Pengaruh Pelatihan dan Pendidikan terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian pada BKP5K Kabupaten Bogor

PENGARUH PELATIHAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP
KINERJA PENYULUH PERTANIAN PADA BKP5K
KABUPATEN BOGOR

HERTY RAMAYANTI SINAGA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pelatihan dan
Pendidikan terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian pada BKP5K Kabupaten Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Herty Ramayanti Sinaga
NIM H251120191

RINGKASAN
HERTY RAMAYANTI SINAGA. Pengaruh Pelatihan dan Pendidikan terhadap
Kinerja Penyuluh Pertanian Pada BKP5K Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
M. SYAMSUL MAARIF dan MUKHAMAD NAJIB.
Kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki seorang penyuluh untuk
menyelesaikan pekerjaannya menjadi salah satu faktor yang menentukan kualitas
dan kuantitas hasil pekerjaan. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan kinerja
penyuluh pertanian melalui program pelatihan dan pendidikan. Menurut peraturan
pemerintah Republik Indonesia nomor 101 tahun 2000 tentang sistem pendidikan
dan pelatihan meliputi proses indentifikasi kebutuhan, perencanaan,
penyelenggaraan dan evaluasi pendidikan dan pelatihan. Pelatihan dan pendidikan
diarahkan untuk mempersiapkan pegawai agar memenuhi persyaratan yang
ditentukan dan kebutuhan organisasi. Tujuan penelitian ini adalah 1) menganalisis
pelatihan dan pendidikan penyuluh pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor, 2)

menganalisis kinerja penyuluh pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor, 3)
menganalisis pengaruh pelatihan dan pendidikan terhadap kinerja penyuluh
pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dilakukan di BKP5K (Badan Ketahanan Pangan dan
Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) Kabupaten Bogor,
dengan menggunakan kuesioner sebagai alat analisis yang diberikan kepada 100
reponden yaitu penyuluh pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor. Pengumpulan
dan sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
dari hasil wawancara dan observasi dan data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan hasil dari kuesioner yang kemudian diolah menggunakan analisis
deskriptif dengan bantuan software komputer, yaitu menggunakan model struktur
berjenjang Structural Equation Modelling (SEM) yang dioperasikan melalui
program Linear Structural Relationship (LISREL). Adapun software yang
digunakan adalah LISREL versi 8.3.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa karakteristik
berdasarkan jenis kelamin mayoritas berjenis kelamin perempuan, usia penyuluh
pertanian mulai dari 27 sampai 59 tahun, tingkat pendidikan Strata 1 (S1), dan
lama kerja 6 tahun sampai 39 tahun. Berdasarkan hasil analisis SEM dengan
menggunakan program Linear Structural Relationship (LISREL), diketahui
bahwa variabel laten pelatihan dan pendidikan mempunyai hubungan yang kuat

dengan nilai korelasi sebesar 0.74. Variabel laten pelatihan memiliki pengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh pertanian dengan nilai T-statistik sebesar
3.45 (lebih besar dari T-tabel = 1.96). Besar koefisien -0.73 artinya pelatihan
justru tidak mampu meningkatkan Kinerja. Laten pendidikan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja penyuluh pertanian dengan nilai T-statistik sebesar
4.27 (lebih besar dari T-tabel). Besar koefisien 0.93 artinya pendidikan mampu
meningkatkan kinerja.
Kata kunci : kinerja penyuluh pertanian, pelatihan dan pendidikan

SUMMARY
HERTY RAMAYANTI SINAGA. Influence of Training and Education to the
Agricultural Extension Performance in BKP5K Bogor. Supervised by
M. SYAMSUL MAARIF and MUKHAMAD NAJIB.
Skills and knowledge possess by extension worker to complete their work
became one of the factors that determine the quality and quantity of work.
Therefore, to improve the performance of agricultural extension workers through
training and education programs is very important. According to the Indonesian
Republic government regulation number 101 at year 2000 on the education and
training system covers the process of identifying needs, planning, implementation
and evaluation of education and training. Training and education are directed to

prepare employees to meet the specified requirements and the needs of the
organization. The purposes of this study are to 1) analyze the training and
education of agricultural extension in BKP5K Bogor, 2) analyze the performance
of agricultural extension in BKP5K Bogor, 3) analyzing the effect of training and
education on the performance of agricultural extension in BKP5K Bogor.
This research was conducted in BKP5K (Food Security Agency and
Implementing Extension Agriculture, Fisheries and Forestry) Bogor, using a
questionnaire as a tool of analysis given to 100 respondents in the agricultural
extension BKP5K Bogor. Collection and data sources derived from primary data
and secondary data. The primary data obtained from interviews and observations
and data used in this study is the result of a questionnaire that is then processed
using descriptive analysis with the help of computer software, which uses a tiered
structure model of Structural Equation Modeling (SEM) which is operated
through the Linear Structural Relationship (LISREL). The software used was
LISREL version 8.3.
Based on the results of the descriptive analysis showed that the majority of
characteristics by gender is female, the age of agricultural extension are ranging
from 27 years to 59 years, the level of education Strata 1 (S1), and working is 6
years to 39 years. Based on the results of SEM analysis using the Linear
Structural Relationship program (LISREL), it is known that the latent variable

training and education has a strong relationship with correlation value of 0.74.
Training latent variables have a significant influence on the performance of
agricultural extension with T-statistic value of 3.45 (bigger than the T-table =
1.96). The coefficient is -0.73 means that training is not able to improve the
performance. Latent education have a significant effect on the performance of
agricultural extension with T-statistic value of 4.27 (bigger than the T-table). The
coefficient is 0.93 means that education can improve performance.
Keywords : education, performance of agricultural extension, and training

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PELATIHAN DAN PENDIDIKAN TERHADAP

KINERJA PENYULUH PERTANIAN PADA BKP5K
KABUPATEN BOGOR

HERTY RAMAYANTI SINAGA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji luar komisi pada ujian tesis : Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis

Judul Tesis : Pengaruh Pelatihan dan Pendidikan terhadap Kinerja Penyuluh
Pertanian pada BKP5K Kabupaten Bogor

Nama
: Herty Ramayanti Sinaga
NIM
: H251120191

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Syamsul Maarif, MEng Dipl Ing DEA Dr Mukhamad Najib STP MM
Ketua
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Manajemen

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc

Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
pengaruh pelatihan dan pendidikan terhadap kinerja penyuluh pertanian di
BKP5K Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Syamsul Maarif,
M.Eng, Dipl.Ing, DEA dan Bapak Dr Mukhamad Najib S.TP., MM selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan yang luar biasa kepda penulis
selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Robby dari instansi BKP5K dan para penyuluh
pertanian, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, abang, adik, dan seluruh

keluarga serta Emil Rumbi Bernad Butar Butar, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Grace, Mbak
Rindang, Stevana, Icha, dan teman-teman seperjuangan Mbak Lita, Mbak Vero,
Mas Irwan, Pak wawan, Bur Her, Putri, Apu, Pak Husen, Denda, dan Pak usep.
Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pak ujang dan pak hermawan yang
telah membantu dalam hal administrasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Herty Ramayanti Sinaga

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii


DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
3 METODE
Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penarikan Sampel
Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden
Analisis Pelatihan Penyuluh Pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor
Analisis Pendidikan Penyuluh Pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor
Analisis Kinerja Penyuluh Pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor
Analisis Pelatihan dan Pendidikan terhadap Kinerja Penyuluh
Uji Validitas Mdel SEM
Evaluasi Model Struktural
Pembahasan Umum
Implikasi Manajerial

1
3
3
4
4
18
18
20
20
20
22
27
27
28
29
30
34
37
38
39
41

5 SIMPULAN DAN SARAN

42

DAFTAR PUSTAKA

43

LAMPIRAN

47

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan produksi padi sawah dan ladang menurut Kabupaten
Tahun 2008-2012
2 Penelitian terdahulu
3 Jumlah populasi dan sampel
4 Skor skala likert
5 Karakteristik Responden
6 Bentuk pelatihan
7 Bentuk Pendidikan
8 Uji kecocokan pada beberapa kriteria goodness of fit index
9 Kontribusi peubah indikator terhadap laten eksogen
10 Hasil kriteria kesesuaian model SEM
11 Uji validitas model SEM
12 Hipotesis penelitian

2
17
21
21
27
28
29
35
35
37
38
39

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Metode pelatihan
Kerangka konsep alur pemikiran
Kerangka operasional variabel
Diagram alur penelitian
Kemampuan penyuluh memahami program penyuluhan
Kemampuan penyuluh dalam penguasaan lapangan
Kemampuan penyuluh memahami prosedur/metode kerja
Kualitas dan kuantitas pekerjaan penyuluh
Kedisiplinan waktu kerja penyuluh
Kemampuan penyuluh menyampaikan reporting
Path diagram hasil estimasi faktor muatan
Hasil t-values model struktural

8
19
20
26
30
31
32
32
33
33
34
36

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kuisioner
Jadwal kegiatan penelitian
Rencana pembiayaan
Hasil ouput analisis SEM Lisrel

47
49
50
51

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan Pertanian memegang peranan yang sangat penting dan strategis
dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional. Oleh karena itu, dalam upaya
pembangunan pertanian, pemerintah setiap tahunnya selalu menempatkan komoditas
tanaman pangan sebagai hal utama dalam setiap perencanaan pembangunan
pertanian. Sejalan dengan kebijakan tersebut, pembangunan pertanian selain untuk
mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan juga bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Pengelolaan faktor-faktor produksi seperti modal
material dan sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai tujuannya. Sumber
daya manusia adalah faktor yang paling utama bagi suatu organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi karena dengan sumber daya manusia yang berkualitas akan
memiliki kinerja yang baik.
Kinerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Karena baik organisasi itu sendiri
maupun pegawai memerlukan umpan balik atas upayanya masing-masing. Oleh
karena itu, diperlukan adanya penilaian kinerja pegawai. Mangkuprawira (2011)
menyatakan bahwa penilaian kinerja meliputi dimensi kinerja karyawan dan
akuntabilitas. Menurut Maarif dan Kartika (2012) penilaian kinerja merupakan
penilaian kinerja secara keseluruhan berkenaan dengan seberapa jauh karyawan telah
mengerjakan tugas dan tanggung jawan yang diberikan organisasi kepadanya
(penilaian relatif kinerja karyawan saat ini dan masa lalu terhadap standar kinerja
setiap karyawan).
Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (BKP5K) instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang bergerak
dalam bidang ketahanan pangan dan pelaksana penyuluh pertanian, perikanan, dan
kehutanan. Sebagai organisasi pemerintah daerah, BKP5K memiliki tugas pokok
untuk membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintah daerah dibidang
penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Sebagai kegiatan menyebarluaskan informasi pertanian serta membimbing
usahatani terhadap petani. Oleh karena itu, pemberdayaan melalui penyelenggaraan
penyuluhan pertanian diperlukan untuk mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku
guna membangun kehidupan dan penghidupan petani yang lebih baik secara
berkelanjutan (Departemen Pertanian 2004). Namun dinamika perjalanan penyuluhan
pertanian bergerak sejalan dengan dinamika sosial, politik dan ekonomi. Ketika
kebijakan nasional memberi prioritas yang tinggi pada pembangunan pertanian maka
aktivitas penyuluhan berkembang dengan sangat dinamis, dan sebaliknya ketika
prioritas pembangunan pertanian tidak menjadi agenda utama maka penyuluhan
pertanian mengalami masa suram dan stagnasi.
Terkait dengan penyuluh pertanian, untuk meningkatkan rutinitas, kuantitas, dan
intensitas penyuluhan yang lebih baik kepada petani yang ada, maka terobosan yang
telah dilakukan Kepala BKP5K berkantor di Jalan Letjen Ibrahim Adji, salah satunya

2

adalah dengan merekrut 200 Penyuluh Pertanian Swadaya (PPS) yang disebar di 40
Kecamatan masing–masing desa satu orang. Program ini sengaja diluncurkan untuk
mensubtitusi jumlah Pegawai Negeri sipil yang kurang untuk melakukan penyuluhan
di Desa-desa di Kabupaten Bogor guna meningkatkan hasil produksi padi. Namun
persoalan krusial yang dihadapi instansi BKP5K adalah hasil produksi padi sawah
dan ladang yang masih relatif rendah.
Tabel 1 Perbandingan produksi padi sawah dan ladang menurut kabupaten
tahun 2008-2012 di Jawa Barat
Kabupaten/ Kota
Tahun
No
2008
2009
2010
1
Bogor
484 517
500 686
538 777
2
Suka bumi
680 666
796 502
805 927
3
Cianjur
715 060
766 039
862 230
4
Bandung
393 132
443 507
459 078
5
Garut
711 510
785 374
894 204
6
Tasikmalaya
658 701
724 703
851 113
7
Ciamis
583 595
675 637
724 847
8
Kuningan
320 223
348 093
374 926
9
Cirebon
419 154
509 729
510 418
10
Majalengka
500 378
568 955
580 641
11
Sumedang
400 772
437 192
453 303
12
Indramayu
1 048 016
1 321 016
1 358 437
13
Subang
981 963
1 105 550
919 780
14
Purwakarta
210 976
231 285
238 878
15
Karawang
1 086 508
1 067 691
1 113 982
16
Bekasi
565 580
620 868
590 043
17
Bandung Barat
186 615
243 570
267 352
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat (2012)
Keterangan : Bentuk produksi padi adalah gabah kering giling (dalam ton)

2011
497 711
724 025
790 824
464 425
907 011
813 908
684 837
383 968
522 965
586 691
460 212
1 415 050
1 059 905
217 805
1 135 863
574 787
222 899

2012
494 815
825 788
868 538
479 425
925 239
711 451
604 882
335 867
449 301
600 975
447 546
1 376 604
993 661
194 645
1 076 066
492 408
230 692

Tabel 1 memperlihatkan bahwa hasil produksi padi Kabupaten Bogor masih
relatif rendah dan belum mencapai target produksi yang ditetapkan oleh Pemprov
Jabar dan Kementerian Pertanian yaitu sebesar 10 juta ton. Hal ini membuat instansi
BKP5K Kabupaten Bogor terus berusaha meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan sumber daya manusianya yaitu salah satunya dengan meningkatan
kinerja para penyuluh pertanian melalui program pelatihan dan pendidikan. Program
pelatihan merupakan suatu proses yang didisain untuk mengembangkan kecakapan
yang diperlukan bagi aktivitas kerja dimasa datang untuk meningkatkan kinerja
pegawai. Menurut Rivai (2004) pelatihan merupakan secara sistematis mengubah
tingkah laku karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu,
perancangan pelatihan dilakukan untuk membuat program yang terstruktur guna
memenuhi sasaran kesenjangan kompetensi karyawan. Menurut Darma (2012)
kinerja seorang penyuluh pertanian dapat diukur dari (1) kemampuan penyuluh
pertanian untuk memahami program, (2) penilaian penyuluh pertanian terhadap
kemampuannya dalam penguasaan lapangan, (3) kemampuan penyuluh pertanian
dalam memahami prosedur/metode kerja, (4) kualitas dan kuantitas pekerjaan,

3

(5) kedisiplinan penyuluh pertanian, dan (6) kemampuan penyuluh pertanian dalam
menyampaikan reporting baik dalam hal dokumentasi, penulisan dan lisan.
Sisi lain, pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
umum seseorang termasuk peningkatan penguasaan teori dan kemampuan
memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai
tujuan (Suprihanto 1988). Menurut Darma (2012) ada beberapa indikator yang
digunakan dalam mengukur tingkat pendidikanyang kemudian dijadikan indikator
pendidikan dalam penelitian ini, antara lain: (1) latar belakang pendidikan terakhir,
(2) kesesuaian pendidikan terhadap pekerjaan saat ini, dan (3) kesesuaian pendidikan
terhadap program penyuluhan.
Berdasarkan uraian diatas, nampak bagaimana pentingnya pelatihan dan
pendidikan penyuluh pertanian dapat mempengaruhi kinerja dalam meningkatkan
kinerja penyuluh pertanian. Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk mengetahui
secara rinci mengenai pengaruh pelatihan dan pendidikan terhadap kinerja penyuluh
pertanian. Oleh karena itu, penulis mengambil judul: Pengaruh Pelatihan dan
Pendidikan Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian Pada BKP5K Kabupaten Bogor.
Rumusan Masalah
Penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan luar sekolah guna
menumbuhkembangkan kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) petani
sehingga secara mandiri mereka dapat mengelola unit usaha taninya lebih baik. Oleh
sebab itu, dengan adanya pengorganisasian penyuluhan akan mempermudah
koordinasi, memperlancar arus informasi sekaligus menjalin kerja sama antar
penyuluh di lapangan dengan petani (Lucie 2005). Namun tantangan yang dihadapi
oleh BKP5K yaitu kinerja penyuluh relatif belum optimal sehingga tidak dapat
melayani petani dengan baik. Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti mencoba
merumuskan beberapa masalah yang terkait dengan kinerja penyuluh di BKP5K
Kabupaten Bogor antara lain :
1. Bagaimana pelatihan dan pendidikan penyuluh pertanian di BKP5K Kabupaten
Bogor.
2. Bagaimana kinerja penyuluh pertanian pada BKP5K Kabupaten Bogor.
3. Adakah terdapat pengaruh pelatihan dan pendidikan terhadap kinerja penyuluh
pertanian pada BKP5K Kabupaten Bogor.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas ditentukan tujuan dari penelitian ini adalah
untuk:
1. Menganalisis pelatihan dan pendidikan penyuluh pertanian di BKP5K Kabupaten
Bogor.
2. Menganalisis kinerja penyuluh pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis pengaruh pelatihan dan pendidikan terhadap kinerja penyuluh
pertanian di BKP5K Kabupaten Bogor.

4

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara teoritis maupun praktis.
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan
ilmu manajemen, khususnya manajemen sumber daya manusia yang menyangkut
kineja penyuluh.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada perusahaan khususnya BKP5K
Kabupaten Bogor tentang kondisi kinerja penyuluh dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya serta membantu organisasi dalam mengambil kebijakan untuk
pengelolaan sumber daya manusianya serta merancang sistem penilaian kinerja
yang efisien dan efektif serta tepat sasaran bagi penyuluhnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pelatihan
Pelatihan dalam kaitannya dengan pengembangan pegawai merupakan suatu
upaya untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Jacius dalam Moekijat (1991), pelatihan menunjukkan suatu proses
peningkatan sikap, kemampuan dan kecakapan dari para pekerja untuk
menyelenggarakan pekerjaan secara khusus. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
kegiatan pelatihan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau
meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan seorang pegawai untuk melaksanakan
pekerjaannya sekarang maupun masa yang akan datang.
Sikula dalam Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa training is a short term
educational process utilizing a systematic and organized procedure by which
nonmanagerial personnel learn technical knowledge and skill for a definite purpose.
Dari pengertian tersebut pelatihan pegawai memainkan peran penting untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku seorang pegawai
dalam melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan organisasi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Malthis dan Jackson (2002) yang menyatakan bahwa pelatihan
merupakan suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk
membantu mencapai tujuan organisasi.
Pendapat lainnya menurut Flippo dalam Hasibuan (2002), training is the act of
increasing the knowledge and skill of an employee for doing a particular job. Dari
pengertian tersebut menujukkan bahwa pelatihan juga sebagai sarana yang ditujukan
kepada pegawai guna untuk lebih mengaktifkan kerja pegawai organisasi yang
kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak-dampak negatif yang dikarenakan
kurangnya pendidikan, pengalaman yang terbatas, atau kurangnya kepercayaan diri
seorang pegawai tertentu dari organisasi tersebut.
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat diartikan bahwa pelatihan merupakan
suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keterampilan seseorang pegawai untuk

5

mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dengan menggunakan prosedur yang sistematis
dan terorganisir guna mencapai tujuan organisasi.
Tujuan Pelatihan
Penyelenggaraan program pelatihan dalam suatu organisasi harus dilakukan
dengan tujuan-tujuan tertentu. Oleh sebab itu, suatu program pelatihan dapat
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, baik bersifat umum maupun tujuan
khusus. Moekijat (1993) mendefinisikan tujuan pelatihan secara umum di bagi
menjadi tiga, yaitu: (1) untuk mengembangkan keahlian, (2) untuk mengembangkan
pengetahuan, (3) untuk mengembangkan sikap. Tujuan umum ini dapat tercapai
apabila tujuan-tujuan yang bersifat khusus dapat diwujudkan terlebih dahulu.
Sedangkan sebagai tujuan khusus dapat dilihat di bawah ini yaitu:
a) Bagi Karyawan
Meskipun para pegawai baru telah menjalani orientasi yang komprehensif,
mereka jarang melaksanakan pekerjaan dengan memuaskan. Mereka harus dilatih
dan dikembangkan dalam bidang tugas-tugas tertentu. Begitu pula, para pegawai
lama yang telah berpegalaman mungkin memerlukan latihan untuk mengurangi
atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan kerja yang jelek atau untuk mempelajari
keterampilan-keterampilan baru yang akan meningkatkan prestasi kerja mereka.
Oleh karena itu, menurut Siagian (2003) ada beberapa tujuan pelatihan yang di
berikan bagi pegawai dapat memberikan beberapa manfaat yaitu:
1) Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan karyawan.
Dengan adanya pelatihan, kesempatan untuk meningkatkan karier pegawai
semakin besar karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik
dari sebelumnya.
2) Meningkatkan moral karyawan. Dengan adanya pelatihan, moral pegawai
akan lebih baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai dengan
pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik.
3) Memperbaiki kinerja. Dengan adanya pelatihan, kinerja pegawai akan lebih
baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya.
4) Membantu karyawan dalam menghadapi perubahan-perubahan, baik
perubahan struktur organisasi, teknologi, maupun sumber daya manusianya.
5) Meningkatkan jumlah balas jasa yang dapat diterima karyawan.
b) Bagi Perusahaan
Latihan mempunyai berbagai tujuan dan manfaat karier jangka panjang yang
membantu pegawai untuk bertanggung jawab lebih besar di waktu yang akan
datang. Program-program latihan tidak hanya penting bagi individu, tetapi juga
organisasi dan hubungan manusiawi dalam kelompok kerja, bahkan bagi negara.
Oleh karena itu, menurut Siagian (2003) ada beberapa tujuan pelatihan yang di
berikan bagi perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat yaitu:
1) Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia (SDM).
Perencanaan sumber daya manusia (SDM) merupakan fungsi yang pertamatama harus dilaksanakan dalam organisasi. Perencanaan SDM adalah langkah-

6

langkah tertentu yang diambil oleh manajemen guna menjamin bahwa bagi
organisasi tersedia tenaga kerja yang tepat untuk menduduki berbagai
kedudukan, jabatan, dan pekerjaan yang tepat pada waktu yang tepat. Oleh
sebab itu, dibutuhkan adanya pelatihan pegawai guna menjamin perusahaan
dapat memperoleh pegawai yang tepat untuk melaksanakan perekerjaan yang
tepat agar dapat mencapai tujuan perusahaan.
2) Penghematan. Dengan adanya pelatihan pegawai yang telah dilaksanakan oleh
perusahaan dapat memberikan penghematan-penghematan dalam produksi
barang atau jasa. Oleh sebab itu, pelatihan bertujuan untuk meningkatkan
penghematan tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesinmesin. Pemborosan berkurang, biaya produksi relatif kecil sehingga daya
saing perusahaan semakin besar.
3) Mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan. Pelatihan bertujuan, untuk
mengurangi kerusakan barang, produksi, dan mesin-mesin karena pegawai
semakin ahli dan terampil dalam melaksankan pekerjaannya. Pelatihan juga
dapat menurangi kecelakaan pegawai, sehingga jumlah biaya pengobatan
yang dikeluarkan perusahaan berkurang.
4) Memperkuat komitmen pegawai. Pelatihan juga sering dianggap sebagai
imbalan dari organisasi, suatu simbol status, atau suatu liburan dari
kewajiban-kewajiban kerja sehari-hari. Oleh karena itu, pelatihan juga dapat
memperbaiki kepuasan kerja. Dengan adanya kepuasan kerja yang dirasakan
oleh pegawai terhadap perusahaan atau organisasi, maka hal ini dapat
menimbulkan dan memperkuat komitmen pegawai terhadap perusahaan atau
organisasi tersebut.
c) Bagi Konsumen
Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari pegawai
kepada konsumen perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan
daya penarik yang sangat penting bagi rekan-rekan perusahaan bersangkutan.
Oleh sabab itu, menurut Siagian (2003) ada beberapa tujuan pelatihan pegawai
bagi konsumen yaitu:
1) Konsumen akan memperoleh produk yang lebih baik dalam hal kualitas dan
kuantitas. Selain mendapatkan produk yang lebih baik, konsumen
mendapatkan pelayanan yang baik dari para pegawai dalam bertransaksi
didalam perusahaan atau organisasi tersebut.
2) Meningkatkan pelayanan karena pemberian pelayanan yang baik merupakan
daya tarik yang sangat penting bagi rekanan perusahaan yang bersangkutan.
Ini berarti bahwa dengan adanya pelatihan dan pengembangan akan memberi
manfaat yang lebih baik bagi konsumen.
Langkah-langkah Pelatihan
Setiap pelaksanaan dari sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan,
maka pelatihan juga perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai tujuan. Pelatihan
biasanya dimulai dengan orientasi yakni suatu proses di mana para pegawai diberikan
informasi dan pengetahuan tentang kepegawaian, organisasi dan harapan-harapan

7

untuk mencapai performance tertentu. Dalam pelatihan diciptakan suatu linkungan di
mana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap dan keahlian, dan
perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pegawai. Disamping itu pelatihan
diberikan instruksi untuk mengembangkan keahlian-keahlian yang dapat langsung
terpakai pada pegawai, dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai pada jabatan
yang didudukinya sekarang. Dalam kaitannya dengan pelatihan, maka menurut
Dessler (2003) terdapat lima langkah dalam pelatihan dan proses pengembangan,
yaitu: (1) langkah analisis kebutuhan, (2) merencanakan instruksi, (3) validasi, (4)
menerapkan program, (5) evaluasi dan tindak lanjut. Dan dimensi pelatihan yang
dapat diukur ada empat hal:
a) Reaksi. Dokumentasikan reaksi langsung/segera dari peserta terhadap pelatihan.
b) Pembelajaran. Melihat sejauh mana mereka telah mempelajari prinsip,
keterampilan, dan fakta yang seharusnya mereka pelajari. Dalam hal ini,
gunakanlah alat umpan balik atau pratest dan pascatest untuk mengukur apa yang
sesungguhnya telah dipelajari peserta.
c) Perilaku. Adakah perubahan prilaku terhadap orang yang dilatih kerena program
pelatihan tersebut. Dalam hal ini, Catatlah reaksi penyelia terhadap kinerja peserta
setelah rampungnya pelatihan. Ini merupakan satu cara untuk mengukur sejauh
mana peserta menerapkan keterampilan dan pengetahuan baru pada pekerjaan
mereka.
d) Hasil. Hasil akhir merupakan suatu hal yang penting untuk dicapai dalam sasaran
pelatihan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini, tentukanlah tingkat
perbaikan dalam kinerja jabatan dan nilailah pemeliharaan (maintenance) yang
dibutuhkan.
Sebelumnya Kirkpatrick (1994) sudah terlebih dahulu menggunakan empat level
model evaluasi pelatihan dalam mengkategorikan hasil-hasil pelatihan. Toeri tersebut
dikenal dengan The Four Levels Techniques for Evaluation Training Programs.
Empat level tersebut, yaitu:
a) Reaksi untuk mengukur tingkat reaksi yang didisain agar mengetahui pendapat
dari para peserta pelatihan mengenai program pelatihan.
b) Pembelajaran mengetahui sejauh mana daya serap peserta program pelatihan pada
materi pelatihan yang telah diberikan.
c) Perilaku diharapkan setelah mengikuti pelatihan terjadi perubahan tingkah laku
peserta (pegawai) dalam melakukan pekerjaan.
d) Hasil untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau organisasi
secara keseluruhan.
Metode Pelatihan
Banyak metode pelatihan yang dapat dipergunakan, yang masing-masing
memiliki kekhususan dalam efektivitasnya untuk mencapai sasaran tertentu. Maka
saat perusahaan telah memutuskan untuk melatih pegawai dan apa yang mereka
pelajari, perusahaan harus merancang program pelatihan itu. Perusahaan dapat
menciptakan isi dan rangkaian program itu sendiri, tetapi juga banyak sekali pilihan
isi dan paket online dan offline untuk dipilih.Oleh sebab itu, metode pelatihan harus

8

berdasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagai faktor, yaitu
biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta, dan
lain-lain.
Sikula dalam Mangkunegara (2005) menyatakan bahwa mtode pelatihan adalah
“On the job; demonstration and examples; simulation; apprenticeship; classroom
methods (lecture, conference, case study, role playing and programmed instruction);
and other training methods”. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa di dalam metode
pelatihan banyak terdapat cara yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk melatih
para pegawai didalam perusahaan atau organisasi untuk dapat meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki para pegawai sebelumnya.
Selanjutnya, menurut Sikula (1981) dalam Mangkunegara (2005), metode pelatihan
dapat digambarkan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut:
Metode
Pelatihan
Metode
Pekerjaan
(on the
job)

Metode
Balai
(vestibule)

Metode
Kuliah

Metode
Demontra
si dan
contoh

Metode
Study
Kasus

Metode
Apprentic
eship

Metode
konferensi

Metode
Simulasi

Metode
Bermain
Peran

Metode
Ruang
Kelas

Metode
Lainnya

Metode
Bingbingan
Berencana

Gambar 1 Metode pelatihan
Sebelum melatih seseorang atau pegawai, terlebih dahulu ketahui apakah orang
itu benar-benar membutuhkan pelatihan, bila ya, apa yang dicapai oleh pelatihan itu.
Karenanya pelatihan yang umum dimulai dengan menentukan metode apa yang akan
digunakan dalam pelatihan itu. Sejumlah metode yang berbeda dapat digunakan
untuk para pegawai didalam organisasi atau perusahaan agar supaya memperoleh
pengetahuan yang baru, meningkatkan ketrampilan, dan perilaku.Metode yang dapat
digunakan untuk pelatihan dan pengembangan pada dasarnya dapat dikelompokkan
ke dalam dua kelompok yaitu on the job training dan off the job training
(Hasibuan 2002).
a) On the job training (latihan sambil bekerja)
Metode On the job traning mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode
yang lain, karena metode ini mampu memberikan motivasi yang lebih tinggi
kepada para peserta untuk berlatih/belajar. Hal ini dapat terjadi karena dalam
metode On the job traning para peserta ditempatkan pada tempat yang senyatanya
(sebenarnya) ia nanti akan bekerja. Oleh sebab itu, metode On the job training
meliputi semua upaya melatih karyawan untuk mempelajari suatu pekerjaan

9

sambil mengerjakannya ditempat kerja yang sesungguhnya. On the job training
meliputi program magang, rotasi pekerjaan, dan understudy atau coaching
(praktek langsung dengan orang yang sudah berpengalaman atau atasan yang
dilatih). Artinya bahwa metode ini memiliki keunggulan memotivasi peserta
secara kuat karena pelatihan tidak dilaksanakan dalam situasi artifisial di dalam
ruang kelas. Menurut Wahyudi (1996), dalam metode On the job training dikenal
2 (dua) model yaitu :
1) Informal On the job training
Dalam metode ini tidak tersedia pelatih secara khusus. Peserta latihan
diperintahkan untuk memperhatikan dan mencontoh pekerja lain yang sedang
bekerja untuk kemudian melakukannya sendiri pekerjaan itu. Sehingga para
pegawai dapat langsung memperoleh dan meningkatkan pengetahuan dari
pekerjaan yang telah dilakukan oleh pegawai tersebut.
2) Formal On the job training
Peserta mempunyai seorang pembimbing khusus, biasanya ditunjuk seorang
pekerja senior yang ahli.Pembimbing khusus tersebut, sambil terus
melaksanakan tugasnya sendiri, diberi tugas tambahan untuk membimbing
para peserta pelatihan yang bekerja ditempat kerjanya.Sehingga para
pembimbing dapat langsung memperhatikan perkembangan pengetahuan para
pegawai yang dilatih tersebut terhadap pekerjaan atau tugas yang telah
diberikan oleh para pembimbing terhadap pegawai yang dilatih.
Magang (apprenticeship training) merupakan metode pelatihan yang
dilakukan dengan cara seorang peserta diharuskan mengikuti serangkaian
pekarjaan/kegiatan yang dilakukan oleh pemangku jabatan tertentu untuk
mempelajari bagaimana cara melakukannya. Program magang (apprenticeship
training) dirancang untuk tingkat keahlian yang lebih tinggi.Program magang
cenderung lebih mangarah kepada pendidikan (education) dari pada pelatihan
dalam hal pengetahuan dalam melakukan suatu keahlian atau suatu rangkaian
pekerjaan yang saling berhubungan.Program magang menggabungkan pelatihan
dan pengalaman pada pekerjaan dengan instruksi yang didapatkan di dalam ruang
kelas untuk subyek-subyek tertentu.
Rotasi Pekerjaan, tujuan rotasi pekerjaan adalah memperluas latar belakang
trainee dalam bisnis. Individu-individu berpindah melalui serangkaian pekerjaan
sepanjang periode enam sampai dua tahun.Karena mereka melaksanakan setiap
pekerjaan, mereka memperoleh keahlian-keahlian, pengalaman, dan pengetahuan
baru yang berhubungan dengan pekerjaan tersebut.Sering digunakan dalam
rangka menyiapkan individu-individu untuk posisi-posisi manajemen, rotasi
pekerjaan memberikan orientasi pada berbagai fungsi pekerjaan pada biaya yang
agak rendah. Manfaat rotasi pekerjaan yang terencana adalah: (1) memberikan
latar belakang umum, dan dengan demikian, sudut pandang sexual organisasi;
(2) menggalakkan kerja sama antar departemen karena manajer telah melihat
berbagai sisi persoalan; (3) secara periodis dipaparkan sudut pandang yang segar
kepada berbagai unit; dan (4) meningkatkan fleksibilitas organisasional melalui
pembentukan sumber daya manusia yang luwes.

10

Understudy atau coaching (praktek langsung dengan orang yang sudah
berpengalaman atau atasan yang dilatih) merupakan suatu metode untuk
mempersiapkan seorang peserta pelatihan sebagai “putra mahkota”, untuk
memegang jabatan tertentun pada masa yang akan datang dengan memberikan
bekal pengetahuan yang dibutuhkan jauh sebelumnya. Metode ini merupakan
kebalikan dari metode magang.Keuntungan dari metode ini berkaitan dengan
situasi yang praktis dan realistis dalam arti peserta berlatih dengan mengikuti dan
melakukan kegiatan pemangku jabatan tanpa harus bertanggung jawab atas
hasilnya. Dengan demikian peserta terhindar dari beban mental dan dapat
mengkonsentrasikan dirinya pada kegiatan yang harus dilakukan. Metode ini juga
memilki kelemahan yang lain seperti halnya dengan metode on the job training
lainnya, karena para peserta belajar hanya dari pendahulunya (pekerja senior)
sehingga kemampuannya tidak akan lebih tinggi dari pendahulunya, bahkan
mungkin terjadi kesalahan pendahulu yang dilanjutkan oleh peserta pelatihan
tersebut. Adapun beberapa manfaat yang ditawarkan oleh On the job training
adalah:
1) Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas-tugas yang
disimulasikan.
2) Karyawan mendapatkan instruksi-instruksi dari karyawan senior atau penyelia
yang berpengalaman yang telah melaksanakan tugas dengan baik.
3) Pelatihan dilaksanakan di dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya, di
bawah kondisi normal dan tidak membutuhkan fasilitas pelatihan khusus.
4) Pelatihannya informal, relative tidak mahal, dan mudah dijadwalkan.
5) Pelatihan dapat menciptakan hubungan kerja sama antara keryawan dan
pelatih.
6) Program ini sangat relevan dengan pekerjaan, menyita biaya kluar kantong
(out of pocket) yang relatif rendah, membantu memotivasi kinerja yang kuat.
b) Off the job training
Berlawanan dengan on the job training, off the job training dilaksanakan pada
lokasi terpisah dengan tempat kerja. Program ini memberikan individu dengan
keahlian dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk melaksanakan pekerjaan
pada waktu terpisah dari waktu kerja reguler mereka. Contohnya: training
instruksipekerjaan, vestibule training (training dalam suatu ruangan khusus),
studi kasus, management games, seminar, permainan peran/ role playing, dan
pengajaran melalui komputer.
Vestibule training (training dalam suatu ruangan khusus) merupakan
pelatihan yang diberikan dengan memperhatikan kelemahan dari metode on the
job training, maka dikembangkan metode pelatihan yang diberikan pada ruang
lain yang khusus disediakan untuk keperluan latihan. Dalam ruangan tersebut
disediakan alat-alat/mesin yang sama dengan alat mesin yang dipergunakan
ditempat kerja sebenarnya. Peserta dalam latihan ini dapat berlatih menggunakan
alat/mesin yang akan dipergunakan ditempat kerjanya nanti dengan bimbingan
oleh pelatih khusus. Keuntungan dari metode ini adalah bahwa para peserta akan
terhindar dari kebingungan dan tekanan situasi kerja, sehingga mampu
memusatkan perhatian pada materi pelatihan dan juga perusahaan atau organisasi

11

akan terhindar dari resiko kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya kesalahan
yang dilakukan oleh peserta latihan.
Studi kasus merupakan penyajian tertulis dan naratif serangkaian fakta dari
permalasahan yang dianalisis dan dipecahkan oleh peserta pelatihan.Kasus
digunakan untuk merangsang topik-topik diskusi dan dari semua jenis topik.
Metode studi kasus ini dilaksanakan dengan cara para peserta diminta untuk
membahas masalah/kasus tertentu dalam organisasi. Kasus yang dibahas biasanya
merupakan kasus nyata yang dikumpulkan dari berbagai perusahaan atau
organisasi. Oleh karena itu, dengan adanya studi kasus tersebut dapat
meningkatkan kemampuan para pegawai untuk dapat memisahkan fakta yang
penting dari yang tidak penting dalam suatu permasalahan suatu perusahaan atau
organisasi.
Management games merupakan suatu bentuk latihan simulasi yang dilakukan
dalam kelas. Pengorganisasian para pesertanya dilakukan dengan membagi
peserta kedalam beberapa team yang bertugas untuk secara kompetitif
memecahkan masalah tertentu dari suatu organisasi tiruan. Sasaran yang ingin
dicapai dengan metode ini adalah kemampuan untuk mengambil keputusan
bersama atau keputusan yang integral. Oleh sebab itu, para peserta para peserta
didorong untuk berpikir dab bekerja pada organisasi dengan mengambil
keputusan dari permasalahan perusahaan atau organisasi.
Dalam Role Playing, peserta diminta untuk memainkan peran tertentu, pada
situasi tertentu dalam organisasi tiruan. Dalam role playing diharapakan para
peserta akan memiliki pemahaman sikap dan perilaku tertentu yang harus diambil
dalam kaitannya dengan situasi atau kondisi yang tertentu pula, melalui
pengalihan pengetahuan/pengalaman. Tujuan permainan peran (role playing)
adalah menganalisis masalah-masalah antar pribadi dan memupuk keahliankeahlian hubungan manusia.Sehingga dengan adanya permainan peran tersebut
dapat digunakan untuk mengasah keahlian-keahlian yang dimiliki para peserta.
Adapun beberapa manfaat Off the training yang ditawarkan adalah:
1) Biaya pelatihan yang efisien karena yang biasanya dilatih bukan individuindividu tetapi kelompok-kelompok.
2) Membuka wawasan karyawan terhadap perusahaan-perusahaan lain sering
memungkinkan peserta untuk mempelajari metode-metode dan teknik-teknik
baru di samping materi-materi yang disajikan selama program.
3) Memindahkan pelatihan dari pekerjaan memungkinkan pegawai
berkonsentrasi guna mempelajari keahlian-keahlian dan sikap baru tanpa
harus secara berbarengan mengkhawatirkan kinerja pekerjaan.
Konsep Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan pegawai
dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umum,
termasuk peningkatan penguasaan teori pengambilan keputusan dalam menghadapi
persoalan-persoalan organisasi.Banyak pendapat yang memberikan definisi tehadap
konsep pendidikan. Menurut Suprihanto (1988), pendidikan adalah suatu kegiatan

12

untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk peningkatan
penguasaan teori dan kemampuan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang
menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Dalam hal ini pendidikan ditujukan untuk
memperbaiki kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan
kepadanya. Pendapat lain, mengatakan bahwa pendidikan pada dasarnya
dimaksudkan untuk mempersiapkan SDM sebelum memasuki pasar kerja
(Zainun 1996). Oleh karena itu, dengan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan
dalam proporsi tertentu diharapkan sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut oleh
suatu pekerjaan.
Menurut Flippo dalam Hasibuan (2002), education is concerned with increasing
general knowledge and understanding of our total environment. Dalam pengertian ini
bahwa pendidikan mempunyai peran dan fungsi untuk mendidik seorang pegawai
guna membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk dapat mengerjakan
sesuatu lebih cepat dan tepat.
Menurut Darma (2012) ada beberapa indikator yang digunakan dalam mengukur
tingkat pendidikan, yaitu: latar belakang pendidikan terakhir, kesesuaian pendidikan
terhadap pekerjaan saat ini, dan kesesuaian pekerjaan pelaksana program dengan
pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan yang dilakukan dengan berbagai programnya
mempunyai peranan penting dalam memperoleh dan meningkatkan kualitas
kemampuan profesional seorang pegawai. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan
untuk memiliki bekal agar siap tahu, mengenal dan mengembangkan metode berfikir
secara sistematik agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam
kehidupan di kemudian hari. Sehingga dengan pendidikan setiap pegawai dapat lebih
meningkatkan lagi pengetahuan atau pemahaman mereka terhadap suatu jenis
pekerjaan yang akan mereka lakukan sehingga para pegawai dapat melakukan
pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Adapun jenis-jenis pendidikan menurut
Hadipoerwono (1987) adalah:
a) Pendidikan dasar (basic education) yaitu pendidikan yang disyaratkan sebelum
seseorang tenaga kerja masuk bekerja atau sebelum dimasukan dalam corp
personalia dalam roda organisasi.
b) Pendidikan tambahan (up grading/kursus aplikasi). Pendidikan ini dilakukan
secara periodik diantara petugas-petugas tertentu dengan tujuan agara para tenaga
kerja mendapat tamabahan dan selalu mengikuti perkembangan teknologi.
c) Pendidikan penyegar yaitu pendidikan yang bertujuan utnuk menyegarkan
kembali pengertian-pengertian dan pengetahuan-pengetahuan yang telah silam
dan ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas.
Pengertian Kinerja
Setiap pegawai pasti menginginkan memiliki kinerja yang tinggi, namun hal
tersebut sulit untuk dicapai oleh karyawan yang tidak memiliki kompetensi dan
produktivitas yang baik. Dalam setiap organisasi sering kali terdapat pegawai yang
tidak memiliki kinerja yang baik. Hal ini selain dikarenakan pegawai itu sendiri tetapi
juga dikarenakan organisasi juga. Organisasi yang berfokus terhadap keutungan
semata akan mengabaikan tentang kesejahteraan pegawainya, padahal sumber daya

13

manusia merupakan salah satu hal penting yang menunjang kelangsungan hidup
organisasi. Pengabaian tersebut dapat mengakibatkan kurang produktifnya seorang
pegawai yang akan berdampak pada buruknya kinerja pegawai di organisasi tersebut.
Menurut Rivai (2005) kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan
dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau
kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Hal ini
berarti kinerja merujuk kepada pencapaian tujuan pegawai atas tugas yang diberikan.
Sementara itu, menurut Wibowo (2010) kinerja memiliki makna yang lebih luas
bukan hanya sebatas hasil kerja tetapi termasuk bagaimana proses kerja berlangsung.
Oleh karena itu, kinerja (performance) diartikan sebagai hasil kerja seorang pegawai,
sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil
kerja tersebut harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur.Hal
ini berarti penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik
untuk pegawai, yang merupakan kunci bagi pengembangan para pegawai di masa
mendatang.
Selain itu, kinerja juga dapat diartikan sebagai hasil dan usaha seseorang yang
dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.
Mangkuprawira dan Hubeis (2007) mendifinisikan kinerja merupakan hasil dari
proses pekerjaan tertentu secara terencana pada waktu dan tempat tertentu dari
karyawan, serta perusahaan bersangkutan. Dengan adanya penilai kinerja pegawai
tersebut dapat membantu para atasan mengidentifikasikan kelemahan, potensi, dan
kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja pegawai, dan melalui
penilaian kinerja pegawai para atasan juga dapat memberi tahu pegawai mengenai
kemajuan mereka. Dengan demikian, organisasi atau perusahaan perlu mengelola
faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai agar diperoleh hasil sesuai standar
yang sudah ditetapkan organisasi atau perusahaan tesebut.
Pengertian Penyuluhan Pertanian
Bagi negara-negara berkembang, pembangunan pertanian Abad 21 selain untuk
mengembangkan sistem pertanian berkelanjutan juga bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) yang menunjang sistem tersebut.Peningkatan
SDM tidak hanya dibatasi peningkatan produktivitas petani. Namun, juga
peningkatan kemampuan petani untuk lebih berperan dalam proses pembangunan.
Revitalisasi kinerja kelembagaan dan penyuluh pertanian akan memberikan
kontribusi positif bagi peningkatan SDM pertanian. Selain itu pemberian ruang yang
cukup untuk sektor swasta melalui privatisasi penyuluhan juga akan mendorong
terciptanya penyediaan layanan informasi pertanian yang lebih kompetitif, efisien,
dan efektif.
Dalam Undang-Undang No.16 tahun 2006 disebutkan bahwa penyuluhan
pertanian didefinisikan sebagai proses pembelajaran bagi petani dan keluarganya
serta pelaku usaha pertanian lainnya agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan
dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi

14

usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya. Selain itu, Slamet (1992) menyebutkan
bahwa penyuluhan pertanian merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari
bagaimana pola perilaku pembangunan dibentuk, bagaimana perilaku manusia dapat
berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantikan
dengan perilaku baru yang berakibat pola perilaku kualitas kehidupan orang yang
bersangkutan menjadi lebih baik. Hal ini juga sesuai dengan Depatemen Pertanian
(2009) yang menyebutkan bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu pandangan
hidup atau landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral tentang segala
sesuatu yang akan dan harus diterapkan dalam perilaku atau praktek kehidupan
sehari-hari.
Pendapat lain, mengemukakan bahwa penyuluhan merupakan keterlibatan
seseorang untuk melakukan komunikasi informal secara sadar dengan tujuan
membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga dapat membuat keputusan
yang benar (Ban dan Hawkins 1999). Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa
penyuluhan pertanian sebagai suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal di
luar sistem sekolah yang biasa. Oleh sebab itu, peran penyuluh sangat penting dalam
mengembangkan masyarakat tani.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa penyuluhan
merupakan proses pendidikan yang bersifat non formal bagi petani yang bertujuan
untuk mengubah pengetahuan sikap dan keterampilan masyarakat tani. Untuk
mencapai tujuan penyuluhan, seorang penyuluh dalam kaitannya dalam pelaksanaan
tugasnya perlu memahami falsafah dan prinsip-prinsip penyuluhan.
Falsafah Penyuluhan Pertanian
Menurut Depatemen Pertanian (2009), penyuluhan pertanian adalah suatu
pandangan hidup atau landasan pemikiran yang bersumber pada kebijakan moral
tentang segala sesuatu yang akan dan h