SIMULASI CFD ALIRAN STRATIFIED AIR-UDARA SEARAH PADA PIPA HORISONTAL

(1)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Pada Fakultas Teknik Program Studi Teknik Mesin

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Dedy Meilanto Nugroho

20120130156

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(2)

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri”

(Q.S. Ar-Ra’du : 11)

Apalah arti proses jika tiada hasil, dan apalah arti hasil tanpa suatu proses, setiap hasil pasti melalui tahap demi tahap dari suatu proses “

(Dedy Milano)

“Ing Madya Mangun Karsa, Ing Ngarsa Sun Tulodho, Tut Wuri Handayani “

(Ki Hajar Dewantara)

“Berusaha dan berdoa dalam melaksanakan pekerjaan maupun mengatasi permasalahan, tidak lupa pula selalu bersyukur atas nikmat-Nya”


(3)

ii Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Dedy Meilanto Nugroho

NIM : 20120130156

Program studi : Teknik Mesin

Fakultas : Teknik

Jenis karya : Skripsi

Judul karya : Simulasi CFD Aliran Stratified Air-Udara Searah Pada Pipa Horisontal

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Desember 2016

Yang menyatakan,


(4)

iii

Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang dikehendaki Nya. Barang siapa yang mendapat hikmah itu sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak. Dan tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang-orang yang bertawakal. (Q.S. Al-Baqarah: 269)

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ayah dan Ibu tercinta, terimakasih atas kasih sayang dan dukungan yang kalian berikan.

2. Adekku tercinta Sari Nia Anggraini yang sudah menyemangati dan mendukung terselesaikannya skripsi ini.

3. Kakak-kakak tersayang, yang telah memberikan motivasi, nasehat serta dukungan.

4. Dr. Sukamta, S.T., M.T dan Thoharuddin, S.T., M.T. Selaku dosen pembimbing tugas akhir.

5. Tito Hadji Agung Santoso, S.T., M.T. Selaku dosen penguji tugas akhir.

6. Teman-teman Teknik Mesin UMY semua angkatan, terutama TM 2012 yang selalu memberi dukungan satu sama lain.

7. Seseorang yang istimewa, serta sahabat-sahabat ku dari kos-kosan Ik**-ik**, Fajar (payeng), Priyo (jendol), Haerul (irul), Roy (icuk alias kuro), Virza

(mubar), Amran (a’a ros), Nana (gosol) dan Singo Lover’s yang telah menyemangati dalam penyusunan tugas akhir ini hingga selesai.


(5)

iv

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Tugas Akhir kami dengan judul

“SIMULASI CFD ALIRAN STRATIFIED AIR-UDARA SEARAH PADA

PIPA HORISONTAL”. Tugas akhir ini disusun guna memenuhi persyaratan

akademis menyelesaikan Program Strata-1 pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini kami ucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng. Selaku ketua Program Studi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Sukamta, S.T., M.T. Selaku dosen pembimbing 1 yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan dan petunjuk sampai Tugas Akhir ini selesai.

3. Bapak Thoharudin, S.T., M.T. Selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan dan petunjuk sampai Tugas Akhir ini selesai.

4. Tito Hadji Agung Santoso, S.T., M.T. Selaku dosen penguji tugas akhir. 5. Bapak Suparno dan Ibu Nurul Hidayati serta seluruh keluarga atas

dukungan morilnya selama ini.

6. Rekan-rekan seperjuangan Teknik Mesin 2012, “M” Solidarity Forever. 7. Seluruh mahasiswa Teknik Mesin, “M” Solidarity Forever.

8. Saudara Virza, Roy dan Ridwan selaku team CFD yang sudah bekerja keras mencoba-coba simulasi walaupun selalu gagal tapi berkat kerja keras dan usaha kita semua akhirnya selesai juga ini skripsi.

9. Saudara Immawan, Haris dan Mas Ajim yang sudah banyak membantu dalam mengajari program Ansys Fluent 15 ini.

10.Seluruh pihak yang telah membantu kami, yang tak dapat kami sebutkan semua satu per satu. Karena keterbatasan dalam pengetahuan dan pengalaman, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam Tugas Akhir kami ini. Maka kritik dan saran dari anda sangat kami harapkan untuk pengembangan selanjutnya. Besar harapan kami sekecil apapun informasi yang ada di buku kami ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Desember 2016


(6)

v

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

MOTTO ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Batasan Masalah... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 5

2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.2 Dasar Teori ... 17

2.2.1 Aliran Fluida ... 17

2.2.2 Pola Aliran Fluida Pada Pipa Horisontal……… 19

2.2.3 Pengaruh Aliran Stratified ... 20

2.2.4 Kecepatan Superfisial ... 20

2.2.5 Komputasi Dinamika Fluida ... 22

2.3 Fluent ... 23

2.3.1 Struktur Program ... 26


(7)

vi

2.3.7 Mass Flow Inlet ... 28

2.3.8 Pressure Inlet ... 28

2.3.9 Pressure Outlet ... 28

2.3.10 Out Flow ... 29

2.3.11 Pressure Far-Inlet ... 29

2.3.12 Inlet Vent dan Outlet Vent ... 29

2.3.13 Intake Fan dan Exhaust Fan... 29

2.3.14 Dinding (wall) ... 29

2.3.15 Symetry dan Axis... 30

2.3.16 Periodic... 30

2.3.17 Cell Zone : Fluid ... 30

2.3.18 Cell Zone : Solid ... 30

2.3.19 Porous Media... 30

2.3.20 Kondisi Batas Internal ... 31

2.4 Persamaan Umum Fluent ... 31

2.4.1 Persamaan Kekekalan Massa ... 31

2.4.2 Persamaan Kekekalan Momentum ... 33

2.5 General ... 36

2.5.1 Solver ... 36

2.6 Models ... 37

2.6.1 Multifasa ... 37

2.6.2 Viskositas ... 37

2.6.3 Model k-epsilon ... 38

2.6.4 Model k-omega ... 39

2.6.5 Reynold Stress ... 39

2.6.6 Detached Eddy Simulation (DES) ... 40


(8)

vii

2.7.4 Momentum, Turbulent Kinetic Energy, Turbulent Dissipation Rate... 42

2.8 Solution Intialization ... 43

2.8.1 Intialization Methods ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

3.1 Alat Penelitian ... 45

3.1.1 Prosedur penggunaan Software Ansys 15.0 ... 45

3.2 Proses Simulasi CFD ... 47

3.2.1 Pre-Processing ... 47

3.2.2 Processing ... 51

3.2.3 Post-Processing ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

4.1Hasil Simulasi dan Analisa ... 62

4.2Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG) Terhadap JL = 0,025 m/s ... 63

4.3Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) dengan JL = 0,025 m/s... 64

4.4Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG) Terhadap JL = 0,05 m/s ... 66

4.5Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) dengan JL = 0,05 m/s ... 67

4.6Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG) Terhadap JL = 0,075 m/s ... 69

4.7Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) dengan JL = 0,075 m/s ... 70

4.8Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG) Terhadap JL = 0,1 m/s ... 72

4.9Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) dengan JL = 0,1 m/s ... 73

BAB V PENUTUP ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75


(9)

(10)

ix

Gambar 2.3 Tipe pola aliran slug hasil observasi penelitian pada kecepatan

superfisial air tetap ... 7 Gambar 2.4 Tipe pola aliran slug hasil observasi penelitian pada kecepatan

superfisial udara tetap... 8 Gambar 2.5 Visualisasi Aliran Stratified Smooth (JL = 0,016 m/s dan

JG = 1,02 m/s) ... 8 Gambar 2.6 Visualisasi Aliran Stratified Wavy + Ripple (JL = 0,092 m/s dan

JG = 1,02 m/s) ... 8 Gambar 2.7 Visualisasi Aliran Stratified Wavy + Roll (JL = 0,047 m/s dan

JG = 3.77 m/s) ... 9 Gambar 2.8 Pola penurunan tekanan aliran singlephase dan multiphase. ... 10 Gambar 2.9 Fenomena gadien tekanan dengan Quap = 0,00211361 m3/s

pada detik ke-34 (stratified) ... 10 Gambar 2.10 Fenomena gradien tekanan untuk Quap = 0,005456701 m3/s

pada detik ke-2,75 (pre- slug) ... 10 Gambar 2.11 Fenomena gradien tekanan untuk Quap = 0,005456701 m3/s

pada detik ke-6 (wavy) ... 10 Gambar 2.12 Grafik transfer panas nanofluid dengan material copper

nanopartikel ... 11 Gambar 2.13 Grafik variasi liquid film panjang pipa dari nanofluid

dengan material copper nanopartikel ... 11 Gambar 2.14 Grafik variasi transfer panas dari semua nanopartikel... 12


(11)

x

Gambar 2.18 Visualisasi pola aliran Usl = 1,0 m/s ... 14

Gambar 2.19 Visualisasi bubble flow pada TP1 dengan variasi Usl ... 15

Gambar 2.20 Oil volume fraction dengan Usw = 0.23 m/s, Uso= 0.29 m/s ... 16

Gambar 2.21 Simulasi pola aliran stratified mixed ... 16

Gambar 2.22 Aliran Laminar (Munson dkk, 2012) ... 18

Gambar 2.23 Aliran Turbulen (Munson dkk, 2012) ... 18

Gambar 2.24 Aliran Transisi (Munson dkk, 2012) ... 19

Gambar 2.25 Pola aliran pada pipa horizontal ... 19

Gambar 2.26 Peta Pola Aliran (Mandhane dkk, 1974) ... 21

Gambar 2.27 Struktur Komponen Program FLUENT ... 26

Gambar 2.28 Massa Mengalir Kedalam dan Keluar Elemen Fluida (Versteeg, dkk, 1995) ... 32

Gambar 2.29 Komponen Tegangan Pada Tiga Bidang Elemen Fluida (Versteeg, dkk, 1995) ... 34

Gambar 2.30 Komponen Teganan Dalam Arah x (Versteeg, dkk, 1995) ... 35

Gambar 3.1 Diagram alir simulasi CFD menggunakan software Ansys Fluent 15 ... 46

Gambar 3.2 Pipa (tampak depan) ... 47

Gambar 3.3 Pipa (tampak samping) ... 48

Gambar 3.4 Proses Report Quality Mesh ... 49

Gambar 3.5 Proses Name Selection ... 49

Gambar 3.6. Hasil meshing (tampak samping) ... 50

Gambar 3.7 Hasil meshing outlet ... 50

Gambar 3.8. Hasil meshingbody ... 51


(12)

xi

Gambar 3.13 User Menu Boundary Condition ... 54

Gambar 3.14 User Interface Solution Methods ... 55

Gambar 3.15 User Menu Residual Monitor ... 55

Gambar 3.16 User Menu Solution Initialization ... 56

Gambar 3.17 User Menu Run Calculation ... 56

Gambar 3.18 Tampilan Menu Pembuatan Plane ... 57

Gambar 3.19 Tampilan YZ Plane ... 58

Gambar 3.20 Tampilan XY Plane pada titik Z di koordinat 50 cm dari inlet ... 58

Gambar 3.21 Tampilan Menu Pembuatan Contour ... 59

Gambar 3.22 Tampilan YZ Contour ... 59

Gambar 3.23 Tampilan XY Contour pada titik Z di koordinat 50 cm dari inlet.... 60

Gambar 3.24 Tampilan Menu Pembuatan Legend ... 60

Gambar 3.25 Legend berdasarkan koordinat YZ ... 61

Gambar 4.1 Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan udara (JG) terhadap JL = 0,025 m/s ... 63

Gambar 4.2 Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu dengan JL = 0,025 m/s dan JG = 0,05 m/s ... 64

Gambar 4.3. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan udara (JG) terhadap JL = 0,05 m/s ... 65

Gambar 4.4 Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu dengan JL = 0,05 m/s dan JG = 0,05 m/s ... 67

Gambar 4.5 Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan udara (JG) terhadap JL = 0,075 m/s... 69

Gambar 4.6 Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu dengan JL = 0,075 m/s dan JG = 0,05 m/s ... 70


(13)

(14)

xiii

udara (JG) terhadap JL = 0,025 m/s saat (1,5 detik) ... 78

Lampiran 3. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,025 m/s saat (2 detik) ... 79

Lampiran 4. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,05 m/s saat (1,5 detik) ... 80

Lampiran 5. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,05 m/s saat (2 detik) ... 81

Lampiran 6. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,075 m/s saat (1,5 detik) ... 82

Lampiran 7. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,075 m/s saat (2 detik) ... 83

Lampiran 8. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,1 m/s saat (1,5 detik) ... 84

Lampiran 9. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,1 m/s saat (2 detik) ... 85

Lampiran 10. Geometri benda ... 86

Lampiran 11. Meshing ... 86


(15)

xiv L : Luas penampang pipa (m2)

JG : Kecepatan superfisial gas (m/s)

JL : Kecepatan superfisial cairan (m/s)

Q : Debit (m3/s)

Re : Bilangan Reynold

V : Kecepatan fluida (m/s)

µ : Viskositas dinamik fluida ρ : Massa jenis fluida (kg/m3)


(16)

(17)

(geothermal), aliran dua fase terdiri atas campuran air dan uap sangat dihindari dalam sistem perpipaan karena dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan peralatan pada sistem operasi. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan yang cukup tentang pola aliran, fenomena-fenomena dan karakteristik pada aliran dua fasa tersebut, salah satunya dengan metode simulasi Computational Fluid Dinamic (CFD).

Penelitian ini menggunakan metode simulasi CFD dengan software Ansys Fluent 15.0 untuk mengetahui perubahan karakteristik dalam aliran strata licin (Stratified). Fluida yang digunakan dalam simulasi ini adalah air dan udara. Pada simulasi ini terjadi perubahan karakteristik pola aliran dalam aliran stratified, seperti stratified wafy, stratified roll dan ripple. Model yang dipakai Volume Of Fluid (VOF) dengan aliran turbulen k-ε. Variasi kecepatan superfisial air (JL) yang digunakan 0,025 m/s – 0,1 m/s sedangkan variasi kecepatan superfisial udara (JG) yang digunakan 0,05 m/s – 1 m/s. Pipa yang digunakan adalah pipa acrylic dengan diameter 19 mm dan panjang 1000 mm. Simulasi menggunakan 2 inlet yaitu inlet air dan inlet udara serta 1 outlet.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa : (1). Aliran Stratified terjadi dikarenakan kecepatan rendah pemisah dari fase cairan dan gas terjadi sangat jelas, dalam simulasi ini air dan udara terpisah dengan jelas. (2). Pola aliran tidak konstan atau berubah – ubah bentuk tergantung dari kecepatan superfisial gas atau udara dan kecepatan superfisial air serta waktu dalam pengambilan data. Semakin lama waktu yang diambil maka aliran akan menghasilkan pola aliran stratified yang sempurna. (3). Kenaikan nilai JG menyebabkan tingginya gelombang dan akan mengakibatkan bertambah terjadinya pola aliran stratified wavy+ripple. (4). Frekuensi gelombang stratified wavy dan ripple akan cenderung turun jika nilai JL semakin membesar, sedangkan pengaruh JG tidaklah signifikan terhadap frekuensi gelombang.


(18)

damage the equipment in the operating system. Therefore, considerable knowledge of the flow patterns, phenomena and the characteristics of two phase flow is necessary to be taken, such as Computational Fluid Dynamics (CFD) simulation method.

This research was done by using CFD simulations method with Ansys Fluent 15.0 software to determine the changes of stratified flow characteristics. The fluid used in this simulation are water and air. In this simulation, obtained changes in the flow pattern characteristics of stratified flow, such as stratified wavy, stratified roll and ripple. The model used was Volume Of Fluid (VOF) by using turbulent flow of k-ε. The variations of water superficial velocity (JL) used was

0,025 m/s – 0,1 m/s, meanwhile, the variations of air superficial velocity (JG) used

was 0,05 m/s - 1 m/s. The pipe used was acrylic pipe with a diameter of 19 mm and a length of 1000 mm. The simulations used was 2 inlet, water inlet and air inlet and with one outlet.

The results based on the simulation showed that: (1) The stratified flow pattern formed are stratified wavy, phenomenin of roll and ripple. (2) The flow pattern is not constant or changing into forms depending on the superficial velocity of gas or air and the superficial velocity of water and time of data collection. The longer the time taken, the more perfect the stratified flow pattern produced by the flow. (3) The wave frequency of wavy stratified, ripple and roll will tend to decrease when the value of JL is higher, meanwhile, the effect of JG is not significant on the

frequency of wave.

Keywords: Water - Air Flow, Slippery Strata Flow, Stratified, Simulation, CFD, VOF


(19)

1 1.1 Latar Belakang

Aliran dua fase merupakan suatu fenomena alam yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada pembuatan kopi, salju, aliran darah, alat-alat rumah tangga (misalnya: air conditioner, kulkas, dan lain-lain), serta banyak digunakan dalam kegiatan industri contohnya, dalam perpipaan untuk mengalirkan produk yang berbentuk fluida maupun perpipaan penukar panas (heat exchanger) dan dalam dunia permesinan diaplikasikan dalam penyaluran kompresor, radiator, ac, dan lain-lain.

Studi tentang aliran dua fase dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa bagian yaitu wujud fase (gas-cair, cair-padat, dan padat-gas), aliran (searah ke atas, searah ke bawah, dan berlawanan arah) dan kedudukan saluran (mendatar, tegak atau miring).

Ada beberapa pola aliran yang terjadi pada aliran dua fase, salah satunya adalah aliran strata licin (stratified). Aliran stratified, karakter aliran cairan bergerak di bawah sedangkan gas berada di atasnya pada pipa, terbentuk dengan debit gas dan cairan yang rendah.

Dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan pengamatan secara visual, misalnya Rianto Wibowo dkk (2015) melakukan pengujian dengan menggunakan pipa acrylic transparan dengan diameter dalam 26 mm dan panjang 10 m digunakan agar sub-sub pola aliran stratified dapat mudah diamati secara visual menggunakan kamera video kecepatan tinggi. Kelebihan dari metode visualisasi diantaranya sangat cocok diaplikasikan pada industri karena tidak ada persyaratan untuk bahan pipanya. Akan tetapi visualisasi sub-sub pola aliran

stratified yang diamati masih cukup sulit dideteksi jika hanya menggunakan

fluktuasi beda tekanan saja, dikarenakan sinyal beda tekanan tidak langsung menggambarkan bentuk pola aliran. Oleh karena itu, untuk mendapatkan prediksi


(20)

pola aliran yang tepat, hanya dapat dilakukan jika penelitian/percobaan dilakukan dengan parameter yang sama seperti pada penelitian tersebut.

Sekarang ini, telah ditemukan sebuah metode berbasis sistem komputer yang mampu melakukan simulasi dan analisa terhadap aliran suatu fluida. Dengan adanya metode tersebut maka kemungkinan terburuk dari fenomena fluktuasi

tekanan dapat dihindari, karena dilakukan simulasi dan kemudian hasilnya dapat dianalisa. Hasil dari simulasi tersebut akan menampilkan pola yang akan terjadi dalam sistem aliran fluida yang direncanakan.

Computational Fluid Dynamic (CFD) sangat cocok digunakan untuk melakukan analisa terhadap sebuah sistem yang rumit dan sulit dipecahkan dengan perhitungan manual dan dapat memberikan kekuatan untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, dan sistem akustik hanya dengan pemodelan di computer. Dengan menggunakan software ini akan tampak bentuk virtual prototype dari sistem yang digunakan sesuai dengan keadaan di lapangan. CFD akan memberikan data-data, dan gambar-gambar, atau kurva-kurva yang menunjukkan prediksi dari performansi keandalan sistem tersebut. Dengan kelebihannya tersebut CFD sering digunakan untuk melakukan analisa terhadap suatu pola sebuah sistem. Adapun software CFD yang sering digunakan adalah Fluent, Comsol, Solid Flow dan lainnya.

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap suatu aliran fluida dengan aliran searah pada pipa horizontal menggunakan software CFD Ansys Fluent 15.0 untuk memprediksi pola aliran yang terjadi.


(21)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka didapat beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana mekanisme terjadinya aliran stratified?

2. Bagaimana bentuk pola aliran stratified pada pipa horisontal menggunakan CFD?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan dari beberapa parameter-parameter yang ada, maka dalam penulisan Laporan Tugas Akhir ini perlu adanya batasan-batasan masalah yang diuraikan, antara lain:

1. Simulasi pola aliran pada aliran stratified. 2. Software yang digunakan Ansys Fluent 15. 3. Pemodelan dilakukan pada kondisi transient.

4. Fluida kerjanya adalah air-udara dalam arah horizontal, aliran searah dengan pipa menggunakan material acrylic flexiglass dengan diameter panjang pipa 1000 mm dan diameter dalam 19 mm .

1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Mengetahui mekanisme terjadinya aliran stratified?

2. Mengetahui bentuk dan perubahan pola aliran stratified pada pipa horizontal dengan menggunakan CFD terhadap kecepatan udara dengan 1 JL dan 4 variasi JG dan waktu saat pengambilan data ?

1.5 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan metode pengukuran aliran dua fase lewat simulasi CFD. Menjadi validasi pembanding dari hasil penelitian pengukuran laju aliran dua fase.


(22)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tugas akhir ini secara garis besar adalah:

BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan Tugas Akhir.

BAB II : Kajian Pustaka dan Dasar Teori, bab ini menjelaskan mengenai kajian pustaka, dasar teori meliputi pengertian aliran dua fluida, pola aliran fluida pada pipa horisontal, pengaruh aliran stratified, kecepatan superfisial, komputasi dinamika fluida (CFD), Fluent, struktur program, gambaran penggunaan fluent, langkah penyelesaian masalah, persamaan umum fluent, langkah-langkah dan bagian dalam simulasi. BAB III : Metodologi Penelitian, alat dan bahan penelitian, variable penelitian,

langkah-langkah penelitian, diagram alir penelitian, langkah simulasi. BAB IV : Hasil dan Pembahasan, dalam bab ini berisi tentang analisa terjadinya

aliran stratified.

BAB V : Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan, dan saran mengenai pengujian yang telah dilakukan.


(23)

5 2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai fluktuasi tekanan dan tegangan geser antar muka pada aliran stratified air-udara pada pipa horisontal pernah dilakukan oleh Gunawan, dkk (2015). Metodologi penelitian visualisasi dengan pengukuran beda tekanan dan kondisi adiabatic. Variabel pada penelitian ini meliputi kecepatan superfisial air (JL) dari 0,025 m/s sampai 0,1 m/s dan kecepatan superfisial udara (JG) 0,94 m/s sampai 12 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola aliran stratified

yang meliputi stratified smooth, stratified wavy + ripple, stratified wavy + roll

dan pseudo-slug telah berhasil diidentifikasi baik secara visual dan sinyal tekanan. Berikut adalah hasil dari penelitian Gunawan dkk (2015)

a. Hasil pola aliranStratified Smooth dengan JG = 0,94 m/s dan JL = 0,025 m/s

b. Hasil pola aliran dengan Stratified Ripple JG = 6 m/s dan JL = 0,025 m/s

c. Hasil pola aliran dengan Stratified Ripple JG = 12m/s dan JL = 0,025 m/s


(24)

Santoso, dkk (2012) juga pernah meneliti fluktuasi beda tekanan dari aliran slug air-udara pada aliran dua fase searah pipa horisontal dengan panjang pipa 10 m dan diameter dalam 24 mm. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik dari fluktuasi beda tekanan pola aliran slug menggunakan analisis statistik, probability density function (pdf), autokorelasi dan power spectral density (psd). Perubahan kecepatan superfisial udara dan kecepatan superfisial air dapat dibedakan dengan jelas menggunakan analisis statistik, PDF, autokorelasi dan PSD.

Berikut adalah hasil dari penelitian Santoso dkk (2012)

(a) Kecepatan superfisial udara konstan (b) Kecepatan superfisial air konstan Gambar 2.2. Tekanan diferensial dalam rangkaian waktu (Santoso dkk, 2012)

Penelitian aliran dua fase dengan metode visualisasi sudah pernah dilakukan oleh Santoso, dkk (2011). Namun pola aliran yang diteliti adalah pola aliran kantung (plug) dan sumbat likuid (slug). Dalam penelitian ini pipa yang digunakan adalah pipa yang terbuat dari acrylic yang mempunyai diameter dalam


(25)

24 mm dengan panjang 10 m. Fluida yang digunakan adalah air dan udara. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengkaji pola aliran slug air-udara beserta kecepatan gelembung. Hasilnya pola aliran slug dan kecepatan gelembung dapat diamati secara visualisasi dengan jelas.

Gambar 2.3. Tipe pola aliran slug hasil observasi penelitian pada kecepatan superfisial air tetap (Santoso dkk, 2012)

Gambar 2.4. Tipe pola aliran slug hasil observasi penelitian pada kecepatan superfisial udara tetap (Santoso dkk, 2012)


(26)

Hudaya, dkk (2013), melakukan penelitian penentuan sub-sub daerah aliran stratified udara-air pada pipa horisontal (dia. dalam pipa 26,0 mm dan total panjang seksi uji 9,5 m) menggunakan Constant Electric Current Method (CECM). Dalam penelitian ini digunakan sensor CECM sebanyak 3 buah dengan jarak aksial antar sensor 215 mm. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik gelombang antar muka yang dihasilkan dari pemrosesan sinyal CECM dan studi visual dapat digunakan untuk menentukan sub-sub daerah aliran

stratified.

Gambar 2.5. Visualisasi Aliran Stratified Smooth dengan JL = 0,016 m/s dan JG = 1,02 m/s (Hudaya dkk, 2013)

Gambar 2.6. Visualisasi Aliran Stratified Wavy + Ripple dengan JL = 0,092 m/s dan JG = 1,02 m/s (Hudaya dkk, 2013)

Gambar 2.7. Visualisasi Aliran Stratified Wavy + Roll dengan JL = 0,047 m/s dan JG = 3.77 m/s (Hudaya dkk, 2013)


(27)

Penelitian terkait pola aliran fluida tipe single dan multiphase terus berkembang. Mazumder, Q, H, (2012) melakukan analisa aliran single dan

multiphase pada pipa tipe elbow. Pola karakteristik aliran yang diamati ada pada 6 titik berbeda dengan memberikan variasi 3 jenis kecepatan udara dan 3 jenis kecepatan air. Hasilnya profil tekanan dan kecepatan pada 6 titik menunjukkan peningkatan pada tekanan di geometri elbow dengan penurunan tekanan pada sisi outlet karena fluida yang meninggalkan elbow. Pola penurunan tekanan yang diamati akan serupa untuk aliran singlephase dan multiphase.

. Gambar 2.8. Pola penurunan tekanan aliran singlephase dan multiphase. (Mazumder, Q, H, 2012)


(28)

Pola aliran dua fasa uap-kondensat berdasarkan pengukuran beda tekanan pada pipa horisontal juga pernah diteliti oleh Sukamta, dkk (2010). Tujuan penelitian untuk mengetahui pola aliran berdasarkan pengukuran beda tekanan. Bahan yang digunakan pipa anulus bagian dalam dari bahan tembaga berdiameter 17 mm dengan panjang 1,6 m, sedangkan pipa anulus bagian luar adalah pipa besi berdiameter 4 inchi. Hasilnya Pola aliran yang teridentifikasi pada aliran dua fasa air-uap air (kondensat) dari hasil kondensasi uap pada pipa horisontal ini meliputi pola aliran stratified, wavy, plug, pre-slug, dan slug.

Gambar 2.9. Fenomena gadien tekanan dengan Quap = 0,00211361 m3/s pada detik ke-34 (stratified) (Sukamta dkk, 2010)

Gambar 2.10. Fenomena gradien tekanan untuk Quap = 0,005456701 m3/s pada detik ke-2,75 (pre- slug) (Sukamta dkk, 2010)

Gambar 2.11. Fenomena gradien tekanan untuk Quap = 0,005456701 m3/s pada detik ke-6 (wavy) (Sukamta dkk, 2010)

Abbasi, dkk (2014) pernah melakukan simulasi aliran dan transfer panas dari nano fluid 2 fase (aliran stratified regime). Bahan nanopartikel tembaga, emas, titanium oxside, digunakan pada penelitian ini untuk menghasilkan


(29)

0.0512 m. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan variasi cairan terhadap panjang pipa. Hasil dari penelitian dua fase perpindahan posisi terendah panas menurun sepanjang kualitas uap meningkat.

Gambar 2.12 Grafik transfer panas nanofluid dengan material copper nanopartikel

(Abbasi dkk, 2014)

Gambar 2.13. Grafik variasi liquid film panjang pipa dari nanofluid dengan material copper nanopartikel (Abbasi dkk, 2014)


(30)

Gambar 2.14. Grafik variasi transfer panas dari semua nanopartikel

(Abbasi dkk, 2014)

Korawan, (2015) meneliti pola aliran dua fase (air-udara) pada pipa horisontal dengan variasi kecepatan superfisial air. Bahan penelitian menggunakan pipa acrylic dengan diameter dalam 36 mm dan panjang 2000 mm. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah visualisasi dengan variasi kecepatan superfisial air. Air digunakan sebagai fluida cair dan udara sebagai fluida gas. Pola aliran yang teramati adalah bubble flow, slug flow dan stratified flow. Semakin besar nilai Usl mengakibatkan semakin panjang bubble region yang terjadi.


(31)

Gambar 2.15. Visualisasi pola aliran pada kecepatan Usl = 0,4 m/s (Korawan dkk, 2015)

Gambar 2.16. Visualisasi pola aliran pada kecepatan Usl = 0,55 m/s (Korawan dkk, 2015)


(32)

Gambar 2.17. Visualisasi pola aliran pada Usl = 0,85 m/s (Korawan dkk, 2015)

Gambar 2.18. Visualisasi pola aliran Usl = 1,0 m/s (Korawan dkk, 2015)


(33)

Gambar 2.19. Visualisasi bubble flow pada TP1 dengan variasi Usl (Korawan dkk, 2015)

Terzuoli, dkk (2008) melakukan penelitian kode validasi data eksperimen

CFD terhadap aliran stratified air-udara. Pada aliran inlet menggunakan variasi kecepatan superfisial air dan udara. Penelitian dilakukan menggunakan aplikasi

Ansys CFX dan Fluent 10.0. Dengan penampang persegi panjang dengan tinggi 0.1 m, lebar 0.2 m dan panjang 13 m. Hasilnya adalah data eksperimen dan simulasi telah dilakukan oleh kode CFD dengan aplikasi NEPTUNE CFD V1.0.6, FLUENT 6.1, dan CFX 10,0 dimodelkan dengan Gambit 1.0 dan ANSYS ICEM 10,0 softwares.

Desamala, dkk (2013) pernah meneliti Simulasi CFD dan validasi pola aliran bounderies transisi aliran dua fasa air-minyak melalui pipa horisontal. Pipa yang digunakan pipa horisontal dengan diameter dan panjang masing-masing 0,025 m dan 7,16 m . Metode VOF digunakan dalam penelitian ini, pengaruh tegangan permukaan digunakan untuk memprediksi terjadinya pola aliran. Aplikasi yang digunakan Ansys CFD dan Fluent. Hasil penelitian untuk memprediksi pola aliran pada sistem 47.037 sel didapatkan untuk simulasi transisi gelombang dikelompokkan ke aliran campuran bertingkat.


(34)

Gambar 2.20. Oil volume fraction dengan Usw = 0.23 m/s, Uso= 0.29 m/s (Desamala dkk, 2013)

Gambar 2.21. Simulasi pola aliran

stratified mixed


(35)

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Aliran Fluida

Aliran dua fase merupakan aliran yang terdiri dari 2 jenis zat yang berbeda fase dan mengalir secara bersamaan dalam suatu penampang. Aliran dua fase ini dapat berupa fase cair-gas, cair-padat ataupun padat-gas.

Campuran dua fluida dalam pipa sering ditemui. Ketika campuran gas-cair mengalir disepanjang pipa, dapat menimbulkan terjadinya pola aliran yang berbeda disepanjang saluran. Ada beberapa faktor penting dalam menentukan pola aliran diantaranya adalah tegangan permukaan, gravitasi, rapat massa, kecepatan aliran dan diameter atau geometri pipa.

Aliran fluida dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu berdasarkan waktu dan berdasarkan bentuk aliran. Aliran fluida berdasarkan waktu yaitu:

a. Aliran Steady

Suatu aliran dimana kecepatan tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu sehingga kecepatan konstan pada setiap titik (tidak mempunyai

percepatan). b. Aliran Transient

Suatu aliran dimana terjadi perubahan kecepatan terhadap waktu.

Pada dasarnya aliran dua fase di dalam pipa dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Aliran Laminar

Aliran fluida yang bergerak secara paralel (tidak saling memotong), atau aliran berlapis. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam kecenderungan terjadinya gerakan relatif antar lapisan. Aliran laminar ini mempunyai nilai bilangan Reynoldnya kurang dari 2100 (Re < 2100).


(36)

Gambar 2.22 Aliran Laminar (Munson dkk, 2012)

b. Aliran Turbulen

Aliran dimana pergerakan dari partikel-partikel fluida sangat tidak menentu karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida ke bagian fluida yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida sehingga menghasilkan kerugian-kerugian aliran. Dimana nilai bilangan Reynoldnya lebih besar dari 4000 (Re>4000).

Gambar 2.23 Aliran Turbulen (Munson dkk, 2012) c. Aliran Transisi

Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Nilai bilangan Reynoldsnya antara 2100 sampai dengan 4000 (2100<Re<4000).


(37)

Gambar 2.24 Aliran Transisi (Munson dkk, 2012)

2.2.2 Pola Aliran Fluida Pada Pipa Horisontal

Dalam aliran dua fase pengetahuan tentang pola aliran sangatlah penting. Pola aliran fluida multifasa pada pipa horisontal cenderung memiliki karakteristik yang lebih rumit dibanding dengan pola aliran pada pipa vertikal. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh gaya gravitasi yang menyebabkan fluida yang memiliki massa jenis lebih berat akan cenderung berada di posisi bagian bawah pipa dan fluida yang memiliki massa jenis lebih ringan cenderung berada diatas. Pada saluran horizontal dengan aliran cair dan gas searah, pola aliran yang umumnya dijumpai adalah aliran buble, aliran stratified, aliran stratified wavy, aliran plug, aliran slug dan aliran annular.

Ada beberapa pola aliran dalam pipa horizontal sebagaimana terlihat pada gambar 2.25, yaitu:

Gambar 2.25 Pola aliran pada pipa horizontal


(38)

a. Stratified flow, pola ini hanya terjadi pada kecepatan liquid dan uap yang rendah. Liquid dan uap mengalir terpisah dengan garis batas yang halus. b. Wavy flow, pola aliran ini terjadi karena naiknya kecepatan aliran uap yang

berada di bagian atas pipa yang mengakibatkan garis batas uap-liquid

terganggu dan terbentuk gelombang.

c. Slug flow, pola ini terjadi ketika kecepatan uap terus meningkat dan mengakibatkan gelombang yang signifikan pada garis batas uap-liquid

sehingga meruncing dan memunculkan busa (forthy slug).

d. Annular flow, pola ini terjadi masih pada kecepatan uap yang tinggi dan polanya sama dengan annular flow terjadi dimana uap berada di tengah-tengah pipa dan liquid berada pada permukaan pipa.

e. Bubbly flow, pola aliran ini sama dengan yang terjadi pada pipa aliran vertikal hanya perbedaannya di sini gelembung uap akan mengalir di setengah bagian atas pipa.

f. Plug flow, sama dengan slug flow pada pipa vertikal, hanya saja gelembung uap mengalir di bagian atas.

Peta pola aliran yang dipakai untuk bahan referensi adalah peta pola aliran Mandhane (1974) karena peta pola aliran ini sering dipakai untuk acuan dalam penelitian aliran dua fase.

Tabel 2.1. Batasan penggunaan peta pola aliran (Mandhane dkk, 1974)

Parameter Range

Pipe diameter 12,7 – 165, 1 mm Liquid density 705 – 1009 kg/m3 Gas density 0,80 – 50,5 kg/m3 Liquid viscosity 0,3 x 10-3 - 9 x 10-3 Pa.s Gas viscosity 1 x 10-5– 2,2 x 10-5 Pa.s Surface Tension 24 – 103 mN/m

Liquid Superficial velocity 0,09 – 7,31 m/s Gas Superficial velocity 0,04 – 171 m/s


(39)

Gambar 2.26 Peta Pola Aliran (Mandhane dkk, 1974) 2.2.3 Pengaruh Aliran Stratified

Pola aliran stratified terjadi ketika kecepatan rendah pemisahan dari fase cairan dan gas terjadi secara jelas.

Pola aliran stratified termasuk salah satu jenis aliran dua fasa yang mempunyai ciri khas yaitu, udara dan air terpisah. Udara akan mengalir dibagian atas pipa, diameter dalam pipa sedangkan air mengalir di bagian bawah diameter dalam pipa.

Batas antara air dan udara ini sangat terlihat jelas secara kasat mata pada aliran, karena air dan udara bergerak dengan kecepatan yang lambat. Pada aliran

stratified, air mengalir di bawah disebabkan massa jenis air lebih besar dari pada udara.

2.2.4 Kecepatan Superfisial

Beberapa jenis aliran sangat terpengaruh oleh bilangan Reynold. Bilangan Reynold adalah bilangan tidak berdimensi yang penting digunakan untuk penelitian aliran fluida didalam pipa. Adapun persamaan bilangan Reynold menurut Munson (2009) adalah sebagaiberikut:


(40)

� = ��� ……… (2.1) Dengan:

V = Kecepatan Fluida (m/s) D = Diameter Dalam Pipa (m)

ρ = Massa Jenis Fluida (kg/m³)

μ = Viskositas Dinamik Fluida (kg/m.s) atau (N.s/m²)

Pada aliran fluida terdapat kecepatan superfisial yang merupakan kecepatan fluida pada kolom kosong. Terdapat dua jenis kecepatan kecepatan superfisial, yaitu kecepatan superfisial gas (JG) dan kecepatan superfisial cairan (JL). Kata superfisial velocity dari tiap fase bisa di gambarkan sebagai volumetric flux, yaitu flow rate dari tiap fase dibagi dengan area pipe cross sectional dengan asumsi bahwa fase mengalir sendiri di dalam pipa. Sehingga untuk kecepatan superfisial gas dan kecepatan superfisial air bisa diperoleh sebagai berikut:

��= ………. (2.2)

�� = ………. (2.3)

Dimana:

JG = Kecepatan superfisial gas (m/s)

JL = Kecepatan superfisial air (m/s)

QG = Debit gas (m3/s)

QL = Debit fluida (m3/s)

A = Luas pipa(m2)

2.2.5 Komputasi Dinamika Fluida

Computational Fluid Dynamics (CFD), dalam istilah Indonesia biasa disebut Komputasi Dinamika Fluida adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika).

Ada tiga tahapan yang harus dilakukan ketika melakukan simulasi CFD, yaitu: Prepocessor, Processor dan Postprocessor.


(41)

1. Prepocessor (meshing)

Preprocessing merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (computer aided design), membuat mesh yang cocok atau sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-safat fluidanya.

2. Processor (perhitungan data-data input)

Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing.

3. Postprocessor (simulasi grafik dan animasi)

Postprocessing merupakan langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva dan animasi.

Pada dasarnya CFD mengganti persamaan-persamaan diferensial parsial dari kontinuitas, momentum, dan energi dengan persamaan-persamaan aljabar. Persamaan yang asalnya kontinum (memiliki jumlah sel tak terhingga) dirubah menjadi model diskrit (jumlah sel terhingga).

2.3 FLUENT

FLUENT adalah salah satu dari jenis program CFD yang menggunakan metode volume hingga. FLUENT dapat menyelesaikan kasus aliran fluida dengan

mesh (grid) yang tidak terstruktur sekalipun dengan cara yang relatif mudah, karena FLUENT menyediakan fleksibilitas mesh yang tidak terstruktur sekalipun dengan cara yang relatif mudah. Setelah menggunakan program ini, maka akan didapat hasil-hasil yang mendekati dengan kasus yang akan dijumpai di lapangan.

FLUENT didukung oleh jenis mesh tipe 2D triangular-quadrilateral, 3D tetrahedral-hexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid). FLUENT juga memungkinkan untuk memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada.


(42)

FLUENT memiliki struktur data yang efisien dan lebih fleksibel, karena FLUENT ditulis dalam bahasa C. FLUENT juga dapat dijalankan sebagai proses terpisah secara simultan ada klien desktop workstation dan computer server.

FLUENT sering digunakan karena memiliki kelebihan: a. FLUENT mudah untuk digunakan

b. Model yang realistic (tersedia berbagai pilihan solver) c. Diskritisasi atau meshing model yang efisien

d. Cepat dalam penyajian hasil (bisa dengan paralel komputer) e. Visualisasi yang mudah untuk dimengerti

Dalam dunia industri, CFD sering digunakan untuk desain suatu sistem fluida, juga untuk mencari sumber atau analsis kegagalan suatu sistem fluida. klasifikasi penggunaan CFD dalam dunia industri (secara umum) : Aerospace, Otomotif, Biomedical, Proses kimia, Semikonduktor, Pertambangan, Petrokimia, Polimer, Pembangkit tenaga, Turbomachinery, sebagai berikut :

1. Aerospace

Di Industri ini penerapan aplikasi CFD dipakai oleh para produsen/manufaktur pesawat militer, penumpang dan pesawat luar angkasa. Kemampuan CFD saat ini hingga mampu memodelkan hingga tingkat keakuratan tinggi. Penggunaan CFD dipakai untuk menganalisis external aerodynamics, avionics cooling, fire suppression, the icing, engine performance, life support, etc.

2. Otomotif

Di bidang otomotif, aplikasi CFD dipakai oleh banyak perusahaan otomotif terkemuka di dunia. Aplikasi CFD dipakai guna melihat fenomena external, cooling, heating, engine performance dan pada dunia balap. Sistem ini dipakai guna mengetahui performa pada komponen-komponen seperti pompa, rem, kompresor, manifold, ban, headlamp dll.


(43)

3. Biomedical

Biomedis merupakan salah satu bidang yang cukup menantang bagi CFD. Aplikasi ini dipakai pada alat-alat medis dan anatomi tubuh manusia. Aplikasi

CFD dipakai untuk mengetahui bagaimana sistem yang ada di tubuh kita bekerja, seperti aliran darah nadi, masuknya udara pada hidung, pengembangan pompa jantung, dll.

4. Chemical Processing

Dalam industri proses kimia hampir semua aliran bereaksi satu dengan yang lain. Kompleksnya pemodelan di industri ini seperti pada mixing tank, dan aliran multifase yang kadang melibatkan beberapa fase berbeda (cair, gas dan padat) saling bereaksi satu sama lain membuat pemodelan di bidang ini harus dilakukan oleh engineer berpengalaman dalam bidang ini. Proses kimia yang sering dimodelkan adalah mixing, separation, reaction, combuston, filtration dan

drying.

5. Equipment Manufacturing

Kebutuhan pemodelan dalam industri manufaktur produk pada umumnya berupa optimasi design dari produk baru yang akan dibuat atau troubleshooting. Dalam bidang ini CFD digunakan dalam pembuatan impeller, turbin, fan, propeller, vanes, ducting, valve, piping, seal bahkan dalam pembuatan sistem.

6. Semikonduktor

Pemodelan di industri ini sangat berperan aktif dalam memodelkan clean clean room ventilation, air handling, wafer processing, optimisasi furnace. Di industri ini efisiensi dan optimisasi sangat diperlukan karena proses dengan teknologi tinggi sangat menelan biaya jika tidak dilakukan dengan efisien. Pemodelan CFD di bidang ini sudah mencapai teknologi plasma.


(44)

Mesh 2D/3D File PDF mesh mesh Geometri atau mesh

Boundary mesh Boundary mesh dan/atau mesh volume

2.3.1 Struktur Program

Gambar 2.27 Struktur Komponen Program FLUENT

2.3.2 Gambaran Penggunaan FLUENT 2.3.3 Merencanakan Analisis CFD

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan menyelesaikan suatu kasus dengan menggunakan FLUENT, yaitu:

a. Menentukan tujuan pemodelan b. Pemilihan model komputasional c. Pemilihan model fisik

d. Penentuan prosedur

GAMBIT

Setup geometri

Pembuatanmesh

2D/3D

Program CAD/CAE lainnya

PrePDF

 Perhitungan dari

look-up tables

FLUENT

 Impor dan adaptasi mesh  Pemodelan fisik

 Kondisi batas

 Sifat-sifat material

 Perhitungan

Post processing

TGrid

Mesh triangular 2DMesh tetrahedral 3DMesh hybrid 2D/3D


(45)

2.3.4 Langkah Penyelesaian Masalah

Setelah merencanakan analisis CFD pada model, langkah-langkah umum penyelesaian analisis CFD pada FLUENT sebagai berikut:

a. Membuat geometri dan mesh pada model

b. Memilih solver yang tepat untuk model tersebut (2D atau 3D) c. Mengimpor mesh model

d. Melakukan pemeriksaan pada mesh model e. Memilih formulasi solver

f. Memilih persamaan dasar yang akan dipakai dalam analisis g. Menentukan sifat material yang akan dipakai

h. Menentukan kondisi batas

i. Mengatur parameter control solusi j. Initialize the flow field

k. Melakukan perhitungan/iterasi l. Memeriksa hasil iterasi

m. Menyimpan hasil iterasi

n. Jika perlu, memperhalus grid kemudian dilakukan iterasi ulang untuk mendapatkan hasil yang lebih baik

2.3.5 Kondisi Batas dan Parameter pada Kondisi Batas

Untuk mendefinisikan suatu kasus, harus dimasukkan informasi pada variabel aliran pada domain kasus tersebut, antara lain fluks massa, momentum, energi, dll.

Data yang diperlukan pada batas tergantung dari tipe kondisi batas dan model fisik yang dipakai (turbulensi, persamaan energi, multifasa, dll). Data yang diperlukan pada kondisi batas merupakan data yang sudah diketahui atau data yang dapat diasumsikan. Tetapi asumsi data yang dipakai harus diperkirakan mendekati yang sebenarnya. Input data yang salah pada kondisi batas akan sangat berpengaruh terhadap hasil simulasi.


(46)

2.3.6 Velocity Inlet

Kondisi batas velocity inlet digunakan untuk mendefinisikan kecepatan aliran dan besaran skalar lainnya pada sisi masuk aliran. Kondisi batas ini hanya digunakan untuk aliran inkompresibel.

2.3.7 Mass Flow Inlet

Pada kondisi batas ini harus dimasukkan data laju aliran massa atau fluks massa, temperature fluida (apabila mengaktifkan persamaan energi), tekanan

gauge pada sisi masuk, arah aliran, dan besaran turbulensi. Nilai tekanan gauge

tersebut hanya akan digunakan sebagai tebakan awal oleh FLUENT dan akan dikoreksi sendiri sejalan dengan proses iterasi. Tetapi apabila nilai tekanan tersebut berbeda jauh dari keadaan sebenarnya maka akan memperlambat proses iterasi. Metode spesifikasi arah aliran dan turbulensi sama dengan kondisi batas

velocity inlet.

2.3.8 Pressure Inlet

Pada kondisi batas ini harus dimasukkan data tekanan total (absolute), tekanan gauge, temperatur, arah aliran, dan besaran turbulen. Tekanan total yang dimaksud di sini merupakan penjumlahan dari nilai tekanan operasi dan tekanan

gauge. Sedangkan nilai temperatur masukan tersebut akan digunakan sebagai temperatur static pada aliran inkompresibel. Metode spesifikasi arah aliran dan turbulensi sama dengan kondisi batas velocity inlet.

2.3.9 Pressure Outlet

Kondisi batas ini dipakai pada sisi keluar fluida dan data tekanan pada sisi keluar diketahui atau minimal dapat diperkirakan mendekati sebenarnya. Pada kondisi batas ini harus dimasukkan nilai tekanan statik, temperatur aliran balik


(47)

2.3.10 Outflow

Kondisi batas ini digunakan apabila data aliran pada sisi keluar tidak diketahui sama sekali. Data pada sisi keluar diekstrapolasi dari data yang ada pada aliran sebelum mencapai sisi keluar.

2.3.11 Pressure Far-Field

Kondisi batas ini digunakan untuk memodelkan aliran kompresibel free-stream yang mempunyai dimensi yang sangat panjang (jarak antara inlet dan

outlet jauh sekali). Kondisi batas ini ada pada sisi keluar aliran. Besaran yang harus dimasukkan adalah tekanan gauge, bilangan Mach, temperatur aliran, arah aliran dan besaran turbulensi pada sisi keluar.

2.3.12 Inlet Vent dan Outlet Vent

Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar aliran dimana terdapat peralatan ventilasi di sisi luar saluran masuk/keluar yang dapat menimbulkan kerugian tekanan pada aliran. Data yang harus dimasukkan pada kondisi batas ini sama dengan data pada kondisi batas pressure inlet/pressure outlet, hanya terdapat tambahan data untuk kerugian tekanan.

2.3.13 Intake Fan dan Exhaust Fan

Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar aliran dimana terdapat fan/blower di sisi luar saluran masuk/keluar untuk menghembus/menghisap fluida di dalam saluran. Data yang harus dimasukkan pada kondisi batas ini sama dengan data pada kondisi batas pressure inlet/pressure outlet, hanya terdapat tambahan data untuk kenaikan tekanan setelah melewati fan/blower(pressure-jump).

2.3.14 Dinding (wall)

Kondisi batas ini digunakan sebagai dinding untuk aliran fluida dalam saluran atau dapat disebut juga sebagai dinding saluran. Kondisi batas ini digunakan juga sebagai pembatas antara daerah fluida (cair dan gas) dan padatan.


(48)

2.3.15 Symmetry dan Axis

Kedua kondisi batas ini digunakan untuk mengurangi daya komputasi yang dibutuhkan pada suatu kasus. Pada panel kondisi batas untuk kedua kondisi batas ini tidak ada input data yang diperlukan. Kondisi batas simetri digunakan apabila model geometri kasus yang bersangkutan dan pola aliran pada model tersebut simetri. Kondisi batas ini juga dapat digunakan untuk memodelkan dinding tanpa gesekan pada aliran viskos. Sedangkan kondisi batas axis

digunakan sebagai garis tengah (centerline) untuk kasus 2D axisymmetry. 2.3.16 Periodic

Kondisi batas periodik digunakan untuk mengurangi daya komputasi pada kasus tertentu. Kondisi batas ini hanya dapat digunakan pada kasus yang mempunyai medan aliran dan geometri yang periodic, baik secara translasi atau rotasi.

2.3.17 Cell Zone : Fluid

Kondisi batas ini digunakan pada kontinum model yang didefinisikan sebagai fluida. Data yang dimasukkan hanya material fluida. Dapat didefinisikan sebagai media berpori.

2.2.18 Cell Zone: Solid

Kondisi batas ini digunakan pada kontinum model yang didefinisikan sebagai padatan. Data yang harus dimasukkan hanya material padatan. Dapat didefinisikan heat generation rate pada kontinum solid (opsional).

2.3.19 Porous Media

Porous zone merupakan pemodelan khusus dari zona fluida selain padatan dan fluida. Kondisi batas ini digunakan dengan cara mengaktifkan pilihan porous zone pada panel fluida. Digunakan untuk memodelkan aliran yang melewati media berpori dan tahanan yang terdistribusi, misalnya : packed beds, filter papers, perforated plates, flow distributors, tube banks.


(49)

2.3.20 Kondisi Batas Internal

Selain kondisi batas yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa kondisi batas lagi yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok kondisi batas internal. Yang termasuk dalam kondisi batas internal adalah : fan, radiator, porous jump, interior. Kondisi batas ini digunakan untuk bidang yang berada di tengah medan aliran dan tidak mempunyai ketebalan.

Kondisi batas fan, radiator, dan porous jump digunakan untuk memodelkan adanya fan, radiator, atau media berpori di tengah-tengah aliran, sehingga tidak perlu dibuat model fan atau radiator, cukup dengan menentukan kenaikan tekanan yang terjadi setelah melewati alat tersebut. Sedangkan kondisi batas interior digunakan untuk bidang yang kedua sisinya dilewati oleh fluida.

2.4 Persamaan Umum FLUENT

2.4.1 Persamaan Kekekalan Massa

Langkah pertama dalam penurunan persamaan kekekalan massa adalah menuliskan kesetimbangan massa untuk elemen fluida.

Kelajuan peningkatan massa dalam elemen fluida adalah �

� (�� × � � = ��

� � � � ……….…… (2.4)

Selanjutnya kita perlu menerangkan kelajuan massa aliran melintasi sebuah bidang elemen yang diberikan oleh hasil daridensitas, luas dan komponen kecepatan normal terhadap bidang dari gambar 2.28 dapat dilihat bahwa neto kelajuan aliran massa kedalam elemen melewati boundarinya diberikan oleh:

Kelajuan peningkatan massa = Neto kelajuan aliran massa dalam elemen fluida dalam elemen fluida


(50)

(

� −

� �

)

� � -

(

� +

� � � �

)

� � +

(

� −

� � � �

)

� � -

(

� +

� � � �

)

� � +

(

� −

� � � �

)

� � -

(

� +

� �

� �

)

� � ………….... (2.5) Aliran-aliran yang sejajar kedalam elemen menghasilkan sebuah peningkatan massa dalam elemen dan mempunyai sebuah tanda positif dan aliran-aliran yang meninggalkan elemen diberikan sebuah tanda negatif.

Gambar 2.28 Massa Mengalir Kedalam dan Keluar Elemen Fluida (Versteeg dkk, 1995)

Kelajuan peningkatan massa kedalam elemen sama dengan neto kelajuan aliran massa kedalam elemen fluida melintasi bidangnya. Semua suku-suku hasil akhir kesetimbangan massa disusun pada sisi sebelah kiri dengan tanda yang sama dan pernyataan dibagi dengan � � � .

Menghasilkan: �� �

+

� � �

+

� � �

+

� �


(51)

Kekekalan massa boleh ditulis sebagai berikut: ��

� + diѵ (� ) = 0 ………...(2.7) Persamaan (2.7) adalah unsteady, kekekalan massa atau persamaan kontinuitas tiga dimensi pada sebuah titik dalam sebuah fluida kompresibel. Suku pertama pada sisi sebelah kiri kelajuan perubahan dalam waktu dari densitas (massa persatuan volume). Suku kedua menjelaskan neto aliran massa keluar dari elemen melintasi boundarinya dan disebut suku konvektif.

Untuk fluida inkompresibel (misalnya liquid) densitas adalah konstan dan persamaan pada (2.8) menjadi :

diѵ (� ) = 0 ………... (2.8) Atau dalam penjabarannya:

� � �

+

� � �

+

� �

� = 0 ………...(2.9)

2.4.2 Persamaan Kekekalan Momentum

Hukum newton kedua menyatakan bahwa laju perubahan momentum partikel fluida sama dengan jumlah gaya pada partikel.

Kelajuan peningkatan momentum x, y dan z persatuan volume partikel fluida diberikan oleh :

� = � �

=

� �

� + diѵ (� �) � = �

=

� �

� + diѵ (� �) � = �

=

� �

� + diѵ (� �)……….(2.10) Tingkat kenaikan momentum partikel fluida = jumlah gaya pada partikel


(52)

Ada dua tipe gaya pada partikel fluida : a. Gaya- gaya permukaan:

 Gaya tekanan

 Gaya viskos b. Gaya-gaya badan:

 Gaya gravitasi  Gaya sentrifugal  Gaya coriolis

Keadaan tegangan dari sebuah elemen fluida didefinisikan dalam suku-suku tekanan dan Sembilan komponen tegangan viskos ditunjukkan dalam Gambar 2.8. tekanan normal ditandai oleh p. tegangan-tegangan viskos ditandai oleh �. Notasi akhiran yang biasa � digunakan untuk menandakan arah tegangan viskos. Akhiran i dan j dalam � menandakan bahwa komponen tegangan bekerja dalam arah j pada sebuah permukaan normal kearah i.

Gambar 2.29 Komponen Tegangan Pada Tiga Bidang Elemen Fluida (Versteeg dkk, 1995)

Pertama kita mempertimbangkan komponen-komponen arah x dari gaya-gaya yang disebabkan komponen tegangan � , � , � dan tekanan p. besarnya hasil akhir gaya dari sebuah tegangan permukaan adalah hasil dari tegangan dan luas. Gaya yang sejajar dengan arah dari sebuah axis koordinat menjadi sebuah tanda


(53)

positif dan dalam arah yang berlawanan dengan sebuah tanda negatif. Neto gaya dalam arah x adalah jumlah komponen-komponen gaya yang bekerja alam pada elemen fluida tersebut.

Gambar 2.30 Komponen Teganan Dalam Arah x (Versteeg dkk, 1995)

Pada pasangan sisi (timur, barat):

[(

p - ��

� �x

)

-

(

- ��

� �x

)]

�y�z +

[

-

(

p + ��

� �x

)

+

(

+ ��

� �x

)]

�y�z =

(

-�� �

+

��

)

�x �y�z ………...(2.11) Gaya total dalam arah x pada pasangan sisi (utara, selatan) :

-

(

- ��

� �y

)

�x�z +

(

+

��

� �y

)

�x�z = ��

� �x �y�z ….(2.12) Gaya total dalam arah x pada sisi bawah dan atas :

-

(

- ��

� �y

)

�x�y +

(

+

��

�y

)

�x�y = ��

� �x�y�z …..(2.13) Gaya total persatuan volume pada fluida yang disebabkan tegangan-tegangan permukaan ini sama dengan jumlah dari (2.11), (2.12), (2.13) dibagi oleh volume �x�y�z :


(54)

� −�+� �

+

�� �

+

��

� ………....(2.14) Tanpa mempertimbangkan gaya badan dalam lebih derail lagi pengaruhnya secara menyeluruh dapat dimasukkan dengan mendefinisikan sebuah source ��

dari momentum x persatuan volume persatuan waktu.

Kompunen x persamaan momentum ditemukan dengan menetapkan perubahan momentum x dari partikel fluida sama dengan total gaya dalam arah x pada elemen yang disebabkan tegangan permukaan ditambah kelajuan peningkatan momentum x disebabkan source:

=

� −�+��

+

��

+

��

+

�� ……….(2.15) Untuk membuktikan bahwa komponen y persamaan momentum:

=

��

� +

� −�+�� � +

��

� +���………....(2.16) Dan juga komponen z persamaan momentum:

=�� � +

�� �

+

� −�+��

� +���………...(2.17)

2.5 General

2.5.1 Solver

Pressure-based

Medan kecepatan diperoleh dari persamaan momentum, konversi massa (kontinuitas) dicapai dengan memecahkan persamaan tekanan, persamaan energi (jika perlu) diselesaikan secara berurutan dan persamaan skalar tambahan juga diselesaikan dalam mode terpisah.


(55)

Density-based

Persamaan yang mengatur kontinuitas, momentum, jika perlu energi dan jenis pengangkutan diselesaikan bersama. Persamaan skalar tambahan diselesaikan secara terpisah, berat jenis dapat dijalankan berdasarkan implisit atau eksplisit.

2.6 Models

2.6.1 Multifasa

Volume Of Fluid (VOF)

Digunakan untuk dua atau lebih fluida yang memiliki hubungan antar muka. Persamaan momentum digunakan untuk setiap fasa fluida dan fraksi volume digunakan untuk setiap fluida pada perhitungan yang diamati melalui seluruh bidang asal.

Mixture

Digunakan untuk aliran yang berbentuk gelembung atau butiran, dimana kedua fasa tercampur sempurna atau fraksi volume fasa diskrit melebihi 10%, untuk aliran yang homogen.

Eulerian

Digunakan untuk aliran granular dan juga digunakan untuk aliran yang

hydrotransport.

2.6.2 Viskositas

Inviscid

Model ini digunakan pada aliran yang tidak mengalami perubahan viskositas. Nilai viskositasnya tetap dan gesekan antar partikelnya relatif kecil. Apabla fluida mengalir pada suatu pipa maka tangensial stress fluida sama dengan nol, sehingga tidak ada energi dan fluida mengalir bebas tanpa adanya hambatan.


(56)

Laminar

Model ini dapat digunakan pada aliran yang fluidanya bergerak dalam lapisan-lapisan atau lamina–lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar.

Spalart-Allmaras

Model ini dapat digunakan untuk simulasi yang sedikit ‘kasar’ dengan

ukuran mesh yang besar sehingga perhitungan aliran turbulen yang akurat bukan hal yang bersifat kritis. Model ini juga dapat digunakan untuk memprediksi perubahan turbulensi isotropic yang homogeny dan model ini tidak mampu untuk perubahan length scale secara cepat.

2.6.3 Model k-Epsilon (ε)

Standart

Model ini merupakan model turbulensi semi empiris yang lengkap. Walaupun masih sederhana, memungkinkan untuk dua persamaan yaitu kecepatan turbulen (turbulent velocity) dan skala panjang (length scale) ditentukan secara bebas. Model ini dikembangkan oleh Jones dan Launder. Kestabilan, ekonomis (dari segi komputasi) dan akurasi yang cukup memadai membuat model ini sering digunakan dalam simulasi fluida dan perpindahan panas.

Renormalization-group (RNG)

Model ini diturunkan dengang menggunakan metode statis yang diteliti (teori renormalisasi kelompok). Model ini merupakan perbaikan dari metode K-

ε

standart, jadi bentuk persamaan yang digunakan sama. Perbaikan yang dimaksud meliputi :

 Model RNG memiliki besaran tambahan pada persamaan laju disipasi

(epsilon), sehingga mampu meningkatkan akurasi untuk aliran yang terhalang secara tiba-tiba.

 Efek putaran pada turbulensi juga telah disediakan, sehingga meningkatkan akurasi untuk jenis aliran yang berputar (swirl flow). Menyediakan formulasi analisis untuk bilangan prandtl turbulen, sedangkan model K-

ε

standart menggunakan nilai bilangan prandtl yang ditentukan pengguna


(57)

(konstan). Model RNG menyediakan formulasi untuk bilangan Reynold rendah, sedangkan model K-

ε

standart untuk bilangan Reynold tinggi.

Realizable

Realizable Merupakan model pengembangan yang relatif baru dan berbeda dengan model K-

ε

standart dalam dua hal, yaitu:

 Terdapat formulasi baru untuk memodelkan viskositas turbulen. Sebuah persamaan untuk dissipasi,

ε

, telah diturunkan dari persamaan yang digunakaan untuk menghitung fluktuasi vortisitas rata-rata.

 Istilah Realizable memiliki arti bahwa model tersebut memenuhi beberapa batasan matematis pada bilangan Reynold, konsisten dengan bentuk fisik aliran turbulen. Kelebihannya adalah lebih akurat untuk memprediksi laju penyebaran fluida dari pancaran jet/nosel. Model ini memberikan permorma yang bagus untuk aliran yang melibatkan putaran, lapisan batas yang memiliki gardien tekanan yang besar, separasi, dan sirkulasi.

2.6.4 Model k-Omega (ω)

Standart

Model k-omega standart ini dapat diaplikasikan pada aliran dalam saluran maupun aliran bebas gesekan (free shear flow). Model ini digunakan untuk menghitung efek aliran pada bilangan reynold rendah, kompresibilitas dan penyebaran aliran geser ( shear flow).

Shear - Stress Trransport (SST)

Model SST digunakan untuk menghitung transport dari tegangan geser turbulen, melibatkan sebuah besaran dari penurunan damped cross diffusion pada persamaan omega.

2.6.5 Reynold Stress

Merupakan model turbulensi yang paling teliti pada FLUENT. Model ini mendekati persamaan Navier-Stokes (Reynolds-averaged) dengan menyelesaikan


(1)

3

II. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Simulasi Menggunakan Ansys Fluent 15.0 Secara umum proses simulasi CFD dibagi menjadi 3 yaitu Pre-Processing, Processing dan Post-Processing.

1. Pre-Processing adalah tahap awal dalam simulasi CFD yang perlu dilakukan, seperti membuat geometri, meshing, mendifinisikan bidang batas pada geometri dan melakukan pengecekan mesh.

2. Procesing meliputi penentuan kondisi batas, proses numerik, dan iterasi.

3. Post-Processing meliputi plot distribusi tekanan, temperature, volume fraction, dll. 2.1 Geometri dan Mesh

Sebuah sketsa geometri yang digunakan dalam simulasi ini adalah pipa berdiameter 19 mm dan panjang pipa 1000 mm. Menggunakan 2 inlet yaitu inlet air dan

inlet udara serta 1 outlet. Dikarenakan supaya fluida air dan udara dapat bercampur dan menghasilkan sebuah pola aliran yang dikehendaki

Gambar 2.1. Pipa Tampak Depan

Setelah geometri dibuat, perlu dilakukan proses meshing (membagi volume menjadi bagian-bagian kecil) agar dapat dianalisis pada program CFD. Ukuran mesh yang terdapat pada suatu obyek akan mempengaruhi ketelitian dan daya komputasi analisis CFD. Semakin kecil/halus mesh yang dibuat, maka hasil yang didapatkan akan semakin teliti, namun dibutuhkan daya komputasi yang makin besar pula. Pada penelitian ini mesh yang digunakan jenis triangle atau tidak terstruktur. Setelah itu tiap pipa diberi nama sesuai dengan fungsi dan bagian pipa.

Gambar 2.2. Hasil Meshing (Outlet)

Penelitian ini menggunakan metode simulasi Computational Fluid Dinamic (CFD) dengan menggunakan software Ansys Fluent 15.0. Dengan memilih model Multiphase jenis VOF (Volume Of Fluid), untuk mengetahui pengaruh tegangan permukaan dan digunakan untuk memprediksi terjadinya pola aliran. Untuk viscous disetting menggunakan k-epsilon dengan model realizable. Pada kasus simulasi ini, Realizable k-epsilon dipilih karena memiliki tingkat akurasi yang lebih baik dibanding metode standard epsilon ataupun RNG k-epsilon. Material yang digunakan adalah acrylic flexyglass sedangkan untuk fluidanya menggunakan water-liquid dan air. Simulasi ini menggunakan skema SIMPLE, persamaan yang digunakan untuk aliran transient atau untuk mesh yang mengandung cells dengan skewness yang lebih tinggi dari rata-rata.

D out =19 mm


(2)

4

Metode ini didasarkan pada tingkatan yang lebih tinggi dari hubungan pendekatan antara faktor koreksi tekanan dan kecepatan. Dalam proses iterasi tidak menunggu konvergensi dikarenakan ini jenis aliran transient. Dengan tingkat akurasi time stepnya 0,001. Dengan variasi kecepatan superfisial udara JG

= 0,05 m/s sampai dengan 1 m/s dan JL = 0,025 m/s

sampai dengan 0,1 m/s.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Simulasi dan Analisa

Hasil dari simulasi pola aliran pada pipa horizontal menggunakan software Ansys Fluent 15.0 dibedakan dengan 4 variasi kecepatan superfisial air (JL) yaitu 0,025

m/s, 0,05 m/s, 0,075 m/s, 0,1 m/s dan 4 variasi kecepatan superfisial udara (JG) yaitu 0,05 m/s, 0,1 m/s, 0,5 m/s, 1

m/s. Proses pengambilan data diambil 6 kali dengan waktu 0,3 s, 0,6 s, 0,9 s, 1,2 s, 1,5 s, dan 1,8 s. Hasil simulasi menampilkan pengaruh kecepatan udara dan pengaruh waktu antara nilai JG dan JL. Arah aliran fluida

menuju sumbu z. Berikut adalah hasil dari simulasi aliran searah pada pipa horisontal.

3.2 Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG)

Terhadap JL = 0,025 m/s

Variasi pertama adalah menggunakan JG = 0,05

m/s, 0,1 m/s, 0,5 m/s dan 1 m/s terhadap JL = 0,025 m/s,

menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 3.1.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s dan

JL = 0,025 m/s

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,1 m/s dan

JL = 0,025 m/s

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,5 m/s dan

JL = 0,025 m/s

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 1 m/s dan

JL = 0,025 m/s

Gambar 4.1. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG)

terhadap JL = 0,025 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 0,025 m/s menunjukkan bahwa

telah terjadi sebuah pola aliran stratified, seperti pada gambar 4.1. yang ditandai udara berada di atas pipa sedangkan air berada di bawah pipa. Persentase antara air dan udara begitu jelas terlihat ketika kecepatan udara rendah dengan JG = 0,05 m/s pola yang dihasilkan udara

berada di atas permukaan pipa dikarenakan amplitudo udara yang masuk bertekanan rendah. Sedangkan ketika kecepatan JG dinaikkan mencapai 1 m/s pola yang

dihasilkan udara dan air berada di tengah-tengah pipa. Hal ini disebabkan oleh amplitudo udara yang masuk lebih besar sehingga tekanan yang dihasilkan lebih besar pula ketika memasuki pipa.

3.3 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 0,025 m/s

Variasi pertama adalah menggunakan JG = 0,05 m/s dan JL = 0,025 m/s, dengan waktu yang berbeda menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.2.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s pada

detik ke 0,3

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,6

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,9

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,2

e) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,5

f) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,8

udara


(3)

5

Gambar 3.2. Hasil simulasi pola aliran terhadap

pengaruh waktu dengan JL = 0,025 m/s

dan JG = 0,05 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 0,025 m/s ketika diambil data pada

tiap 0,3 s menunjukkan pola stratified dengan kecepatan rendah sampai kecepatan tinggi. Jika dilihat ketika pengambilan data pada detik ke 1,8 pola aliran sudah memenuhi pipa sehingga udara berangsur menuju tengah pipa. Hampir semua pola yang dihasilkan bergelombang.

3.4 Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG)

Terhadap JL = 0,05 m/s

Variasi kedua adalah menggunakan JG = 0,05 m/s,

0,1 m/s, 0,5 m/s dan 1 m/s terhadap JL = 0,05 m/s

menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.3.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s dan

JL = 0,05 m/s

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,1m/dan

JL = 0,05 m/s

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,5 m/s dan

JL = 0,05 m/s

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 1 m/s dan

JL = 0,05 m/s

Gambar 3.3. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG)

terhadap JL = 0,05 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 0,05 m/s menunjukkan bahwa telah

terjadi sebuah pola aliran stratified. Ketika kecepatan superfisial udara dinaikkan, maka permukaan air dan udara mengalami gelombang yang mempunyai amplitudo kecil dan panjang gelombang pendek serta teratur. Persentase antara air dan udara begitu jelas

terlihat ketika kecepatan udara dengan JG = 0,05 m/s pola

yang dihasilkan udara berada di atas permukaan pipa dikarenakan amplitudo udara yang masuk berjalan lambat. Sedangkan ketika kecepatan JG dinaikkan

mencapai 0,05 m/s pola yang dihasilkan wavy.

3.5 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG ) dengan JL = 0,05 m/s

Variasi kedua adalah menggunakan JG = 0,05 m/s

dan JL = 0,05 m/s menghasilkan simulasi pola aliran

terlihat pada gambar 3.4.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,3

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,6

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,9

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,2

e) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,5

f) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,8 s

Gambar 3.4. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu dengan JG = 0,05 m/s

dengan JL = 0,05 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 0,05 m/s ketika diambil data tiap

0,3 s, menunjukkan pola aliran berangsur memasuki ruang pipa. Ketika pengambilan data pada detik ke 1,5

udara

air wavy


(4)

6

terjadi pola aliran wavy dikarenakan udara mulai memasuki ujung pipa, yang mengakibatkan pola bergelombang. Ketika pola aliran memenuhi ruang pipa pola yang dihasilkan bergelombang namun beraturan. Semakin lama waktu pengambilan data, maka semakin teratur pola yang dihasilkannya

3.6 Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG)

Terhadap JL = 0,075 m/s

Variasi ketiga adalah menggunakan JG = 0,05 m/s,

0,1 m/s, 0,5 m/s dan 1 m/s terhadap JL = 0,075 m/s

menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 3.5.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s dan

JL = 0,075 m/s

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,1 m/s dan

JL = 0,075 m/s

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,5 m/s dan

JL = 0,075 m/s

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 1 m/s dan

JL = 0,075 m/s

Gambar 3.5. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) terhadap JL = 0,075 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 0,075 m/s menunjukkan bahwa

telah terjadi sebuah pola aliran stratified. Ketika kecepatan superfisial udara dinaikkan, maka permukaan air dan udara mengalami gelombang yang mempunyai amplitudo kecil dan panjang gelombang pendek serta teratur. Sedangkan ketika kecepatan JG dinaikkan

mencapai 0,1 m/s pola yang dihasilkan wavy + ripple. yaitu pola aliran wavy yang memanjang namun polanya sedikit berubah menjadi riak-riak gelombang (ripple). Sampai ujung pipa pun pola yang dihasilkan bergelombang.

3.7 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG ) dengan JL = 0,075 m/s

Variasi ketiga adalah menggunakan JG = 0,05 m/s

dan JL = 0,075 m/s menghasilkan simulasi pola aliran

terlihat pada gambar 3.6.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,3

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,6

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,9

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,2

e) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,5

f) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,8

Gambar 3.6. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu dengan JG = 0,05 m/s dan

JL = 0,075 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JG = 0,05 m/s dan JL = 0,075 m/s

menghasilkan pola aliran stratified dengan kecepatan rendah, terlihat ketika pengambilan data pada detik ke 0,3 s, udara mulai memasiki ruang pipa dengan tekanan rendah berangsur masuk ruang pipa menuju ujung pipa. Seiring dengan penambahan waktu pengambilan data pola aliran berangsur bergelombang namun teratur Ketika detik ke 1,8 terjadi pola aliran wavy di ujung pipa. udara

air

wavy ripple


(5)

7

3.8 Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG)

Terhadap JL = 0,1 m/s

Variasi keempat adalah menggunakan JG = 0,05

m/s, 0,1 m/s, 0,5 m/s dan 1 m/s terhadap JL = 0,1 m/s

menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 3.7.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s dan

JL = 0,1 m/s

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,1 m/s dan

JL = 0,1 m/s

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,5 m/s dan

JL = 0,1 m/s

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 1 m/s dan

JL = 0,1 m/s

Gambar 3.7. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh kecepatan superfisia udara (JG)

terhadap JL = 0,1 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 0,1 m/s. Ketika kecepatan

superfisial air meningkat pola yang dihasilkan membentuk riak-riak gelombang (ripple), akan membentuk pola gelomabang panjang sehingga menunjukkan pola wavy + ripple. Hal ini terjadi ketika penambahan kecepatan superfisial air dan superfisial udara yaitu aliran wavy yang memanjang namun berbentuk riak-riak gelombang.

3.9 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara ( JG) dengan JL = 0,1 m/s

Variasi keempat adalah menggunakan JG = 0,05

m/s dan JL = 0,1 m/s menghasilkan simulasi pola aliran

terlihat pada gambar 3.8.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,3

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,6

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 0,9

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,2

e) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,5

f) Pola aliran air-udara dengan JG = 0,05 m/s

pada detik ke 1,8

Gambar 3.8. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu dengan JG = 0,05 m/s

dan JL = 0,1 m/s

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 0,1 m/s dan JG = 0,05m/s. Pola

aliran terlihat berangsur memasuki ruang pipa dengan kecepatan lambat. Ketika kecepatan superfisial air meningkat pola yang dihasilkan membentuk riak-riak gelombang (ripple), akan membentuk pola gelomabang panjang sehingga menunjukkan pola wavy + ripple pada detik ke 1,8. . Terlihat waktu pengambilan data semakin lama maka pola yang dihasilkan semakin teratur, walaupun hampir pola membentuk gelombang.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil simulasi dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa :

1. Aliran Stratified terjadi dikarenakan kecepatan rendah dari fase cairan dan gas terjadi sangat jelas, dalam simulasi ini air dan udara terpisah dengan jelas.

2. Pola aliran tidak konstan atau berubah – ubah bentuk tergantung dari kecepatan superfisial gas atau udara dan kecepatan superfisial air serta waktu dalam pengambilan data. Semakin lama waktu yang diambil maka aliran akan udara

air

ripple wavy

ripple wavy


(6)

8

menghasilkan pola aliran stratified yang sempurna.

3. Kenaikan nilai JG akan menyebabkan tingginya

gelombang dan akan mengakibatkan bertambah terjadinya pola aliran stratified wavy+ripple

4.

Frekuensi gelombang stratified wavy dan ripple

akan cenderung turun jika nilai JL semakin

membesar, sedangkan pengaruh JG tidaklah

signifikan terhadap frekuensi gelombang. V. DAFTAR PUSTAKA

Abbasi, Mohammad and Zahra. B. 2014., “Analytical Simulation Of Flow and Heat Transfer of

Two-Phase Nanofluid (Stratified Flow Regime)“,

International Journal of Chemical Engineering, 1 :7.

Desamala, Anand. B., Anjali D., Vinayak V., Bharath K. G., Ashok K. D., Tapas K. M., 2013. “CFD Simulation and Validation of Flow Pattern Transition Boundaries during Moderately Viscous Oil-Water Two-Phase Flow through Horizontal

Pipeline”. Journal of World Academy of Science, Engineering and Technology, pp. 1150-1155. Gunawan, D., Akhmad Z. H., Indarto., 2015. “Studi

Eksperimen Mengenai Fluktuasi Tekanan Dan Tegangan Geser Antar Muka Pada Aliran Stratified Air-Udara Pada Pipa Horizontal”. Vol. 10, No. 1, pp. 32-40.

Hudaya, A. Z., Indarto., Deendarlianto.. 2013. “Penentuan Sub-sub Daerah Aliran Stratified Udara-Air pada Pipa Horisontal Menggunakan

Constant Electric Current method (CECM)”. Jurnal Simetris. Vol. 14, No. 1, pp. 49-57.

Korawan, Agus. D., 2015. “Pola Aliran Dua Fase (Air-Udara) Pada Pipa Horisontal Dengan Variasi Kecepatan Superfisial Air”. Jurnal Mekanika. Vol. 14, No. 1, pp. 57-63.

Mazumder, Quamrul. H., 2012. “CFD Analysis of Single

and Multiphase Flow Characteristics in Elbow”.

Jurnal of Scientific Research, Engineering, Vol. 4, pp. 210-214.

Santoso, B., Fitroh D. R., Indarto, Deendarlianto, Thomas S. W., 2011. “Kaji Eksperimen Kecepatan Pola Aliran Slug Air-Udara pada Aliran Dua Fase Searah Pipa Horisontal Menggunakan High Speed

Video Camera”. Jurnal Teknik Mesin Mekanika. Vol. 10, No. 1, pp. 51-54.

Santoso, B., Fitroh D. R., Indarto, Deendarlianto, Thomas S. W., 2012. “Fluktuasi Beda Tekanan Dari Pola Aliran Slug Air-Udara Pada Aliran Dua

Fase Searah Pipa Horizontal”. Jurnal Teknik Mesin Rotasi. Vol. 14, No. 2, pp. 1-6.

Sukamta, Indarto, Purnomo, Tri A. R., 2010. “Identifikasi Pola Aliran Dua Fasa Uap-Kondensat berdasarkan Pengukuran Beda

Tekanan Pada Pipa Horisontal”. Jurnal Ilmiah Semesta Teknika. Vol. 13, No. 1, pp. 83-94. Terzuoli F., M. C. Galassi., D. Mazzini., F. D’ Auria.

2008. “CFD Code Validation Against Stratified

Air-Water Flow Experimental Data”. Hindawi Publishing Corporation Science and Technology Of Nuclear Installations. pp. 1- 7.

Wibowo, R., Akhmad Z. H., Masruki H., 2015. “Studi Eksperimen Mengenai Sub-Sub Pola Aliran Stratified Pada Aliran Dua Fasa Searah Berdasarkan Fluktuasi Beda Tekanan Pada Pipa

Horisontal”. Jurnal Simetris, Vol. 6, No. 2, pp. 385-390.