Pemanfaatan Konsorsia Oleaginous untuk Produksi Biodiesel Menggunakan Substrat Palm Oil Mill Effluent (POME)

PEMANFAATAN KONSORSIA OLEAGINOUS UNTUK
PRODUKSI BIODIESEL MENGGUNAKAN SUBSTRAT
PALM OIL MILL EFFLUENT (POME)

LISNAWATI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Konsorsia
Oleaginous untuk Produksi Biodiesel Menggunakan Substrat Palm Oil Mill
Effluent (POME) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Penelitian ini didanai oleh LIPI atas nama Prof. Dr. I Made Sudiana MSc. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Lisnawati
NIM G84100049

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
LISNAWATI. Pemanfaatan Konsorsia Oleaginous untuk Produksi Biodiesel
Menggunakan Substrat Palm Oil Mill Effluent (POME). Dibimbing oleh MEGA
SAFITHRI dan I MADE SUDIANA.
Mikrobia Pengakumulasi Lipid (Oleaginous) merupakan jenis mikroba
yang dapat mengkonsumsi lipid dan mengakumulasinya dalam sel. Mikrobia
tersebut mampu menggunakan selulosa sebagai sumber karbon. Selulosa pada
POME (Palm Oil Mill Effluent) dapat digunakan mikrobia sebagai sumber
karbon. Selulosa dipecah menjadi senyawa sederhana oleh aktivitas mikroba

hidrolitik. Isolat fungi hidrolitik yang digunakan adalah ATH 2147, jamur S-30,
dan jamur S-50, untuk oleaginous microbes yang digunakan adalah Y34. Tujuan
dari penelitian ini adalah menentukan efektivitas hidrolisis dan akumulasi lipid
yang paling optimal dalam produksi biodiesel dan mengetahui pengaruh suhu,
inokulan mikroba, dan lama waktu inkubasi pada proses hidrolisis dan akumulasi
lipid. Proses hidrolisis dilakukan dengan optimasi pada suhu 30oC dan 50oC,
begitu pula proses akumulasi lipid dilakukan pada suhu yang sama. Berdasarkan
hasil analisis yang dilakukan, POME yang ditambahkan mikroba ATH 2147+Y34
menghasilkan aktivitas enzim selulase tertinggi pada suhu 50oC hari ke-4 dan
akumulasi yang tertinggi pada suhu 30oC hari ke-6 pada pH 4.3. Untuk jenis lipid
tertinggi adalah metil butanoat dan lipid untuk produksi biodiesel yaitu asam
lemak palmitat dan asam lemak stearat. Konsorsia ini dapat digunakan penelitian
lanjutan energi terbarukan generasi kedua.
Kata kunci: Biodiesel, Mikrobia Pengakumulasi Lipid, Palm Oil Mill Effluent.

ABSTRACT
LISNAWATI. Oleaginous Concortial for Biodiesel Production Using POME
Substrate. Supervised by MEGA SAFITHRI and I MADE SUDIANA.
Oleaginous accumulate lipid in the bodies and able to use cellulose in POME
(Palm Oil Mill Effluent) as sole carbon source for lipid accumulation. Enzyme

produce by microorganism is able to hydrolyze cellulose into fermentable sugar.
Hydrolytic fungi used in study ATH 2147, S-30, S-50, and oleaginous yeast
selected was Y34. The purpose of this study is to determine the hydrolysis
activities and the most optimal lipid accumulation biodiesel production and
determine the effect of temperature, microbial inoculants, and the incubation time
on hydrolysis and lipid accumulation. Hydrolysis and lipid accumulation process
at 30oC and 50oC. Based on the analysis, it was found that consortia of ATH
2147+Y34 produce highest cellulose enzyme activity at a temperature of 50oC at
day 4 and the highest lipid accumulation at 30oC at pH 4.3 after 6 days
cultivation. Fatty acid methyl ester composition was dominated by methyl
butanoate, palmitic acid, and stearic acid. These consortia could be used for
second-generation biofuel research.
Keywords: Biodiesel, Oleaginous microbes, Palm Oil Mill Effluent.

PEMANFAATAN KONSORSIA OLEAGINOUS UNTUK
PRODUKSI BIODIESEL MENGGUNAKAN SUBSTRAT
PALM OIL MILL EFFLUENT (POME)

LISNAWATI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pemanfaatan Konsorsia Oleaginous untuk Produksi Biodiesel
Menggunakan Substrat Palm Oil Mill Effluent (POME)
Nama
: Lisnawati
NIM
: G84100049

Disetujui oleh


Dr. Mega Safithri. SSi., MSi.
Pembimbing I

Prof. Dr. I Made Sudiana. MSc.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang
berjudul Pemanfaatan Konsorsia Oleaginous untuk Produksi Biodiesel
Menggunakan Substrat Palm Oil Mill Effluent (POME). Penelitian ini

dilaksanakan mulai dari bulan Oktober 2013 di Laboratorium Mikrobiologi,
Bidang Fisiologi Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Mega Safithri, S.Si., M.Si
dan Prof. Dr. Ir. I Made Sudiana, M.Sc selaku pembimbing, atas bimbingan serta
arahan mengenai kritik dan sarannya dalam menyusun usulan penelitian ini.
Ucapan terima kasih tak lupa penulis berikan kepada Ibu Atit, Mbak Senlie, Mbak
Anis, Mas Helbert, dan Mbak Tutus sebagai analis yang telah banyak membantu
penulis dalam segala hal saat penelitian di LIPI. Serta terima kasih penulis
ucapkan untuk ibu, Irfan, keluarga, dan Biokimia 47 yang senantiasa selalu
mendukung dan memberi motivasi setiap harinya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
tulisan ini. Atas kritik dan saran yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca.

Bogor, April 2014

Lisnawati

DAFTAR ISI


DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
HASIL
PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii

1
2
2
3
5
10
15
15
16
16
20
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12
13
14
15

Seleksi mikroba hidrolitik pada medium CMC
Seleksi mikroba hidrolitik pada médium N-limited
Aktivitas enzim selulase hari ke-2
Aktivitas enzim selulase hari ke-4
Aktivitas enzim selulase hari ke-6
Aktivitas lipogenesis hari ke-3
Aktivitas lipogenesis hari ke-6
Penurunan kadar TOC
Mekanisme hidrolisis selulosa
Proses pembentukan triasilgliserol

Proses transesterifikasi
Struktur metil butanoat
Kurva standar gula reduksi
Kurva standar lipid
Kurva standar TOC

6
6
7
7
8
8
9
9
11
13
14
15
22
22

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Indeks selulotik inokulan pada medium CMC
Profil pH pada suhu 30oC dan 50oC hari ke-6
Komposisi lipid pada Y34 + ATH 2147
Absorbansi pengukuran glukosa standar
Absorbansi pengukuran lipid standar
Absorbansi pengukuran TOC standar
Aktivitas hidrolisis hari ke-2
Aktivitas hidrolisis hari ke-4
Aktivitas hidrolisis hari ke-6
Aktivitas lipogenesis hari ke-3
Aktivitas lipogenesis hari ke-6
Profil TOC awal
Profil TOC akhir

6
9
10
22
22
23
23
23
24
24
24
25
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Alur penelitian
Parameter GCMS yang digunakan
Hasil Penelitian

20
21
22

PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting dalam
perekonomian Indonesia, karena dapat menjadi sumber devisa negara. Produksi
kelapa sawit di Indonesia yang selalu meningkat setiap tahunnya menyebabkan
peningkatan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan buah kelapa sawit
menjadi CPO (Crude Palm Oil). Saat ini Indonesia menjadi penghasil minyak
kelapa sawit terbesar di dunia, bahkan mulai tahun 2007 Indonesia mengalahkan
produksi kelapa sawit Malaysia yang hanya menghasilkan 14000 ton dan
menempati posisi pertama produsen sawit dunia sebesar 16000 ton (DJP 2009).
Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat setiap tahunnya, pada tahun
2013 mencapai 5592 Ha (BPS 2013).
Proses ekstraksi kelapa sawit menjadi CPO membutuhkan air dalam
jumlah besar, dan 50% dari air tersebut menjadi limbah efluen minyak kelapa
sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent). Limbah POME memiliki kandungan
senyawa kompleks yang tinggi karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. POME
merupakan cairan kental berwarna coklat, pH 4.2, memiliki Chemical oxygen
Demand (COD) sekitar 53,630 mg/L dan Biological Oxygen Demand (BOD)
sebesar 25,000 mg/L, minyak dan lemak sebanyak 0.6%, serta total solid 43,635
mg/L (Ma et al. 2000).
Limbah POME ini mempunyai dampak yang buruk bagi lingkungan bila
dibuang tanpa ada pengolahan terlebih dahulu, terutama berbahaya bagi
lingkungan perairan seperti sungai karena dapat menjadi agen pencemar
lingkungan. Oleh karena itu untuk mengurangi toksisitas limbah POME dilakukan
sistem pengolahan yang efisien dan efektif sesuai standar mutu air bersih. Limbah
POME dapat dijadikan substrat dalam produksi biofuel (Conley dan Tao 2007).
Biodiesel merupakan suatu jenis secondary biofuels yang berbentuk cair.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari sektor biofuel cair dalam dekade
terakhir. Secara konvensional biodiesel diperoleh melalui reaksi transesterifikasi
triasilgliserol yang berasal dari renewable lipid dan menghasilkan monoalkil ester
dengan asam lemak berantai panjang dan rantai alkohol pendek (Dai et al. 2007).
Pada penelitian Ma et al. (2008) pembentukan biodiesel biasa berasal dari
tumbuhan, namun metode tersebut membutuhkan biaya produksi yang besar dan
bahan bakunya sangat tergantung dengan lahan, musim, dan iklim. Selain itu
dibutuhkan waktu yang panjang hingga masa panen. Salah satu cara yang sedang
dikembangkan, yaitu produksi biodiesel dengan memanfaatkann konsorsia
oleaginous (Ma et al. 2008).
Metode produksi biodiesel dengan memanfaatkan konsorsia oleaginous ini
sangat efektif, karena tidak dipengaruhi iklim dan musim, selain itu tidak
membutuhkan lahan produksi yang luas (Pan et al. 2009). Kebaruan dari
penelitian ini adalah adanya optimasi suhu yang dilakukan pada suhu 30oC dan
50oC secara aerobik, serta penggunaan konsorsia oleaginous, yaitu Candida sp.
(Y34), Flavodon flavus (ATH 2147), jamur sludge, dan campuran Y34 + ATH
2147.
Pada konsorsia Y34 + ATH 2147 terdapat dua jenis mikroba, yaitu
Candida sp. (Y34) yang bekerja untuk menghidrolisis dan Flavodon flavus (ATH
2147) untuk akumulasi lipid. Mikroba yang bekerja untuk menghidrolisis

2

memiliki kemampuan menghasilkan enzim selulase, enzim ini bekerja untuk
mendegradasi selulosa yang ada pada POME menjadi monomernya. Mikroba
yang bekerja untuk akumulasi lipid memiliki ATPcitrate constant lyase (ACL),
acetyl-CoA karboksilase, dan malic enzyme (ME) yang berfungsi dalam proses
biosintesis lipid saat jumlah glukosa banyak dan N terbatas (Meng et al. 2008).
Ketiga jenis mikroba tersebut memiliki efektivitas yang berbeda dalam
hidrolisis POME, harapannya semakin tinggi hidrolisis POME yang dilakukan
oleh ketiga mikroba, semakin tinggi pula produksi akumulasi lipid yang
dihasilkan. Optimasi saat hidrolisis dan fermentasi sangat penting untuk
meningkatkan akumulasi lipid yang ingin diperoleh, karena itu dilakukan optimasi
suhu pada suhu 30oC dan 50oC. Pada penelitian ini dilakukan perlakuan tambahan
untuk mengetahui jenis lipid yang dihasilkan dan kadar TOC (Total Organik
Karbon) pada POME setelah perlakuan. Selain itu, dilakukan pula pengujian pada
konsorsia jamur S-30 dan S-50 sebagai pembanding yang belum diketahui
aktivitasnya.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober hingga bulan Maret 2014
di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Biologi bidang
Mikrobiologi, Cibinong-Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan
efektivitas perlakuan pada proses hidrolisis dan akumulasi lipid dalam produksi
biodiesel dengan bantuan konsorsia oleaginous. Selain itu untuk mengetahui
kondisi suhu, jenis inokulan mikroba, dan lama waktu inkubasi yang paling
optimal dalam produksi biodiesel. Penelitian ini diharapkan menghasilkan
manfaat bahwa limbah POME hasil dari produksi CPO dapat dimanfaatkan
kembali dan tidak berbahaya untuk lingkungan. Selain itu, diperoleh metode
untuk produksi biodiesel yang lebih efektif, cepat, dan tidak membutuhkan tempat
yang luas.

METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah POME dari PT.
Perkebunan Nusantara VIII Malimping, Banten. Kultur murni khamir yang
digunakan, yaitu Candida sp. Y34, koleksi dari InaCC, Indonesia LIPI Biologi,
Cibinong. Kultur murni fungi yang digunakan adalah Flavodon flavus ATH 2147,
Jamur S-30, dan Jamur S-50 koleksi Laboratorium Ekologi Fisiologi Mikrobia
Pusat Penelitian Biologi. Bahan untuk pembuatan CMC (Carboxymethyl
Cellulose), yaitu CMC, NaNO3, K2HPO4, MgSO4, KCl, agar, aquades, dan
pepton. Untuk medium akumulasi lipid bahan yang digunakannya adalah KH2PO4,
yeast extract, NH4NO3, CaCl2.7H2O, aquades, agar, MgSO4, dan glukosa. Bahan
kimia yang digunakan untuk analisis indeks selulotik, yaitu reagen Congo red
0.2% dan garam fisiologis NaCl, untuk aktivitas enzim, yaitu bubuk DNS dan
NaOH, untuk pengukuran total lipid, yaitu Suddan Black 0.03% dan alkohol 70%.
Untuk metode esterifikasi menggunakan bahan NaOH, metanol, aquades, asam
hidroklorit, metil alkohol, heksana, dan metilter-butil eter.

3
Alat yang digunakan diantaranya adalah autoklaf Tomy 5x-500, laminar
air flow cabinet Hitachi Clear Bench, botol beling, inkubator Central Kagaku
Corp CB-5, CB-L 30oC dan 50oC, sentrifugasi KOKUSAN H-15FR Pupick Fled,
peralatan gelas pyrex, spektrofotometer UV-Vis MAPADA V-1100D, magnetic
stirer, kapas, plastik, alumunium foil, Furnish Ep-type Isuzu Seisa Kusho Co.Ltd,
cawan, spatula, cawan petri, Shaker BR-3000LF, tusuk sate, vortex SIBATA
TTM-1, tusuk gigi, sedotan, tabung eppendorf, spatula drygalski, pipet mikro
1000 µL dan 200 µL, tip 1000 µL dan 200 µL, Kromatografi GasSpektrofotometri Massa (GCMS) QP2010, dan pH meter Az 86505.

Metode Penelitian
Penentuan Aktivitas Hidrolisis (Mun et al. 2008)
Penentuan aktivitas hidrolisis ditentukan dari jumlah gula reduksi dan
aktivitas enzim selulase. Sampel sebanyak 2 mL dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf lalu di sentrifus 4oC pada kecepatan 6000 rpm selama 5 menit.
Supernatan diambil 0.5 mL untuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
aquades 0.5 mL ditambahkan. Untuk Go ditambahkan 0.2 mL larutan DNS dan
dipanaskan selama 7 menit, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 540 nm. Untuk Gt diinkubasi pada suhu 30oC selama 60
menit, setelah itu ditambahkan 0.2 mL larutan DNS dan dipanaskan selama 7
menit. Kembali diukur absorban dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 540 nm.
Total Gula Reduksi = Absorbansi saat t (Gt) - Absorbansi saat 0 (Go)
Pembuatan Kurva Standar Glukosa (Mun et al. 2008)
Kurva standar glukosa dibuat dengan menggunakan larutan glukosa
standar dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 500 ppm dan
1000 ppm. Larutan glukosa standar kemudian diukur dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 540 nm, Hasil pengukuran tersebut dibuat grafik lalu
dicari persamaan garisnya. Persamaan garis yang diperoleh kemudian digunakan
untuk menghitung konsentrasi lipid (ppm).
Seleksi Mikroba Hidrolitik (Mun et al. 2008)
Mikroba yang memiliki kemampuan hidrolitik dibuktikan pada medium
CMC, ditumbuhkan dan diuji secara kualitatif sehingga terbentuk zona jernih
disekitar koloni. Pengujian dilakukan dengan menggunakan pewarna congo red
sebanyak 3 mL secara merata ke dalam koloni dan dibiarkan selama 10 menit
kemudian dicuci dengan larutan NaCl steril 0.1 N dan sisa larutan dibuang.
Indeks selulotik =
Penentuan aktivitas lipogenesis (Khot et al. 2012)
Penentuan aktivitas lipogenesis diukur dari total lipid metode Sudan
Black. Sebanyak 1 ml sampel dimasukan ke dalam tabung Eppendorf lalu
ditambahkan dengan 1 ml reagen Sudan Black B, selanjutnya divortex

4

menggunakan SIBATA Test Tube Mixer TTM-1. Sampel diinkubasi dalam
Shaker BR-23FP pada temperatur 28oC selama 30 menit. Sampel diukur
absorbansinya dengan menggunakan MAPADA V-1100P Spectrophotometer
pada panjang gelombang 580 nm. Sampel disentrifugasi menggunakan
KOKUSAN H-15FR selama 10 menit pada temperatur 15oC dengan kecepatan
5000 rpm. Supernatan yang terbentuk diukur kembali absorbansinya pada panjang
gelombang 580 nm sedangkan pelet dibuang.
Total lipid = OD sebelum centrifuge – OD setelah centrifuge
Pembuatan kurva standar lipid (Khot et al. 2012)
Kurva standar lipid dibuat dengan menggunakan poly-ß-hydroxybutyrate
(PHB) dengan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm 500 ppm dan
1000 ppm. Larutan PHB kemudian diukur absorbansinya pada panjang
gelombang
580
nm
dengan
menggunakan
MAPADA
V-1100P
Spectrophotometer. Hasil pengukuran tersebut dibuat grafik lalu dicari persamaan
garisnya. Persamaan garis yang diperoleh kemudian digunakan untuk menghitung
konsentrasi lipid (ppm).
Seleksi Mikroba Akumulasi Lipid (Khot et al. 2012)
Sampel yang memiliki kemampuan akumulasi lipid ditumbuhkan pada
medium N-limited padat dengan metode sebar. Metode sebar bertujuan untuk
mendapatkan bakteri yang bersifat aerob. Sampel disebarkan dengan
menggunakan spatula drygalski dan dilakukan inkubasi di dalam inkubator
dengan suhu 30oC selama 3 hari. Pengamatan pertumbuhan koloni diamati.
Medium N-limited untuk volume 200 mL, KH2PO4 sebanyak 0.076 g, yeast
extract 0.15 g, NH4NO3 0.03 g, CaCl2.7H2O 0.05 g, dan MgSO4 0.05 g dilarutkan
dalam 100 mL aquades lalu diaduk dalam shaker. Setelah itu 8 g glukosa
ditambahkan dengan 100 mL aquades dalam tabung Erlenmeyer yang berbeda dan
diaduk dalam shaker. Campuran glukosa dan aquades ditambahkan ke tabung
Erlenmeyer awal dan diaduk dalam shaker kembali, setelah tercampur disterilisasi
dan dituang dalam cawan petri.
Penghitungan berat kering isolat (Khot et al. 2012)
Sebanyak 2 mL sampel ke tabung Eppendorf lalu disentrifugasi
menggunakan KOKUSAN H-15FR selama 10 menit temperatur 15oC dengan
kecapatan 5000 rpm. Wadah yang akan digunakan dikeringkan lalu ditimbang
terlebih dahulu. Pellet yang dihasilkan dikeringkan ke dalam oven suhu 80oC dan
ditimbang kembali. Karena hasil yang diperoleh masih dalam g/mL maka
dikonversi terlebih dahulu menjadi mg/L atau ppm. Berat kering biomassa
dihitung dengan rumus:
Berat kering biomassa = (Berat bahan kering+wadah) – Berat wadah kering
Pengukuran kadar Total Organik Karbon (TOC) (Mushtaque et al. 2013)
Pengukuran TOC dilakukan mengikuti modifikasi metoda phenolpersulfate. Sampel disentrifus kecepatan 2000 rpm sebanyak 6 mL. Supernatan
dijadikan berbagai konsentrasi yaitu 1000 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm, 4000 ppm,

5
5000 ppm, dan 500 ppm. Diambil 500 µL ke Eppendorf, lalu ditambahkan 50 µL
HCl ke dalamnya dan dipanaskan 2 jam. Setelah itu ditambahkan 50 µL fenol 5%
dan 250 µL H2SO4 pekat, lalu dipanaskan selama 1 jam. Absorban diukur pada
panjang gelombang 490 nm .
Kadar TOC (%) =
Profil pH pada Perlakuan Lipogenesis (Bhatia et al. 2007)
POME yang sudah ditumbuhkan mikroba dan diberi perlakuan diukur pHnya pada hari ke-6 dengan menggunakan pH-meter Az 86505.
Identfifikasi lipid dengan GC-MS (Zheng et al. 2012)
Isolat terpilih kemudian diidentifikasi jenis lipid yang dihasilkan dengan
menggunakan analisis GC-MS. Terdapat lima tahap dalam preparasi sampel untuk
analisis GC-MS, yaitu:
Pemanenan khamir. Isolat khamir yang memiliki nilai total lipid tinggi
diambil 4 mm loop dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil bertutup.
Saponifikasi. Sebanyak 1mL reagen 1 (45 g NaOH + 150 mL metanol +
150 mL aquades) ditambahkan, kemudian dikocok dengan menggunakan vortex
selama 10 detik. Selanjutnya dipanaskan pada temperatur 100ºC selama 5 menit,
lalu dikocok dengan menggunakan vortex kembali selama 10 detik dan
dipanaskan kembali pada temperatur 100ºC selama 25 menit.
Metilasi. Sebanyak 2 mL reagen 2 (325 mL asam hidroklorit + 275 mL
metil alkohol) ditambahkan, kemudian dikocok dengan menggunakan vortex
selama 10 detik dan dipanaskan selama 10 menit pada temperatur 80ºC.
Ekstraksi. Sebanyak 1,25 mL reagen 3 (200 mL heksana + 200 mL
methyltert-butil eter) ditambahkan sehingga terbentuk dua lapisan, kemudian
tabung reaksi dibolak-balik selama 10 menit. Selanjutnya lapisan bawah
dipipet/dibuang.
Pencucian sampel. Sebanyak 3 mL reagen 4 (10,8 g NaOH dilarutkan
dalam 900 mL akuades) ditambahkan, kemudian tabung reaksi dibolak-balik
selama 5 menit dan terbentuk 2 lapisan, lapisan atas digunakan untuk analisis GCMS.

HASIL
Mikroba Hidrolitik dan Akumulasi Lipid Potential
Untuk mengetahui kemampuan mikroba sebagai mikroba hidrolitik dapat
digunakan medium CMC dan pewarna congo red. Berdasarkan Tabel 1, diperoleh
bahwa ATH 2147 memiliki kemampuan hidrolitik yang tinggi daripada yang lain,
yaitu 1.76, sedangkan yang lain Y34 sebesar 1.56, Jamur S-30 sebesar 1.21, dan
Jamur S-50 sebesar 1.40. Aktivitas hidrolisis dapat dilihat pada Gambar 1, semua
jenis inokulan dapat tumbuh pada medium CMC.
Untuk mengetahui kemampuan mikroba pengakumulasi lipid dapat
digunakan dengan medium N-limited padat. Aktivitas mikroba akumulasi lipid

6

dapat terlihat pada medium N-limited Gambar 2, semua mikroba yang
ditumbuhkan pada medium N-limited mengalami pertumbuhan.
Tabel 1 Indeks selulotik inokulan pada medium CMC
Mikroba

Diameter koloni

Diameter zona bening

Indeks selulotik

Y34

3.00

4.70

1.56

ATH 2147

2.50

4.40

1.76

Jamur S-30

1.65

2.00

1.21

Jamur S-50

1.50

2.10

1.40

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 1 Seleksi mikroba hidrolitik pada medium CMC(a) Y34(b) ATH 2147 (c)
Jamur S-30 (d) Jamur S-50

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2 Seleksi mikroba hidrolitik pada medium N-limited padat (a) Y34 (b)
ATH (c) Jamur S-30 (d) Jamur S-50
Aktivitas Hidrolisis Mikroba Selulotik
Aktivitas hidrolisis diperoleh dari pengukuran jumlah gula reduksi yang
dapat dihasilkan oleh sampel, baik suhu 30oC dan 50oC. Setelah itu jumlah gula
reduksi yang diperoleh dikonversi ke dalam kurva standar dan dijadikan
konsentrasi dalam bentuk ppm. Konsentrasi yang diperoleh akan dibagi 180
menjadi satuan unit enzim selulase. Pengukuran yang dilakukan pada hari ke-2,
ke-4, dan ke-6 diperoleh pada hari ke-2 baik suhu 30oC maupun 50oC aktivitas
enzim selulasenya tidak berbeda nyata dan aktivitasnya masih belum signifikan
terlihat pada Gambar 3, namun saat hari ke-4 pada Gambar 4 aktivitas enzimnya
mulai terlihat, untuk semua mikroba lebih tinggi aktivitas enzimnya pada suhu
50oC dan nilai yang dicapai pun lebih maksimum dari pada hari selanjutnya
terlihat pada Gambar 5. Pada hari ke-6 aktivitas enzim selulosa semakin turun dan
nilai aktivitas enzim pun semakin kecil (Gambar 5). Namun bila disimpulkan
antara suhu 30oC dan 50oC aktivitas enzim selulase yang paling maksimum
terdapat pada suhu 50oC oleh Y34+ATH 2147 pada hari ke-4, karena dapat
menghasilkan aktivitas enzim selulase 2.95 unit.

7

Gambar 3 Aktivitas enzim selulase hari ke-2. ■ 30°C □ 50°C
* Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada beda nyata
antar kelompok perlakuan pada taraf 5%.

Gambar 4 Aktivitas enzim selulase hari ke-4. ■ 30°C □ 50°C
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada beda nyata
antar kelompok perlakuan pada taraf 5%.

Gambar 5 Aktivitas enzim selulase hari ke-6. ■ 30°C □ 50°C
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada beda nyata
antar kelompok perlakuan pada taraf 5%.

8

Aktivitas Lipogenesis
Untuk penentuan aktivitas lipogenesis dilihat dari jumlah total lipid yang
dihasilkan. Total lipid yang diperoleh merupakan hasil bagi konsentrasi lipid per
bobot keringnya. Berdasarkan Gambar 6 pada hari ke-3 jumlah total lipid masih
rendah dan peningkatan jumlah total lipid terjadi pada hari ke-6. Total lipid yang
tertinggi yaitu Y34+ATH 2147 pada suhu 30oC hari ke-6 sebesar 86.88% per
berat kering terlihat pada Gambar 7. Untuk jumlah berat kering yang diperoleh
dapat berkisar 15-6.1 gL-1.

Gambar 6 Aktivitas lipogenesis medium POME steril hari ke-2. ■ 30°C □ 50°C
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada beda nyata
antar kelompok perlakuan pada taraf 5%.

Gambar 7 Aktivitas lipogenesis medium POME steril hari ke-6. ■ 30°C □ 50°C
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada beda nyata
antar kelompok perlakuan pada taraf 5%.

Profil TOC Selama Kultivasi
Untuk mengukur kadar TOC (Total Organik Karbon) digunakan HCl,
fenol 5%, dan H2SO4 pekat. Sebelumnya dilakukan pengukuran untuk
menentukan kurva standar dengan konsentrasi 50,100, 200, 300, 400, dan 500,
sehingga diperoleh persamaan garis y=0.1231x-0.0306, r=0.9949. Setelah itu

9
dilakukan pengujian untuk setiap sampel, diperoleh hasil terjadi penurun kadar
TOC POME awal dan TOC POME akhir. Berdasarkan Gambar 8 dapat terlihat
yang mengalami penurunan TOC tertinggi terdapat pada sampel Y34+ATH 2147,
yaitu sebesar 77.33%.

Gambar 8 Penurunan kadar TOC. ■ 30°C □ 50°C
*Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan ada beda nyata
antar kelompok perlakuan pada taraf 5%.

Profil pH pada Perlakuan Lipogenesis
Pada hari terakhir hari ke-6 sampel akan diukur kadar pH, dan berdasarkan
hasil pada Tabel 3 setiap perlakuan tidak mempengaruhi kadar pH sampel. Hasil
pH yang diperoleh berkisar 4 atau bersifat asam.
Tabel 2 Profil pH sampel setelah perlakuan pada suhu 30oC dan 50oC
Sampel
Y34
ATH
Y34+ATH
Jamur S-30
Jamur S-50

Suhu 30oC

Suhu 50oC

4.32
4.32
4.31
4.31
4.31

4.32
4.31
4.32
4.32
4.30

Komposisi Lipid dengan GCMS
Analisis komposisi lipid pada sampel yang memiliki total lipid tertinggi
yaitu Y34+ATH 2147 suhu 30oC. Berdasarkan Tabel 4 komposisi lipid yang
tertinggi pada sampel Y34+ATH 2147 adalah metil butanoat, jumlah konsentrasi
sebesar 14.56%. Untuk komposisi lipid yang berpotensi produksi biodiesel yaitu
metil palmitat, metil oleat, metil linoleat, dan metil stearat, setelah diukur pada
GCMS konsentrasi metil palmitat pada Y34+ATH 2147 sebesar 8.14%, oleat
sebesar 9.17%, linoleat sebesar 6.53%, dan stearat sebesar 6.1% (Tabel 3).

10

Tabel 3 Komposisi lipid pada Y34+ATH 2147 suhu 30oC
MulaiRT

AkhirRT

2.005

2.09

2.09
7.56

Nama

Jumlah

Konsentrasi (%)

Metil butanoat

0.08

1.94

2.275

Metil caproat

0.18

4.24

7.75

Metil miristat

0.19

4.35

10.68

11.035

Metil palmitat

0.35

8.14

14.095

14.365

Metil stearate

0.27

6.19

14.365

14.765

Metil oleat

0.40

9.17

15.175

15.46

Metil linoleat

0.28

6.53

17.855

17.995

Metil undecanoat

0.14

3.21

17.995

18.17

Metil undecanoat

0.17

4.01

18.17

18.32

Metil undecanoat

0.15

3.44

18.32

18.72

Metil margarat

0.40

9.17

19.395

19.78

Metil cis-12-Octadecenoat

0.38

8.83

21.69

22.07

Metil cis-13,16-Docosadienat

0.38

8.71

22.26

22.585

Metil pentadecanoat

0.32

7.45

23.055

23.69

Metil butanoat

0.63

14.56

Total

4.36

PEMBAHASAN
Aktivitas Hidrolisis
Aktivitas hidrolisis dilihat dari aktivitas enzim selulase setiap sampel pada
suhu 30oC dan 50oC, pengukuran dilakukan pada hari ke-2, ke-4, dan ke-6.
Pemilihan perlakuan pada suhu 30oC dan 50oC serta hari pengukuran ditentukan
pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, saat suhu 30oC
dan 50oC menghasilkan gula reduksi yang tertinggi, begitu pula pengukuran hari.
Pada hari ke-2, ke-4, dan ke-6 terlihat perubahan aktivitas enzim yang jelas
(Lisnawati 2013).
Penentuan aktivitas hidrolisis dilakukan dengan metode reagen DNS
(dinitro salisilat), metode ini dilakukan secara kimiawi. DNS ini merupakan
senyawa aromatis yang akan bereaksi dengan gula dalam suasana basa, dan dapat
dibaca pada panjang gelombang 540 nm. Semakin banyak gula reduksi pada
sampel, makin tinggi nilai absorbannya. Uji ini akan berwarna jingga kemerahan
jika hasilnya positif. Dalam pembuatan reagen DNS terjadi penambahan NaOH ke
dalam larutan untuk memberikan suasana basa saat reaksi nanti. Reaksi DNS ini
merupakan reaksi redoks pada gugus aldehid gula dan teroksidasi menjadi gugus
karboksil, sedangkan DNS oksidator akan tereduksi membentuk 3-amino dan 5nitrosalicylic acid (Sastrohamidjojo 2005).
Enzim selulase merupakan enzim ekstraseluler yang bersifat indusibel,
dan enzim ini dapat dihasilkan oleh mikroba jika mikroba berada dalam medium
yang mengandung induser. Induser berupa selulosa yang dapat mengaktifkan gen

11
untuk produksi enzim selulase. Aktivitas enzim selulase yang masih rendah pada
hari ke-2 dikarenakan selulosa belum terhidrolisis secara sempurna dan mikrobia
membutuhkan waktu untuk menghidrolisis, karena selulosa merupakan senyawa
polisakarida yang kompleks dan sulit larut dalam air namun larut pada senyawa
klorida, hidroksi, dan alkali. Enzim selulosa juga bersifat represible, yang akan
menurun saat produksinya tinggi (Zhiliang F et al. 2006).
Pada penelitian sebelumnya, penentuan aktivitas enzim selulase dilakukan
pada Aspergillus niger suhu 50oC sebesar 0.0505 unit (Yusak 2004). Bila
dibandingkan dengan hasil penelitian, aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
inokulan Y34+ATH 2147 lebih tinggi karena dapat menghasilkan aktivitas enzim
2.95 unit pada suhu 50oC. Enzim selulosa yang bekerja pada hidrolisis ini terdapat
3 jenis, yaitu endo 1,2 β-D glukanase, exo 1,4 β-D glukanase, dan β-glukosidase.
Ketiga enzim tersebut berperan penting dalam proses hidrolisis, untuk endo 1,2 βD glukanase bekerja untuk memecah selulosa dan memotong selulosa pada bagian
amorf ikatan α 1-4 glikosida sehingga mmenghasilkan substrat baru untuk enzim
exo 1,4 β-D glukanase. Pada enzim exo 1,4 β-D glukanase berfungsi untuk
memecah ujung gula pereduksi dan non pereduksi dan memutus pada bagian
kristalin sehingga menghasilkan selobiosa. Enzim β-glukosidase untuk mengubah
selobiosa menjadi glukosa (Gambar 9) (Zhiliang F et al. 2006).

Endo 1.4 β-D glukanase
Selulosa

Selulosa (Krinstal)

Endo 1.4 β-D glukanase

Selobiase
Glukosa

Selobiosa

Gambar 9 Mekanisme hidrolisis selulosa (Zhiliang F et al. 2006)
Berdasarkan Gambar 1 menunjukan semua mikroba mampu tumbuh di
medium CMC dengan indeks selulotik yang berbeda-beda tergantung pada sifat
genetis mikroba dalam mengabsorbsi CMC. Untuk yang tertinggi pada mikroba
ATH 2147 dengan indeks selulotik sebesar 1.76, hal ini menjelaskan bahwa
mikroba tersebut aktivitasnya tertinggi dalam menggunakan nutrient untuk
kebutuhan sel.
Hal ini terjadi karena enzim selulase yang dihasilkan mikroba akan
memecah CMC menjadi glukosa sehingga sel mudah mengabsorpsi glukosa
sebagai sumber karbon dalam pertumbuhan sel dan sumber energi (Prescott 2002).

12

Hasil degradasi selulosa tersebut ditunjukkan dengan adanya zona bening
disekitar koloni dan reagen Congo red hanya akan mewarnai polisakarida
(selulosa), sedangkan hasil pemecahan tidak terwarnai dan terbentuklah zona
bening. Penelitian sebelumnya telah menguji aktivitas enzim selulosa pada
medium CMC dari Aspergillus niger sebesar 0.923 (Sohail et al. 2009), hal ini
menandakan bahwa aktivitas enzim selulosa pada ATH 2147 sangat tinggi.
Aktivitas Lipogenesis
Untuk penentuan aktivitas lipogenesis dilihat dari jumlah total lipid yang
dihasilkan pada suhu 30oC dan 50oC. Pengukuran dilakukan pada hari ke-3 dan
ke-6. Pemilihan perlakuan pada suhu 30oC dan 50oC serta hari pengukuran
ditentukan pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, saat
suhu 30oC dan 50oC menghasilkan total lipid yang tertinggi, begitu pula
pengukuran hari. Pada hari ke-3 dan ke-6 terlihat perubahan total lipid yang
dihasilkan secara jelas (Lisnawati 2013).
Penentuan aktivitas lipogenesis ini dilakukan dengan metode reagen Sudan
Black untuk mengukur kadar lipid yang dihasilkan. Metode ini lebih cepat,
sensitif, non toksik, dan sangat efisien untuk mengestimasi akumulasi lipid oleh
mikroba secara kualitatif maupun kuantitatif. Pewarnaan dengan suddan black
menyebabkan sel berwarna biru tua hingga hitam karena Suddan Black B biasa
digunakan untuk pengecatan senyawa lipid seperti triasilgliserol, fosfolipid, dan
lipoprotein di dalam sel (Khot et al 2012).
Pengukuran secara kuantitatif dilakukan dengan cara mengurangkan nilai
OD 580 sampel dan Sudan Black dengan perbandingan 1:1 sebelum sentrifugasi
dengan nilai OD 580 setelah sentrifugasi. Nilai OD 580 sebelum sentrifugasi
menunjukkan Sudan Black yang terdapat pada medium sedangkan nilai OD 580
sesudah sentrifugasi menunjukkan Sudan Black yang tidak terikat oleh sel yang
mengandung lipid. Dengan demikian, hasil pengurangan merupakan Sudan Black
yang diikat oleh sel yang mengandung lipid (Khot et al 2012).
Total lipid yang masih rendah pada hari ke-2 dikarenakan aktivitas enzim
yang masih rendah, karena aktivitas enzim yang masih rendah menyebabkan gula
reduksi yang dihasilkan pun masih sedikit sehingga total lipid yang dihasilkan
masih rendah. Kerja enzim selulase dari ATH 2147 mengalami peningkatan dari
hari ke-4 dan gula reduksi yang dihasilkan telah digunakan kembali oleh Y34
untuk mengakumulasi lipid, sehingga pada hari ke-6 total lipid tinggi.
Menurut Beopoulos et al. (2009) mengatakan bahwa, apabila mikrobia
tersebut memiliki kemampuan untuk mengakumulasi lipid lebih dari 20% dari
biomassanya maka mikrobia tersebut disebut oleaginous. Berdasarkan total lipid
yang dihasilkan dari semua sampel baik suhu 30oC dan 50oC merupakan
oleaginous., karena dapat menghasilkan total lipid yang dihasilkan berkisar 23%
hingga 61.46% dari biomassanya (>20%). Selain itu penelitian terdahulu
akumulasi lipid dengan menggunakan Trichosporon fermentans menghasilkan
akumulasi lipid sebesar 40,1% per berat kering sel serta jumlah minyak dan lemak
yang terkandung pada POME konsentrasi sebesar 6000 ppm (Huang et al. 2009).
Hal ini menunjukan Y34+ATH 2147 lebih tinggi dalam menghasilkan total lipid.

13
Akumulasi lipid ini terjadi karena pada medium kekurangan unsur nitrogen
dan kelebihan glukosa hasil dari hidrolisis, sehingga memicu sintesis lipid pada
sitoplasma. Glukosa diubah menjadi piruvat dan akan dibawa ke mitokondria
untuk dijadikan sitrat. Produksi ATP dalam sel pun meningkat dan AMP, yang
berguna untuk menginaktivasi NAD+ turun. Akumulasi sitrat tersebut akan diubah
menjadi acetyl co-A dan masuk ke jalur biosintesis lipid (Gambar 10) (Meng et al.
2008).

Gambar 10 Proses pembentukan triasilgliserol (Meng et al. 2008)
Profil TOC Selama Kultivasi
Total Oganik Karbon (TOC) adalah jumlah karbon yang terikat dalam
senyawa organik. Penentuan TOC merupakan suatu cara analisis senyawa organik
dengan menentukan kadar karbon secara total dari proses oksidasi sempurna.
Metode TOC secara sederhana adalah proses oksidasi kimia yang bertujuan untuk
mengubah karbon organik menjadi karbon dioksida (Potter dan Wimsatt 2003).
Pengukuran TOC pada penelitian ini untuk mengetahui penurunan karbon
organik pada POME (Palm Oil Mill Effluent) yang telah digunakan untuk
pembentukan gula reduksi dan lipid. Metode yang dilakukan pada penelitian ini
merupakan modifikasi dari pengukuran TOC secara langsung, Direct TOC atau
dikenal Non-Purgable Organic Carbon (NPOC) ini prinsipnya mengurangkan
hasil karbon total dengan karbon anorganik menggunakan senyawa asam untuk
menghilangkan karbon IC (Inorganic Carbon). IC tersebut akan dioksidasi
melalui proses pemanasan dan nanti sisa karbon akan dibaca pada
spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm (Suligundi 2013).
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa kadar TOC pada
POME sebesar 33 mgL-1 (Rupani 2010), dan dari hasil penelitian diperoleh

14

penurunan TOC tertinggi terdapat pada sampel Y34 + ATH 2147, yaitu sebesar
77.33%. Hal ini menandakan bahwa penelitian ini dapat menurunkan kadar TOC
mencapai 77.33% dari 33 mgL-1 konsentrasi TOC POME awal.
Kadar TOC yang turun juga mendukung kesimpulan pada bab sebelumnya,
yang menjelaskan bahwa campuran Y34 + ATH 2147 menghasilkan lipid yang
tertinggi. Hal ini karena sumber karbon organik yang ada telah digunakan
sehingga penurunan TOC pun tinggi. Semakin tinggi persen penurunan TOC
menandakan semakin banyak karbon yang digunakan, TOC yang rendah ini
berguna membantu untuk mengontrol tingkat endotoksin dan mikroba dan
mengetahui efek sampel terhadap lingkungan atau kesehatan manusia (Hendrick
2007). Oleh karena itu jenis inokulan ini dapat digunakan untuk penjernihan air,
karena dapat menurunkan persen TOC sebesar 77.33%.
Pada hari terakhir sampel akan diukur kadar pH, dan berdasarkan hasil pada
Tabel 3 setiap perlakuan tidak mempengaruhi kadar pH sampel. Hasil pH yang
diperoleh berkisar 4 atau bersifat asam, karena saat aktivasi sel menghasilkan
metabolit yang berupa asam-asam organik (Siwi 2011).

Komposisi lipid dengan GCMS
Hasil sampel yang memiliki total lipid tertinggi diidentifikasi komposisi
lipidnya dengan kromatografi GCMS. Analisis GCMS dilakukan untuk
mengetahui komposisi lipid yang terkandung pada sampel, yaitu Y34 + ATH
2147. Analisis juga dilihat dari segi jenis lipid tertinggi yang terkandung dalam
sampel dan konsentrasi jenis lipid untuk produksi biodiesel. Karakteristik
kromatografi GCMS yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu column oven
temperature 150oC, injection temperature 250oC, injection mode split, dan
karakteristik lainnya (Lampiran 2). Metode ini merupakan metode pemisahan
senyawa organik dengan menggunakan dua metode analisis, yaitu GC untuk
mengukur jumlah senyawa kuantitatif, dan masa untuk analisis struktur molekul.
Prinsip pembacaan alat ini dengan melihat banyaknya puncak dalam spektra
berdasarkan data waktu retensi literatur (Suirta 2009).
Berdasarkan Tabel 4, hasil dari GCMS, komposisi lipid pada Y34 + ATH
2147 suhu 30oC bermacam-macam dan mengandung 15 jenis lipid yang berbeda,
hal ini terjadi karena adanya proses transesterifikasi yang dimodifikasi sehingga
dapat mendeteksi kandungan lipid yang maksimal dalam sampel. Pada Gambar 11
merupakan proses transesterifikasi yang dilakukan pada penelitian ini dengan
menambahkan metanol.

Trigliserida

Metanol

Ester metil asam lemak
(Biodiesel)

Gambar 11 Proses transesterifikasi (Meng et al. 2008).

Gliserol

15
Penelitian ini menghasilkan jenis lipid yang paling tinggi adalah metil
butanoat sebesar 14.56%. Hal ini menjelaskan bahwa hasil lipid yang diperoleh
oleh Y34 + ATH 2147 suhu 30oC 14.56% dari komposisi lipidnya merupakan
metil butanoat, seperti pada Gambar 12 merupakan struktur dari metil butanoat.

Gambar 12 Struktur metil butanoat (Thomson et al 2006).
Metil butanoat pada Gambar 12 merupakan icon dari biodiesel, karena
menurut penelitian sebelumnya, metil butanoat ini merupakan hasil primer dari
produksi biodiesel, karena rantainya yang pendek sehingga memudahkan
terjadinya proses pembakaran (Thomson et al 2006). Hal ini dibuktikan pada
penelitian Kuang et al. (2012) yang menjelaskan bahwa, adanya efek metil ester
pada struktur metil butanoat menyebabkan sensivitas rendah, namun gugus metil
ester ini menyebabkan produksi signifikan dari karbon monoksida dan karbon
dioksida. Hal ini juga terjadi karena adanya jalur tambahan melalui metil etanoat
radikal yang mengarah pada pembentukan karbon monoksida, jalur ini berfungsi
pada pengurangan produksi prekursor jelaga yang terkait dengan oksidasi metil
butanoat.
Oleh karena itu, metil butanoat bukanlah molekul pengganti ideal untuk
oksidasi biodiesel/pembakaran, namun dapat berfungsi sebagai titik awal studi
metil ester yang lebih besar (Dooley et al 2008). Pada biasanya yang memenuhi
standar komposisi biodiesel adalah asam lemak yang mengandung C-16 (asam
palmitat) dan C-18 (asam stearat) (Setyawardhani et al. 2009). Senyawa metil
ester yang diperoleh sesuai dengan kandungan asam lemak yang terdapat pada
basan dasar minyak kelapa sawit yang sering digunakan untuk biodiesel, antara
lain metil palmitat sebesar 8.14%, miristat 4.35%, linoleat 6.53%, oleat 9.17%,
dan stearat sebesar 6.19%. Jumlah jenis lipid ini masih rendah bila dibandingkan
dengan kandungan palmitat dan stearat pada minyak standar, yaitu 9.92% untuk
palmitat dan 8.34% pada stearat (Thomson et al 2006). Hal ini menandakan
bahwa Y34+ATH 2147 dapat digunakan untuk produksi biodiesel karena
mengandung jenis lipid yang sama dengan kelapa sawit, namun perlu penambahan
substrat lain agar jumlah lipid untuk produksi biodieselnya lebih tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mikroba Oleaginous dapat digunakan untuk produksi biodiesel dan
produksi tertinggi akumulasi lipid yaitu Y34+ATH 2147. Aktivitas enzim
selulosanya tertinggi pada suhu 50oC oleh Y34+ATH 2147 pada hari ke-4 sebesar
2.95 unit. Total lipid yang tertinggi diperoleh oleh mikrobia Y34+ATH 2147 pada
hari ke-6 suhu 30oC sebesar 86.88% per berat kering dengan pH konstan 4.3.

16

Komposisi lipid yang tertinggi pada Y34+ATH 2147 adalah metil butanoat, dan
komposisi lipid yang biasa untuk produksi biodiesel, yaitu metil palmitat sebesar
8.14% dan metil stearat sebesar 6.1%.

Saran
Penelitian lanjutan untuk mencari metode atau penggunaan substrat lain
selain POME dan air untuk menghasilkan asam lemak yang lebih tinggi untuk
produksi biodiesel, serta pengujian nilai mutu standar Nasional Indonesia dan
kelayakan uji coba komposisi biodiesel tersebut pada mesin diesel.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistika. 2013. Luas tanaman perkembangan besar menurut jenis
tanaman Indonesia 1995-2013 [Internet]. [diunduh 29 Mei 2014]. Tersedia
pada: http://www.bps.go.id.
Beopoulos, Cescut AJ, Haddouche, Uribellarea J, Jouve CM, Nicaud J. 2009.
Yarrowia lipolytica as a model for bio-oil production. Progress in Lipid
Research. 48: 375-387.
Bhatia S, Abdullah AZ, Abdullah H. 2007. Preatreatment of Palm Oil Mill
Effluent (POME) using moringa olifera seeds as natural coagulant. Journal
of Hasardous Materials. 145: 6-120.
Conley SP, Tao B. 2007. Bioenergy. Amerika: Perdue University Pr.
Dai et al. 2007. Biodiesel generation from oleaginous yeast Rhodotorula glutinis
with xylose assimilating capacity [Internet]. [diunduh 12 Desember 2010].
Tersedia pada: http://www.academicjournals.org.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Statistik kelapa sawit 2005. Jakarta (ID):
Departemen Pertanian Pr.
Dooley S, Curran HJ, Simmie JM. 2008. Autoignition measurements and a
validated kinetic model for the biodiesel surrogate methyl butanoate.
Renewable Energy Journal. 153: 2-32.
Hendrik B, David. 2007. Water treatment unit process: Physical and chemical.
Boca raton: CRC Pr.
Huang C, Zong M, Wu H, Liu Q. 2009. Microbial oil production from rice straw
hydrolysate by Trichosporon fermentans. Bioresource Technology. 100 :
4535–4538.
Khot M, Kamat S, Zinjarde S, Pant A, Chocpade B, Ravikumar A. 2012. Single
cell oil of oleaginous fungi from the tropical mangrove wetlands as a
potential feedstock for biodiesel. Journal Microbial Cell Factories. 11: 71.
Kuang C, Jason YW, Violi A. 2012. The role of the methyl ester moiety in
biodiesel combustion: A kinetic modeling comparison of methyl butanoate
and n-Butanoate. Energy Journal. 92: 16-26.
Lisnawati. 2013. Optimasi produksi lipid menggunakan jamur Flavodon flavus
pada limbah POME (Palm Oil Mill Effluent). [laporan praktik lapang].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

17
Ma AN. 2000. Environmental management for the oil palm industry. Palm Oil
Dev. 30: 1-10.
Ma AN, Toh TS, Chua NS. 2008. Improvement of lipid accumulation in an
oleaginous yeast. Journal of Biotechnology. 136S: S402-S459.
Meng X, Yang J, Xu X, Zheng C, Nie Q, Xian M. 2008. Biodiesel production
from oleagineous microorganism. Reneawable Energy. 34 : 1-5.
Mun WK, Rahman NA, Aziz S, Sabartnam V, Hasan MA. 2008. Enzimatic
hydrolysis of palm oil mill effluent solid using mixed cellulases from
locally isolated fungi. Research Journal of Microbiology. 3 (6): 474-481.
Mushtaque et al. 2013. Mechanism of Persulfate Activation by Phenols. Environ
Science Technology. 47: 5864-5871.
Pan LX, Yang DF, Saho L, Li W, Cheng GG, Liang ZQ. 2009. The acid,
tolerance and antimicrobial property of Lactobacillus acidophilus. Journal
Food Control. 20: 598-602.
Potter, Wimsatt. 2003. Determination of total organic carbon and specific UV
absorbance at 254 nm in source water and dringking water. National
Exposure Research Laboratory Office of Research and Development.
451(3): 1-56.
Prescott, Harley LM, Klein. 2002. Microbiology, 5th ed. New York: Mc-Graw Hill
Companies.
Rupani PF, Singh RP, Ibrahim MH. 2010. Review of current Palm Oil Mill
Effluent (POME) treatment methods vermicomposting as a suistainable
practice. World Applied Sciences Journal. 11 (1): 70-81.
Sastrohamidjojo. 2005. Kimia Organik, Sterokimia, Lemak, dan Protein.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.
Setyawardhani DA, Distantina S, Utami MD, Dewi N. 2009. Hidrolisis multi
stage dan acid pre-treatment untuk pembuatan biodiesel dari minyak biji
karet. Simposium Nasional RAPI. 8: 38-43.
Siwi. 2011. Karakterisasi dan identifikasi khamir anggota filum Ascomycota yang
berpotensi sebagai oleaginous yeast. [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas
Gajah Mada.
Suirta IW. 2009. Preparasi biodiesel dari minyak jelantah kelapa sawit. Jurnal
Kimia. 3 (1): 1-6.
Suligundi. 2013. Penurunan kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada limbah
cair karet dengan menggunakan reaktor biosand filter yang dilanjutkan
dengan reaktor activated carbon. Jurnal Teknil Sipil Untan. 13 (1): 29-44.
Sohail M, Naseeb S, Sherwani. 2009. Distribution of hydrolytic enzymes among
native fungi: Aspergillus the pre-dominant genus of hydrolase producer.
Pakistan Journal Botani. 41 (5): 2567-2582.
Thomson MJ, Gail S, Sarathy SM, Syed SA, Dagaut P. 2006. Sebuah studi luas
kinetik pemodelan metil butanoat pembakaran. Prosiding Pembakaran
Institute. 31: 305.
Yusak. 2004. Pengaruh suhu dan pH buffer asetat terhadap hidrolisa CMC oleh
enzim selulase dari ekstrak Aspergillus niger dalam media campuran onggok
dan dedak. Jurnal Sains Kimia. 8 (2): 35-37.
Zheng Y, Yu X, Dorgan KM, Cheng S. 2012. Oleaginous yeast Cryptococcus
curvatus for biofuel production. Ammonia Effect Biomass and Bioenergy.
37: 114-121.

18

Zhiliang F, Lee R. 2006. Conversion of paper sludge to ethanol. Process Design
and Economic Analysis. 30: 35-45.

LAMPIRAN

20

Lampiran 1 Alur Penelitian
Preparasi
sampel

Pengujian kualitatif
medium CMC dan
N-limited

Pengujian total lipid

Pengujian aktivitas

dan berat kering

hidrolisis

Pengukuran

Pengukuran

TOC

pH

Analisis komposisis
lipid dengan GCMS

21
Lampiran 2 Parameter GC-MS yang digunakan
Kondisi percobaan
Suhu kolom oven
Suhu injeksi oven
Kolom
Volum injeksi
Volum mencuci
Model injeksi
Gas pembawa
Arus mode kontrol
Tekanan
Jumlah arus
Kolom baris
Rasio split
Suhu sumber ion
Suhu sumber
Waktu pemotongan

150oC
250oC
30 m x 0.25 mmID x 0.25 umdf
1.00
8µL
Split
Mati
Tekanan
92.3 kPa
14 mL/min
1.00 mL/min
10
200oC
230oC
2 min

22

Lampiran 3 Hasil pengukuran standar glukosa, lipid, dan TOC
Tabel 4 Absorbansi pengukuran glukosa standar pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi Glukosa (ppm)

Absorbansi (nm)

0

0.12

50

0.25

100

0.33

150

0.42

200

0.54

250

0.61

Gambar 13 Kurva standar gula reduksi
Tabel 5 Absorbansi pengukuran lipid standar pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi PHB (ppm)
0
50
100
150
200
250
300

Gambar 14 Kurva standar lipid

Absorbansi (nm)
0.05
0.16
0.23
0.32
0.38
0.45
0.52

23
Tabel 6 Absorbansi pengukuran TOC standar pada berbagai konsentrasi
Konsentrasi (ppm)
50
100
200
300
400
500

OD 580 nm
0.142
0.284
0.406
0.516
0.672
0.749

Gambar 15 Kurva standar TOC
Tabel 7 Aktivitas hidrolisis hari ke-2
A 30oC (nm)

A 50 oC (nm)

Go

Gt

Go

Gt

Kontrol

0.15

0.19

0.33

Y34

0.38

0.30

ATH 2147
Y34+ATH
2147
S-30

0.29

S-50

Sampel

0.30

Total
G.red
30 oC
(nm)
0.23

Total
G.red
50 oC
(nm)
0.27

70.22

Aktv.
enzim
30 oC
(nm)
0.26

Aktv.
enzim
50 oC
(nm)
0.39

0.30

0.32

0.22

42.44

109.11

0.24

0.61

0.30

0.32

0.31

0.30

92.44

86.89

0.51

0.48

0.38

0.40

0.30

0.42

0.40

153.56

142.44

0.85

0.79

0.30

0.30

0.33

0.30

0.38

86.89

131.33

0.48

0.73

0.22

0.30

0.30

0.38

0.35

131.33

114.67

0.73

0.64

Total
G.red
50 oC
(nm)
0.18

[G.red]
30 oC
(nm)

[G.red]
50 oC
(nm)

15.22

20.22

Aktv.
enzim
30 oC
(nm)
0.08

Aktv.
enzim
50 oC
(nm)
0.11

[G.red]
30 oC
(nm)

[G.red]
50 oC
(nm)

46.33

0.34

0.31

0.35

0.28
0.25

Tabel 8 Aktivitas hidrolisis hari ke -4
A 30oC (nm)

A 50 oC (nm)

Go

Gt

Go

Gt

Kontrol

0.23

0.20

0.16

0.17

Total
G.red
30 oC
(nm)
0.17

Y34

0.23

0.21

0.29

0.32

0.19

0.35

25.78

114.67

0.14

0.64

ATH 2147
Y34+ATH
2147
S-30

0.28

0.28

0.27

0.42

0.28

0.57

75.78

236.89

0.42

1.32

0.33

0.33

0.20

0.65

0.33

1.10

103.56

531.33

0.58

2.95

0.32

0.30

0.28

0.24

0.28

0.20

75.78

31.33

0.42

0.17

S-50

0.22

0.24

0.39

0.34

0.26

0.29

64.67

81.33

0.36

0.45

Sampel

24

Tabel 9 Aktivitas hidrolisis hari ke-6
A 30oC (nm)

A 50 oC (nm)

Go

Gt

Go

Gt

Kontrol

0.27

0.21

0.26

Y34

0.27

0.21

ATH 2147
Y34+ATH
2147
S-30

0.24

S-50

Sampel

0.21

Total
G.red
30 oC
(nm)
0.16

Total
G.red
50 oC
(nm)
0.16

Aktv.
enzim
30 oC
(nm)
0.04

Aktv.
enzim
50 oC
(nm)
0.05

0.23

0.30

0.15

125.78

0.02

0.70

0.22

0.28

0.38

31.33

186.89

0.17

1.04

0.24

0.24

0.26

0.52

53.56

209.11

0.30

1.16

0.25

0.23

0.21

0.17

36.89

14.67

0.20

0.08

0.20

0.31

0.42

0.19

15.56

25.78

0.85

0.14

[G.red]
30 oC
(nm)

[G.red]
50 oC
(nm)

6.33

8.56

0.37

3.56

0.20

0.48

0.39

0.24

0.21

0.19

0.21

0.20

Contoh perhitungan:
Sampel Y34 hari ke-2 suhu 30 oC
Total Gula Reduksi = (2xGt)-Go = (2 x 0.30) – 0.38 = 0.22 nm
Konsentrasi Gula reduksi
Persamaan kurva standar gula reduksi y = 0.0018x + 0.1436
y = 0.0018x + 0.1436
0.22 = = 0.0018x + 0.1436
[Gula reduksi] =
= 42.44 ppm
Aktivitas enzim = [G.red]/180 = 0.24 unit

Tabel 10 Aktivitas lipogenesis hari ke-3
Sampel
Y34
ATH
2147
Y34 +
ATH
2147
S-30
S-50

A 30 oC
(nm)
A
B
1.93 0.67

A 50 oC
(nm)
A
B
2.30 0.99

[Lipid]
30 oC
(ppm)
789.27

[Lipid]
50 oC
(ppm)
829.93

2.35

1.49

2.01

1.34

523.27

2.21

1.47

2.13

1.28

1.57
1.50

0.58
0.74

1.52
1.62

1.05
0.89

Cawan kosong (g)

Cawan+isi (g)

Total lipid (%)

Dokumen yang terkait

Reaksi Transesterifikasi Degummed Palm Oil (DPO) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme TL IM sebagai Biokatalis

0 86 67

Reaksi Transesterifikasi DPO (Degummed Palm Oil) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme dalam Pelarut Ionic Liquid1-Butyl-3- Methylimidazolium Hexafluorophosphate ([Bmim][Pf6]

8 102 88

Pengaruh Jumlah Palm Oil Fly Ash Terhadap Microstruktur Dan Sifat Mekanis Metal Matrix Composite (MMC) Dengan Metode Stir Casting

1 49 105

Reaksi Transesterifikasi DPO (Degummed Palm Oil) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme dalam Pelarut Ionic Liquid1-Butyl-3-Methylimidazolium Hexafluorophosphate ([Bmim][Pf6])

0 49 85

Pemanfaatan Biogas (Gas Methan) Dari Hasil Pengolahan Palm Oil Mill Effluent (Pome) Secara Anaerobic Sebagai Bahan Bakar Unit Oil Refinery Dan Pencegah Pencemaran Lingkungan Di Pt.Multimas Nabati Asahan, Batu Bara

2 31 58

Studi Eksperimental Pengaruh Persentase Palm Oil Fly Ash ( POFA ) Terhadap Kekerasan Dan Mikrostruktur Metal Matrix Composite ( MMC ) Menggunakan Metode Centrifugal Casting

1 40 105

Produksi biogas dari Palm Oil Mill Effluent (POME) dengan penambahan kotoran sapi potong sebagai aktivator

0 6 106

Pemanfaatan Mikroba Penghidrolisis Selulosa untuk Produksi Gas Metana dengan Bahan Dasar POME (Palm Oil Mill Effluent).

0 5 40

Potensi Pemanfaatan Limbah Palm Oil Mill Effluent (Pome) Sebagai Media Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis Sp

1 9 37

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Palm Oil Mill Effluent (POME)

0 0 22