dengan adanya larangan ekspor kayu bulat, disamping itu produksi kayu bulat rata-rata per tahun turun sebesar 20 dan penggunaan bahan baku kayu bulat
yang tidak efisien. Timotius 2000 dalam studinya tentang Perkembangan Industri Kayu
Lapis Indonesia Tahun 1975-2010 menggunakan analisis Ekonometrika dan simulasi kebijakan, menyatakan bahwa prospek industri kayu lapis Indonesia
sangat tergantung sekali pada ketersediaan log atau kelestarian hutan. Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang berakibat pada melemahnya nilai tukar rupiah
dan dihapuskannya larangan ekspor kayu log serta diberlakukannya ecolabelling, berdampak pada kenaikan biaya produksi industri kayu lapis yang mendorong
peningkatan produktivitas. Secara bersamaan terjadi peningkatan ekspor kayu log, karena harga log dunia yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga log
domestik.
2.5. Kinerja Ekspor Produk Kayu Olahan
Kinerja ekspor suatu negara tidak hanya diukur dari laju pertumbuhan baik nilai maupun volume ekspornya, tetapi juga harus dilihat dari tingkat
diversifikasinya, baik dari variasi produk maupun diversifikasi pasarnya. Laju pertumbuhan yang tinggi hanya merupakan salah satu sisi dari keberhasilan
pengembangan ekspor suatu negara. Sisi lainnya adalah perluasan jenis-jenis komoditi ekspor dan pasarnya Tambunan, 2001. Banyak faktor yang
mempengaruhi kinerja ekspor suatu komoditi. Faktor- faktor tersebut dapat dilihat dari sisi mikroekonomi maupun makroekonomi. Dari sisi mikroekonomi misalnya
telah ada penelitian yang mendalami masalah pasar yang dikaitkan dengan proses. Mata rantai pasar suatu komoditi bisa sederhana juga bisa sangat komplek. Produk
kayu misalnya pasar merupakan sebuah mata rantai yang komplek dari hubungan permintaan dan penawaran, yang menentukan aliran kayu bulat dari kawasan
hutan sampai ke konsumen dari produk-produk akhir. Sedangkan industri perkayuan merupakan suatu rangkaian tahapan produksi dan pasarnya. Secara
garis besar peneltian-penelitian yang berkaitan dengan permodelan produk industri pengolahan kayu primer dapat dilihat pada Tabel 2.
2.6. Pasar dan Produk Industri Pengolahan Kayu Prime r
Menurut McKillop 1967, permintaan terhadap input dapat didekati dengan output dari sektor manufaktur. Selanjutnya dengan menggunakan konsep
permintaan turunan derived demand, merumuskan permintaan kayu bulat oleh industri kayu gergajian atau industri kayu lapis sebagai fungsi dari output sektor
konstruksi. Perumusan tersebut penting dalam kaitannya dengan perdagangan internasional produk industri perkayuan. Menggunakan argumen ini, permintaan
impor kayu bulat dipengaruhi oleh tingkat GDP negara-negara pengimpor. Dalam sistem pasar industri pengolahan kayu hulu Indonesia, produksi
kayu bulat diperlakukan sebagai tahapan awal produksi. Dari tahapan ini, maka penawaran domestik kayu bulat dapat diidentifikasi sama dengan produksi apabila
tidak ada persediaan stok maupun impor. Sedangkan permintaan domestik kayu bulat merupakan permintaan turunan derived demand dari produksi industri
pengolahan kayu hulu kayu gergajian, kayu lapis dan pulp.
Tabel 2. Studi Empiris Terdahulu Terkait dengan Penelitian Produk Kayu Olahan Nama Peneliti dan Tahun
Judul Metode Penelitan
Hasil Penelitian 1. Sinaga 1989
Econometric Model of the Indonesian Hardwood
Products Industry: A Policy Simulation Analysis
Model Ekonometrika untuk mempelajari sistem produk kayu
olahan kayu lapis, gergajian, parameter diduga dengan metode
2SLS. Pembatasan ekspor log tidak
sepenuhnya tercapai. Indonesia akan kehilangan penerimaan devisa
ekspor. Penurunan pajak ekspor kayu olahan mampu memperbaiki
kinerja ekspor dan Indonesia memperoleh keuntungan dalam
penerimaan devisa.
2. McKillop 1967 Supply and Demand of
Forest Products: An Econometric Study
Model Ekonometrika untuk mempelajari hubungan penawaran dan
permintaan kayu gergajian, kertas, kertas karton, kayu bundar dan
tegakan, diduga dengan metode 2SLS Permintaan input dinyatakan dalam
output sektor manufaktur. Permintaan log kayu gergajian
sebagai fungsi output dari output sektor konstruksi. Permintaan impor
log ditentukan oleh tingkat aktivitas konstruksi atau indeks PDB pada
negara pengimpor.
3. Adam dan Heynes 1980
The 1980 Softwood Timber Assessment Model:
Structure, Projection and Policy Simulation.
Model Timber Assessment Market TAMM. Model mencakup enam
wilayah permintaan geografik dan sembilan wilayah penawaran. Model
diduga dengan metode 2SLS Intensitas manajemen kayu gergajian
pada hutan swasta, pembatasan aliran produk hutan penghapusan
seluruh ekspor log dan peningkatan tarif impor pada produk kayu,
peningkatan tingkat biaya produksi dan tingkat alternatif pada aliran
panen dari kehutanan nasional.
30
4. Brown 1998 Addicted to Rent:
Corporate and Spatial Distribution of Forest Re
sources in Indonesia Implication for Forest
Sustainability and Government Policy
Analisis deskriptif atas database yang didesain oleh Whiteman seorang ahli
ekonomi The UK-Indonesia Tropical Forestry Programme ITFMP sejak
1990-an. Tinjauannya mengenai keterkaitan kilang dan HPH.
Sebe lebih
rent tidak
pem dipe
seha
5. Barr 2001 Banking of Sustainability:
Struktural Adjustment and Forestry Reform in Post-
Soeharto The Political Economy of Fiber and
Finance in Indonesias Pulp and Paper Industry
Analisis faktor-faktor yang mendorong investasi skala besar sektor pulp dan
kertas dalam rangka menjaga
penawaran kayu melalui pembangunan hutan tanaman. Khususnya
mempelajari gagalnya lembaga keuangan domestik dan dunia guna
memperhitungkan risiko keuangan terkait dengan pembangunan industri
projek pulp dan kertas. Produ
mud inter
US12 peng
an b Indo
kare alam
deng man
6. Buongiorno 1980 A Timber Supply Model for
Indonesia: Model Description and Users
Manual Metode dengan model program
matematis transipmen. Pendekatannya melalui model optimasi penawaran
kayu Indonesia dengan berbagai pola kebijakan
Mode menghi
strat pengu
dieks
Total permintaan domestik kayu bulat merupakan penjumlahan dari permintaan kayu bulat oleh masing- masing industri tersebut. Dengan demikian
ada keterkaitan antara pasar kayu bulat dengan pasar produk hasil produksi industri kayu primer dimana keterkaitannya ditunjukkan melalui permintaan kayu
bulat yang merupakan penurunan permintaan dari industri. Permintaan dan penawaran pada pasar kayu bulat domestik akan
menentukan harga domestik kayu bulat. Selanjutnya harga domestik kayu bulat akan mempengaruhi besarnya produksi kayu bulat dan selanjutnya secara
simultan akan mempengaruhi semua variabel endogen di dalam model. Sebagai ilustrasi, jika terjadi perubahan jumlah pungutan terhadap PSDH
dan DR dalam jumlah yang sama sebagaimana disimulasikan penelitian ini, maka produksi kayu bulat juga akan berubah. Perubahan produksi akan mempengaruhi
penawaran kayu bulat domestik, yang selanjutnya akan mempengaruhi harga domestik kayu bulat dan penawaran ekspor kayu bulat Indonesia di pasar dunia.
Karena Indonesia merupakan negara besar, maka perubahan penawaran ekspor akan mempengaruhi pasar dunia kayu bulat melalui perubahan harga dunia.
Perubahan harga domestik kayu bulat akan mempengaruhi permintaan kayu bulat oleh industri chips, veneer, kayu gergajian maupun industri kayu lapis. Perubahan
permintaan kayu bulat oleh industri pengolahan kayu hulu tersebut akan mempengaruhi produksi masing- masing industri, sehingga akan mempengaruhi
penawaran domestik maupun penawaran ekspor di pasar dunia. Selanjutnya akan terjadi hal yang sama sebagaimana terjadi pada industri kayu bulat.
Demikian pula jika terjadi perubahan besarnya restriksi perdagangan pajak ekspor maupun tarif impor kayu bulat di Indonesia, maka volume ekspor
maupun impor kayu bulat Indonesia juga akan mengalami perubahan. Perubahan tersebut selanjutnya akan mempengaruhi jumlah penawaran domestik sehingga
akan mempengaruhi harga domestik. Selanjutnya yang terjadi akan sama dengan adanya perubahan PSDH dan DR.
Model pada masing- masing produk dimulai dari produksi sampai dengan pasar dunia. Adapun asumsi yang digunakan dalam penyusunan model ini adalah :
1 perekonomian dalam keadaan terbuka untuk mengadakan perdagangan dengan negara-negara lain, 2 Indonesia merupakan negara besar baik dalam produksi
maupun dalam perdagangan produk industri pengolahan kayu primer dunia, 3 produksi pada masing- masing produk tidak sama dengan penawaran, dan 4
produsen pada masing- masing produk berusaha memaksimumkan keuntungannya.
2.7. Pasar Produk Industri Kayu Olahan Indonesia