Pemecahan Masalah dengan Menggunakan Pendekatan Holistik Soal 1
230
Satya Widya, Vol. 27, No.2. Desember 2011: 221-231
Pada ilustrasi tersebut memaparkan jawaban responden yang menggunakan pendekatan Analitik-Sintetik, strategi proporsional. Pada ilustrasi tersebut,
responden kurang cermat dalam melakukan pengerjaan yang menghasilkan jawaban salah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam menyelesaikan soal proporsi, mahasiswa S1 Pendidikan Matematika menggunakan dua pendekatan. Kedua pendekatan tersebut
adalah pendekatan Holistik dan pendekatan Analitik-sintetik. Di antara kedua pendekatan tersebut yang paling banyak digunakan oleh mahasiswa adalah
pendekatan Analitik-Sisntetik 81,51, disusul dengan sedikit pendekatan Holistik yang hanya 18,49 persen mahasiswa saja. Dalam pendekatan
Analitik-Sisntetik terdapat dua strategi kognitif yang digunakan, yaitu strategi linguistik dan strategi proporsioanl. Tidak ada mahasiswa yang menggunakan
strategi fungsional dalam menyelesaikan masalah proporsi tersebut.
Temuan strategi yang digunakan ini berbeda dengan temuan dari Conroy dan Sutriyono 1998 yang dalam penelitiannya menemukan tiga
strategi kognitif, yaitu linguistik, proporsional, dan fungsional. Dalam penelitian Conroy dan Sutriyono yang menjadi responden adalah mahasiswa
D2 PGSD Program 2 tahun untuk mendidik calon guru SD, sedangkan dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 Pendidikan Matematika yang tentu
saja kemampuan matematikanya jauh lebih baik karena telah enam semester kuliah. Nampaknya, ada kecenderungan bahwa pendekatan Analitik-Sintetik
digunakan oleh lebih banyak pada responden yang konsep-konsep dasar matematikanya sudah cukup baik.
Diantara dua strategi kognitif yang digunakan, strategi proporsional lebih banyak digunakan oleh mahasiswa S1 Pendidikan Matematika
dibandingkan dengan strategi linguistik. Strategi proporsional ini juga memberikan banyak jawaban benar pada mahasiswa dibandingkan
mahasiswa yang menggunakan strategi linguistik.
Berdasarkan hasil tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu keterampilan pemecahan masalah masih cukup menjadi kendala oleh
sebagian mahasiswa, meskipun mahasiswa Pendidikan Matematika sekalipun. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus lebih intensif
untuk memasukkan keterampilan menyelesaikan masalah matematika. Pengajar di program studi Pendidikan Matematika juga perlu melatih
keterampilan menyelesaikan masalah matematika yang pada akhirnya lulusan program ini dapat menghasilkan guru yang mempunyai ketrampilan dalam
membimbing siswa dalam pemecahan masalah.
231
Strategi Pemecahan Masalah Rasio Ratih Qomaria, Sutriyono, Kriswandani
DAFTAR PUSTAKA
Asmin. 2003. Problem Solving Matematika Realistik. Medan: Universitas Medan. Conroy J.S, Sutriyono.1998. Problem Solving Skills with Ratios, and Mathemati-
cal Perceptions of Student Enrolled in the Program D2 PGSD . Satya Widya,
Vol.9 No.2, hal:89-101. Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Pusat Kurikulum. Balitbang. Dube, Lilia. Modeling Mathematical Problem Solving Behaviour. Miami : D D
American Technologies Inc. Firdaus, Ahmad. 2004. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pembelajaran Menggunakan Tugas Bentuk Super Item. Bandung
. Tesis: UPI Bandung. Fitriani, Andhin Dyas. 2005. Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa SMA Melalui Strategi Means-Ends Analisis Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas X-4 SMAN 24 Bandung Tahun Ajaran
20052006 . Bandung. Skripsi: UPI Bandung.
Hafriani. 2004. Pengembangan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Mahasiswa Melalui Problem-Centered Learning: Penelitian Tindakan Kelas
Pada Mahasiswa Jurusan Tadris Matematika IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Gelar Magister Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika
. Bandung. Tesis: UPI Bandung.
Pomalato, Sarson Waliyatimas Dj. 2005. Pengaruh Model Treffinger dalam Pembelajaran Matematika dalam Pemecahan Masalah Matematika Siswa
. Bandung. Gelar Doktor Pendidikan Jurusan Pendidikan Matematika. Tesis:
UPI. Sutriyono. 2005. A Simple Guide for Teaching Problem Solving. Salatiga: Widya
Sari. Sutriyono. 2005. Menghayati Pendidikan Matematika. Salatiga: Widya Sari.
Wiji, Unggul. 2001. Analisa Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Turunan Fungsi Trigonometri Kelas II Cawu II SMU Taman Madya Jetis
Yogyakarta Tahun Ajaran 20002002 . Yogyakarta. Skripsi: Universitas
Sarjanawiyata Taman Siswa. Mumun Syaban. Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan
dan Budaya, Vol.IX No.7 Hal.45.
232
Satya Widya, Vol. 27, No.2. Desember 2011: 221-231
233
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Yari Dwikurnaningsih
Program Studi S1 Bimbingan dan Konseling FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRAK
Merosotnya nilai- nilai moral dalam kehidupan para remaja kita yang ditandai dengan tindakan-tindakan tidak terpuji, merupakan
keprihatinan bersama karena bisa mengarah pada bergesernya karakter jati diri bangsa ini. Kesadaran betapa mendesaknya agenda
untuk melakukan terobosan guna membentuk dan membina karakter para siswa mendorong para ahli pendidikan merumuskan konsep-
konsep tentang pendidikan karakter dan mempraktekannya. Sekolah adalah lembaga sosial kedua setelah keluarga yang mempunyai
peranan penting dalam membentuk karakter dan watak anak. Peran guru dalam pendidikan karakter adalah menjadi model perilaku bagi
peserta didik, menggunakan kata-kata untuk membangun karakter, menciptakanmemanfaatkan lingkungan, mengembangkan
ketrampilan peserta didik dalam mengambil keputusan dan berbagi tanggung jawab serta mengembangkan karakter siswa melalui Life
Skills Education
. Faktor pendukung perwujudan peran guru adalah: kerjasama orang tua, sekolah dan masyarakat; lingkungan yang
nyaman dan menyenangkan; kurikulum dan modul yang berbasis karakter dan kultur sekolah yang kondusif.
Kata Kunci: peran guru, pendidikan karakter.
PENDAHULUAN
Dalam situs resmi BKKBN terungkap berita yang mengejutkan, yaitu menurut hasil survei di 33 provinsi tahun 2008 yang dilakukan oleh salah
satu lembaga, 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya
melakukan aborsi. Persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pra nikah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya. Berdasar data penelitian pada 2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabotabek, Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar,
Makalah disajikan pada One Day Seminar “Membangun Pendidikan yang Berkulaitas dan Berkarakter” yang diselenggarakan oleh YSK Widyawacana Surakarta, 13 November 2010.
234
Informasi tersebut hanyalah sebagian dari fenomena gunung es merosotnya nilai-nilai moral dalam kehidupan para remaja kita. Tawuran pelajar,
maraknya peredaran narkoba di kalangan siswa, adanya siswa yang terlibat dalam tindakan kriminal, dan tindakan-tindakan tidak terpuji lainnya
merupakan keprihatinan kita bersama.
Tidak hanya di kalangan remaja saja, secara umum bangsa Indone- sia dihadapkan pada berbagai problem dan krisis kebangsaan yang serius.
Gejala beberapa karakter negatif yang melanda bangsa ini, seperti: budaya korup, hipokrit, materialistik, lebih menyukai jalan pintas, intoleran,
kekerasan, distrust ketidakpercayaan kepada pihak lain, dan lain-lain. Berbagai permasalahan silih berganti menyita perhatian semua anak bangsa.
Jika tidak segera ditangani dan diantisipasi, maka problem dan krisis itu bisa mengarah pada bergesernya karakter jati diri bangsa ini, dari karakter
positif ke negatif.
Belakangan ini telah tumbuh kesadaran betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan guna membentuk dan membina karakter para
siswa sebagai generasi penerus bangsa. Sejumlah ahli pendidikan mencoba untuk merumuskan konsep-konsep tentang pendidikan karakter, dan
sebagiannya lagi bahkan sudah mempraktekkannya. Belakangan ini telah tumbuh kesadaran betapa mendesaknya agenda untuk melakukan terobosan
guna membentuk dan membina karakter para siswa sebagai generasi penerus bangsa.
Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan ini.
Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Charac-
ter Education Partnership .
Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukkan peningkatan
motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah- sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara
komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat
keberhasilan akademik.
Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Suc- cess
Joseph Zins, et.al, 2001 mengkompilasikan berbagai hasil Success Joseph Zins, et.al, 2001 mengkompilasikan berbagai hasil penelitian
tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor risiko penyebab
kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor risiko yang disebutkan ternyata
Satya Widya, Vol. 27, No.2. Desember 2011: 233-244
235
bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan
berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan
seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak IQ. Anak-
anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya.
Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya
para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras,
perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Sekolah, adalah lembaga sosial kedua setelah keluarga yang mempunyai peranan penting dalam membentuk karakter dan watak anak.
Interaksi anak dengan guru, teman, administrator sekolah, akan memperluas pengetahuan dan wawasan anak serta penghayatan mereka mengenai nilai-
nilai kehidupan yang penting bagi perkembangan dirinya, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas. Pada bab
II past UU RI no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dari apa yang tercantum dalam
undang-undang tersebut dimaknai bahwa proses pendidikan yang dilaksanakan lembaga sekolah tidak dapat diartikan hanya sebagai proses
pengalihan pengetahuan dari keterampilan dari guru ke siswa. Lebih daripada itu, pendidikan yang dilaksanakan harus dapat rnembentuk watak
atau karakter yang lebih baik dari para peserta didik, dan dengan menjadi lebih baik berarti pula bahwa ia akan menjadi lebih bermartabat.
Membangun karakter anak sejak dini, sangat penting bagi orang tua dan guru, harapannya agar anak sejak dini memiliki karakter yang baik.
Membangun karakter anak dapat dilakukan melalui jalur pendidikan for- mal, non formal maupun informal. Pada dasarnya setiap pendidik
mendambakan anak-anak yang cerdas dan berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga mereka kelak akan menjadi anak-anak
yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai tantangan dimasa depan.
Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Yari Dwikurnaningsih
236
Namun perlu disadari bahwa generasi unggul semacam demikian ini tidak akan tumbuh dengan sendirinya. Mereka sungguh memerlukan lingkungan
subur yang sengaja diciptakan untuk itu, yang memungkinkan potensi anak- anak itu dapat tumbuh optimal sehingga menjadi lebih sehat, cerdas dan
berperilaku baik. Dalam hal ini guru dan orang tua mempunyai peran yang amat penting.
PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
Guru atau pendidik memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Guru
merupakan teladan bagi siswa dan memiliki peran yang sangat besar dalam pembentukan karakter siswa. Dalam UU Guru dan Dosen, UU no 14 tahun
2005, guru didefinisikan sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sementara itu Slavin
1994 menjelaskan bahwa performa mengajar guru meliputi aspek kemampuan kognitif, keterampilan profesional dan keterampilan sosial.
Sedang Borich 1990 menyebutkan bahwa perilaku mengajar guru yang baik dalam proses belajar-mengajar di kelas ditandai oleh penguasaan materi
pelajaran, kemampuan penyampaian materi pelajaran, keterampilan pengelolaan kelas, kedisiplinan, antusiasme, kepedulian, dan keramahan
guru terhadap siswa. WF Connell 1972 menyebut tujuh peran seorang guru yaitu 1 pendidik nurturer, 2 model, 3 pengajar dan pembimbing,
4 pelajar learner, 5 komunikator terhadap masyarakat setempat, 6 pekerja administrasi, serta 7 kesetiaan terhadap lembaga. Pernyataan
tersebut ditegaskan kembali oleh Oemar Hamalik, tugas dan tanggung jawab guru meliputi 11 macam, yaitu: guru harus menuntun murid-murid belajar,
turut serta membina kurikulum sekolah, melakukan pembinaan terhadap diri anak kepribadian, watak, dan jasmaniah, memberikan bimbingan
kepada murid, melakukan diagnose atas kesulitan-kesulitan belajar dan mengadakan penilaian atas kemajuan belajar, menyelenggarakan penelitian,
mengenal masyarakat dan ikut aktif di dalamnya, menghayati, mengamalkan, dan mengamankan Pancasila, turut serta membantu
terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa dan perdamaian dunia, turut mensukseskan pembangunan, dan tanggungjawab meningkatkan profes-
sional guru.
Pandangan-pandangan di atas menegaskan bahwa peran guru dalam dunia pendidikan modern sekarang ini semakin meningkat dari sekedar
pengajar menjadi direktur belajar. Konsekuensinya, tugas dan tanggung
Satya Widya, Vol. 27, No.2. Desember 2011: 233-244
237
jawab guru pun menjadi lebih kompleks dan berat. Guru bukan hanya pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, budaya, dan
moral bagi para peserta didiknya. Daoed Yoesoef 1980 menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas
manusiawi, dan tugas kemasyarakatan. Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui peserta didik dan seharusnya diketahui oleh peserta didik.Tugas manusiawi adalah tugas-
tugas membantu peserta didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu
adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri. Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama
dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi
katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal.
Jelas bahwa Guru adalah frontliner dalam peningkatan mutu pendidikan karakter, budaya, dan moral. Kesejahteraan suatu bangsa yang
ditopang oleh pilar kemajuan teknologi dan ekonomi sangat bergantung pada kemajuan pendidikan karena sistem yang dibangun suatu negara tidak
akan berhasil tanpa dukungan SDM yang berkualitas. Peran guru menjadi sangat esensial dalam perspektif pengembangan karakter bangsa melalui
proses pendidikan yang berkualitas.
Hal hal yang perlu dilakukan oleh Guru dalam proses pendidikan karakter menurut Akin dkk 1995 adalah sebagai berikut:
a Menjadi Model Perilaku bagi Peserta Didik
•
Perlakukan siswa dengan kasih sayang dan rasa hormat, berikan contoh yang baik.
•
Bagikan keyakinan-keyakinan moral Anda dengan para siswa
•
Ceriterakan layanan kemasyarakatan yang telah Anda lakukan
•
Rumuskan tujuan tujuan akademis dan moral yang jelas bagi kelas Anda
•
Sajikan pembelajaran yang terencana dengan baik
•
Mengajarlah dengan antusias
•
Kembalikan pekerjaan siswa sesegera mungkin
•
Jangan menggosip tentang siswa atau teman sekerja
•
Tunjukkan tenggangrasa terhadap guru lain
•
Dampingi siswa yang bermasalah.
Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Yari Dwikurnaningsih
238
Satya Widya, Vol. 27, No.2. Desember 2011: 233-244
b Menggunakan kata-kata untuk Membangun Karakter
•
Nyatakan pembinaan karakter dalam kalimat anjuran yang positif, seperti : datanglah tepat waktu, perlakukan teman lain secara adil,
lakukan yang terbaik, jaga perkataan kamu dll. Hindari penggunaan kata-kata negatif seperti jangan terlambat, jangan
nakal, dan jangan pernah ingkar janji.
•
Ajarkan nilai secara langsung. Gunakan kata-kata seperti layak dipercaya, hormat, tanggungjawab, peduli dsb, tuliskan dan
definisikan, identifikasi perilaku yang terkait dengan nilai tersebut dan beri kesempatan siswa untuk mempraktikkan perilaku-perilaku
tersebut.
c MenciptakanMemanfaatkan Lingkungan
•
Bantulah siswa untuk mengenal satu sama lain, saling hormat dan peduli satu sama lain, dan mengalami perasaan sebagai bagian dari
kelompok
•
Melalui belajar kooperatif ajari siswa untuk saling menolong satu sama lain dan bekerja sama.
•
Tunjukkan gambar, foto-foto orang ternama, poster-poster, dan kutipan-kutipan pendapat yang mencerminkan tujuan moral yang
tinggi dan tujuan-tujuan dari kelas Anda.
•
Ajarkan nilai bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat. d Mengembangkan ketrampilan Peserta Didik
•
Tanamkan nilai-nilai kewarganegaraan dengan melakukan rapat kelas, untuk mendiskusikan masalah yang muncul
•
Libatkan siswa dalam pengambilan keputusan dan berbagi tanggungjawab dalam mewujudkan kelas sebagai tempat yang positif
untuk belajar Ajarkan proses pengambilan keputusan yang mendorong siswa
untuk membuat pilihan sadar di antara berbagai pilihan yang telah dipertimbangkan masak-masak, bukan saja dari segi keefektifan
relatifnya dalam mencapai tujuan, namun juga dari sisi konsekuensi moralnya.
Ajarkan ketrampilan untuk mendengar, berkomunikasi, kepedulian assertiveness, memecahkan masalah, resolusi
konflik dan mengelola penolakan atau resistensi. Beri kesempatan pada siswa untuk membuat pilihan
Gunakan subyek akademik sabagai sarana untuk menguji isu-isu etis
239
Doronglah siswa untuk melakukan refleksi moral dengan jalan membaca, menulis dan diskusi
Beri siswa kesempatan untuk merespon isu-isu moral. Pada sisi lain, di Indonesia selama ini pendidikan karakter
dilaksanakan juga melalui pendidikan kecakapan hidup atau Life Skills Education
. Life skills education merupakan salah satu pendekatan dalam pendidikan yang banyak digunakan untuk membantu perkembangan anak
dan remaja. Empat komponen penting dan mendasar dalam pendidikan karakter, yang tercakup di dalam life skills education adalah 1 pemahaman
akan siapa aku; 2 pemahaman akan apa tujuan hidupku; 3 pemahaman akan siapa orang-orang yang ada di sekitarku; dan 4 keterampilan untuk
membuat suatu keputusan melalui berpikir kritis dan pemecahan masalah.
Peran guru dalam pendidikan karakter melalui life skill education tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1 Membantu siswa untuk memperoleh pemahaman diri. Pemahaman diri merupakan dasar dari pembentukan karakter. Pemahaman diri
menyadarkan individu bahwa setiap manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan dianugerahi kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Setiap manusia berbeda dari manusia yang lain. Oleh karena itu setiap manusia adalah unik. Keunikan manusia harus disyukuri,
dihargai serta dihormati. Cinta kasih Tuhan YME yang tanpa syarat merupakan dasar dari penciptaan Tuhan akan manusia dan alam sekitar.
Sebagai rasa hormat kepada sang pencipta, maka manusia juga harus menghormati seluruh ciptaanNya, yaitu diri sendiri, manusia lain dan
alam sekitar. Dengan memahami Siapa Aku maka manusia menjadi lebih bisa bersikap rendah hati, tidak sombong, percaya diri, berpikir
positif, peduli akan lingkungan, disiplin, menahan emosi dan mengontrol diri, serta bertanggung jawab dalam bersikap dan berperilaku.
2 Membantu siswa memahami tujuan hidupnya. Menurut Raths dalam Seifert, 1983 salah satu cara untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang dihayati
oleh siswa adalah dengan meminta siswa untuk mengekspresikan dan menjawab pertanyaan apa tujuan hidup mereka. Apa yang ingin dicapai
dalam jangka waktu dekat dan apa yang ingin dicapai dalam jangka panjang? Apa yang biasanya dilakukan dalam waktu senggang? Apa kegiatanya
sehari-hari? Apa yang ia suka dan tidak suka? Apa yang seringkali ia takutkan dan dijadikan pertimbangan dalam melakukan kegiatan? Pertanyaan-
pertanyaan tersebut membantu siswa untuk merefleksikan dan meninjau kembali apa makna kehidupan bagi dirinya. Pertanyaan tersebut juga
mengajak siswa untuk merefleksikan apakah tujuan hidup yang dipilihnya
Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Yari Dwikurnaningsih
240
Satya Widya, Vol. 27, No.2. Desember 2011: 233-244
3 Membantu siswa memahami orang-orang di sekitarnya. Manusia adalah mahluk individual yang bebas dalam memilih dan menentukan
kehidupannya, dan sekaligus manusia adalah mahluk sosial yang ada dan hidup di antara manusia-manusia lain, dan tergantung dari manusia
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, dalam menentukan pilihan hidupnya dan memenuhi kebutuhannya, manusia
harus selalu mempertimbangkan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan berinteraksi dengan orang
lain menjadi komponen yang sangat penting sebagai mahluk sosial. Hal ini berarti bahwa rasa hormat dan penghargaan akan keberadaan
orang lain menjadi sangat penting. Demikian juga kesadaran bahwa norma-norma serta adat istiadat di mana manusia berada dan tinggal,
harus dihargai dan dihormati.
4 Membimbing siswa agar mampu membuat keputusan. Dalam setiap sisi kehidupan manusia selalu dihadapkan pada pilihan untuk kemudian ia
harus membuat suatu keputusan, karena membuat keputusan merupakan satu cara untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Manusia juga harus
menyadari bahwa keputusan yang dibuat selalu diikuti oleh konsekuensi. Membuat keputusan bukanlah suatu hal yang mudah, dan membutuhkan
suatu keterampilan tersendiri. Dalam membuat keputusan, diperlukan kemampuan berpikir kreativitas serta kemampuan untuk memecahkan
masalah. Ketrampilan membuat keputusan dapat dikembangkan melalui berbagai latihan. Faktor penting dalam membuat keputusan adalah
informasi dan pengetahuan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Dengan memperoleh informasi dan pengetahuan
yang cukup, maka manusia dapat membuat keputusan dengan konsekuensi yang paling kecil dan ringan.
FAKTOR PENDUKUNG PERWUJUDAN PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER