241
Peran Guru Dalam Pendidikan Karakter Yari Dwikurnaningsih
Hal ini berarti bahwa keluarga menjadi dasar dari pembentukan nilai-nilai yang akan dijadikan acuan dalam mengembangkan karakter, dan sekolah
akan semakin memperluas wawasan anak akan nilai kehidupan yang akan memperkuat perkembangan karakter. Sejalan dengan hal tersebut,
masyarakat luas juga sudah seharusnya mendukung nilai-nilai penting dalam kehidupan. Banyak contoh di masyarakat yang sangat kontradiktif, misalnya
di rumah dan di sekolah anak diajar mengenai konsep kebersihan. Padahal di masyarakat kepedulian terhadap kebersihan sangat memprihatinkan. Di
rumah dan di sekolah anak belajar mengenai kedisiplinan, tetapi di jalan raya ternyata kedisiplinan bukanlah suatu hal yang dianggap panting. Sama
halnya dengan kekerasan, yang tidak ditunjukkan oleh masyarakat luas di mana toleransi, cinta damai, dan penghargaan akan kebhinekaan tidak
tampak pada masyarakat yang lebih luas.
2. Lingkungan yang Nyaman dan Menyenangkan
Model ini membangun lingkungan secara total agar tercipta lingkungan yang kondusif untuk tumbuhnya siswa-siswa berkarakter.
Lingkungan yang nyaman dan menyenangkan adalah mutlak diciptakan agar karakter anak dapat dibentuk. Hal ini erat kaitannya dengan
pembentukan emosi positif anak, dan selanjutnya dapat mendukung proses pembentukan empati, cinta, dan akhirnya nuranibatin anak.
3. Kurukulum dan Modul yang Berbasis Karakter
Kurikulum disusun berdasarkan prinsip keterkaitan antar materi pembelajaran tidak terkotak-kotak dan dapat merefleksikan dimensi,
keterampilan dengan menampilkan tema-tema yang menarik dan kontekstual. Bidang-bidang pengembangan yang ada di TK dan mata
pelajaran yang ada di SD dan SMP yang dikembangkan dalam konsep pendidikan kecakapan hidup yang terkait dengan pendidikan personal dan
sosial, pengembangan berpikirkognitif, pengembangan karakter dan pengembangan persepsi motorik juga dapat teranyam dengan baik apabila
materi ajarnya dirancang melalui pembelajaran yang terpadu dan menyeluruh holistik.
Pembelajaran holistik terjadi apabila kurikulum dapat menampilkan tema yang mendorong terjadinya eksplorasi atau kejadian-kejadian secara
autentik dan alamiah. Dengan munculnya tema atau kejadian yang alami ini akan terjadi suatu proses pembelajaran yang bermakna dan materi yang
dirancang akan saling terkait dengan berbagai bidang pengembangan yang ada dalam kurikulum.
242
Satya Widya, Vol. 27, No.2. Desember 2011: 233-244
4. Kultur Sekolah yang Kondusif
Kultur sekolah yang baik dan kondusif akan mendukung pertumbuhan setiap individu dalam lembaga pendidikan. Kultur sekolah merupakan jalinan
relasi dan interaksi antar anggota komunitas sekolah yang melahirkan spontanitas, pembiasaan, perayaan dan tradisi yang membentuk habit perilaku
yang stabil bagi tiap anggota dalam lingkungan sekolah. Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat peserta didik berinteraksi dengan
sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat,
sekolah. Interaksi internal kelompok dan antar kelompok terikat oleh berbagai aturan, norma, moral serta etika bersama yang berlaku di suatu sekolah.
Budaya sekolah terbentuk dari jalinan relasi, interaksi dan pertukaran simbolis berbagai macam makna sebuah peristiwa, kejadian, yang terjadi
dalam diri komunitas sekolah. Dalam artian tertentu, corak relasi dan interaksi antar individu itulah yang membentuk kultur sebuah sekolah.
Selain peranan tiap individu, budaya sekolah juga terbentuk melalui tata peraturan, norma-norma sosial, pemahaman moral, dan etika bersama yang
berlaku di suatu sekolah.
Kultur sekolah terbentuk dari interaksi dan komunikasi antar individu dalam komunitas sekolah. Interaksi dan komunikasi ini membentuk tatanan
dan norma sosial yang berlaku dalam lingkungan pendidikan. Tata peraturan dan norma sosial ini dibutuhkan karena hubungan dan interaksi dalam
lembaga pendidikan lebih ditentukan pada definisi peranan sesuai dengan tata peraturan yang ada. Dengan kata lain, relasi dan interaksi antar individu
ini bersifat politis, yaitu ada kekuatan, kewenangan dan kekuasaan tertentu yang dimiliki oleh individu tertentu dalam bersikap dan bertindak dalam
kerangka tindakan pendidikan. Karena itulah, kultur yang rusak dalam sebuah lembaga pendidikan hanya bisa dibenahi melalui perbaikan struktur, seperti
tata peraturan yang berlaku, pengkondisian lingkungan sosial yang kondusif, serta, konsistensi dari setiap anggotanya untuk tetap bertindak sesuai dengan
tatanan serta norma sosial yang berlaku. Jadi, struktur akan mendefinisikan pola perilaku individu, pola perilaku individu satu sama lain akan melahirkan
kultur sekolah yang berlaku, dan kultur sekolah ini pada gilirannya akan memperkokoh kembali struktur sosial yang berlaku dalam lingkungan sosial
pendidikan tersebut.
PENUTUP
Seorang guru yang akan mengembangkan karakter siswa harus menunjukkan bahwa integritas adalah hal yang paling berharga. Guru terlebih