Pengembangan Perikanan Kakap Putih (Lates calcarifer) di Kabupaten Mimika

(1)

No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Inflow 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 21.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 25.820.000 Porsi Pendapatan Pemilik 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000

Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 2.000.000 0 0 0 0 6.500.000

Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.500.000

Alat Tangkap 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mesin Pendorong 0 0 0 0 2.000.000 0 0 0 0 4.000.000

Perlengkapan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Outflow 21.500.000 5.600.000 12.096.489 10.596.489 12.096.489 20.596.489 12.096.489 10.596.489 12.096.489 10.596.489 10.596.489

Investasi 21.500.000 0 1.500.000 0 1.500.000 10.000.000 1.500.000 0 1.500.000 0 0

Perahu 10.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Alat Tangkap 500.000 0 500.000 0 500.000 0 500.000 0 500.000 0 0

Mesin Pendorong 10.000.000 0 0 0 0 10.000.000 0 0 0 0 0

Perlengkapan 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Operasional 0 5.600.000 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489

Biaya Operasional Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Perawatan 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2,.00.000 2.500.000 2.500.000 Penyusutan 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 Pengembalian Pinjaman 0 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 3 Laba Bersih Sebelum Pajak -21.500.000 13.720.000 7.223.511 8.723.511 7.223.511 723.511 7.223.511 8.723.511 7.223.511 8.723.511 15.223.511

4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(2)

1. Perkiraan arus uang (cash flow) perikanan jaring insang (gillnet)

No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Inflow 27.800.000 27.800.000 27.800.000 27.800.000 32.800.000 27.800.000 27.800.000 27.800.000 27.800.000 42.100.000 Porsi Pendapatan Pemilik 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 Nilai Sisa Modal 200.000 200.000 200.000 200.000 5.200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 14.500.000

Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.500.000

Alat Tangkap 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 2.000.000

Mesin Pendorong 0 0 0 0 5.000.000 0 0 0 0 10.000.000

Perlengkapan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Outflow 28.000.000 9.750.000 17.257.055 16.257.055 17.257.055 31.257.055 17.257.055 16.257.055 17.257.055 16.257.055 14.257.055 Investasi 28.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 17.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 0

Perahu 10.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Alat Tangkap 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 0

Mesin Pendorong 15.000.000 0 0 0 0 15.000.000 0 0 0 0 0

Perlengkapan 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Operasional 0 7.750.000 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055

Biaya Operasional Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Perawatan 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 Penyusutan 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 Pengembalian Pinjaman 0 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 3 Laba Bersih Sebelum Pajak -28.000.000 18.050.000 10.542.945 11.542.945 10.542.945 1.542.945 10.542.945 11.542.945 10.542.945 11.542.945 27.842.945

4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(3)

1. Perikanan jaring insang (gillnet)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan

1 Investasi 28.000.000 7.700.000 5.050.000

Perahu Rp. 10.000.000 0 10.000.000 10 2.500.000 750.000

Alat Tangkap Rp. 2.000.000 0 2.000.000 2 200000 1.800.000

Mesin Pendorong Rp. 15.000.000 0 15.000.000 5 5.000.000 2.000.000

Perlengkapan Rp. 1.000.000 0 1.000.000 2 0 500.000

2 Biaya Modal Kerja Rp. 0 0 0 0 0 0

Total Investasi Rp. 28.000.000

2. Perikanan pancing ulur (handline)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan

1 Investasi 21.500.000 3.100.000

Perahu Rp. 10.000.000 0 10.000.000 10 2.500.000 750.000

Alat Tangkap Rp. 500.000 0 500.000 2 0 250.000

Mesin Pendorong Rp. 10.000.000 0 10.000.000 5 2.000.000 1.600.000

Perlengkapan Rp. 1.000.000 0 1.000.000 2 0 500.000

2 Biaya Modal Kerja Rp. 0 0 0


(4)

Lampiran 9 (lanjutan)

3. Nilai gabungan Alternatif Strategi Kebijakan terhadap Pengembangan Perikanan Kakap putih di Kabupaten Mimika

Lowest Level PNKAP MPKAP MPP MSARPRA MATJUT Model Weights

Usaha penangkapan berkelanjutan 0,268 0,156 0,135 0,103 0,338 0,111

Hasil tangkapan tinggi 0,368 0,147 0,103 0,189 0,193 0,111

Keuntungan usaha maksimal 0,243 0,276 0,202 0,098 0,181 0,111

Kesejahteraan nelayan meningkat 0,211 0,275 0,173 0,211 0,13 0,111

Potensi SDI lestari 0,242 0,175 0,072 0,083 0,428 0,111

Mutu ikan baik 0,299 0,076 0,137 0,24 0,248 0,111

Pemasaran dan harga terjamin 0,177 0,129 0,277 0,19 0,227 0,111

Lapangan kerja meningkat 0,244 0,152 0,166 0,26 0,178 0,111

PAD meningkat 0,22 0,26 0,238 0,181 0,101 0,111

Results 0,252 0,183 0,167 0,173 0.225

Keterangan :

PNKAP = Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku MPKAP = Meningkatkan produksi kakap putih

MPP = Meningkatkan potensi pasar

MSARPRA = Meningkatkan sarana dan prasarana


(5)

2. Nilai gabungan Tujuan terhadap Pengembangan Perikanan Kakap putih di Kabupaten Mimika

Lowest Level UPB HTT KUM KNN PSL MIB PHT LKM PAD M Model Weights

Potensi SDI 0,168 0,156 0,085 0,18 0,072 0,051 0,15 0,094 0,044 0,111

Sarana & Prasarana 0,126 0,104 0,103 0,18 0,037 0,123 0,093 0,178 0,056 0,111

Potensi SDM 0,196 0,165 0,101 0,152 0,054 0,097 0,061 0,146 0,027 0,111

Peluang Pasar 0,156 0,076 0,173 0,176 0,039 0,055 0,199 0,085 0,041 0,111

Adopsi Teknologi 0,148 0,21 0,072 0,181 0,06 0,094 0,035 0,177 0,023 0,111

Ukuran catch 0,134 0,084 0,207 0,187 0,07 0,095 0,143 0,053 0,028 0,111

Produksi catch 0,103 0,071 0,177 0,246 0,075 0,074 0,159 0,044 0,052 0,111

Aspek kelembagaan 0,135 0,042 0,166 0,196 0,042 0,059 0,211 0,114 0,036 0,111

Unit penangkpn ikan 0,203 0,198 0,075 0,164 0,05 0,047 0,052 0,18 0,03 0,111

Results 0,152 0,123 0,129 0,185 0,056 0,077 0,123 0,119 0,037

Keterangan :

UPB = Usaha penangkapan berkelanjutan HTT = Hasil tangkapan tinggi

KUM = Keuntungan usaha maksimal KNN = Kesejahteraan nelayan meningkat PSL = Potensi sumberdaya ikan lestari MIB = Mutu ikan baik

PHT = Pemasaran dan harga terjamin LKM = Lapangan kerja meningkat PAD M = PAD meningkat


(6)

Lampiran 9 Hasil Analisis Hirarki Proses (AHP)

1. Nilai gabungan Aktor dan Faktor terhadap Pengembangan Perikanan Kakap putih di Kabupaten Mimika

Lowest Level P. SDI SP P. SDM PP AT UHT PHT AK UP Model

Nelayan 0,044 0,103 0,052 0,171 0,076 0,048 0,276 0,067 0,163 0,484

Pengusaha Perikanan 0,077 0,112 0,064 0,231 0,036 0,105 0,238 0,028 0,109 0,155

Pedagang Ikan 0,103 0,076 0,038 0,198 0,028 0,158 0,286 0,033 0,080 0,134

Dinas Perikanan 0,091 0,275 0,123 0,181 0,081 0,031 0,090 0,059 0,067 0,228

Results 0,068 0,140 0,068 0,186 0,065 0,067 0,229 0,055 0,122

Keterangan :

P SDI = Potensi SDI

SP = Sarana dan Prasarana P SDM = Potensi SDM

PP = Peluang Pasar

AT = Adopsi Teknologi UHT = Ukuran Hasil Tangkapan PHT = Produksi Hasil Tangkapan

AK = Aspek Kelembagaan


(7)

5. Aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi

5.1 Penilaian aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan urutan prioritas Jenis Alat V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4)

Jaring insang 0 2 2 4

Pancing ulur 2 0 1 0

Keterangan :

V1(X1) = aspek biologi V2(X2) = aspek teknis V3(X3) = aspek sosial V3(X3) = aspek ekonomi

5.2 Standardisasi nilai aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 0 1 1 1 3 I

Pancing ulur 1 0 0 0 1 II

Jaring insang 0 2 0 0 ) ( 1

1 X =

V = 0

1 2 1 2 ) ( 3

3 X =

V = 1

0 2 0 2 ) ( 2

2 X =

V = 1

0 4 0 4 ) ( 4

4 X =

V = 1

Pancing ulur 0 2 0 2 ) ( 1

1 X =

V = 1

1 2 1 1 ) ( 3

3 X =

V = 0

0 2 0 0 ) ( 2

2 X =

V = 0

0 4 0 0 ) ( 4

4 X =


(8)

Lampiran 8 (lanjutan) 4. Aspek ekonomi

4.1 Penilaian aspek ekonomi dan urutan prioritas

Jenis Alat X1 UP X2 UP X3 UP X4 UP

Jaring insang 26,26 I 1,93 I 43,99 I 55,20 I Pancing ulur 16,88 II 1,79 II 40,98 II 38,64 II Keterangan:

X1 = NPV (Rp. Juta) X2 = Net B/C

X3 = IRR (%)

X4 = Pendapatan nelayan (Rp.1.000.000/tahun) UP = Urutan prioritas

4.2 Standardisasi nilai aspek ekonomi dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 1 1 1 1 4 I

Pancing ulur 0 0 0 0 0 II

Jaring insang 88 , 16 26 , 26 88 , 16 26 , 26 ) ( 1

1 X =

V = 1

79 , 1 93 , 1 79 , 1 93 , 1 ) ( 2

2 X =

V = 1

98 , 40 99 , 43 98 , 40 99 , 43 ) ( 3

3 X =

V = 1

64 , 38 20 , 55 64 , 38 20 , 55 ) ( 4

4 X =

V = 1

Pancing ulur 88 , 16 26 , 26 88 , 16 88 , 16 ) ( 1

1 X =

V = 0

79 , 1 93 , 1 79 , 1 79 , 1 ) ( 2

2 X =

V = 0

98 , 40 99 , 43 98 , 40 98 , 40 ) ( 3

3 X =

V = 0

64 , 38 20 , 55 64 , 38 64 , 38 ) ( 4

4 X =


(9)

3. Aspek sosial

3.1 Penilaian aspek sosial dan urutan prioritas

Jenis Alat X1 UP X2 UP

Jaring insang 3 I 5 I

Pancing ulur 3 I 3 II

Keterangan :

X1 = Jumlah tenaga kerja per unit penangkapan (orang) X2 = Penerimaan nelayan terhadap alat tangkap (skor) UP = Urutan prioritas

3.2 Standardisasi nilai aspek teknis dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 1 1 2 I

Pancing ulur 1 0 1 II

Jaring insang

3 3

3 3 ) ( 1

1 X =

V = 1

3 5

3 5 ) ( 2

2 X =

V = 1

Pancing ulur

3 3

3 3 ) ( 1

1 X =

V = 1

3 3

3 3 ) ( 2

2 X =


(10)

Lampiran 8 (lanjutan) 2. Aspek teknis

2.1 Penilaian aspek teknis dan urutan prioritas

Jenis Alat X1 UP X2 UP

Jaring insang 60 I 20 I

Pancing ulur 40 II 13,02 II

Keterangan :

X1 = Produksi per trip (kg/trip)

X2 = Produksi per tenaga kerja per trip (kg/trip/tk) UP = Urutan prioritas

2.2 Standardisasi nilai aspek teknis dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 1 1 2 I

Pancing ulur 0 0 0 II

Jaring insang 40 60 40 60 ) ( 1

1 X =

V = 1

02 , 13 20 02 , 13 20 ) ( 2

2 X =

V = 1

Pancing ulur 40 60 40 40 ) ( 1

1 X =

V = 0

02 , 13 20 02 , 13 02 , 13 ) ( 2

2 X =


(11)

No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Inflow 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 21.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 25.820.000 Porsi Pendapatan Pemilik 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000 19.320.000

Nilai Sisa Modal 0 0 0 0 2.000.000 0 0 0 0 6.500.000

Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.500.000

Alat Tangkap 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mesin Pendorong 0 0 0 0 2.000.000 0 0 0 0 4.000.000

Perlengkapan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Outflow 21.500.000 5.600.000 12.096.489 10.596.489 12.096.489 20.596.489 12.096.489 10.596.489 12.096.489 10.596.489 10.596.489

Investasi 21.500.000 0 1.500.000 0 1.500.000 10.000.000 1.500.000 0 1.500.000 0 0

Perahu 10.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Alat Tangkap 500.000 0 500.000 0 500.000 0 500.000 0 500.000 0 0

Mesin Pendorong 10.000.000 0 0 0 0 10.000.000 0 0 0 0 0

Perlengkapan 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Operasional 0 5.600.000 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489 10.596.489

Biaya Operasional Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Perawatan 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2,.00.000 2.500.000 2.500.000 Penyusutan 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 3.100.000 Pengembalian Pinjaman 0 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 4.996.489 3 Laba Bersih Sebelum Pajak -21.500.000 13.720.000 7.223.511 8.723.511 7.223.511 723.511 7.223.511 8.723.511 7.223.511 8.723.511 15.223.511

4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(12)

1. Perkiraan arus uang (cash flow) perikanan jaring insang (gillnet)

No Uraian 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Inflow 27.800.000 27.800.000 27.800.000 27.800.000 32.800.000 27.800.000 27.800.000 27.800.000 27.800.000 42.100.000 Porsi Pendapatan Pemilik 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 27.600.000 Nilai Sisa Modal 200.000 200.000 200.000 200.000 5.200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 14.500.000

Perahu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.500.000

Alat Tangkap 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 200.000 2.000.000

Mesin Pendorong 0 0 0 0 5.000.000 0 0 0 0 10.000.000

Perlengkapan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

2 Outflow 28.000.000 9.750.000 17.257.055 16.257.055 17.257.055 31.257.055 17.257.055 16.257.055 17.257.055 16.257.055 14.257.055 Investasi 28.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 17.000.000 3.000.000 2.000.000 3.000.000 2.000.000 0

Perahu 10.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Alat Tangkap 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 0

Mesin Pendorong 15.000.000 0 0 0 0 15.000.000 0 0 0 0 0

Perlengkapan 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 1.000.000 0 0

Lain - Lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Operasional 0 7.750.000 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055 14.257.055

Biaya Operasional Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Bagi Hasil Nelayan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya Perawatan 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 2.700.000 Penyusutan 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 5.050.000 Pengembalian Pinjaman 0 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 6.507.055 3 Laba Bersih Sebelum Pajak -28.000.000 18.050.000 10.542.945 11.542.945 10.542.945 1.542.945 10.542.945 11.542.945 10.542.945 11.542.945 27.842.945

4 Pajak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0


(13)

1. Perikanan jaring insang (gillnet)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan

1 Investasi 28.000.000 7.700.000 5.050.000

Perahu Rp. 10.000.000 0 10.000.000 10 2.500.000 750.000

Alat Tangkap Rp. 2.000.000 0 2.000.000 2 200000 1.800.000

Mesin Pendorong Rp. 15.000.000 0 15.000.000 5 5.000.000 2.000.000

Perlengkapan Rp. 1.000.000 0 1.000.000 2 0 500.000

2 Biaya Modal Kerja Rp. 0 0 0 0 0 0

Total Investasi Rp. 28.000.000

2. Perikanan pancing ulur (handline)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir Umur Ekonomis Nilai Sisa Penyusutan

1 Investasi 21.500.000 3.100.000

Perahu Rp. 10.000.000 0 10.000.000 10 2.500.000 750.000

Alat Tangkap Rp. 500.000 0 500.000 2 0 250.000

Mesin Pendorong Rp. 10.000.000 0 10.000.000 5 2.000.000 1.600.000

Perlengkapan Rp. 1.000.000 0 1.000.000 2 0 500.000

2 Biaya Modal Kerja Rp. 0 0 0


(14)

Lampiran 9 (lanjutan)

3. Nilai gabungan Alternatif Strategi Kebijakan terhadap Pengembangan Perikanan Kakap putih di Kabupaten Mimika

Lowest Level PNKAP MPKAP MPP MSARPRA MATJUT Model Weights

Usaha penangkapan berkelanjutan 0,268 0,156 0,135 0,103 0,338 0,111

Hasil tangkapan tinggi 0,368 0,147 0,103 0,189 0,193 0,111

Keuntungan usaha maksimal 0,243 0,276 0,202 0,098 0,181 0,111

Kesejahteraan nelayan meningkat 0,211 0,275 0,173 0,211 0,13 0,111

Potensi SDI lestari 0,242 0,175 0,072 0,083 0,428 0,111

Mutu ikan baik 0,299 0,076 0,137 0,24 0,248 0,111

Pemasaran dan harga terjamin 0,177 0,129 0,277 0,19 0,227 0,111

Lapangan kerja meningkat 0,244 0,152 0,166 0,26 0,178 0,111

PAD meningkat 0,22 0,26 0,238 0,181 0,101 0,111

Results 0,252 0,183 0,167 0,173 0.225

Keterangan :

PNKAP = Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku MPKAP = Meningkatkan produksi kakap putih

MPP = Meningkatkan potensi pasar

MSARPRA = Meningkatkan sarana dan prasarana


(15)

2. Nilai gabungan Tujuan terhadap Pengembangan Perikanan Kakap putih di Kabupaten Mimika

Lowest Level UPB HTT KUM KNN PSL MIB PHT LKM PAD M Model Weights

Potensi SDI 0,168 0,156 0,085 0,18 0,072 0,051 0,15 0,094 0,044 0,111

Sarana & Prasarana 0,126 0,104 0,103 0,18 0,037 0,123 0,093 0,178 0,056 0,111

Potensi SDM 0,196 0,165 0,101 0,152 0,054 0,097 0,061 0,146 0,027 0,111

Peluang Pasar 0,156 0,076 0,173 0,176 0,039 0,055 0,199 0,085 0,041 0,111

Adopsi Teknologi 0,148 0,21 0,072 0,181 0,06 0,094 0,035 0,177 0,023 0,111

Ukuran catch 0,134 0,084 0,207 0,187 0,07 0,095 0,143 0,053 0,028 0,111

Produksi catch 0,103 0,071 0,177 0,246 0,075 0,074 0,159 0,044 0,052 0,111

Aspek kelembagaan 0,135 0,042 0,166 0,196 0,042 0,059 0,211 0,114 0,036 0,111

Unit penangkpn ikan 0,203 0,198 0,075 0,164 0,05 0,047 0,052 0,18 0,03 0,111

Results 0,152 0,123 0,129 0,185 0,056 0,077 0,123 0,119 0,037

Keterangan :

UPB = Usaha penangkapan berkelanjutan HTT = Hasil tangkapan tinggi

KUM = Keuntungan usaha maksimal KNN = Kesejahteraan nelayan meningkat PSL = Potensi sumberdaya ikan lestari MIB = Mutu ikan baik

PHT = Pemasaran dan harga terjamin LKM = Lapangan kerja meningkat PAD M = PAD meningkat


(16)

Lampiran 9 Hasil Analisis Hirarki Proses (AHP)

1. Nilai gabungan Aktor dan Faktor terhadap Pengembangan Perikanan Kakap putih di Kabupaten Mimika

Lowest Level P. SDI SP P. SDM PP AT UHT PHT AK UP Model

Nelayan 0,044 0,103 0,052 0,171 0,076 0,048 0,276 0,067 0,163 0,484

Pengusaha Perikanan 0,077 0,112 0,064 0,231 0,036 0,105 0,238 0,028 0,109 0,155

Pedagang Ikan 0,103 0,076 0,038 0,198 0,028 0,158 0,286 0,033 0,080 0,134

Dinas Perikanan 0,091 0,275 0,123 0,181 0,081 0,031 0,090 0,059 0,067 0,228

Results 0,068 0,140 0,068 0,186 0,065 0,067 0,229 0,055 0,122

Keterangan :

P SDI = Potensi SDI

SP = Sarana dan Prasarana P SDM = Potensi SDM

PP = Peluang Pasar

AT = Adopsi Teknologi UHT = Ukuran Hasil Tangkapan PHT = Produksi Hasil Tangkapan

AK = Aspek Kelembagaan


(17)

5. Aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi

5.1 Penilaian aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan urutan prioritas Jenis Alat V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4)

Jaring insang 0 2 2 4

Pancing ulur 2 0 1 0

Keterangan :

V1(X1) = aspek biologi V2(X2) = aspek teknis V3(X3) = aspek sosial V3(X3) = aspek ekonomi

5.2 Standardisasi nilai aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 0 1 1 1 3 I

Pancing ulur 1 0 0 0 1 II

Jaring insang 0 2 0 0 ) ( 1

1 X =

V = 0

1 2 1 2 ) ( 3

3 X =

V = 1

0 2 0 2 ) ( 2

2 X =

V = 1

0 4 0 4 ) ( 4

4 X =

V = 1

Pancing ulur 0 2 0 2 ) ( 1

1 X =

V = 1

1 2 1 1 ) ( 3

3 X =

V = 0

0 2 0 0 ) ( 2

2 X =

V = 0

0 4 0 0 ) ( 4

4 X =


(18)

Lampiran 8 (lanjutan) 4. Aspek ekonomi

4.1 Penilaian aspek ekonomi dan urutan prioritas

Jenis Alat X1 UP X2 UP X3 UP X4 UP

Jaring insang 26,26 I 1,93 I 43,99 I 55,20 I Pancing ulur 16,88 II 1,79 II 40,98 II 38,64 II Keterangan:

X1 = NPV (Rp. Juta) X2 = Net B/C

X3 = IRR (%)

X4 = Pendapatan nelayan (Rp.1.000.000/tahun) UP = Urutan prioritas

4.2 Standardisasi nilai aspek ekonomi dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2) V3(X3) V4(X4)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 1 1 1 1 4 I

Pancing ulur 0 0 0 0 0 II

Jaring insang 88 , 16 26 , 26 88 , 16 26 , 26 ) ( 1

1 X =

V = 1

79 , 1 93 , 1 79 , 1 93 , 1 ) ( 2

2 X =

V = 1

98 , 40 99 , 43 98 , 40 99 , 43 ) ( 3

3 X =

V = 1

64 , 38 20 , 55 64 , 38 20 , 55 ) ( 4

4 X =

V = 1

Pancing ulur 88 , 16 26 , 26 88 , 16 88 , 16 ) ( 1

1 X =

V = 0

79 , 1 93 , 1 79 , 1 79 , 1 ) ( 2

2 X =

V = 0

98 , 40 99 , 43 98 , 40 98 , 40 ) ( 3

3 X =

V = 0

64 , 38 20 , 55 64 , 38 64 , 38 ) ( 4

4 X =


(19)

3. Aspek sosial

3.1 Penilaian aspek sosial dan urutan prioritas

Jenis Alat X1 UP X2 UP

Jaring insang 3 I 5 I

Pancing ulur 3 I 3 II

Keterangan :

X1 = Jumlah tenaga kerja per unit penangkapan (orang) X2 = Penerimaan nelayan terhadap alat tangkap (skor) UP = Urutan prioritas

3.2 Standardisasi nilai aspek teknis dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 1 1 2 I

Pancing ulur 1 0 1 II

Jaring insang

3 3

3 3 ) ( 1

1 X =

V = 1

3 5

3 5 ) ( 2

2 X =

V = 1

Pancing ulur

3 3

3 3 ) ( 1

1 X =

V = 1

3 3

3 3 ) ( 2

2 X =


(20)

Lampiran 8 (lanjutan) 2. Aspek teknis

2.1 Penilaian aspek teknis dan urutan prioritas

Jenis Alat X1 UP X2 UP

Jaring insang 60 I 20 I

Pancing ulur 40 II 13,02 II

Keterangan :

X1 = Produksi per trip (kg/trip)

X2 = Produksi per tenaga kerja per trip (kg/trip/tk) UP = Urutan prioritas

2.2 Standardisasi nilai aspek teknis dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 1 1 2 I

Pancing ulur 0 0 0 II

Jaring insang 40 60 40 60 ) ( 1

1 X =

V = 1

02 , 13 20 02 , 13 20 ) ( 2

2 X =

V = 1

Pancing ulur 40 60 40 40 ) ( 1

1 X =

V = 0

02 , 13 20 02 , 13 02 , 13 ) ( 2

2 X =


(21)

Mimika. 1. Aspek biologi

1.1 Penilaian aspek biologi dan urutan prioritas

Jenis Alat X1 UP X2 UP

Jaring insang 4,5 II 40 II

Pancing ulur 6 I 70 I

Keterangan :

X1 = Ukuran ikan yang tertangkap (kg/ekor) X2 = Jumlah hasil tangkapan ikan target (%) UP = Urutan prioritas

1.2 Standardisasi nilai aspek biologi dan urutan prioritas Kriteria

Jenis Alat

V1(X1) V2(X2)

V(X) Urutan Prioritas

Jaring insang 0 0 0 II

Pancing ulur 1 1 2 I

0 1 0 ) ( X X X X X V = = = n i Xi Vi A V 1 ) ( ) ( i = 1,2,3 ....n

Jaring insang 5 , 4 6 5 , 4 5 , 4 ) ( 1

1 X =

V = 0

40 70 40 40 ) ( 2

2 X =

V = 0

Pancing ulur 5 , 4 6 5 , 4 6 ) ( 1

1 X =

V = 1

40 70 40 70 ) ( 2

2 X =


(22)

Lampiran 7 (lanjutan)

7. Pembiayaan operasional nelayan jaring insang (gillnet)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir

1 Biaya Operasional Nelayan

Oli Rp./trip 5.000 0 5.000

Premium Rp./trip 15.000 0 15.000

Konsumsi Rp./trip 10.000 0 10.000

Sub Total Rp./trip 30.000

2 Biaya Operasional Tahunan

Biaya Operasional Rp./tahun 3.600.000

Biaya Retribusi Rp./tahun 0

Total Biaya Operasional Rp./tahun 3.600.000

8. Pembiayaan operasional nelayan pancing ulur (handline)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan Nilai Akhir

1 Biaya Operasional Nelayan

Oli Rp./trip 5.000 0 5.000

Premium Rp./trip 15.000 0 15.000

Konsumsi Rp./trip 10.000 0 10.000

Sub Total Rp./trip 30.000

2 Biaya Operasional Tahunan

Biaya Operasional Rp./tahun 4.560.000

Biaya Retribusi Rp./tahun 0


(23)

6. Asumsi dan koefisien nelayan pancing ulur (handline)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan

Nilai Akhir

1 Produktivitas

Jumlah trip musim puncak trip/musim 72 0 72

Jumlah trip musim sedang trip/musim 64 0 64

Jumlah trip musim kurang trip/musim 16 0 16

2 Pendanaan

Modal sendiri % 0 0 0

Bunga pinjaman %/tahun 18 0 18

Jangka waktu pengembalian tahun 10 0 10

Tenggang waktu

pengembalian tahun 1 0 1

3 Sistem Bagi Hasil

a. Pemilik alat tangkap bagian 50 0 50

b. Crew bagian 50 0 50

Juragan Laut bagian 0 0 0

Juru Mudi bagian 0 0 0

Juru Mesin bagian 0 0 0

Nelayan ABK bagian 1 0 1

4 Lain - Lain

Pajak % 0 0 0

Retribusi % 0 0 0

Upah Minimum Regional Rp./tahun 8.400.000 0 8.400.000 Biaya perawatan Rp./tahun 2.500.000 0 2.500.000

5 Distribusi Jumlah Crew

Juragan Laut orang 0

Juru Mudi orang 0

Juru Mesin orang 0

Nelayan ABK orang 2

Total Crew 2


(24)

Lampiran 7 (lanjutan)

5 Asumsi dan koefisien nelayan jaring insang (gillnet)

No. Uraian Satuan Nilai Perubahan

Nilai Akhir

1 Produktivitas

Jumlah trip musim puncak Trip/musim 64 0 64

Jumlah trip musim sedang Trip/musim 48 0 48

Jumlah trip musim kurang Trip/musim 8 0 8

2 Pendanaan

Modal sendiri % 0 0 0

Bunga pinjaman %/tahun 18 0 18

Jangka waktu

pengembalian tahun 10 0 10

Tenggang waktu

pengembalian tahun 1 0 1

3 Sistem Bagi Hasil

a. Pemilik alat tangkap bagian 50 0 50

b. Crew bagian 50 0 50

Juragan Laut bagian 0 0 0

Juru Mudi bagian 0 0 0

Juru Mesin bagian 0 0 0

Nelayan ABK bagian 1 0 1

4 Lain - Lain

Pajak % 0 0 0

Retribusi % 0 0 0

Upah Minimum Regional Rp./tahun 8.400.000 0 8.400.000 Biaya perawatan Rp./tahun 2.700.000 0 2.700.000

5 Distribusi Jumlah Crew

Juragan Laut orang 0

Juru Mudi orang 0

Juru Mesin orang 0

Nelayan ABK orang 2

Total Crew 2


(25)

4. Model pendapatan nelayanpancing ulur (handline)

No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah

1 Pendapatan

a. Pendapatan musim

puncak Rp./musim 1 28.800.000 28.800.000

b. Pendapatan musim

sedang Rp./musim 1 12.800.000 12.800.000

c. Pendapatan musim

kurang Rp./musim 1 1.600.000 1.600.000

Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 43.200.000

2 Pengeluaran

a. Biaya Operasional

Oli Rp./trip 152 5.000 760.000

Premium Rp./trip 152 15.000 2.280.000

Konsumsi Rp./trip 152 10.000 1.520.000

Sub Total Rp./tahun 4.560.000

b. Biaya Retribusi Rp./tahun 0

Total Pengeluaran Rp./tahun 4.560.000 3 Pendapatan Setelah

Retribusi Rp./tahun 38.640.000

4 Sistem Bagi Hasil

a. Pemilik Alat Tangkap Rp. 19.320.000

b. Crew Rp. 19.320.000

Juragan Laut Rp./orang 0

Juru Mudi Rp./orang 0

Juru Mesin Rp./orang 0


(26)

Lampiran 7 (lanjutan)

3. Model pendapatan nelayanjaring insang (gillnet)

No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah

1 Pendapatan

a. Pendapatan musim

puncak Rp./musim 1 38.400.000 38.400.000

b. Pendapatan musim

sedang Rp./musim 1 19.200.000 19.200.000

c. Pendapatan musim

kurang Rp./musim 1 1.200.000 1.200.000

Total Pendapatan

Tahunan Rp./tahun 58.800.000

2 Pengeluaran

a. Biaya Operasional

Oli Rp./trip 120 5.000 600.000

Premium Rp./trip 120 15.000 1.800.000

Konsumsi Rp./trip 120 10.000 1.200.000

Sub Total Rp./tahun 3.600.000

b. Biaya Retribusi Rp./tahun 0

Total Pengeluaran Rp./tahun 3.600.000 3 Pendapatan Setelah

Retribusi Rp./tahun 55.200.000

4 Sistem Bagi Hasil

a. Pemilik Alat Tangkap Rp. 27.600.000

b. Crew Rp. 27.600.000

Juragan Laut Rp./orang 0

Juru Mudi Rp./orang 0

Juru Mesin Rp./orang 0


(27)

2. Produksi dan pendapatan nelayan pancing ulur (handline) per musim tangkapan

No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah

1 Pendapatan musim puncak

Ikan hasil tangkapan kg./trip 40 10.000 400.000

Pendapatan per trip Rp./trip 400.000

Jumlah trip musiman trip/musim 72

Pendapatan tahunan Rp./musim 28.800.000

2 Pendapatan musim sedang

Ikan hasil tangkapan kg./trip 20 10.000 200.000

Pendapatan per trip Rp./trip 200.000

Jumlah trip musiman trip/musim 64

Pendapatan tahunan Rp./musim 12.800.000

3 Pendapatan musim kurang

Ikan hasil tangkapan kg./trip 10 10.000 100.000

Pendapatan per trip Rp./trip 100.000

Jumlah trip musiman trip/musim 16

Pendapatan tahunan Rp./musim 1.600.000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 43.200.000


(28)

Lampiran 7 Produksi, pendapatan dan biaya nelayan jaring insang (gilnet) dan pancing ulur (handline) di Kabupaen Mimika

1. Produksi dan pendapatan nelayan jaring insang (gillnet) per musim tangkapan

No. Uraian Satuan Volume Harga Jumlah

1 Pendapatan musim puncak

Ikan hasil tangkapan kg./trip 60 10.000 600.000

Pendapatan per trip Rp./trip 600.000

Jumlah trip musiman trip/musim 64

Pendapatan tahunan Rp./musim 38.400.000

2 Pendapatan musim sedang

Ikan hasil tangkapan kg./trip 40 10.000 400.000

Pendapatan per trip Rp./trip 400.000

Jumlah trip musiman trip/musim 48

Pendapatan tahunan Rp./musim 19.200.000

3 Pendapatan musim kurang

Ikan hasil tangkapan kg./trip 15 10.000 150.000

Pendapatan per trip Rp./trip 150.000

Jumlah trip musiman trip/musim 8

Pendapatan tahunan Rp./musim 1.200.000 Total Pendapatan Tahunan Rp./tahun 58.800.000


(29)

B. Perikanan pancing ulur (handline)

Tahun ke Net Benefit DF 18% PV 18% DF30% PV30% DF45% PV45%

0 -21.500.000 1 -21.500.000 1,00 -21.500.000 1,00 -21.500.000

1 13.720.000 0,85 11.627.118,64 0,77 10.553.846,15 0,71 9.730.496,454

2 7.223.511 0,72 5.187.813,128 0,59 4.274.266,864 0,50 3.633.374,076

3 8.723.511 0,61 5.309.398,113 0,46 3.970.646,791 0,36 3.111.959,778

4 7.223.511 0,52 3.725.806,613 0,35 2.529.151,990 0,25 1.827.561,026

5 723.511 0,44 316.253,326 0,27 194.862,548 0,18 129.822,383

6 7.223.511 0,37 2.675.816,298 0,21 1.496.539,639 0,13 919.250,051

7 8.723.511 0,31 2.738.528,48 0,16 1.390.233,812 0,09 787.331,314

8 7.223.511 0,27 1.921.729,602 0,12 885.526,414 0,06 462.376,164

9 8.723.511 0,23 1.966.768,515 0,09 822.623,558 0,05 396.021,988

10 15.223.511 0,19 2.908.672,014 0,07 1.104.285,329 0,03 490.144,009

NPV 16,877,904.73 5.721.983,10 -11.662,76

) ( 2 1

2 1

1

1 i i

NPV NPV

NPV i

IRR= +

16.877.904,73

IRR= 18% + (45%-18%)

16.877.904,73 + 11.662,76


(30)

Lampiran 6 (lanjutan)

3. Nilaiinternal rate of return(IRR) A. Perikanan jaring insang (gillnet)

Tahun ke Net Benefit DF 18% PV 18% DF30% PV30% DF44% PV44%

0 -28.000.000 1 -28.000.000 1,00 -28.000.000 1,00 -28.000.000

1 18.050.000 0,85 15.296.610,17 0,77 13.884.615,38 0,69 12.534.722,22

2 10.542.945 0,72 7.571.778,943 0,59 6.238.428,994 0,48 5.084.367,766

3 11.542.945 0,61 7.025.392,689 0,46 5.253.957,67 0,33 3.865.708,925

4 10.542.945 0,52 5.437.933,742 0,35 3.691.378,103 0,23 2.451.952,048

5 1.542.945 0,44 674.435.480 0,27 415.559,949 0,16 249.194.232

6 10.542.945 0,37 3.905.439,344 0,21 2.184.247,398 0,11 1.182.461,443

7 11.542.945 0,31 3.623.619,392 0,16 1.839.556,623 0,08 899.040,346

8 10.542.945 0,27 2.804.825,728 0,12 1.2924.54,082 0,05 570.245,680

9 11.542.945 0,23 2.602.427,027 0,09 1.088.495,043 0,04 433.564,981

10 27.842.945 0,19 5.319.797,444 0,07 2.019.675,729 0,03 726.256,862

NPV 26.262.259,96 9.908.368,97 -2.485,495

) ( 2 1

2 1

1

1 i i

NPV NPV

NPV i

IRR= +

26.262.259,96

IRR= 18% + (44%-18%)

26,262.259,96 + 2.485,495


(31)

2. Nilai net benefit cost ratio (Net B/C) A. Perikanan jaring insang (gillnet)

= = < + > + = n t t n t t Ct Bt i Ct Bt Ct Bt i Ct Bt C B Net 1 0 0 ) ( ) 1 ( ) ( 0 ) ( ) 1 ( ) ( /

28.000.000 + 26.262.259,96

Net B/C =

28.000.000

Net B/C = 1,94

B. Perikanan pancing ulur (handline)

= = < + > + = n t t n t t Ct Bt i Ct Bt Ct Bt i Ct Bt C B Net 1 0 0 ) ( ) 1 ( ) ( 0 ) ( ) 1 ( ) ( /

21.500.000 + 16.877.904,73

Net B/C =

21.500.000


(32)

Lampiran 6 Perhitungan NPV, Net B/C dan IRR 1. Net present value (NPV)

A. Perikanan jaring insang (gillnet)

Tahun ke Net Benefit DF 18% PV 18%

0 -28.000.000 1 -28.000.000

1 18.050.000 0,85 15.296.610,17

2 10.542.945 0,72 7.571.778,943

3 11.542.945 0,61 7.025.392.689

4 10.542.945 0,52 5.437.933,742

5 1.542.945 0,44 674.435,480

6 10.542.945 0,37 3.905.439,344

7 11.542.945 0,31 3,623.619,392

8 10.542.945 0,27 2.804.825,728

9 11.542.945 0,23 2.602.427,027

10 27.842.945 0,19 5.319.797,444

NPV 26.262.259,96

= + = n t t i Ct Bt NPV

1 (1 )

) (

NPV = 26.262.259,96 B. Perikanan pancing ulur (handline)

Tahun ke Net Benefit DF 18% PV 18%

0 -21.500.000 1 -21500000

1 13.720.000 0,85 11.627.118,64

2 7.223.511 0,72 5.187.813,128

3 8.723.511 0,61 5.309398,113

4 7,223,511 0,52 3.725.808,613

5 723.511 0,44 316.253,326

6 7.223.511 0,37 2.675.816,298

7 8.723.511 0,31 2.738.528,480

8 7.223.511 0,27 1.921.729,602

9 8.723.511 0,23 1.966.768,014

10 15.223.511 0,19 2.908.672,014

NPV 16.877.904,73

= + = n t t i Ct Bt NPV

1 (1 )

) (


(33)

>TRmey:=p*hmey;

:=

TRmey 0.8094218992 1011 >TCmey:=c*Emey;

:=

TCmey 0.2403038023 1011 >phimey:=TRmey-TCmey;

:=

phimey 0.5691180969 1011 >Eoa:=2*Emey;

:=

Eoa 0.1602025348 107 >

>hoa:=a*Eoa+b*Eoa^2;

:=

hoa 0.480607604 107 >TRoa:=p*hoa;

:=

TRoa 0.4806076040 1011 >TCoa:=c*Eoa;

:=

TCoa 0.4806076044 1011 >phioa:=TRoa-TCoa;

:=


(34)

Lampiran 5 (lanjutan)

>fsolve(TR=TC,E);

,

0. 0.1602025348 107 >phi:=p*h-c*E;

:= 142099.6484 E 0.0887000000 E2

>fsolve(phi,E);

,

0. 0.1602025348 107 >diff(phi,E);

142099.6484 0.1774000000 E

>y:=diff(phi,E);

:=

y 142099.6484 0.1774000000 E

>fsolve(y=0,E);

801012.6742 >Emey:=801012.6742;

:=

Emey 801012.6742 >hmey:=a*Emey+b*Emey^2;

:=


(35)

>TC:=c*E;

:=

TC 30000E

>plot(TC,E=0..1940244.063,color=red);

>


(36)

Lampiran 5 (lanjutan)

>hmsy:=a*Emsy+b*Emsy^2;

:=

hmsy 0.8347883024 107 >TRmsy:=p*hmsy;

:=

TRmsy 0.8347883024 1011 >TCmsy:=c*Emsy;

:=

TCmsy 0.2910366094 1011 >phimsy:=TRmsy-TCmsy;

:=

phimsy 0.5437516930 1011 >h:=a*E+b*E^2;

:=

h 17.20996484 E 0.88700 10-5E2

>plot(h,E=0..1940244.063,color=black);

>TR:=p*h;

:=

TR 172099.6484 E 0.0887000000 E2


(37)

perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika > a:=17.20996484;

:=

a 17.20996484 >b:=-0.0000088700;

:=

b -0.88700 10-5 >c:=30000;

:=

c 30000 >p:=10000;

:=

p 10000 >Emsy:=-a/(2*b);

:=

Emsy 970122.0315 >h:=a*E+b*E^2;

:=

h 17.20996484 E 0.88700 10-5E2

>TR:=p*h;

:=

TR 172099.6484 E 0.0887000000 E2

>hmsy:=-a^2/(4*b);

:=

hmsy 0.8347883028 107


(38)

Lampiran 4 Hasil analisis perhitungan MSY dan Fmsy model Schaefer dan model Fox ikan kakap putih di Kabupaten Mimika dengan menggunakan Microsoft Excel

Total hasil Ln CPUE

Tahun

tangkapan (kg)

Total effort

(trip)

CPUE

Schaefer Fox

1999 293.570,00 20.861 14,07 2,64

2000 305.830,00 23.135 13,22 2,58

2001 825.000,00 39.019 21,14 3,05

2002 1.270.912,50 55.737 22,80 3,13

2003 1.437.500,00 91.897 15,64 2,75

2004 1.439.880,00 96.597 14,91 2,70

2005 1.540.670,00 103.669 14,86 2,70

STDV 3,7350671348 0,2097724

Intercept (a) 17,20996484 2,810227726

Slope (b) -0,00000887 -0,00000027

R² 0,007139765 0,002119709

R -0,084497132 0,0460402042

a² 296,1828899 7,897379873

MSY 8.347.877,13 22.516.580,57

Fmsy 970.122 3.684.093


(39)

(standardisasi) dan CPUE .

Total hasil tangkapan, total upaya penangkapan baku (standardisasi) dan CPUE

Upaya penangkapan baku (trip)

Tahun Total hasil

tangkapan (kg) Jaring insang (gillnet)

Pancing ulur (handline)

Total

Effort

(trip) CPUE 1999 293.570,00 11.960 8.901 20.861 14,07 2000 305.830,00 12.200 10.935 23.135 13,22 2001 825.000,00 21.440 17.579 39.019 21,14 2002 1.270.912,50 37.944 17.793 55.737 22,80 2003 1.437.500,00 68.672 23.225 91.897 15,64 2004 1.439.880,00 72.210 4.387 96.597 14,91 2005 1.540.670,00 77.821 25.848 103.669 14,86


(40)

Lampiran 2 Perkembangan jumlah nelayan, armada dan alat tangkap di Kabupaten Mimika tahun 1999-2005

1. Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Mimika Tahun

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1.121 1.723 3.831 4.118 4.386 4.605 4.881

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Mimika (2006).

2. Perkembangan jumlah armada perikanan di Kabupaten Mimika Tahun

No. Uraian

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 Perahu Tanpa Motor 589 625 1.125 1.240 1.255 1.302 1.380 2 Perahu Motor Tempel 34 36 141 238 238 401 425

3 Kapal Motor

a. H5 GT 11 11 27 42 42 44 44

b. 6-10 GT 5 5 19 34 41 43 43

c. 11-20 GT - - - -

-d. 21-30 GT - - - -

-e. 31-50 GT - 1 1 3 3 3 3

f. 51-100 GT - - - -

-g. 100-200 GT - - - -

-h. > 200 GT - - - -

-Jumlah 639 678 1.313 1.557 - 1.793 1.895

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Mimika (2006).

3. Jumlah alat tangkap di Kabupaten Mimika

Tahun No. Jenis Alat

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

1 Jaring insang 598 610 670 816 1.184 1.245 1.319

2 Bubu 17 16 20 30 45 47 49

3 Rawai cucut 35 35 55 68 75 78 82

4 Pancing 2.498 3.740 3.700 3,745 4.100 4.305 4.563 Jumlah 3.148 4.401 4.445 4.659 5.404 5.675 6.013


(41)

index (FPI) dan produktivitas masing-masing alat tangkap di Kabupaten Mimika tahun 1999-2005

1. Produksi dan upaya penangkapan (effort)

Tahun Jaring insang (gillnet) Pancing ulur (handline)

Kg Trip Kg Trip

1999 205.499,00 11.960 88.071 48.711

2000 214.081,00 12.200 91.749 59.840

2001 577.500,00 21.440 247.500 96.200

2002 899.662,50 37.944 371.250 97.370

2003 1.006.250,00 68.672 431.250 127.100

2004 1.007.916,00 72.210 431.964 133.455

2005 1.078.469,00 77.821 462.201 141.453

TOTAL 4.989.377,50 302.247,00 2.123.985 704.129

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Mimika (2006).

2. Fishing power index (FPI) dan produktivitas masing-masing alat tangkap

Alat Tangkap FPI Produktivitas

Jaring insang (gillnet) 1,00 16,51


(42)

(43)

Nikijuluw V.P.H., 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional (P3R) dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta 54 hlm.

Purbayanto, D.R. Monintja dan Baskoro 1991. Jenis Teknologi yang Sesuai Untuk Dikembangkan di Pantai Timur Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Buletin PSP, Volume III No. 1. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Hlm 16 - 28.

Saaty T.L. 1991. Decision Making for Leader: The Analytical Hierarchy Process for Decision Complex Word. Edisi Bahasa Indonesia (Terjemahan oleh Ir. Liana Setiono). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta 270 hlm.

Schaefer M. 1957. Some Consideration of Population Dynamics and Economic in Relation to the Management of Commercial Marine Fisheries. Journal of Marine Research Board of Canada. 275 p.

Setyadi G., Kailola P., Rahayu D.L., Kastoro W.W., Dwiono S.A.P. dan Haris A. 2002. Biota Akuatik di Perairan Mimika. PT. Freeport Indonesia. Jakarta. 60 hlm.

Soetomo H.A. Moch. 1997. Teknik Budi Daya Ikan Kakap Putih di Air Laut, Air Payau, dan Air Tawar. PT. Trigenda Karya. Bandung. 282 hlm.

Sparre P. dan SC. Venema, 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis Buku 1 (Terjemahan) oleh: J. Widodo, I.G.S. Merta, S. Nurhakim, M. Badrudin. FAO-Puslitbangkan-Balitbangkan. Jakarta. 438 hlm.

Subani W. dan H.R. Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Edisi Khusus No. 50 tahun 1989. Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. 212 hlm.

Suharyanto, I. Jaya, M.F.A. Sondita, J. Haluan dan D.R. Monintja. 2005. Evaluasi Kapasitas Masyarakat Untuk Berpartisipasi Dalam Manajemen Perikanan Partisipatif. Buletin PSP, Volume XIV. No. 2. April 2005. ISSN 0251-286X, Terakreditasi. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hlm 46-63.

Suryadi K. dan Ramdhani M.A. 2002. Sistim Pendukung Keputusan. Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung 195 hlm.

Tiensongrusmee B., Chantarasari S., Sigit B., Sembodo K.Y., dan Hanung S. 1989. Propagation of Seabass (Lates Calcarifer) in Captivity. INS/81/008/manual/15. BBL Lampung. 55 p.


(44)

Mahiswara, Wudianto dan Wijopriono. 1989. Pengaruh Ukuran Mata jaring Terhadap Hasil Tangkapan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 51. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Hlm 59-64.

Mangkusubroto K. dan C.L. Trisnadi. 1987. Analisa Keputusan. Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact. Bandung. 271 hlm.

Manurung V.T., T. Pranadji, A. Mintoro, M.N. Kirom, Isetajie, A. Murtiningsih dan Sudiarto. 1998. Laporan Hasil Penelitian Pengembangan Ekonomi Desa Pantai. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Balai Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 165 hlm.

Mealey G.A. 1999. Grasberg, Penambangan Tembaga dan Emas di Pegunungan Irian Jaya. Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. New Orleans, USA. 384 hlm.

Monintja D.R. 1987. Beberapa Teknologi Pilihan Untuk Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut di Indonesia. Buletin Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Volume I No. 1. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Hlm 14-25.

Monintja D.R. 2001. Pemanfaatan Pesisir dan Laut Untuk Kegiatan Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB. Bogor. 156 hlm.

Monintja D.R. 2004. Ikan-ikan Ekonomis Penting Indonesia (Versi Balai Penelitian Perikanan Laut, 1992). Bahan Kuliah Perencanaan Industri Perikanan Tangkap Program Studi TKL. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 21 hlm.

Monintja D.R., Sularso A., M.F.A Sondita, Purbayanto A. 2006. Perspektif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. IPB. Bogor. 226 hlm.

Muhammad S. 2002. Kajian Ekonomi Rumah Tangga Nelayan: Analisis Simulasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Secara Berkelanjutan. Disertasi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 435 hlm.

Muksin D. 2006. Optimalisasi Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis (Tidak Dipublikasikan). 119 hlm.

Murdiyanto B. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pantai. COFISH Project. Jakarta 200 hlm.


(45)

Perikanan. Aplikasi Pendekatan Rapfish. Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan FPIK IPB. Bogor. Hlm 43-55.

Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 257 hlm.

Gordon H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resource: The Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142.

Grey D.L. 1987. An Overview of Lates calcarifer in Australia and Asia. AIAR Proceeding (20): 15-21.

Gunarso W. 1991. Tingkah Laku Ikan dan Perikanan Pancing. Bahan Kuliah Teknologi Penangkapan Ikan Program Studi TKL. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 149 hlm.

Gunarso W. 1996. Tingkah Laku Ikan dan Gillnet. Bahan Kuliah Teknologi Penangkapan Ikan Program Studi TKL. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. 43 hlm.

Haluan J. dan T.W. Nurani. 1988. Penerapan Metode Skoring dalam Pemilihan Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai untuk Dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Buletin Jurusan PSP. Volume II no. 1. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. Hlm 3-16.

Hartati K. 1996. Studi Tentang Pengembangan Perikanan Tangkap di Desa Muara Ciasem Kabupaten Subang, Jawa Barat. Skripsi Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan . IPB Bogor. 106 hlm.

Husnan S. 1994. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. 379 hlm.

Kesteven G.L. 1973. Manual of Fisheries Science. Part I. An Introduction to Fisheries Science. FAO Fisheries Technical Paper. No. 118. Food And Agricultural Organization of The United Nations. Rome. 43 p.

Kungvankij P., B.J. Pudadera, L.B. Tiro Jr. And I.Q. Postestas. 1986. Biology and Culture of Seabass (L. Calcarifer). Training Manual. Selection Publication No. 3. Network of Aquaculture Centers in Asia. Bangkok Thailand. 70 p.

Kusumastanto T. 1984. Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Cakalang di Perairan Utara Irian Jaya. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis (Tidak Dipublikasikan). Bogor. 273 hlm.


(46)

Ayodhyoa H.A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 97 hlm.

Aziz K.A. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. PAU Ilmu Hayati IPB. Bogor. 89 hlm.

Bahari R.1989. Peranan Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta, 18-19 Desember 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hlm 165-180.

[BPPL] Balai Penelitian Perikanan Laut. 1992. Jenis-jenis Ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian RI. Jakarta. 170 hlm.

[BPPL] Balai Penelitian Perikanan Laut. 1994. Jenis-jenis Ikan Laut Ekonomis Penting di Indonesia (gambar ikan). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Departemen Pertanian RI. Jakarta. 1 lembar.

[BPS] Biro Pusat Statistik. 1991. Statistik Kesejahteraan Rumah Tangga. Metode dan Analisis Biro Pusat Statistik. Jakarta. 289 hlm.

[BPS] Badan Pusat Statistik Mimika. 2005. Mimika Dalam Angka 2004/2005. Timika. 230 hlm.

[BRKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2001. Pengkajian Stok Ikan di Perairan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Laut Departemen Kelautan dan Perikanan–Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 125 hlm.

Charles A.T. 2001. Sustainable Fishery Systems. Blackwell Science. Saint Mary’s University, Halifax, Nova Scotia, Canada. 369 p.

[DITJEN] Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Spesifikasi Teknis Kapal dan Alat Penangkapan Ikan Laut dan Perairan Umum. Direktorat Bina Produksi. Departemen Pertanian. Jakarta. 65 hlm.

[DPK] Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Mimika. 2006. Data Statistik Perikanan. Mimika. 12 hlm.

Dunstan D.J. 1962. The Barramundi Lates calcarifer (Bloch) in Queensland Waters. CSIRO Division of Fisheries and Oceanography, Technical Paper Number 5. 22 p.


(47)

1) Disarankan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika dalam penyusunan program pengembangan daerah di sektor ekonomi lebih menitikberatkan pada sub sektor perikanan dan kelautan. Hal ini terlihat dari besarnya potensi perikanan tangkap khususnya perikanan kakap putih, disisi lain tingkat pemanfaatan yang dilakukan masih sangat rendah.

2) Untuk memacu peningkatan produksi tangkapan, diperlukan kajian tentang adopsi teknologi alat tangkap baru yang lebih produktif untuk mendukung alat yang sudah ada.

3) Pengkajian lebih lanjut tentang pendapatan nelayan yang wajar sesuai dengan beban kerja, alokasi waktu kerja dan hal-hal lain yang dalam kenyataannya lebih berat dibandingkan dengan tenaga kerja di darat.


(48)

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika dapat disimpulkan bahwa:

1) Kakap putih di Kabupaten Mimika masih layak untuk dikembangkan. Pada kondisi pengelolaan di tingkat MSY, produksi kakap putih dapat ditingkatkan sebesar 6.807 ton/tahun (82%) dan peningkatan effort sebesar 866.453 trip/tahun (89%) dari kondisi aktual. Pada pengelolaan di tingkat MEY peningkatan produksi dan effort perikanan kakap putih masing-masing sebesar 6.553 ton/tahun (81%) dan 697.344 trip/tahun (87%) dari kondisi aktual. 2) Teknologi penangkapan ikan kakap putih yang tepat guna dan berwawasan

lingkungan di perairan Kabupaten Mimika adalah jaring insang dan pancing ulur. Namun jaring insang lebih layak berdasarkan AHP dan determinasi unit penangkapan. Demikian juga dari analisis aspek kelayakan usaha dan tingkat pendapatan nelayan, perikanan jaring insang lebih layak dan menguntungkan dibandingkan dengan usaha perikanan pancing ulur.

3) Strategi pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika lebih diprioritaskan pada:

(1) Pada aktor/pelaku perikanan, perlu dilakukan pembinaan nelayan yang lebih intensif dan meningkatkan kerja sama antar aktor/pelaku.

(2) Pada faktor-faktor yang berpengaruh, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi kakap putih, meningkatkan potensi pasar dan sarana prasarana perikanan.

(3) Pada tujuan pengembangan, perlu dilakukan peningkatan kesejahteraan nelayan dan usaha penangkapan yang berkelanjutan.


(49)

mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah.


(50)

lapis (trammel net). Dari hasil uji coba di lapangan alat tangkap tersebut ternyata cukup produktif dalam menghasilkan udang dan ikan kakap putih. Namun dari aspek sosial alat tangkap tersebut sulit diterima oleh nelayan lokal. Nelayan-nelayan lokal menganggap cara pengoperasian dan pemeliharaan/perbaikan (repairing) alat tangkap trammel net cukup rumit dan membosankan. Untuk itu dalam mengembangkan alat tangkap baru, sebaiknya alat tangkap tersebut mudah dioperasikan dan tidak sulit dalam pemeliharaan/perbaikan, seperti alat tangkap

bottom long line atau alat tangkap lain yang sesuai dengan kriteria yang disukai nelayan lokal.

6.6 Peningkatan Kesejahteraan Nelayan

Kesejahteraan nelayan merupakan prioritas pertama yang harus ditingkatkan disamping tujuan lainnya seperti usaha penangkapan berkelanjutan dan keuntungan usaha maksimal. Upaya pengembangan perikanan kakap putih pada dasarnya ditujukan pada pemanfaatan sumberdaya kakap putih yang optimal dan rasional dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Peningkatan kesejahteraan nelayan di Kabupaten Mimika dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh swasta dengan memaksimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang ada. Sumberdaya kakap putih sebagai salah satu komoditas andalan non tambang di Kabupaten Mimika memberikan peluang yang cukup menjanjikan sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan. Dari gambaran kondisi pengelolaan sumberdaya kakap putih, di tingkat MEY dapat memberikan keuntungan sebesar Rp.56,9 milyar per tahun. Dari data tahun 2005, jumlah rumah tangga perikanan (RTP) di Kabupaten Mimika sebanyak 2.888 dan jumlah nelayan sebanyak 4.881 jiwa, kalkulasi besarnya keuntungan dari pengelolaan sumberdaya kakap putih tersebut dapat memberikan kontribusi peningkatan pendapatan rumah tangga perikanan (RTP) rata sebesar Rp.19,7 juta per tahun atau peningkatan pendapatan nelayan rata-rata sebesar Rp.11,7 juta per tahun.

Dalam penelitian ini ukuran kesejahteraan diukur dengan peningkatan pendapatan per kapita nelayan per tahun sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan dari nelayan dan


(51)

mendapatkan prioritas teknologi pilihan yang paling layak dikembangkan antara jaring insang dan pancing ulur. Penilaian prioritas kedua alat tangkap dianalisis berdasarkan pada aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Dari hasil analisis diperoleh bahwa nilai berdasarkan aspek teknis, sosial dan ekonomi alat tangkap jaring insang lebih tinggi dibandingkan dengan pancing ulur. Namun dari aspek biologi, ternyata pancing ulur mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jaring insang. Secara keseluruhan hasil nilai gabungan dari keempat aspek tersebut, jumlah nilai jaring insang lebih tinggi dari pancing ulur. Dengan demikian jaring insang memperoleh urutan prioritas yang lebih layak dikembangkan sebagai unit penangkapan ikan kakap putih di Kabupaten Mimika

Dari hasil determininasi unit penangkapan yang menempatkan jaring insang sebagai alat tangkap yang lebih layak dikembangkan dibandingkan alat tangkap pancing ulur dalam usaha pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika, maka strategi pengembangan alat tangkap kakap putih yang berkelanjutan lebih diarahkan kepada pengembangan alat tangkap jaring insang. Namun demikian, pancing ulur juga masih dikategorikan alat tangkap yang layak dikembangkan. Hal ini terlihat dari aspek ekonomi alat tangkap tersebut masih memberikan keuntungan usaha, dari aspek biologi pancing ulur lebih selektif dalam menghasilkan ikan target. Keunggulan dari aspek biologi ini dikarenakan ukuran mata pancing yang digunakan dalam penangkapan kakap putih sangat menentukan besarnya ukuran ikan yang tertangkap. Menurut Monintja, D.R. (1987), alat tangkap yang tergolong dalam pancing, yaitu rawai, tonda, huhate dan pancing dasar merupakan alat tangkap terbaik. Menurut Purbayanto et al. (1991), pancing tonda merupakan alat tangkap yang baik untuk dikembangkan di Pantai Timur Kabupaten Donggala karena memiliki selektivitas yang tinggi.

Selain alat tangkap jaring insang dan pancing ulur, introduksi alat tangkap baru yang lebih produktif perlu dilakukan untuk mempercepat pengembangan perikanan kakap putih. Alat tangkap baru yang akan dikembangkan harus sesuai dengan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Introduksi alat tangkap sebelumnya pernah dilakukan baik oleh nelayan-nelayan pendatang maupun oleh pemerintah daerah yaitu dengan memperkenalkan alat tangkap jaring insang tiga


(52)

membuka potensi pasar baik di masing-masing kampung yang ada di pesisir Kabupaten Mimika dan juga mecari peluang-peluang pasar di luar Kabupaten Mimika.

6.4.4 Meningkatkan sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana menjadi faktor prioritas ketiga yang menjadi prioritas harus ditingkatkan. Peningkatan sarana dan prasarana diharapkan dapat mendukung keberhasilan pengembangan perikanan kakap putih. Peningkatan sarana prasarana dapat dilakukan dengan kegiatan motorisasi sarana tangkap nelayan dari perahu tanpa motor menjadi perahu motor tempel. Meningkatkan prasarana di sentra-sentra produksi seperti pembangunan pabrik es untuk menjaga mutu hasil tangkapan, membangun cold storage mini sebagai tempat penyimpanan ikan pada waktu musim puncak dan membangun dermaga perikanan rakyat.

Peningkatan prasarana untuk waktu jangka panjang adalah pemerintah pusat dan daerah dapat segera merealisasikan pembangunan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Poumako. Dengan terbangunnya PPI Poumako ini diharapkan dapat menjadi tempat pengembangan masyarakat nelayan dan pertumbuhan ekonomi, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, pusat pembinaan dan penanganan mutu hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi hasil perikanan, tempat pengembangan industri dan pelayanan ekspor hasil perikanan, tempat pelaksanaan pengawasan (MCS), penyuluhan dan pengumpulan data. 6.5 Pengembangan Alat Tangkap Kakap Putih yang Berkelanjutan

Keberhasilan pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika ditentukan efektivitas dan efisiensi dari alat tangkap jaring insang dan pancing. Alternatif kebijakan dalam menentukan alat tangkap yang layak dikembangkan adalah alat tangkap yang dapat dipertanggungjawabkan secara biologi, teknis, sosial dan ekonomi.

Penilaian alat tangkap dengan determinasi unit penangkapan kakap putih dilakukan terhadap alat tangkap jaring insang dan pancing ulur. Kedua alat tangkap ini merupakan alat tangkap yang umumnya digunakan nelayan dalam


(53)

diikuti dengan membuka peluang pengembangan pasar baik lokal, antar pulau dan ekspor yang pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan retribusi bagi pemerintah daerah.

Strategi meningkatkan produksi kakap putih diarahkan pada pencapaian pemanfaatan sumberdaya secara rasional. Untuk meningkatkan produktivitas usaha nelayan, peningkatan produksi diarahkan untuk lebih mengintensifkan upaya penangkapan di wilayah perairan masing-masing kampung. Intensifikasi upaya penangkapan dilakukan secara merata untuk menghindari pemanfaatan yang berlebih (over fishing) pada daerah tertentu saja.

6.4.3 Meningkatkan potensi pasar

Meningkatkan potensi pasar menjadi alternatif strategi kebijakan yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan perikanan kakap putih. Sesuai dengan hukum pasar, maka produksi hasil tangkapan (supply) kakap putih di setiap kampung di Kabupaten Mimika berhubungan erat dengan ada tidaknya tempat pemasaran hasil (demand) di kampung tersebut. Dengan demikian upaya untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan kakap putih harus tetap diimbangi dengan ketersediaan pasar. Produksi hasil tangkapan kakap putih di Kabupaten Mimika sebagian besar berasal dari daerah-daerah yang dekat dengan tempat pemasaran. Untuk daerah-daerah yang jauh dari pasar, kegiatan penangkapan kakap putih sangat tergantung kepada pedagang yang khusus datang ke kampung tersebut untuk membeli produksi hasil tangkapan. Di Kampung Atuka dan Otakwa tempat lokasi penelitian terdapat pedagang kakap putih yang menetap di kedua kampung tersebut untuk menampung hasil tangkapan nelayan, sehingga kegiatan penangkapan dapat berjalan baik.

Tidak meratanya ketersediaan pasar di setiap kampung yang sebenarnya potensial sebagai sumber produksi kakap putih, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan effort antara daerah yang dekat dengan pemasaran dengan deerah yang tidak terjangkau oleh pasar. Untuk itu pemerintah terutama Pemerintah Daerah perlu melakukan penataan pemasaran hasil tangkapan kakap putih dengan mendekatkan pasar dari sumber produksi kakap putih yaitu dengan


(54)

sepenuhnya untuk mengatur pemanfaatan sumber daya perikanan. Dalam hal ini maka keseluruhan proses pengelolaan mulai dari pengumpulan informasi, perencanaan peraturan, pembuatan peraturan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi dilakukan oleh pemerintah baik di tingkat nasional maupun di tingkat pemerintah daerah. Pola pengelolaan oleh pemerintah sering kali menghadapi kendala berupa tidak dipatuhinya aturan yang dikeluarkan dan ditetapkan. Aturan dapat menjadi mandul, tidak dapat dijalankan karena dianggap tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat nelayan sebagai pengguna sumber daya. Pemaksaan pemberlakuan aturan sering hanya berakibat terjadinya konflik antara pihak pemerintah sebagai pengelola dan nelayan sebagai pemanfaat sumber daya, atau bila tidak demikian maka akan terjadi praktek pelanggaran aturan oleh nelayan secara sembunyi-sembunyi menghindari petugas yang harus mengamankan aturan yang ada. Pada gilirannya pemerintah akan menanggung kerugian yang timbul akibat kegagalan mencapai tujuan pengelolaan yang diperparah oleh hilangnya segala energi berupa dana dan tenaga yang telah dikerahkan untuk merancang dan menjalankan proses pengelolaan dengan sia-sia. 6.4.2 Meningkatkan produksi kakap putih

Nelayan, pengusaha perikanan dan pedagang ikan menilai bahwa produksi perikanan kakap putih merupakan faktor yang harus ditingkatkan. Pengusaha perikanan dan pedagang ikan menganggap bahwa faktor produksi hasil tangkapan ini merupakan faktor yang paling menentukan dalam keberlanjutan usaha. Sedangkan nelayan menilai bahwa dengan meningkatkan produksi hasil tangkapan akan meningkatkan pendapatan keluarga.

Produksi perikanan Kabupaten Mimika dalam kurun waktu 1999-2005 mengalami peningkatan. Dari wawancara yang dilakukan terhadap pengusaha perikanan dan pedagang ikan ternyata peningkatan produksi yang terjadi setiap tahun belum memenuhi kebutuhan pasar baik lokal maupun antar pulau. Kurangnya produksi hasil tangkapan ini seharusnya menjadi fokus perhatian baik dari pemerintah maupun swasta untuk lebih memacu peningkatan produksi kakap putih. Bagi Pemerintah Kabupaten Mimika sendiri menyadari bahwa kakap putih merupakan salah satu produk unggulan daerah sebagai penyumbang Pendapatan


(55)

dan kemudian mencari solusi yang terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Dalam menjaring aspirasi dari pelaku perikanan, kebutuhan dari masing-masing pelaku harus diposisikan diatas kepentingan masing-masing pihak. Untuk daerah yang baru terbentuk seperti Kabupaten Mimika ini, perlu dilakukan penataan yang lebih dini dalam pengelolaan sumberdaya perikanan sehingga kedepan pemanfaatan kakap putih dapat menguntungkan semua pihak. Nikijuluw (2002), mengatakan setiap perilaku yang melalui ko-manajemen akan menciptakan status pengelolaan perikanan yang lebih cepat, efisien serta lebih adil dan merata. Tujuan tercapainya manajemen perikanan yang berbasis masyarakat, proses pengambilan keputusan yang terarah (bottom up) dan minimnya konflik.

Dalam penelitian ini, penjaringan aspirasi yang dilakukan dengan pendekatan AHP untuk mendapatkan pelaku-pelaku yang paling berpengaruh dalam pengembangan perikanan kakap putih. Hasil analisis menempatkan nelayan sebagai pelaku yang paling memberikan kontribusi keberhasilan kemudian berturut-turut Dinas Perikanan dan Kelautan, pengusaha perikanan dan pedagang ikan. Masing-masing pelaku mempunyai kebutuhan dan kepentingan yang berbeda-beda dalam pengelolaan sumberdaya kakap putih. Untuk itu perlu adanya kerjasama dari masing-masing pelaku untuk mensinergikan peranan dalam pengelolaan sumberdaya kakap putih.

Pola kerjasama yang dibangun dengan baik akan menghasilkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kakap putih yang optimal dan berkelanjutan. Suharyanto et al. (2005) yang menyatakan bahwa bentuk Ko-management yang berbasis masyarakat akan sangat membantu untuk mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan yang berkelanjutan. Kekuatan daerah harus menjadi dasar untuk dapat berkembang dan maju dalam industri perikanan tangkap sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai serta kebijakan yang diambil melalui berbagai strategi dapat terlaksana.

Menurut Murdiyanto (2004), pengelolaan yang berdasarkan sumber daya perikanan pantai dapat dilaksanakan berdasarkan beberapa alternatif pendekatan. Salah satu pendekatan adalah model pengelolaan perikanan oleh pemerintah sendiri yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang memiliki otorita


(56)

pasaran baik untuk kebutuhan lokal maupun antar pulau. Karena itu pelaku-pelaku lainnya menilai untuk lebih memprioritaskan nelayan sebagai target pembinaan dalam usaha perikanan kakap putih. Kondisi nelayan di Kabupaten Mimika masih dikategorikan kepada skala nelayan tradisional yang dicirikan oleh kesederhanaan usaha penangkapan baik kuantitas dan kualitas alat tangkap yang digunakan.

Untuk meningkatkan peran nelayan dalam upaya pengembangan perikanan kakap putih maka perlu dilakukan pembinaan nelayan yang kontinu melalui pelatihan teknis penangkapan, manajemen usaha, dan mengintensifkan penyuluhan-penyuluhan di lapangan. Selain itu, program pemberdayaan nelayan dengan melakukan motorisasi unit penangkapan sangat diperlukan bagi nelayan di Kabupaten Mimika. Pembinaan nelayan yang kontinu tersebut diharapkan dapat meningkatkan dan menjaga mutu hasil tangkapan, meningkatkan jenis dan kualitas alat tangkap yang sesuai dengan ikan target yang akan ditangkap, menjamin ketersediaan kakap putih dan menjaga hubungan kerjasama antar pelaku lainnya.

6.4.1.2Meningkatkan kerjasama antar pelaku

Pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika diharapkan tetap mengacu pada pertimbangan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Pertimbangan aspek-aspek tersebut dimaksudkan agar pemanfaatan potensi sumberdaya kakap putih menguntungkan dan berkelanjutan. Pemanfatan potensi sumberdaya yang optimal dalam upaya meningkatkan produksi diikuti dengan keuntungan ekonomi yang maksimal. Bagi pelaku-pelaku perikanan upaya peningkatan produksi akan mengarah kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, keuntungan usaha dari pedagang ikan dan pengusaha perikanan dan bagi pemerintah daerah akan memberikan kontribusi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui pungutan retrbusi perikanan.

Strategi pengembangan kakap putih di Kabupaten Mimika yang optimal dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif dari pelaku-pelaku perikanan yang terlibat langsung dalam pengelolaan sumberdaya kakap putih yaitu nelayan, pedagang ikan, pengusaha perikanan dan pemerintah. Melakukan


(57)

pertemuan-telah ditetapkan oleh pemerintah.

Risiko pekerjaan yang dihadapi nelayan cukup tinggi dibandingkan dengan pekerja di darat. Medan kerja nelayan yang langsung berhadapan dengan tantangan alam menyebabkan tingkat risiko pekerjaan nelayan di laut lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja di darat. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah jam kerja nelayan dan ketidakpastian hasil tangkapan yang diperoleh. Pada umumnya jam kerja nelayan tidak teratur dan jauh lebih lama dibandingkan dengan pekerjaan di darat. Nelayan dalam melakukan operasi penangkapan ikan tidak dibatasi oleh jam kerja seperti halnya pekerja di darat. Akan tetapi jam kerja nelayan berdasarkan keberadaan ikan dan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Dengan demikian perlu dilakukan pengkajian yang lebih detail tentang keseimbangan hak dan kewajiban pemilik kapal dan nelayan berikut monitoringnya.

6.4 Strategi Pengembangan Perikanan Kakap Putih

Strategi pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika dimulai dengan meningkatkan kinerja stakeholders (pelaku) dan kerjasama antar pelaku dalam bentuk pembangunan kemitraan yang saling menguntungkan. Kemudian memfasilitasi faktor-faktor yang dinilai sebagai faktor yang paling mempengaruhi kegiatan usaha. Memfokuskan pencapaian prioritas tujuan yang diharapkan. Mengembangkan alat tangkap pilihan untuk meningkatkan produksi dan effort perikanan kakap putih dalam kerangka meningkatkan kesejahteraan nelayan.

6.4.1 Pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku 6.4.1.1 Pembinaan nelayan

Hasil AHP menunjukkan aktor nelayan memperoleh nilai prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktor lainnya (Gambar 23). Perolehan nilai prioritas pertama ini menggambarkan bahwa dari kondisil riil di lapangan, peran nelayan sangat memberikan kontribusi di dalam penyediaan kakap putih di


(58)

tangkap tersebut layak untuk dikembangkan untuk kegiatan usaha penangkapan kakap putih.

6.3.2 Pendapatan nelayan

Pendapatan yang diperoleh nelayan dalam usaha penangkapan kakap putih tergantung dari jumlah hasil tangkapan dan sistem bagi hasil yang dilakukan. Semakin tinggi hasil tangkapan maka pendapatan yang diperoleh juga semakin besar. Pendapatan yang diperoleh nelayan jaring insang berbeda dengan nelayan pancing ulur. Perbedaan ini disebabkan karena produktivitas dari alat tangkap jaring insang lebih besar dari pancing ulur.

Pendapatan yang diperoleh nelayan jaring insang dan pancing ulur setiap bulan tergantung dari musim penangkapan. Pendapatan tertinggi diperoleh selama 4 bulan pada musim puncak yaitu pada bulan Oktober, Nopember, Desember dan Januari. Kemudian pendapatan menurun pada musim sedang selama 6 bulan yaitu pada bulan Pebruari, Maret, Juni, Juli, Agustus dan September. Pendapatan terendah terjadi selama 2 bulan pada musim paceklik yaitu pada bulan April dan Mei. Rata-rata pendapatan nelayan jaring insang per bulan untuk setiap unit penangkapan sebesar Rp.2.300.000 untuk nelayan pemilik dan sebesar Rp.1.150.000 untuk nelayan pengikut. Sedangkan pendapatan nelayan pancing ulur lebih rendah bila dibandingkan dengan nelayan jaring insang yaitu sebesar Rp.1.610.000 untuk nelayan pemilik dan sebesar Rp.805.000 untuk nelayan pengikut.

Hasil pendapatan nelayan jaring insang dan pancing ulur setelah dibandingkan dengan upah minimum provinsi (UMP) Papua yang ditetapkan berdasarkan SK. Gubernur No. 259 Tahun 2004 tanggal 01-12-2004 sebesar Rp. 700.000/bulan, maka pendapatan per bulan yang diperoleh nelayan jaring insang dan pancing ulur di Kabupaten Mimika masih lebih besar dari UMP Papua yang ditetapkan. Dengan membandingkan besarnya pendapatan per bulan nelayan jaring insang dan pancing ulur dengan UMP Papua, maka diperoleh kesimpulan kedua alat tangkap tersebut layak dikembangkan dalam kegiatan penangkapan kakap putih. Bila melihat tingkat risiko pekerjaan, jam kerja serta ketidakpastian hasil tangkapan yang jauh lebih tinggi dari orang yang bekerja di darat, maka


(59)

dilakukan hanya sampai pada titik MEY. Pada kondisi pengelolaan MEY diperoleh keuntungan ekonomi yang maksimum dan keuntungan biologi berkelanjutan.

Peningkatan produksi kakap putih tidak semata-mata hanya untuk mencari keuntungan secara ekonomi saja, tetapi juga harus memperhatikan daya dukung dari sumberdaya tersebut. Peningkatan effort yang tidak terkendali dan apabila dilakukan hingga pada tingkat kondisi open access justru akan menurunkan produksi hasil tangkapan disisi lain nelayan tidak memperoleh keuntungan akibat tidak seimbangnya biaya operasi penangkapan dan penerimaan dari hasil tangkapan. Selain itu tingkat upaya penangkapan yang berlebih akan mengancam kepunahan sumberdaya kakap putih. Pada kondisi pengelolaan open access

nelayan cenderung akan mengembangkan jumlah armada penangkapan maupun tingkat upaya penangkapannya secara besar-besaran dengan harapan akan mendapatkan hasil tangkapan yang lebih besar.

6.3 Kelayakan Usaha dan Pendapatan Nelayan Kakap Putih 6.3.1 Kelayakan usaha

Dari hasil analisis kelayakan usaha untuk kriteria net present value (NPV) keuntungan yang diperoleh selama umur ekonomis usaha penangkapan dengan menggunakan jaring insang lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha penangkapan dengan pancing ulur. Nilai Net B/C jaring insang sebesar 1,94, pancing ulur sebesar 1,79. Dari hasil nilai Net B/Cyang diperoleh berarti bahwa setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1,00 pada jaring insang akan diperoleh keuntungan sebesar Rp.1,93. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dengan usaha perikanan pancing ulur sebesar Rp.1,79. Nilai internal rate of return (IRR) dari kedua jenis alat tangkap yang dikaji menunjukkan bahwa kedua jenis alat tangkap memiliki IRR diatas discount rate 18%. Nilai IRR untuk usaha perikanan kakap putih dengan jaring insang sebesar 43,99% dan dengan pancing ulur sebesar 40,98%. Berdasarkan nilai ketiga kriteria kelayakan usaha dari alat tangkap jaring insang dan pancing ulur diperoleh kesimpulan bahwa kedua alat


(60)

6.2 Kondisi Pengelolaan dan Peluang Pengembangan Perikanan Kakap Putih

Pemanfaatan sumberdaya kakap putih diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih luas, baik untuk peningkatan kesejahteraan nelayan, sumber penerimaan negara/daerah, dan peningkatan konsumsi ikan. Oleh karena itu potensi sumberdaya kakap putih di Kabupaten Mimika sudah seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya. Kelestarian sumberdaya kakap putih dapat terjaga bilamana regulasi dalam pengelolaannya dapat djalankan dengan baik oleh pelaku-pelaku perikanan.

Kondisi pengelolaan kakap putih di Kabupaten Mimika sampai dengan tahun 2005 masih jauh dari yang diharapkan bila dibandingkan pada tingkat MEY dan MSY. Pada kondisi pengelolaan di tingkat MEY sebesar 8.094 ton/tahun, di tingkat MSY sebesar 8.348 ton/tahun sementara pemanfaatan pada tahun 2005 baru mencapai 1.541 ton dan rata-rata aktual selama periode 1999-2005 baru mencapai 1.303 ton/tahun. Kondisi pengelolaan yang dilakukan nelayan pada kurun waktu tersebut merupakan kerugian secara ekonomi karena potensi sumberdaya kakap putih yang belum dimanfaatkan masih sangat besar.

Peningkatan produksi kakap putih tidak semata-mata hanya untuk mencari keuntungan secara ekonomi saja, tetapi juga harus memperhatikan daya dukung dari sumberdaya tersebut. Oleh karena itu pengembangan kakap putih yang akan dilakukan perlu kehati-hatian dengan tetap mengacu pada batasan keseimbangan bioekonomi. Pengembangan perikanan kakap putih hanya dapat dilakukan jika terdapat perbedaan yang ekstrim antara pemanfaatan yang dicapai pada kondisi aktual dibawah kondisi MEY dan MSY.

Untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan kakap putih, perlu dilakukan peningkatan upaya penangkapan dalam skala besar hingga mencapai batasan keseimbangan secara bio-ekonomi. Peningkatan upaya penangkapan ini sangat memungkinkan karena jumlah upaya aktual masih sangat rendah di bawah keseimbangan bioekonomi (MSY dan MEY).

Dalam pengelolaan sumberdaya ikan, prinsip kehati-hatian dalam pemanfaatan sumberdaya harus diterapkan dengan memperhatikan kondisi


(61)

Tingkat upaya penangkapan (effort) perikanan kakap putih adalah hasil standardisasi dari dua alat tangkap yaitu jaring insang dan pancing ulur selama periode 1999-2005. Pada tahun 1999 dan 2000 upaya penangkapan di Kabupaten Mimika masih sangat rendah dan belum mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti jumlah alat tangkap yang masih minim, lemahnya pasar dan kurangnya pembinaan yang dilakukan baik dari pemerintah maupun swasta. Pada tahun 2001 hingga tahun 2005 terjadi peningkatan penangkapan (effort) yang cukup besar karena semakin meningkatnya permintaan kakap putih baik untuk konsumsi lokal maupun dari luar (antar pulau). Pada tahun 2001 juga terbentuk instansi teknis (Dinas Perikanan dan Kelautan) yang khusus mempunyai tugas pokok dan fungsi bertanggung jawab terhadap perkembangan kemajuan perikanan di Kabupaten Mimika. Tingkat upaya penangkapan (effort) tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 103.669 trip per tahun.

Korelasi antara CPUE dengan effort menunjukkan hubungan yang negatif, yaitu semakin tinggi effort semakin rendah nilai CPUE. Korelasi negatif antara CPUE dengan effort mengindikasikan bahwa produktivitas alat tangkap kakap putih dengan jaring insang dan pancing ulur akan menurun apabila effort

mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan effort sebesar satuan E akan menurunkan CPUE sebesar 0,00000887 kg kali satuan E. Hal ini terlihat dari nilai CPUE tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 22,80 kg/trip/tahun kemudian menurun pada tahun-tahun berikutnya dengan bertambahnya effort.

Dengan melihat angka penurunan CPUE sebesar 0,00000887 kg setiap penambahan effort (trip), maka apabila dilakukan simulasi penambahan effort

sebanyak 1 juta trip/tahun penangkapan kakap putih akan menurunkan produktivitas sebesar 8,87 kg atau menurunkan pendapatan dari hasil tangkapan kakap putih sebesar Rp. 88.700 per trip dengan asumsi harga ikan yang berlaku Rp.10.000 per kg.


(62)

6.1 Potensi dan Tingkat Upaya Penangkapan Kakap Putih 6.1.1 Potensi perikanan kakap putih

Potensi kakap putih terdapat disepanjang perairan Kabupaten Mimika. Banyaknya sungai-sungai yang bermuara didukung juga oleh pohon bakau yang masih terjaga kelestariannya merupakan habitat yang sesuai dengan keberadaan kakap putih. Penyebaran kakap putih di Kabupaten Mimika terdapat di tiga habitat, yaitu di sekitar perairan pantai, muara sungai hingga sampai ke hulu sungai. Potensi maksimum lestari (MSY) dari kakap putih diduga sebesar 8.348 ton/tahun, sementara tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 baru mencapai 18,46% (1.541 ton). Menurut Azis (1989) dalam Muksin (2006), tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu Pertama; tingkat pemanfaatan lebih kecil atau sama dengan 65% di kategorikan dalam pemanfaatan

under exploited, Kedua; tingkat pemanfaatan lebih besar dari 65% dan lebih kecil dari 100% dikategorikan dalam pemanfaatan yang optimal dan Ketiga; tingkat pemanfaatan sama dengan atau lebih besar dari 100% dikategorikan dalam pemanfaatan over fishing. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka tingkat pemanfaatan kakap putih di Kabupaten Mimika termasuk dalam kategori tingkat pemanfaatan under exploited.

Kondisi tingkat pemanfaatan yang masih under exploited membuka peluang bagi nelayan untuk lebih mengintensifkan kegiatan penangkapan kakap putih di perairan Kabupaten Mimika. Dari pengamatan di lapangan, kendala utama yang menyebabkan rendahnya tingkat pemanfaatan yaitu alat tangkap dan armada yang digunakan masih sederhana dan rantai pemasaran belum tertata baik yang ditunjukkan dengan masih dominannya peran tengkulak. Kegiatan penangkapan kakap putih di Kabupaten Mimika dilakukan dengan alat tangkap yang masih sederhana yaitu dengan jaring insang dan pancing ulur dengan armada penangkapan sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor.


(1)

PENGEMBANGAN PERIKANAN KAKAP PUTIH

(

Lates calcarifer

) DI KABUPATEN MIMIKA

WESLEY SIMANUNGKALIT

Tesis diajukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R

2007


(2)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor,

Tahun 2007

Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya.


(3)

Abstract

WESLEY SIMANUNGKALIT. Development of barramundi bass (Lates calcarifer) fisheries in Mimika Regency. Supervised by ARI PURBAYANTO and DOMU SIMBOLON.

Mimika is a regency in the southern part of Papua Province that has potencial barramundi resource. Local fisheries statistics shows that utilization of barramundi until 2005 is still not optimum. This research acsess about the development of barramundi fisheries in Mimika Regency based on biological, technical, social and economic aspects. The objectives of this research were (1) to determine the development opportunity of barramundi fisheries in Mimika Regency (2) to determine an appropriate and environmental friendly fishing technology of barramundi and (3) to determine the development strategy of barramundi fisheries in Mimika Regency. The research method used were the Schaefer surplus production model, bioeconomic Gordon–Schaefer model, suitable effort analysis, determination of fishing unit and analytical hierarchy process (AHP). The results showed that the estimated MSY for the fisheries was 8.348 ton/year. Opportunity at MSY condition was 6.807 ton/year while at MEY management was 6.553 ton/year. From this conclusion, the effort gillnet fishery was more appropriate and advantage than handline fishery. The gillnet becomes main priority for developing with a strategy of fishermen empowerment and cooperative between stakeholders for improving catch and fishermen income.


(4)

ABSTRAK

WESLEY SIMANUNGKALIT. Pengembangan Perikanan Kakap Putih (Lates

calcarifer) di Kabupaten Mimika. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO dan DOMU SIMBOLON.

Kabupaten Mimika adalah salah satu kabupaten di bagian selatan Provinsi Papua

yang mempunyai potensi sumberdaya ikan kakap putih (Lates calcarifer) yang

cukup potensial. Data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Mimika menunjukkan bahwa pemanfaatan kakap putih sampai dengan tahun 2005 masih belum optimal. Penelitian ini mengkaji pengembangan perikanan kakap putih (Lates calcarifer) di Kabupaten Mimika berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial dan ekonomi. Tujuan penelitian adalah (1) menentukan peluang pengembangan perikanan kakap putih (Lates calcarifer) di Kabupaten Mimika (2) menentukan teknologi tepat guna dan berwawasan lingkungan untuk penangkapan kakap putih dan (3) menentukan strategi pengembangan perikanan kakap putih di Kabupaten Mimika. Metode analisis menggunakan model surplus produksi Schaefer dan model bioekonomi Gordon–Schaefer, analisis kelayakan usaha, determinasi unit penangkapan dan AHP. Hasil analisis menunjukkan bahwa dugaan potensi

maksimum lestari (MSY) kakap putih sebesar 8.348 ton/tahun. Peluang

pengembangan pada kondisi pengelolaan MSY adalah sebesar 6.807 ton/tahun

dan pada kondisi pengelolaan MEY adalah sebesar 6.553 ton/tahun. Perikanan

jaring insang (gillnet) lebih layak dan menguntungkan dibandingkan dengan

usaha perikanan pancing ulur (handline). Jaring insang menjadi prioritas pertama untuk dikembangkan dengan melakukan strategi pembinaan nelayan dan kerjasama antar pelaku untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan nelayan.


(5)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis:

PENGEMBANGAN PERIKANAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) DI KABUPATEN MIMIKA

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

Wesley Simanungkalit NRP. C551040111


(6)

PENGEMBANGAN PERIKANAN KAKAP PUTIH

(

Lates calcarifer

) DI KABUPATEN MIMIKA

WESLEY SIMANUNGKALIT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007