Orientasi Nilai Kerja Pemuda pada Keluarga Petani Perkebunan : Studi Kasus pada Masyarakat Perkebunan Teh Rakyat di Desa Sukajembar, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

ORlENTASl NlLAl KERJA PEMUDA
PADA KELUARGA PETANI PERKEBUNAN
Studi Kasus pada Masyarakat Perkebunan Teh Rakyat di Desa Sukajembar,
Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK

HERLINA. Orientasi Nilai Kerja Pemuda pada Keluarga Petani Perkebunan:
Studi Kasus pada Masyarakat Perkebunan Teh Rakyat di Desa Sukajembar.
Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Earat. Dibimbing oleh
EKAWATI SRI WAHYUNI dan SUMARDJO.
Pembangunan yang menekankan teknologi dan kapital yang tinggi telah
menyebabkan terjadinya kesenjangan antar sektor. Krisis moneter yang terjadi
menambah sulitnya ekonomi sebagian besar masyarakat termasuk masyarakat
yang hidup dari sektor pertanian. Sementara sektor ini masih menjadi penyerap
prosentase tenaga kerja terbesar dibanding sektor industri dan jasa.
Belakangan ini banyak penelitian yang menemukan adanya

kecenderungan kurangnya minat pernuda untuk bekerja di sektor pertanian.
Sektor ini dianggap kurang rnampu memberi penghasilan yang memadai.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengungkap orientasi nilai kerja pemuda dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya, 2) Mendeskripsikan pengenalan dan
pandangan pemuda mengenai pekerjaan pertanian, 3) Menganalisis indikatorindikator yang dijadikan patokan dalam memilih pekerjaan. Penelitian ini
dilakukan pada komunitas perkebunan teh rakyat. Pilihan ini sengaja dilakukan
mengingat subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang
memperoleh dampak positif dari krisis rnoneter. Ini dipandang penting untuk
rnengantisipasi masalah ketenagakerjaan dan menjaga kesinambungan
pembangunan sektor pertanian.
Penelitian ini rnenggunakan pendekatan kualitatif dengan mengangkat
beberapa kasus yang dipandang representatif untuk dianalisa.
Hasilnya
rnenemukan bahwa sudah terjadi perubahan orientasi nilai kerja dari pertanian
ke sektor non pertanian rneskipun rnasih banyak diantaranya yang hidup dari
sektor ini. Orientasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun
ekstemal. Faktor internal meliputi pendidikan, jenis kelamin, usia dan status
perkawinan, sedangkan faktor ekstemal meliputi sosialisasi, akses terhadap
lahan dan media inforrnasi. Pernuda mernandang pekerjaan pertanian sebagai
pekerjaan yang kotor, melelahkan, kurang prospektif dan kurang bergengsi

secara status sosial. Akibatnya, pekerjaan pertanian (itupun dalarn kondisi
sebagai usaha) lebih sesuai sebagai pekerjaan pendukung atau sebagai
pekerjaan hari tua.
Orientasi nilai kerja di atas secara langsung mernpengaruhi jenis
pekerjaan yang dipilih pemuda. Pekerjaan yang dipilih condong pada pekerjaan
yang dipersepsikan lebih bergengsi dan "terhorrnat", dan adanya di luar sektor
pertanian. Akibatnya ada tekanan internal yang berdampak terhadap terjadinya
mobilitas ekonomi maupun geografi ke luar desa. Mobilitas ini kernudian terjadi
secara berantai sehingga para rnigran berkumpul pada pekerjaan dan kota
tujuan yang sarna.
Migrasi sirkuler rnerupakan bentuk migrasi yang paling banyak dilakukan
pemuda. Strategi adaptasi yang berkernbang dengan membangun orientasi nilai
budaya maju dan tetap rnemelihara kekayaan kolektif. Ukuran keberhasilan dan
kepuasan yang dipakai merupakan ukuran-ukuran yang diakui oleh sistem sosial
di daerah asalnya.

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
ORIENTASI NllAl KERJA PEMUDA PADA KELUARGA PETANI
PERKEBUNAN ( Studi Kasus pada Masyarakat Perkebunan Teh Rakyat

di Desa Sukajembar, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat)
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pemah diajukan
sebagai tesis
atau karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga rnanapun

Bogor, Juli 2002

ORlENTASl NlLAl KERJA PEMUDA
PADA KELUARGA PETANI PERKEBUNAN
Studi Kasus pada Masyarakat Perkebunan Teh Rakyat di Desa Sukajembar,
Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Sosiologi Pedesaan

PROGRAM PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2002

Judul Tesis

: Orientasi Nilai Kerja Pemuda pada Keluarga Petani
Studi Kasus pada Masyarakat
Perkebunan :
Perkebunan Teh Rakyat di Desa Sukajembar,
Kecamatan
Sukanagara,
Kabupaten
Cianjur,
Jawa Barat.

Nama

: Herlina

NRP


: 99145

Program Studi

: Sosiologi Pedesaan

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing

Dr. r. Ekawati Sri Wahvuni. MS
Ketua

Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Sosiologi Pedesaan

Dr. M. T. Felix Sitorus

Tanggal lulus : 29 Juli 2002


3. Direktur Program

Penulis dilahirkan di Delitua, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara
pada tanggal 29 Juni 1967 sebagai anak pertama dari empat bersaudara,
pasangan Dahin Tarigan dan T. Sinuraya.

Pendidikan sarjana ditempuh di

Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Fakultas Pertanian,
lnstitut Pertanian Bogor, lulus tahun 1991. Tahun 1999 penulis diterima di
Program Studi Sosiologi Pedesaan pada Program Pasca Sarjana, lnstitut
Pertanian Bogor dan menamatkannya tahun 2002.
Penulis pernah bekerja sebagai reportase pada Majalah Trubus tahun
1992 sampai awal 1993. Sejak Pebruari 1993 penulis menjadi peneliti di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Bapa di Surga yang selalu

mamberi kekuatan, kesehatan dan kemampuan sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Adapun tema yang dipilih rnengenai ketenagakerjaan
dengan judul Orientasi Nilai Kerja Pemuda pada Keluarga Petani Perkebunan.
Studi Kasus pada Masyarakat Perkebunan Teh Rakyat di Desa Sukajembar,
Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Pilihan ini didasarkan pada keprihatinan terhadap besarnya pergeseran
nilai kerja dari pertanian yang sering diidentikkan dengan tradisional di pedesaan
kepada sektor industri yang diidentikkan dengan sektor modern di perkotaan.
Mengetahui orientasi nilai kerja pada pemuda yang diharapkan sebagai penerus
pernbangunan termasuk pembangunan pertanian, merupakan ha1 penting untuk
memprediksi sekaligus membuat solusi pada rnasalah kelangkaan SDM
pertanian.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis
telah berlangsung berkat dukungan dan motivasi dari berbagai pihak. Pertama,
penulis rnengucapkan terima kasih kepada lbu Dr. Ekawati Sri Wahyuni sebagai
Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Sumardjo sebagai Anggota Kornisi
Pembirnbing yang dengan tulus telah rnembimbing, mengarahkan bahkan
memotivasi penulis sarnpai tesis ini bisa selesai seperti sekarang ini.

Kepada


staf pengajar Program Studi Sosiologi Pedesaan, yang banyak memberi arahan
dan mernperlengkapi penulis dengan beragam

pengetahuan selama

menjalankan studi.
Penulis juga mengucapkan terirna kasih kepada Dr. Tahlim Sudaryanto
sebagai Pimpinan di unit kerja penulis yang telah memberikan kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kepada Dr. Effendi

Pasandaran, Dr. Victor Nikkijuluw dan seluruh rekan sekerja di Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian yang peduli, banyak memberi
saran simpati dan memotivasi penulis dalam studi maupun penyelesaian tesis
ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih tak terhingga pada keluarga
besar Tarigan dan Ginting, terutama Johana dan Satrianos yang secara
langsung maupun tidak langsung banyak membantu penulis menyelesaikan
studi ini.


lstimewa kepada suami dan ananda tercinta Egi dan Peter, yang

dengan setia dan tulus telah memberi dukungan, kemudahan, ketenangan, doa
dan kasih sayang hingga semua proses studi ini dapat diakhiri dengan baik.
Mereka semua adalah anugrah yang berharga dan membanggakan bagi
penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2002

Herlina

DAFTAR IS1

halarnan
PENDAHULUAN ...............................................................................
Latar Belakang........................................................................
Perurnusan Masalah.................................................................
. . .....................................................................
Tujuan Penel~t~an

. . ................................................................
Kegunaan Penel~tlan
PENDEKATAN TEORITIS...................................................................
Tinjauan Pustaka.....................................................................
Pengertian Orientasi........................................................
..
Konsep Nilai Kerja.
Konsep Pemuda............................................................
Konsep Keluarga Petani ................................................
Konsep Desa-Kota.........................................................
. . .................................................................
Kerangka Pern~k~ran
Hipotesis Pengarah..................................................................
PENDEKATAN PENELlTlAN
..............................................................
. . ....................................................................
Metode Penel~t~an
Teknik Pengarnbilan Data..........................................................
Teknik Penentuan Lokasi...........................................................
Penentuan Responden ............................................................

Langkah-Langkah Penelitian ...................................................
Harnbatan Pengumpulan Data....................................................
Definisi Operasional.................................................................
Sisternatika Penulisan............................................................
GAMBARAN UMUM LOKASl PENELlTlAN ..........................................
Letak Geografi dan Keadaan Alarn .............................................
Penduduk dan Penguasaan Lahan..............................................
Keragaan Sosial Ekonorni..........................................................
. . .................................................................
Pend~d~kan
Kesehatan.........

Rangkurnan.........................:. .................................................
ORlENTASl NllAl KERJA PEMUDA DUSUN JEMBARMANAH..................
Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Kerja Pernuda ...................
Faktor-Faktor Internal...............................................................
Pendidikan ..................... .. .....................................
Jenis Kelamin ...............................................................
Status Perkawinan.........................................................
Usia ............................................................................

Faktor-Faktor Eksternal
Sosialisasi
Sumberdaya Lahan ...............................................................
Kontak Terhadap Media ...........................................................
Rangkuman ...........................................................................
PEKERJAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PANDANGAN
PEMUDA JEMBARMANAH ............................................................
Pertanian Sebagai Pekerjaan Sarnpingan Yang Arnan dan Nyaman .
Pertanian Sebagai Usaha dan Pekerjaan Yang Prospektif ..............
Pertanian Sebagai Pendukung Bisnis Yang Potensial ...................
Pertanian Sebagai Usaha dan Pekerjaan Hari Tua .......................
Representasi Pemuda dan Kecenderungan-Kecenderungan ..........
Rangkuman ..........................................................................
DlNAMlKA PEMUDA SUKAJEMBAR .....................................................
Mobilitas Ekonomi Pemud
Mobilitas Geografi ..........
Adaptasi dan Orientasi Nilai Budaya Migran Sirkuler Yang Bekerja di
Perusahaan Gesper di Tangerang ..............................................
Rangkuman....................
......
KESIMPULAN ..................................................................................
SARAN.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Sektor di
Indonesia, 1971-1999 .....................................................
Tabel 2. Metode Penentuan Lokasi dan Dasar Pertimbangannya............
Tabel 3. Kriteria Responden Terpilih Berdasarkan Data Sensus............
Tabel 4. Ciri-Ciri Responden Inti Yang Dianalisa .....................
Tabel 5. Luas Wilayah Desa Sukajembar Berdasarkan Tataguna
Tanah, Tahun 2000 .........................................................
Tabel 6. Jumlah dan Prosentase Rumah Tangga di Dusun Jembarmanah Menurut Luas Pemilikan Lahan ...............................
Tabel 7.

Jumlah dan Prosentase Penduduk Jembarmanah MenuRut Tingkat Pendidikan, Tahun 2001 ...............................

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran ..................... ......... ... ... ... ... ... ...
Gambar 2. Tahapan dan Lamanya Pengumpulan Data ............ ...............

Halaman
18

30

DAFTAR LAMPIRAN

halaman
Lampiran 1. Matriks Keterkaitan Antara Masalah Penelitian. Jenis
Data. Sifat Data dan Cara Perolehan Data .........................
Lampiran 2. Daftar lsian Sensus Rumah Tangga .................................
Lampiran 3. Pedornan Wawancara .............................
Lampiran 4 . Kriteria Peserta Focus Group Discussion .......................

........................
Lampiran 5. Peta Lokasi Penelitian ....................
.
Lampiran 6. Kasus Responden .........................................................
Lampiran 7 . Photo Perkebunan Teh Rakyat dan Aktivitas Memetik
Pucuk Teh di Lokasi Penelitian ..............................

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penduduk yang tinggi disertai pesatnya pembangunan industri,
perdagangan, dan bangunan, rnenuntut makin luasnya tanah yang diperlukan
untuk pemukiman, pabrik, pertokoan rnaupun jalan (Hartoyo, 1996). Akibatnya
banyak lahan-lahan produktif yang beralih fungsi.' Menyus~~tnya
lahan produktif
melalui alih fungsi lahan telah menggeser usaha pertanian ke lahan rnarjinal
yang pengusahaannya akan rnernbutuhkan biaya tinggi dan waktu yang panjang
(Setiajie, 1998 : 29).
Perkembangan waktu juga rnernunculkan sistem pernilikan lahan yang
terkonsentrasi pada sekelompok kecil rnasyarakat lapisan atas.

Pembahan

struktur penguasaan lahan rnengarah pada terciptanya polarisasi, dirnana
sebagian besar lahan dikuasai oleh sebagian kecil petani lapisan atas. Pada
komunitas tertentu yang berstruktur ketat bergerak ke arah stratifikasi (Rahrnan,
1997).
Keadaan di atas diperkuat pula oleh budaya sistem pewarisan lahan pada
rnasyarakat Indonesia yang rnenyebabkan terjadinya pernecahan lahan (land
division). Sistern ini rnenirnbulkan rata-rata pernilikan lahan yang sernakin sernpit
dan pada akhirnya melahirkan petani gurern (Witjaksono, 1996). Pengelolaan
lahan sernpit seperti ini sangat tidak efisien dan rnernberi kontribusi yang sangat
kecil pada perniliknya.
Di sisi lain, pernbangunan pertanian yang berorientasi produksi telah
rnendorong gencarnya penetrasi kapitalisrne ke pedesaan. Penerapan teknologi
yang padat modal bersifat rnengesarnpingkan keterlibatan tenaga kerja dalarn

Nenurut Bambang Irawan dkk dalam Buletin AgroEkonomi Vol. 1, No. 2 tahun 2001, upaya yang
mendesnk dilakukan adalah pencadangan lahan pertanian produktif bagi produksi pangan sedangkan proses
konversi lahan diarahkan pada lahan yang kurang produktif. Hal ini sangat penting sebagai solusi pengadaan
pangan nasional..

jumlah banyak.' Secara implisit keadaan di atas mernberi arti bahwa banyak dari
rurnah tangga petani menjadi tidak berlahan. Sebagian beralih rnenjadi buruhtani
atau bekerja di sektor non pertanian karena telah menjual lahannya pada petani
atau orang yang lebih mampu. Konsekuensi logis dari situasi ini rnendorong
terjadinya gerak penduduk secara geografis (dari desa ke kota) rnaupun secara
ekonomis (dari pertanian ke non pertanian).
Tahap selanjutnya, krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak pertengahan
tahun 1997, membawa keterpurukan pada sebagian besar petani.

Biaya

produksi yang tinggi membuat sebagian besar petani tidak berproduksi secara
optimal. Bahkan ada yang tidak mengolah lahannya sama sekali karena tidak
rnerniliki modal produksi.

Akibatnya proses penjualan lahan dari lapisan

menengah atau lapisan bawah kepada petani lapisan atas yang sebagian adalah
masyarakal luar desa sernakin rnarak. Selain polarisasi, perpindahan lahan ini
rnemperbesar tanah absente (Husein, 1995). Di desa terjadi peningkatan jurnlah
buruh dan perebutan peluang kerja yang kian sedikit.

Kondisi ini rnernbuat

persaingan rnenjadi lebih berat karena arus balik tenaga kerja dari luar desa
(kota).

Tenaga kerja ini urnurnnya

yang terkena PHK akibat perampingan

organisasi perusahaan atau akibat banyak usaha-usaha yang gulung tikar di
perkotaan sebagai darnpak terjadinya krisis '.
Secara nasional, jumlah angkatan kerja terus bertarnbah. Narnun struktur
penyerapan tenaga kerja rnenurut sektor tidak banyak mengalami perubahan.
Berdasarkan data BPS, pada tahun 1971 sektor pertanian menyerap 64,2 persen
tenaga kerja yang ada. Persentase ini terus menurun hingga hanya 42,2 persen

' Prodnksi teknologi mensubstitusi produksi tenaga kerja manusia dengan menejemen dan cara

keja yang
lebih sederhana. Misalnya, penggunaan alat panen sabit menggeser ani-ani yang padat kaya, penggunaan
traktor mengumngi tenaga keqa manusia untuk mengolah tanah dll.

Menurt Rozany dkk (1999) para migran akan n ~ e r ~ sektor
lh
informal sepetli pekerja knsar, b d
angkutan, tukang beca dan lain-lain Kalaupun bekeja pada kegiatan-kegiatan pertanian, ini buknn
pekqaan yang dibarapkan Kegiatan ini semata-matamerupakan altematif ketimbang menganggur.

pada tahun 1997. Krisis rnoneter sempat rnendorong kenaikan menjadi 44,9
persen pada tahun 1998 untuk kemudian menurun lagi menjadi 43,2pada tahun
1999. Dibanding dua sektor lain, pettanian rnasih rnenjadi penyerap tenaga
kerja terbesar. Secara terinci ha1 ini bisa dilihat pada Tabel 1.
Tabel I.Persentase Penyempan Tenaga Kerja Menurut Sektor di Indonesia,
1971-1999

Sumber : Biro Pusat Statistik (diolah)
Sementara pada tahun 1971 struktur PDB rnenunjukkan bahwa sektor
pertanian rnampu rnenyurnbang sebesar 34,4 persen. Angka ini terus rnenurun
hingga rnenjadi 19,4 persen pada tahun 1999. Surnbangan terbesar sekitar 58,8
persen berasal dari sektor jasa. Berdasarkan angka di atas dipastikan bahwa
kedudukan pertanian sebagai penyurnbang PDB yang rnakin rnengecil harus
rnengemban beban tenaga kerja yang paling besar. Masalahnya adalah untuk

waktu ke depan dapatkah sektor ini menjadi turnpuan harapan, terutarna bagi
angkatan kerja rnuda?
Lubis dan Sutarto (1991) pada penelitiannya yang rnelihat konsistensi pola
rnatapencaharian antara orangtua dengan anak pada rnasyarakat petani di
Bekasi dan Cianjur menernukan bahwa ada konsistensi yang kuat antara
pekerjaan utarna orangtua dengan pekerjaan utarna anaknya.

Berpijak pada

beberapa faktor pendorong dan penarik seperti lahan, hubungan sosial, modal,
pasar, pola kerja dan aksesibilitas terhadap teknologi, peneliti sarnpai pada
kesimpulan bahwa nilai kerja pertanian rnasih rnerniliki daya tarik bagi pemuda
desa.

Perlu dicatat bahwa selain pengaruh sosialisasi dalam keluarga,

ketertarikan ini mendapat dukungan yang kuat dari ketidaksesuaian mental
pernuda ketika rnernasuki dunia kerja di sektor non pertanian.
Penelitian Tri Pranadji dkk (1999) di lokasi persawahan Yogyakarta
menernukan bahwa pekerjaan pertanian kini rnenjadi bagian generasi tua yang
sejak sernula sudah menekuni bidang pertanian, atau mereka yang relatif tidak
punya peluang (akses) ke sektor lain. Ada tendensi pernuda di pedesaan mulai
rnenghindari bekerja atau berusaha di sektor pertanian karena rnernandangnya
sebagai pekerjaan atau kegiatan yang relatif kotor, hanya cocok untuk generasi
tua, kolot, dan rnelelahkan. Ketidaktertarikan itu disebabkan juga hasil produksi
pertanian yang diperoleh sangat lama dan sering tidak memuaskan.
Rozany dkk (1999) dalarn penelitiannya di Surnatera Utara, Jawa Barat,
dan Jawa Tirnur rnenernukan bahwa tenaga kerja muda, bujangan dan terdidik
lebih rnernilih pekerjaan non pertanian karena rnenjanjikan pendapatan yang
relatif lebih tinggi dan dirasa lebih "terhorrnat".

Akhirnya, sebagai bentuk

penolakan terhadap pekerjaan pertanian, banyak angkatan kerja pedesaan yang
rnernilih berrnigrasi ke kota. Pilihan pekerjaan yang banyak menjadi sasaran

adalah buruh industri atau sektor informal.

Keputusan itu umumnya selain

dilandasi alasan ekonomi, terkandung alasan gengsi mengenai pekerjaan.
Secara irnplisit, alasan yang rnenyebut rnigrasi sebagai bentuk rasionalisasi
terhadap sernpitnya peluang pekerjam di sektor pertanian atau rend&nya
pendapatan di sektor ini tidak sepenuhnya relevan.
Kurangnya rninat angkatan kerja rnuda untuk bekerja dan berusaha di sektor
pertanian rnenjadi salah satu kekhawatiran dalarn pernbangunan sektor ini.
Sebagai negara agraris yang rnasih rneletakkan pernbangunan perekonornian
pada basis pertanian, dalarn jangka pendek rnaupun jangka panjang fenornena
di atas rnembawa konsekuensi tersendiri. Kelangkaan surnberdaya rnanusia di
sektor pertanian atau keterlibatan sebagian besar tenaga kerja pertanian yang
setengah terpaksa akibat tidak terbukanya alternatif lain, rnengakibatkan proses
produksi tidak optimal.

Produktivitas tenaga kerja pun mengalami ha1 yang

sarna. Hal ini akan rnenghambat perkembangan pernbangunan itu sendiri.
Penelitian Lubis dan Sutarto, Tri Pranadji dkk, maupun Rozany dkk, kurang
mernberi tempat pada kajian kualitas intelektual pernuda pedesaan yang diteliti
dan ketiganya rneneliti di komunitas tanarnan pangan. Perhatian lebih diarahkan
pada kondisi faktual. Meskipun dalarn kerangka pemikiran dan kuesioner yang
dipakai peneliti rnencantumkan usia dan pendidikan, tapi dalarn analisa, faktor ini
tidak dikaji sama sekali. Padahal anak dengan usia hingga 40 tahun terrnasuk
bagian dari individu yang punya otoritas diri. Artinya, pernuda secara umurn
sudah menemukan konsep apa yang menjadi tujuan dan harapannya sesuai
persepsi yang dimiliki, meskipun faktanya seringkali diperhadapkan pada kondisi
yang lain.

Tanpa rnengabaikan peran keluarga, rnasyarakat dan nilai budaya

yang ada, penelitian ini mengarnbil ruang kajian pada pengenalan dan upaya
pemuda dalarn meraih tujuan dan harapannya sesuai persepsinya tentang

pekerjaan.

Konsep pikir Parsons dalarn Teori Aksi akan dipakai sebagai

kerangka analisa terhadap data yang digali secara kualitatif. Pilihan ini sekaligus
akan rnernungkinkan rnenggali tujuan, cara pencapaian tujuan, dan kernungkinan
pergeseran nilai dan harapan pernuda. Penetitian ini tidak sernata-rnata
rnengarnati fakta, tetapi lebih kepada orientasi itu sendiri. Fakta pekerjaan tidak
selalu garnbaran orientasi nilai kerja.
Tidak dapat dipungkiri, pada tataran rnikro, pergeseran nilai kerja di
pedesaan tidak terlepas dari peran keluarga dan rnasyarakat. Budaya pedesaan
kerap rnernbuat proses pengarnbilan keputusan seseorang sangat dipengaruhi
oleh lingkungan fisik, sosial dan ekonominya. Konteks ini rnenyoroti otonorni
pribadi atau nilai subjektifitas sebagai faktor paling dorninan dalarn proses
pengarnbilan keputusan seseorang.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ada beberapa rnasalah yang rnenjadi titik
perhatian dalarn peneiitian ini yaitu:
1. Bagairnana orientasi nilai kerja yang berkernbang pada pernuda keluarga

petani, dan faktor-faktor apa saja yang rnernpengaruhinya?
2. Bagairnana pandangan pernuda keluarga petani terhadap pekerjaan

pertanian?

Apakah benar ada kecendrungan terjadi pergeseran nilai

pekerjaan pada pernuda pedesaan dari sektor pertanian ke sektor non
pertanian? Jika benar, faktor-faktor apa yang rnernpengaruhi pergeseran itu?
3.

Pergeseran pekerjaan dari sektor pertanian rnenjadi buruh industri atau jasa
secara ekonorni tidak rnenyebabkan rnobilitas vertikal yang rneningkat bagi
pernuda desa. Hal ini dibatasi oleh faktor ketrarnpilan dan pengetahuan.
Bahkan transformasi ini rnenernpatkan pernuda desa pada posisi terjadinya

benturan budaya desa-kota (tradisional-modem) secara total.

Lalu apa

sebenarnya indikator nilai kerja yang dipakai pemuda dalam memutuskan
pilihan pekerjaan?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengungkap orientasi nilai kerja pada pemuda keluarga petani serta faktor-

faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Ini sekaligus
menangkap sejauhmana keluarga dan masyarakat kemungkinan berperan
dalam menentukan orientasi nilai kerja maupun proses pengambilan
keputusan mengenai pekerjaan.
2. Mendeskripsikan pengenalan dan pandangan pemuda keluarga petani

mengenai beragam pekerjaan yang memungkinkan untuk dimasuki. Hal ini
penting untuk melihat kedudukan sektor pertanian dalam pandangan pemuda
sekaligus melihat sejauhmana latar belakang pekerjaan orangtua menjadi titik
tolak orientasi nilai kerja di dalam maupun di luar pertanian.
3. Menganalisa indikator-indikator yang dijadikan patokan dalam menentukan

pilihan pekerjaan.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Menambah khasanah pengetahuan peneliti sendiri maupun pembaca
mengenai dinamika orientasi nilai kerja pemuda keluarga petani sebagai
sumberdaya manusia potensial dalam pembangunan.

2. Sehagai bahan pertirnbangan bagi pengarnbil kebijakan dalarn menyusun
strategi pembangunan surnberdaya rnanusia yang lebih tepat sesuai dengan
tujuan pernbangunan, terutarna sektor pertanian.
3. Sebagai inforrnasi yang bisa digunakan untuk penelitian lanjutan dalarn kajian

yang senada atau yang berkaitan dengan topik ini.

PENDEKATAN TEORlTlS

-.
I~njauan
Pustaka
Pengertian Orientasi
Menurut Ensiklopedi Indonesia. orientasi adalah pengetahuan tentang
hubungan diri

sendiri

dengan

lingkungan.

Orang

dikatakan

dapat

rnengorientasikan diri dengan baik apabila dapat rnenilai dengan tepat
hubungannya dengan orang-orang disekitarnya dan juga rnengetahui dengan
tepat waktu serta ternpat bilarnana dan dimana ia berada. Berkaitan dengan
pengertian orientasi, Parsons dan Shils (1951,

dalam

Johnson, 1990)

merumuskannya menurut kajian tindakan yang terdiri atas dua elemen yaitu
orientasi motivasi (motivation oriented) dan orientasi nilai (value oriented).
Orientasi motivasi menunjuk pada keinginan individu yang bertindak untuk
rnernperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan. Elemen ini dibagi dalam
tiga dirnensi yaitu dirnensi kognitif, katektif dan evaluatif.

Dimensi kognitif

rnenunjuk pada pengetahuan orang yang bertindak rnengenai situasinya jika
dihubungkan dengan kebutuhan dan tujuan-tujuan pribadinya. Dimensi katektif
rnenunjuk pada reaksi ernosional dari orang yang bertindak terhadap situasi yang
ada.

Sedangkan dimensi evaluatif lebih kepada pilihan seseorang antara

kedua dirnensi sebelurnnya. Sernentara orientasi nilai rnenunjuk kepada s!andarstandar norrnatif yang rnengendalikan pilihan individu-individu dan prioritas
sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan yang
berbeda.

Elernen ini dibagi dalarn tiga dirnensi juga yaitu dimensi kognitif,

appresiatif dan moral. Dimensi kognitif disini menunjuk pada standar-standar
yang

digunakan dalarn menerirna atau

rnenolak pelbagai interpretasi

pengetahuan rnengenai situasi. Dirnensi appresiatif rnenunjuk pada standar
yang tercakup dalam pengungkapan perasaan. Sedangkan dimensi moral lebih

pada standar-standar abstrak yang digunakan untuk menilai tindakan-tindakan
alternatif menurut implikasinya terhadap sistem yang ada secara keseluruhan.
Menurut Parsons (1937) sekalipun ketiga dimensi ini menunjuk pada standar
normatif umum, tetapi bisa berdiri sendiri-sendiri.
Kedua orientasi di atas dijelaskan sebagai nilai dan norma standar.
Keduanya merupakan bagian dari sistem nilai budaya yang berfungsi sebagai
pengarah dan pendorong prilaku manusia. Hal ini sesuai juga dengan pendapat
Koentjaraningrat (1985) yang mengartikan sistem nilai budaya sebagai perangkat
konsep-konsep abstrak yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga suatu
masyarakat mengenai apa yang dianggap penting dan berharga dalam hidup,
sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman yang rnemberi arah dan orientasi
kepada kehidupan masyarakat tersebut. Secara ringkas orientasi mempunyai
dua dimensi yaitu dimensi subyektif, yang berhubungan dengan kehendak
bebas orang itu sendiri dan dimensi obyektif yang lebih merupakan sistem nilai
budaya masyarakat tempat ia hidup, dan pengaruhnya tidak bisa diabaikan.
Sebagai dirnensi subyektif, Berelson (1967) menjelaskan bahwa tingkah laku
digerakkan dan didorong oleh rnotivasi sehingga terarah dan sadar akan tujuan,
baik tujuan berupa obyek maupun keadaan.

Motivasi dalam individu

menunjukkan adanya hasrat untuk memenuhi kehendak, keinginan, maupun
harapan. Sementara dimensi objektif berperan mendukung atau menghambat
proses pencapaian harapan tersebut. Berdasarkan rumusan-rumusan di atas
dapat disimpulkan bahwa orientasi merupakan pengetahuan seseorang
terhadap keadaan yang hendak dicapainya sesuai cita-cita dan harapannya
bersama konsekuensi nilai yang harus diterima sebagai seorang anggota
dalam masyarakat.

Konsep Nilai Kerja
Membahas konsep nilai kerja berkaitan langsung dengan masalah
tindakan, kerja dan nilai. Secara sederhana masing-masing akan dibahas dalam
bagian ini.
subyektif.

Sebagai pengikut aliran Weber, pemikiran Parsons berorientasi
la mengartikan tindakan sebagai aksi yang melibatkan individu

sebagai subyek yang aktif dan kreatif rnemilih alternatif-alternatif untuk meraih
tujuan. Ini merupakan wujud refleksi dari proses penghayatan diri, aktivitas dan
kreativitas. Disini jelas Parsons menjunjung tinggi aspek subyektifitas dan sifatsifat kemanusiaan.
Teori Aksi Parsons (1937) mengemukakan lima unit dasar tindakan sosial
yaitu (1) adanya individu sebagai pelaku, (2) pelaku dipandang sebagai pemburu
tujuan-tujuan tertentu, (3) pelaku mempunyai alternatif cara, alat serta teknik
untuk mencapai tujuannya, (4) pelaku berhadapan dengan sejumlah kondisi
situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan, terutama
untuk situasi dan kondisi yang tidak dapat dikendalikan oleh individu, dan (5)
pelaku berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma, dan berbagai ide
abstrak yang mempengaruhi pelaku dalam memilih dan menentukan tujuan serta
tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.
Pelaku mengejar tujuan dalam kondisi norma-norma mengarahkannya
dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuannya. Itu artinya,
Teori Aksi Parsons tidak melepaskan peran lingkungan sosial pelaku. Norma
tidak menetapkan pilihan terhadap cara dan alat, tetapi ada faktor kemampuan
pelaku melakukan tindakan memilih dan menetapkan cara atau alat

dari

sejumlah alternatif yang tersedia dalam mencapai tujuannya. Kondisi, normanorma dan situasi tertentu lainnya membatasi kebebasan pelaku yang aktif dan
kreatif.

Kerja diartikan sebagai bagian yang lebih khusus dari tindakan. Pudjiwati
Sajogyo (1985: ha1 301) menyebutkan ciri-ciri kerja yaitu (1) kegiatan yang
menghasilkan energi. (2) kegiatan yang rnemberikan surnbangan barang dan
jasa, (3) kegiatan yang mencerrninkan interaksi sosial, (4) kegiatan yang
memberikan status sosial pada pekerja dan (5) kegiatan yang memberikan hasil
langsung berupa uang, natura, maupun bentuk curahan waktu. Kelirna ciri ini
dikemukakan Pudjiwati Sajogyo berdasarkan rangkuman dari pendapat Qakley
(1974), Chayanov (1966), Sahlins (1922), Nerlove (1974) dan White (1976).
Nilai merupakan persepsi dan penghargaan seseorang terhadap suatu
kegiatan sesuai dengan harapannya. Menurut ahli psikologi Sarwono(1997)
persepsi adalah pencarian inforrnasi untuk dipahami. lnformasi yang terhimpun
kemudian dipahami dengan kesadaran atau kognisi.

Jika pemahaman

menyangkut orang dan orang-orang lain disebut sebagai persepsi sosial dan
kognisinya pun disebut kognisi sosial. Itu artinya pada lingkungan sosial yang
berbeda akan menghasilkan persepsi sosial yang berbeda (Markovski, 1994

dalam Sarwono, 1997).
rnotivasi dan emosi.

Keutuhan persepsi menjadi sebuah nilai didukung oleh
Dengan demikian nilai kerja adalah persepsi dan

penghargaan terhadap suatu aktivitas yang menghasilkan sesuatu bentuk
materi rnaupun non materi yang mernberi kepuasan bagi seseorang.
Persepsi dan penghargaan itu akan mengarahkan tindakan sosial pelakunya.
Konsepsi Pemuda
George Ritzer (1979)

dalam Soe'oed

(1999) rnernbagi siklus kehidupan

rnanusia dalam empat tahap yaitu tahap kanak-kanak. tahap remaja, tahap
dewasa dan tahap orangtua.

Setiap tahapan mempunyai interaksi

dan

tanggapan yang berbeda-beda terhadap nilai-nilai, pendidikan, maupun
tantangan yang datang tehadap dirinya.

Tahap pertama (kanak-kanak) dominasi orangtua masih besar dalam
menentukan tindakan sosial anak. Nilai-nilai yang diajarkan orangtua diterirna,
diadaptasi dan dijadikan pedoman unruk rnemperoleh penghargaan baik dari
orangtua rnaupun masyarakat sekitarnya. Pada tahap inipun benturan nilai rnulai
dari apa yang diajarkan di rumah dengan apa yang diperoleh pada masyarakat
luas.

Menurut Soe'oed (1999) anak rnulai mernpunyai sikap tertentu dalam

menghadapi lingkungan sosialnya.
Rernaja merupakan tahapan perubahan dari segi fisik, psikis rnaupun
sosialnya. Kelornpok ini secara umurn sudah rnenyelesaikan pendidikan pada
tingkat rnenengah (Soe'oed, 1999).

Peer group rnernberi pengaruh paling

dorninan, baik dalam nilai, sikap maupun tindakannya. Sikap hidup dan cara
bertindak merupakan hasil belajar dan pengalaman (Mappiare, 1983).
Selanjutnya tahap dewasa, dimana sudah ada harapan terhadap dunia
pekerjaan, rnenikah dan mernpunyai anak.

Oleh karena itu proses belajar

rnenjadi lebih intensif. Menurut Soe'oed (1999) perbedaan atau pertentangan
dengan nilai dan norrna sebelurnnya menumbuhkan resosialisasi bagi individu
yang bersangkutan. Pada tahap ini juga sudah ada rninat dan keinginan pribadi
rnaupun sosial yang rnengarah pada aktivitas-aktivitas sosial (Mappiare, 1983).
Artinya, status sosial sudah rnenjadi pertirnbangan penting dalam kehidupannya.
Tahap paling akhir dalarn kehidupan rnanusia adalah tahap orangtua.
Secara perlahan-lahan seseorang harus belajar bergantung pada orang lam,
tidak terlalu produktif dan menghabiskan sebagian besar waktu untuk istirahat
dan bersantai-santai (Eitzen, 1974

dalam

Soe'oed, 1999). Dapat disirnpulkan

bahwa pemuda rneliputi tahap kedua dan ketiga, saat dirnana otoritas diri rnuncul
diapresiasikan dalam berfikir dan bertindak secara produktif.

Faktor dalam

(keluarga) dan luar (peer group dan masyarakat) secara sirnultan saling

menyeimbangkan dalam bentuk nilai dan norma seseorang, termasuk orientasi
nilai kerjanya. Menurut Setyawati (1999) pada dasarnya akan terjadi perbedaan
fisiologi, psikologi, sosiologi, maupun laju perubahan sosialnya.
Konsepsi Keluarga Petani
Menurut Firth (1946) petani adalah masyarakat pedesaan yang
mempunyai sistem ekonomi secara umum atau usaha produktif yang berskala
kecil.

Ketompok masyarakat ini sudah berhubungan dengan kota-kota pusat

pasar bahkan kadang-kadang ke kota metropolitan. Tidak hanya berproduksi.
petani terrnas.uk mereka yang rnengalirkan energi pedesaan berupa barang dan
jasa ke perkotaan. Artinya, meski cara hidupnya rnasih saling terkait secara
khas, petani sudah merupakan sernpalan budaya kota.
Petani tidak berkaitan dengan jenis pekerjaan atau usaha semata.
Pembicaraannya tidak terbatas pada petani agrikulturalis atau buruhtani. Selarna
masih merupakan bagian dari sistem sosial yang sama, nelayan, seniman,
bahkan pedagangpun termasuk dalam kelompok petani. Dengan perkataan lain
menurut Firth, masyarakat petani menjadi identik dengan rnasyarakat pedesaan
(peasant society).

Mengikuti konsep ini maka masyarakat desa dipandang

sebagai satu kesatuan yang saling terkait, berfungsi dan berstruktur.
Sebagai suatu kesatuan dalarn aspek ekonomi, kehidupan individu turut
mempengaruhi kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak
langsung memberi dampak pada masyarakat maupun aspek lain.

Menurut

Wirotomo (1994), interaksi dalam sistem ekonomi akan melibatkan interaksi
dalam proses produksi, bersosialisasi maupun berrnasyarakat.

Ada saling

mempengaruhi yang dalam konteks kekuasaan cenderung diupayakan untuk
memenangkan yang lebih berkuasa. Pada kenyataannya kerapkali terkesan ada
konsensus antar pihak yang berperan.

Ave (1970, da)am Marzali) rnelakukan klasifikasi terhadap rnasyarakat
dan kebudayaan berdasarkan aspek produksi yang lebih spesifik lagi pada rnata
pencaharian pelengkap.

Hal ini rnenyangkut peralatan dan teknologi untuk

berproduksi. Sernuanya ini merupakan bagian yang vital dari cara adaptasi
rnanusia dengan lingkungan hidupnya dalarn rangka mernenuhi kebutuhan hidup.
Hasil penelitian Scott (1981) di Asia Tenggara rnenemukan bahwa lahan
rnerupakan surnberdaya yang paling penting dan berharga bagi petani
Menurutnya, surnberdaya itu rnerniliki nilai-nilai tersendiri yang bersifat sosial,
budaya, ekonorni bahkan religi.

Keberadaannya sekaligus larnbang otonorni

yang paling rnendasar bagi petani dalarn berproduksi. Oleh karena itu, ketika
lahan rnenjadi kendala (sernakin sernpit atau tidak berlahan sarna sekali),
rnasalah yang ditirnbulkannya sangat kornpleks dan menyangkut kelanjutan
kehidupan. Dengan kata lain persoalan lahan akan rnerarnbat pada persoalan
subsistensi. Tiap individu dalam keluarga yang diperkirakan layak secara fisik,
psikologis dan usia (terutama pernuda) dituntut rnengarnbil sikap dan tindakan.
Konsepsi Desa-Kota

lnteraksi diartikan sebagai kontak atau hubungan dua wilayah atau lebih,
dan dari hasil kontak itu tirnbul suatu kenyataan yang baru dalarn wujud tertentu.
lnteraksi dapat dilihat sebagai proses ekonorni, proses sosial atau proses budaya
(Bintarto, 1989). Itu artinya interaksi bisa rnenjadi sangat kornpleks.
Mengikuti konsep petani yang dikernukakan Firth, pernbahasan hubungan
desa-kota lebih ditekankan pada interaksi antar budaya. Hal ini tidak rnernberi
indikasi bahwa interaksi sosial dan ekonorni tidak penting sarna sekali. Pilihan ini
ditujukan untuk rnengantisipasi kesarnaran batas adrninistrasi desa-kota, dan
gerak penduduk sirkuler. Pentingnya penitikberatan pada aspek budaya dalam
rangka rnenyoroti tindakan individu dalam beradaptasi dan berproduksi.

Hirarki sistem sosial perkotaan yang dipandang lebih tinggi dari pedesaan
mengandung hubungan timbal-balik yang asimetris atau tidak seimbang (Tri
Konflik kebudayaan akan membuka beragam informasi

Pranadji, 1993).

menyangkut proses ekonomi dan sosi4 lainnya tanpa rneninggalkan kesetaraan
kekuatan faktor dorong-tarik antar wilayah (desa-kota) atau antar sektor
(pertanian-industri).

Menurut Redfield (1982) budaya masyarakat pedesaan

cenderung berevolusi mengarah ke budaya perkotaan (dari little tradition kearah

great tradition).

Pada konteks kebudayaan, jangkauan terhadap perkotaan

dipandang sebagai meluasnya medan sosial ekonorni masyarakat pedesaan
dengan ciri semakin tidak tergantung pada ekonomi lokal. Medan sosial ekonomi
ini diarahkan untuk rneliput medan sosial pasar dan medan sosial jaringan kerja.
Kondisi ini bisa terjadi dengan atau tanpa diikuti perluasan medan sosial
teritoriaL4
Kasus krisis moneter, ha1 sebaliknya bisa terjadi, dimana ketergantungan
terhadap pedesaan dan pertanian semakin tinggi. Ini akibat kuatnya tekanan
diluar pertanian mendorong sebagian warga kota bertindak memasuki sektor
pedesaan (pertanian). Menyangkut masalah ini faktor dorong-tarik yang didekati
secara emik, dimana ha1 yang berkaitan dengan faktor pribadi, sosial dan
kebudayaan akan penting.

Kerangka Pemikiran
Berdasarkan keernpat konsep di atas dapat dirangkaikan menjadi satu
penjelasan ringkas dengan pengertian bahwa perubahan sosial terjadi sebagai
tekanan kebutuhan anggota masyarakat dalarn upaya mencapai tujuan dan
harapan. Sebagai refleksi dari keinginan meraih kepuasan dan mengurangi

Bisa terjadi jika di desa terhuka peluang bagi tumbuhnya aktivitas ekonomi non ptanian dimana
sumherdaya manusia desa memadai untuk terlibat di dalamnya.

kekecewaan.

Kelangkaan sumberdaya pertanian dan kelangkaan pekerjaan

menjadi faktor pendorong untuk bertindak.

Namun demikian keterbatasan

kualifikasi pendidikan, ketrampilan dan akses terhadap sektor luar pertanian
menjadi kondisi yang membatasi individu dalam meraih tujuan-tujuan.
Pemuda, sebagai kelompok usia produktif merupakan bagian masyarakat
petani yang paling dinamis dalam mengejar tujuan-tujuan sebagai altematif
pemecahan persoalan ekonomi keluarga.

Kesadaran dan pengenalan akan

tujuan yang ingin diraih membangun orientasi nilai kerja yang termotivasi.
Orientasi ini sekaligus memacu cara dan alat yang sesuai dengan situasi yang
ada dalam upaya pencapaian tujuan.
Pengambilan keputusan pekerjaan akan dipengaruhi oleh faktor internal
dan ekstemal. Faktor lingkungan fisik pun sangat memegang peran penting.
Strategi bertahan hidup dalam lingkungan yang berbeda menyebabkan nilai,
norma dan prilaku yang berbeda pula. Komunitas pada lingkungan perkebunan
akan mempunyai nilai-nilai, norma maupun prilaku yang khas sebagai akibat
sosialisasi yang berbeda dibanding lingkungan lain.

Artinya, selain menjadi

faktor pendorong atau penarik yang kuat, lingkungan fisik berpengaruh
membentuk sosial budays masyarakat.

Banyak penelitian sebelumnya

menunjukkan adanya perbedaan nilai, norma dan prilaku masyarakat dataran
tinggi dengan dataran rendah, persawahan dan perkebunan, dan lain sebagainya
( Robert W. Hefner, 1999; Silvia Tjakrawati, 1988; A. Djauhari dan Supena F
1993).
Kelangkaan sumber ekonomi di pedesaan, baik akibat kelangkaan
sumberdaya lahan, modal atau peluang pekerjaan,

mendorong meluasnya

medan sosial petani. lnteraksi yang dibangun menciptakan dinamika budaya
yang saling mempengaruhi dengan orientasi nilai kerja pada tahapan berikutnya.

Kerangka pemikiran ini secara sederhana dapat dipahami dengan melihat
gambar 1.

Ekologi

Keluarga
Petani

4

-

Pemuda
( Kelangkaan sb. daya dan pekerjaan)
_+

1

Masyarakat

Orientasi Nilai Kerja
(persepsi dan harapan)

Kepuiusan Pilihan Pekerjaan
(tindakan)

Tetaplmasuk pertanian
( dalarnlluar desa)

Keluar Pertanian
(dalamlluar desa)

TUJUAN
Garnbar 1. Bagan Kerangka Pernikiran

klipotesis Pengarah
Sekalipun penelitian ini mencakup substansi nilai dan kebudayaan, tetapi
karena gejala perrnasalahannya relatif

luas, maka hipotesis pengarah

diupayakan dibuat sebagai acuan awal dalam rnengarahkan penjajakan realita
lebih lanjut. Adapun hipotesis pengarahnya adalah:

1. Keluarga sebagai institusi terdekat dan terkuat, bagi pemuda. Disamping
ekologi serta iingkungan sosial, pendidikan, inforrnasi dan interaksi dengan

perkotaan, mernberi kontribusi yang besar dalam membentuk dinamika
orientasi nilai kerja pemuda.

2. Kesulitan ekonomi akibat kelangkaan penguasaan sumber produksi serta
makin rnenyempitnya kesempatan kerja di pedesaan memperkuat kaum
pemuda untuk rnelakukan tindakan dalam rangka mengejar tujuan-tujuan
dengan merealisasikan orientasi nilai kerja. Hal ini diduga akan mengarah
pada terlaksananya proses transformasi pekerjaan.

PENDEKATAN PENELITIAN
Metode Penelitirn
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus.
Pemilihan metode ini didasarkan pada kepekaan dan fleksibilitasnya dalarn
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan pola-pola
nilai yang dihadapi. Mengingat substansi penelitian rnenyangkut persoalan nilai
dan kebudayaan, maka rnetode kualitatif akan lebih mudah jika berhadapan
dengan kenyataan ganda (Moleong, 1999).
Kajian ini tidak memadai hanya dengan rnenginterpretasikan data,
melainkan harus mernpelajari secara rnendalarn asal-usul dan perkernbangan
sistern nilai dan kebudayaan yang berlaku. Pertirnbangan lain adalah penelitian
kualitatif bersifat retrospektif, artinya terbuka terhadap perubahan sesuai tuntutan
di lapangan.
adanya,

Ini memungkinkan pengembangan kenyataan sebagairnana

memperoleh pemahaman tentang

makna

kenyataan itu

dan

mengembangkannya dalarn penjelasan teoritis.

Teknik Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data kuantitatif dan data kualitatif.
lnformasi

urnum di tingkat wilayah dan kornunitas diarnbil dengan cara

melakukan sensus tiap rurnah tangga. Data ini diperkaya dengan data sekunder
yang diperoleh dari beberapa instansi terkait.

Kornponen data ini dilengkapi

dengan pengamatan langsung di lapangan.
Data kualitatif dikumpulkan dengan hakekat hubungan antara peneliti dan
tineliti melalui teknik wawancara mendalam (indepth interview) pada responden
pemuda dan orangtua. Data ini dilengkapi dengan pengamatan di lapangan.
Selain dari pemuda dan orangtua, informasi mengenai orientasi nilai kerja yang

berkembang di rnasyarakat serta standar normatif yang digunakan, akan digali
melalui wawancara dengan sesepuh desa, tokoh formal dan informal, tokoh tani,
tokoh pendidikan, tokoh pemuda dan pihak lain yang dipandang perlu.
Keterkaitan masalah penelitian, jenis, sifat dan cara perolehan data dapat dilihat
pada larnpiran 1.
Selain data yang terkurnpul melalui wawancara di atas akan dilakukan
pemeriksaan keabsahan data melalui teknik triangulasi.

Pembandingan dan

pengecekan balik drajat kepercayaan terhadap suatu informasi dilakukan melalui
waktu dan alat yang berbeda.

Tekiiik Penentuan Lokasi
Penelitian ini rnemfokuskan perhatian pada komunitas perkebunan, dengan
dugaan bahwa perekonornian kornunitasnya relatif stabil pada saat terjadi krisis
moneter. Hal ini menarik karena rnasih sangat sedikit bahkan hampir belurn ada
penelitian dengan topik yang sarna. Oleh karena itu, lokasi penelitian ditentukan
secara purposif. Secara spesifik pernilihan didasarkan pada pertimbangan
pertarna, lokasi rnempunyai areal perkebunan teh rakyat yang luas dan bukan
merupakan areal bukaan baru.

m,sebagian terbesar penduduknya hidup

dari sektor perkebunan. Ketiqa, rnasyarakatnya rnernpunyai hornogenitas etnis
secara relatif.

Secara sistematis, penentuan lokasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan data Kabupaten Cianjur Dalarn Angka Tahun 1996, ada dua
kecarnatan yang rnernpunyai areal perkebunan rakyat yang terluas dan jumlah
petani pekebun yang tertinggi yaitu Sukanagara dan Takokak.

Dari kedua

kecamatan ini dipilih Kecarnatan Sukanagara dengan pertirnbangan pertama,
kecamatan ini menjadi sasaran Proyek Pengembangan Budidaya Perkebunan

Rakyat (PPBPR). Kedua, lokasinya relatif rnudah dijangkau karena sarana jalan
raya sudah baik, walaupun kendaraan relatif jarang.
Pemilihan desa penelitian dilakukan berdasarkan pertirnbangan luasan
lahan perkebunan teh rakyat dan inforrnasi kuatitatif &ri pihak dinas perkebunan
Cianjur yang berada di Kantor UPP Sbkarnekar. Kantor ini sekaligus rnenjadi
pusat inforrnasi dan kegiatan PPBPR yang

dibiayai oleh ADB.

Desa

Sukajembar rnerniliki perkebunan terluas dibanding sernbilan desa lain di
Kecarnatan Sukanagara. Merupakan penerirna bantuan PPBPR terbesar dan
terlancar dalarn proses pengernbaliannya. Meskipun lokasi desanya agak jauh
dan terisolir dari desa lainnya tetapi dinarnika rnasyarakat, terutarna pernudanya
cukup terlihat.
Dusun Jembarrnanah rnerniliki keunikan tersendiri dibanding dua dusun
lainnya yaitu Dusun Sukajaya dan Dusun Sukawana.

Selain masyarakatnya

dorninan bekerja sebagai petani pekebun, di dusun ini terdapat kelornpok tani
perkebunan binaan Disbun. Secara

geografis

rnenjadi dusun penengah bagi dua

rnaupun historis, dusun ini

dusun lainnya5. Fasilitas sekolah,

industri rnaupun aktivitas perdagangan desa terpusat di dusun ini.

Rurnah

ibadah dan kegiatan keagarnaan pun terbanyak di dusun ini. Dengan dernikian
dinarnika rnasyarakatnya diduga akan lebih terlihat dibanding dua dusun lainnya.
Hal-ha1di atas turut rnenjadi pertimbangan dalarn pernilihan lokasi sebagai fokus
penelitian

Secara geografis dusun ini berada diantara Dusun Sukajaya dan Sukawana. Secara historis,
masyarakat Jembarmanah sering berperan menjadi pendamai diantara warga Dusun Sukajaya
dengan warga Dusun Sukawana. Sukajaya secara harafiahnya berarti suka popularitaslkejayaan.
Untuk meraih kejayaan itu warga suka bertanding adu ayam antar warga sedusun maupun
rnenantang warga dusun lain. Bila hendak bertanding, masyarakat setempat melakukan upacara
ritual. Dusun Sukawana secara harafiah berarti suka hutan. Akibatnya masyarakatnya senang
bertualang di alam bebas. Tradisi dan kesukaan keduanya ini sering menimbulkan konflik
menyangkut kebebasan dan wilayah jelajah. Sementara warga Dusun Jembarmanah mempunyai
kehidupan bmgama Islam yang sangat bat dan kuat sehingga mampu beqxran sebagai mediator ~iiantaaa
kedua kelompok masyarakat

Penentuan Responden
Langkah awal, penentuan kerangka contoh dilakukan dengan rnengadakan
sensus terhadap sernua rurnah tangga di tingkat dusun. Selain untuk rnernilih
kandidat responden, data ini penting untuk rnendapatkan keragaan urnurn
rnasyarakat lokasi penelitian, terrnasuk potret jurnlah penduduk, pendidikan,
pekerjaan rnaupun aset lahan anggota rurnah tangga. Data ini dipandang perlu
karena data yang tersedia di kantor desa sangat terbatas6 Berdasarkan hasil
sensus ini juga dapat ditelusuri keluarga asal (keluarga batih) tiap anggota
rurnahtangga, terutarna untuk rnerunut anggota keluarga yang sudah rnenikah.
Berdasarkan sensus diperoleh data bahwa jurnlah rumah tangga di Dusun
Jernbarrnanah sebanyak 277 kepala keluarga.

Kernudian dipilih 33 rurnah

tangga kandidat responden (kerangka contoh) berdasarkan kriteria yang
rnernenuhi persyaratan dalarn rancangan penelitian. Kriteria itu antara lain: (I)
Mernpunyai anggota rurnah tangga yang terrnasuk dalarn kelornpok pernuda
(berusia 17-40 tahun); (2) Dari anggota rurnah tangga yang terrnasuk dalarn
k

Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Faktor – Faktor Risiko Kecacingan Pada Petani Di Desa Katepul Kecamatan Kabanjahe Tahun 2014

11 91 98

Dampak Proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Teh terhadap Tingkat dan Distribusi Pendapatan Petani Peserta (Studi Kasus Pada PIR-Lokal Teh Taraju. Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat)

0 5 91

Partisifasi Petani Teh Rakyat trhadap Pembinaan Operasi Pengabdian Pengembangan Perkebunan Teh Rakyat (Studi Kasus Perkebunan Papandayan PT. Perkebunana XIII, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Jawa Barat)

0 2 113

Sistim Pemasaran Karet Rakyat Studi Kasus Pada Perkebunan Karet Rakyat di KEcamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 6 111

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan pelatihan petani sayur-sayuran (kasus di Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

0 35 260

Analisis kebutuhan pelatihan peternak sapi potong di Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat

1 3 122

Analisis pendapatan usahatani dan saluran pemasaran teh perkebunan rakyat Studi kasus perkebunan teh rakyat, Kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat

1 13 117

Proses Adopsi Agroforestri Sengon Petani Teh (Studi Kasus di Desa Sukaresmi, Kecamatan Kadupandak, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

0 5 37

ANALISIS HASIL PENJUALAN BERSIH PUCUK TEH RAKYAT DI KECAMATAN SUKANAGARA KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT (Kasus Pengelolaan Agribisnis Teh Rakyat)

0 0 19