
sebagai lembaga penyuluhan melaksanakan pelatihan guna meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan bagi penyuluh pertanian. Pelatihan di BP4K
Kabupaten Bungo telah dilaksanakan sejak tahun 2011. Pelatihan dilaksanakan
secara rutin setiap 2 (dua) bulan sekali dengan tema yang berbeda pada setiap kali
pelatihan. Pelatihan yang dilaksanakan meliputi pelatihan di bidang teknis dan
non teknis. Dalam kurun waktu 2011-2014 telah dilaksanakan sebanyak 96 kali
pelatihan baik teknis maupun non teknis. Jenis serta tema pelatihan yang
dilaksanakan telah disepakati pada rapat awal tahun oleh pihak panitia
penyelenggara pelatihan bersama pimpinan BP3K yang berada di Kabupaten
Bungo terlebih dahulu setiap awal tahun, serta sebulan sebelum diadakan
pelatihan jadwal tersebut disebarkan kepada penyuluh pertanian sehingga para
peserta mengetahui jadwal mereka untuk mengikuti pelatihan.
Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan Sumber Daya Manusia
(SDM), terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia (Notoatmodjo 2003). Pada hakikatnya, program pendidikan dan pelatihan
diberikan sebagai tambahan bagi upaya memelihara dan mengembangkan
kemampuan serta kesiapan penyuluh dalam melaksanakan segala bentuk tugas

3
maupun tantangan kerja yang dihadapinya. Undang-Undang Nomor 16 tentang
SP3K mencantumkan bahwa penyuluh pertanian harus mempunyai kemampuan,
keterampilan dan semangat kerja seperti yang tercantum dalam undang undang
tersebut.
Sejak tahun 1980-an pemerintah telah memperkenalkan dan mencoba
mengembangkan pendekatan penyuluhan partisipatif melalui kegiatan proyek
seperti proyek pelatihan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Pengembangan
Sistem Usahatani, Lahan Kering Kalimantan (KLIF), Proyek desentralisasi
peternakan Indonesia bagian Timur (DELIVERI), Proyek Peningkatan
Pendapatan Petani Kecil (P4K), proyek pendekatan partisipatif untuk peningkatan
penyelenggaraan penyuluhan pertanian dan kehutanan (DAFEP) dan mulai tahun
2007 dengan nama proyek FEATI. Namun secara operasional sistem kerja
penyuluhan pertanian masih menggunakan sistem kerja latihan dan kunjungan
(LAKU) (Halil W dan Armiati 2012).
Perumusan Masalah
Penyuluhan pertanian di Indonesia saat ini memiliki landasan hukum yang
lebih kuat dalam pembangunan pertanian sejak diterbitkannya Undang-Undang
Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (UU SP3K), sehingga peran penyuluh pertanian sangat strategis dalam
memfasilitasi proses pemberdayaan petani dan keluarganya. Di karenakan adanya
UU tersebut perlu ditingkatkannya kapasitas dari penyuluh pertanian seperti
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam mengidentifikasi kebutuhan
dan potensi petani dan pelaku agribisnis lain. Namun hal tersebut juga harus
dilaksanakan dengan diadakannya evaluasi dan monitoring terhadap penyuluh
pertanian tersebut.
Salah satu cara yang telah gencar dilaksanakan adalah dengan penerapan
kembali sistem LAKU pada instansi penyuluh. Penerapan sistem kerja LAKU
diharapkan dapat meningkatkan motivasi penyuluh pertanian dalam melaksanakan
fungsinya sebagai pendamping dan pembimbing petani, serta memotivasi petani dalam
melaksanakan kegiatan usahatani yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas dan pendapatannya (Permen No: 273/Kpts/Ot.160/4/2007). Untuk
mendukung peraturan menteri yang telah dibuat maka pada BP4K dilaksanakan
kegiatan kunjungan serta pelatihan-pelatihan yang dapat mendukung hal tersebut.
Pelatihan merupakan salah satu aspek penting yang harus diperhatikan suatu
instansi penyuluh, jika ingin penyuluh yang ada dapat bekerja dengan baik.
Kegiatan penyuluhan pertanian saat ini tidaklah sesukses pada zaman dahulu
seperti Bimas (bimbingan massal) ataupun yang lainnya. Hal ini disebabkan
penyuluh-penyuluh saat sekarang ini masih kurang dalam hal pengetahuan dan
keterampilan. Pada hakekatnya, program pendidikan dan pelatihan diberikan
sebagai tambahan bagi upaya memelihara dan mengembangkan kemampuan serta
kesiapan penyuluh dalam melaksanakan segala bentuk tugas maupun tantangan
kerja yang dihadapinya. Terdapat 17 Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
Kehutanan (BP3K) di Kabupaten Bungo yang mengadakan pelatihan berdasarkan
kebutuhan masing-masing balai untuk meningkatkan kinerja dari penyuluh
tersebut.

4
Pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan meliputi pelatihan yang berguna
untuk meningkatkan SDM Penyuluh seperti pelatihan terhadap budidaya Tanaman
Pangan, Hortikultura serta pelatihan peningkatan keterampilan penyuluh dalam
menghadapi masyarakat petani yang menjadi binaan di wilayah kerja penyuluh
tersebut. Berdasarkan masalah di atas, dapat dirumuskan bagaimana pelatihan
penyuluh pertanian di BP4K Kabupaten Bungo? Bagaimanakah kinerja penyuluh
pertanian pada BP4K Kabupaten Bungo? Adakah pengaruh pelatihan terhadap
kinerja penyuluh pertanian pada BP4K Kabupaten Bungo?
Tujuan Penelitian
Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja
seseorang dalam hal ini adalah penyuluh dalam kaitannya dengan aktivitas
penyuluhan yang dapat membantu penyuluh dalam memahami suatu pengetahuan
praktis dan penerapannya guna meningkatkan kinerja pekerjaan (Lodjo 2013).
Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut
latihan: (a) latihan harus membantu pegawai atau penyuluh menambah
kemampuannya, (b) latihan harus menimbulkan perubahan dalam kebiasaan,
dalam informasi, dan pengetahuan yang ia terapkan dalam pekerjaannya sehari –
hari, dan (c) latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu yang sedang
dilaksanakan ataupun pekerjaan yang akan diberikan pada masa yang akan datang.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis pelatihan penyuluh pertanian berdasarkan karakteristik
peserta pelatihan, kesesuaian kurikulum pelatihan, kompetensi penyuluh
pelatih dan dukungan lembaga penyuluhan di BP4K Kabupaten Bungo
2. Menganalisis kinerja penyuluh pertanian di BP4K Kabupaten Bungo
3. Menganalisis pengaruh pelatihan non teknis terhadap kinerja penyuluh
Kabupaten Bungo
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran yang terkait dengan masalah kinerja penyuluh pada lembaga
pertanian dan dapat digunakan sebagai bahan keilmuan di bidang penyuluhan
pembangunan.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi
bagi pihak yang berkepentingan dalam pengembangan dan peningkatan
kinerja penyuluh pertanian.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pelatihan dan Kinerja Penyuluh Pertanian
Menurut Undang-undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, penyuluhan adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya,
serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Menurut Slamet (2003) juga menjelaskan bahwa penyuluhan merupakan suatu
pendidikan yang bersifat non formal yang bertujuan untuk membantu
masyarakat/petani merubah perilakunya dalam hal pengetahuam, keterampilan
dan sikap agar mereka dapat memecahkan kehidupan yang baik.
Slamet (2003) menyatakan tujuan utama dari penyuluhan pertanian adalah
mempengaruhi para petani dan keluarganya agar berubah perilakunya sesuai
dengan yang diinginkan. Seorang penyuluh pertanian diharapkan mampu
menggerakkan masyarakat, memberdayakan petani, pengusaha pertanian dan
pedagang pertanian, serta pendampingan petani untuk: (a) membantu
menganalisis situasi-situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke
depan; (b) membantu menemukan masalah; (c) membantu memperoleh
pengetahuan informasi guna memecahkan masalah; (d) membantu menghitung
besarnya resiko atas keputusan yang diambil. Agar tercapai hal tersebut maka
setiap penyuluh dituntut untuk memiliki kinerja penyuluhan yang baik dengan
berbagai cara salah satunya dengan mengikuti kegiatan pelatihan.
Hickerson dan Middleton (1975) mendefinisikan pelatihan adalah suatu
proses belajar, tujuannya untuk mengubah kompetensi kerja seseorang, sehingga
berprestasi lebih baik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pelatihan dilaksanakan
sebagai usaha untuk memerlancar proses belajar seseorang, sehingga bertambah
kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya
dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya. Dessler (2004),
mendefinisikan pelatihan sebagai sebuah proses belajar yang digunakan untuk
memberikan karyawan baru atau karyawan lama keterampilan yang mereka
butuhkan untuk melakukan pekerjaan. Menurut Mangkuprawira (2004)
menyatakan bahwa pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan
dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar
kerja. Pada dasarnya pelatihan merujuk pada pengembangan keterampilan kerja
yang dapat digunakan. Jahi dan Newcomb (1981) menjelaskan bahwa, pelatihan
dapat dilakukan pada individu, kelompok, organisasi volunteer yang telah
mengemban tugas sejak lama, hal ini bertujuan untuk memerbaharui diri individu
maupun kelompok.
Pelaksanaan pelatihan di maksudkan untuk mendapatkan tenaga kerja
memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan sikap yang baik dalam
melaksanakan pekerjaan. Tujuan pelatihan menurut Moekijat (1991) adalah: (1)
mengembangkan keterampilan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan
lebih cepat dan lebih efektif, (2) mengembangkan pengetahuan, sehingga

6
pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, dan (3) mengembangkan sikap,
sehingga menimbulkan kemauan kerjasama. Suatu pelatihan memiliki beberapa
ciri, yaitu: (1) direncanakan dengan sengaja, (2) adanya tujuan yang hendak
dicapai, (3) ada peserta (kelompok sasaran) dan pelatihan, (4) ada kegiatan
pembelajaran secara praktis, (5) isi belajar dan berlatih menekankan pada keahlian
atau keterampilan suatu pekerjaan tertentu, (6) dilaksanakan dalam waktu relatif
singkat, dan (7) ada tempat belajar dan berlatih.
Komponen-komponen
pelatihan
sebagaimana
dijelaskan
oleh
Mangkunegara (2005) terdiri atas: (1) tujuan dan sasaran pelatihan dan
pengembangan harus jelas dan dapat diukur; (2) para pelatih (trainer) harus
ahlinya yang berkualitas memadai (profesional); (3) materi pelatihan dan
pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak di capai; dan (4)
peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan.
Berdasarkan uraian tentang pelatihan di atas jelaslah bahwa pelatihan
merupakan suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam
kaitannya dalam kegiatan pelaksanaan penyuluhan yang dapat membantu
penyuluh memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya guna
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kecakapan serta sikap seseorang yang
diperlukan organisasi dalam mencapai tujuan yang juga harus disesuaikan dengan
tuntutan pekerjaan yang akan diemban oleh seorang penyuluh.
Pelatihan perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai tujuan. Pelatihan
diciptakan suatu lingkungan dimana para peserta dapat memperoleh atau
mempelajari pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan peserta. Sehingga
sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
Kebutuhan Pelatihan
Analisis kebutuhan pelatihan merupakan suatu proses pengumpulan dan
analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-bidang atau faktor-faktor apa
saja yang ada di dalam instansi yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki agar
kinerja pegawai dan produktivitas instansi menjadi meningkat. Tujuan dari
kegiatan ini adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan
untuk menyelenggarakan pelatihan. Rivai (2006) mendefinisikan kebutuhan
pelatihan adalah untuk memenuhi kekurangan pengetahuan, meningkatkan
keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadar yang bervariasi. Sumantri
(2005) mendefinisikan kebutuhan pelatihan merupakan keadaan dimana terdapat
kesenjangan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan nyata.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai kebutuhan pelatihan diatas
maka dapat disimpulkan kebutuhan pelatihan merupakan suatu kesenjangan
keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang diinginkan baik berupa
kekurangan pengetahuan, meningkatkan keterampilan ataupun sikap. Dalam
penelitian kebutuhan pelatihan dilihat berdasarkan kesesuaian dengan kurikulum
pelatihan yakni kebutuhan mengenai perencanaan pelatihan, materi pelatihan,
metode pelatihan, serta sarana prasarana pelatihan.

7
Perencanaan Pelatihan
Perencanaan pelatihan adalah penyusunan rencana aksi atau tindakan yang
akan dilakukan pada saat kegiatan pelatihan. Manfaat dari suatu pelatihan akan
dirasakan apabila proses pelatihan tersebut dipersiapkan dan direncanakan dengan
baik sesuai dengan kebutuhan organisasi. Menurut Dessler (2004) tahapan dalam
mempersiapkan pelatihan meliputi :
1) Tahap 1 : Menetapkan Sasaran Pelatihan yaitu menetapkan sasaran dan tujuan
diadakannya pelatihan.
2) Tahap 2 : Membuat Deskripsi Pekerjaan secara detail. Deskripsi pekerjaan
yang detail adalah inti dari pelatihan.
3) Tahap 3 : Membuat formulir catatan analisis tugas. Pencatatan disini meliputi
daftar tugas dengan standart kinerjanya (berkaitan dengan kuantitas, kualitas,
akurasi dll), daftar persyaratan keahlian untuk dapat dilatih (berisikan
pengetahuan dan keahlian spesifik yang ingin ditekankan pada penyuluh)
4) Tahap 4 : Membuat lembar instruksi pekerjaan yang berisikan poin-poin tugas
yang harus dikerjakan dalam setiap tahapan.
5) Tahap 5 : Mempersiapkan program pelatihan pekerjaan. Paket pelatihan
mencakup tahap 1 – 4 . Selain itu juga memuat ringkasan tujuan dari pelatihan,
keahlian yang harus dimiliki dan akan didapat melalui pelatihan serta program
dan sarana pelatihan.
Materi Pelatihan
Dalam merancang program pelatihan yang penting untuk diperhatikan
adalah isi dari materi pelatihan. Hal ini berarti mengidentifikasi tugas-tugas yang
harus diberikan dan pengetahuan konseptual yang harus diajarkan. Menurut
Saylor (1996) karakteristik materi pelatihan yang baik harus memenuhi beberapa
aspek yaitu relevansi terhadap sasaran kegiatan, materi disesuaikan dengan
kegunaan pemakaian, isi materi harus memberikan informasi yang tepat untuk
kondisi pelatihan tersebut, materi pelatihan juga harus mempertimbangkan faktor
ekonomis. Materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan penyuluh akan
membantu penyuluh dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja.
Materi pelatihan yang disusun dan disampaikan kepada peserta pelatihan
sebenarnya tidak terlepas dari unsur ide (pengetahuan), cara (metode), dan alat
(teknologi) dengan maksud untuk diketahui, dipraktekkan, dan digunakan sebagai
upaya mencapai tujuan penyusunan dari pada materi pembelajaran pada pelatihan
(Jamil 2012). Agar setiap materi pelatihan dapat diterima, dimanfaatkan, dan
diaplikasikan oleh peserta pelatihan maka materi yang disusun haruslah bersifat:
dapat dilihat, didengar, dapat dibaca, dan dapat dipraktekkan atau kombinasinya.
Metode Pelatihan
Metode pelatihan yang tepat tergantung kepada tujuannya. Tujuan
dan/atau sasaran pelatihan yang berbeda akan berakibat pemakaian metode yang
berbeda pula. Menurut Panggabean (2002) metode yang dapat digunakan dalam
pelatihan antara lain:

8
1. On the Job Training (latihan sambil bekerja) mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan metode yang lain, karena metode ini mampu memberikan
motivasi yang lebih tinggi kepada peserta untuk berlatih atau belajar. Ada dua
cara dalam latihan ini antara lain:
a) Cara Informal
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta latihan
diperintahkan untuk memperhatikan dan mencontoh pekerja lain yang
sedang bekerja untuk kemudian melakukannya sendiri pekerjaan itu.
b) Cara Formal
Dalam metode ini peserta mempunyai pembimbing khusus, biasanya
ditunjuk seorang pekerja senior yang telah ahli. Sehingga peserta pelatihan
diinstruksikan untuk mengikuti sebagaimana yang dikerjakan oleh pekerja
senior tersebut.
2. Vestibule adalah metode pelatihan yang dilakukan di dalam kelas untuk
memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka
mengerjakan pekerjaan tersebut.
3. Demonstration and example adalah metode pelatihan yang dilakukan dengan
cara peragaan dan penjelasan bagaimana mengerjakan suatu pekerjaan melalui
contoh-contoh atau pekerjaan yang didemonstrasikan.
4. Simulation merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin
dengan situasi yang sebenarnya tetapi hanya merupakan tiruannya saja.
5. Classroom method yang terdiri dari:
a) Lecture (ceramah atau kuliah)
Metode ini diberikan kepada peserta yang banyak didalam kelas, dimana
pelatih mengajarkan teori-teori sedangkan yang dilatih mencatat dan
mempersiapkannya.
b) Conference (rapat)
Pelatih memberikan makalah tertentu dan para peserta ikut serta
berpartisipasi dalam memecahkan masalah tersebut.
c) Programmed instruction
Peserta dapat belajar sendiri karena langkah-langkah pekerjaannya sudah
diprogram melalui komputer, buku, pedoman.
d) Metode studi kasus
Peserta ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi,
dan merumuskan penyelesaiannya.
e) Role playing
Metode ini digunakan untuk keahlian dalam hal pengembangan keahlian
hubungan antar manusia yang berinteraksi.
f) Metode diskusi
Dilakukan untuk melatih peserta agar berani memberikan pendapat dan
merumuskan serta cara-cara bagaimana meyakinkan orang lain percaya
pada pendapat itu.
g) Metode seminar
Peserta dilatih agar dapat mengevaluasi serta memberikan saran menerima
atau menolak orang lain.
Sejalan dengan hal diatas Sutrisno (2010) mengelompokkan metode
pelatihan menjadi tiga bagian, yaitu:

9
1. On the job training (pelatihan di tempat kerja) adalah pelatihan pada
karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya sambil benar-benar
mengerjakannya. Contoh pelatihan magang, yang biasa dilaksanakan oleh
perusahaan-perusahaan.
2. On-site-training (pelatihan setelah jam kerja) merupakan alternatif bagi on
the job training karena on-site-training dilaksanakan setelah jam kerja
dengan tetap mempertahankan situasi kerja yang sesungguhnya.
3. Off job training (pelatihan di luar tempat kerja).
Dari penjelasan kedua ahli mengenai metode pelatihan diketahui bahwa
Panggabean (2002) lebih menekankan metode pelatihan yang dilaksanakan pada
saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan Sutrisno (2010) selain melihat
metode pelatihan yang digunakan dalam proses pembelajaran juga memberikan
alternatif bagi on the job training seperti pelatihan setelah jam kerja ataupun
diluar tempat kerja.
Sarana dan Prasarana Pelatihan
Ketersediaan sarana dan prasarana pelatihan merupakan pemenuhan akan
kebutuhan penunjang kegiatan pelatihan. Menurut Percy dalam Ritonga (2013)
Sarana pelatihan adalah semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung
digunakan dalam proses pelaksanaan pelatihan misalnya ruang belajar, bengkel
kerja, meja, kursi, papan tulis, alat peraga, buku - buku perpustakaan dan lain lain. Sarana Diklat perlu dikelola dengan baik agar dapat menunjang proses
pembelajaran. Sedangkan prasarana pelatihan adalah merupakan seluruh
komponen yang secara tidak langsung dapat menunjang jalannya proses pelatihan
dan proses belajar mengajar seperti bangunan kantor,asrama, jalan, halaman, tata
tertib dan lingkungan dimana lembaga pelatihan tersebut didirikan.
Mulyaningrum (2010) menyatakan bahwa semakin efektif perencanaan,
materi serta metode pelatihan maka akan semakin baik pencapaian kinerja
penyuluh yang diharapakan. Selain hal tersebut juga didukung dengan
ketersediaan sarana dan prasarana pelatihan yang memadai.
Kinerja Penyuluh Pertanian
Penyuluh merupakan mitra sejajar bagi petani yang mempunyai peran
strategis dalam pembangunan pertanian. Dalam menjalankan peran tersebut,
penyuluh mempunyai tugas pokok dan fungsi yang menjadi acuan dalam
melakukan penyuluhan. Secara konvensional peran penyuluh hanya dibatasi pada
kewajibannya menyampaikan dan memengaruhi masyarakat sasaran untuk
mengadopsi inovasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya peran penyuluh
selain menyampaikan inovasi pertanian juga berperan sebagai penghubung antara
pemerintah dengan masyarakat sasaran.
Lippitt et al. (1958) menjelaskan bahwa, peran penyuluh adalah
mengembangkan kebutuhan untuk perubahan berencana, menggerakkan dan
memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran melalui kerjasama dengan
tokoh masyarakat dalam merencanakan perubahan sesuai tahapan pembangunan
pertanian. Chamala dan Shingi (1997) berpendapat bahwa, pemberdayaan dapat
menjadi tugas pokok dan fungsi penyuluhan dalam menolong warga masyarakat,

10
antara lain: (1) mampu mengorganisasikan masyarakat desa dan mengelola
kelompok tani, (2) mampu mengembangkan sumberdaya manusia dan memberi
makna baru pada pengembangan kecakapan teknis dan kecakapan manajemen dan
(3) mampu memecahkan masalah dan mendidik petani dengan jalan memadukan
pengetahuan asli mereka dan pengetahuan modern.
Pengertian kinerja telah dikembangkan oleh banyak ahli dengan berbagai
sudut pandang. Hasibuan (2003) menyatakan kinerja atau prestasi kerja adalah
suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu. Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut
pandang: (a) kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik
tersebut merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang
termasuk penyuluh. (b) kinerja penyuluh pertanian merupakan pengaruh
situasional diantaranya terjadi perbedaan pengelolaan dan penyelenggaraan
penyuluhan pertanian disetiap Kabupaten yang menyangkut beragamnya aspek
kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan pembiayaan (Laelani
dan Jahi 2008).
Haryadi et al. (2001), Bryan dan Glenn (2004) berpendapat bahwa, kinerja
penyuluh pertanian merupakan eksistensi penyuluh dalam memahami keterkaitan
tugas dan kebutuhan dasar program penyuluhan pertanian berkualitas dan relevan
dengan kebutuhan petani sebagai bagian dari misi penyuluh untuk memenuhi
kepuasaan petani dalam meningkatkan taraf hidupnya. Bansir (2008) memahami
kinerja penyuluh pertanian ialah kemampuan dalam mendisain program
penyuluhan, mengembangkan program secara partisipatif sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan agroekosistem yang dilaksanakan melalui kerjasama
antara penyuluh dan masyarakat berdasarkan status kerja, kondisi kerja dan
kebijakan organisasi penyuluhan. North Carolina Cooperative Extension (2006)
lebih mengarah pada kemampuan penyuluh mendisain program penyuluhan,
mendidik petani dan melakukan kerjasama. Bansir (2008) menekankan pada hasil
kerja yang dicapai penyuluh pertanian berdasarkan status kerja, kondisi kerja dan
kebijakan organisasi penyuluhan. Kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan
ketiga aspek perilaku yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Selama kinerja
yang dimiliki oleh penyuluh dengan kinerja yang dituntut oleh jabatannya terdapat
kesenjangan, penyuluh tersebut tidak dapat berprestasi dengan baik dalam
menyelesaikan tugas pokoknya. Kesenjangan kinerja adalah perbedaan kinerja
yang dimiliki penyuluh pada saat ini dengan yang diharapkan oleh organisasi atau
tuntutan pekerjaan (Hickerson dan Middleton 1975).
Berlo dalam Asmoro (2009) menyatakan ada empat kualifikasi yang harus
dimiliki setiap penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu: (1)
kemampuan untuk berkomunikasi yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh
untuk berempati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya, (2) sikap
penyuluh antara lain sikap menghayati dan bangga terhadap profesinya, sikap
bahwa inovasi yang disampaikan benar-benar merupakankebutuhan nyata
sasarannya, dan sikap menyukai serta sikap mencintai sasarannya dalam artian
selalu siap memberi bantuan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan demi adanya
perubahan-perubahan pada sasaran, (3) kemampuan pengetahuan penyuluh, yang
terdiri dari isi, fungsi, manfaat serta nilai-nilai yang terkandung dalam inovasi

11
yang disampaikan, latar belakang keadaan sasaran dan (4) karakteristik sosial
budaya penyuluh.
Hasil penelitian Dube (1993) di Iowa, Amerika Serikat menunjukkan,
penyuluh memandang penting tujuan program penyuluhan, yaitu menolong petani
meningkatkan kualitas produksi, mengajarkan konservasi tanah, dan mendorong
petani membuat perencanaan. Prinsip-prinsip program penyuluhan dinilai tinggi,
seperti mendorong kerjasama tim para staf penyuluhan, menggunakan metode
penyuluhan yang tepat, membangun keterampilan memecahkan masalah, dan
menggunakan kebutuhan petani sebagai basis program. Demonstrasi cara,
demonstrasi hasil dan kunjungan lapang memperoleh rating tinggi sebagai metode
mengajar. Masalah utama yang dihadapi adalah luasnya areal kerja, keterbatasan
transportasi dan keengganan petani ikut pertemuan.
Berdasarkan Peraturan Menteri no 91 tahun 2013 penilaian kinerja
dilakukan berdasarkan 3 (tiga) indikator yakni: (1) persiapan penyuluhan
pertanian, (2) pelaksanaan penyuluhan pertanian, serta (3) evaluasi dan pelaporan
penyuluhan pertanian. Tugas seorang penyuruh pertanian tercermin dari kegiatan
penyuluh yang digariskan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan aparatur
Nomor 91 tahun 2013.
Karakteristik Penyuluh
Woolfolk (1993) menjelaskan bahwa karakteristik individu adalah ciri-ciri
yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, meliputi faktor kognitif dan
karakteristik lain yang dimiliki individu, yang menentukan dalam proses belajar.
Setiap individu memiliki karakteristik yang spesifik tergantung pada faktor-faktor
yang mempengaruhinya seperti: (1) kematangan karena pertambahan umur
(maturity), (2) aktivitas (activity) yang dilakukan seseorang terhadap
lingkungannya serta hal-hal yang dipelajarinya, (3) pengaruh lingkungan terhadap
dirinya (social transmission). Kinerja seorang individu tergantung dari keadaan
individu yang bersangkutan. Karakteristik individu menurut Rogers dan
Shoemaker (1971) merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri
seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun
situasi lainnya.
Karakteristik penyuluh merupakan bagian dari individu dan melekat pada
diri seorang penyuluh yang mendasari tingkah laku sebagai penyuluh.
Karakteristik tersebut dibatasi pada karakteristik yang berkaitan dengan kinerja
penyuluh yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan formal, jumlah pelatihan yang
diikuti, masa kerja, jabatan dan motivasi.
Umur
Umur seseorang berkaitan erat dengan tingkat perkembangannya. Secara
kronologi, umur memberi petunjuk tentang tingkat perkembangan individu
(Salkind 1985). Menurut Padmowihardjo (1994), umur bukan merupakan faktor
psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Ada
dua faktor yang mempengaruhi umur dengan kinerja seseorang antara lain, Faktor
pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ seksual dan
otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-

12
bentuk proses belajar yang lain. Berkenaan dengan umur, von Senden et al.
(Havighurst 1974) mengamati gejala yang menyatakan bahwa terdapat periode
kritis dalam tahap perkembangan manusia. Tahap seperti itu hadir dalam
perkembangan sensor utama, seperti konsepsi tentang ukuran, bentuk, dan jarak
dan juga dalam pengembangan perilaku sosial.
Umur merupakan salah satu unsur dari karakteristik pribadi penyuluh
pertanian yang ikut memengaruhi fungsi biologis dan psikologis individu
penyuluh yang sangat erat hubungannya dengan kinerja, alasan yang memperkuat
ungkapan ini adalah seperti yang telah diungkapkan oleh Robbins (1996) yang
menyatakan bahwa produktivitas seseorang akan merosot dengan bertambahnya
usia seseorang. Kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi merosot dengan
perjalanan waktu. Pekerjaan yang membosankan dan kurangnya rangsangan
intelektual juga akan mengurangi produktivitas. Umur berpengaruh pada
kemampuan penyuluh pertanian dalam memelajari, memahami, menerima dan
mengadopsi suatu teknologi serta meningkatkan produktivitas kinerjanya. Dengan
demikian umur berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa umur
memengaruhi kinerja penyuluh. Penelitian Leilani dan Jahi (2006) serta Sapar et
al. (2011) menjelaskan bahwa umur seseorang penyuluh mempengaruhi tingkat
kinerja penyuluh tersebut.
Pendidikan Formal
Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf
hidup atau kemajuan yang lebih baik. UNESCO menyatakan bahwa ada 4 (empat)
pilar pendidikan, antara lain: (a) learning to know: belajar untuk mengetahui; (b)
learning to do: belajar untuk berbuat; (c) learning to be: belajar untuk menjadi diri
sendiri; (d) learning to live together: belajar untuk hidup bersama dengan orang
lain.
Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan hendaklah
ditujukan pada semua tingkatan usia. Dalam masyarakat tradisional, apa yang
dipelajari oleh setiap generasi baru adalah sama dengan apa yang telah diketahui
dan disetujui oleh generasi sebelumnya, pendidikan merupakan proses
pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap individu yang dilakukan
secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan
taraf hidupnya (Mosher 1987, Houle 1975).
Menurut Slamet (2003), pendidikan didefinisikan sebagai usaha untuk
menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Pendidikan pada
hakekatnya usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang
dapat melalui sekolah atau luar sekolah dan dapat dialami selama hidup yang
dapat memberikan nilai tertentu pada manusia, terutama dalam membuka pikiran
serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah.
Menurut, tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan kapasitas untuk dapat
menikmati hidup yang biasa. Melalui pendidikan, pengetahuan dan keterampilan
seseorang akan bertambah. Pendidikan formal adalah satuan atau program
pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu badan baik pemerintah atau swasta.
(Vaizey 1978, Salam 1997).

13
Pendidikan formal adalah suatu pendidikan yang proses pelaksanaannya
telah direncanakan berdasarkan pada tatanan kurikulum dan proses pembelajaran
yang terstruktur menurut jenjang pendidikan. Pendidikan formal yang diikuti oleh
penyuluh pertanian merupakan gambaran bahwa penyuluh tersebut mempunyai
pengetahuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan klien. Pendidikan disini
adalah pendidikan secara formal, seperti: SD, SLTP, SLTA dan Perguruan tinggi.
Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan bahwa, konsep behavioristik dari kinerja
manusia dan konsep pendidikan menjadi dasar bagi pengembangan sumberdaya
manusia. Orientasi ini menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan
untuk tujuan meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi.
Masa Kerja
Pengalaman kerja ialah karakteristik individu yang menyangkut masa
kerja dalam suatu organisasi. Martoyo (2000) berpendapat bahwa masa kerja atau
pengalaman kerja adalah mereka yang dipandang lebih mampu dalam
melaksanakan tugas-tugasnya yang nantinya akan diberikan disamping
kemampuan intelegasinya yang juga menjadi dasar pertimbangan selanjutnya.
Nitisemito (2000) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk
promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan
kedudukan atau jabatan lebih tinggi adalah karena pengalaman, usia atau
kemampuan karyawan yang diperoleh dari um