Potensi Pemanfaatan Limbah Palm Oil Mill Effluent (Pome) Sebagai Media Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis Sp

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PALM OIL MILL
EFFLUENT (POME) SEBAGAI MEDIA KULTIVASI
MIKROALGA Nannochloropsis sp.

NURSYAFIRAH ASHARI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul Potensi
Pemanfaatan Limbah Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai Media Kultivasi
Mikroalga Nannochloropsis sp. adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Nursyafirah Ashari
NIM C54110054

ABSTRAK
NURSYAFIRAH ASHARI. Potensi Pemanfaatan Limbah Palm Oil Mill Effluent
(POME) sebagai Media Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis sp. Dibimbing oleh
MUJIZAT KAWAROE dan TRI PRARTONO.
Nannochloropsis sp. merupakan mikroalga yang memiliki kandungan
karbohidrat, protein, dan lemak tinggi serta berpotensi sebagai bahan baku biofuel.
Limbah Palm Oil Mill Effluent (POME) memiliki kandungan nutrien cukup besar
yang dapat menunjang pertumbuhan mikroalga. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan pengaruh pemberian limbah POME pada media kultivasi terhadap
pertumbuhan Nannochloropsis sp. Ada 3 perlakuan yang dilakukan yaitu kontrol,
penambahan limbah POME 10% (P1) dan 30% (P2) selama periode kultivasi 18
hari. Analisis yang dilakukan adalah perhitungan kepadatan sel, biomassa sel,
kualitas air media kultivasi, serta kadar air, abu, lemak, karbohidrat, dan protein.
Hasil menunjukkan bahwa kepadatan sel dan biomassa Nannochloropsis sp.

tertinggi terjadi pada perlakuan P1. Kadar air tertinggi pada kontrol sebesar
35.73±2.60%. Kandungan lemak tertinggi pada P1 sebesar 16.21±5.13%.
Kandungan abu, protein dan karbohidrat tertinggi pada P2 secara berturut-turut
sebesar 58.54±15.40%, 9.82±4.48% dan 9.01±2.00%. Perlakuan POME 10%
memiliki pengaruh yang berbeda nyata dan potensial untuk dikembangkan ke arah
pemanfaatan biodiesel.
Kata kunci: kultivasi, mikroalga, Nannochloropsis sp., POME

ABSTRACT
NURSYAFIRAH ASHARI. Utilization of Palm Oil Mill Effluent (POME) for
Media Cultivation of Microalgae Nannochloropsis sp. Supervised by MUJIZAT
KAWAROE and TRI PRARTONO.
Nannochloropsis sp. is a microalgae which contains high of carbohydrate,
protein, and lipid. Nanochloropsis sp. also have a potential as biofuel main
compound. Palm Oil Mill Effluent (POME) have sufficient nutrient to support
microalgae growth. The aim of this research was to study the influence of POME
cultivation media for the growth of Nannochloropsis sp. The treatment applied was
control, POME addition at 10% (P1), and 30% (P2) during cultivation period of 18
days. The observation included growth observation, Nannochloropsis sp. biomass,
water quality of media culture, and also water, ash, lipid, carbohydrate, and protein

content. The results showed that the highest cell abundance and biomass was found
in P1. The highest water content of 35.73±2.60% was control media, while the
highest lipid content of 16.21±5.13% dry biomass was found in P1 cultivation
media. P2 resulted in higher ash content, protein, and carbohydrate 8.54±15.40%,
9.82±4.48% and 9.01±2.00%, respectively. P1 has significant influence for
microalgae growth and potential to be developed towards the utilization of
biodiesel.
Keywords: cultivation, microalgae, Nannochloropsis sp., POME

POTENSI PEMANFAATAN LIMBAH PALM OIL MILL
EFFLUENT (POME) SEBAGAI MEDIA KULTIVASI
MIKROALGA Nannochloropsis sp.

NURSYAFIRAH ASHARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan


DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Potensi
Pemanfaatan Limbah Palm Oil Mill Effluent (POME) sebagai Media Kultivasi
Mikroalga Nannochloropsis sp.”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe,
M.Si dan Bapak Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, saran, kritik, dan arahan selama berlangsungnya penelitian
hingga menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih juga
kepada Dr. Ir. Neviaty P Zamani selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis berada di departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Surfactant and Bioenergy
Research Centre (SBRC) atas bantuan secara moril dan materil, serta Lab

Lingkungan BDP IPB yang telah membantu dalam analisis sampel.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa, kemudian juga
kepada teman-teman satu bimbingan (Farhan, Aryo, Nuris, Niar, Mush), Indra
Cahya Wardhana, Kak Vita, Ofa, Ipeh, Bang Eko, Bang Adit, dan ITK 48 yang
selalu membantu dan memberikan dukungan hingga terselesaikannya penelitian ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2016
Nursyafirah Ashari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x


DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2


Waktu dan Tempat

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Kerja

3

Persiapan Inokulan Nannochloropsis sp

3

Analisis Data

7


HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kepadatan Sel Nannochloropsis sp.

7

Biomassa Nannochloropsis sp.

8

Kualitas Air Media Kultivasi

10

Total C, N, P pada Media Kultivasi

13


Karakteristik Nannochloropsis sp.

14

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17


LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1 Total C, N, P pada media kultivasi mikroalga
2 Karakteristik (%) mikroalga spesies Nannochloropsis sp.

13
15

DAFTAR GAMBAR
1 Kepadatan sel Nannochloropsis sp. (sel mL-1) selama 18 hari
2 Biomassa (g L-1) Nannochloropsis sp.
3 Korelasi antara Biomassa Sel dengan Absorbansi
4 Suhu (°C) media kultivasi Nannochloropsis sp. selama 18 hari kultivasi

5 Salinitas (‰) media kultivasi Nannochloropsis sp. selama 18 hari kultivasi
6 Nilai pH media kultivasi Nannochloropsis sp. selama 18 hari kultivasi

7
9
10
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan kadar Karbon
2 Perhitungan kadar Fosfor
3 Perhitungan kadar Nitrogen
4 Persamaan Kadar Air
5 Persamaan Kadar Abu
6 Perhitungan Karbohidrat
7 Perhitungan kadar Protein
8 Perhitungan kadar lemak
9 Dokumentasi
10 Perhitungan Analysis of Variance
11 Perhitungan Analysis of Variance kadar air
12 Perhitungan Analysis of Variance kadar abu
13 Perhitungan Analysis of Variance kadar karbohidrat
14 Perhitungan Analysis of Variance kadar lemak
15 Perhitungan Analysis of Variance kadar protein

21
21
21
22
22
22
22
23
24
25
25
25
26
26
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikroalga adalah organisme mirip tumbuhan berukuran seluler yang tidak
memiliki akar, batang, maupun daun, secara umum dikenal dengan sebutan
fitoplankton. Habitat hidupnya adalah wilayah perairan di seluruh dunia. Mikroalga
memiliki klorofil sebagai pigmen fotosintesis. Dengan adanya klorofil, mikroalga
dapat melakukan proses fotosintesis seperti tumbuhan tingkat tinggi lainnya dan
memproduksi senyawa makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya, seperti
glukosa (Kawaroe et al. 2015). Mikroalga mengandung beberapa komponen
penting di antaranya karbohidrat, asam lemak, dan protein sehingga mikroalga
dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk memproduksi produk turunannya.
Mikroalga telah diteliti menjadi alternatif sebagai pengganti komoditas tanaman
darat sebagai sumber penghasil minyak karena kemampuannya yang dapat tumbuh
pada waktu singkat dengan biomassa yang melimpah (Prartono et al. 2013). Salah
satu mikroalga yang menghasilkan biofuel adalah Nannochloropsis sp. (Kawaroe
et al. 2010).
Mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki sel berwarna kuning kehijauan dan
tidak berflagel. Bentuk selnya seperti bola, dan berukuran kecil dengan diameter 24 µm. Spesies ini mampu bertahan hingga salinitas 20 ‰ (Kawaroe et al. 2010) dan
merupakan salah satu mikroalga yang banyak diteliti karena kandungan asam lemak
tak jenuh, khususnya EPA yang berguna untuk status vascular tubuh manusia (Hu
dan Gao 2003) serta memiliki kandungan minyak hingga 68% dari total bobot
kering (Chisty 2007). Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri dari
mikronutrien dan makronutrien. Makronutrien antara lain C, H, N, P, K, S, Mg, dan
Ca, sedangkan mikronutrien yang dibutuhkan antara lain adalah Fe, Cu, Mn, Zn,
Co, Mo, Bo, Vn, dan Si. Diantara nutrien tersebut, N dan P sering menjadi faktor
pembatas pertumbuhan mikroalga. Secara umum defisiensi nutrien pada mikroalga
memengaruhi penurunan kandungan protein, pigmen fotosintesis dan kandungan
produk karbohidrat serta lemak (Kawaroe et al. 2010).
Peningkatan produksi kelapa sawit setiap tahunnya menyebabkan
peningkatan limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan buah kelapa sawit
menjadi minyak kelapa sawit. Proses pengolahan ini menghasilkan limbah cair
yang dikenal dengan palm oil mill effluent (POME) yang dapat menimbulkan efek
samping negatif terhadap lingkungan jika dibuang dengan cara tidak tepat. Menurut
penelitian Phang dan Ong (1988), POME yang sudah diolah secara anaerobic
cocok digunakan sebagai media kultivasi mikroalga. POME merupakan suspensi
koloid yang mengandung 95-96% air, 0.6-0.7% minyak serta 4-5% lemak dan
padatan total. POME dikeluarkan dari industri berupa cairan cokelat dengan suhu
debit antara 80 C dan 90 C dan cukup asam dengan nilai pH rata-rata 4.7. Ratarata POME mengandung BOD (Biological Oxygen Demand) berkisar antara 25000
mg L-1 dan COD (Chemical Oxygen Demand) berkisar antara 50000 mg L-1. Total
nitrogen yang terkandung dalam POME rata-rata sebesar 750 mg L-1. Apabila
limbah cair ini langsung dibuang ke perairan, maka sebagian akan mengendap,
terurai secara perlahan, mengonsumsi oksigen terlarut, menimbulkan kekeruhan,
mengeluarkan bau yang tajam dan dapat merusak ekosistem perairan. POME

2
biasanya hanya diolah dengan menggunakan metode aerobic dan anaerobic pond
untuk menurunkan kadar COD dan BOD, namun POME masih mengandung unsur
hara seperti N dan P yang berguna sebagai nutrisi dalam pertumbuhan mikroalga
(Sari et al. 2012).
Oleh karena limbah POME memiliki kandungan bahan organik yang tinggi,
maka limbah POME memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi
bagi mikroalga. Media air limbah dapat diolah secara biologis oleh mikroalga
sekaligus memberikan masukan nutrisi untuk pertumbuhannya. Mikroalga bisa
memanfaatkan senyawa anorganik yang terkandung dalam limbah melalui proses
fotosintesis menjadi senyawa organik dengan bantuan klorofil dan energi cahaya
(Kawaroe et al. 2010). Namun, tidak semua limbah dapat digunakan untuk
menunjang pertumbuhan mikroalga. Sebagai contoh, limbah cair yang berasal dari
pengolahan produk susu, serbuk gergaji dari penggilingan kayu, bahan terbuang
dari industri pengalengan, lignin dan karbohidrat dari bubur pulp pabrik kertas
mendorong pertumbuhan jenis tertentu dari ragi, bakteri, jamur, dan protozoa yang
berbahaya untuk mikroalga (Kawaroe et al. 2010). Limbah POME merupakan salah
satu limbah yang berpotensi sebagai sumber nutrisi untuk menunjang pertumbuhan
mikoalga, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sari et al. (2012) yang
menyatakan bahwa mikroalga yang dikultivasi dalam limbah POME tumbuh lebih
baik dibandingkan dengan yang dikultivasi dengan pupuk teknis. Pemanfaatan
POME sebagai nutrisi pada tanaman dapat memaksimalkan pengolahan limbah
agar menjadi limbah yang tidak berbahaya serta dapat meningkatkan produksi
mikroalga.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh penggunaan limbah
POME dengan konsentrasi 10% dan 30% sebagai media kultivasi mikroalga spesies
Nannochloropsis sp. berikut performa pertumbuhannya.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Mei - Agustus 2015 di Surfactant and Bioenergy
Research Centre (SBRC) dan Lab Bioprospeksi Kelautan ITK IPB.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroalga Nannochloropsis
sp., Palm Oil Mill Effluent (POME) yang diperoleh dari PT. Perkebunan Nusantara
VII Lampung, Sumatera, air laut, pupuk Walne, NaOH, K2Cr2O7 1N, Glukosa 5000
ppm, H2SO4, HCl, Indikator PP, induk Fosfat 100 ppm, Amonium Molybdate,
SnCl2, Methylene blue, Methyl Red, Larutan Luff-Scrhool, larutan KI 20%, larutan
Na2S2O7 0.1 N, larutan kanji 0.5%.

3
Peralatan yang digunakan adalah aerator, autoklaf, Haemocytometer,
mikroskop, Erlenmeyer, kertas saring, soxhlet extractor, neraca digital,
spektrofotometer, desilator, pendingin tegak, pipet gondok 10 mL dan 25 mL,
pemanas listrik, gelas ukur, oven, pH meter.
Prosedur Kerja
Sterilisasi Alat dan Bahan
Sebelum melakukan proses kultivasi mikroalga alat dan bahan yang akan
digunakan terlebih dahulu disterilisasi. Tujuan sterilisasi adalah untuk mematikan
mikroorganisme yang dapat mengganggu keberlangsungan hidup mikroalga selama
proses kultivasi. Peralatan seperti Erlenmeyer, pipet, dan peralatan gelas lainnya
harus dicuci dengan air sabun dan dibilas kemudian dikeringkan. Setelah peralatan
kering, alkohol 70% disemprotkan ke peralatan yang akan digunakan. Sterilisasi
bahan dilakukan terhadap air laut sebagai media kultivasi. Air laut terlebih dahulu
disaring menggunakan kain saring kemudian dilakukan proses autoklaf dengan
suhu 121 C selama 15 menit (Kawaroe et al. 2010).
Persiapan Inokulan Nannochloropsis sp.
Inokulan Nannochloropsis sp. yang digunakan pada penelitian ini merupakan
koleksi Laboratorium Mikroalga SBRC - LPPM IPB. Inokulan tersebut
diperbanyak dengan cara dikultivasi untuk digunakan pada penelitian utama.
Inokulan yang digunakan pada masing-masing ulangan dalam setiap perlakuan
adalah 7 L. Inokulan yang digunakan pada penelitian utama merupakan
Nannochloropsis sp. yang telah masuk fase pertumbuhan eksponensial.
Media POME
Setelah umur kultivasi mencapai fase eksponensial, sampel mikroalga
diambil untuk dimasukan ke dalam media POME. Kultivasi mikroalga pada skala
laboratorium yang dilakukan selama 18 hari pada volume 21 liter. Mikroalga
dikultivasi pada toples plastik 21 L yang ditempatkan di ruangan tertutup dengan
suhu 25-30 C selama 18 hari. Pada saat kultivasi mikroalga, aerasi dan
pencahayaan dengan menggunakan cahaya lampu 1000 lux dilakukan selama 24
jam. Kultivasi ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas 3
perlakuan dengan 3 kali ulangan, dengan rincian sebagai berikut:
1.

2.

3.

Perlakuan POME 10% (P1): Sebagai media tumbuh, sebanyak 1.4 L
limbah POME dicampur dengan 12.6 L air laut dan 7 L inokulan
Nannochloropsis sp., serta ditambah pemberian pupuk Walne 21 mL
pada awal kultivasi.
Perlakuan POME 30% (P2): Limbah POME sebanyak 4.2 L dicampur
dengan air laut 9.8 L dan 7 L inokulan Nannochloropsis sp, kemudian
ditambah pupuk Walne 21 mL.
Kontrol: Kultivasi Nannochloropsis sp. dipelihara dalam 21 L media air
laut ditambah pupuk Walne sebanyak 21 mL.

Perhitungan Kepadatan Sel
Selama kultivasi mikroalga, setiap hari sebanyak 1 mL dari masingmasing wadah perlakuan diambil dengan menggunakan pipet, kemudian diteteskan
sebanyak 1 tetes ke bagian Haemocytometer (Neubauer, Germany).

4
Haemocytometer berisi Nannochloropsis sp. diletakan di bawah lensa objektif
mikroskop dan dihitung jumlah sel. Perhitungan jumlah Nannochloropsis sp.
dilakukan dengan perbesaran 10× dan dihitung dengan bantuan hand counter.
Setiap perhitungan dilakukan dengan mencacah 5 lapang pandang masing-masing
4 kali pengulangan. Setelah didapatkan jumlah sel maka nilai kepadatan sel dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut (Kawaroe et al. 2010):
=�×

×

(1)

Keterangan: A = Kepadatan sel (sel mL-1), � = Jumlah sel yang teramati

Biomassa mikroalga
Biomassa Nannochloropsis sp. dihitung setiap hari dengan mengambil 500
mL sampel Nannochloropsis sp. pada masing-masing perlakuan. Sebanyak 250
ppm NaOH diberikan pada sampel tersebut agar sel-sel Nannochloropsis sp.
mengendap. Setelah mengendap, sampel disaring dengan menggunakan kertas
saring Whatman yang telah diketahui bobot awalnya. Proses penyaringan dilakukan
dengan vacuum pump hingga seluruh sel Nannochloropsis sp. tersaring. Setelah
proses penyaringan selesai, kertas saring dikeringkan di dalam oven bersuhu 100
C selama 2 jam kemudian ditimbang.
Biomassa mikroalga dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah
ini (Lin et al. 2012):
=



Keterangan:

×





(2)

X = Biomassa mikroalga (g L-1); = Bobot kertas saring setelah
penyaringan (g); = Bobot kertas saring sebelum penyaringan (g)

Penetapan Kerapatan Sel
Sebanyak 5 mL kultivasi pada setiap perlakuan diambil setiap hari,
kemudian ditetapkan kerapatan biomassa sel dengan menggunakan
sprektrofotometer pada panjang gelombang 680 nm (Griffiths et al. 2011).
Pengukuran Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur antara lain: pH, suhu, dan salinitas.
Parameter pH dan suhu diukur dengan menggunakan pH meter, sedangkan salinitas
diukur dengan hand refraktometer.
Analisis Karbon
Total Karbon (C) pada masing-masing perlakuan diukur dengan
menggunakan metode Walkley and Black (1934). Pengukuran C hanya dilakukan
pada awal dan akhir kultivasi. Masing-masing sample pada setiap perlakuan
dimasukan ke dalam labu ukur sebanyak 10 mL, kemudian diencerkan dengan
menggunakan aquades hingga volume larutan menjadi 25 mL. Larutan standard dan
blanko dibuat sebagai pembanding hasil nilai analisis. Larutan standard dibuat
menggunakan 5 mL glukosa 5000 ppm yang diencerkan menggunakan aquades
sebanyak 25 mL, sedangkan blanko dibuat menggunakan aquades. Campuran
standard kemudian ditambahkan K2Cr2O7 1 N sebanyak 5 mL ke dalam masingmasing larutan sehingga warna larutan berubah menjadi jingga. Setelah itu,
campuran ditambahkan 7.5 mL H2SO4, reaksi yang terjadi menyebabkan larutan

5
menjadi panas. Larutan didiamkan di ruang asam hingga suhu larutan kembali
normal. Apabila suhu sudah normal, larutan ditambah aquades hingga volume
larutan menjadi 100 mL, nilai absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 561 nm. Persamaan kadar Karbon terdapat pada
Lampiran 1.
Analisis Fosfor
Fosfor (P) merupakan salah satu nutrisi yang dibutuhkan mikroalga untuk
tumbuh dengan subur. Pengukuran nilai fosfor dilakukan berdasarkan metode
Stanous Chloride (Day dan Underwood 2002). Sample yang dibutuhkan untuk
analisis fosfor yaitu sebanyak 10 mL. Kemudian ditambahkan 2 mL HCl lalu
dipanaskan di atas hot plate hingga menguap dan menyisakan 1 mL larutan.
Sebanyak 25 mL aquades ditambahkan kemudian diaduk hingga homogen. Larutan
yang keruh disaring terlebih dahulu menggunakan kertas saring, apabila larutan
sudah jernih ditambahkan indikator PP sebanyak 4 tetes. Larutan campuran
kemudian diteteskan NaOH 1 N hingga larutan berwarna merah muda, lalu teteskan
HCl 1 N hingga larutan berwarna bening kembali. Larutan standard dan blanko
dibuat untuk dijadikan pembanding nilai fosfor hasil analisis. Larutan standard
dibuat menggunakan 1 mL induk fosfat dengan konsentrasi 1000 ppm yang
kemudian diencerkan menggunakan aquades sebanyak 100 mL setelah itu
dipindahkan ke gelas beaker sebanyak 25 mL, sedangkan blanko dibuat
menggunakan aquades 25 mL. Masing-masing larutan ditambahkan 0.5 mL
Amonium Molybdate dan SnCl2 sebanyak 5 tetes. Larutan didiamkan selama 20
menit, kemudian diukur nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 690 nm. Persamaan kadar fosfor terdapat pada Lampiran 2.
Analisis Nitrogen
Analisis Nitrogen (N) dilakukan berdasarkan metode Semimikro Kjeldahl
(Day dan Underwood 2002). Analisis ini membutuhkan minimal 50 mL sampel
yang kemudian ditambahkan 1 mL H2SO4 dan dipanaskan di atas hot plate selama
1 jam. Hal ini bertujuan untuk mengikat unsur nitrogen yang ada di dalam larutan.
Kemudian sampel yang telah dipanaskan, dimasukan ke dalam labu ukur untuk
proses destilasi. Indikator yang digunakan adalah methylene blue dan methyl red
yang diberikan ke masing-masing larutan sebanyak 2 tetes. Setelah itu, masingmasing larutan didestilasi selama 10 menit. Larutan yang telah didestilasi kemudian
dititrasi menggunakan NaOH 0.05 N hingga warna larutan berubah warna menjadi
kehijauan, volume titran dicatat dan nilai N dapat dihitung. Persamaan kadar
nitrogen terdapat pada Lampiran 3.
Pemanenan
Pemanenan mikroalga dilakukan dengan cara flokulasi menggunakan
NaOH dengan konsentrasi 150 ppm (Kawaroe et al. 2010). Kemudian timbang
biomassa basah mikroalga dengan menggunakan neraca digital. Hasil panen
mikroalga dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 100 C selama 6
jam untuk menghilangkan kandungan air yang tersisa. Selanjutnya dilakukan
penimbangan biomassa kering mikroalga dengan menggunakan neraca digital.
Penentuan Kadar Air
Cawan porselen dikeringkan selama 1 jam menggunakan oven pada suhu
50 °C, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang

6
dan dimasukkan ke dalam cawan porselen untuk dikeringkan di dalam oven selama
3 – 6 jam pada suhu 105 °C. Selanjutnya cawan yang berisi mikroalga tersebut
didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Persamaan kadar air terdapat pada
Lampiran 4.
Penentuan Kadar Abu
Sebanyak 2 g sampel yang sudah dikeringkan dimasukan ke dalam cawan
porselen yang telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut dimasukan ke dalam tanur
listrik pada suhu maksimum 550 °C sampai pengabuan sempurna. Sampel
didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang sampai bobot tetap. Persamaan
kadar abu terdapat pada Lampiran 5.
Analisis Karbohidrat
Analisis karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode Luff Schrool
(Apriyanto 1999). Sebanyak 5 g sampel dimasukan ke dalam Erlenmeyer 500 mL
lalu tambahkan 200 mL larutan HCl 3%, direflux selama 3 jam, sample kemudian
didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 30%. Apabila sudah netral,
larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL dan ditera hingga tanda
garis, kemudian disaring. Sebanyak 10 mL hasil saringan dipipet ke dalam
Erlenmeyer 500 mL, ditambahkan 25 mL larutan luff school dan dimasukkan
beberapa butir batu didih serta 15 mL air suling. Campuran tersebut dipanaskan
selama 3 menit, lalu didinginkan. Sebanyak 15 mL larutan KI 20% dan 25 mL
H2SO4 25% ditambahkan perlahan-lahan, kemudian secepatnya dititar dengan
larutan tio 0.1 N dengan bantuan penunjuk larutan kanji 0.5%. Persamaan kadar
karbohidrat terdapat pada Lampiran 6.
Analisis Protein Kasar
Analisis protein kasar dilakukan berdasarkan metode Semimikro Kjeldahl
(Apriyanto 1999). Sebanyak 0.51 g sampel Nannochloropsis sp. dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl 100 mL. Sebanyak 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat
ditambahkan kemudian dipanaskan menggunakan pemanas listrik selama 2 jam
hingga mendidih dan larutan warna menjadi jernih kehijauan. Setelah didinginkan,
larutan tersebut diencerkan dan dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL, dan ditera
sampai tanda garis. Sebanyak 5 mL larutan kemudian dipipet dan dimasukan ke
dalam alat penyuling dan ditambahkan 5 mL NaOH 30% dan indikator PP.
selanjutnya larutan tersebut disuling selama 10 menit, sebagai penampung gunakan
10 mL larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator, dan kemudian dititrasi
dengan larutan HCl 0.01 N. Persamaan kadar protein kasar terdapat pada Lampiran
7.
Penentuan Kadar Lemak
Sampel yang telah dikeringkan ditimbang sebanyak 10 g kemudian
dibungkus dalam selongsong yang telah dimasukkan kapas bebas lemak. Sampel
tersebut dimasukkan ke dalam tabung soxhlet dan ditambahkan pelarut organik nheksan. Sampel tersebut diekstraksi selama 6 jam (Bligh and Dyer 1959). Hasil
lemak yang telah diekstrak kemudian didestilasi menggunakan soxhlet hingga
lemak dan n-heksan terpisah. Lemak yang sudah terpisah dengan heksan
dimasukkan ke oven dengan suhu maksimal 80 C selama 3 jam. Hal ini bertujuan
untuk menguapkan sisa n-heksan yang masih terisisa di labu. Selanjutnya labu yang

7
berisi lemak ditimbang untuk mengetahui kadar lemak. Persamaan kadar lemak
terdapat pada Lampiran 8.
Analisis Data
Analisis Statistik
Data pertumbuhan Nannochloropsis sp. yang diperoleh diuji secara statistik
untuk mengetahui pengaruh perbedaan pada setiap perlakuan dengan kontrol.
Analisis sidik ragam yang digunakan adalah metode Rancangan Acak Lengkap
(RAL).
=�+� +�

(3)

Keterangan: Y = Pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : μ = Rataan umum
populasi; τ = Pengaruh perlakuan ke-i; ϵ = Galat perlakuan ke-i,
ulangan ke-j
Rancangan ini diolah dengan menggunakan software SPSS. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan one way analysis of variance (ANOVA) dengan
tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05 serta dilakukan uji lanjut dengan uji
Duncan untuk membandingkan pengaruh perbedaan yang nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepadatan Sel Nannochloropsis sp.

Kepadatan sel (×106 sel mL-1)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nannochloropsis sp. pada P1 memiliki
kepadatan sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan P2 dan kontrol. Kepadatan sel
Nannochloropsis sp. P1 dan P2 mengalami penurunan pada hari pertama kultivasi,
sedangkan kontrol mengalami peningkatan (Gambar 1). Menurunnya kepadatan sel
pada P1 dan P2 diduga karena sifat limbah POME asam dan tawar sehingga dapat
menurunkan pH dan salinitas media kultivasi.
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

P1
P2
KONTROL

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Hari ke-

Gambar 1 Kepadatan sel Nannochloropsis sp. (sel mL-1) selama 18 hari. P1:
Penambahan konsentrasi POME 10%; P2: Penambahan konsentrasi
POME 30%.

8
Perubahan media kultivasi ini menyebabkan mikroalga mengalami
penekanan secara fisiologis sehingga mikroalga butuh waktu untuk beradaptasi
(Kawaroe et al. 2010). Peningkatan kepadatan sel pada P1 dan P2 terjadi pada hari
ke-2 hingga mencapai puncak tertinggi kepadatan sel. Secara umum kepadatan sel
tertinggi terjadi pada P1, sedangkan kepadatan sel terendah terjadi pada kontrol.
Kepadatan sel tertinggi pada P1 terjadi pada hari ke-8 dengan jumlah kepadatan sel
15.93±1.11 ×106 sel mL-1. Perlakuan P2 kepadatan sel tertinggi terjadi pada hari
ke-9 sebesar 8.32±0.42 × 106 sel mL-1. Kepadatan sel tertinggi pada kontrol terjadi
pada hari ke-3 kultivasi yaitu 7.10±0.51 ×106 sel mL-1. Rendahnya kepadatan sel
Nannochloropsis sp. pada kontrol diduga dipengaruhi oleh masukan nutrisi
tambahan yang berasal dari limbah POME pada P1 dan P2 yang dapat menunjang
pertumbuhan mikroalga seperti Karbon, Nitrogen, dan Fosfor. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mahdi et al. (2012) yang menyatakan bahwa limbah
POME dapat mencukupi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan mikroalga karena
adanya kandungan nutrisi cukup besar dalam limbah POME. Menurut Richmond et
al. (2004) Karbon, Nitrogen, dan Fosfor merupakan nutrien penting untuk proses
metabolisme sel melalui pembentukan berbagai komponen struktural dan
fungsional yang dibutuhkan mikroalga untuk tumbuh.
Hasil uji statistika menunjukkan bahwa pemberian limbah POME dengan
konsentrasi 10% dan 30% dapat mempengaruhi kepadatan sel spesies
Nannochloropsis sp. pada taraf nyata 5%. Hasil uji analysis of variance (ANOVA)
dengan metode RAL memperlihatkan bahwa nilai P < 0.0001 yang artinya lebih
kecil dari nilai α = 0.05. Hasil tersebut menyatakan tolak H0 sehingga membuktikan
bahwa penambahan limbah POME dapat mempengaruhi kepadatan sel
Nannochloropsis sp. Hasil uji Duncan memperkuat hipotesis bahwa konsentrasi
POME yang memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap pertumbuhan mikroalga
adalah perlakuan P1. Hal ini berarti perlakuan P1 memberikan pengaruh yang
berbeda nyata dibandingkan perlakuan P2 terhadap kontrol untuk meningkatkan
kepadatan sel Nannochloropsis sp. Hasil uji ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
Hasil penelitian Sari et al. (2012) menunjukkan bahwa pertumbuhan
mikroalga akan semakin menurun seiring dengan penambahan konsentrasi limbah
POME. Hal ini diduga dipengaruhi oleh sifat dari limbah POME yang asam, tawar,
dan keruh sehingga dapat menggangu pertumbuhan mikroalga. Selain itu, pada
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suminto dan Hirayama (1996) pada media
yang memiliki nutrien terlalu tinggi akan menyebabkan pertumbuhan mikroalga
terhambat karena mikroalga tersebut memerlukan waktu yang lebih lama untuk
beradaptasi.
Biomassa Nannochloropsis sp.
Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa secara umum perlakuan
dengan pemberian limbah POME memiliki puncak biomassa yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan biomassa sel Nannochloropsis sp. pada
P1 dan P2 diduga sejalan dengan peningkatan kepadatan sel Nannochloropsis sp.
yang dikultivasi pada media POME. Hal ini karena pada perlakuan media POME
terdapat masukan nutrien seperti C, N, P yang dapat dijadikan sebagai bahan
fotosintesis dan selanjutnya dikonversi menjadi biomassa (Lin et al. 2012).

9

1.8
1.6
Biomassa (g L-1)

1.4
1.2
1

P1

0.8

P2

0.6

KONTROL

0.4
0.2
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari ke-

Gambar 2 Biomassa (g L-1) Nannochloropsis sp. P1: Penambahan POME 10%; P2:
Penambahan POME 30%.

1.60
1.40
1.20
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00

1.00

y = 1.915x - 0.204
r = 0.838153

0

0.2

0.4
0.6
Absorbansi

Biomassa (g L-1)

Biomassa (g L-1)

Nilai biomassa rata-rata Nannochloropsis sp. tertinggi terjadi pada
perlakuan P1 dengan puncak biomassa terjadi pada hari ke-9 sebesar 1.41±0.23 g
L-1. Biomassa sel tertinggi pada perlakuan P2 terjadi pada hari ke-9 kultivasi
sebesar 0.81±0.04 g L-1. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan biomassa ratarata pada kontrol yaitu sebesar 0.78±0.28 g L-1. Menurunnya biomassa pada harihari terakhir kultivasi dipengaruhi oleh penurunan kandungan nutrien dalam media
kultivasi dan kemampuan metabolisme mikroalga yang menurun akibat dari umur
yang sudah tua (Kawaroe et al. 2010).
Pengukuran biomassa sel mikroalga secara tidak langsung dapat dilakukan
menggunakan pengukuran nilai optical density dengan alat spektrofotometer pada
panjang gelombang 680 nm. Absorbansi cahaya yang terukur dapat berhubungan
langsung dengan kerapatan sel. Korelasi yang terjadi merupakan fungsi kompleks
dari bentuk, ukuran, dan indeks bias mikroalga (Griffiths et al. 2011).

0.8

1

y = 0.9946x + 0.1124
r = 0.819878

0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
0.0

0.2

0.4

Absorbansi

(a)

(b)

0.6

0.8

10

Biomassa (g L-1)

1.00
y = 1.6458x - 0.1367
r = 0.793977

0.80

0.60
0.40
0.20
0.00

0

0.2

0.4

0.6

Absorbansi

(c)
Gambar 3 Korelasi antara Biomassa Sel dengan Absorbansi (a) POME 10%
(P1), (b) POME 30% (P2), (c) Kontrol
Nilai absorbansi yang terukur akan semakin tinggi diikuti dengan semakin
tingginya biomassa sel Nannochloropsis sp (Gambar 3). Hal ini menunjukkan
bahwa peningkatan kerapatan sel seiring dengan peningkatan biomasa sel.
Hubungan keeratan antara biomassa dan absorbansi menunjukkan nilai mendekati
1, artinya kedua variable ini memiliki korelasi yang kuat. Namun, adanya
kandungan klorofil saat kultivasi atau kondisi media kultivasi yang berbeda dapat
menimbulkan galat. Menggunakan optical density untuk mengukur biomassa sel
yang memiliki pigmen harus berhati-hati terhadap potensi besar dan sumbersumber yang menyebabkan ketidakakuratan. Panjang gelombang 680 nm dipilih
karena dapat mengukur biomassa sel yang memiliki konsentrasi pigmen tinggi
seperti mikroalga Nannochloropsis sp. dengan lebih baik sehingga dapat
meminimalkan galat yang terjadi (Griffiths et al. 2011).
Hasil uji statistika menunjukkan bahwa pemberian limbah POME dengan
konsentrasi 10% dan 30% dapat mempengaruhi biomassa sel spesies
Nannochloropsis sp.pada taraf nyata 5%. Hasil uji analysis of variance (ANOVA)
dengan metode RAL memperlihatkan bahwa nilai P < 0.0001 yang artinya lebih
kecil dari nilai α = 0.05. Hasil tersebut menyatakan tolak H0 sehingga membuktikan
bahwa penambahan limbah POME dapat mempengaruhi biomassa sel
Nannochloropsis sp. Hasil uji Duncan memperkuat hipotesis bahwa konsentrasi
POME yang memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan
mikroalga adalah perlakuan P1. Hal ini berarti perlakuan P1 memberikan pengaruh
yang berbeda nyata dibandingkan perlakuan P2 terhadap kontrol untuk
meningkatkan biomassa sel Nannochloropsis sp.
Kualitas Air Media Kultivasi
Nilai suhu pada setiap media kultivasi baik yang diberi limbah POME dan
kontrol menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu ±27 C. Nilai suhu yang cukup
stabil ini dipengaruhi oleh kultivasi yang dilakukan skala laboratorium memiliki
kondisi lingkungan yang stabil serta pengukuran suhu dilakukan pada waktu yang
sama setiap harinya yaitu pada pukul 10.00 WIB. Grafik hasil pengukuran suhu
yang dilakukan setiap harinya (Gambar 4) memberi informasi bahwa pada kisaran
suhu tersebut mikroalga jenis Nannochloropsis sp. tetap bisa hidup dengan baik.

11
Hal ini sesuai dengan pendapat Rocha et al. (2003) yang menyatakan bahwa kisaran
optimal kultivasi mikroalga Nannochloropsis sp. adalah 25±5 C.
29.0
28.5

Suhu (°C)

28.0
P1

27.5

P2
27.0

KONTROL

26.5
26.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Hari ke-

Gambar 4 Suhu (°C) media kultivasi Nannochloropsis sp. selama 18 hari kultivasi.
P1: Penambahan POME 10%; P2: Penambahan POME 30%.
Suhu mempengaruhi fisiologi mikroalga dengan mengubah kecepatan reaksi
kimia dan kestabilan komponen seluler. Beberapa organisme mengatur komposisi
lemak untuk mengatur ketidakstabilan membran pada suhu yang berbeda (Wagenen
et al. 2012).
Salinitas merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan, kandungan lemak, dan komposisi biokimia mikroalga. Adaptasi
mikroalga terhadap salinitas berbeda-beda karena adanya perbedaan fisiologis di
setiap spesies mikroalga (Richmond 2004). Gambar 5 menunjukan salinitas harian
media kultivasi Nannochloropsis sp. dengan perlakuan P1 berkisar antara 32-35 ‰,
sedangkan pada perlakuan P2 salinitas berkisar antara 29-32 ‰, dan kontrol
memiliki salinitas berkisar antara 34-37 ‰. Penelitian sebelumnya, menyatakan
salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan Nannochloropsis oculata berkisar antara
10 – 35 ‰ (Renaud dan Parry 1994). Menurut penelitan Na Gu et al. (2012)
salinitas optimum untuk pertumbuhan Nannochloropsis oculata adalah 35 ‰. Pada
penelitian ini, salinitas media kultivasi yang tertinggi terjadi pada kontrol yaitu
mencapai nilai 37 ‰. Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan
perlakuan kontrol memiliki kepadatan sel dan biomassa sel yang paling rendah
dibandingkan dengan P1 dan P2. Saat mikroalga tumbuh pada media yang memiliki
salinitas terlalu tinggi, mikroalga mengeluarkan tenaga lebih untuk
mempertahankan tekanan osmotik, dan ini pasti menyebabkan penurunan biomassa
kering atau terjadinya penurunan pertumbuhan (Na Gu et al. 2012). Hart et al.
(1991) menjelaskan bahwa penurunan pertumbuhan pada salinitas yang tinggi
menyebabkan penurunan kecepatan fotosintesis pada beberapa spesies mikroalga
laut.

Salinitas (‰)

12
40
38
36
34
32
30
28
26
24
22
20

P1
P2
KONTROL

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Hari ke-

Gambar 5 Salinitas (‰) pada media kultivasi Nannochloropsis sp. selama 18 hari
kultivasi. P1: Penambahan POME 10%; P2: Penambahan POME 30%.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan salinitas yang
cukup tinggi antara ketiga perlakuan. Perlakuan P2 memiliki nilai salinitas yang
paling rendah dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh
limbah POME bersifat tawar sehingga apabila limbah POME dicampurkan dengan
air laut akan menyebabkan salinitasnya menurun. Jadi, semakin tinggi konsentrasi
limbah yang dicampurkan ke dalam media kutur maka semakin rendah salinitas
media kultivasinya.
Derajat keasaman (pH) media kultivasi Nannochloropsis sp. pada P1, P2 dan
kontrol memiliki nilai awal yang berbeda. Pada P1 dan P2, pemberian limbah
POME menyebabkan pH awal media menjadi asam yaitu pada P1 sebesar pH =
4.89±0.05 dan pada P2 sebesar pH = 4.43±0.03, sedangkan pada kontrol pH awal
sebesar pH = 7.73±0.06.
12.00
10.00

pH

8.00
6.00

P1

4.00

P2

2.00

KONTROL

0.00

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Hari ke-

Gambar 6 Nilai pH media kultivasi Nannochloropsis sp. selama 18 hari kultivasi.
P1: Penambahan POME 10%; P2: Penambahan POME 30%.
Limbah POME mengandung konsentrasi karbon yang tinggi hal ini
menyebabkan pada P1 dan P2 nilai pH pada awal kutivasi menjadi rendah dan
bersifat asam. Proses fotosintesis merupakan proses penyerapan karbon dalam
bentuk CO2 yang terlarut dalam air, sehingga akan berakibat pada penurunan CO2
dalam air. Penurunan ini akan meningkatkan pH (Kawaroe et al. 2010). Hal ini yang
menyebabkan nilai pH pada P1 dan P2 mengalami peningkatan setiap hari. Gambar
6 menunjukkan perlakuan P1 dan P2 memiliki nilai pH semakin naik setiap hari

13
akibat adanya proses fotosintesis hingga pada akhir kultivasi pH media kultivasi
pada P1 menjadi pH = 8.20±0.06 dan pada P2 menjadi pH = 7.99±0.13. Nilai pH
pada kontrol cenderung stabil dari awal kultivasi hingga akhir kultivasi berkisar pH
= 7.73 – 8.53. Menurut Effendi (2003) pH optimum untuk kultivasi mikroalga
secara umum 7 – 8.4.
Nilai pH dalam media kultivasi dapat mempengaruhi komposisi lemak pada
Nannochloropsis salina (Bartley et al. 2013). Akumulasi lemak menjadi maksimum
ketika sel Nannochloropsis sp. mengalami tekanan dari kondisi yang tidak sesuai
sehingga pertumbuhan melambat dan energi disimpan dalam bentuk lemak (Wang
et al. 2009). Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kandungan
lemak pada P1 dan P2 lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.
Total C, N, P pada Media Kultivasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah POME dapat meningkatkan C,
N, dan P yang terkandung dalam media kultivasi (Tabel 1). Masuknya nutrien dari
lingkungan ke dalam sel mikroalga dapat terjadi dalam tiga cara, di antaranya:
melalui transportasi difusi dari media ke permukaan sel, melalui transportasi
adveksi yang dipengaruhi oleh gerakan air dalam lingkungan sel, dan melalui reaksi
kimia di lapisan batas difusi ketika nutrien pada sistem ini tidak seimbang.
Transport difusi dan adveksi tergantung dari ukuran, bentuk, dan kecepatan dari
mikroalga. Karbon (C), Nitrogen (N) dan Fosfor (P) merupakan elemen yang
berperan sebagai faktor pembatas pertumbuhan mikroalga serta merupakan unsur
kimia yang secara alami terdapat dalam air laut (Williams et al. 2002).
Tabel 1 Total C, N, P pada media kultivasi mikroalga
Periode kultivasi
Awal
Akhir
603.450
886.700
C
Kontrol
4.450
5.940
N
0.588

Dokumen yang terkait

Reaksi Transesterifikasi Degummed Palm Oil (DPO) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme TL IM sebagai Biokatalis

0 86 67

Reaksi Transesterifikasi DPO (Degummed Palm Oil) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme dalam Pelarut Ionic Liquid1-Butyl-3- Methylimidazolium Hexafluorophosphate ([Bmim][Pf6]

8 102 88

Pengaruh Jumlah Palm Oil Fly Ash Terhadap Microstruktur Dan Sifat Mekanis Metal Matrix Composite (MMC) Dengan Metode Stir Casting

1 49 105

Reaksi Transesterifikasi DPO (Degummed Palm Oil) untuk Menghasilkan Biodiesel Sawit Menggunakan Lipozyme dalam Pelarut Ionic Liquid1-Butyl-3-Methylimidazolium Hexafluorophosphate ([Bmim][Pf6])

0 49 85

Pemanfaatan Biogas (Gas Methan) Dari Hasil Pengolahan Palm Oil Mill Effluent (Pome) Secara Anaerobic Sebagai Bahan Bakar Unit Oil Refinery Dan Pencegah Pencemaran Lingkungan Di Pt.Multimas Nabati Asahan, Batu Bara

2 31 58

Studi Eksperimental Pengaruh Persentase Palm Oil Fly Ash ( POFA ) Terhadap Kekerasan Dan Mikrostruktur Metal Matrix Composite ( MMC ) Menggunakan Metode Centrifugal Casting

1 40 105

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA PEPTIDA DARI MIKROALGA LAUT , Spirulina sp. YANG DIKULTIVASI DENGAN MEDIA POME (PALM OIL MILL EFFLUENT)

8 51 60

Pemanfaatan karbondioksida (CO2) untuk kultivasi Mikroalga Nannochloropsis sp. sebagai bahan baku biofuel

4 11 132

Pemanfaatan Konsorsia Oleaginous untuk Produksi Biodiesel Menggunakan Substrat Palm Oil Mill Effluent (POME)

0 5 37

POTENSI MIKROALGA SEBAGAI SUMBER BIOMASA (1)

1 7 8