SIMULASI CFD ALIRAN BUBBLE AIR-UDARA SEARAH PADA PIPA HORISONTAL

(1)

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Derajat Sarjana Strata-1 Untuk Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Roy Mukhlis Irawan

20120130124

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

iii Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Roy Mukhlis Irawan NIM : 20120130124

Program studi : Teknik Mesin Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi

Judul Karya : Simulasi CFD Aliran Bubble Air-Udara Searah Pada Pipa Horisontal

Menyatakan dengan benar dan tanpa paksaan bahwa:

1. Karya ini adalah asli hasil karya saya sendiri dengan arahan dan bimbingan dosen pembimbing.

2. Karya ini tidak memuat hasil karya orang lain kecuali acuan atau kutipan yang telah disebutkan sumbernya.

3. Karya ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik (sarjana, magister dan/doktor) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atau institusi lainnya.

4. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui memberikan hak kepada dosen pembimbing dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk menyimpan, menggunakan dan mengelola karya ini dan perangkat lainnya (jika ada) serta mempublikasikannya dalam bentuk lain baik itu semua maupun sebagian dengan tetap mencantumkan nama saya.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang menyatakan


(3)

iv

If you fall a thousand times, stand up millions of time because yo

do not know how

close you are to success”

“jika kamu jatuh ribuan kali, berdirilah jutaan kali karena kamu tidak tahu seberapa dekat kamu dengan kesuksesan”

(Roy M.I)

“Jalani hidup dengan senyuman pasti banyak kebaikan menghampirimu”

(Roy M.I)

“Cintailah apapun yang kamu kerjakan supaya semua itu menjadi anugrah

yang membuatmu bahagia”

(Roy M.I)

“hidup seperti pohon kayu yang lebat buahnya: hidup di tepi jalan dan dilempari batu, tetapi dibalas dengan buah.”


(4)

v

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang-orang yang kusayangi. Buat Ibu dan bapak kupersembahkan karya kecil ini kepadamu sebagai ucapan terimakasihku karena kasih sayang kalian dan selalu mendoakanku yang membuat aku bisa kuat dan semangat dalam menyelesaikan studi disini, semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu dan bapak bahagia karena ku sadar, selama ini belum bisa berbuat yang lebih.

Terimakasih ibu ... terima kasih bapak...

Buat adiku Reky Arya Andriansyah tiada yang paling mengharukan saat kumpul bersama walau sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang tak akan bisa tergantikan. Hanya karya kecil ini yang bisa kupersembahkan. Maaf belum bisa menjadi panutan seutuhnya buat adik tapi kakak berusaha menjadi kakak yang baik buatmu.

Buat kekasihku tercinta Liya Susanti sebagai tanda cintaku, Roy persembahkan karya kecil ini buat mu. Terima kasih atas kasih sayang dan

kesabaranmu yang telah memberikanku semangat dan inspirasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini, semoga engkau jodoh terbaikku buat masa depan.

Terimakasih sayang...

Buat sahabat-sahabatku Duwi Tri, Septian, Anton, Muji, Reza, Aji, Ruri dan semuanya terimakasih kalian telah menjadi orang-orang terdekatku tak akan kulupakan semua yang telah kita lalui bersama, kumpul bareng, jail bareng, keluar bareng semoga keakraban kita tak akan pernah tergores buat temen-temen seangkatan teknik mesin 2012 semoga kita selalu ingat perjuangan kita bersama. Terima kasih sahabat, kalian yang terbaik...


(5)

vi

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... xv

1. BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 4

2.1. Tinjauan Pustaka ... 4

2.2. Dasar Teori... 8

2.2.1 Pola Aliran ... 8

2.2.2 Aliran laminar ... 10

2.2.3 Aliran turbulen ... 10

2.2.4 Aliran Bubble ... 13

2.3 Computation Fluid Dynamics (CFD) ... 13

2.3.1 Penggunaan CFD ... 14

2.3.2 Proses Simulasi CFD ... 14

2.4 FLUENT ... 15

2.4.1 Struktur Program ... 17


(6)

vii

2.5.2 Persamaan Kekekalan Momentum ... 23

2.6 General ... 27

2.6.1 Solver ... 27

2.7 Permodelan K-epsilon ... 27

2.7.1 Standart ... 27

2.7.2 Renormalization-Group (RNG) ... 28

2.7.3 Realizable ... 28

2.8 Solution Methods ... 29

2.8.1 Scheme ... 29

2.8.2 Gradient ... 29

2.8.3 Pressure ... 30

2.8.4 Momentum... 30

2.9 Solution Initialization ... 31

2.9.1 Initialization Methods ... 31

3 BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1.Alat Penelitian ... 32

3.1.1. Prosedur Penggunaan Software... 32

3.2.Diagram Alir ... 33

3.3.Proses simulasi CFD ... 34

3.3.1. Pre-Processing ... 34

3.3.2. Solver ... 36

3.3.3. Post-Processing ... 42

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Hasil dan Analisa ... 45

4.1.1. Variasi JG terhadap JL 6 m/s pada waktu 0,1 detik ... 45


(7)

viii

4.3.Perbandingan JG terhadap JL pada waktu yang sama ... 52

4.4.Pengaruh waktu terhadap JL dan JG ... 54

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

5.1.Kesimpulan ... 55

5.2.Saran ... 56

6. DAFTAR PUSTAKA ... 57 7. LAMPIRAN


(8)

ix

Gambar 2.2. kontur penampang distribusi fraksi hampa ... 5

Gambar 2.3. visualisasi pola aliran ... 7

Gambar 2.4. pola aliran disekitar katup ... 7

Gambar 2.5. fenomena gradien tekanan ... 8

Gambar 2.8. Peta Pola Aliran ... 12

Gambar 2.9. struktur komponen... 18

Gambar 2.10. Massa mengalir ... 22

Gambar 2.11. Tegangan Pada Tiga Bidang Elemen Fluida ... 26

Gambar 2.12. Tegangan Dalam Arah x ... 25

Gambar 3.1. Diagram Alir Simulasi CFD Menggunakan Ansys Fluent 15.0 .. 33

Gambar 3.2. Pipa (Tampak Depan) ... 34

Gambar 3.3. Pipa (Tampak Samping) ... 35

Gambar 3.4. Proses Name Selection ... 36

Gambar 3.5. Hasil Meshing (Outlet) ... 36

Gambar 3.6. Hasil Meshing (Tampak Samping) ... 36

Gambar 3.7. General ... 37

Gambar 3.8. Models ... 37

Gambar 3.9. Materials ... 38

Gambar 3.10. Cell Zone Conditions ... 38

Gambar 3.11. Boundary Conditions ... 39


(9)

x

Gambar 3.16 Graphic and animation ... 41

Gambar 3.17. Menu Plane ... 42

Gambar 3.18. Plane ... 42

Gambar 3.19 Menu contour ... 43

Gambar 3.20 Contour ... 43

Gambar 3.21 Timestep ... 44

Gambar 3.22 Animation ... 44

Gambar 4.1 Pola bubble JL 6 dan empat variasi JG pada 0,1 detik ... 46

Gambar 4.2 Pola aliran bubble JL 7 m/s dan empat JG pada waktu 0.1 detik ... 47

Gambar 4.3 Pola aliran bubble JL 8 m/s dan empat JG pada waktu 0.1 detik ... 48

Gambar 4.4 Pola aliran bubble JL 9 m/s dan empat JG pada waktu 0.1 detik ... 49

Gambar 4.5 Perbandingan 4 variasi JL dan 1 variasi JG pada waktu 0,1 detik 50 Gambar 4.7 Perbandingan 4 variasi JG dan 1 variasi JL pada waktu 0,2 detik . 51 Gambar 4.8 Perbandingan tiga pengambilan waktu terhadap JL dan JG ... 52


(10)

xi

Lampiran 1. Tampak depan (udara) dari sumbu (z = 50 cm) ... 76

Lampiran 2. Geometry ... 79

Lampiran 3. Meshing ... 80


(11)

xii

A : Luas penampang diameter dalam D : Diameter pipa

L : Panjang pipa

JG : Kecepatan superfisial gas

JL : Kecepatan superfisial cairan Q : Debit

Re : Bilangan reynold

V : Kecepatan fluida

µ : Viskositas dinamik fluida ρ : Massa jenis fluida


(12)

(13)

vi

Kedua fase yang berbeda menjadi kombinasi dari cair-cair, gas-padat, padat-cair atau gas-padat-cair yang bergerak bersama dalam sebuah aliran. Jika dilihat dari arah aliran, aliran dua fase dapat dibedakan menjadi dua yaitu aliran searah dan aliran berlawanan arah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola aliran yang terjadi pada suatu aliran didalam pipa, terutama untuk meneliti aliran bubble yang terjadi pada aliran searah pada pipa horizontal.

Penelitian ini dilakukan menggunakan software CFD Fluent 15.0 dengan kecepatan superfisial air adalah 6 m/s, 7 m/s, 8 m/s, 9 m/s dan kecepatan superfisial udara adalah 0,8 m/s, 1 m/s, 2m/s. Pipa yang digunakan adalah pipa acrylic flexyglass dengan diameter dalam 19 mm, diameter luar 25,4 mm dan panjang 1000 mm.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa besar kecepatan superfisial air dan kecepatan superfisial udara yang membentuk pola aliran bubble adalah JL 6 m/s dan JG 1 m/s membentuk gelembung kecil dengan jumlah banyak,

JL 7 dan JG 0.8 m/s membentuk gelembung kecil dengan kemunculan

fenomena annular, JL 8 m/s dan JG 2 gelembung membentuk aliran annular,

serta dengan JL 9 m/s dan JG 1 membentuk gelembung berukuran sedang dan

besar. Aliran bubble terjadi karena semakin besar kecepatan superfisial air dan udaranya maka gelembung yang terbentuk akan semakin panjang, dan jika kecepatan superfisial air dan udara kecil maka gelembung yang terbentuk akan berukuran kecil dan lebih banyak.


(14)

vii

have different combination of liquid which move together in flow. Based on the direction of the flow, two-phase can be differentiated into unidirectional flow and counter-flow. This study aims to discover the pattern that occursin a flow in the pipe particullarly to study the bubble flow that occurs in unidirectional flow in horizontal pipe.

This study was conducted using CDF software Fluent 15.0 with the water superficial speed was 6 m/s, 7 m/s, 8 m/s, 9 m/s and the air superficial strength was 0,5 m/s, 1m/s, 1,5 m/s, 2 m/s. The pipe used was acrylic flexy glass pipe in which its inner diameter was 19 mm and the outer diameter was 25,4 mm and the length was 1000 mm.

The result of the study showed that speed of superficial water and superficial air which formed bubble flow pattern was JL 6 m/s and JG 0,5 m/s numerous small

bubbles, JL 7 m/s and JG 1 m/s former small bubbles and with the apppearance of

elongated bubbles, JL 8 m/s and JG 1,5 m/s bubbles forming bubbles flow with the

length and the number of round bubbles, JL 9 m/s and JG 2 formed bubble which had

madium and big size as well with the increased flow rate. Bubble flow toke place because the bigger water superficial speed and its air then the bubbles formed were longer, and if the speed of superficial water and air where small, then the bubble formed would be smaller and larger.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aliran multi-fase adalah aliran simultan beberapa fase yang memungkinkan gas, cair atau padat. Aliran dua fase adalah kasus paling sederhana dari aliran multifase. Kedua fase yang berbeda menjadi kombinasi dari cair-cair, gas-padat, padat-cair atau gas-cair yang bergerak bersama dalam sebuah aliran. Selain dilihat dari wujud fasenya, aliran dua fase juga dibedakan berdasarkan arah aliran dan posisi saluran. Jika dilihat dari arah aliran, aliran dua fase daapat dibedakan menjadi dua yaitu aliran searah dan aliran berlawanan arah. Sedangkan jika dilihat dari posisi saluran, maka aliran dua fase dapat dibedakan menjadi aliran pada saluran horizontal, aliran pada saluran vertikal dan aliran pada saluran miring. Kompleksitas dalam aliran dua fase terutama disebabkan oleh pencampuran secara turbulen dua fase, sifat kompresibel alami fase gas dan juga dapat dikaitkan dengan faktor-faktor lain seperti laju aliran massa masing-masing fase, termofisik fluida, geometri saluran dan posisi saluran.

Pola aliran dua fase cair-udara pada pipa horizontal paling banyak ditemukan pada pola aliran bubble, aliran stratified, aliran stratified wavy, aliran slug, dan aliran annular. (Barlian, 2013)

Computation Fluid Dynamics (CFD) sangat cocok digunakan untuk melakukan analisa terhadap sebuah sistem yang rumit dan sulit dipecahkan dengan perhitungan manual. Dengan kelebihannya CFD sering digunakan untuk melakukan analisa terhadap suatu pola sebuah sistem. Adapun software CFD yang sering digunakan adalah Solid flow Fluent, CFX, Polyflow, dan lainnya.


(16)

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap suatu aliran fluida dengan pendinginan searah pada pipa horizontal menggunakan software CFD

Ansys Fluent 15.0 untuk memprediksi pola aliran yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Berapa besar kecepatan superfisial air dan kecepatan superfisial udara sehingga terjadi aliran bubble?

2. Bagaimana bentuk pola aliran bubble pada pipa horizontal dengan menggunakan CFD?

1.3 Batasan masalah

Adapun batasan masalah penelitian diantaranya: 1. Simulasi pola aliran pada aliran bubble. 2. Software yang digunakan Ansys Fluent 15.0.

3. Permodelan dilakukan dengan kondisi Transient karena dapat berubah terhadap waktu.

4. Fluida kerjanya adalah air-udara dalam arah horizontal, aliran searah dengan menggunakan pipa acrylic flexyglass dengan panjang pipa 1000 mm, diameter dalam pipa 19 mm diameter luar 25.4 mm.

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui besar kecepatan superfisial air dan besar kecepatan superfisial udara sehingga terjadi aliran bubble.

2. Mengetahui bentuk pola aliran bubble pada pipa horizontal dengan menggunakan CFD.


(17)

1.5 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi agar dapat mensimulasikan sebuah aliran fluida dengan menggunakan CFD. Dan sebagai falidasi pembanding dari hasil penelitian pengukuran laju aliran dua fase pada pipa horizontal.


(18)

4 2.1. Tinjauan Pustaka

Ekambara dkk (2008) melakukan penelitian tentang simulasi CFD aliran gelembung dua fase pada pipa horizontal. Hasil penelitian yang dilakukan yaitu aliran gelembung pada pipa horizontal dengan panjang 50,3 mm dan dimodelkan menggunakan volume rata-rata persamaan aliran multifase. Dengan kecepatan superfisial bervariasi air adalah 3,5 – 5,1 m/s dan gas 0,2- 1,0 m/s, dan fraksi volume gas rata-rata bervariasi dalam kisaran 4-16 %. Hasil menunjukkan bahwa fraksi volume maksimal pada dinding pipa bagian atas, peningkatan laju aliran gas pada laju aliran dapat meningkatkan fraksi volume lokal dan aliran cendrung membentuk aliran turbulen.

a. b.

Gambar 2.1 (a) Meshing (b) Volume fraction pada pipa horizontal ( Ekambara, dkk, 2008)

Sanders dkk (2012) melakukan penelitian tentang permodelan CFD aliran gelembung air-udara pada pipa horizontal terhadap pengaruh dari gelembung menyatu dan terpisah. Dengan hasil penelitian yaitu dengan menggunakan program CFD kode CFX 5.7 untuk menggambarkan evolusi temperal dan spasial populasi gas gelembung. Kecepatan aliran dibandingkan terhadap data eksperimen


(19)

dalam pipa horizontal, dengan kecepatan superfisial gas 0,25- 1,34 m/s dan kecepatan superfisial air 3,74-5,1 m/s, dan Volume fraksi rata-rata 4-21. Variasi lokal diprediksi berada dalam perbandingan yang baik dengan hasil pengukuran eksperimen.

Saidi. M (2009) melakukan penelitian tentang simulasi CFD aliran gelembung dua fase pipa horizontal. Hasil penelitian yang dilakukan yaitu dengan menggunakan pipa horizontal dalam diameter 38,1 mm dan panjang 2.000 mm dimodelkan menggunakan FLUENT dalam program CFD dengan kecepatan superfisial liquid bervariasi pada 1,56 m/s dan kecepatan superfisial gas bervariasi dalam kisaran 0,15-0,8 m/s. Fraksi volume gas rata-rata bervariasi dalam kisaran 4% sampai 16%. Data eksperimen yang diperoleh menggunakan k-epsilon ukuran gelembung yang terjadi konstan sebesar 1 mm, dengan meningkatnya kecepatan superfisial udara adalah bahwa ia cenderung membentuk aliran pipa turbulen sepenuhnya.

Sherman dkk (2011) melakukan penelitian tentang prediksi distribusi gelembung pada pipa horizontal hasil penelitian yang telah dilakukan ialah dalam penelitian ini distribusi fase internal aliran gelembung air-udara pada pipa horizontal dengan diameter pipa bagian dalam 50,3 mm telah di prediksi menggunakan model keseimbangan populasi. Distribusi radial diprediksi fraksi lokal gas hampa, kecepatan aliran dan konsentrasi antarmuka telah divalidasi terhadap data percobaan hasil numerik menunjukkan bahwa fraksi kekosongan gas dan konsentrasi luas antarmuka memiliki struktur internal yang unik dengan puncak maksimum yang berlaku dekat dinding atas pipa karena efek daya apung.

Gambar 2.2 Kontur penampang distibusi fraksi hampa waktu rata-rata di L/D=253 ( Sherman dkk, 2012)


(20)

Arnandi dkk (2010) melakukan sebuah penelitian tentang studi eksperimental koefisien perpindahan kalor aliran gelembung udara-air searah dalam pipa koil helik horizontal. Adapun hasil penelitiannya yaitu dengan menggunakan pipa koil yang terbuat dari pipa tembaga berdiameter dalam 7,02 mm, dengan panjang 1700 mm, diameter coil 150 mm, jarak koil 30 dan 50 mm. Kecepatan superfisial air divariasi 0,302 m/s dan 0,388 m/s, dan kecepatan superfisial udara 0-0,0694 m/s. Laju aliran masa air panas dipertahankan konstan pada 0,05 kg/s dan temperatur masuk 40 °C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien perpindahan kalor naik dengan bertambahnya kecepatan superfisial air dan udara dan turun dengan bertambahnya jarak koil.

Putro (2007) melakukan penelitian penelitian tentang pengembangan korelasi perpindahan kalor aliran gelembung air-udara berlawanan arah dalam pipa yang dipanaskan. Hasil penelitian yang dilakukan dengan mengalirkan air dari atas dan udara dari bawah dalam bentuk aliran gelembung. Seksi uji terdiri atas pipa tembaga dengan D1 24 mm panjang 800 mm dililit dengan elemen

pemanas listrik sepanjang pipa. Ujung atas dan bawah pipa tembaga disambung dengan pipa transparan untuk mengetahui pola aliran yang terjadi. Dinding dipasang termokopel pada lima titik sepanjang pipa tembaga, sedangkan termokopel pada sumbu pipa di ujung titik sepanjang pipa tembaga, dengan menggunakan korelasi empiris berlaku pada kondisi gas (x) 0,000058 sampai 0,000116, dan fraksi hampa 0,0462 sampai 0,1021, serta fluk kalor listrik 1627,189 W/m2 sampai 11398,62 W/m2.

Korawan (2015) melakukan penelitian tentang pola aliran dua fase air-udara pada pipa horizontal dengan variasi kecepatan superfisial air. Hasil penelitian yang dilakukan yaitu pola aliran yang teramati adalah bubble flow, slug flow dan stratified flow. Semakin besar nilai Usl mengakibatkan semakin panjang

bubble region yang terjadi. Dan semakin besar nilai Usl mengakibatkan terjadinya pergeseran perubahan pola aliran dimana pada Usl rendah terjadi perubahan

bubble flow menjadi stratified dan Usl tinggi terjadi perubahan dari bubble flow


(21)

Gambar 2.3 Visualisasi pola aliran pada kecepatan Usl = 0,55 m/l ( Korawan, 2015)

Rahman dkk (2012) melakukan penelitian tentang simulasi karakteristik

bubble sebagai indikasi awal terjadinya fenomena kavitasi dengan menggunakan sinyal vibrasi pada pompa sentrifugal dengan menggunakan CFD. Dari hasil simulasi diketahui tekanan pada daerah impeller meningkat dari eye impeller ke daerah sisi keluar aliran fluida pada impeller dan semakin kecil bukaan katup pada pipa masuk maka tekanan pada daerah impeller semakin menurun karena kecepatan aliran fluida yang meningkat, tekanan menurun.

Gambar 2.4 Pola aliran disekitar katup pada bukaan katup 25 % (a) tampak samping (b) tampak atas ( Rahman, 2012)

Tzotzi (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh properti pada pola aliran gas-cair dua fasa pada pipa horizontal dan pipa bawah. Adapun hasil penelitian menunjukkan penurunan tegangan permukaan dari 72 mN/m (air) ke 35 mN/m (dengan menggunakan butanol) hasil penurunan gas dari tingkat yang lebih besar diperlukan untuk terjadinya ganguan pertama untuk tingkat cairan yang sama.


(22)

Sadatomi dkk (2010) melakukan pengujian tentang pengaruh tegangan dua fasa gas-cair pada pipa horizontal berdiameter kecil. Adapun hasil pengujian sifat cair dan diameter pipa berpengaruh kuat pada transisi pola aliran, terutama dalam masa transisi aliran slug dan bubble. Sifat cair tidak mempengaruhi begitu banyak pada penurunan tekanan gesekan, tetapi berpengaruh kuat pada gaya gesekan antar muka � = 2 m/s.

Sukamta dkk (2010) melakukan penelitian tentang identifikasi pola aliran dua fasa Uap-Kondensat berdasarkan pengukuran beda tekanan pada pipa horizontal. Adapun hasil penelitian yang dilakukan yaitu pola aliran yang teridentifikasi pada aliran dua fasa air-uap air (kondensat) dari hasil kondensasi uap pada pipa horizontal ini meliputi pola aliran stratified, wavy, plug, pre-slug, dan slug dan dari sinyal grafik gradien tekanan berdasarkan variasi debit uap yang masuk diketahui bahwa semakin tinggi debit uap masukdengan laju air pendingin yang di anggap tetap, sinyal gradien tekanan disepanjang pipa kondensat juga semakin meningkat secara umum.

Gambar 2.5 Fenomena gradien tekanan untuk Q uap = 0,005456701 m3/s pada 2,75 m3/s (Sukamta, 2010)

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pola Aliran pada pipa horizontal

Pola aliran (flow regine) dalam aliran dua fasa mempunyai arti yang sangat penting, karena hal ini menentukan bagaimana meramalkan perilaku aliran fluida. Perilaku campuran antara cair-gas mengandung banyak hubungan yang saling terkait yang diperlukan dalam penyelesaian model analisa atau korelasi yang digunakan dalam persamaan konversi dua fase (two-phase convertation equation).


(23)

Pengkajian terhadap pola aliran dua fasa masih sangat luas cakupannya. Banyak ilmu yang masih bisa digali untuk menjelaskan fenomena pola aliran dua fasa yang beragam (slug, plug, stratified, dan bubble), baik dari sisi geometri, orientasi atau posisi pipa, maupun proses yang terjadi didalam pipa (boiling, kondensasi, campuran cair-gas, dan sebagainya). Untuk mengetahui perubahan pola aliran yang terjadi pada kondisi dan parameter tertentu.

Stratified flow Stratified wavy flow Slug flow Annular flow Dispersed bubbly flow

Gambar 2.6. Pola Aliran Gas-Cair Pada Pipa Horizontal (Guo, 2015) 1. Aliran strata licin (stratified flow), dimana permukaan bidang sentuh

liquid-gas sangat halus. Tetapi pola aliran seperti ini biasanya tidak terjadi, batas fase hampir selalu bergelombang.

2. Aliran strata gelombang (stratified wavy flow), dimana amplitude gelombang meningkat karena kenaikan kecepatan gas.

3. Aliran sumbat liquid (sluq flow), dimana amplitudo gelombang sangat besar hingga menyentuh bagian atas pipa.

4. Aliran cincin (annular flow), sama dengan pipa vertikal hanya liquid film lebih tebal didasar pipa dibandingkan dibagian atas.

5. Aliran gelembung yang tersebar (dispered bubbly flow), dimana gelembung gas cenderung untuk mengalir pada bagian atas pipa.


(24)

2.2.2. Aliran laminar

Aliran laminar adalah aliran fluida yang bergerak dengan kondisi lapisan-lapisan yang membentuk garis-garis alir dan tidak berpotongan satu sama lain. Alirannya relatief mempunyai kecepatan rendah dan fluidanya bergerak sejajar (laminae) & mempunyai batasan-batasan yang berisi aliran fluida. Aliran laminar adalah aliran fluida tanpa arus turbulent (Pusaran air). Partikel fluida mengalir atau bergerak dengan bentuk garis lurus dan sejajar. Laminar adalah ciri dari arus yang berkecepatan rendah, dan partikel sedimen dalam zona aliran berpindah dengan menggelinding (rolling) ataupun terangkat (saltation). Pada laju aliran rendah, aliran laminar tergambar sebagai filamen panjang yang mengalir sepanjang aliran. Aliran laminar mempunyai bilangan

Reynold lebih kecil dari 2300.

Gambar 2.6 Aliran Laminar

2.2.3. Aliran Turbulen

Aliran turbulen adalah aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara acak dan tidak stabil dengan kecepatan berfluktuasi yang saling interaksi. Akibat dari hal tersebut garis alir antar partikel fluidanya saling berpotongan. Turbulen mentransport partikel-partikel dengan dua cara; dengan penambahan gaya fluida dan penurunan tekanan lokal ketika pusaran turbulen bekerja padanya. Keduanya adalah penyebab terjadinya transportasi pasir sepanjang bawah permukaan. Aliran turbulen mempunyai bilangan reynold yang lebih besar dari 4000.


(25)

Gambar 2.7 Aliran Turbulen

Osborne Reynolds yang pertama kali menemukan dan mengklasifikasikan jenis aliran pada fluida. Untuk menentukan aliran itu turbulence atau laminar harus dicari terlebih dahulu Reynolds numbernya dengan persamaan:

� =� � .. ... (2.1)

Dimana terdapat variable massa jenis , kecepatan, diameter dan juga viskositas. Sehingga semakin kecil viskositas nya maka bilangan Reynolds nya akan semakin besar begitu pula sebaliknya. Jika kecepatan aliran semakin kecil maka bilangan Reynolds nya akan semakin kecil pula. Hubungan antara bilangan Reynolds dengan penentuan apakah aliran suatu fluida yang kita tinjau memiliki profil yang laminar, turbulence atau transisi dapat diketahui dengan:

a. Apabila Reynolds number didapatkan hasil < 2000 maka aliran tersebut dinyatakan sebagai aliran Laminar

b. Apabila Reynolds number didapatkan hasil 2000-x-4000 maka aliran tersebut dinyatakan sebagai aliran transisi

c. Apabila Reynolds number didapatkan hasil >4000 maka aliran tersebut dinyatakan sebagai aliran Turbulence

Untuk dapat mengetahui aliran ini turbulence atau laminar sangat mudah yaitu lihat fluida apa yang mengalir dan cari viskositasnya. Jika viskositasnya sangat kecil maka kemungkinan besar aliran ini merupakan aliran turbulence. Contoh saja udara sudah dipastikan turbulence karena memiliki viskositas lebih kecil dari 10e-5 sehingga nilai Reynolds numbernya sudah pasti jauh diatas 4000.


(26)

Karena penelitian ini tidak menggunakan data eksperimen jadi untuk data kecepatan superfisial air dan kecepatan superfisial udaranya menggunakan peta pola aliran dari penelitian oleh Mandhane, dkk. Yang telah teruji dan dipatenkan serta menjadi acuan data untuk penelitian internasional. Pada gambar 2.2 berikut adalah peta pola aliran yang menjadi data acuan penelitian ini:

Gambar 2.8. Peta Pola Aliran (Mandhane dkk, 1974)

Perbedaan antar fasa yang mengalir didalam pipa akan membentuk banyak perubahan pola aliran, hal ini dikarenakan fasa fluida yang berbeda, orientasi dan geometri pipa dimana fluida-fluida yang mengalir, dan flow rates dari tiap fasa. Pengaruh elbow terhadap pola aliran pada pipa horizontal terlihat nyata untuk berbagai variasi Superficial Liquid Velocity serta variasi β, hal yang menarik untuk diketahui bahwa pada kasus kecepatan superficial liquid yang tinggi, bubbly flow cenderung berubah menjadi churn flow sedangkan pada kecepatan superficial liquid yang rendah bubbly flow cenderung menjadi stratified flow (korawan, 2015).

Kata superficial velocity dari tiap fasa bisa digambarkan sebagai

volumetric flux, yaitu flow rate dari tiap fasa dibagi area pipe cross sectional


(27)

superficial gas velocity dan superficial liquid velocity bisa diperoleh sebagai berikut:

�� = �... (2.2)

��= ��... (2.3)

Dimana:

��= Kecepatan superficial gas (m/s) �= Liquid flow rate pada pipa (� /s)

��= Kecepatan superficial liquid (m/s)

A= Luas pipa pada area cross sectional (� )

�= Gas flow rate pada pipa (� /s)

2.2.4. Aliran bubble

Dalam aliran gelembung fase gas atau uap disebarkan sebagai gelembung yang mempunyai ciri tersendiri dalam fase cairan secara kontiniu. Pada satu sisi gelembung bisa kecil dan berbentuk bulat dan disisi lain gelembung gelembung bisa besar dan berbentuk dengan bentuk bulat dan datar. Dalam kondisi ini ukuran gelembung tidak mendekati diameter pipa tetapi diperkirakan mempunyai ukuran yang sama. Aliran bubble dapat terbentuk jika besar kecepatan aliran udaranya rendah dari pada kecepatan aliran air.

2.3. Computation Fluid Dynamics (CFD)

Computation Fluid Dynamics (CFD) adalah analisis sistem yang melibatkan aliran fluida, perpindahan panas dan fenomena terkait seperti reaksi


(28)

kimia dengan cara simulasi berbasis komputer. Computation Fluid Dynamics

(CFD) memprediksi aliran berdasarkan:

1. Model matematika (persamaan diferensial parsial), khususnya memecahkan persamaan Navier-Stokes.

2. Metode numerik (teknik solusi dan diskritisasi).

3. Tools perangkat lunak (solver, tools pre- dan postprocessing).

2.3.1. Penggunaan CFD

CFD dapat dipergunakan bagi:

a. Arsitek untuk mendesain ruang atau lingkungan yang aman dan nyaman.

b. Desain kendaraan untuk meningkatkan karakter aerodinamiknya.

c. Analisis kimia untuk memaksimalkan hasil dari reaksi kimia dalam peralatan mereka.

d. Insinyur petrokimia untuk strategi optimal dari oil recovery.

e. Ahli biomekanik untuk mencari rahasia dari gerakan burung sampai dengan lumba-lumba.

f. Untuk memodelkan suatu aliran fluida yang mengalir baik di ruang terbuka maupun didalam suatu ruangan.

g. Dokter atau ahli bedah untuk mengobati penyakit arterial (computational hemodymanics).

h. Meteorologis (ahli cuaca) untuk meramalkan cuaca dan memperingatkan akan terjadinya bencana alam.

i. Ahli safety untuk mengurangi risiko kesehatan akibat radiasi dan zat berbahaya lainnya.

j. Analisis failure untuk mencari sumber-sumber kegagalan misalnya pada suatu sistem pembakaran atau aliran uap panas.

k. Organisasi militer untuk mengembangkan senjata dan mengestimasi seberapa besar kerusakan yang diakibatkannya.


(29)

2.3.2. Proses Simulasi CFD

Terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika kita melakukan simulasi CFD, yaitu: preprocessing, solving dan postprocessing.

a. Preprocessing merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (computer aided design), membuat mesh yang cocok atau sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-safat fluidanya.

b. Solving (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing.

c. Postprocessing merupakan langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva dan animasi.

2.4. FLUENT

Fluent dapat menyelesaikan suatu kasus aliran fluida dengan menggunakan mesh (grid) yang tidak terstruktur dengan cara yang mudah, karena menyediakan mesh yag tidak terstruktur. Fluent dapat juga memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada.

Fluent didukung oleh jenis mesh tipe 2D triangular-quadrilateral, 3D

tetrahedral-hexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid). Fluent juga dapat dijalankan sebagai proses terpisah secara simultan klien desktop workstation

dan computer server. Fluent memiliki struktur data yang efisien dan lebih fleksibel, karena fluent ditulis dalam bahasa C.


(30)

Fluent sering digunakan karena memiliki kelebihan: a. Fluent mudah untuk digunakan

b. Model yang realistic (tersedia berbagai pilihan solver)

c. Diskritisasi atau meshing model yang efisien (dalam GAMBIT) d. Cepat dalam penyajian hasil (bisa dengan paralel komputer) e. Visualisasi yang mudah untuk dimengerti

Computational fluid Dynamics (CFD) sering digunakan untuk desain suatu sistem fluida dapat juga digunakan untuk mencari sumber atau analisis kegagalan suatu sistem fluida. Penggunaan Computational Fluid Dynamics (CFD) di dunia industri banyak terdapat dalam bidang : Otomotif, Biomedical, Equipment Manufacturing, Chemical Processing, Semikonduktor, Aerospace.

1. Otomotif

Program CFD dipakai oleh banyak perusahaan otomotif. Sistem ini dipakai guna mengetahui performa pada komponen-komponen seperti pompa, rem, kompresor, manifold, ban, headlamp dll.

2. Biomedical

Computational Fluid Dynamic (CFD) dipakai untuk mengetahui bagaimana sistem yang ada di tubuh kita bekerja, seperti aliran darah nadi, masuknya udara pada hidung, pengembangan pompa jantung, dll.

3. Equipment Manufacturing

Didalam indusrri manufaktur CFD digunakan dalam pembuatan

impeller, turbin, fan, propeller, vanes, ducting, valve, piping, seal bahkan dalam pembuatan sistem.

4. Chemical Processing

Computational Fluid Dynamic (CFD) dipakai dalam proses kimia untuk membuat pemodelan yang melibatkan beberapa fasa berbeda, seperti cair, gas dan padat. Proses kimia yang sering dimodelkan adalah mixing, separation, reaction, combuston, filtration dan drying.


(31)

Pemodelan di industri ini sangat berperan aktif dalam memodelkan

clean clean room ventilation, air handling, wafer processing, optimisasi furnace. Pemodelan CFD di bidang ini sudah mencapai teknologi plasma. 6. Aerospace

Program CFD dipakai untuk menganalisis external aerodynamics, avionics cooling, fire suppression, the icing, engine performance, life support, etc. Di dunia industri program Computational Fluid Dynamics

(CFD) dipakai oleh produsen pesawat militer, penumpang, dan pesawat luar angkasa.

2.4.1. Struktur Program

Dalam satu paket program Fluent terdapat beberapa produk, yaitu: a. Fluent

b. PrePDF, merupakan preprocessor untuk memodelkan non premised

pada Fluent.

c. GAMBIT, merupakan preprocessor tambahan yang dapat membuat volume mesh dari boundary mesh yang sudah ada.

d. FILTER untuk mengimpor mesh permukaan atau volume dari program


(32)

Mesh 2D/3D

File PDF mesh

Geometri atau mesh Boundary mesh Boundary mesh dan/atau mesh volume

Gambar 2.9. Struktur Komponen Program fluent

2.4.2. Gambaran Penggunaan Fluent

1. Merencanakan Analisis CFD

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan menyelesaikan suatu kasus dengan menggunakan Fluent, yaitu:

a. Menentukan tujuan permodelan b. Pemilihan model komputasional c. Pemilihan model fisik

d. Penentuan prosedur

2. Kondisi Batas dan Parameter pada Kondisi Batas

Untuk mendefinisikan suatu kasus, harus dimasukkan informasi pada variabel aliran pada domain kasus tersebut , antara lain fluks massa momentum, energi dll.

GAMBIT  Setup geometri Pembuatan mesh

2D/3D Program CAD/CAE lainnya PrePDF  Perhitungan dari look-up tables FLUENT

 Impor dan adaptasi mesh

 Pemodelan fisik  Kondisi batas  Sifat-sifat material

 Perhitungan

TGrid

Mesh triangular 2D Mesh tetrahedral 3D Mesh hybrid 2D/3D


(33)

Data yang diperlukan pada batas tergantung dari tipe kondisi batas dan model fisik yang dipakai (turbulensi, persamaan energi, multifasa, dll). Data yang diperlukan pada kondisi batas merupakan data yang sudah diketahui atau data yang dapat diasumsikan. Tetapi asumsi data yang dipakai harus diperkirakan mendekati yang sebenarnya. Input data yang salah pada kondisi batas akan sangat berpengaruh dengan hasil simulasi.

1. Velocity Inlet

Kondisi batas velocity inlet digunakan untuk mendefinisikan kecepatan aliran dan besaran skalar lainnya pada sisi masuk aliran. Kondisi batas ini hanya digunakan untuk aliran incompresible.

2. Mass Flow Inlet

Nilai tekanan gauge digunakan sebagai tebakan awal oleh FLUENT, selanjutnya akan dikoreksi sendiri sejalan dengan proses iterasi. Metode spesifikasi arah aliran dan turbulen sama dengan kondisi batas velocity inlet.

3. Pressure Inlet

Data tekanan total (absolute), tekanan gauge, temperatur, arah aliran dan dari nilai tekanan operasi dan tekanan gauge. Metode spesifikasi arah aliran dan turbulensi sama dengan kondisi batas velocity inlet.

4. Pressure Outlet

Pola aliran ini harus dimasukkan nilai tekanan statik, temperatur aliran balik (backflow) dan besaran turbulen aliran balik kondisi batas yang dipakai pada sisi keluar fluida dan data tekanan pada sisi keluar dapat di ketahui nilai sebenarnya.

5. Outflow

Kondisi batas ini digunakan apabila data keluar pada sisi keluar tidak diketahui sama sekali pada sisi keluar di ekstrapolasi dari data yang ada pada aliran sebelum mencapai sisi keluar.

6. Pressure Far-Field

Kondisi batas ini untuk memodelkan aliran kompresibel free-stream


(34)

jauh. Besaran yang dimasukan adalah tekanan gauge bilangan Mach, temperatur aliran arah aliran dan besarnya turbulensi pada sisi keluar. 7. Inlet Vent dan Outlet Vent

Data yang harus dimasukkan pada kondisi batas ini dengan data kondisi batas pressure inlet / pressure outlet. Hanya terdapat tambahan data untuk kerugian tekanan. Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar dimana terdapat ventilasi di sisi luar saluran masuk/keluar yang dapat timbul kerugian tekanan pada aliran.

8. Intake Fan dan Exhaust Fan

Data yang harus dimasukan pada kondisi batas ini sama dengan data pada kondisi batas pressure inlet/pressure outlet, hanya terdapat tambahan data untuk naik tekanan setelah melewati fan/blower (pressure-jump).

Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar dimana terdapat fan/blower disisi luar saluran untuk menghembus/menghisap fluida dalam saluran.

9. Dinding (wall)

Kondisi batas ini digunakan sebagai dinding untuk aliran fluida dalam saluran atau dapat disebut juga sebagai dinding saluran. Kondisi batas ini digunakan juga sebagai pembatas antara daerah fluida (cair dan gas) dan padatan.

10. Symmetry dan Axis

Pada panel kondisi batas untuk kedua kondisi batas ini tidak ada input

data yang diperlukan. Kondisi batas simetri digunakan apabila model geometri kasus yang bersangkutan dan pola aliran pada model tersebut simetri. Kondisi batas ini juga dapat digunakan untuk memodelkan dinding tanpa gesekan pada aliran viskos. Sedangkan kondisi batas axis digunakan sebagai garis tengah (centerline) untuk kasus 2D axisymmetry.

11. Periodic

Kondisi batas ini hanya dapat digunakan pada kasus yang mempunyai medan aliran dan geometri yang periodic, baik secara translasi atau rotasi.


(35)

12. Cell Zone : Fluid

Kondisi batas ini digunakan pada kontinum model yang didefinisikan sebagai fluida. Data yang dimasukkan hanya material fluida, didefinisikan sebagai media berpori.

13. Cell Zone : Solid

Data yang dimasukkan hanya material padatan didefinisikan heat generation rate pada kontinum solid . sedangkan kondisi batas ini digunakan pada kontinum model yang didefinisikan sebagai padatan. 14. Porous Media

Kondisi batas ini digunakan dengan cara mengaktifkan pipihan porous zone pada panel fluida. Porous zone merupakan pemodelan khusus dari zona fluida selain padatan dan fluida. Digunakan untuk memodelkan aliran yang melewati media berpori dan tahanan yang terdistribusi, misalnya:

packed beds, filter papers, perforated plates, flow distributors, tube banks.

15. Kondisi Batas

Terdapat beberapa kondisi batas yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok kondisi batas internal. Kondisi batas ini digunakan di bidang yang berbeda ditengah medan aliran yang tidak memiliki ketebalan.

2.5. Persamaan Umun FLUENT

2.5.1. Persamaan Kekekalan Massa

Langkah pertama dalam penurunan persamaan kekekalan massa adalah menuliskan kesetimbangan massa untuk elemen fluida.

Kelajuan peningkatan massa dalam elemen fluida adalah :

� (�� × � � =

��

� � � � ... (2.4)


(36)

Selanjutnya kita perlu menerangkan kelajuan massa aliran melintasi sebuah bidang elemen yang diberikan oleh hasil dari densitas, luas dan komponen kecepatan normal terhadap bidang dari gambar 2.4 dapat dilihat bahwa neto kelajuan aliran massa kedalam elemen bidang melewati boundarinya diberikan oleh :

(

� −

� �

)

� � -

(

� +

� �

� �

)

� �

+

(

� −

� �

� �

)

� � -

(

� +

� �

� �

)

� �

+

(

� −

� �

� �

)

� � -

(

� +

� �

� �

)

� � ... .(2.5)

Aliran-aliran yang sejajar kedalam elemen menghasilkan sebuah peningkatan massa dalam elemen dan mempunyai sebuah tanda positif dan aliran yang meninggalkan elemen diberi tanda negatif.

Gambar 2.10 massa mengalir kedalam dan keluar elemen fluida (Verteeg, dkk, 1995)


(37)

Kelajuan peningkatan massa ke dalam sebuah elemen sama halnnya dengan neto kelajuan aliran massa kedalam elemen fluida melintasi bidangnya. Semua hasil akhir kesetimbangan massa disusun pada sisi sebelah kiri dengan tanda yang sama menghasilkan: �� �

+

� � �

+

� � �

+

� �

� = 0... (2.6)

Kekekalan massa ditulis sebagai berikut:

��

� + div.(� ) = 0…... (2.7)

Persamaan (2.6) adalah unsteady, kekekalan massa atau persamaan kontinuitas tiga dimensi pada sebuah titik fluida kompresibel. Pertama pada sisi sebelah kiri kelajuan perubahan waktu dari densitas (massa persatuan volume). Kedua menjelaskan neto aliran massa keluar melintasi boundarinya disebut suku konvektif.

Untuk fluida inkompresibel (liquid) densitas adalah konstan dan persamaan pada (2.6) menjadi :

diѵ (� ) = 0 ... (2.8) Atau dalam penjabarannya:

� � �

+

� �

+

� �

� = 0 …... (2.9)

2.5.2. Persamaan Kekekalan Momentum

Hukum newton kedua menyatakan bahwa laju perubahan momentum partikel fluida sama dengan jumlah gaya partikel.


(38)

Kelajuan peningkatan momentum x, y dan z persatuan volume partikel fluida diberikan :

� = �

=

� �

� + diѵ (� �) � = �

=

� �

� + diѵ (� �) � = �

=

� �

� + diѵ (� �)... (2.10)

Untuk membedakan dua tipe gaya partikel fluida : a. Gaya-gaya permukaan :

- Gaya tekanan - Gaya Viskos b. Gaya-gaya badan :

- Gaya Gravitasi - Gaya Sentrifugal

- Gaya Coriolis

Keadaan tegangan dari sebuah elemen fluida didefinisikan dalam suku-suku tekanan dan sembilan komponen tegangan viskos ditunjuk dalam gambar 2.5 tekanan normal di tandai oleh p. Tegangan viskos ditandai oleh �. � digunakan untuk menandakan arah tegangan viskos. Akhiran i dan j dalam � menandakan bahwa komponen ategangan bekerja dalam arah j pada sebuah permukaan normal ke arah i.


(39)

Gambar 2.11 komponen tegangan pada tiga bidang elemen fluida (versteeg, dkk, 1995)

Mempertimbangkan arah komponen x dari gaya yang disebabkan komponen tegangan � , � , tekanan. Hasil dari gaya sebuah tegangan permukaan adalah hasil tegangan dan luas. Gaya yang sejajar dari arah sebuah axis koordinat menjadi sebuah tanda positif dan dalam arah yang berlawanan sebuah tanda negatif. Neto gaya dalam arah x adalah jumlah komponen gaya yang bekerja pada elemen fluida tersebut.


(40)

Pada pasangan sisi (timur, barat) :

[(

p - ��

� �x

)

-

(

- ��

� �x

)]

�y�z +

[

-

(

p + ��

� �x

)

+

(

+ ��

� �x

)]

�y�z =

(

-�� �

+

��

)

�x �y�z ...(2.11)

Gaya total dalam arah x pada pasangan sisi (utara, selatan) : -

(

- ��

� �y

)

�x�z +

(

+

��

� �y

)

�x�z = ��

� �x �y�z

...(2.12) Gaya total dalam arah x pada sisi bawah dan atas:

-

(

- ��

� �y

)

�x�y +

(

+

��

�y

)

�x�y = ��

� �x�y�z...(2.12)

Gaya total persatuan volume pada fluida yang disebabkan tegangan permukaan ini sama dengan jumlah dari (2.10), (2.11), (2.12) dibagi oleh volume :

� −�+�

+

�� �

+

��

� …... (2.13)

Tanpa pertimbangan gaya badan dalam lebih detail lagi pengaruh secara menyeluruh dapat dimasukan dengan mendefinisikan sebuah source dai momentum x persatuan volume persatuan waktu.

Komponen x persamaan momentum ditentukan dengan menetapkan perubahan momentum x dari partikel fluida sama dengan total gaya arah x pada elemen yang disebabkan tegangan permukaan ditambah peningkatan momentum x disebabkan source :

=

� −�+��

+

�� �

+

��


(41)

Untuk membuktikan bahwa komponen y persamaan momentum :

=

�� � + � −�+�� � + ��

� + � ... (2.15)

Dan juga komponen z persamaan momentum :

=��

� + ��

+

� −�+��

� + �... (2.16)

2.6. General

2.6.1. Solver

a. Presure-based

Medan kecepatan diperoleh dari persamaan momentum, konversi massa (kontinuitas) dicapai dengan memecahkan persamaan tekanan, energi diselesaikan secara berurutan dalam metode terpisah.

b. Density-based

Persamaan yang mengatur kontinuitas, momentum jika perlu energi dan pengangkutan diselesaikan bersama. Persamaan skalar diselesaikan secara terpisah berat jenis dapat dijalankan berdasarkan implinsit dan eksplinsit.

2.7. Permodelan K- epsilon

2.7.1. Standart

Merupakan model turbulensi semi empiris yang lengkap. Walaupun masih sederhana, memungkinkan untuk dua persamaan yaitu kecepatan turbulen (turbulent Velocity) dan skala panjang ditentukan secara bebas. Model ini dikembangkan oleh jones dan launder. Kesetabilan , ekonomis dari segi komputasi dan akurasi yang cukup memadai membuat model ini sering digunakan dalam simulasi fluida dan perpindahan panas.


(42)

2.7.2 Renormalization-group (RNG)

Model ini di turunkan dengan menggunakan metode statis yang diteliti. Model ini merupakan perbaikan metode K-E Standart, bentuk yang digunakan sama. Perbaikan meliputi :

- Model RNG memiliki besaran tambahan pada persamaan laju disipasi (Epsilon), mampu meningkatkan akurasi untuk aliran yang terhalang secara tiba-tiba.

- Efek putaran pada turbulen juga telah disediakan dan meningkatkan akurasi pada aliran berputar.

Menyediakan dormulasi analisis untuk bilangan turbulen, sedangkan model K-E standart menggunakan bilangan yang ditentukan pengguna (konstan).

2.7.3 . Realizable

Merupakan model penggabungan yang relatif baru berbeda dengan model K-E standart dalam dua hal yaitu:

-Terdapat formulasi baru untuk memodelkan viscositas turbulen.

-Sebuah persamaan untuk dissipasi, E, digunakan untuk menghitung fluktuasi virtisitas rata-rata.

Istilah realizable memiliki arti bahwa model tersebut memenuhi beberapa batasan matematis pada bilangan Reynold, konsisten dengan bentuk fisik aliran turbulen. Kelebihannya adalah lebih akurat untuk memprediksi laju aliran fluida dari pancaran jet/nosel. Model ini memberikan performa yang baik untuk aliran yang melibatkan putaran, lapisan batas gradien tekanan yang besar, separasi, dan sirkulasi.


(43)

2.8. Solution Methods

2.8.1 Scheme

Berikut adalah beberapa pilihan skema yang dapat digunakan dalam pemilihan metode perhitungan dalam Solution Methods:

- Semi Impincit Method For Presure Linked Equation (SIMPLE)

Simple digunakan pada skema kasar. Dan masih sederhana.

- SIMPLE Consistent (SIMPLEC)

Dapat mempercepat konvergen untuk kasus yang sederhana, misalnya aliran laminar dengan bentuk geometri yang tidak terlalu kompleks. - PresureImpincit With Splitting of Operators (PISO)

Untuk aliran transien atau kasus dengan mesh yang mengandung

skewness tinggi.

- Coupled

Berdasarkan hasil gabungan tekanan solver ( konvergensi lebih cepat dari segregated).

2.8.1. Gradient

- Least Squred Cell Based

Digunakan untuk persamaan konvesi massa, momentum, energi, serta besaran sekalar lainnya seperti turbulen dan reaksi kimia.

- Green-Gauss Cell Based

Untuk menghitung jumlah sel sehingga simulasi tidak memerlukan waktu yang terlalu lama, tetapi hasil simulasi kurang akurat.

- Green-Gauss Note Based

Digunakan untuk perhitungan berdasarkan jumlah note dengan menggunakan rata-rata dalam sel yang mendefinisikan simpul tersebut.


(44)

2.8.2. Pressure - Presto

Digunakan untuk aliran dengan pusaran yang tinggi, aliran yang melibatkan media berpori, aliran dalam saluran tertutup.

- Body force wighted

Digunakan ketika gaya badan (body force) tinggi, misalnya pada kasus konveksi bebas dengan bilangan Raleigh yang besar, aliran dengan pusaran yang tinggi.

2.8.3. Momentum, Turbulent Kinetic Energy, Turbulent Dissipation rate - First-Order Upwind Scheme

Skema interpolasi yang paling ringan dan cepat mencapai konvergen, tetapi ketelitian orde satu.

- Second-Order Upwind Scheme

Menggunakan persamaan yang lebih teliti sampai orde dua, sangat baik digunakan mesh tri/tet diana arah aliran tidak sejajar dengan mesh. Metode interpolasi yang digunakan rumit dan lebih lambat mencapai konvergen.

- Power Law Scheme

Lebih akurat dari first-order ketika bilangan Reynold pada aliran <5 untuk aliran yang lambat.

- Monotone Upstream – Centered Scheme for Concervation Law (MUSCLE)

Menggunakan konveksi diskritisasi sampai orde 3 untuk mesh yang tidak terstruktur lebih akurat memprediksi aliran, vortisitas dan kekuatan. - Quadratic Upwind Interpolation (QUICK)

Aplikasi untuk mesh quad/hex dan hybrid, jangan digunakan untuk elemen mesh tri, dengan aliran fluida yang berputar. Ketelitiannya mencapai orde 3 dengan mesh yang seragam.


(45)

2.9. Solution Initialization

2.9.1. Initialization methods - Hybrid initialization

Metode ini memberikan perhitungan yang cepat dari suatu aliran dengan metode yang ada. Menyelesaikan persamaan laplace untuk menentukan bidang kecepatan dan tekanan. Seluruh variabel lainnya seperti suhu,turbulensi, jenis fraksi, volume fraksi akan dihitung secara otomatis berdasarkan nilai rata-rata atau menggunakan metode interpolasi tertentu.

- Standard initialization

Umumnya memilih berdasarkan batas inlet “ compute from” agar secara otomatis mengisi nilai inisialisasi dengan nilai-nilai yang ditentukan pada batas inlet.


(46)

32 3.1. Alat penelitian

Alat penelitian ini menggunakan software berupa program CFD Ansys Fluent 15.0 untuk pembuatan simulasi aliran bubble.

3.1.1. Prosedur penggunaan software CFD Ansys 15.0

Langkah-langkah umum yang dilakukan dalam analisis menggunakan CFD pada Fluent sebagai berikut:

a. Membuat geometri dan mesh pada model b. Model transient/steady

c. memilih solver yang tepat untuk model tersebut (2D atau 3D) d. Mengimpor mesh model

e. Melakukan pemeriksaan pada mesh model f. Memilih formulasi solver

g. Memilih persamaan dasar yang akan dipakai dalam analisis h. Menentukan sifat material yang dipakai

i. Menentukan kondisi batas

j. Mengatur parameter control solusi k. Initialize the flow field

l. Melakukan perhitungan m. Memeriksa hasil iterasi n. Menyimpan hasil iterasi.


(47)

3.2. Diagram Alir Simulasi

Simulasi dilakukan dengan prosedur yang disampaikan pada gambar 3.1:

Tidak

tidak

Gambar.3.1 Diagram alir simulasi CFD menggunakan Ansys Fluent 15.0

Mulai Pembuatan geometri dan meshing

Pendefisian bidang batas pada geometri

Pengecekan Mesh

Penentuan Kondisi Batas

Proses Numerik

Plot Hasil Iterasi Konvergen Data Sifat Fisik

selesai Mesh Baik


(48)

3.3. Proses Simulasi CFD

Secara umum proses simulasi CFD dibagi menjadi 3 yaitu pre-processing, solver dan post-processing.

3.3.1. Pre-processing

Pre-processing adalah tahap awal dalam simulasi CFD yang perlu dilakukan seperti membuat geometri dan pengecekan mesh.

a. Membuat Geometry

Dalam proses pembuatan geometri pada simulasi Ansys Fluent,

selain menggunakan aplikasi tersebut dapat juga dilakukan dengn menggunakan Solidwork, Gambit, Auto CAD dan lainnya, lalu di impor ke aplikasi Ansys Fluent . geometri dalam penelitian ini menggunakan pipa annulus berbahan acrylic dengan spesifikasi diameter luar sebesar 25,4 mm diameter dalam sebesar 19 mm dan panjang pipa 1000 mm, dalam simulasi yang dilakukan pipa tidak di anggap melainkan hanya menggunakan diameter dalam saja untuk sisi bagian aliran yang akan disimulasikan sepanjang pipa karena pembuatan pola aliran bagian yang akan disimulasikan harus berbentuk pada dala artian bagian dalam pipa dibuat berisi padat atau tidak kosong.

Berikut gambar bagian dalam pipa yang di buat:

Gambar 3.2. Permukaan (tampak depan)


(49)

Gambar 3.3. Permukaan Pipa dalam (tampak samping) b. Pembuatan mesh

Setelah geometri dibuat, langkah selanjutnya melakukan meshing

(membagi volume menjadi bagian-bagian kecil) agar dapat dianalisis pada program CFD. Ukuran mesh yang terdapat dari suatu obyek akan mempengaruhi ketelitian data daya komputasi analisis CFD. Semakin kecil/halus mesh yang dibuat maka hasil yang didapat akan semakin teliti, namun dibutuhkan daya komputasi yang semakin besar pula.

Proses meshing dilakukan dengan menekan tombol printah mesh volume yang ada pada operationtoolpad pertama volum yang diinginkan harus dipilih lebih dahulu. Kemudian, bentuk yang diingikan dapat dipilih pada tombol jenis elemen dan tipenya.selanjutnya mementukan ukuran dari mesh yang diinginkan.


(50)

Gambar 3.5. Hasil Meshing (tampak depan)

Gambar 3.6. Hasil Meshing (tampak samping)

3.3.2. Solver

Pada tahap ini banyak yang harus dilakukan kaitannya dengan penentuan kondisi batas dalam sebuah simulasi CFD. Proses ini merupakan bagian paling penting karena semua parameter di proses dalam tahap ini, seperti General, models, material, cell zone conditions, boundary conditions, phase, solution methods, solution controls, solution initialization, calculation activities, run calculation dan terakhir graphics and animations.

a. General

Pada tahap ini menggunakan metode solusi berdasarkan tekanan. Kemudian velocity formulation menggunakan absolute. Aliran dalam sistem bersifat transient. Serta menggunakan grafitasi untuk aliran.


(51)

Gambar 3.7. User Interface General Menu

b. Models

Pada tahap ini energy disetting off karena tidak memerlukan energi pada simulasi ini. Selanjutnya multiphase nya menggunakan volume of fluid lalu untuk viscous disetting menggunakan k-epsilon dengan model

realizable.

Gambar 3.8. User Interface Menu Models

c. Materials

Material yang digunakan untuk simulasi ini terbagi dari dua jenis yaitu solid dan fluid. Material solid yang digunakan adalah acrylic


(52)

fluxyglass dan alumunium sedangkan untuk fluidanya menggunakan

liquid dan air.

Gambar 3.9. User Menu Materials

d. Cell Zone conditions

Berisi daftar zona sel yang dibutuhkan. Pada tahap ini masing-masing zona disesuaikan dengan nama dan jenis materialnya.

Gambar 3.10. User Menu Cell Zone Conditions

e. Boundary Conditions

Tahap ini merupakan proses untuk memberikan kondisi batas berupa data yang dibutuhkan pada simulasi ini. Data yang dimasukkan adalah kecepatan superfisial air dak kecepatan superfisial udara dan volume fraction dari air.


(53)

Gambar 3.11. User Menu Boundary Conditions

f. Solution Methods

Simulasi ini menggunakan skema SIMPLE. Pada Spatial Discretization, untuk gradient-nya menggunakan Least Squares Cell Based, Pressure menggunakan PRESTO!, momentum menggunakan Second Order Upwind, Volume Fraction menggunakan Geo-recontruct, Turbulent Kinetic Energy menggunakan Second Order Upwind, Transient Formulation menggunakan First Order Implincit.

Gambar 3.12. User Interface Solution Methods

g. Monitors

Pada tahap ini akan diatur parameter yang digunakan untuk memantau konvergensi secara dinamis . pada dasarnya konvergensi dapat ditentukan dengan merubah parameter pada residual, statistik dll.


(54)

Pada kasus ini equations pada residual monitors disetting sesuai kebutuhan yaitu akan menampilkan continuity, z-velocity, energy, k-epsilon, dan do-intensity.

Gambar 3.13. User Menu Residual Monitor

h. Solution initialization

Initialization methods yang digunakan adalah Hybrid initialization

setelah itu melakukan patch satu kali untuk mengoptimalkan

Gambar 3.14. User Menu Solution Initialization.

i. Run Calculation

Pada proses ini akan melakukan iterasi sehinggaa terjadi konvergensi. Number of iteration adalah batasan iterasi yang kita tentukan, sedangkan konvergensi tidak terpaku oleh jumlah data number of iteration yang dimasukkan. Konvergensi dipengaruhi oleh ketepatan dalam menentukan metode yang digunakan dalam simulasi ini.


(55)

Gambar 3.15. User Menu Run Calculation

j. Graphics and Animations

Tahap ini adalah tahap pengecekan hasil dari iterasi yang telah selesai untuk mengetahui apakah pola aliran yang terjadi telah muncul dan dapat mengetahui pola aliran yang terbentuk pada simulasi. Dengan melakukan Set Up dan memilih kontours selanjutnya menambahkan

plane agar dapat menampilkan hasil pola aliran yang terjadi.


(56)

3.3.3. Post-Processing

Langkah selanjutnya setelah melakukan proses kalkulasi melihat hasil dari proses kalkulasi. Pada penelitian ini, hasil yang dibutuhkan adalah kontur tekanan yang terbentuk pada sistem akibat dai fluktuasi beda tekanan.

Ada 3 tahap yang dilakukan untuk mengetahui hasil simulasi yang berupa pola aliran serta kecepatannya yaitu :

a. Plane

Tampilan plane ditunjukkan dalam bentuk tampilan dua dimensi. Area tampilan dapat ditentukan berdasarkan sumbu koordinat geeometri.

Gambar 3.17. Tampilan Menu Pembuatan Plane


(57)

b. Contour

Dengan contour dapat diketaui dengan detail terkait pola hasil dari simulasi berdasarkan variabel yang diinginkan pada setiap plane

yang telah ditentukan sebelumnya. Contour dideskripsikan dengan warna untuk membaca pola berdasarkan variael yang ditentukan.

Gambar 3.19. Tampilan Menu Pembuatan Contour


(58)

c. Timestep selector

Dengan timestep selector ini dapat mengetahui seberapa lama waktu terjadinya pola aliran yang dilakukan dan dapat melihat setiap seperdetik dari hasil pola aliran yang terjadi. Berikut tampilan menu pada timestep selector :

Gambar 3.21 Tampilan Timestep Selector

d. Animation

Animation digunakan untuk membuat suatu hasil dari pola aliran yang terjadi menjadi sebuah video, dan dapat mengetahui gerakan dari pola aliran yang berjalan. Berikut tampilan dari Animation :


(59)

45 4.1. Hasil dan Analisa

Pada bab ini membahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan yaitu pola aliran bubble air-udara pada pipa horizontal. Pola aliran bubble memiliki ciri yaitu berbentuk gelembung bulat yang bergerak didalam aliran. Simulasi ini menggunakan software CFD Ansys Fluent 15.0 dengan perbandingan empat variasi kecepatan superfisial air dan empat variasi kecepatan superfisial udara dengan pengambilan tiga waktu yang berbeda. Pada variasi pertama hanya menampilkan satu waktu pada gambar pola aliran yang terjadi. Berikut adalah hasil dari simulasi pola aliran bubble dengan arah laju aliran ke sumbu Z.

4.1.1. Variasi JG terhadap JL 6 m/s pada waktu 0,1 detik

Pada variasi pertama ini menampilkan satu besar kecepatan superfisial air (JL) terhadap empat variasi kecepatan superfisial udara (JG) dimana pola aliran yang

terbentuk pada Variasi JL 6 m/s dan JG 0,5 m/s pada pengambilan waktu ke 0,1 detik

pola aliran yang terbentuk pada variasi ini ialah dimana kemunculan gelembung kecil terlihat di sepanjang permukaan aliran, gelembung kecil terbentuk karena dipengaruhi besar kecepatan superfisial udaranya rendah pada 0,5 m/s sehingga udara yang masuk sedikit dan membentuk gelembung berukuran kecil dengan jumlah yang cukup banyak. Pada gambar kedua yaitu pada Variasi JL 6 m/s dan JG

1 m/s pada pengambilan waktu 0,1 detik pola aliran yang terbentuk ialah gelembung mulai mengalami peningkatan besar ukuran gelembung dapat dilihat pada gambar 4.1 bagian b bahwa ukuran butiran gelembung meningkat. Pada gambar bagian c pola aliran yang terbentuk pada Variasi JL 6 m/s dan JG 1,5 m/s pada 0,1 detik yaitu

karena peningkatan besar kecepatan superfisial udara gelembung yang muncul membentuk pola gelembung panjang dimana mencapai pertengahan aliran kemudian memisah menjadi gelembung kecil pada aliran tersebut kemudian pada


(60)

gambar bagian d yaitu pada Variasi JL 6 m/s dan JG 2 m/s pada 0,1 detik pola aliran

yang terjadi yaitu karena peningkatan besar JG sebesar 2 m/s pada awal kemunculan

gelembung membentuk gelembung panjang dan kemudian membentuk menjadi gelembung yang lebih pendek dengan ukuran yang lebih besar dari variasi sebelumnya.

Berikut ini akan menampilkan pola aliran pada variasi JG dan JL dengan

pengambilan waktu yang sama pada setiap variasinya, berikut pola aliran yang terbentuk pada gambar 4.1.

a

b

c

d

Gambar 4.1 Pola aliran bubble pada JL 6 m/s terhadap variasi JG

pada 0,1 detik Keterangan:

a. Variasi JL 6 m/s dan JG 0,5 m/s pada 0,1 detik

b. Variasi JL 6 m/s dan JG 1 m/s pada 0,1 detik

c. Variasi JL 6 m/s dan JG 1,5 m/s pada 0,1 detik

d. Variasi JL 6 m/s dan JG 2 m/s pada 0,1 detik.

Air Udara


(61)

4.1.2. Variasi JG terhadap JL 7 pada waktu 0,1 detik

a

b

c

d

Gambar 4.2 Pola aliran bubble pada JL 7 m/s terhadap variasi JG

pada waktu 0,1 detik. Keterangan:

a. Variasi JL 7 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada 0,1 detik

b. Variasi JL 7 m/s terhadap JG 1 m/s pada 0,1 detik

c. Variasi JL 7 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada 0,1 detik

d. Variasi JL 7 m/s terhadap JG 2 m/s pada 0,1 detik

Pada variasi kedua ini menampilkan empat variasi kecepatan superfisial udara dengan besar kecepatan airnya (JL) pada 7 m/s gambar bagian a pada gambar

4.2 yaitu pada Variasi JL 7 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada 0,1 detik menunjukkan

bahwa gelembung yang terbentuk berukuran kecil karena besar JL bertambah maka

kecepatan aliran akan bertambah juga, lalu pada gambar b pada gambar 4.2 pola aliran yang terbentuk pada sisi masuk aliran ini gelembung mulai mengalami peningkatan dimana gelembung pada parmukaan inlet masuk sedikit memanjang dan juga bertambahnya jumlah gelembung yang terbentuk pada variasi ini. Pada variasi ketiga yaitu Variasi JL 7 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada 0,1 detik pola aliran

yang terjadi pada sisi masuk aliran gelembung membentuk gelembung panjang karena adanya peningkatan nilai JG dan pada bagian tengah pada aliran, gelembung

Air Udara


(1)

bertambahnya jumlah gelembung yang terbentuk pada variasi ini.

Pada variasi ketiga yaitu Variasi JL 7 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada 0,1 detik pola aliran yang terjadi pada sisi masuk aliran gelembung membentuk gelembung panjang karena adanya peningkatan nilai JG dan pada bagian tengah pada aliran, gelembung memecah menjadi ukuran yang lebih pedek namun terlihat lebih besar dari variasi sebelumnya. Pada Variasi JL 7 m/s terhadap JG 2 m/s pada 0,1 detik dapat dilihat pada gambar d bahwa pola aliran yang terbentuk semakin meningkat jumlah udaranya sehingga gelembung bertambah panjang pada kecepatan aliran air sebesar 7 m/s ini kemudian gelembung memisah menjadi gumpalan yang lebih besar.

3.3 Variasi JG terhadap JL 8 pada waktu

0,1 detik

a b c d

Gambar 3.3 Pola aliran bubble pada JL 8 m/s terhadap JG pada waktu 0,1 detik. Keterangan:

a. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik

b. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1 m/s pada waktu 0,1 detik

c. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada waktu 0,1 detik

d. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 2 m/s pada waktu 0,1 detik

Pada variasi ketiga ini dimana pada gambar 3.3 pada bagian a yaitu pada Variasi JL 8 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik pola aliran yang terbentuk yaitu gelembung kecil lebih dominan pada

variasi ini karena besar nilai JG hanya 0,5 m/s sehingga hanya berpengaruh pada kecepatan aliran yang mengalir karena JL meningkat, pada variasi kedua yaitu Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1 m/s pada waktu 0,1 detik pola aliran yang terbentuk ialah terjadi peningkatan jumlah gelembung yang bertambah banyak pada variasi ini dan pada aliran setelahnya gelembung kecil tersebut beberapa ada yang menyatu kembali sehingga pada bagian ujung gelembung menjadi sedikit lebih besar.

Lalu pada Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada waktu 0,1 detik karena nilai JG hingga 1,5 m/s pola aliran yang terbentuk meningkat hingga gelembung yang terbentuk juga berukuran lebih besar dengan jumlah gelembung yang bertambah banyak. Serta pada Variasi JL 8 m/s terhadap JG 2 m/s pada waktu 0,1 detik karena meningkatnya kecepatan superfisial udara maka pola yang terbentuk ialah gelembung panjang dengan berkurangnya jumlah gelembung bulat pada variasi ini yang berubah menjadi gumpalan gelembung panjang pada aliran ini serta karena besar kecepatan superfisial udaranya 8 m/s maka ini berpengaruh pada aliran airnya yang akan semakin cepat pergerakan laju alirannya.

3.4 Variasi JG terhadap JL 9 pada 0,1

detik

Berikut pola aliran yang terbentuk pada gambar 3.2

a b

c d

Gambar 3.4 Pola Aliran bubble pada JL 9 m/s terhadap variasi JG


(2)

Keterangan:

a. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik

b. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 1 m/s pada waktu 0,1 detik

c. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada waktu 0,1 detik

d. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 2 m/s pada waktu 0,1 detik

Pada variasi kedua ini menampilkan empat variasi kecepatan superfisial udara dengan besar kecepatan airnya (JL) pada 7 m/s gambar bagian a pada gambar 3.4 yaitu pada Variasi JL 7 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada 0,1 detik menunjukkan bahwa gelembung yang terbentuk berukuran kecil karena besar JL bertambah maka kecepatan aliran akan bertambah juga, lalu pada gambar b pada gambar 3.4 pola aliran yang terbentuk pada sisi masuk aliran ini gelembung mulai mengalami peningkatan dimana gelembung pada parmukaan inlet masuk sedikit memanjang dan juga bertambahnya jumlah gelembung yang terbentuk pada variasi ini.

Pada variasi ketiga yaitu Variasi JL 7 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada 0,1 detik pola aliran yang terjadi pada sisi masuk aliran gelembung membentuk gelembung panjang karena adanya peningkatan nilai JG dan pada bagian tengah pada aliran, gelembung memecah menjadi ukuran yang lebih pedek namun terlihat lebih besar dari variasi sebelumnya.

Pada Variasi JL 7 m/s terhadap JG 2 m/s pada 0,1 detik dapat dilihat pada gambar d bahwa pola aliran yang terbentuk semakin meningkat jumlah udaranya sehingga gelembung bertambah panjang pada kecepatan aliran air sebesar 7 m/s ini kemudian gelembung memisah menjadi gumpalan yang lebih besar.

3.5 Variasi JG terhadap JL 8 pada

waktu 0,1 detik

Berikut pola aliran bubble pada JL 8 m/s terhadap JG pada waktu 0,1 detik.

a b c d

Gambar 3.5 Pola aliran bubble pada JL 8 m/s terhadap JG pada waktu 0,1 detik Keterangan:

a. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik

b. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1 m/s pada waktu 0,1 detik

c. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada waktu 0,1 detik.

d. Variasi JL 8 m/s terhadap JG 2 m/s pada waktu 0,1 deti

Pada variasi ketiga ini dimana pada gambar 3.5 pada bagian a yaitu pada Variasi JL 8 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik pola aliran yang terbentuk yaitu gelembung kecil lebih dominan pada variasi ini karena besar nilai JG hanya 0,5 m/s sehingga hanya berpengaruh pada kecepatan aliran yang mengalir karena JL meningkat, pada variasi kedua yaitu Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1 m/s pada waktu 0,1 detik pola aliran yang terbentuk ialah terjadi peningkatan jumlah gelembung yang bertambah banyak pada variasi ini dan pada aliran setelahnya gelembung kecil tersebut beberapa ada yang menyatu kembali sehingga pada bagian ujung gelembung menjadi sedikit lebih besar.

Lalu pada Variasi JL 8 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada waktu 0,1 detik karena nilai JG hingga 1,5 m/s pola aliran yang terbentuk meningkat hingga gelembung yang terbentuk juga berukuran lebih besar dengan jumlah gelembung yang bertambah banyak. Serta pada Variasi JL 8 m/s terhadap JG 2 m/s pada waktu 0,1 detik karena meningkatnya kecepatan superfisial udara maka pola yang terbentuk ialah


(3)

gelembung panjang dengan berkurangnya jumlah gelembung bulat pada variasi ini yang berubah menjadi gumpalan gelembung panjang pada aliran ini serta karena besar kecepatan superfisial udaranya 8 m/s maka ini berpengaruh pada aliran airnya yang akan semakin cepat pergerakan laju alirannya.

3.6 Variasi JG terhadap JL 9 pada 0,1

detik

Berikut ini akan menampilkan pola aliran pada JL 9 m/s terhadap variasi JG pada 0,1 detik berikut pola aliran yang terbentuk pada gambar 3.6

a b

c d

Gambar 3.6 Pola aliran bubble pada JL 9 m/s terhadap variasi JG pada 0,1 detik. Keterangan:

a. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik

b. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 1 m/s pada waktu 0,1 detik

c. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada waktu 0,1 detik

d. Variasi JL 9 m/s terhadap JG 2 m/s pada waktu 0,1 detik

Pada variasi ini dimana besar JL adalah 9 m/s terhadap JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik dapat dilihat pada gambar 3.6 pada bagian a bahwa pola aliran yang terbentuk ialah gelembung tipis dan kecil pengaru dari sedikit kemunculan gelembung disebabkan karena semakin besarnya JL dengan JG rendah maka gelembung tidak banyak terbentuk. Pada gambar 3.6 bagian b yaitu pada Variasi JL 9

m/s terhadap JG 1 m/s pada waktu 0,1 detik dapat dilihat bahwa pola aliran yang terbentuk ada peningkatan jumlah gelembung kecil pada aliran ini. Dan pada variasi JL 9 m/s terhadap JG 1,5 m/s pada waktu 0,1 detik bahwa pola aliran yang terbentuk ada peningkatan jumlah gelembung dan ukuran gelembung juga bertambah karena JG sebesar 1,5 m/s, dan pengaruh dari JL 9 adalah pada kecepatan alirannya yang akan semakin bertambah seiring adanya peningkatan besar kecepatan superfisial airnya. Serta pada Variasi JL 9 m/s terhadap JG 2 m/s pada waktu 0,1 detik pola aliran yang terbentuk ialah terjadi peningkatan besar ukuran gelembung dan panjangnya karena ukuran gelembung yang berukuran besar maka jumlah gelembung yang terbentuk tidak terlalu banyak namun membentuk gelembung yang berukuran lebih besar dari variasi yang lainnya. 3.7 Pengaruh JL terhadap JG pada

waktu 0,1 detik

Dengan menggunakan empat variasi kecepatan superfisial air (JL) dengan besar kecepatan superfisial udara (JG) yaitu 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik. Berikut pola aliran bubble yang terjadi pada Gambar 3.7.

a

b

c

d

Gambar 3.7. Perbandingan variasi JL terhadap JG pada waktu 0,1 detik. Keterangan:

a. Variasi JL 6 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik

b. Variasi JL 7 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik

c. Variasi JL 8 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik


(4)

d. Variasi JL 9 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik

Pada variasi JL 6 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik gelembung yang muncul pada aliran terbentuk cukup banyak dengan gelembung berukuran kecil mengalir ditengah permukaan pipa, pada gambar 3.7 bagian b yaitu pada Variasi JL 7 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik terlihat gelembung yang terbentuk berukuran sedikit lebih besar dibandingkan pada gambar bagian a, lalu pada gambar 3.7 bagian c yaitu pada Variasi JL 8 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik terlihat ada peningkatan jumlah gelembung namun untuk ukuran gelembung tidak jauh berbeda dengan variasi yang lain, sedangkan pada gambar bagian d yaitu pada Variasi JL 9 m/s dan JG 0,5 m/s pada waktu 0,1 detik ada salah satu gelembung yang ukurannya lebih besar dengan yang lain namun secara keseluruhan hampir sama untuk ukuran dan bentu gelembung. Memilih perbandingan JL 9 m/s terhadap satu JG pada 0,5 m/s dengan pengambilan waktu yang sama karena pada variasi ini dapat menganalisa perbedaan kecepatan besar kecepatan airnya serta pola aliran yang terbentuk pada JG 0,5 m/s masih membentuk gelembung kecil dan bulat serta jumlah gelembung yang banyak.

3.8 Perbandingan JG terhadap JL pada

waktu 0,2 detik

Dengan menggunakan 4 variasi inlet superfisial udara (JG) dengan kecepatan superfisial air JL 7 m/s. Berikut pola aliran pada Gambar 3.8.

a b c d

Gambar 3.8. Perbandingan JG terhadap JL pada waktu 0,2 detik

Keterangan:

a. Variasi JG 0,5 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik

b. Variasi JG 1 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik

c. Variasi JG 1,5 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik

d. Variasi JG 2 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik

Pada gambar 3.8 bagian a yaitu pada Variasi JG 0,5 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik terlihat pola aliran gelembung yang terjadi dimana bentuk gelembung muncul masih sangat sedikit karena pada variasi ini kecepatan superfisial udaranya masih sangat rendah sehingga kemunculan gelembung cukup sedikit walaupun pada waktu telah mencapai 0,2 detik. Pada gambar 3.8 bagian b yaitu pada Variasi JG 1 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik terlihat ada beberapa gelembung dengan ukuran mulai bertambah besar dan ada yang berbentuk oval menyambung pada permukaan aliran dekat dengan sisi masuk aliran serta bertambahnya jumlah gelembung karena adanya peningkatan kecepatan superfisial udaranya.

Lalu pada gambar 3.8 bagian c yaitu pada Variasi JG 1,5 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik terlihat pada sisi inlet aliran memanjang dan pada bagian ujung gelembung membentuk butiran-butiran udara yang berukuran sedang pada gambar gambar d yaitu pada Variasi JG 2 m/s dan JL 7 m/s pada waktu 0,2 detik terlihat peningkatan kecepatan laju alirannya karena kecepatan superfisial udaranya mencapai 2 m/s maka gelembung yang terbentuk lebih besar dari yang lainnya dan terlihat bahwa gelembung juga membentuk gelembung datar dimana ukurannya tidak terlalu bulat dan juga tidak terlalu panjang serta aliran pada variasi ini mengalir lebih cepat dari variasi sebelumnya.

3.9 Pengaruh waktu terhadap JL dan JG

Pada variasi ini akan menganalisa perbandingan waktu terhadap JG dan JL.


(5)

Dimana pada variasi ini apakah akan terdapat perbedaan pola yang terjadi pada salah satu dari beberapa variasi yang disimulasikan. Pada tahap ini ada tiga pengambilan waktu yang berbeda dimana pengambilan waktu dimulai pada 0,1 detik lalu 0,2 detik dan 0,3 detik kemudian dari pengambilan waktu tersebut akan menganalisa hasil dari bubble yang terbentuk.

Dengan menggunakan tiga waktu yang berbeda pada satu variasi JG dan JL. Berikut pola aliran bubble yang terjadi pada Gambar 3.9.

a b c

Gambar 3.9. Perbandingan waktu terhadap JL dan JG

Keterangan:

a. Variasi JL 7 m/s dan JG 2 m/s pada waktu 0,1 detik

b. Variasi JL 7 m/s dan JG 2 m/s pada waktu 0,2 detik

c. Variasi JL 7 m/s dan JG 2 m/s pada waktu 0,3 detik

Pada Gambar 3.9 bagian a yaitu pada variasi JL 7 m/s dan JG 2 m/s pada pengambilan waktu pertama di 0,1 detik terlihat bahwa aliran dengan gelembung panjang pada sisi inlet terbentuk kemudian memutus menjadi gumpalan gelembung dengan bentuk panjang pada pertengahan aliran kemudian gelembung bermisah menjadi beberapa butiran gelembung bulat dan sebagian masih membentuk gumpalan gelembung lonjong kemudian pada gambar 3.9 bagian b yaitu pengambilan waktu kedua pada 0,2 detik terlihat bahwa gelembung panjang pada sisi inlet terlihat pemisahan gelembungnya kemudin memisah lagi menjadi butiran gelembung bulat juga namun gumpalan gelembung lonjong juga masih tetap terbentuk hingga ujung aliran.

Lalu pada waktu 0,3 detik terlihat bahwa aliran yang terbentuk juga masi sama dimana gelembung panjang masih terbentuk dan hanya ada sedikit perubahan dimana gelembung bulat mulai berkurang terhadap waktu.

4. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Pengaruh variasi JL terhadap JG menghasilkan kecepatan laju aliran pada pipa akan bertambah seiring adanya peningkatan kecepatan superfisial airnya namun udara yang terbentuk tidak akan berubah ataupun bertambah.

2. Pengaruh variasi JG terhadap JL menghasilkan bahwa dengan adanya peningkatan kecepatan superfisial udara terhadap salah satu kecepatan superfisial air (JL) maka gelembung yang terbentuk akan semakin besar dan berbentuk memanjang semakin besar nilai JG semakin bertambah pula ukuran gelembung didalam aliran. 3. Pengaruh pengambilan waktu yang

berbeda pada satu variasi JL dan JG tidak terlalu berpengaruh terhadap aliran hanya bentuk gelembung sedikit berbeda pada setiap pengambilan waktu selebihnya sama karena JL dan JG tidak berubah

4. Bentuk pola aliran bubble yang terjadi menggunakan simulasi CFD jika kecepatan superfisial air rendah dengan batas yang telah ditentukan dan keecepatan superfisial udara juga rendah maka terbentuk gelembung yang berukuran kecil namun jumlah gelembung sangat banyak serta jika kecepatan superfisial udara besar maka akan terbentuk aliran gelembung yang cukup besar dan gelembung akan cendrung memanjang.


(6)

5. Saran

Saran kepada pembaca

1. Dibutuhkan pemahaman lebih lanjut untuk lebih memahami tentang program CFD dan diharapkan ada mata kuliah tersendiri tentang program CFD ini. 2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mampu mencari solusi dari permasalan kegagalan hasil iterasi yang sering terjadi pada simulasi menggunakan program CFD dan ketepatan dalam menentukan kondisi batas yang diinginkan.

6. Daftar Pustaka

Arwandi, W., Kamal. S. 2010. Studi eksperimental koefisien perpindahan kalor aliran gelembung udara-air searah dalam pipa koil helix. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Ekambara, K., Sanders.R.S., Nandakumar.

2008. “CFD Simulation of

Bubbly Two-Phase Flow In

Horizontal Pipes” Chemical

Engineering Journal. 8 (1): 277-288

H. K. Versteeg.1995. “An introduction to

computational fluid dynamics The finite volume method” London: Longman Scientific and Tecnical.

Putro, S., Sarjito, dan Jadmiko. 2011. Studi eksperimental koefisien perpindahan kalor aliran gelembung melalui pipa anulus dengan pemanasan dinding pipa dalam. Jurnal penelitian sains dan teknologi, No.1: 80-89.

Rahman, Isranuri. I. 2012. Simulasi karakretistik bubble sebagai indikasi awal terjadinya fenomena kavitasi dengan

menggunakan sinyal vibrasi menggunakan CFD. No.1 :1-9.

Sanders, R.S., Ekambara, K., Nandakumar, K., Masliyah,J.H. 2012. CFD modeling of gas-liquid bublly flow in horizontal pipes : influence of bubble coalescence and breakup. International jurnal of chemical Engineering. Sukamta, Indarto, Purnomo, Tri A.R.,

2010. Identifikasi pola aliran dua fasa Uap-Kondensat berdasarkan pengukuran beda tekanan pada pipa horizontal. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 13(1), 83-94.

Sherman C.P, G.H. Yeoh, Cheung 2012. On the prediction of the phase distribution of bubbly flow in a horizontal pipe. International Journal of Chemical Engineering. Page 40-51. Tuakia, Firman. 2008. Dasar-dasar CFD

Menggunakan FLUENT. Bandung: Informatika.

Tzotzi, C, 2010. Pengaruh properti pada pola aliran gas-cair dua fase pada pipa horizontal dan pipa bawah. Jurnal Mekanikal . No.1 22-27.