LKP : Editing Film Dokumenter Sampah Visual PT. Index Production House.

(1)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

EDITING FILM DOKUMENTER SAMPAH VISUAL PT. INDEX

PRODUCTION HOUSE

Oleh

Nama

: Dony Dwi Leksana

NIM

: 11.51016.0016

Program Studi

: DIV Komputer Multimedia

SEKOLAH TINGGI

MANAJEMEN INFORMATIKA & TEKNIK KOMPUTER

SURABAYA


(2)

ABSTRAK

Pada tahun 2013 Produksi sampah di Surabaya mencapai 11.000 ton perhari, 330.000 ton perbulan, dan 4.015.000 ton pertahun, salah satu penyebabnya adalah Sampah Visual.

Sampah Visual adalah iklan yang menggangu tatanan kota dan merusak pandangan mata. Sampah Visual kebanyakan terdiri dari berbagai iklan luar ruang yang berbentuk baliho, spanduk, poster dan stiker yang didalamnya berisi iklan produk dagang dan promosi partai politik, yang ditempatkan ditempat–tempat yang ramai dan tidak memiliki izin resmi dari pemerintah. Bahkan, iklan yang memiliki izin pun jika penempatannya mengganggu tatanan kota dan merusak pandangan mata, maka iklan tersebut bisa dikatakan Sampah Visual.

Sampah Visual banyak bermunculan ketika musim pemilu tiba yang diadakan 5 tahun sekali, dimana didalamnya merujuk pemilihan anggota legeslatif dan presiden. Para calon legislatif ini biasanya memperkenalkan diri melalui baliho, spanduk, poster dan stiker yang berbahan baku plastik polymer agar bersifat jangka panjang, dan reklame ini kebanyakan ditempatkan ditempat yang dilarang oleh pemerintah sehingga merusak tatanan kota.


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan ... 3

1.5. Manfaat ... 3

1.6. Pelaksanaan ... 3

1.7. Kontribusi ... 3

1.8. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II PROFIL PERUSAHAAN ... 6

2.1. Sejarah Singkat... 6

2.2. Profil Perusahaan ... 6

2.3. Visi dan Misi PT. Index Production House ... 7

2.4. Job description ... 7


(4)

BAB III LANDASAN TEORI ... 9

3.1. Multimedia ... 9

3.1.1 Elemen Multimedia ... 10

3.2. Editing ... 12

3.3. Film ... 13

3.4. Dokumenter ... 14

BAB IV METODOLOGI DAN IMPLEMENTASI KARYA ... 16

4.1. Prosedur Pelaksanaan Kerja Praktek ... 16

4.2. Acuan Kerja Praktek ... 17

4.3. Teknik Pengumpulan Data ... 19

4.4. Observasi ... 20

4.5. Perancangan Karya ... 22

4.6. Credit Title ... 35

BAB V PENUTUP ... 39

5.1. Kesimpulan ... 39

5.2. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(5)

16

Gambar 4.1. logo Reresik Sampah Visual.

(Sumber : http://id-id.facebook.com/SampahVisual/photos/)

Gambar 4.2. screenshot judul Sampah Visual Dokumenter. (Sumber : Sampah Visual Dokumenter)

Gambar 4.3. screenshot Sumbo .T dalam Sampah Visual Dokumenter. (Sumber : Sampah Visual Dokumenter)


(6)

17

Gambar 4.4. screenshot opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.5. screenshot opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.6. screenshot opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)


(7)

18

Gambar 4.7. screeshot judul Film Dokumenter Sampah Visual. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.8. screenshot peraturan daerah kota Surabaya. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.9. screenshot BAB III tentang penyelenggaraan reklame (Sumber: Olahan Pribadi)


(8)

19

Gambar 4.10. screenshot pasal 23 isi dari BAB III. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.11. screenshot pasal 24 isi dari BAB III. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.12. screenshot pasal 25 isi dari BAB III. (Sumber: Olahan Pribadi)


(9)

20

Gambar 4.13 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.14 screenshot pewarnaan opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.15 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Olahan Pribadi)


(10)

21

Gambar 4.16 screenshot reklame yang tidak sesuai pada tempatnya (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.17 screenshot bendera partai dalam Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.18 screenshot reklame jenis melekat. (Sumber: Olahan Pribadi)


(11)

22

Gambar 4.19 screenshot reklame yang melekat di tower. (Sumber: Olahan Pribadi)

.

Gambar 4.20 screenshot reklame yang ditencapkan di trotoar. (Sumber: Olahan Pribadi)

.

Gambar 4.21 screenshot penempatan reklame yang tidak sesuai. (Sumber: Olahan Pribadi)


(12)

23

Gambar 4.22 screenshot para calon legislatif.

Gambar 4.23 screenshot reklame para calon legislatif. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.24 screenshot credit title opening Kayangan STUDIO. (Sumber: Olahan Pribadi)


(13)

24

Gambar 4.25 screenshot credit title Jody Rahwoyo. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.26 screenshot credit title Wahyu Dwi Putera. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.27 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Olahan Pribadi)


(14)

25

Gambar 4.28 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.29 screenshot credit title Syaffrudin Faisal. (Sumber: Olahan Pribadi)

Gambar 4.30 screenshot credit title Dony Dwi Leksana. (Sumber: Olahan Pribadi)


(15)

41


(16)

42


(17)

43


(18)

44


(19)

45


(20)

46


(21)

47


(22)

48


(23)

49


(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Surabaya adalah ibu kota Jawa Timur dan kota terbesar setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk 2.809.784 jiwa, 24/04/2014. Semakin besar suatu daerah, maka daerah tersebut akan mengalami kepadatan penduduk yang disebabkan oleh bertambahnya penduduk dari dalam daerah dan luar daerah. Banyaknya penduduk di Surabaya menyebabkan timbulnya masalah seperti kemacetan dan Sampah, Sampah merupakan matrial sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Pada tahun 2013 Produksi sampah di Surabaya mencapai 11.000 ton perhari, 330.000 ton perbulan, dan 4.015.000 ton pertahun, salah satu penyebabnya adalah Sampah Visual.

Sampah Visual adalah iklan yang menggangu tatanan kota dan merusak pandangan mata. Sampah Visual kebanyakan terdiri dari berbagai iklan luar ruang yang berbentuk baliho, spanduk, poster dan stiker yang didalamnya berisi iklan produk dagang dan promosi partai politik, yang ditempatkan ditempat–tempat yang ramai dan tidak memiliki izin resmi dari pemerintah. Bahkan, iklan yang memiliki izin pun jika penempatannya mengganggu tatanan kota dan merusak pandangan mata, maka iklan tersebut bisa dikatakan Sampah Visual.

Sampah Visual banyak bermunculan ketika musim pemilu tiba yang diadakan 5 tahun sekali, dimana didalamnya merujuk pemilihan anggota legeslatif dan presiden. Para calon legislatif ini biasanya memperkenalkan diri melalui


(25)

2

baliho, spanduk, poster dan stiker yang berbahan baku plastik polymer agar bersifat jangka panjang, dan reklame ini kebanyakan ditempatkan ditempat yang dilarang oleh pemerintah sehingga merusak tatanan kota.

Dengan latar belakang Sampah Visual dan aktivis Reresik Sampah Visual Jogja, hal ini mendorong penulis untuk membuat Film Dokumenter dengan tema Sampah yang menjadi tugas untuk menyelesaikan mata kuliah kerja praktek. Mata kuliah kerja praktek adalah mata kuliah yang wajib ditempuh oleh mahasiswa DIV Multimedia STIKOM Surabaya. Diharapkan setelah menempu kerja praktek mahasiswa mampu menerapkan serta mengimplementasikan pada karya yang selanjutnya. Dalam kerja praktek ini penulis mengambil topik tentang membuat Film Dokumentar dalam bidang Editing yang bertujuan mengemas sebuah file video mentah menjadi sebuah Film yang menarik dan dapat dinikmati.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka diperoleh perumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimana membuat Film Dokumenter bertema Sampah dengan latar belakang Sampah Visual?”

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas agar permasalahan tidak menyimpang, maka batasan masalah yang akan dikerjakan adalah membuat Film Dokumenter bertema Sampah dengan latar belakang Sampah Visual.


(26)

3

1.4 Tujuan

Tujuan pembuatan Film Dokumenter ini adalah:

“Mengangkat sebuah realita yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan

calon legislatif”

1.5 Manfaat

Manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Sebagai proses pembelajaran dalam membuat sebuah Film Dokumenter. 2. Agar dapat mengetahui proses pembuatan Film Dokumenter.

3. Membentuk sikap kerja professional, kritis serta memahami deadline kerja.

1.6 Pelaksanaan

Kerja praktek ini dilakukan di PT. INDEX Production House yang beralamat di Jl. Jemur Andayani VII No.11 Surabaya, dibagian Editing Film. Waktu pelaksanaan kerja praktek terhitung dari tanggal 20 Januari 2014 sampai tanggal 15 Februari 2014 dari hari Senin sampai Sabtu mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB.

1.7 Kontribusi

Pembuatan Film Dokumenter ini merupakan salah satu media pembelajaran kepada masyarakat serta sebagai portofolio perusahaan.


(27)

4

1.8 Sistematika Penulisan

Laporan kerja praktek ini terdiri dari beberapa bab dimana masing-masing bab terdiri dari berbagai sub-sub bab yang bertujuan untuk menjelaskan pokok-pokok bahasan dalam penyusunan laporan ini. Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, pelaksanaan, dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Dalam bab ini di uraikan tentang sejarah singkat perusahaan, visi, misi, domisili perusahaan, dan struktur organisasi perusahaan.

BAB III LANDASAN TEORI

Dalam bab ini dibahas berbagai teori dasar tentang pembuatan Film Dokumenter dari unsur yang ada, serta pengaplikasiannya pada gambar yang mengacu pada prinsip-prinsip dari apa yang harus diterapkan pada sebuah Film

BAB IV DESKRIPSI KERJA PRAKTEK

Dalam bab ini menjelaskan metode-metode kerja selama melakukan kerja praktek, proses pengerjaan Film Dokumenter. Dimana nantinya metode-metode


(28)

5

ini dapat digunakan dalam proses pembuatan karya atau Film Dokumenter selama kerja praktek di PT. INDEX Production House.

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dan saran dari proses Film Dokumenter bertema Sampah di PT. INDEX Production House.


(29)

6

BAB II

PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Sejarah Singkat

PT. INDEX Production House beralamat di Jl. Jemur Andayani VII No.11 Surabaya. Awal perjalanan PT. INDEX Production House hanya memproduksi iklan lokal namun dalam perkembangannya rumah produksi ini kemudian melahirkan karya–karya yang dijiwai semangat idealisme menegakkan identitas nasionalisme ke–Indonesia-an, khususnya dibidang Audio Visual.

Dalam perjalanan INDEX Production House sempat mampir sejenak di SCTV Surabaya, yang selanjutnya INDEX Production House berlabuh di TPI sejak tahun 1991 sampai tahun 1995. Di TPI, INDEX Production House menemukan sebuah atmosfir yang sama untuk merealisir mimpi–mimpinya yang berkaitan dengan dunia pendidikan.Tahun 1995 sampai sekarang INDEX Production House memproduksi Audio Visual berbagai profil lembaga Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Timur, serta memproduksi Audio Visual Profile berbagai pabrik.

2.2 Profil Perusahaan

Nama Perusahaan Nama Media Jenis Media : : :

PT. INDEX Production House Video


(30)

7

Alamat Telp / Fax Email Website : : : :

Jl. Jemur Andayani VII No.11 Surabaya. 031–843 6620

gash_11@yahoo.com www.index-ph.co.id

2.3 Visi

“Melahirkan karya–karya yang dijiwai semangat idealisme”.

2.4 Misi

“Menjadi sebuah perusahaan no. 1 yang memproduksi berbagai profil lembaga Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten di Jawa Timur, serta memproduksi Audio Visual Profile berbagai pabrik”.

2.5 Job Description

1. Pra Produksi adalah devisi yang memiliki tanggung jawab untuk meninjau lokasi, mengumpulkan data dan membuat naskah suatu proyek yang sedang dikerjakan.

2. Produksi adalah devisi yang bertugas untuk melakukan pengambilan gambar dilokasi setelah devisi Pra Produksi melakukan peninjauan lokasi.

3. Paska Produksi adalah devisi yang memiliki tugas mengolah file seperti opening tune, animasi 3D, videografi, ilustrasi musik, pembacaan narasi, editing video, narasi dan musik.


(31)

8

2.6 Logo Perusahaa

Gambar 2.1 Logo Perusahaan (Sumber : PT. INDEX Production House)

IDEX Production House lahir seiring dengan lahirnya stasiun televisi swasta di Indonesia, tepatnya tanggal 09–09–1990. Sebagaimana yang tercermin dalam logo INDEX Production House merupakan angka pertemuan huruf awal dan akhir apabila digabung maka akan membentuk angka sembilan romawi seperti gambar 2.1.


(32)

9

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Multimedia

Rubinson menyatakan bahwa multimedia merupakan presentasi intrusional yang mengkombinasikan tampilan teks, grafis, vidio dan audio, serta dapat menyediakan interaktifitas. Houghton mendefinisikan multimedia sebagai bentuk komunikasi multi bentuk dengan menggunakan perangkat komputer atau sejenisnya. Pengertian yang lebih akurat dikemukakan oleh Mao Neo dan Ken T.K Neo bahwa multimedia adalah kombinasi berbagai tipe media digital seperti teks, gambar, suara dan vidio, yang dipadukan dalam aplikasi atau presentasi interaktif multisensory untuk menyampaikan suatu pesan atau informasi kepada pemirsa.

Dalam konteks komunikasi pembelajaran, Hofsteder menyebutkan bahwa multimedia dapat dipandang sebagai pemamfaatan komputer untuk membuat dan menggabukkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai untuk melakukan navigasi, berinteraksi, kerkomunikasi dan berkreasi. Jadi dukungan elektronik memungkinkan komputer digunakan sebagai media untuk mengembangkan atau inovasi-inovasi model pembelajaran yang lebih baik, interaktif dan berbasis teknologi.


(33)

10

3.1.1 Elemen Multimedia

Elemen Multimedia terdiri dari beberapa unsur yaitu: 1. Teks

Teks merupakan elemen multimedia yang menjadi dasar untuk menyampaikan informasi, karena teks adalah jenis data yang paling sederhana dan membutuhkan tempat penyimpanan yang paling kecil. Teks merupakan cara yang paling efektif dalam mengemukakan ide–ide kepada pengguna, sehingga penyampaian informasi lebih mudah dimengerti oleh masyarakat. Jenis–jenis teks seperti printed teks, yaitu teks yang dihasilkan oleh word processor atau word editor dengan cara diketik yang nantinya dapat dicetak. Scanned teks yaitu teks yang dihasilkan melalui scanning tanpa pengetikan. Dan hypertext yaitu jenis teks yang memberikan link ke suatu tempat atau meloncat ke topik tertentu.

2. Grafik (image)

Sangat bermanfaat mengilustrasi informasi yang akan disampaikan terutama informasi yang tidak dapat dijelaskan dengan kata–kata. Jenis–jenis grafik seperti bitmap yaitu gambar yang disimpan dalam bentuk pixel yang berkaitan dengan titik–titik pada layar monitor. Digitized picture adalah gambar hasil rekaman video atau kamera yang dipindahkan ke komputer dan dan diubah kedalam bentuk bitmaps. Hyperpicture, sama seperti hypertext hanya saja dalam bentuk gambar.


(34)

11

3. Audio

Multimedia tidak akan lengkap jika tidak ada audio (suara), Audio bisa berupa percakapan, musik atau efek suara dan format dasar audio terdiri dari beberapa jenis:

a. WAVE merupakan format file digital audio yang disimpan dalam bentuk digital dengan eksistensi WAV.

b. MIDI (Musical Instrument Digital Interface) memberikan cara yang lebih efisien dalam merekam musik dibandingkan WAV, kapasitas yang dihasilkan juga lebih kecil dan disimpan dalam bentuk MID.

4. Video

Menyediakan sumber yang kaya dan hidup untuk aplikasi multimedia. Dengan video dapat menerangkan hal–hal yang sulit digambarkan lewat kata– kata atau gambar diam dan dapat menggambarkan emosi dan psikologi manusia secara lebih jelas.

5. Animasi

Simulasi gerakan yang dihasilkan dengan menayangkan rentetan frame ke layar, frame adalah satu gambar tunggal pada rentetan gambar yang membentuk animasi.


(35)

12

3.2 Editing

Editing adalah pekerjaan memotong dan merangkai potongan-potongan gambar sehingga menjadi film berita yang utuh dan dapat dimengerti. Post production juga disebut sebagai editing, merupakan bagian yang akan mensortir hasil–hasil shooting, baik drama maupun non-drama.

Tiga langkah utama pasca produksi:

1. Editing offline

Setelah shooting selesai, script boy atau girl membuat logging, yaitu mencatat kembali semua hasil shooting berdasarkan catatan shooting dan gambar. Didalam logging time code (nomor kode yang berupa digit frame, detik, menit dan jam dimunculkan dengan gambar) dan setiap hasil shooting akan di catat. Kemudian berdasarkan catatan itu sutradara akan membuat editing kasar yang disebut editing offline. Sesudah editing kasar ini jadi, reporter membuat naskah yang dilengkapi dengan uraian narasi, time code, dan bagian–bagian yang perlu diisi dengan ilustrasi musik.

2. Editing online

Berdasarkan naskah editing, editor mengedit hasil shooting asli. Sambungansambungan setiap shoot dan scene dibuat tepat sesuai catatan time code dalam naskah editing. Demikian pula dengan sound asli dimasukkan dengan level yang seimbang dan sempurna. Setelah editing online ini siap, proses berlanjut dengan mixing.


(36)

13

3. Mixing (pencampuran gambar dengan suara)

Narasi yang sudah direkam atau ilustrasi musik yang juga sudah direkam, dimasukkan kedalam pita editing online sesuai dengan petunjuk dan ketentuan yang sudah tertulis dalam naskah editing. Keseimbangan dengan

sound effect, suara asli, suara narasi dan musik harus dibuat sedemikian rupa

sehingga tidak saling menggangu dan terdengar jelas. Proses mixing ini boleh dikatakan dibagian yang penting dalam pos-production.

3.3 Film

Menurut Wibowo (2006:196) bahwa film adalah alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak melalui sebuah media cerita, film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai suatu alat bagi para seniman dan insan perfilman dalam mengutarakan gagasan–gagasan dan ide cerita. Secara esensial dan substansial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap komunikan masyarakat. Effendy (2000:201) berpendapat bahwa film adalah teatikal yang diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan digedung–gedung bioskop dan televisi atau sinetron yang dibuat khusus untuk siaran televisi.

Sedangkan pada pasal 1 ayat 1 undang–undang nomor 33 tahun 2009 tentang perfilman mengatakan bahwa film merupakan karya seni budaya, yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dapat dipertunjukkan. Jadi film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan salah satu media komunikasi massa audio visual yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang


(37)

14

direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik dan sistem lainnya.

3.4 Dokumenter

Dokumenter memiliki nilai dasar sebuah produksi film cinematography, dikatakan dasar sebuah produksi karena sebuah karya dokumenter dapat dikerjakan oleh seseorang saja yang sekaligus merangkap sebagai produser/sutradara/penulis naskah/juru kamera dan editornya tanpa harus membawa production house atau stasiun televisi ketika mempromosikan karyanya. Sinematografi (cinematography) adalah kata serapan dari bahasa inggris, dan bahasa kinema (gambar) dan grapho (menulis). Sinematografi sebagai ilmu terapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan mengabung–gabungkan gambar tersebut sehingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide.

Karya dokumenter merupakan film yang menceritakan sebuah kejadian nyata dengan kekuatan ide kreatornya dalam merangkai gambar–gambar menarik menjadi istimewa secara keseluruhan. Istilah dokumenter pertama kali digunakan oleh John Grierson yang pertama kali mengkritik film–film karya Robert Flaherty di New York Sun pada 8 Februari 1926. Bill Nichols


(38)

15

mengatakan film dokumenter adalah upaya menceritakan kembali sebuah kejadian atau realitas menggunakan fakta dan data.

Kemudian berkembang beberapa definisi lain tentang pengertian film dokumenter menurut Paul Wells, film dokumenter adalah film nonfiksi yang menggunakan footage yang aktual, dimana termasuk didalamnya perekaman langsung dari peristiwa yang akan disajikan dan materi riset yang berhubungan dengan peristiwa itu, misalnya hasil wawancara, statistik atau sebagainya. Film seperti ini biasanya disuguhkan dari sudut pandang tertentu dan memusatkan perhatiannya pada sebuah isu–isu sosial tertentu yang sangat memungkinkan untuk dapat menarik perhatian penontonnya.

Frank E. Beaver mengatakan film dokumenter biasanya di–shoot disebuah

lokasi nyata, tidak menggunakan aktor dan temanya terfokus pada subje–subjek seperti sejarah, ilmu pengetahuan, sosial atau lingkungan. Tujuan dasarnya adalah untuk memberi pencerahan, informasi, pendidikan, melakukan persuasi dan memberikan wawasan tentang dunia yang kita tinggali. Menurut Timothy Corringan, dokumenter adalah film nonfiksi tentang masyarakat dan peristiwanya, sering kali mengabaikan struktur naratif yang tradisional. Selanjutnya Ira Konigsberg menjelaskan, dokumenter adalan film yang berkaitan langsung dengan suatu fakta dan nonfiksi yang berusaha untuk menyampaikan kenyataan dan bukan sebuah kenyataan yang direkayasa. Film–film seperti ini peduli terhadap perilaku masyarakat, suatu tempat atau suatu aktivitas.


(39)

16

BAB IV

METODOLOGI DAN IMPLEMENTASI KARYA

4.1 Prosedur Pelaksanaan Kerja Praktek

Prosedur dalam pelaksanaan kerja praktek sesuai dengan yang ditetapkan oleh STIKOM Surabaya. Yaitu dengan beberapa tahapan-tahapan penting yang harus dilalui:

1. Survey lapangan atau observasi, kegiatan ini ditujukan untuk mengamati proses pembuatan produksi multimedia.

2. Study Pustaka dilakukan untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai dengan permasalahan dan dapat menjadi refrensi untuk pelaksanaan rencana penggambaran sistem.

3. Analisa Permasalahan ditujukan untuk menetapkan kebutuhan klien atau kebutuhan instansi dan menentukan bagaimana solusi terbaik yang akan diterapkan dalam istansi.

Pembuatan Produk Multimedia, pada pembuatan produk sendiri terdapat beberapa tahapan, antara lain :

1. Pendahuluan, identifikasi permasalahan yang ada, evaluasi, alternative, solusi dan prioritas pengembangan.

2. Tahap analisa ruang lingkup permasalahan, ruang lingkup dan sasaran yang akan dikembangkan, identifikasi area permasalahan yang lebih terinci, evaluasi, perumusan dan penyusunan untuk menunjang perancangan desain.


(40)

17

3. Tahap analisa kebutuhan pengguna, mendefiniskan kebutuhan fungsional dan non-fungsional untuk menunjang informasi yang akurat.

4. Tahap spesifikasi media, dilakukan untuk melakukan spesifikasi fungsional, konfigurasi hardware dan software yang support dengan computer klien.

5. Revisi produk, melakukan perbaikan dan pemantauan untuk menghasilkan produk yang sesuai target.

6. Pembuatan laporan, semua dokumentasi dalam pembuatan produk multimedia tersebut, sebagai hasil dari proyek disusun dalam sebuah laporan.

4.2 Acuan Kerja Praktek

Pra-Kerja Praktek:

1. Sebelum melaksanakan kerja praktek, wajib mengisi form acuan kerja yang

terdiri dari dua halaman yang merupakan “kontrak kerja” antara mahasiswa dengan perusahaan dimana anda melaksanakan kerja praktek dan dosen pembimbing kerja praktek.

2. Pengisian form acuan kerja harus lengkap beserta tanda tangan pihak terkait. 3. Form acuan kerja yang terisi lengkap, diperbanyak oleh mahasiswa sebanyak

dua kali dengan ukuran A4.

4. Copy 1 : Diserahkan kepada perusahaan. 5. Copy 2 : Diserahkan kepada PPKP


(41)

18

Kerja Praktek:

1. Melaksanakan kerja praktek sesuai jangka waktu yang ditetapkan. 2. Melakukan bimbingan ke dosen pembimbing.

Pasca Kerja Praktek:

1. Mengambil form nilai kerja praktek untuk perusahaan.

2. Mahasiswa melakukan demo ke pihak perusahaan terlebih dahulu, kemudian ke dosen pembimbing.

3. Setelah demo ke perusahaan, mahasiswa meyerahkan form nilai dari perusahaan secara lengkap ke bagian PPKP untuk ditukar dengan form nilai kerja praktek untuk dosen pembimbing.

4. Melakukan demo ke dosen pembimbing dan setelah melakukan demo ke dosen pembimbing mahasiswa menyerahkan form nilai dari dosen pembimbing ke bagian PPKP.

5. Mahasiswa membuat buku laporan kerja praktek dengan bimbingan dosen pembimbing kerja praktek.

6. Merevisi laporan jika ada yang perlu dibenahi

7. Buku laporan kerja praktek dan CD diserahkan ke bagain PPKP/ perpus. 8. Kerja Praktek berakhir, mahasiswa tinggal menunggu hasil nilainya.


(42)

19

4.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengidentifikasi dan membuat alur perancangan yang akan dilaksanakan, agar dalam proses pencarian data tidak terjadi penyimpangan dalam mengemukakan tujuan yang ingin dicapai. Dalam tahap ini, rancangan perencanaan yang dilakukan dalam pembuatan proyek Film Dokumenter ini dapat dilihat dalam diagram metodologi perancangan. Teknik pengumpulan data dalam pembuatan Film Dokumenter ini dilakukan dengan 2 cara yaitu: teknik wawancara dan studi pustaka.

1. Wawancara

Metode ini digunakan penulis untuk mengetahui lingkungan kerja dan mengetahui informasi-informasi apa saja yang dibutuhkan oleh project leader dari pembuatan Film Dokumenter Sampah Visual tersebut. Berikut adalah beberapa hasil wawancara:

a. Membuat sebuah Film Dokumenter dengan tema Sampah.

b. Mengangkat realita dari sekelompok masyarakat dan calon legislatif.

c. Proses editing video menggunakan Adobe Premiere dan Adobe After Effects agar pengemasan footage video lebih maksimal serta untuk editing narasi menggunakan Adobe Audition.

d. Membuat Film Dokumenter sesuai deadline dan target untuk menghasilkan kualitas yang baik.


(43)

20

2. Studi Pustaka

yaitu pengumpulan data dari perpustakaan yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari buku literatur, majalah, artikel internet, dan informasi lainnya sebagai bahan tinjauan literatur yang berkaitan dengan penelitian Film Dokumenter ini seperti yang dijelaskan pada landasan teori diatas.

4.4 Observasi

Dalam kerja praktek di PT. INDEX Production House, penulis telah melakukan proyek diantaranya Obsevasi di dalam menyelesaikan Film Dokumenter Sampah Visual dari PT. INDEX Production House, penulis awali dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai perusahaan maupun informasi mengenai tema, gambar dan keterangan/ tulisan serta foto. Oleh karena itu observasi ini dilakukan dengan metode kualitatif atau teknik wawancara dengan project leader PT. INDEX Production House.

1. Studi eksisting

Dalam pembuatan suatu Film Dokumenter dibutuhkan studi eksisting yang berfungsi untuk mengamati sebuah Film Dokumenter yang sebelumnya sudah ada. Obyek yang menjadi sempel studi eksisting akan dikaji, untuk mempelajari kelebihan dan kekurangan dari sempel sebelumnya. Kajian ini dilakukan terhadap beberapa Film Dokumenter yang serupa, diantaranya seperti salah satu aktivis yang bernama Reresik Sampah Visual dari Jogja pada gambar 4.1.


(44)

21

Gambar 4.1. logo Reresik Sampah Visual.

(Sumber : http://id-id.facebook.com/SampahVisual/photos/)

Reresik Sampah Visual adalah sebuah kelompok yang dibentuk oleh Sumbo Tinarbuko untuk membrantas reklame yang tidak sesuai pada tempatnya, dan Sumbo Tinarbuka membuat sebuah dokumenter dari upaya yang dikerjakan yang berjudul Sampah Visual pada gambar 4.2.

Gambar 4.2. screenshot judul Sampah Visual Dokumenter. (Sumber : Sampah Visual Dokumenter)

Dokumenter Sampah Visual merupakan Film Dokumenter yang dibuat oleh aktivis Reresik Sampah Visual dimana bapak Sumbo Tinarbuko yang menjadi ketuanya. Film Dokumenter ini menceritakan tentang ketidak peduliannya


(45)

22

pemerintah terhadap ruang publik yang berkaitan dengan iklan luar ruang dan berbasis masyarakat, Reresik Sampah Visual bergerak untuk membersihkan iklan yang tidak pada tempatnya pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. screenshot Sumbo .T dalam Sampah Visual Dokumenter. (Sumber : Sampah Visual Dokumenter)

4.5 Perancangan Karya

Perancangan karya merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan sebuah Film dengan proses dibawah ini:

1. Opening Film

Setelah melakukan observasi dan melakukan pencarian data, kemudian mengambil gambar dan membuat opening dalam Film Dokumenter Sampah Visual. Opening dibuat sebagai informasi pengantar yang bertujuan memberitahu masyarakat bahwa produksi sampah di kota Surabaya mencapai 11.000 ton per-hari pada gambar 4.4.


(46)

23

Gambar 4.4. screenshot opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Pada scene selanjutnya, memberikan informasi bahwa per-bulan Surabaya memproduksi 330.000 ton sampah dan memperlihatkan seorang pemuda yang membuang sampah di kali. Dan hal ini kurang diketahui oleh masyarakat surabaya pada gambar 4.5.

Gambar 4.5. screenshot opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Pada scene yang sama, menjelaskan produksi sampah per-tahun di Surabaya yang mencapai 4.015.000 ton sampah. Dan disebabkan oleh masyarakat itu sendiri pada gambar 4.6.


(47)

24

Gambar 4.6. screenshot opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Untuk scene judul mengambil tempat yang terkesan dramatis, lebih baiknya seperti gedung yang dalam proses dibangunan. scene ini diambil di jalan Bung Tomo, Surabaya pada gambar 4.7.

Gambar 4.7. screeshot judul Film Dokumenter Sampah Visual. (Sumber: Olahan Pribadi)

Setelah membuat opening dalam Film Dokumenter Sampah Visual maka dilanjutkan dengan pemmembuatan isi dari Film. Isi dalam Film Dokumenter ini memberikan informasi bahwa yang dilakukan oleh sekelompak masyarakat dan calon legislatif ini adalah salah, maka visual yang akan ditampilkan dalam Film Dokumenter Sampah Visual akan memperlihatkan beberapa peraturan


(48)

25

daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan pajak reklame pada gambar 4.8.

Gambar 4.8. screenshot peraturan daerah kota Surabaya. (Sumber: Olahan Pribadi)

Kemudian, diambil beberapa isi dari peraturan daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan pajak reklame, yang ada pada BAB III pasal 12 tentang penyelenggaraan reklame harus sesuai dengan ketertiban, keamanan pada gambar 4.9.

Gambar 4.9. screenshot BAB III tentang penyelenggaraan reklame (Sumber: Olahan Pribadi)

Dan pada pasal 23 menjelaskan bahwa penempatan reklame harus sesuai dengan peraturan yang sudah ditulis pada gambar 4.10. tetapi masih ada yang melanggar peraturan ini dan menyebabkan ketidak-nyamanan dalam kota.


(49)

26

Gambar 4.10. screenshot pasal 23 isi dari BAB III. (Sumber: Olahan Pribadi)

Pada pasal 24 memperjelas peraturan BAB III tentang penyelenggaraan reklame. Dimana reklame tidak boleh ditempatkan di fasilitas umum dan reklame harus bersifat jangka pendek dan bahan reklame tidak boleh terbuat dari plastik polimer pada gambar 4.11.

Gambar 4.11. screenshot pasal 24 isi dari BAB III. (Sumber: Olahan Pribadi)

Serta pada pasal 25 menjelaskan pemasangan reklame jenis baliho harus memenuhi peraturan yang sudah ditulis. Dan reklame yang dipromosikan hanya suatu kegiatan atau event yg bersifat insidentil pada gambar 4.12.


(50)

27

Gambar 4.12. screenshot pasal 25 isi dari BAB III. (Sumber: Olahan Pribadi)

2. Warna

Penggunaan warna sangat penting untuk menampilkan suasana dan emosi dari suatu Film. Ketika Film dalam proses editing dan komposisi dari masing-masing video telah diatur, maka proses selanjutnya adalah mewarnai video seperti pada gambar 4.13.

Gambar 4.13 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Olahan Pribadi)

Pewarnaan dilakukan di Adobe After Effects dan menggunakan effect looks dari plugin Red Giant dengan nama Magic Bullet. Dalam scene mengatur


(51)

28

saturation, diffusion, dan contrast agar hasil warna yang didapat lebih sesuai dengan konsep seperti pada gambar 4.14.

Gambar 4.14 screenshot pewarnaan opening Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Untuk scene judul, memakai warna yang terkesan dramatis dan menggunakan effects light leaks agar perpindahan transisi dari satu scene ke dalam scene Film lebih berkesan.

Gambar 4.15 screenshot pewarnaan opening Film (Sumber: Olahan Pribadi)

Dan dalam pewarnaan ini editor harus peka dalam mengatur lift-gamma-gain, saturation, dan auto shoulder agar hasil warna yang didapat sesuai dengan konsep seperti pada gambar 4.15.


(52)

29

3. Konsep

Dalam konsep Film Dokumenter ini bertema sampah dan mengangkat realita yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan calon legislatif yang berada di Indonesia, salah satunya di kota Surabaya. Mereka seharusnya mengetahui peraturan yang sudah ada, tetapi mereka melanggarnya dan hal itu membuat suasana kota menjadi tidak harmonis.

Implementasi karya dari Film Dokumenter Sampah Visual ini mempunyai tahap-tahap pembuatan ilustrasi artwork seperti berikut ini:

a. Tampilan pertama dari Film Dokumenter ini diawali dengan opening kota Surabaya, kmemudian dilanjutkan dengan ilustrasi seorang pemuda yang membuang sampah di sungai. Berlanjut dengan tampilan judul, menggunakan background bangunan yang sedang dibangun yang terkesan dramatis.

b. Kemudian masuk dalam isi Film yang menceritakan keadaan kota Surabaya. kebanyakan reklame yang ada, penempatannya tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Para sekelompok masyarakat ini memasang reklame mereka demi memasarkan salah satu dari produk mereka bahkan ada yang memasang untuk mengunggulkan nama perusahaan mereka seperti pada gambar 4.16. Reklame–reklame ini semakin banyak bermuculan dan makin tidak teratur ketika musim pemilu tiba.


(53)

30

Gambar 4.16 screenshot reklame yang tidak sesuai pada tempatnya (Sumber: Olahan Pribadi)

c. Tindakan yang dilakukan oleh mereka ini sangat merugikan, karena fasilitas milik publik diambil oleh sekelompok masyarakat dan para calon legislatif . Terlebih reklame yang ditempatkan ditempat yang tidak sesuai pada letaknya akan menggangu padangan mata karena seringnya dilihat dan dapat menggagu keselamatan seperti pada gambar 4.17.

Gambar 4.17 screenshot bendera partai dalam Film. (Sumber: Olahan Pribadi)

Calon legislatif ini memasang reklame sesuka mereka, reklame calon legislatif ini banyak ditempelkan di tiang penerangan jalan dan di perkampungan. lokasi ini berada di perkampungan seperti pada gambar 4.18.


(54)

31

Gambar 4.18 screenshot reklame jenis melekat. (Sumber: Olahan Pribadi)

Selanjutnya memperlihatkan reklame calon legislatif yang ditempelkan di BTS. Tindakan seperti ini sangat menyalahi aturan yang sudah ditulis, tetapi para calon legislatif ini tetap melanggarnya seperti pada gambar 4.19.

Gambar 4.19 screenshot reklame yang melekat di tower. (Sumber: Olahan Pribadi)

Serta memperlihatkan reklame yang ditancapkan di trotoar. Dimana peraturan ini sudah jelas tertulis pada peraturan penyelenggaraan reklame di kota Surabaya seperti pada gambar 4.20.


(55)

32

Gambar 4.20 screenshot reklame yang ditencapkan di trotoar. (Sumber: Olahan Pribadi)

Dan memperlihatkan reklame yang ditancapkan di pembatas jalan Ngagel Raya Surabaya. Tindakan seperti ini sangat menyalahi aturan yang sudah ditulis, tetapi para calon legislatif ini tetap melanggarnya pada gambar 4.21.

Gambar 4.21 screenshot penempatan reklame yang tidak sesuai. (Sumber: Olahan Pribadi)

Selanjutnya memperlihatkan para calon legislatif yang ingin dikenal ramah oleh masyarakat. Salah satu cara agar dikenal masyarakat adalah berbaur dengan mereka bukan tiba-tiba memasang reklame yang bergambarkan wajah mereka, hal ini akan membuat masyarakat bertanya-tanya siapakah orang yang ada pada gambar direklame itu pada gambar 4.22.


(56)

33

Gambar 4.22 screenshot para calon legislatif.

Gambar 4.23 screenshot reklame para calon legislatif. (Sumber: Olahan Pribadi)

Dan scene terakhir memperlihatkan berbagai jenis reklame menjadi satu yang ditempel dan ditancapkan disuatu tempat. Tindakan seperti ini sangat menyalahi aturan yang sudah ditulis, tetapi para calon legislatif ini tetap melanggarnya pada gambar 4.23.


(57)

34

4.6 Credit title

Credit title penutup dibuat berdasarkan nama mahasiswa yang melakukan kerja di PT. INDEX Production House. Kemudian kami dijadikan satu team oleh owner PT. INDEX Production House untuk mengerjakan Film Dokumenter yang bertema sampah, kemudian team ditugaskan untuk membuat credit title opening sendiri dan team memilih nama Kayangan STUDIO pada gambar 4.24.

Gambar 4.24 screenshot credit title opening Kayangan STUDIO. (Sumber: Olahan Pribadi)

Berikut credit title penutup dengan nama mahasiswa yang melakukan kerja praktek di PT. INDEX Production House. serta devisi yang mereka kerjakan dalam membuat Film Dokumenter Sampah Visual.

Jody Rahwoyo bertugas dalam pra-produksi untuk menulis sekenario, naskah, narasi dari Film Dokumenter Sampah Visual dan meninjau lokasi. Riset dikerjakan bersama oleh team, riset ini diawali melalui wawancara kepada masyarakat umum tentang bagaimana pendapat masyarakat terhadap reklame yang tidak sesuai pada tempatnya, dan dilanjutkan dengan membaca peraturan daerah kota Surabaya nomor 8 tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan pajak reklame. PT. INDEX Production House memberikan referensi tambahan


(58)

35

dalam hal pembuatan narasi, sekenario, naskah dan cerita. Credit title pada gambar 4.25.

Gambar 4.25 screenshot credit title Jody Rahwoyo. (Sumber: Olahan Pribadi)

Wahyu Dwi Putera bertugas dalam produksi. Bertanggung jawab dalam pengambilan gambar di Film Dokumenter Sampah Visual. Credit title pada gambar 4.26.

Gambar 4.26 screenshot credit title Wahyu Dwi Putera. (Sumber: Olahan Pribadi)

Pengambilan gambar dilakukan dibeberapa lokasi yang telah ditinjau. pengambilan gambar dibantu oleh team, sehingga hasil yang didapat lebih maksilmal dan menghasilkan footage yang lebih, agar proses editing lebih


(59)

36

maksimal. Pengambilan gambar lebih mengutamakan kejadian masyarakat yang sedang berkampanye pada gambar 4.27.

Gambar 4.27 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Olahan Pribadi)

Kejadian ini lebih diutamakan karena, kegiatan seperti ini tidak bisa diseting oleh team dan kesan yang didapat dari pengambilan gambar ini lebih natural. Footage ini menjelaskan ketika musim pemilu tiba, dimana para calon legislatif memulai penempatan reklame sesuai dengan kemauan mereka pada gambar 4.28.

Gambar 4.28 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Olahan Pribadi)

PT. INDEX Production House memberikan referensi tambahan dalam hal pengambilan gambar yang tenang. Semua materi yang diberikan oleh PT. INDEX Production House ialah, agar Film Dokumenter ini tidak terlihat seperti Film amatir.


(60)

37

Syaffrudin Faisal bertugas dalam pasca produksi, untuk mengemas sound agar lebih harmonis dan tidak saling mengganggu agar terdengar jelas. Sound dalam Film Dokumenter Sampah Visual ini dibuat agar audiens lebih nyaman dan terbawa dalam Film, dan terlebih agar audiens tidak bosan dalam menonton Film Dokumenter Sampah Visual ini. Credit title pada gambar 4.29.

Gambar 4.29 screenshot credit title Syaffrudin Faisal. (Sumber: Olahan Pribadi)

PT. INDEX Production House memberikan referensi tambahan dalam hal sound agar lebih mudah dinikmati oleh audiens. Serta memberikan saran bagaimana sound bisa terdengar lebih enak di telinga.

Dony Dwi Leksana bertugas dalam pasca produksi, yang mengabung-gabungkan footage yang telah diambil oleh team produksi. Credit title pada gambar 4.30.


(61)

38

Gambar 4.30 screenshot credit title Dony Dwi Leksana. (Sumber: Olahan Pribadi)

Proses penggabungan footage ini dilakukan sesuai narasi yang telah ditulis oleh team pra-produksi, pewarnaan dalam Film Dokumenter Sampah Visual dibuat semenarik mungkin. Pewarnaan untuk opening dibuat dengan kesan cinematic agar lebih masuk ke dalam suasana Film Dokumenter Sampah Visual, dan untuk pewarnaan isi Film Dokumenter Sampah Visual dibuat senatural mungkin agar suasana kota yang sebenarnya tidak hilang. PT. INDEX Production House memberi referensi tambahan dalam hal pewarnaan Film agar Film Dokumenter tidak menjadi Film yang membosankan.


(62)

39

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan implementasi karya yang dijelaskan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan yaitu :

1. Dalam membuat suatu Film Dokumenter, dibutuhkan langkah-langkah yang terstruktur mulai dari konsep, sekenario, naskah dan narasi harus benar–benar tersusun.

2. Dalam proses produksi dan pasca produksi harus mengikuti konsep, sekenario, naskah dan narasi yang sudah dicatat sehingga membutuhkan ketelitian dan kesabaran karena memakan waktu yang cukup lama.

3. Pembuatan Film Dokumenter Sampah Visual membutuhkan kerjasama dari masing-masing kru, mulai dari pra-produksi, produksi dan pasca produksi.

5.2 Saran

Adapun saran yang disampaikan berkaitan dengan penulisan Laporan Kerja Praktek ini sebagai berikut :

1. Dalam pembuatan Film Dokumenter ini, penulis tidak merasa apa yang telah dibuat sudah seratus persen benar, penulis masih memerlukan kritik dan saran dari siapa saja, atas hasil yang sudah dicapai dalam proses ini.

2. Relasi antara perusahaan dan pribadi harus dijalin dengan baik, guna melancarkan segala urusan yang ada dilingkup kerja.


(63)

40

DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, Fred (2007). Teknik Produksi Program Televisi. Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Fachruddin, Andi (2012). DASAR – DASAR PRODUKSI TELEVISI: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing.

Jakarta: Prenada Media Groub

Komputer, Wahana (1997). Pengolahan Video dengan Adobe Premiere 4.0. Yogyakarta: Penerbit Andi

Mascelli, Joseph V (1998). The five C’s of cinematography. United States of America: American Cinematographer

Komputer, Wahana. 2010. Panduan Praktis Adobe After Effects CS4 untuk Kreasi


(1)

dalam hal pembuatan narasi, sekenario, naskah dan cerita. Credit title pada gambar 4.25.

Gambar 4.25 screenshot credit title Jody Rahwoyo. (Sumber: Olahan Pribadi)

Wahyu Dwi Putera bertugas dalam produksi. Bertanggung jawab dalam pengambilan gambar di Film Dokumenter Sampah Visual. Credit title pada gambar 4.26.

Gambar 4.26 screenshot credit title Wahyu Dwi Putera. (Sumber: Olahan Pribadi)

Pengambilan gambar dilakukan dibeberapa lokasi yang telah ditinjau. pengambilan gambar dibantu oleh team, sehingga hasil yang didapat lebih maksilmal dan menghasilkan footage yang lebih, agar proses editing lebih


(2)

36

maksimal. Pengambilan gambar lebih mengutamakan kejadian masyarakat yang sedang berkampanye pada gambar 4.27.

Gambar 4.27 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Olahan Pribadi)

Kejadian ini lebih diutamakan karena, kegiatan seperti ini tidak bisa diseting oleh team dan kesan yang didapat dari pengambilan gambar ini lebih natural. Footage ini menjelaskan ketika musim pemilu tiba, dimana para calon legislatif memulai penempatan reklame sesuai dengan kemauan mereka pada gambar 4.28.

Gambar 4.28 screenshot masyarakat yang sedang berkampanye. (Sumber: Olahan Pribadi)

PT. INDEX Production House memberikan referensi tambahan dalam hal pengambilan gambar yang tenang. Semua materi yang diberikan oleh PT. INDEX Production House ialah, agar Film Dokumenter ini tidak terlihat seperti Film amatir.


(3)

Syaffrudin Faisal bertugas dalam pasca produksi, untuk mengemas sound agar lebih harmonis dan tidak saling mengganggu agar terdengar jelas. Sound dalam Film Dokumenter Sampah Visual ini dibuat agar audiens lebih nyaman dan terbawa dalam Film, dan terlebih agar audiens tidak bosan dalam menonton Film Dokumenter Sampah Visual ini. Credit title pada gambar 4.29.

Gambar 4.29 screenshot credit title Syaffrudin Faisal. (Sumber: Olahan Pribadi)

PT. INDEX Production House memberikan referensi tambahan dalam hal sound agar lebih mudah dinikmati oleh audiens. Serta memberikan saran bagaimana sound bisa terdengar lebih enak di telinga.

Dony Dwi Leksana bertugas dalam pasca produksi, yang mengabung-gabungkan footage yang telah diambil oleh team produksi. Credit title pada gambar 4.30.


(4)

38

Gambar 4.30 screenshot credit title Dony Dwi Leksana. (Sumber: Olahan Pribadi)

Proses penggabungan footage ini dilakukan sesuai narasi yang telah ditulis oleh team pra-produksi, pewarnaan dalam Film Dokumenter Sampah Visual dibuat semenarik mungkin. Pewarnaan untuk opening dibuat dengan kesan cinematic agar lebih masuk ke dalam suasana Film Dokumenter Sampah Visual, dan untuk pewarnaan isi Film Dokumenter Sampah Visual dibuat senatural mungkin agar suasana kota yang sebenarnya tidak hilang. PT. INDEX Production House memberi referensi tambahan dalam hal pewarnaan Film agar Film Dokumenter tidak menjadi Film yang membosankan.


(5)

39

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan implementasi karya yang dijelaskan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan yaitu :

1. Dalam membuat suatu Film Dokumenter, dibutuhkan langkah-langkah yang terstruktur mulai dari konsep, sekenario, naskah dan narasi harus benar–benar tersusun.

2. Dalam proses produksi dan pasca produksi harus mengikuti konsep, sekenario, naskah dan narasi yang sudah dicatat sehingga membutuhkan ketelitian dan kesabaran karena memakan waktu yang cukup lama.

3. Pembuatan Film Dokumenter Sampah Visual membutuhkan kerjasama dari masing-masing kru, mulai dari pra-produksi, produksi dan pasca produksi.

5.2 Saran

Adapun saran yang disampaikan berkaitan dengan penulisan Laporan Kerja Praktek ini sebagai berikut :

1. Dalam pembuatan Film Dokumenter ini, penulis tidak merasa apa yang telah dibuat sudah seratus persen benar, penulis masih memerlukan kritik dan saran dari siapa saja, atas hasil yang sudah dicapai dalam proses ini.

2. Relasi antara perusahaan dan pribadi harus dijalin dengan baik, guna melancarkan segala urusan yang ada dilingkup kerja.


(6)

40

DAFTAR PUSTAKA

Wibowo, Fred (2007). Teknik Produksi Program Televisi. Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Fachruddin, Andi (2012). DASAR – DASAR PRODUKSI TELEVISI: Produksi Berita, Feature, Laporan Investigasi, Dokumenter, dan Teknik Editing. Jakarta: Prenada Media Groub

Komputer, Wahana (1997). Pengolahan Video dengan Adobe Premiere 4.0. Yogyakarta: Penerbit Andi

Mascelli, Joseph V (1998). The five C’s of cinematography. United States of America: American Cinematographer

Komputer, Wahana. 2010. Panduan Praktis Adobe After Effects CS4 untuk Kreasi Efek Video.Yogyakarta: Penerbit Andi