Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)

i

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT JEROAN
IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)

CHOLIFAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Produksi dan
Karakterisasi Hidrolisat Protein Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)”

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014

Cholifah
NIM C34090047

ABSTRAK
CHOLIFAH. Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Protein Jeroan Kakap Putih
(Lates calcarifer). Dibimbing oleh TATI NURHAYATI dan ELLA SALAMAH.
Jeroan ikan adalah bahan baku dengan kualitas rendah atau limbah yang jika
tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.
Jeroan ikan kakap putih memiliki kadar protein tinggi (31,20%±0,03 bk) dan
lemak (61,44%±1,22 bk). Kandungan lemak dapat mempengaruhi proses
hidrolisis sehingga membutuhkan proses pembuangan lemak (deffating).

Deffating mampu menurunkan lemak sebesar 2,95% (bk) dari lemak awal yakni
61,44%±1,22 (bk) menjadi 58,71%±0,65 (bk). Proses hidrolisis jeroan ikan kakap
putih menggunakan enzim papain dengan aktivitas 30 Usp/mL dengan konsentrasi
enzim 0,15% (b/v), suhu 55°C, pH 8 selama 4 jam. Karakteristik produk hidolisat
jeroan ikan kakap putih (Lates calcarifer) yakni kadar air (10,82±0,84%), kadar
protein (62,85%±0,72), kadar lemak (0,84%±0,28), kadar abu (7,30%±0,03),
karbohidrat (18,19%±1,32) dan daya cerna protein sebesar 87,03%. Hidrolisat
protein jeroan ikan kakap putih memiliki kandungan 15 jenis asam amino. Asam
amino tertinggi yakni asam glutamat (10,75%), sedangkan asam amino terendah
yakni histidin (1,38%). Hidrolisat protein dapat diaplikasikan sebagai sumber
protein dalam pakan ikan.
Kata kunci: deffating, hidrolisat, jeroan, papain.

ABSTRACT
CHOLIFAH. Production and Characterization the Hydrolysates of Protein
Barramudi (Lates calcarifer) Viscera. Supervised by TATI NURHAYATI and
ELLA SALAMAH.
Viscera of Barramudi are low quality raw materials or waste, which might
environmental and health problems if it’s not utilized. Barramudi viscera have
high protein value (31.20%±0.33 bk) and fat (61.44%±1.22 bk). The fat content

effects the process hydrolysis, so it requires process of disposal fat (deffating).
Process deffating
can reduce fat content from 61.44%±1.22 (bk) into
58.71%±0.65 (bk). Hydrolysis barramudi viscera using enzyme papain with
activity 30 usp/mL. Optimal concentration of papain used for hydrolisis of
barramudi viscera protein is 0.15% with hydrolisis time for 4 hours, temperature
55°C and pH 8. Characteristic products hydrolysates barramudi viscera
(Lates calcarifer) has the water content (10.82%±0.84); ash content
(7.30%±0.03); protein content (62.85%±0.72); fat content (0.84%±0.28); and
carbohydrate (18.19%±1.32); protein digestibility (87.03%). Hydrolysates protein
viscera barramundi has 15 content of amino acid, the highest and lowest amino
acid, respectively, glutamic acid (10.75%) and histidine (1.38%). Hidrolisat
protein can be applied as a source of protein in fish feed.
Keyword: deffating, fish viscera, hydrolysates, papain.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI HIDROLISAT
JEROAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer)

CHOLIFAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Terknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Jeroan Ikan Kakap Putih
(Lates calcarifer)
Nama
: Cholifah
NIM
: C34090047
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


Dra Ella Salamah, MSi
Pembimbing II

Judul Skripsi : Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Jeroan Ikan Kakap Putih
(Lates calcarifer)
: Cholifah
Nama
: C34090047
NlM
Program Studi :-Teknologi Hasil Permran

Disetujui oleh

Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi
Pembimbing I

flr Ir.1oko Bantoso, MSi
*:etoo Departemen


Tanggal Lulus:

2 BJAN 2014

Ella Salamah MSi
Pembimbing II

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Juli 2013 ini
adalah hidrolisat protein dengan judul “Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat
Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)”. Terima kasih penulis ucapkan
kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Ibu Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi. dan Ibu Dra Ella Salamah, MSi selaku
pembimbing yang telah memberikan pengarahan serta bimbingan pada
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Roni Nugraha, SSi, MSi yang selalu mendukung dan memberi
pengarahan serta bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.
3. Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan.
4. Bapak Ma’mun Ali dan ibunda Sri Rahayu yang selalu memberikan
dukungan, kasih sayang, dan do’a untuk kesuksesan penulis
5. Kakak dan adik tersayang yang selalu memberi dukungan dan semangat.
6. Teman-teman seperjuangan terutama untuk Asti Latifah dan Casti Hasan
Sanapi yang selalu menemani dan memberikan dukungan kepada penulis.
7. Teman-teman luar biasa yang selalu memberi semangat Ovintya, Lukman
Hakim, Batara Dharma.
8. Rekan-rekan THP 46, kakak-kakak THP 44 (Kak Made), kakak THP 43
(Kak Yayan), dan rekan rekan laboratorium karakteristik bahan baku
(PBB).
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangannya.
Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Januari 2014
Cholifah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................... 2
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 2
Bahan ................................................................................................................... 2
Alat ...................................................................................................................... 2
Prosedur Penelitian .............................................................................................. 3
Preparasi bahan baku .................................................................................... 3
Proses pembuangan lemak (deffating) .......................................................... 3
Penentuan kondisi terbaik ............................................................................. 4
Hidrolisis protein .......................................................................................... 4
Perhitungan derajat hidrolisis ....................................................................... 4
Karakterisasi produk hidrolisat ..................................................................... 5
Analisis proksimat ....................................................................................... 5
Analisis daya cerna protein........................................................................... 6

Analisis asam amino (HPLC) ....................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8
Rendemen Jeroan Ikan Kakap Putih .................................................................. 8
Komposisi Kimia Jeroan Ikan Kakap Putih ........................................................ 9
Pembuangan Komponen Lemak ....................................................................... 10
Penentuan Kondisi Terbaik Hidrolisis............................................................... 10
Karakteristik Hidrolisat Protein Jeroan Ikan Kakap Putih ................................ 13
Komposisi Asam Amino Hidrolisat Protein ...................................................... 15
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 17
Kesimpulan ........................................................................................................ 17
Saran .................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17
LAMPIRAN .......................................................................................................... 20
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5
6

Elusi gradien pada metode HPLC ....................................................................... 8
Komposisi kimia beberapa jeroan ikan .............................................................. 9
Analisis proksimat jeroan ikan kakap putih setelah deffating........................... 10
Karakteristik beberapa produk hidrolisat protein. ............................................ 13
Karakteristik beberapa aplikasi produk hidrolisat. ........................................... 15
Komposisi asam amino beberapa produk hidrolisat. ........................................ 16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Diagram alir prosedur penelitian......................................................................... 3
Rendemen jeroan ikan kakap putih .................................................................... 8
Nilai rata-rata derajat hidrolisis dengan konsentrasi enzim yang berbeda........ 11
Nilai rata-rata derajat hidrolisis dengan waktu yang berbeda ........................... 12
Nilai rata-rata derajat hidrolisis dengan tingkat keasaman yang berbeda. ........ 13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Kromatogram standar asam amino ................................................................... 20
2 Kromatogram sampel hidrolisat protein ........................................................... 21
3 Dokumentasi penelitian..................................................................................... 22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengolahan industri perikanan, menghasilkan limbah berupa bagian ikan
yang tidak terpakai atau terbuang misalnya kepala, sirip, dan jeroan (isi perut).
Pengolahan industri perikanan menghasilkan sekitar 25-30% limbah, yakni sekitar
3,6 juta ton pertahun (KKP 2007). Limbah merupakan bahan baku dengan kualitas
rendah yang jika tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan masalah lingkungan,
kesehatan, dan ekonomi.
Bhaskar et al. (2008) menyatakan bahwa limbah industri perikanan
misalnya jeroan memiliki kandungan protein dan lemak tak jenuh yang tinggi.
Kandungan protein dalam jeroan ikan Sturgeon (Acipenser persicus) 15,48%; ikan
Catla (Catla catla) 8,52%; dan ikan tongkol 16,72% (Bhaskar et al. 2008;
Ovissipour et al. 2009; Nurhayati et al. 2013). Limbah industri perikanan berupa
jeroan ikan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan protein
hidrolisat dan dapat meminimalisir masalah lingkungan (Bhaskar dan
Mahendrakar 2008). Hidrolisat protein merupakan suatu proses pemutusan ikatan
peptida pada struktur protein menjadi ikatan yang lebih sederhana melalui proses
hidrolisis baik menggunakan enzim, asam, maupun basa. Reaksi hidrolisis ini
akan menghasilkan hidrolisat protein yang berkualitas karena pH, kondisi suhu,
dan waktu hidrolisis yang terkontrol (Kristinson 2007). Hidrolisis menggunakan
enzim berlangsung secara spesifik yang dapat mempengaruhi pembentukan
peptida dan asam-asam amino yang dapat mempengaruhi proses modifikasi
karakteristik fungsional protein.
Jeroan ikan memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi dan dapat
mempengaruhi proses hidrolisis sehingga perlu dilakukan proses pembuangan
komponen lemak (Bhaskar dan Mahendrakar 2008). Hal ini dimaksudkan agar
proses hidrolisis berlangsung secara optimal dan menjaga kestabilan produk
selama penyimpanan (Bhaskar et al. 2008). Optimalisasi dalam pembuatan
hidrolisat protein jeroan ikan perlu dilakukan dengan pembuangan komponen
lemak. Aplikasi produk hidrolisat telah banyak dikembangkan sebagai media
pertumbuhan bakteri yakni pepton. Namun, informasi mengenai aplikasi produk
hidrolisat protein untuk pangan maupun pakan sangat sedikit dilakukan. Penelitian
mengenai hidrolisat protein ikan telah banyak dilakukan menggunakan berbagai
jenis ikan dan enzim. Penelitian hidrolisat protein menggunakan limbah
khususnya jeroan ikan masih sangat sedikit dilakukan. Oleh karena itu, informasi
mengenai kondisi terbaik hidrolisis dan karakteristik produk hidrolisat protein
perlu dilakukan.
Perumusan masalah
Limbah merupakan bahan baku dengan kualitas rendah dan jika tidak
dimanfaatkan dengan baik dapat menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan.
Limbah jeroan ikan memiliki nilai protein dan lemak tinggi dan dapat dijadikan
bahan baku hidrolisat protein. Oleh karena itu informasi mengenai kondisi terbaik
hidrolisis dan karakterisasi produk hidrolisat protein perlu dilakukan sehingga
dapat diaplikasikan baik untuk pangan maupun pakan.

2
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik pembuatan
hidrolisat protein dengan perlakuan konsentrasi enzim, waktu hidrolisis, dan
tingkat keasaman (pH) yang berbeda; serta karakterisasi produk hidrolisat protein
yang dihasilkan.
Manfaat penelitian
Penelitian ini memberikan informasi kondisi terbaik meliputi konsentrasi
enzim, waktu hidrolisis, dan tingkat keasaman (pH) dalam pembuatan hidrolisat
protein jeroan ikan.
Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah limbah hasil perikanan yakni jeroan
ikan kakap putih yang digunakan sebagai bahan baku. Penelitian ini mencangkup
proses pembuatan hidrolisat protein dan penentuan kondisi terbaik; serta
membandingkan karakterisasi produk hidrolisat dengan produk hidrolisat
komersial.

METODE
Penelitian produksi dan karakterisasi hidrolisat jeroan ikan kakap putih
dilaksanakan mulai bulan Februari 2013 sampai Juli 2013. Preparasi sampel
dilakukan di laboratorium Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan,
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Analisis proksimat di laboratorium Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Pusat Antar Universitas Institut Pertanian
Bogor. Analisis daya cerna dilakukan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis kandungan asam amino
dilakukan di laboratorium Terpadu Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah jeroan ikan
kakap putih yang berasal dari industri pembekuan fillet kakap PT. Fega
Marikultura, Kawasan Industri Tangerang. Bahan-bahan utama yang digunakan
adalah akuades, enzim papain dengan aktivitas 30 usp/mL, NaOH, kertas pH,
formaldehid 35%. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah
akuades, selenium, H2SO4, NaOH, HCl, asam borat (H3BO3), kertas saring, kapas,
dan pelarut heksana. Bahan yang digunakan untuk analisis daya cerna adalah HCl
0,1 N, enzim pepsin, NaOH 0,5 N, pankreatin, larutan bufer fosfat 0,2 M pH 8.
Analisis asam amino dilakukan menggunakan bahan HCl 6 N dan 0,01 N, gas N2,
larutan bufer kalium borat pH 10,4, pereaksi ortoftalaldehida (OPA) dan metanol.
Alat
Alat yang digunakan untuk proses pembuangan lemak (deffating) adalah
loyang, hand blender (Philips HR 1364), oven (Memmert), sentrifuse (Himac CR
21G). Alat yang digunakan selama proses hidrolisis yakni erlenmeyer, waterbath
shaker (Wisebath). Alat yang digunakan untuk perhitungan nilai derajat hidrolisis
adalah beaker glass 50 mL, buret, pH meter. Pengujian daya cerna dilakukan

3
dengan menggunakan tabung Kjeldahl. Analisis asam amino
menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

dengan

Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi sampling sampel jeroan ikan kakap putih,
preparasi sampel, pembuangan komponen lemak (deffating), penentuan kondisi
optimum, dan analisis kimia yang terdiri dari analisis proksimat, daya cerna, dan
asam amino. Prosedur kerja penelitian seperti disajikan pada Gambar 1.
Jeroan ikan

Preparasi
sampel
Pembuangan lemak (deffating)

Penentuan kondisi optimum proses hidrolisis

Konsentrasi enzim

Waktu hidrolisis

Tingkat keasaman (pH)

Produk
Hidrolisat

Analisis proksimat

Analisis daya cerna

Analisis asam amino

Gambar 1 Diagram alir metode penelitian.
Preparasi bahan baku
Jeroan ikan kakap putih dibersihkan dan dipisahkan menjadi masingmasing bagian (lambung, usus, hati dan limfa) yang akan digunakan sebagai
bahan baku hidrolisat. Lemak yang melapisi bagian jeroan dibuang atau tidak
terpakai, selanjutnya dilakukan penimbangan bagian jeroan (lambung, usus, hati,
limfa).
Proses pembuangan lemak (deffating) (Bhaskar et al. 2008) yang dimodifikasi
Pembuangan komponen lemak dalam jeroan ikan dilakukan dengan
menggunakan suhu rendah. Sampel jeroan ikan dicampur dengan air (1:1)
menggunakan homogenizer dan dipanaskan dengan suhu 85°C selama 20 menit,
kemudian didinginkan. Sampel yang telah dingin disentrifuse pada 6.000 g suhu
10°C selama 20 menit dengan tujuan untuk menghilangkan lapisan lemak
sehingga diperoleh residu yang kaya akan protein.

4
Penentuan kondisi terbaik hidrolisis
Penentuan kondisi terbaik hidrolisis dievaluasi melalui tiga parameter
yang berbeda yakni konsentrasi enzim terbaik, waktu hidrolisis terbaik dan tingkat
keasaman (pH) terbaik. Konsentrasi enzim papain yang digunakan dalam
penentuan kondisi hidrolisis terbaik yaitu 0% (b/v) (tanpa penambahan
enzim/kontrol); 0,05% (b/v); 0,1% (b/v); 0,15% (b/v); 0,2% (b/v). Waktu
hidrolisis yang digunakan yaitu 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam. Tingkat keasaman
(pH) hidrolisis yang digunakan yaitu 5, 6, 7, 8, 9. Penentuan kondisi terbaik
dilakukan dengan perhitungan derajat hidrolisis.
Hidrolisis protein (Nurhayati et al. 2007) yang dimodifikasi
Pembuatan hidrolisat protein ikan dilakukan melalui reaksi hidrolisis
enzimatis menggunakan enzim papain. Filtrat yang kaya akan protein dari hasil
pembuangan komponen lemak dihomogenasikan menggunakan air dengan
perbandingan 1:2. Hidrolisis dilakukan menggunakan waterbath shaker pada suhu
55°C dengan kondisi konsentrasi enzim, waktu hidrolisis, dan tingkat keasaman
(pH) tertentu. Nilai pH campuran diatur hingga mencapai pH tertentu dengan
menambahkan larutan NaOH 4 M dan atau larutan HCl 0,1 M.
Larutan selanjutnya diinaktivasi pada suhu 80-85°C selama 20 menit dengan
tujuan untuk menghentikan proses hidrolisis. Sampel diendapkan selama 24 jam
untuk memisahkan komponen lemak dan filtrat kemudian disaring menggunakan
kain belacu dan kertas saring. Hasil hidrolisis dikeringkan menggunakan metode
freeze dryer.
Perhitungan derajat hidrolisis
Derajat hidrolisis protein dilakukan dengan metode titrasi formol melalui
pembandingan nilai N-terasimilasi terhadap nilai total nitrogen sampel. Derajat
hidrolisis protein diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut :
terasimilasi
total bahan
Nitrogen total dihitung berdasarkan metode Kjeldhal. N-terasimilasi diperoleh
menggunakan metode titrasi formol (Gump et al. 1995 diacu dalam Wardana
2008). Sebanyak 0,5 mL hidrolisat diencerkan menggunakan akuades hingga
mencapai volume 10 mL. Hasil pengenceran dinetralkan dengan larutan NaOH
0,2 N hingga mencapai nilai kisaran pH 8,0. Selanjutnya, ke dalam sampel
dimasukkan 2 mL formaldehid yang sebelumnya telah dinetralkan menggunakan
larutan NaOH 0,2 N hingga kisaran pH 8,0. Hasil pencampuran sampel dengan
formaldehid dititrasi menggunakan NaOH 0,02 N hingga mencapai kisaran pH 8,0.
Jumlah produk berupa asam amino dinyatakan dalam bentuk nilai nitrogen
terasmilasi yang diperoleh melalui perhitungan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
N- terasimilasi = Vol. NaOH x N NaOH x BM N x faktor pengenceran
keterangan:
N NaOH
BM N

= Normalitas NaOH yang digunakan (0,02N)
= BM Nitrogen (14)

5
Karakterisasi produk hidrolisat
Karakterisasi produk hidrolisat dilakukan dengan analisis proksimat produk,
analisis daya cerna produk dengan menggunakan enzim pepsin, dan analisis asam
amino dengan metode HPLC.
1. Analisis proksimat
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia suatu bahan yang meliputi analisis kadar air, abu,
protein, lemak dan karbohidrat.
a. Analisis kadar air (AOAC 2005)
Analisis kadar air dilakukan dengan cara mengeringkan cawan porselen
dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam
desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian
ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak
1 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 105oC selama 8 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah
selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan
sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.
Perhitungan kadar air:
adar air

B B
B B

Keterangan :
B0 = Berat cawan kosong (gram)
B1 = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)
B2 = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)
b. Analisis kadar abu (AOAC 2005)
Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu
sekitar 105oC selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke
dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1 gram
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya
dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam
tanur pengabuan dengan suhu 600oC selama 2 jam. Cawan dimasukkan di dalam
desikator dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar abu:
adar abu

bobot setelah tanur g ca an kosong
berat sampel a al

c. Analisis kadar protein (AOAC 2005)
Analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.
Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel
ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl
100 mL, lalu ditambahkan 0,25 gram selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel
didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu

6
didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades
dan 20 mL NaOH 40%, kemudian destilasi dengan suhu destilator 100oC. Hasil
destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL
asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red
yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan
berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian
dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume
titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.
Perhitungan kadar protein:
adar protein

m

l m blanko

l
,
faktor koreksi
mg contoh

,

d. Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring. Kedua
ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke
dalam selongsong lemak. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam
labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan
tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung
Sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana). Kemudian dilakukan
refluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga
semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di
ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu
lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C, setelah
itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).
Perhitungan kadar lemak:
adar lemak
Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)
W2 = Berat labu lemak kosong (gram)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
e. Analisis karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu:
100% - (kadar air + abu + protein + lemak).
2. Analisis daya cerna protein
Prinsip analisis daya cerna protein secara in vitro adalah mengukur kadar
protein yang tidak tercerna oleh enzim pada kondisi yang menyerupai
metabolisme tubuh ketika mencerna makanan. Sebanyak 250 mg sampel
dimasukan dalam erlenmeyer 50 mL, ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak 15 mL
yang mengandung 1,5 g enzim pepsin, dikocok pada kecepatan rendah dan suhu
37°C selama 3 jam dengan waterbath shaker. Larutan tersebut dinetralkan dengan
NaOH 0,5 N, ditambahkan 4 mg enzim pankreatin didalam 7,5 mL larutan bufer
fosfat 0,2 M dengan pH 8,0 yang mengandung natrium azida 0,005 M. Larutan
yang diperoleh tersebut dikocok pada kecepatan rendah dan suhu 37°C selama
24 jam dengan waterbath shaker, kemudian disaring menggunakan kertas saring.

7
Kandungan protein sampel yang menempel dikertas saring dianalisis dengan
metode Kjeldahl (AOAC 2005). Daya cerna protein in vitro dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
aya cerna protein

total protein protein tidak tercerna
total protein

3. Analisis asam amino
Analisis asam amino dilakukan menggunakan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) dengan memanfaatkan reaksi pra kolom gugus amino,
yaitu pereaksi ortoftalaldehida (OPA). Pereaksi ortoftalaldehida (OPA) akan
bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa, mengandung
merkaptoetanol membentuk senyawa yang berflouresensi sehingga dapat dideteksi
dengan detektor flouresensi. Asam amino yang dianalisis mencakup 15 jenis asam
amino. Asam amino yang tidak dianalisis antara lain triptofan, prolin, sistein,
asparagin dan glutamin. Asam amino triptofan tidak dianalisis karena
membutuhkan proses hidrolisis basa pada tahap preparasi sampel. Asam amino
prolin, sistein, asparagin dan glutamin tidak dianalisis karena menggunakan reaksi
derivatisasi post kolom. Proses analisis asam amino menggunakan HPLC adalah
(a) Preparasi sampel
Kadar protein sampel ditentukan terlebih dahulu dengan metode Kjeldahl.
Sampel yang mengandung 3 mg protein dimasukan dalam tabung ulir,
ditambahkan 2 mL HCl 6 N dan dialiri gas N2, kemudian ditutup. Sampel tersebut
dihidrolisis dalam oven bersuhu 110°C selama 24 jam lalu disaring menggunakan
kaca masir. Sampel tersebut dipindahkan ke labu rotary evaporator untuk
dikeringkan, kemudian ditambah dengan HCl 0,01 N dan ditera sampai 25 mL.
Sampel kemudian disaring dengan kertas milipore filter No. 45.
(b) Analisis asam amino dengan HPLC
Larutan bufer kalium borat pH 10,4 ditambahkan ke dalam sampel yang
telah dikeringkan dengan perbandingan 1:1 sehingga diperoleh larutan sampel
yang siap dianalisis. Larutan sampel tersebut dicampur dengan pereaksi
ortoftalaldehida (OPA) dengan perbandingan 1:2. Hal yang sama juga dilakukan
terhadap larutan standar asam amino. Larutan yang telah tercampur (baik sampel
maupun standar) didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung
sempurna. Larutan standar dan sampel diinjeksikan ke dalam kolom HPLC
sebanyak
μ , lalu ditunggu sampai pemisahan semua asam amino selesai.
Kondisi alat HPLC pada saat dilakukan analisis :
Kolom
: Ultra techspere
Fase mobil
: Larutan A (Na-Asetat, Na-EDTA, metanol, THF) dan larutan B
(metanol 95%, akuades) dengan gradient yang disajikan pada
Tabel 1.
Detektor
: Fluoresensi
onsentrasi asam amino μmol dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:
onsentrasi AA mol

luas puncak sampel
luas puncak standar

8
Persen asam amino dalam sampel dapat dihitung dengan rumus :
mol AA Mr AA
AA
g sampel
Tabel 1 Elusi gradient pada metode HPLC
Laju aliran fase
Waktu (menit)
% larutan B
mobil (ml/menit)
0
1
0
1
1
0
2
1
20
5
1
20
13
1
45
15
1
45
18
1
80
19
1
100
26
1
100
28
1
0
35
1
0

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Jeroan Ikan Kakap Putih
Rendemen merupakan bagian dari suatu bahan baku yang dapat diambil dan
dimanfaatkan. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk
mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu bahan atau produk. Rendemen
jeroan ikan kakap putih dapat disajikan dalam Gambar 2.
lambung
usus 6.63%
6.83%

hati
24.33%

limfa
0.82%

lemak
61,38%

Gambar 2 Rendemen jeroan ikan kakap putih
Gambar 2 menunjukkan bahwa rendemen jeroan ikan memiliki persentasi
bagian tertinggi adalah lemak yakni 61,38%, diikuti dengan bagian lainnya
misalnya hati, lambung, limfa dan usus yakni 24,33%; 6,63%; 0,82% dan 6,38%.
Menurut Bhaskar et al. (2008) tingginya komponen lemak dalam jeroan ikan
kakap putih dapat menghambat proses hidrolisis dan mempengaruhi daya simpan

9
produk. Oleh karena itu, komponen lemak tidak digunakan sedangkan komponen
lain seperti hati, lambung, limfa dan usus digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan hidrolisat protein.
Komposisi Kimia Jeroan Ikan Kakap Putih
Komposisi kimia suatu bahan pangan dapat menentukan kandungan gizi
bahan pangan yang meliputi air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut
Winarno (2008) komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan pangan
menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan tersebut untuk
memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan makhluk hidup. Komposisi kimia
bahan pangan ditentukan dengan analisis proksimat. Komposisi kimia jeroan ikan
kakap putih seperti disajikan pada Tabel 2.

Komposisi

Kadar air %
Kadar protein %
Kadar lemak %
Kadar abu %
Karbohidrat %

Tabel 2 Komposisi kimia beberapa jeroan ikan
Jeroan ikan kakap putih
Jeroan ikan
Jeroan ikan
a
(Lates calcarifer)
tongkol
Catla (Catla
catla)b
Basis basah Basis kering Basis
Basis Basis Basis
basah
kering basah kering
63,66 ±0,28
75,09
76,25 11,34 ±0,03 31,20±0,33
16,72
67,12
8,52 35,87
22,33 ±1,22 61,44±1,22
0,87
3,49 12,46 52,46
0,40 ±0,40
1,10±0,40
0,87
3,49
2,50 10,52
2,18 ±1,51
5,99±1,51
6,45
25,89
0,27
1,13

Sumber: aSuhandana (2010); bBhaskar et al. (2008)

Kadar protein jeroan ikan kakap putih adalah 11,34%±0,03. Kadar protein
pada produk perikanan termasuk tinggi jika mengandung protein 15-20%
(Hidayat 2005). Protein jeroan ikan kakap putih tergolong cukup tinggi jika
dibandingkan dengan jeroan ikan Catla yakni 8,52%, namun cenderung lebih
rendah bila dibandingkan dengan jeroan ikan tongkol yakni 16,72%. Jeroan ikan
kakap putih dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan hidrolisat protein.
Komposisi kadar air, abu, lemak, dan karbohidrat pada jeroan ikan kakap
putih masing-masing 63,66%±0,28; 0,40%±0,40; 22,33%±1,22; 2,18%±1,51.
Kandungan lemak yang terdapat dalam jeroan ikan kakap putih cukup tinggi yakni
22,33%±1,22. Kandungan lemak pada ikan termasuk tinggi jika mengandung
lemak >15% (Hidayat 2005). Jeroan ikan kakap putih diperoleh dari ikan kakap
putih yang dibudidaya dengan sistem keramba jaring apung. Ikan budidaya
cenderung memiliki kandungan lemak tinggi yang disebabkan oleh jenis makanan
atau pakan yang digunakan.
Pembuangan Komponen Lemak Jeroan Ikan Kakap (Deffating)
Komposisi kimia jeroan ikan kakap putih menunjukkan kandungan lemak
yang cukup tinggi yakni 22,33%±1,22. Kandungan lemak ini dapat menghambat
proses hidrolisis dan mempengaruhi daya simpan. Proses pembuangan lemak
(deffating) dilakukan dengan perlakuan suhu rendah. Bhaskar et al. (2008), proses
deffating dilakukan pada 6.000 g selama 20 menit pada suhu 85°C. Proses ini
bertujuan untuk menghilangkan lemak dan inaktivasi enzim endogenous yang

10
terdapat dalam bahan baku. Analisis proksimat jeroan ikan kakap putih setelah
proses deffating seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Analisis proksimat jeroan ikan kakap putih setelah deffating
Komposisi
Jeroan ikan kakap putih
Jeroan ikan Catla
(Lates calcarifer) deffating (Catla catla)
deffatinga
Basis basah Basis kering Basis
Basis
basah
kering
Kadar air %
68,32 ±0,11
87,33
Kadar abu %
1,04 ±0,03
3,34±0,03
1,47
11,60
Kadar protein %
7,36 ±0,32 23,23±0,32
8,44
66,61
Kadar lemak %
18,6 ±0,65 58,71±0,65
2,70
21,31
Karbohidrat %
4,68 ±0,40 14,77±0,40
0,06
0,47
a

Sumber: Bhaskar et al. (2008)

Proses deffating dapat menurunkan lemak yakni dari 61,44%±1,22 menjadi
58,71%±0,65 atau sekitar 2,95% (bk). Proses deffating pada ikan Catla dapat
menurunkan kandungan lemak sebesar 59,37% (bk) dari total lemak pada bahan
baku. Penurunan lemak yang tidak signifikan diduga disebabkan oleh proses
homogenisasi yang kurang sempurna dimana komponen usus tidak tercampur
dengan sempurna dan proses sentrifugasi yang dilakukan satu tahap. Bagian usus
sulit tercampur hal ini diduga disebabkan oleh sifat usus yang memiliki epitel
silindris sederhana yang berlendir menutupi suatu sub-mukosa. Epitel silindris
mengandung sel eosinofilik yang dibatasi oleh suatu lapisan muskularis mukosa yang
rapat dan lapisan fibroelastik (Susanto 2008). Menurut Bhaskar et al. (2008)
sentrifugasi yang dilakukan dalam proses deffating jeroan ikan Catla dilakukan
dua tahap menggunakan kecepatan dan suhu yang sama. Proses deffating pada
jeroan ikan kakap putih juga dapat menyebabkan kandungan protein menurun. Hal
ini disebabkan karena pada saat proses deffating kandungan lemak menjadi
terpisah namun pemanasan juga menyebabkan protein terlarut ikut terlarut dalam
air (Thiansilakul et al. 2007).
.
Penentuan Kondisi Terbaik Proses Hidrolisis
Pemutusan ikatan peptida pada molekul protein yang dikatalisis oleh enzim
proteolitik terjadi selama proses hidrolisis berlangsung. Persentase ikatan peptida
yang terlepas akibat proses hidrolisis dapat dinyatakan dengan derajat hidrolisis.
Penentuan kondisi terbaik hidrolisis dilakukan dengan tiga perlakuan yang
berbeda yakni konsentrasi enzim, waktu hidrolisis, dan tingkat keasaman (pH).
Penentuan kondisi terbaik dilakukan dengan menghitung nilai derajat hidrolisis
(DH) yakni perbandingan nilai nitrogen terasimilasi (N-terasimilasi) dengan total
nitrogen. Nitrogen terasimilasi merupakan jumlah produk berupa asam amino
yang dihasilkan dari pemutusan selama proses hidrolisis. Derajat hidrolisis dengan
metode titrasi formol dilakukan menggunakan formaldehid. Formaldehid yang
ditambahkan akan bereaksi dengan NH3+ dari grup protein dan melepaskan ion H+
yang equivalen dengan nitrogen (Wang et al. 2012). Derajat hidrolisis dapat
menjadi indikator keberhasilan proses hidrolisis protein. Derajat hidrolisis yang

11
semakin tinggi menunjukkan bahwa proses hidrolisis protein yang berlangsung
juga semakin baik (Hasnaliza et al. 2010).
a. Konsentrasi enzim terbaik
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya konsentrasi
(enzim/substrat). Informasi mengenai konsentrasi enzim terbaik sangat penting
untuk menentukan enzim yang dibutuhkan agar reaksi hidrolisis dapat berjalan
optimal (Whitaker 1996). Kosentrasi enzim terbaik dalam hidrolisat jeroan ikan
kakap putih seperti disajikan pada Gambar 3.
14
12.22
12

12.75

11.45

11.2

10.44

10

%DH

8
6
4
2
0
Konsentrasi 0%

Konsentrasi
0.05%

Konsentrasi
0.1%

Konsentrasi
0.15%

Konsentrasi
0.2%

Gambar 3 Nilai rata-rata derajat hidrolisis hidrolisat protein jeroan kakap
putih dengan konsentrasi enzim yang berbeda.
Derajat hidrolisis jeroan ikan kakap putih memiliki rentang dengan nilai
terendah 10,44% dan tertinggi 12,75%. Derajat tertinggi hidrolisat protein
menunjukkan kondisi terbaik hidrolisis protein yakni konsentrasi enzim papain
0,15% (b/v). Semakin besar konsentrasi enzim papain yang ditambahkan, nilai
derajat hidrolisis hidrolisat protein juga semakin besar. Namun pada konsentrasi
tertentu nilai derajat hidrolisis cenderung tetap atau tidak mengalami perubahan
yang signifikan (Nurhayati et al. 2013). Pada kondisi tersebut enzim menjadi
jenuh oleh substratnya dan tidak dapat berfungsi lebih cepat (Lehninger 1993
diacu dalam Hidayat 2005). Hal ini menjelaskan keadaan yang terjadi pada
konsentrasi enzim 0,2% yang mengalami penurunan menjadi 11,20%. Menurut
Mackie (1982) pada hidrolisis daging ikan terdapat pola yang khas yaitu
meskipun sejumlah enzim ditambahkan secara berlebih terdapat sekitar 20% dari
total nitrogen yang tidak larut.
Konsentrasi enzim terbaik juga dipengaruhi oleh jenis enzim dan aktivitas
enzim yang digunakan. Hidrolisat jeroan ikan tongkol memiliki konsentrasi enzim
terbaik 0,26% (b/v) dengan menggunakan enzim papain (3,277 U/mg)
(Nurhayati et al. 2013). Menurut Bhaskar et al. (2008) konsentrasi enzim terbaik
pada hidrolisis jeroan ikan Catla menggunakan enzim alkalase (0,6 Anson- U/g)
adalah 1,5% (b/b). Konsentrasi enzim terbaik tersebut digunakan untuk penelitian
selanjutnya.

12
b. Waktu hidrolisis terbaik
Proses hidrolisis dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, konsentrasi enzim,
suhu, pH, dan waktu (Muchtadi et al. 1992). Semakin lama waktu yang digunakan
maka proses hidrolisis berjalan lebih sempurna (Gesualdo dan Li-Chan 1999).
Waktu hidrolisis terbaik jeroan ikan kakap putih seperti disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai rata-rata derajat hidrolisis protein jeroan kakap
putih pada waktu hidrolisis yang berbeda.
Berdasarkan gambar 4, derajat hidrolisis protein jeroan ikan kakap putih
pada waktu hidrolisis yang berbeda menunjukkan bahwa derajat hidrolisis
terendah terdapat pada perlakuan waktu 2 jam yakni 14,76%, dan tertinggi pada
pelakuan waktu 4 jam yakni 23,10%. Nilai derajat hidrolisis tertinggi
menunjukkan kondisi waktu hidrolisis terbaik. Jumlah protein terhidrolisis akan
meningkat dengan meningkatnya waktu hidrolisis hingga mencapai keadaan
stasioner dan menunjukkan nilai linear (Coligan et al. 2002). Hal ini digambarkan
dengan perlakuan waktu hidrolisis 2 sampai 4 jam terjadi peningkatan nilai derajat
hidrolisis namun pada perlakuan waktu 5 jam derajat hidrolisis cenderung
menurun yakni 20,36%. Waktu hidrolisis dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan
konsentrasi enzim yang digunakan. Nurhayati et al. (2013) menyatakan bahwa
waktu hidrolisis optimum jeroan ikan tongkol yakni 3 jam dengan konsentrasi
enzim papain 3,277 U/mg. Hasil waktu hidrolisis terbaik digunakan pada tahap
selanjutnya.
c. Tingkat keasaman (pH) terbaik
Tingkat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
proses hidrolisis enzimatis. Tingkat keasaman (pH) hidrolisis ditentukan
berdasarkan jenis enzim proteolitik yang digunakan. Nilai derajat hidrolisis untuk
perlakuan tingkat kesaman (pH) seperti disajikan pada Gambar 5.

13

Gambar 5 Nilai rata-rata derajat hidrolisis protein jeroan ikan kakap putih
pada tingkat keasaman (pH) yang berbeda.
Berdasarkan nilai derajat hidrolisis dapat diketahui bahwa proses hidrolisis
jeroan ikan kakap putih memiliki nilai terendah yakni 13,99% pada perlakuan pH
5 dan tertinggi pada pH 8 yakni 18,32%. Tingkat keasaman (pH) dipengaruhi oleh
karakteristik enzim yang digunakan. Proses hidrolisis jeroan ikan kakap putih
dilakukan menggunakan enzim papain. Tingkat keasaman (pH) terbaik hidrolisis
kerang hijau yakni pada pH 6 menggunakan enzim papain (Amalia 2007). Enzim
papain memiliki kisaran nilai pH yang luas yakni pada pH 6 sampai 8, sedangkan
pH dibawah 3 atau diatas 12 dapat menyebabkan denaturasi papain secara tidak
dapat balik (irreversible) (Nurhayati et al. 2007).
Karakteristik Hidrolisat Protein Jeroan Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer)
Proses hidrolisat protein dilakukan dengan enzim papain dengan aktivitas
30 Usp/mL dengan konsentrasi enzim 0,15% (b/v), suhu 55°C, pH 8 selama4 jam.
Nilai derajat hidrolisis pada produk hidrolisat yang telah dikeringkan (freeze dry)
sebesar 20,70%. Hidrolisat yang dihasilkan memiliki beberapa karakteristik
diantaranya kandungan gizi yang terdapat dalam produk, presentasi daya cerna
dan kandungan asam amino. Analisis proksimat hidrolisat jeroan ikan kakap putih
seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Karakteristik beberapa produk hidrolisat protein
Komposisi
Hidrolisat jeroan ikan
Hidrolisat ikan Hidrolisat ikan
kakap putih (Lates
Catla a
Sturgeon b
calcarifer)
Basis basah Basis
Basis Basis Basis Basis
kering
basah kering basah kering
Kadar air %
10,82±0,84 3,85 4,45 Kadar protein % 62,85±0,72 70,47±0,72 89,06 92,62 65,82 68,88
Kadar lemak %
0,84±0,28
0,94±0,28
1,94
2,02
0,18
0,18
Kadar abu %
7,30±0,03
8,18±0,03
0,45
0,47
7,67
8,02
Karbohidrat %
18,19±1,32 20,39±1,32
4,70
4,88 21,88 22,89
b

Sumber: a Bhaskar et al. (2008); Ovissipour et al. (2009)

Kandungan air dalam produk hidrolisat kering atau bubuk sebesar
10,82%±0,84. Kandungan air dalam bubuk hidrolisat cukup besar jika

14
dibandingkan dengan kandungan air pada hidrolisat jeroan ikan catla (7,66%) dan
ikan sturgeon (4,45%). Hal ini disebabkan oleh perbedaan metode pengeringan
yang digunakan (Purbasari 2010). Kandungan air dalam bahan makanan ikut
menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan (Winarno 2008).
Proses pengeringan yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam
produk sehingga daya simpan produk hidrolisat semakin baik.
Kandungan lemak yang terdapat dalam produk hidrolisat yakni
0,84%±0,28. Kandungan lemak dalam produk hidrolisat jeroan ikan kakap putih
lebih kecil jika dibandingkan dengan hidrolisat ikan Catla. Kandungan lemak
dalam produk hidrolisat diduga dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku yang
digunakan serta proses pemisahan lemak setelah hidrolisis. Proses pemisahan
lemak setelah hidrolisis dilakukan dengan metode penyimpanan pada suhu rendah
dan proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring dan belacu. Menurut
Shahidi et al. (1995) menyatakan bahwa pada saat reaksi hidrolisis berlangsung,
membran sel akan menyatu dan membentuk gelembung yang tidak terlarut, hal
tersebut menyebabkan terlepasnya lemak pada struktur membran. Kandungan
lemak ini dapat mempengaruhi daya simpan produk hidrolisat dan kestabilan
produk terhadap oksidasi lemak (Ovissipour et al. 2008). Produk hidrolisat protein
dengan kadar lemak rendah umumnya lebih stabil dan tahan lama jika
dibandingkan dengan produk hidrolisat yang mempunyai kadar lemak yang tinggi.
Kandungan protein dalam hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih yakni
62,85%±0,72. Menurut Ovissipour et al. (2008) peningkatan kadar protein dalam
produk hidrolisat disebabkan karena selama proses hidrolisis protein yang bersifat
tidak larut dalam air berubah menjadi senyawa nitrogen yang bersifat larut dalam
air dan senyawa-senyawa yang lebih sederhana misalnya peptida dan asam amino.
Kadar abu yang terdapat dalam produk hidrolisat yakni 7,30%±0,03.
Kadar abu dalam hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih tergolong besar jika
dibandingkan dengan hidrolisat lainnya. Menurut Thiansilakul et al. (2007)
peningkatan kadar abu ini disebabkan oleh penambahan senyawa yang dapat
membentuk garam selama proses hidrolisis. Penambahan senyawa NaOH dan HCl
untuk menyesuaikan kondisi pH optimum menyebabkan terbentuknya garamgaram mineral. Kadar karbohidrat yakni 18,19%±1,32 dalam produk hidrolisat
protein ditentukan dengan metode by different. Menurut Okuzumi dn Fujii (2000)
kandungan karbohidrat dalam produk perikanan tidak mengandung serat
kebanyakan dalam bentuk glikogen dalam jumlah sedikit berupa glukosa,fruktosa,
sukrosa, dan beberapa jenis monosakarida dan disakarida.
Karakteristik mutu hidrolisat protein juga dapat dilihat dari daya cerna
protein. Daya cerna protein merupakan perbandingan jumlah nitrogen yang
terkandung dalam bahan pangan yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh
setelah proses pencernaan. Gauthier et al. (1982) menyatakan bahwa prinsip
pengukuran daya cerna protein in vitro adalah mengukur kadar protein yang tidak
tercerna oleh enzim pada kondisi yang menyerupai metabolisme tubuh ketika
mencerna makanan. Enzim yang digunakan dalam analisis daya cerna protein
in vitro dapat menggunakan satu jenis enzim maupun beberapa jenis enzim
(metode multienzim). Enzim yang digunakan yakni enzim pepsin. Daya cerna
hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih disajikan dalam Tabel 5.

15
Tabel 5 Karakteristik beberapa aplikasi hidrolisat protein
Komposisi

Hidrolisat
jeroan ikan
kakap putih
(Lates
calcarifer) (%)

Hidrolisat
protein untuk
pangan (%)a

Hidrolisat
protein untuk
pakan (%)b

Kadar air
Kadar protein
Kadar lemak
Kadar abu
Karbohidrat
Daya cerna
protein

10,82±0,84
62,85±0,72
0,84±0,28
7,30±0,03
18,19±1,32
87,03*

5,0
84,0
11,0
0,3
97,0

5,00 – 10,00
66,0 – 72,0
8,0 – 15,00
4,0 – 9,0
95,0 – 97

b

Hidrolisat
protein
untuk
flavor
enhancer
(%)c
5,0
45,0
2,0
25,0
-

c

Sumber: a Internasional Quality Ingredients (2005); California Spray Dry Co (2011); Thaddee dan Lyraz (1990)
Keterangan: *Analisis dilakukan menggunakan satu jenis enzim proteolitik

Daya cerna protein hidrolisat jeroan ikan kakap putih yakni 87,03% lebih
kecil jika dibandingkan dengan karakteristik hidrolisat komersial untuk pangan
(97%) maupun pakan (95-97%). Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan jenis
enzim selama analisis yakni enzim pepsin. Penggunaan beberapa enzim sekaligus
(multienzim) akan menghasilkan daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan
dengan satu jenis enzim saja (Gauthier et al. 1982).
Daya cerna pada hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hidrolisat kerang hijau (Mytilus viridis) (78,93%) dan ikan
selar (65,25%) namun lebih rendah jika dibandingkan dengan hidrolisat ikan lele
dumbo (98,57%) dengan menggunakan satu jenis enzim yang sama yakni enzim
pepsin (Amalia (2007); Hidayat (2005); Salamah et al. 2012). Perbedaan daya
cerna protein masing-masing hidrolisat diduga disebabkan oleh karakteristik
bahan baku yang digunakan.
Komposisi Asam Amino Hidrolisat Protein Jeroan Ikan Kakap Putih
Proses hidrolisis protein dilakukan untuk mengubah protein menjadi
bentuk yang lebih sederhana, yaitu asam amino dan peptida melalui pemutusan
ikatan peptida. Komposisi asam amino dapat dilakukan dengan metode HPLC.
Kualitas protein dapat ditentukan berdasarkan kandungan asam amino esensial
yang menyusunnya (Damodaran 1996). Kirk dan Othmer (1953) diacu dalam
Purbasari (2008) menyatakan bahwa hidrolisis yang berjalan sempurna akan
menghasilkan hidrolisat yang terdiri dari campuran 18-20 macam asam amino.
Asam amino dikategorikan dalam dua macam yakni asam amino essensial dan
non essensial. Komponen asam amino hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih
dapat disajikan pada Tabel 6.

16
Tabel 6 Komposisi asam amino beberapa produk hidrolisat protein
Hidrolisat
Hidrolisat
Hidrolisat
jeroan ikan
jeroan ikan
jeroan ikan
Asam amino
a
kakap putih
Catla
Sturgeonb
Asam amino
esensial
4,79
5,79
Valina
3,32
7,17
7,13
Leusina
5,31
3,60
3,80
Isoleusina
3,21
2,02
10,03
Metionina
1,86
4,02
3,50
Treonina
3,08
2,06
2,08
Histidina
1,38
7,07
6,80
Lisina
5,88
10,82
7,28
Arginina
4,12
3,53
3,14
Fenilalanina
2,85
2,57
2,34
Tirosin
2,33
Asam
amino
non esensial
8,50
8,30
Asam aspartat
6,99
15,01
13,70
Asam glutamat
10,75
4,34
4,20
Serin
2,17
10,99
5,40
Glisin
2,93
7,04
6,30
Alanin
3,91
Sumber: a Bhaskar et al. (2008); bOvissipour et al. (2009)

Berdasarkan tabel 6 dapat diketahui bahwa terdapat 15 jenis asam amino
yang terdeteksi dalam produk hidrolisat. Jenis asam amino yang memiliki nilai
persentase tertinggi yakni asam glutamat (10,75%). Asam amino dengan nilai
persentase terendah yakni histidin (1,38%). Asam glutamat merupakan jenis asam
amino yang paling banyak terdapat dalam produk perikanan dan berperan sebagai
pembentuk cita rasa. Kandungan asam glutamat menunjukkan persentase tertinggi
pada hidrolisat ikan Catla yakni 15,01% dan hidrolisat ikan Sturgeon 13,70%
(Bhaskar et al. (2008); Ovissipour et al. (2009)). Kandungan asam amino esensial
yang terdapat dalam hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih jika dibandingkan
dengan persentase asam amino dalam protein sumber tergolong cukup besar.
Menurut Bhaskar et al. (2008) hidrolisat dapat dijadikan sebagai sumber protein
pakan ikan dengan kandungan komponen asam amino esensial minimal 30% dari
komponen jenis asam amino. Asam amino esensial yang terdapat dalam hidrolisat
jeroan ikan kakap putih adalah 55,48% dari total asam amino yang dianalisis.

17
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih memiliki kondisi hidrolisis
terbaik pada kosentrasi enzim 0,15%, pH 8, dan suhu 55°C dengan waktu
hidrolisis selama 4 jam dengan nilai derajat hidrolisis sebesar 20,70%.
Karakteristik hidrolisat protein jeroan ikan kakap putih memiliki komposisi
proksimat kadar air (10,82%±0,84), kadar prote