Asas-asas Hukum Kewarisan Hukum Kewarisan Adat

kewarisan antara suami dan istri dengan didasarkan telah dilangsungkan antara keduanya akad nikah yang sah. Pengertian sah menurut hukum Islam adalah telah dilaksanakan sesuai dengan rukun dan syarat yang ditentukan serta terhindar dari segala sesuatu yang mengahalangi.

1. Asas-asas Hukum Kewarisan

Hukum adat Minangkabau mempunyai asas-asas tertentu dalam kewarisan. Asas-asas itu banyak bersandar kepada sistem kekerabatan dan kehartabendaan, karena hukum kewariasan suatu masyarakat ditentukan oleh struktur kemasyarakatan. 22 Sistem kewarisan berdasarkan kepada pengertian keluarga karena kewarisan itu adalah peralihan sesuatu, baik berwujud benda atau bukan benda dari suatu generasi dalam keluarga kepada generasi berikutnya. Penegrtian keluarga berdasarkan pada perkawinan, karena keluarga tersebut dibentuk melalui perkawinan. Dengan demikian kekeluargaan dan perkawinan menentukan bentuk sistem kemasyarakatan. 23 22 Iskandar Kamal , Beberapa Aspek dari Hukum Kewarisan Matrilineal ke Bilateral di Minangkabau, Center of Minangkabau Studies, Padang, 1988, halaman 153 23 Hazairin , Hendak Kemana Hukum Islam, Tintamas, Jakarta, 1976, halaman 14 Adat Minangkabau mempunyai pengertian tersendiri tentang keluarga dan tentang tata cara perkawinan. Dari kedua hal ini muncul cirri khas struktur kemasyarakatan Minangkabau yang menimbulkan bentuk atau asas tersendiri pula dalam kewarisan. Beberapa asas pokok dari hukum kewarisan Minangkabau adalah sebagai berikut : a. Asas Unilateral Yang dimaksud asas unilateral yaitu hak kewarisan yang hanya berlaku dalam satu garis kekerabatan, dan satu garis kekerabatan disini adalah garis kekerabatan ibu. Harta pusaka dari atas diterima dari nenek moyang hanya melalui garis ibu kebawah diteruskan kepada anak cucu melalui anak perempuan. Sama sekali tidak ada yang melalui garis laki-laki baik keatas maupun kebawah. b. Asas Kolektif Asas ini berarti bahwa yang berhak atas harta pusaka bukanlah orang perorangan, tetapi suatu kelompok secara bersama-sama. Berdasarkan asas ini maka harta tidak dibagi-bagi dan disampaikan kepada kelompok penerimanya dalam bentuk kesatuan yang tidak terbagi. Dalam bentuk harta pusaka tinggi adalah wajar bila diteruskan secara kolektif, karena pada waktu penerimaannya juga secara kolektif, yang oleh nenek moyang juga diterima secara kolektif. Harta pusaka rendah masih dapat dikenal pemiliknya yang oleh si pemilik diperoleh berdasarkan pencahariannya. Harta dalam bentuk inipun diterima secara kolektif oleh generasi berikutnya. c. Asas Keutamaan Asas keutamaan berarti bahwa dalam penerimaan harta pusaka atau penerimaan peranan untuk mengurus harta pusaka, terdapat tingkatan- tingkatan hak yang menyebabkan satu pihak lebih berhak dibanding yang lain dan selama yang berhak itu masih ada maka yanag lain belum akan menerimanya. Memang asas keutamaan ini dapat berlaku dalam setiap sistem kewarisan, mengingat keluarga atau kaum itu berbeda tingkat jauh dekatnya dengan pewaris. Tetapi asas keutamaan dalam hukum kewarisan Minangkabau mempunyai bentuk sendiri. Bentuk tersendiri ini disebabkan oleh bentuk- bentuk lapisan dalam sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau.

2. Ahli waris