Uji Keturunan Saudara Tiri (Half-sib) Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) di Taman Hutan Blok Cikabayan

UJI KETURUNAN SAUDARA TIRI (Half-sib)
SENGON (Paraserianthesfalcataria L. Nietsen)
DI TAMAN HUTAN BLOK CIKABAYAN

ALI MUKMIN
E01499017

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

RINGKASAN SKRlPSI
ALI MUKMIN. E01499017. Uji Keturunan Saudara Tiri (Hay-sib) Sengon (Parmerianfhes
falc(~fari(~
L. Nielsen) di Taman Hutan Blok Cikabayan. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Iskandar
Zulkarnaen Siregar M. For. Sc.
Industri kehutanan saat ini masih bergantung pada produksi hutan alam. Pasokan dari Hutan
Tanaman dan Hutan Rakyat belum berkembaug seperti yang diharapkan. Salah satu solusi alternatif
dalam mengatasi masalah kekurangan bahan baku industri kehutanan diantaranya adalah membantu
segera tenuujudnya pemhangunan hutan tanaman.

Pennasalahan yang dihadapi dalam pembangunan hutan tanaman adalah keanekaragaman
lokasi yang menuntut kesesuaian dengan jenis dari tempat asal henih serta keunggulan mutu dan
persediaan benih yang terhatas. Untuk mengatasi ha1 tersehut sudah sehamsnya jenis tanaman yang
digunakan memiliki kuialitas yang unggul. Untuk mendapatkasn kualitas benih yang unggul perlu
dilakukan kegiatan pemuliaan yang dimulai dari uji provenansi kemudian dilanjutkan denga uji
keturunan. Jeuis tanaman hutan yang saat ini hanyak dikembangkan serta kebutuban benih unggulnya
tinggi adalah sengon (Pfalcatarsia L. Nielsen). Untuk memenuhi kebutuhan henih unggul perlu
dibangun kebun benih seperti Kebun Benih Semai Uji Keturunan Sengon.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pemuliaan dari ketumnan half-sib

18

pohon plus P.falcataria (L) Nielsen yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur (dengan
perincian 6 famili dari Banjamegara, 3 famili dari Wonosoho, dan 9 famili dari Lumajang) dan
menduga parameter genetik (heritabilitas dan korelasi genetik).
Penelitian dilakukan di blok Taman Hutan Cikabayan, kampus IPB Dramaga. Areal tanam
dibagi menjadi 3 blok, dau setiap blok akau ditanami 18 famili dengan 4 individu tiap famili (4 Peeplot) dan jarak tanam 2 x 3 m. Rancangan percohaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap Berblok (Rai~domsizedCoinplelely Block Desigt~).
Pengukuran pertumbuhan tinggi dan diameter dilakukan pada umur 1, 3 dan 6 bulan. Untuk
percabangan dilakukan pada umur tanam 6 hulan. Untuk mengetahui pengaruh famili, blok dan

interaksi famili dengan hlok, percahangan dan korelasi antar parameter dilakukan dengan bantuan
sofware Tl~eSAS Syslen~A~malysisof Variat~ceProcedtire (SAS, 1998).
Hasil penelitian menunjukkan hahwa, pertumhuhan tinggi tanaman pada umur 1 dan 3 bulan
ternyata menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar famili yang satu dengan yang laiunya (pada
selang kepercayaan 5%). Sedangkan umur 6 bulan, pertumbuhan tinggi tanaman tidak herbeda nyata
antar famili yang satu dengan yang lainnya. Pembagian blok dan interaksi famili blok tidak
memberikan pengamh nyata pada pertumhuhan tinggi umur 1 , 3 dan 6 hulan. Keragaman pertumbuhan
tinggi pada setiap famili dan antar lokasi diduga lebih dominan disebabkan oleh keragaman genetik
pohon induk dan perbedaan asal geografis dari pohon induk. Perhedaan lingkungan awal (asal
sumbernya), diduga kuat mempengaruhi terjadinya variasi.

Hasil analisis ragam pertumbuhan diameter batang pada tanaman umur 1, 3 dan 6 bulan
menunjukkan famili tidak berbeda nyata.

Pengaruh tidak nyata disini menunjukkan rendahnya

keragaman antar famili yang diamati. Pada umur 3 bulan blok memberikan pengaruh sangat nyata
(selang kepercayaan 1%) dan interaksi famili blok berpengaruh nyata (selang kepercayaan 5%)
terhadap pertumbuhan diameter tanaman, sedangkan pada umur 1 dan 6 bulan tidak memberikan
pengaruh nyata. Keragaman pertumbuhan diameter tanaman pada setiap famili atau antar lokasi

diduga disebabkan oleh perbedaan asal benih (geografis) dan faktor lingkungan tempat tumbuh. Untuk
parameter percabangan keragaman antar famili tidak berbeda nyata. Ada tidaknya cabang diduga
disebabkan karena faktor genetik. Sedangkan pengaruh lingkungan tempat tumbuh (blok) tidak
berpengaruh nyata.
Analisis korelasi dilakukan terhadap parameter pertumbuhan tinggi dan pertumbuhan
diameter. Nilai korelasi positif yang memiliki hubungan yang paling kuat adalah antara permmbuhan
tinggi 3 bulan dengan pertumbuhan tinggi 6 bulan dengan nilai korelasi O,84 dan pertumbuhan tinggi
3 bulan dengan diameter 6 bulan dengan nilai 0,75 serta pertumbuhan tinggi 6 bulan dengan

pertumbuhan diameter 6 bulan dengan nilai korelasi 0,88. Antar parameter yang berkorelasi positif
menunjukkan bahwa parameter tersebut dapat dimuliakan secara bersama-sama.
Pertumbuhan tinggi mempunyai nilai heritabilitas yang cukup tinggi dan menurun seiring
dengan bertambahnya umur tanaman. Hal ini berarti pada awal pertumbuhan pengaruh keragaman
genetik sangat dominan yang ditunjukkan dengan nilai heritabilitas yang cukup tinggi (dimana h2f =
0,478 dan h2i

=

0,2831, tetapi dominansinya menurun dengan bertambahnya umur.


Sebaliknya

pengaruh keragaman lingkungan meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Pada umur 3 bulan
diduga bahwa genotipa tanaman mulai berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Pada umur 6
bulan faktor lingkungan lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Untuk sifat
pertumbuhan diameter tejadi fluktuasi nilai heritabilitas. Fluktuasi nilai heritabilitas memang sering
terjadi pada tanaman. Ekspresi faktor genetik pada umur 1 bulan cukup tinggi kemudian turun pada
umur 3 bulan, tetapi setelah umur 6 bulan ekspresi genetik naik lagi. Pada umur 3 bulan sifat
pertumbuhan diameter ini lebib banyak dipengaruhi faktor lingkungan, sedangkan faktor genetik
menurun. Tetapi setelah umur 6 bulan faktor genetik kembali terekspresikan lebih baik
Secara umum kesimpulan yang diperoleh menunjukkan bahwa keragaman famili pada sifat
pertumbuhan tinggi dan diameter tejadi pada umur tertentu. Untuk parameter percabangan, famili dan
blok tidak berpengaruh nyata. Nilai heritabilitas individu dan famili untuk parameter pertumbuhan
tinggi mengalami penurunan seiring bertambahnya umur tanaman, sedangkan pada parameter diameter
mengalami fluktuasi. Dan anatar parameter yang diukur berkorelasi satu sama lain, ada yang
berkorelasi positif dan ada yang negatif

UJI KETURUNAN SAUDARA T W (HaIFsib)
SENGON (Paraserinnthesfaleatarin L. Nielsen)
Dl TAMAN HUTAN BLOK CIKABAYAN


ALI MUKMIN
E01499017

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHIJTANAN
WSTITUT PERTANIAN BOGOR
2004

Judul Penelitian

: Uji Keturunan Saudara Tiri (Half-sib) Sengon (Parnseriatiihe.~faicalaria

L. Nielsen) di Taman Hutan Blok Cikabayan
Nama Mahasiswa


: Ali Mukmin

Nomor Pokok

: E01499017

DepartemedFakultas

: Manajemen HutadKehutanan

Menyetujui :
Pembimbing,

Dr. Ir. lskandar Zulkarnaen Sireear, M. For.Sc.
Tanggal:

16 M e t 2007

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan

Tanggal Lulus: 4 Mei 2004

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mandailing Natal (MADINA) pada tanggal 3
Pebruari 1981, merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan
(alm) Palit Hasyr Lubis dan Nur Syariah Nasution
Penulis memasuki pendidikan dasar pada tahun 1987 di SDN 1
Tambangan dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan
pendidikan di SMTPN 4 Padang Sidimpuan, lulus tiga tahun kemudian yaitu
pada tahun 1996. Pendidikan menengah atas penulis jalani di Sekolah
Menengah Umum Negeri (SMUN) 4 Padang Sidimpuan pada tahun 1996 dan lulus tahun 1999.
Selepas SMU tahun 1999, penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
lnstritut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Masuk Institut Pertanianam Bogor (USMI)
Kegiatan praktek yang telah penulis lakukan di bidang Kehutanan adalah Praktek Umum
Kehutanan (PUK) di BKPH Gunung Slamet Barat (KPH Bayumas Timur), BKPH Rawa Timur (KPH
Banyumas Barat) dan Praktek Umum Pengolahan Hutan (PUPH) di KPH Kuningan pada tahun 2002.

Pada tahun 2003 penulis melakukan PKL (Praktek Kerja Lapang) di PT. Sari Bumi Kusuma (Alas
Kusuma Group )Kalimantan Barat.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sajana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul "Uji Keturunan Saudara Tiri

L. Nielsen) di Taman Hutan Blok Cikabayan", dibawah
(Hnlf-sib) Sengon (Pa~'aser~iat~l/~esfiIcntarin
himbingan Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M. For. Sc.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang senantiasa
memherikan curahan keagungan-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah ini dengan judul "Uji Ketumnan Saudara Tiri (Half-sib) Sengon (Paraseriat~~f~e~~fnlcataria
L.
Nielsen) di Taman Hutan Blok Cikabayan" yang disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan lnstitut Pertanian Bogor. Secara umum karya tulis ini
memjelaskan tentang pentingnya uji ketumnan sebagai materi pemuliaan dalam mengetahui kualitas
benih yang ditanam pada lokasi yang herbeda dengan asal benih. Dengan uji ketumnan dapat diketahui
famili yang terbaik dilihat dari rata-rata pertumbuhannya. Dalam penelitian ini juga dijelaskan sejauh

mana pengaruh lingkungan dan genetik terhadap pertumbuhan 18 famili sengon. Pada akhirnya jenis
famili yang terbaik (hasil seleksi) dapat digunakan sebagai sumber benih yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan benih unggul.
Dengan selesainya karya ilmiah ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Ayahanda tercinta (Alm) Palit Hasyr Lubis, Ibunda Nur Syariah Nasution, Abang S. Suhdi Lubis dan
lkror Amiu Lubis, Kakak Faridah Khairani Lubis dan Siti Rodiah Lubis, Adikku Nur Aliyah Lubis atas
doa dan kasih sayangnya.
Tidak lupa juga saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen
Siregar, M.For. Sc.,selaku dosen pembimbing yang telah banyak memherikan arahan, nasehat dan
perhatiannya kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak Dr.lr. 1 Wayan
Darmawan, M.Sc dan Dr.1r. A.Machmud Thohari, DEA yang telah bersedia menjadi dosen penguji
dari Departemen Teknologi Hasil Hutan dan Konservasi Sumberdaya Hutan.
Keluarga besar Asrama Mahasiswa IPB Sylvasari tercinta atas kehersamaan dan kekeluargaan
yang penulis dapatkan sela~napenulis tinggal di Asrama. Tidak lupa saya ucapkan banyak terima
kasih kepada Rini Karmilawati atas doa dan dukungannya. Serta semua orang yang tidak dapat penulis
cantumkan yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh
karena itu kritik dan saran yang membanbwn dari pembaca sangat diharapkau penulis untuk perbaikan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pemhaca.


Bogor, Mei 2004

DAFTAR IS1
Hal
DAFTAR TABE

i
...

DAFTAR GAMB

iv

DAFTAR LAMPIR

v

DAFTAR IS1

111


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ........................................................................................................................ .. 2
1.3. Hipotesi

2

11. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang P. fnlcntoria (L) Nielsen
2.1.1. Klasifikasi Botani dan Penyebaran Alami

3
3

.. 3
2.1.2. Persyaratan Tempat Tumhuh ................................................................................

2.1. 3. Kegunaan dan Maufaat ...................................................................................... .. 4
2.2. Pemuliaan Pohon ................................................................................................ 4
2.2.1. Konsep Genetika Hutan .......................................................................................

.. 5

2.2.1.1. Keragaman ....................................................................................................
.. 5
. ..
2.2.1.2. Hentabliltas ...................................................................................................
6
2.2.1.3. Korelasi Genetik .................................................................................. 8
2.2.2. Konsep Seleksi, Penyjian dan Produksi dalam Pemuliaan Pohon .......................... 9
2.2.3. Uji Ketumnan dan Kebun Benih ......................................................................... 10
2.2.3.1. Uji Ketnmnan ................................................................................................ .. 10
2.2.3.2. Kebun Benih ..................................................................................................
.. 11
2.2.4. Perkembangan Pemuliaan Sengon ..................................................................... ... 13
111. METODOLOGI

..

. .......................................... ... 15
..
3.1.1. Keadaan Umum Lokasi Penehtran ........................................................................ ... 15
..
3.1.2. Waktu Penellttan ............................................................................................... 15
..
3.2. Alat dan Bahan Penelltlan ............................................................................................. 15
..
3.2.1. Bahan Penelitlan ..................................................................................................
... 15
..
3.2.2. Alat Penelttlan ................................................................................................... ... 15
3.1. Tempat dan Waktu Penelltlan

..

3.3, Prosedur Pelaksanaan Penel~t~an
................................................................................. 16
. .
3.3.1. Persiapan Blblt .................................................................................................... ... 16
3.3.2. Persiapan Lapang. ..... ................. ........ ..... ........ ..... ......... ..... ..... ..... ........ .... . ........... . ...16

3.4. Pelaksanaan Penelitian

17

3.5. Rancangan Percobaa

18

3.6. Analisis Raga

18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Keragaman Ailtar Famili untuk setiap Parameter yang Diamati ................................20
a. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 1 Bulan
b. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 3 Bula
c. Pertumhuhan Tinggi Tanaman Umur 6 Bula
d. Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 1 Bulan
e. Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 3 Bulan

f. Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 6 Bulan
g. Percabangan Umur 6 Bulan

4.1.2. Analisis Korelasi

. . .

4.1.3. Pendugaan Nlla~Hentabilitas .................................................................................. 28
4.2. Pembahasan
4.2.1. Keragaman Antar Famili untuk setiap Sifat yang Diamati .........................................
29
a. Pertumbuhan Tinggi Tanaman ...............................................................................

29

b. Pertumbuhan Diameter Tanaman .............................................................................
30

..

4.2.2. Analisls Korelasi .....................................................................................................

31

4.2.3. Pendugaan Nila~Hentabilltas ..................................................................................

32

. . . . .

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .....................................................................................................................
35
5.2. Saran ..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............
LAMPIRAN

35

.........................................................................................
.
.
.
.
36

DAFTAR TABEL
No

Teks

Hal

1. Macam Tingkat Keragaman dan Faktor Penyebab Utama beserta Contohnya............................. 5
2. Nomor Famili Pfnlcnlnrin (L) Nielsen yang digunakan beserta Asal Benih
3. Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok Lengkap Blo

. 16
18

4. Kuadrat Tengab Harapan untuk menduga Ragam Pertumbuhan Tinggi dan
Pertumbuhan Diamete

18

5. Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 1 Bulan pada Uji Keturunan

I8 Famili Sengo

20

6. Uji Beda Nyata Duncan Famili Pertumbuhan Tinggi Tanaman 1 Bulan pada Uji Keturunan
18 Famili Sengon

20

7. Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 3 Bulan pada Uji Ketumnan
21
18 Famili Sengon

22

9. Analisis Ragam Pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 6 Bulan pada Uji Keturunan

18 Famili Sengon

23

10. Analisis Ragam Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 1 Bulan pada Uji Ketumnan
18 Famili Sengon

24

11. Analisis Ragam Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 3 Bulan pada
Uji Keturunan 18 Famili Sengo

25

12. Uji Beda Nyata Duncan Interaksi Pertumbuhan Diameter Tanaman 3 Bulan pada
Uji Keturunan 18 Famili Sengo

25

13. Analisis Ragam Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 6 Bulan pada Uji Ketumnan
18 Famili Sengo

26

14. Analisis Ragam
18 Famili Sengon
15. Matrik Koefisien Korelasi antar Paramete

27
27

DAFTAR GAMBAR

No

Teks

Hal

I . Skema Pengujian dan Produksi Benih

10

2. Kedudukan Uji Keturunan dalam Pembangunan Kebun Benih Semai

12

3. Skema Kebun Benih Semai Uji Keturuna

13

4. Hasil Seleksi Bibit

17

5. Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 1 Bulan pada Uji Keturunan 18 Famili
Sengo

21

6. Rata-rata Pertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 3 Bulan pada Uji Keturunan 18 Famili

Sengon.................................................................................................................................23
7. Rata-ratapertumbuhan Tinggi Tanaman Umur 6 Bulan pada Uji Keturunan IS Famili

Sengon.........................................................................................................................2:
8. Rata-rata Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 1 Bulan pada Uji Keturunan 18 Famili

Sengon

24

9. Rata-rata Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 3 Bulan pada Uji Keturunan IS Famili

Sengon.......................................................................................................................26
10. Rata-rata Pertumbuhan Diameter Tanaman Umur 6 Bulan pada Uji Keturunan 18 Famili

Sengon.............................................................................................................................27
11. Perubahan Nilai Heritabilitas Famili dan Individu untuk Sifat Pertumbuhan Tinggi

pada Umur 1, 3 dan 6 Bulan ............................................................................................. 28
12. Perubahan Nilai Heritabilitas Famili dan Individu untuk Sifat Pertumbuhan Diameter

pada Umur 1, 3 dan 6 Bulan ................................................................................................. 28
13. Pemasangan Ajir di Lapangan

52

14. Pe~nbuatanLubang Tanat11

52

15. Tanaman Umur 3 Bula

52

16. Tanaman Umur 6 Bula

53

DAFTAR LAMPIRAN

No

Teks

Hal

1. Data Hasil Penykuran

39

2. Peta Pohon dalam Blok Penanaman

43

3. Peta Kebun Benih Semai Uji Ketumnan di Blok Hutan Cikabayan

43

4. Hasil Analisis Ragam pada berbagai Parameter yang Diukur

44

5. Analisis Korelasi Pearson

48

6. Perhitungan Nilai Keragaman

48

7. Tabel Nilai Keragama

50

8. Perhitungan Nilai Heritabilitas

50

9. Gambar Hasil Penelitia

52

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

lndustri Kehutanan Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan membutuhkan bahan baLm
sebesar 63,48 juta m3 (Suhariyanto, 2003). Perkembangan industri pulp dan kertas yang sangat aagresif
di Indonesia dalam dekade terakhir ini telah menyebabkan pennintaan terhadap serat kayu yang tidak
dapat dipenuhi oleh pasokan legal dari pengelolaan hutan di dalam negeri (FWIIGFW, 2001).
Disisi lain sebagai bagian dari pelaksanaan restrultturisasi sektor kehutanan yang pada
prinsipnya mengurangi produksi kayu dari hutan alam secara bertahap, maka pemerintah menerapkan
Jatah Produksi Tahunan (JPT) hutan alam produksi. Tahun 2003 Jatah Produksi Tahunan (JPT) hutan
alam produksi sebesar 6,89 juta m3, berkurang separuhnya dari tahun sebelumnya yang mencapai 12
juta m3 (Suhariyanto, 2003). Untuk tahun 2004 jatah produksi tahunan hutan alam berkurang menjadi
5.743.759 m3(Kompas, 2004).
Menurut Suhariyanto (2003) industri kehutanan saat ini masih bergantung pada produksi
hutan alam. Pasokan dari Hutan Tanaman

dan Hutan Rakyat belum berkembang seperti yang

diharapkan. Tahun 2003 produksi hutan tanaman mencapai 18,l juta m3 yang terdiri dari produksi
kayu pulp 17,l juta m3 dan kayu pemkangan 1 juta m3. Sementara hutan rakyat seluas 1,3 juta Ha
yang berupa kayu sengon, mahoni, jati, sonokeling, dan karet memiliki potensi 42 juta m3.
Salah satu solusi alternatif dalam mengatasi masalah kekurangan bahan baku industri
kehutanan

diantaranya adalah membantu

segera tenvujudnya pembangunan hutan lanaman

(Herbiansyah, 2003).
Pennasalahan yang dihadapi dalam pembangunan hutan adalah keanekaragaman

lokasi

penanaman yang menuntut kesesuaian dengan jenis dari tempat asal benih serta keunggulan mutu dan
persediaan benih yang terbatas. Untuk mengatasi ha1 tersebut sudah seharusnya jenis tanaman yang
digunakan memiliki kualitas yang unggul. Untuk mendapatkan kualitas benih yang unggul perlu
dilakukan kegiatan pemuliaan yang dimulai dari uji provenansi kenludian dilanjutkan dengan uji
keturunan. Benih hams berasal dari sumber yang baik dan terpilih, serta memenuhi kriteria atau
persyaratan sebagai sumber benih (seed sources), yaitu terpilih dari segi kuantitas dan Lcalitas, serta
berasal dari keturunan yang baik dan sehat. Sumber benih yang baik bisa diambil dari kebun benih
karena kebun benih dibuat terutama untuk memproduksi benih untuk pohon-pohon yang memiliki
sifat-sifat unggul khusus yang diinginkan dan mempakan salah satu bagian dalam pekerjaan seleksi
dan pemuliaan (Soerianegara dan Djamhuri, 1979).
Selain pentingnya pemilihan provenans yang tepat, perlu juga dilakukan pemilihan pohon
induk yang unggul (pohon plus), karena dari asal yang baik (genetik unggul) akan diperoleh ketumnan
yang tepat pula (dilingkungan yang cocok). Dengan uji keturunan dapat diketabui famili yang terbaik
dilihat dari rata-rata pemnibuhan anakannya

Pertanaman uji keturunan ini juga dapat digunakan sebagai materi pemuliaan lebih lanjut,
terutama bila famili yang digunakan bergenetik dasar (genetic base) luas. Famili-famili yang terbaik
hasil seleksi tersebut dapat digunakan sebagai sumber benih (Rimhawanto, 2002).
Salah satu jenis tanaman hutan yang saat ini banyak dikembangkan serta kebutuhan benih
unggulnya tinggi adalah sengon (Plfalcataria L. Nielsen). Untuk memenuhi kebutuhan benih unggul
perlu dibangun kebun benih seperti Kebun Benih Semai Uji Keturunan Sengon.
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bemjuan untuk:

1. Mengetahui kinerja pemuliaan dari keturunan half-sib pohon plus P. falcataria (L) Nielsen yang
berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
2. Menduga parameter genetik (heritabilitas dan korelasi genetik).
1.3. Hipotesa

1. Ada variasi dalam ha1 pertumbuban tinggi, pertumbuhan diameter dan percabansan antara famili
yang diuji.
2.

Ada korelasi antar parameter yang diamati (pertumbuhan tinggi dan diameter).

2.1. Tinjauan tentang P~~r~~scri~~ntltesfr~Icut~trin
(L) Nielsen
2.1.1. Klasifikasi Botani dan Penyebaran Alami

P. falcnlrin (L) Nielsen dikenal juga dengan Albizifl folcatnria (L) Fosberg, Albizia
molzrccana Mig, Albizia fnlcntaria Backer, berdasarkan nama lokal sengon dikenal dengan nama;
albisia, jeunjing (Jawa Barat), sengon laut, mbesiah (Jawa Tengah), sengon sebrang (Jawa Tengah dan
Jawa Timur), jing laut (Madura), tedehu pnte (Sulawesi), rawe, selawoku merah, seka, sika, sika bot,
sikaham, tawa sela (Maluku), bai, bai wahogon, wai. Sedangkan di Malaysia dan Brunai sengon
dikenal dengan nama puak, batai, atau kayu macis (Atmosuseno, 1994).
Secara taksonomi P.fnlcnnria Q Nielsen termasuk dalam family Legnmirroccae, sub-famili
Mimusncec~e,ordo Rusales, klas Dycoiyledone, dan sub-devisi A~lgiosperntae(Atmosuseno, 1994).
Penyebaran alami meliputi 10 LSo - 3 LUo yang mencakup Maluku, Papna (Indo), Papua
Nugini, Kep Solomon dan Bismark (Hidayat, 2002).
Sengon tercatat sebagai pohon cepat tumbuh (fa.~lgro>vii~gs[)ecics), pohon ini dijuluki
sebagai pohon ajaib (the miracle tree). Pada umur 1 tahun dapat mencapai tinggi 7 meter dan umur
12 tahun dapat mencapai tinggi 39 m dan diameter 63,5 cm. Umur 6 tahun sengon sudah dapat
menghasilkan kayu bulat sebanyak 372 m3/ha (Hidayat, 2002).
Batang umumnya tidak berbanir, Iums dan silindris, kulit licin, berwarna abn-abu atau
kehijau-hijauan, tidak mengelupas dan memiliki

batang bebas cabang mencapai 20 m. Tajuk

berbentuk perisai, agak jarang, selalu liijau. Tajuk yang jarang ini memungkinkan beberapa jenis
tumbuhan bawah tumbuh baik di bawahnya. Bentuk daun majemuk, panjang bisa mencapai 40 cm,
terdiri dari 8-15 pasang anak tangkai daun, setiap anak tangkai terdiri dari 15-25 daun, dann lonjong,
dengan lebar 3-5 mm dan panjang 6-12 mm. Buah lurus berbentuk polong, retak disepanjang kedua
sisinya, berisi banyak benih, waktu muda berwarna liijau, sudah tua coklat kekuning-kuningan. Benih
pipih dengan kulit benih tebal, tidak bersayap, tanpa endosperm, lebar 3-4 mm dan panjang 6-7 mm.
Pada bagian tengah terdapat garis melingkar benvarna hijau dan coklat. Benih termasuk jenis ortodoks.
Bunga berkelamin ganda, kelopak dan mahkota bunga berbentuk lonceng, benang sari banyak,
kepalasari sangat sedikit (Hidayat, 2002).
2.1.2. Persyaratan Tempat Tnmbuh

Menurut Atmosuseno (1994) secara khusns sengon tidak memerlukan persyaratan tempat
tumbuh yang rumit. Sengon dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah mulai dari yang berdrainase jelek
hingga baik. Selain itu sengon juga dapat tumbuh pada tanali marginal sanipai tanah yang tnengandung
banyak unsur hara. Sengon juga dapat tumbuh pada tanah yang mempunyai masalah dengan salinitas
dan di tanah yang kering dan lembab. Selain itu sengon juga dapat tumbnh pada tanah bentukan sisa

lahar yang belum hancnr. Tapi sengon akan tumbuh lebih baik pada tanah yang subur, banyak
rnengandung hara mineral dad pada tanah yang tekstur dan strukturnya baik.
Sengon dapat tumbuh pada tofografi relatif datar, hergelombang dan miring dengan persen
kemiringan sampai 25%. Pada kemiringan 25% sengon sebaiknya ditanam dengan sistem terasering
sehingga mengurangi besarnya aliran permukaan (s211face run-ofn pada saat hujan.
Sengon tersebar alanii mulai dari pantai hingga 1200 rn dpl, dengan suhu 22-29 O C dan curah
hujan 2000-4000 mm/tahun. Sebagai pionir jenis ini tumbuh pada hutan dataran rendah sekunder,
dataran yang tergenang banjir, sepanjang jalan pinggir pantai (Hidayat, 2002).
2.1.3. Kegunaan dan Manfaat

Sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan. Produk dari jenis ini adalali makanan
temak, kayu bakar dan kayu olahag. Selain itu kayunya cocok juga untuk pulp, konstruksi ringan,
kerajinan tangan, kotak cerutu, kayu lapis, korek api, alat musik dan papan partikel (Hidayat, 2002).
Menurut Atmosuseno (1994), sengon mempunyai andil besar dalam memperbaiki kualitas
lingkungan, terutatna dalatn lial perbaikan kesuburan tanah, tata air dan iklitn mikro. Sengon
mempuyai kemampuan memfiksasi N2 bebas dari udara, manfaat lainnya adalah pengendali erosi,
pohon pelindung dan sebagai pohon reklamasi di bekas lahan pertambangan.
2.2. Pemuliaan Pohon

Pemuliaan pohon hutan adalali penerapan azas-azas genetik pada penanaman hutan untuk
memperoleh pohon-pohon yang memiliki sifat dan hasil yang lebih tinggi nilainya.
Ruang lingkup pemuliaan pohon hutan meliputi kegiatan penelitian keragaman populasi
suatu

jenis

pohon,

uji

provenans,

seleksi

pohon

dengan

sifat-sifat

tertentu

dan

mengembangbiakkannya, pembuatan kebun benih, persilatigan pohon-pollon telpilih dan uji keturunan
(Soerianegara dan Djamhnri, 1979).
Menurut Dudly dan Moll (1969) dnlan? Rizki (2003) pada dasarnya program pemuliaan
tanaman dapat dibagi kedalam tiga tahap yaitu; membentuk populasi, memilih (seleksi) individu yang
unggul dari populasi tersebut dan mempergunakan individu-individu terpilih untuk membentuk suatu
varielas unggul.
Tujuan dari pemuliaan pohon adalah untuk mengidentifikasi unsur variasi genetik yang akan
diturunkan dari induk keketurunannya dan untuk mengisolasi variasi genetik dari efek lingkungan dan
interaksi genetik dan lingkungan (Graudal, 1993).
Uji pertanaman genetik bertujuan untuk mengevaluasi kinerja material genetik (misal spesies,
provenans, varietas atau famili) secara aknrat dan objektif (Rimbawanto, 2000).

2.2.1. Konscp Genetika Hutan
2.2.1.1. Keragaman

Keragaman menunjukkan adanya variasi atau perbedaan dalam sifat suatu jenis pohon.
Dalam suatu jenis pohon dapat dijumpai keragaman geografis, keragaman lokal, keragaman antar
pohon serta keragaman dalam pohon. Selanjutnya dikemukakan bahwa keragaman ini disebabkan oleh
perbedaan keadaan lingkungan dan perbedaan susunan genetik. Adapun batas yang jelas antara
keragaman genetik dan keragaman lingkungan

sulit ditentukan, karena keduanya saling

mempengaruhi (Soerianegara dan Djamhuri, 1979).
Menurut Hardiyanto (2000) intepretasi dan manipulasi variasi alami adalah landasan
kebanyakan aktivitas dalam hidang pemuliaan pohon. Variasi sifat dapat diamati pada beberapa level:
antara pohon dari spesies yang berbeda, antara pohon dalam spesies yang sama, antar pohon dari
kawasan berbeda, antar pohon dari tempat tumbuh didekatnya, dan antar pohon pada tegakan yang
sama. Sungguhpun dalam tegakan yang seumur pada tempat tumbuh yang sangat seragam, variasi
diantara individu pohon tetap dapat dijumpai. Akan tetapi, tidak semua variasi dapat dijelaskan
menurut variasi dalatn lingkungan, tetapi masih ada penyebab variasi lain yaitu variasi genelik.
Penyebab variasi ini adalah inheren, karena perbedaaan genetik yang dapat diwariskan oleh induk
keketumnannya.
Variasi adalah suatu ukurau klasifikasi variabilitas. Variasi digambarkan sebagai jumlah
derajat deviasi dari nilai pengamatan dari rerata populasi dibagi dengan jumlah individu dalam
populasi dikurangi satu (Graudal, 1993).
Selanjutnya Soerianegara dan Djamhuri (1979) mengemukakan beberapa variasi dan faktorfaktor yang mempengamhinya seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Macam Tingkat Keragaman dan Faktor Penyebab Utama beserta Contohnya
No 1
Tingkat keragaman
I Faktor penyebab utama I
Contoh
1 Genetika
I Daya tahan kekeringan
1. / Geomafis
Lingkungan
BJ
Ekotipq
klina
Genetika
2.
Lokal (antar tempat tumbuh)
Lingkungan
Kecepatan tumbuh
BJ, BB, kualitas kayu,
Antar pohon (pada tempat tumbub yang Genetika
3.
ketahanan
terhadap
sama, jarak tanam, umur sama)
hama penyakit
Sifat-sifat kayu pada
Lingkungan
Di dalam pohon
4.
bagian batang, ukuran
Untuk beberapa karakter nilai fenotipa suatu pohon yang diamati mempakan gabungan dari
dua komponen, yaitu komponen genetik dan lingkungan (Wellendorfdan Ditlevsen, 1992).
Secara garis besar keragaman dibagi dua yaitu: keragaman genetik aditif dan keragaman
genetik non-aditif Keragaman genetik aditif merupakan hasil kumulatif efek-efek kuantitatif ale1

pada lokus gen yang mempengaruhi suatu karakter atau sifat. Sedangkan keragaman non-aditif
merupakan keragamau yang disebabkan antar ale1 (Zobel dan Talbert, 1984).
Menurut Graudal(1993) variasi fenotipa merupakan kombinasi dari:
1. Variasi genetik (G)

2.

Variasi lingkungan (E)

3. Variasi gabungadinteraksi genetik dengan lingkungan
Menurut Hardiyauto (2000) variasi genotipa mungkin timbul dari beberapa penyebab:
1. Variasi genetik adatif (02a); adalah variasi genetik yang diwariskan oleh induk
keketurunannya. Beberapa gen memiliki efek aditif sehingga substitusi suatu ale1 pada satu
gen dengan gen yang lain akan meningkatkan atau menurunkan nilai fenotipa.
Contoh:
aa

2.

4

5

Aa = 5

*

*

*

AA = 6

aa

Aa

AA

=

4

Variasi

6

genetik dominau ( ~ ' d = non-aditif); ale1 yang berinteraksi dengan pasangannya

mungkin menghasilkan efek dominan. Dalam ha1 ini hanya satu ale1 dapat menyebabkan
fenotipa tertentu muncul.
Contoh:
aa = 4

4

5

Aa = 6

t

*

AA = 6

aa

6

*
AaIAA

3. Efek interaksi Epistatik (02i); interaksi ini disebabkan oleh pasangan gen yang satu tergantung
pada pasaugan gen yang lain.
Contoh:
Pasangan gen AIAl memperlihatkan efek aditif dengan adanya B,BI tetapi memperlihatkan
efek dominan dengan adanya B2B2.
Secara mutlak tidak dapat dikatakan suatu sifat ditentukan oleh faktor lingkungan atau faktor
genetik. Faktor genetik tidak akan memperlihatkan sifat yang dibawanya kecuali dengan adanya
faktor lingkungan yang diperlukan. Sebaliknya, bagaimanapun mengadakan manipulasi dan perbaikanperbaikan terhadap faktor lingkungan tidak akan menyebabkan perkembangan suatu sifat kecuali
dengan adanya faktor genetik pada individu %tau populasi yang bersangkutan (Soerianegara dan
Djamhuri, 1979).
2.2.1.2. Heritabilitas

Menurut Falconer (1989) dnlntn Rahadian (2003) nilai pengamatan terhadap sifat tertentu
atau suatu individu yang dapat diukur dinamakan nilai fenotipa individu. Nilai ini merupakan hasil

bersama dari pengamh genotipa dan lingkungan. Hubungan tersebut dapat diucapkan menjadi linier
aditif, yaitu:

Dimana:
P = nilai fenotipa

G = nilai genotipa
E = simpangan lingkungan, yaitu perubahan yang timbul pada nilai fenotipa disebabkan oleh

bervariasinya ragam lingkungan.
Menurut Falconer (1989) dnIn?i~Rahadian (2003) nilai heritabilitas dari suatu sifat
didefenisikan sebagai perbandingan antara ragam genetik aditif terhadap ragam fenotipa, nilai tersebut
diberi nilai h2 dan besarnya adalah hZ=$A/ G'P.
Heritabilitas merupakan proporsi variasi dalam populasi yang disebabkan oleh perbedaan
genetik diantara individu. Dengan demikian nisbah ini menunjukkan seberapa jauh sifat-sifat induk
diwariskau kepada keturunannya (Hardiyanto, 2000).
Konsep heritabilitas adalab salah satu yang paling penting dan banyak digunakan dalam
genetika kuantitatif Nilai heritabilitas ini menunjukkan proporsi keragaman dalam suatu populasi
yang diakibatkan oleh keragaman genetik antar individu. Selain itu heritabilitas mempakau kunci
penting dalam menduga kemajuan genetik yang diperoleh dari program-program seleksi (Zobel dan
Talbert, 1984).
Sedangkan menurut Hanson (1963) dnlani Djamhuri (1975) konsep-konsep heritabilitas ini
dapat menjelaskan apakah penampakan atau perbedaan-perbedaan sifat dari setiap individu disebabkan
temtama oleh faktor genetik atau faktor lingkungan.
Sungguhpun baik lingkungan dan genetik mempengamhi sifat, beberapa sifat lebih banyak
dikendalikan faktor genetik dibanding sifat-sifat lain. Sifat yang banyak dipengaruhi faktor lingkungan
disebut sifat plastis (Hardiyanto, 2000).
Pendugaan nilai heritabilitas meliputi heritabilitas individu dan heritabilitas famili. M e n u ~ t
Zobel dan Talbert (l984), ada dua nilai tipe heritabilitas pohon individu yang penting dalam penerapan
pemuliaan pohon, yaitu nilai heritabilitas dalam arti sempit

l arrow seme heriinbility, h2) dan

heritabilitas dalam arti luas (brondse~iseheritability, H' ).
M e n u ~Zobel
t
dan Talbert (1984), heritabilitas dalam arti sempit didefenisikan sebagai
perbandingan ragam genetik aditif dengan ragam fenotipanya, yang dilambangkan dengan:

Neritabilitas dalam asti luas didefenisikan sebagai perbandingan antara ragam genetik total dengan
ragam fenotipanya, yang dilambangkan dengan:

Menurut Hardiyanto (2000) batas bawah h adalah 0 (tak ada varians aditif) dan batas atas
adalah I (tak ada varians lingkungan dan dominansi). Perkiraan nilai heritabilitas dalam asti sempit
ini banyak digunakan sebagai bahan literatur dalam genetika hutan karena sebagian besar dari program
pemuliaan hutan dewasa ini ditujukan pada peningkatan daya gabung umum dan hanya menggunakan
porsi ragam genetik aditif sehingga l~eritabilitasdalam asti sempit adalah yang paling bermanfaat bagi
para pemuliaan pohon. H dapat berkisar dari 0 sampai 1. Batas bawah 0 dapat terjadi bila seluruh
variasi dalam populasi disebabkan oleh genetik. Bila semua variasi disebabkan oleh genetik, nilai h=l
(berguna dalam perbanyakan vegetatif ). Bari dkk (1973) dnlarn Lamadji (1982) mengatakan bahwa
heritabilitas bukan merupakan suatu konstanta atau parameter.
Toda (1958) d h m Rabadian (2003), mengatakan bila tanaman dikembangbiakkan secara
seksual, maka efek non-aditif dari genotipa (dominasi dan epistasi) tidak diwariskan pada
keturunannya, sehingga dalam ha1 ini diperynakan heritabilitas dalam arti sempit. Sedangkan bila
tanaman dikembangbiakkan secara aseksual, efek non-aditif dari genotipa akan diteruskan pada
keturunannya karena genotipa individu dipindabkan tanpa adanya perubahan, maka dalam ha1 ini
dipergunakan heritabilitas dalam arti luas.
Heritabilitas mempunyai keterbatasan penaksiran, dimana h2 tak akan pernah lebih besar dari

2;bila semua variasi genetik adalah merupakan varians aditif Inaka hZ= H.

Satu aspek penting tapi

sering dilupakan adalah bahwa taksiran heritabilitas berlaku bagi suatu populasi testentu dan terdapat
pada suatu lingkungan tertentu ~ a d saat
a waktu testentu. Bahkan pada eksperimen yang besar dengan
banyak famili, taksiran h%engandung kesalahan (error). Semua taksiran h2 llendaknya dipandang
sebagai angka yang memberikan ide umum bagaimana kuatnya pewarisan (Hardiyanto, 2000).
2.2.1.3. Korelasi Genetik

Program pemuliaan pohon berkepentingan dalam pemilikan genotipa yang ungyl. Tetapi
pada kenyataannya, para pemuliaan pohon masih terbatas pada pemilihan individu pohon berdasarkan
fenotipanya. Untuk itu diperlukan kejelian dalam pendugaan korelasi genetik maupun fenotipa.
Menurut Gravois dan Helms (1992) dalanz Rizki (2003) analisis korelasi merupakan analisis
untuk mengetahui keeratan bubungan antara dua peubah atau lebih. Analisis ini tidak

dapat

menunjukkan hubungan kausal antar peubahnya. Keeratan hubungan antar karakter ditunjukkan oleh

koefisien korelasi yang nilanya berkisar antara -I dan +1. Semakin dekat koefisien korelasi dengan
salah satu dari kedua nilai tersebut maka keeratan hubungan antar karakter semakin baik.
Kcragaan akhir (fenotipa) suatu karakter merupakan hngsi dari pengaruh genotipa dan
lingkungan. Fenotipa suatu karakter merupakan wujud luar karakter yang dapat diamati danlatau
diukur. Kajian tentang kontribusi pengaruh genotipa dan lingkungan terhadap keragaan (fenotipa)
suatu karakter merupakan ha1 yang esensial dalam pemuliaan tanaman. Hal ini berkaitan dengan
adanya konsep pewarisan sifat yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya (heritabilitas). Oleh
karena itu, pcndugaan keragaman genetik, heritabilitas, korelasi genotipa, korelasi fenotipa merupakan
suatu ha1 yang sangat penting dalam program pemuliaan tanaman.
Menurut Falconer (1972) dolam Rizki (2003), koefisien korelasi genetik merupakan ukuran
hubungan s e n e t i antar karakter dan merupakan

petunjuk bagi karakter yang mungkin dapat

digunakan sebagai indikator bagi karakter lain yang lebih penting (Miller el nl., 1957). Perubahan
suatu karakter yang terhadapnya tidak dilakukan seleksi dapat diramalkan bila korelasi genotipa dan
heritabilitas kedua karakter diketahui.
Suatu karakteristik mungkin bervariasi secara tidak bebas satu sama lain atau suatu perubahan
pada satu karakteristik berkaitan dengan perubahan karakteristik yang lain. Dalam ha1 ini dikatakan
bahwa dua karakteristik tersebut berkorelasi. Asosiasi antara dua sifat yang dapat diamati secara
langsung merupakan korelasi fenotipa (Hardiyanto, 2000).
Menurut Zobel dan Talbert (1984) korelasi genetik antara dua sifat bermanfaat dan penting
dalam pemuliaan pohon, karena korelasi genetik menunjukkan kemampuan sebuah perlakuan akan
mengubah hasil dari perubahan perlakuan lain. Korelasi genetik ditunjukkkan dengan rumus sebagai
berikut:

Dimana rc

= korelasi

genetik

2 rxr = kovarian antara dua sifat X dan Y
2 ,= varian untuk sifat X
2 PY = varian untuk sifat Y

2.2.2. Konsep Seleksi, Pengujian dan Produksi dalam Pemuliaan Pohon

Seleksi adalah proses dimana individu-individu dengan sifat tertentu lebih disukai untuk
diperkembangbiakkan (Soerianegara dan Djamhuri, 1975).
Perbaikan genetik dapat dicapai melalui seleksi. Seleksi didasarkan pada prinsip bahwa nilai
genetik rata-rata dari individu yang terseleksi akan lebih baik dibanding dengan nilai individu rata-rata
dalam populasi secara keseluruhan. Untuk sifat-sifat kuantitatif, perolehan genetik dari seleksi
biasanya diukur melalui perubahan rata-rata populasi (Hardiyanto, 2000).

Perihal penting dalam strategi pemuliaan adalah menentukan ukuran-ukuran seleksi.
Karakter yang kita inginkan meningkat bisa berubah dari suatu jenis karakter kejenis karakter lain,
tetapi karakter yang kita inginkan bisa berubah dari waktu kewaktu tergantung pada penggunaan akhir
(Roulund dan Olesen, 1992).
Semua sifat merupakan pengaruh dari nilai genetik dan lingkungan. Apa yang kita ukur dari
suatu sifat dikatakan nilai fenotipa.

Jika ingin memperhitungkan hasil lain maka kita harus

mengetahui nilai genotipa. Karakter yang dikendalikan secara kuat oleh gen mempunyai nilai genetik
yang dekat dengan nilai fenotipa (Roulund dan Olesen, 1992).
Seleksi fenotipa dapat digunakan pada sifat dengan heritabilitas tinggi. Untuk karakter
dengan heritabilitas rendah, seleksi genotipa melalui uji keturunan dan uji klon perlu dilaksanakan.
Seleksi fenotipa hampir selalu digunakan sebagai langkah pertama dalam program pemuliaan pohon
hutan. Seleksi fenotipa sering juga disebut seleksi massa atau seleksi pohon plus. Seleksi genotipa
adalah selaksi menurut nilai genetik dari suatu famili atau individu. Untuk mengetahui nilai genetik
dari suatu famili atau individu, uji keturunan dan uji klon diperlukan. Nilai genetik dari klon dapat
diperkirakan melalui uji klon dan nilai genetik dari keturunan dapat diperkirakan melalui uji keturunan
(Roulund dan Olesen, 1992).
Gambar 1. menyajikan bagaimana mekanisme untuk mendapatkan benih unggul untuk
penanaman (Siregar, 2003).

Tahap Seleksi dan Pengujian

Tahap Produksi

Gambar 1. Skema Pengujian, Persilangan dan Produksi Benih

2.2.3. Uji Keturunan dan Kebun Benih
2.2.3.1. Uji Keturunan

Sifat mahluk hidup dipengamhi oleh faktor gen dan lingkungan. Untuk melihat apakah suatu
pohon secara genetik unggul dapat dilakukan dengan membuat uji ketumnan. Dalam arti sederhana
'pruge~v"berarti ketumnan dan biasanya untuk menerangkan semua keturunan tumbuhan atau hewan
pada suatu generasi. Uji ketumnan @rugeny test) berarti mengevaluasi suatu individu melalui
pembandingan ketumnannya dalam suatu eksperimen. Suatn sifat mungkin dikendalikan satu atau
beberapa gen saja dan sifat yang demikian dinamakan sifat kualitatif. Dalam ha1 ini fenotipa akan
mencerminkan genotipanya. Sifat kualitatif tidak banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Uji
ketumnan dimaksudkan untuk memilih pohon yang mempunyai genetik unggul dengan cara menguji
sejumlah pohon induk yang diseleksi dari beberapa tempat asalnya. Pohon-pohon induk dapat ditanam
di dalam ataupun diluar sebaran/lingkungan alaminya (Hardiyanto, 2000).
Menurut Roulund dan Olesen (1992) uji ketumnan dilakukan untuk:
1.

Menaksir nilai pemuliaan dan daya gabung umum (DGU) dari pohon induk.

2. Menaksir nilai heritabilitas dari sifat tertentu.
3.

Mengkalkulasi daya gabung khusus (DGS).

4. Menaksir perolehan nilai genetik.
5.

Menemukan generasi barn dari suatu populasi.
Menumt Boyle (1992) uji ketumnan digunakan secara sederhana untuk penyeleksian famili

terbaik, untuk memperkirakan parameter genetik atau kedua-duanya. Menurut Soerianegara dan
Djamhuri (1979) untuk dapat mengurangi " e ~ ~ i i r o ~ ~ m nerror
uji keturunan ini, daerah uji
e ~ ~ t"adalam
l
hams diusahakan seseragam mungkin dalam topografi, kesuburan tanah dan pengolahan tanah.
Adanya variasi genetik dalam populasi sangat penting, kemudian dilanjutkan dengan
pengujian material yang telah diseleksi melalui uji ketumnan. Selanjutnya material genetik yang telah
dimuliakan diperbanyak untuk pembangunan hutan tanaman. Uji keturunan dapat dibedakan dua
macam, yaitu uji ketumnan half-sib dan fill-sib. Half-sib bila hanya induk betinanya saja yang
diketahui danfrrll-sib bila induk jantan dan hetina ketumnan yang diuji diketahui (Soerianegara dan
Djamhuri, 1979).
2.2.3.2. Keblrn Benih

Menumt Zobel dan Talhert (1984) dalam Harahap (2000) kebun benih adalah suatu areal
untuk memperoleh benih dalam jumlah yang banyak. Memperoleh tumnan yang lebih cepat besar dan
mungkin lebih mnrah. Sedangkan menurut Soerianegara dan Djamhuri (1979), kebun benih (seed
orcl~nrd)dibuat terutama untuk memproduksi benih untuk pohon-pohon yang memiliki sifat unggul
yang khusus yang diinginkan dan mempakan salah satu bagian dalam pekerjaan seleksi dan pemuliaan.

Kebun benih merupakan pertanaman dari pohon-pohon yang secara genetik superior, yang
diisolasi untuk mengurangi polinasi dari sumber luar yang secara genetik inferior dan dikelola intensif
untuk mengbasilkan benih yang mudah dipanen dalam jumlah yang cukup dan berkelanjutan (Susanto,
1996).
Kedudukan uji keturunan dalam pembangunan kebun benib secara ringkas dapat dijelaskan
melalui Gambar 2 (Hardiyanto, 2000).

I Pohon plus 1-----------7

Kebun Benih
Semai (Gen. 1)

Penjarangan

Uji Keturunan
(Generasi 1)

Infonnosi

Klon (Gen. 1)
Vegctotif

Kebun Benih
Semai (Gen.2)

Ponjarangvn

Uji Keturunan
(Generasi 1)

Informasi

Kebun Benih
Klon (Gen.2)

Gambar 2. Kedudukan Uji Keturunan dalam Pembangunan Kebun Benih Semai
Pohon induk (pohon plus) dikoleksi benihnya untuk membuat uji keturunan. Bahan vegetatif
(stek, oknlasi, cangkok) mungkin dikumpulkan untuk membuat kebun benih klon. Setelah melalui
pengamatan dan evaluasi uji keturunan mungkin dikonversi menjadi kebun benih semai (SSO).
Melalui penjarangan genetik (rogrri?lg). Informasi dari uji keturunan ini berguna untuk melakukan
penjarangan kebun benih klon (clot7al seed orchord - CSO). Kebun benih klon yang tidak dijarangi
berdasarkan informasi dari uji keturunan dinamakan kebun benih klon belum teruji (zii~resledcloilal
seed o ~ c h n ~ ddan
) kualitas kebun benih klon semacam ini mirip dengan tegakan benib (Hardiyanto,
2000).
Mekanisme pembangunan kebun benih semai uji keturunan disajikan pada Gambar 3
(Dephut, 2001).
2.2.4. Perkembangan Pemuliaan Sengo11

Prasetyo (1988) dalaln Pradana (2001) melakukan pendugaan terhadap nilai heritabilitas
untuk seleksi massa tanaman sengon. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa diameter pohon,

1,EBUH BEHlH $E,l4
UJI 1;ElUEUUAH
II~bliollptlpCt

Gambar 3. Skema Pembangunan Kebun Benih Semai Uji Keturunan

tinggi batang, tinggi bebas cabang dan bentuk batang dipengamhi oleh faktor genetik. Untuk
mendapatkan benih u n g y l hams digunakan seleksi massa.
Di kebun benih Parung Panjang Bogor, Basyumi (1998) melakukan identifikasi terhadap
korelasi antar keragaman fenotipa dengan marka isozim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keragaman genetik antar sub-populasi (Jonggol, Wameda dan Kediri) rendah, jarak genetik berdekatan
satu sama lain. Korelasi keragaman fenotipa dengan marka isozim terdapat pada beberapa kalus.
Sagita (2002) melakukan analisis keragaman genetik pohon plus sengon (P. falcalarin L.
Nielsen) di Jawa Barat. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa berdasarkan analisis isozim
menunjukkan bahwa lokasi Sukabumi memilik jumlah pita tertinggi (7 pola pita pada enzim PER dan
11 pola pita pada enzim EST) dibanding dengan lokasi lainnya dan yang terendah adalah lokasi
Subang (4 pola pita pada enzim PER dan 5 pola pita pada enzim EST). Untuk karakter kuantitatif
tingkat semai dapat diketahui bahwa lokasi Sukabumi memiliki rata-rata tinggi dan diameter tertinggi,
sedangkan terendah berasal dari lokasi Garut. Untuk pettumbuhan tinggi total maupun diameter batang
pada tingkat semai sengon sama-sama memperlihatkan perbedaan yang nyata menumt analisis ragam
pada taraf 5%.
Rahadian (2003) juga telah melakukan penelitian pengamh famili dan dosis kapur dolomit
pada uji ketumnan hnv-sib sengon (P. falcainvia L. Nielsen) di Taman Hutan Cikabayan IPB pada
umur 1 dan 6 bulan. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa keragaman famili (benih berasal dari
pohon plus di Jawa Barat) berpengamh nyata terhadap tinggi tanaman, sedangkan pada diameter
tanaman keragaman famili tidak berpengamh nyata. Nilai heritabilitas individu dan famili untuk sifat
tinggi pada umur 1 bulan adalah 1 dan 0,77 dan pada umur 6 bulan adalah 0,61 dan 0,52. Nilai
heritabilitas individu dan famili untuk sifat diameter pada umur 1 bulan adalah 0,61 dan 0,52 dan pada
umur 6 bulan adalah 0,07 dan 0,l.

IIL METODOLOGI PENELlTlAN
3.1. Tempat dan Waktn Penelitian
3.1.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

a. Lok?si
Lokasi penelitian terletak di Taman Hutan Blok Cikabayan, kampus IPB Darmaga. Secara
geografis terletak pada perpotongan garis 6'30' LS dan 106'45' BT.
Kampus IPB Darmaga sebelah Timur berbatasan dengan perkampungan penduduk desa
Babakan. Sebelah barat dibatasi oleh sungai Cihideung (Desa Cihideung Ilir), sedangkan sebelah
utara dibatasi oleh sungai Ciapus dan Cisadane.
h. Tanah dan Topografi
Dari data statistik Badan Pemerintah Daerah Kab. Bogor, tanah di areal kampus IF'B Darmaga
termasuk jenis latosol, dimana kedalaman efektif lebih dari 90 cm dengan tekstur sedans. Ketinggian
berkisar antara 145-200 m dpl. Keadaan topografi umumnya terdiri dari lapangan datar sampai sedikit
bergelomabang dengan lereng-lereng pada daerah yang berbatasan dengan sungai.
c. Iklim

Curah hujan di kampus IPB Darmaga termasuk tipe A (klasifikasi Schmidt dan Ferguson).
Curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3552 mm dengan kelembaban nisbi rata-rata pertahun diatas
80% dan suhu rata-rata sepanjang tahun sebesar 2 5 ' ~ .
3.1.2. Waktn Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan yang dimulai dari bulan April hingga Oktober 2003
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit sengon yang terdiri dari 18 famili
yang berasal dari Jawa Timnr dan Jawa Tengah (Tabel 2). Dengan perincian 6 famili dari
Banjamegara, 3 famili dari Wonosobo, dan 9 famili dari Lumajang.
3.2.2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kaliper sebagai pengukur diameter,
mistarlpenggaris untuk mengukur ti