SIMULASI CFD ALIRAN ANNULAR AIR-UDARA SEARAH PADA PIPA HORIZONTAL TUGAS AKHIR

(1)

vi

vertikal dan miring. Pola aliran dua fasa cair-udara pada pipa horizontal paling banyak ditemukan pada pola aliran bubble, aliran stratified, aliran stratified wavy, aliran plug, aliran slug dan aliran annular.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pola aliran annular dengan menggunakan software Computational Fluid Dynamics (CFD) Ansys FLUENT 15.0. Model yang digunakan Volume Of Fluid (VOF) dengan jenis aliran turbulensi K-� realizable. Fluida kerja yang digunakan adalah air-udara dengan panjang pipa 1000 mm, diameter dalam 19 mm dan diameter luar 25,4 mm. Besar kecepatan superfisial air (JL) adalah 1 m/s, 1,5 m/s, 2 m/s dan 2,5 m/s, sedangkan besar kecepatan superfisial udara adalah 35 m/s, 45 m/s, 55 m/s dan 65 m/s.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa dalam simulasi CFD pola aliran annular dapat terlihat dengan jelas karena udara mengalir ditengah pipa dalam jumlah yang lebih besar dan membentuk cincin (annular), sedangkan air mengalir lebih sedikit disepanjang pipa. Pada dasar permukaan pipa, air mengalir lebih banyak dibandingkan diatas permukaan pipa. Pola aliran tidak konstan atau berubah-ubah bentuk tergantung dari kecepatan superfisial udara (JG) dan kecepatan superfisial air (JL) serta waktu pengambilan data. Semakin lama waktu yang diambil maka aliran annular yang dihasilkan semakin sempurna.Kenaikan nilai JG akan menyebabkan tingginya gelombang dan aliran air yang ada diatas permukaan pipa semakin sedikit.


(2)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Sarjana Strata-1 Pada Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh : Achmad Virza Mubarraqah

20120130133

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

iii

gelar sarjana di Perguruan Tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan sumbernya dalam naskah dan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Februari 2017 Penulis


(4)

iv

(H.R Muslim)

“Orang yang menuntut ilmu berarti menuntut rahmat : orang yang menuntut ilmu berarti menjalakan rukun islam dan pahala yang diberikan kepadanya

sama dengan para nabi” (H.R Dailani dari Anas r.a)

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri sendiri”

(Q.S. Ar-Ra’d : 11)

“Kesuksesan akan dapat diraih apabila kuat dan terbiasa menghadapi masalah, tantangan dan hambatan secara mandiri”


(5)

v

karunianya, nikmatnya, serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar. Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu mendo’akan dan memotivasi setiap hari. 2. Mbak Merly Wahyuni Rahayu, kakak Yalen Trikano, adek Azizah Zakiah Putri,

adek Achmad Najib Haitami yang selalu memberikan motivasi dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Untuk kakek dan nenek yang selalu mendo’akan cucunda supaya dapat selalu maju dan terus berjuang untuk mencapai cita-cita.

4. Teman satu kost Amran, Roy (icuk), Dedy (jendol 1), Priyo (jendol 2), Fajar (payeng) yang tidak bosan-bosan memberikan semangat..

5. Teman-teman Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta angkatan 2012.

6. Tim Tugas Akhir simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) yang bersama-sama menyelesaikan penelitian ini.


(6)

vi

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir tentang

“Simulasi CFD Aliran Annular Air-Udara Searah Pada Pipa Horizontal”. Tugas Akhir ini disusun guna memenuhi syarat menyelesaikan program pendidikan S-1 untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Lepas tanpa adanya bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak baik yang bersifat materi maupun non materi, penulis tidak dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Novi Caroko, S.T., M.Eng. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Sukamta, S.T., M.T selaku dosen pembimbing 1 yang telah membimbing selama penelitian.

3. Bapak Thoharudin, S.T., M.T selaku dosen pembimbing 2 yang telah membimbing dan memberi masukan selama penelitian.

4. Bapak Berli Paripurna Kamiel, S.T., M.Eng. Sc., Ph.D. selaku dosen penguji Tugas Akhir.

5. Staff pengajar, laboran dan tata usaha Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan baik material maupun doanya.


(7)

vii

9. Semua pihak yang telah membantu dalam bentuk apapun yang tidak bisa disebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari kata sempurna disebabkan karena kelemahan serta keterbatasan kemampuan dari penulis, namun penulis berharap Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, Februari 2017 Penulis


(8)

viii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

INTI SARI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Batasan Masalah ... 2

1.4Tujuan Penelitian ... 3

1.5Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 4

2.1 Tinjauan Pustaka ... 4

2.2 Dasar Teori ... 14

2.2.1 Pola Aliran ... 14


(9)

ix

2.4 FLUENT ... 24

2.4.1 Struktur Program ... 26

2.4.2 Gambaran PenggunaanFLUENT ... 27

2.4.3 Kondisi Batas dan Parameter Pada Kondis Batas ... 27

2.4.4 Velocity Inlet ... 28

2.4.5 Mass Flow Inlet ... 28

2.4.6 Pressure Inlet ... 28

2.4.7 Pressure Outlet ... 28

2.4.8 Outflow ... 29

2.4.9 Pressure Far-Field ... 29

2.4.10 Inlet Vent dan Outlet Vent ... 29

2.4.11 Intake Fan dan Exhaust Fan ... 29

2.4.12 Dinding (Wall) ... 29

2.4.13 Symmetry dan Axis ... 30

2.4.14 Periodic ... 30

2.4.15 Cell Zone : Fluid ... 30

2.4.16 Cell Zone : Solid ... 30

2.4.17 Porous Media ... 30

2.4.18 Kondisi Batas ... 31


(10)

x

2.7.1 Multifasa ... 37

2.7.2 Viskositas ... 37

2.8 Solution Methods ... 40

2.8.1 Scheme ... 40

2.8.2 Gradient ... 41

2.8.3 Pressure ... 41

2.8.4 Momentum, Turbulent Kinetic Energy, Turbulent Dissipation Rate ... 41

2.8.5 Solution Initialization ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1 Alat Penelitian ... 43

3.1.1 Prosedur Penggunaan software ansys FLUENT 15.0 ... 43

3.2 Diagram Alir Simulasi ... 44

3.3 Proses Simulasi CFD ... 45

3.3.1 Pre-Processing ... 45

3.3.2 Processing ... 48

3.3.3 Post-Processing ... 55


(11)

xi

4.3 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG)

Dengan JL = 1 m/s ... 59

4.4 Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG) Terhadap Kecepatan Superfisial Air ( JL) = 1,5 m/s ... 60

4.5 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 1,5 m/s ... 61

4.6 Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG) Terhadap Kecepatan Superfisial Air ( JL) = 2 m/s ... 63

4.7 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 2 m/s ... 64

4.8 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 2,5 m/s ... 65

4.9 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 2,5 m/s ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran ... 69

Daftar Pustaka 70 Lampiran


(12)

xii

dan JG =39,26 m/s ... 4

Gambar 2.3. Struktur Antar Muka Gas-Cair Aliran Wavy-Annular

Pada JL = 0,05 m/s dan JG = 12 m/s ... 5

Gambar 2.4. Struktur Antar Muka Gas-Cair Aliran Annular

Pada JL = 0.05 m/s dan JG =18 m/s ... 5

Gambar 2.5. Aliran Yang Terbentuk Pada JL = 0,025 m/s

dan JG =10 m/s ... 5

Gambar 2.6. Aliran Yang Terbentuk Pada JL = 0,1 m/s

dan JG = 12 m/s ... 6

Gambar 2.7. Aliran Yang Terbentuk Pada JL = 0,4 m/s

dan JG =30 m/s ... 6

Gambar 2.8. Grafik Hubungan (Re-�) Dengan Penambahan Kecepatan

Aliran Udara Ug Dari (0,0199-0,1191) m/s dan Kecepatan Aliran Air UL Dari (0,397-1,191) m/s ... 6

Gambar 2.9. Fraksi Hampa Vs Kecepatan Superfisial Udara

Penambahan Kecepatan Air (UL) Pada Pipa Spiral ... 7

Gambar 2.10. Aliran Air-Udara, PLE-Udara, FC-Udara dan Aliran HFE-Udara Pada Pipa 5 mm di Empat Cairan dan


(13)

xiii

Gambar 2.12. Aliran Annular Pada Kecepatan Superfisial Air 0,05 m/s dan Kecepatan Superfisial Gas 12 m/s Pada Pipa 26 mm ... 9 Gambar 2.13. Grafik Fluktuasi Gaya Pada Aliran Gelembung (Bubble) .... 9 Gambar 2.14. Grafik Fluktuasi Gaya Pada Aliran Kantung Gas (Plug) ... 10 Gambar 2.15. Grafik Fluktuasi Gaya Pada Aliran Strata Licin (Stratified)...10 Gambar 2.16. Grafik Distribusi Tekanan Pada Alirn Satu Fasa (Air)

dan Aliran Dua Fasa (Air-Udara) ... 11 Gambar 2.17. Grafik Hubungan Fraksi Volume Gas Terhadap

Faktor Pengali Aliran Dua Fasa (a) Q1 = 14 liter/menit,

(b) Q1 = 16 liter/menit, (c) Q1 = 18 liter/menit,

(d) Q1 = 20 liter/menit ... 12

Gambar 2.18. Fenomena Gradien Tekanan Dengan Quap = 0,00211361 m3/s

Pada Detik Ke-34 (Stratified) ... 12 Gambar 2.19. Fenomena Gradien Tekanan Untuk Quap = 0,005456701 m3/s

Pada Detik Ke-2,75 (Pre-Slug) ... 12 Gambar 2.20. Fenomena Gradient Tekanan Untuk Quap = 0,005456701 m3/s

Pada Detik Ke-6 (Wavy) ... 13 Gambar 2.21. Fenomena Gradient Tekanan Untuk Quap = 0,005456701 m3/s

Pada Detik Ke-102 (Plug) ... 13 Gambar 2.22. Kontur Volume Air-Udara Menggunakan VOF


(14)

xiv

Gambar 2.23. Pola Aliran Gas-Cair Pada Pipa Horizontal ... 14

Gambar 2.24. Peta Pola Aliran ... 15

Gambar 2.25. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 0,4 m/s ... 16

Gambar 2.26. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 0,55 m/s ... 17

Gambar 2.27. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 0,85 m/s ... 17

Gambar 2.28. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 1,0 m/s ... 18

Gambar 2.29. Visualisasi Bubble flow Pada TPI Dengan Variasi Usl ... 18

Gambar 2.30. Aliran Laminar ... 20

Gambar 2.31. Aliran Turbulen ... 20

Gambar 2.32. Aliran Turbulen ... 21

Gambar 2.33. Struktur Komponen Program FLUENT 15.0 ... 27

Gambar 2.34. Massa Mengalir Kedalam dan Keluar Elemen Fluida ... 32

Gambar 2.35. Tegangan Pada Tiga Bidang Elemen Fluida ... 34

Gambar 2.36. Tegangan Dalam Arah x……….35

Gambar 3.1. Diagram Alir Simulasi CFD Menggunakan Ansys FLUENT 15.0 ... 44

Gambar 3.2. Pipa (Tampak Depan) ... 45


(15)

xv

Gambar 3.7. Hasil Meshing (Tampak Samping) ... 48

Gambar 3.8. General ... 49

Gambar 3.9. Models ... 50

Gambar 3.10. Materials ... 51

Gambar 3.11. Cell Zone Conditions ... 51

Gambar 3.12. Boundary Conditions ………...52

Gambar 3.13. Solution Methods ... 53

Gambar 3.14. Residual Monitor………53

Gambar 3.15. Solution Initialization ... 54

Gambar 3.16. Run Calculation ... 55

Gambar 3.17. Plane ... 56

Gambar 3.18. Contour ... 56

Gambar 4.1. Hasil simulasi pola aliran annular terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) dengan JL = 1 m/s, pada saat t = 0,1 detik, serta skala warna dan koordinat ... 58

Gambar 4.2. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu pada JG = 35 m/s dengan JL = 1 m/s, serta skala warna dan koordinat ... 60 Gambar 4.3. Hasil simulasi pola aliran annular terhadap pengaruh


(16)

xvi

kecepatan superfisial udara (JG) dengan JL = 2 m/s,

pada saat t = 0,1 detik, serta skala warna dan koordinat ... 63 Gambar 4.6. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh

waktu pada JG = 35 m/s dengan JL = 2 m/s,

serta skala warna dan koordinat ... 65 Gambar 4.7. Hasil simulasi pola aliran annular terhadap pengaruh

kecepatan superfisial udara (JG) dengan JL = 2,5 m/s,

pada saat t = 0,1 detik, serta skala warna dan koordinat ... 66 Gambar 4.8. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh

waktu pada JG = 35 m/s dengan JL = 2,5 m/s,


(17)

xvii

Udara (JG) = 45 m/s Dengan JL = 1 m/s, ... 73

Lampiran 3. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 55 m/s Dengan JL = 1 m/s, ... 74

Lampiran 4. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 65 m/s Dengan JL = 1 m/s, ... 75

Lampiran 5. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 45 m/s Dengan JL = 1,5 m/s ... 76

Lampiran 6. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 55 m/s Dengan JL = 1,5 m/s ... 77

Lampiran 7. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 65 m/s Dengan JL = 1,5 m/s ... 79

Lampiran 8. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 45 m/s Dengan JL = 2 m/s ... 80

Lampiran 9. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 55 m/s Dengan JL = 2 m/s ... 81

Lampiran 10. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 65 m/s Dengan JL = 2 m/s ... 82

Lampiran 11. Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial

Udara (JG) = 45 m/s Dengan JL = 2,5 m/s ... 83


(18)

xviii


(19)

xix

��= Kecepatan Superficial Liquid m/s

�= Gas flow rate Pada Pipa m /s

�= Liquid flow rate Pada Pipa � /s

A = Luas Pipa Pada Area Cross Sectional m �

= Densitas kg/� �

= Ketebalan Cairan Film m �

= Tegangan Geser N/m

p = Tekanan N/m

D = Diameter Pipa m

S = Parameter m


(20)

Acbmad Vlrza Mnbarraqab 20120130133

Telab diperiksa dan dlsetujui oleb:

; c

'. Sukamta. S.T., M.T. Tbollarl/dm: S.Ti M T.

セN@ 19700502199603123023 NIK. 1987041020104 123097

PenguJi

c:--

2)...

セG@

Berli Paripurna Kamiel, S.T., M.Eng., Sc., Pb.D.

NIK. 19740302200104123049

Tugas Akbir ini !elab dinyatakan sab sebll.llai salab satu persyaratan Un!uk memperoleb gelar Sarjana Teknlktanggal, 1(0 Februari 2017

Teknik Mesin


(21)

1

1.1 Latar Belakang

Aliran fluida dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu aliran satu fasa dan aliran dua fasa. Sebuah aliran dikatakan satu fasa apabila media yang mengalir dalam suatu pipa berupa satu jenis fluida saja (cair atau gas). Sedangkan aliran dua fasa apabila media yang mengalir dalam suatu pipa berupa dua jenis fluida, yaitu cair-gas, padat-cair, padat-gas dan sebagainya. Aliran dua fasa banyak ditemui pada pada ketel uap, kondensor, reaktor nuklir, proses produksi minyak bumi.

Aliran dua fasa dapat juga dibedakan menurut arah alirannya, yaitu searah dan berlawanan arah. Dapat juga dibedakan menurut salurannya yaitu horizontal, vertikal dan miring. Pola aliran dua fasa cair-udara pada pipa horizontal paling banyak ditemukan pada pola aliran bubble, aliran stratified, aliran stratified wavy, aliran plug, aliran slug dan aliran annular.

Pola aliran annular merupakan suatu pola aliran yang dapat terjadi pada saluran vertikal maupun horizontal, dikarenakan kecepatan gas lebih besar dibandingkan kecepatan cairan (liquid). Aliran annular dicirikan dengan adanya lapisan film gas yang mengalir ditengah pipa dengan kecepatan yang tinggi, sedangkan lapisan film liquid mengalir diatas dan dibawah permukaan pipa dengan kecepatan liquid yang rendah. Pada pipa horizontal pola aliran annular

sering dijumpai pada sistem geothermal, sistem penukar kalor juga pada proses penyaluran fluida dipipa alir pada industri perminyakan dan gas alam cair (LNG).

Sekarang ini, telah ditemukan sebuah metode berbasis sistem komputer yang mampu melakukan simulasi dan analisa terhadap aliran suatu fluida. Dengan adanya metode tersebut maka kemungkinan terburuk dari fenomena fluktuasi


(22)

Computational Fluid Dynamics (CFD) sangat cocok digunakan untuk melakukan analisa terhadap sebuah sistem yang rumit dan sulit dipecahkan dengan perhitungan manual serta memberikan kekuatan untuk mensimulasikan aliran fluida, perpindahan massa, benda-benda bergerak, aliran multifasa, reaksi kimia, sistem akustik dengan permodelan yang dilakukan menggunakan komputer. CFD akan memberikan data-data, gambar-gambar atau kurva yang menunjukan prediksi dari performasi keandalan sistem tersebut. CFD sering digunakan untuk melakukan analisa terhadap suatu pola didalam sebuah sistem. Adapun software CFD yang sering digunakan adalah FLUENT, Comsul, Solid dan lainnya.

Pada simulasi ini menggunakan FLUENT 15.0, karena dapat menganalisis berbagai kasus fluida dan memprediksi bentuk pola aliran yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mekanisme terjadinya aliran annular ?

2. Bagaimana bentuk pola aliran annular pada pipa horizontal dengan menggunakan CFD ?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah penelitian ini diantaranya: 1. Simulasi pola aliran annular.

2. Software yang digunakan Ansys FLUENT 15.0. 3. Permodelan dilakukan pada kondisi transient.


(23)

mm.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui mekanisme terjadinya aliran annular.

2. Mengetahui bentuk pola aliran annular pada pipa horizontal dengan menggunakan CFD terhadap waktu.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengembangkan metode pengukuran aliran dua fasa lewat simulasi CFD.


(24)

4

Penelitian mengenai pola aliran annular dua fasa air-udara pada pipa horizontal telah banyak dilakukan. Distribusi liquid hold up pada aliran cincin (annular) air-udara dipipa horizontal menggunakan C.E.C.M. Nilai liqid hold up sangat tergantung pada besar dan kecilnya kecepatan superfisial gas (Suryadi, dkk, 2013).

Gambar 2.1. Visualisasi Aliran Annular JL = 0,06 m/s dan JG = 18,32 m/s

(Suryadi, dkk, 2013)

Gambar 2.2. Visualisasi Aliran Annular JL = 0,13 m/s dan JG =39,26 m/s

(Suryadi, dkk, 2013)

Suandi, dkk (2013) melakukan penelitian tentang pengaruh viskositas terhadap liquid hold-up dan kecepatan gelombang aliran annular dua fasa gas-cair pada pipa horizontal. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh viskositas terhadap liquid hold-up ditandai dengan nilai liquid hold-up rata-rata larutan gliserin 30% yang lebih tinggi dibandingkan dengan liquid hold-up air 100%.


(25)

Gambar 2.3. Struktur Antar Muka Gas-Cair Aliran Wavy-Annular Pada JL = 0,05

m/s dan JG = 12 m/s (Suandi, dkk, 2013)

Gambar 2.4. Struktur Antar Muka Gas-Cair Aliran Annular Pada JL = 0,05 m/s

dan JG =18 m/s (Suandi, dkk, 2013)

Hermawan (2015) melakukan penelitian tentang deteksi mulai terbentuknya aliran cincin pada pipa horizontal menggunakan sensor elektrode. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya kecepatan superfisial udara terhadap kecepatan superfisial air yang konstan menghasilkan tebal film rata-ratanya semakin menipis.

Gambar 2.5. Aliran Yang Terbentuk Pada JL = 0,025 m/s dan JG =10 m/s


(26)

Gambar 2.6. Aliran Yang Terbentuk Pada JL = 0,1 m/s dan JG = 12 m/s

(Hermawan, 2015)

Gambar 2.7. Aliran Yang Terbentuk Pada JL = 0,4 m/s dan JG =30 m/s

(Hermawan, 2015)

Biksono (2006) melakukan penelitian tentang karakteristik dan visualisasi aliran dua fasa pada pipa spiral. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien gesek dua fasa lebih besar dibandingkan data satu fasa. Aliran transisi lebih cepat terjadi pada aliran dua fasa, yaitu pada bilangan Reynold ( antara (1,600-1,700). Efek penambahan variasi kecepatan udara ( ), menyebabkan kenaikan nilai koefisien gesek.

Gambar 2.8. Grafik Hubungan (Re-�) Dengan Penambahan Kecepatan Aliran Udara Ug Dari (0,0199-0,1191) m/s dan Kecepatan Aliran Air UL Dari


(27)

Gambar 2.9. Fraksi Hampa Vs Kecepatan Superfisial Udara Penambahan Kecepatan Air (UL) Pada Pipa Spiral (Biksono, 2006)

Tzotzi, dkk (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh properti pada pola aliran gas-cair dua fasa pada pipa horizontal dan pipa bawah. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan tegangan permukaan dari 72 mN/m (air) ke 35 mN/m (dengan menggunakan butanol) hasil penurunan gas dari tingkat yang lebih besar diperlukan untuk terjadinya ganguan pertama untuk tingkat cairan yang sama.

Roul, dkk (2012) melakukan penelitian tentang permodelan numerik dari penurunan tekanan akibat aliran satu fasa dan aliran dua fasa dari udara-air melalui lubang tebal. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran melalui lubang tipis (s/d = 0,025), kontak vena terbentuk diluar pembatasan, sedangkan untuk lubang tebak (s/d = 0,59) kontak vena selalu terbentuk didalam pembatasan. Penurunan tekanan ∆P dilubang meningkat dengan penurunan ketebalan orifice dan penurunan tekanan berkurang dengan peningkatan rasio daerah.

Sadatomi, dkk (2010) melakukan pengujian tentang pengaruh tegangan dua fasa gas-cair pada pipa horizontal berdiameter kecil. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat cair dan diameter pipa berpengaruh kuat pada transisi pola aliran, terutama dalam masa transisi aliran slug dan bubble.


(28)

Gambar 2.10. Aliran Air-Udara, PLE-Udara, FC-Udara dan Aliran HFE-Udara Pada Pipa 5 mm di Empat Cairan dan Volumetric Gas Fluks Kombinasi (Sadatomi, dkk, 2010)

Purnama (2013) melakukan penelitian tentang kajian eksperimen mengenai topologi dasar dari aliran annular air-udara pada pipa horizontal. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan mean liquid hold-up, wave velocity, dan wave number tergantung pada kecepatan superficial cairan dan gas. Mean liquid hold-up berkurang terhadap peningkatan kecepatan superficial gas dan meningkat terhadap kenaikan kecepatan superficial cairan. Selanjutnya wave velocity dan wave number meningkat terhadap peningkatan kecepatan superficial cairan dan gas.


(29)

Gambar 2.11. Aliran Annular Pada Kecepatan Superfisial Air 0,05 m/s dan Kecepatan Superfisial Gas 12 m/s Pada Pipa 16 mm (Purnama, 2013)

Gambar 2.12. Aliran Annular Pada Kecepatan Superfisial Air 0,05 m/s dan Kecepatan Superfisial Gas 12 m/s Pada Pipa 26 mm (Purnama, 2013)

Isyad (2012) melakukan penelitian tentang pengaruh aliran dua fasa gas-cair terhadap fluktuasi gaya pada dinding pipa horizontal. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya terbesar terjadi pada saat pola aliran gelembung (bubble), sedangkan pada pola aliran sumbat liquid lebih menunjukkan gaya yang ditimbulkan lebih berfluktuasi dibandingkan dengan pola aliran yang lain.

Gambar 2.13. Grafik Fluktuasi Gaya Pada Aliran Gelembung (Bubble) (Isyad, 2012)


(30)

Gambar 2.14. Grafik Fluktuasi Gaya Pada Aliran Kantung Gas (Plug) (Isyad, 2012)

Gambar 2.15. Grafik Fluktuasi Gaya Pada Aliran Strata Licin (Stratified) (Isyad, 2012)

Fauzi, dkk (2014) melakukan penelitian tentang karakteristik aliran dua fase (air-udara) pada horizontal circular channel melalui orifice. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi tekanan pada aliran dua fase memiliki kecenderungan yang sama dengan aliran satu fasa.


(31)

Gambar 2.16. Grafik Distribusi Tekanan Pada Alirn Satu Fasa (Air) dan Aliran Dua Fasa (Air-Udara) (Fauzi, dkk, 2014)

(a) (b)


(32)

(c) (d)

Gambar 2.17. Grafik Hubungan Fraksi Volume Gas Terhadap Faktor Pengali Aliran Dua Fasa (a) Q1 = 14 liter/menit, (b) Q1 = 16 liter/menit, (c) Q1 = 18

liter/menit, (d) Q1 = 20 liter/menit (Fauzi, dkk, 2014)

Sukamta, dkk (2010) melakukan penelitian tentang identifikasi pola aliran dua fasa uap-kondensat berdasarkan pengukuran beda tekanan pada pipa horizontal. adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa pola aliran yang teridentifikasi pada aliran dua fasa air-uap air (kondensat) dari hasil kondensasi uap pada pipa horizontal ini meliputi pola aliran stratified, wavy, plug, pre-slug dan slug.

Gambar 2.18. Fenomena Gradien Tekanan Dengan Quap = 0,00211361 m3/s Pada

Detik Ke-34 (Stratified) (Sukamta, dkk, 2010)

Gambar 2.19. Fenomena Gradien Tekanan Untuk Quap = 0,005456701 m3/s Pada


(33)

Gambar 2.20. Fenomena Gradient Tekanan Untuk Quap = 0,005456701 m3/s Pada

Detik Ke-6 (Wavy) (Sukamta, dkk, 2010)

Gambar 2.21. Fenomena Gradient Tekanan Untuk Quap = 0,005456701 m3/s Pada

Detik Ke-102 (Plug) (Sukamta, dkk, 2010)

Yao, dkk (2016) melakukan penelitian tentang permodelan aliran annular dua fasa udara dan air pada pipa horizontal berdiameter kecil. Adapun penelitian menunjukkan bahwa pola aliran annular-wavy berhasil dimodelkan menggunakan simulasi CFD dan aliran annular menggunakan proses transient. CFD digunakan untuk memprediksi ketebalan film distribusi air.

Gambar 2.22. Kontur Volume Air-Udara Menggunakan VOF Permodelan Transient Dari Pola Aliran Plug Sampai Pola Aliran Annular, Menunjukkan Bahwa : A) Aliran Plug/Slug, B) Aliran Slug, C), D), E), F) Aliran Annular-Wavy, G) Aliran Annular, H) Skala Warna VOF Yang Mewakili Semua Diagram (Yao, dkk, 2016)


(34)

pola aliran annular dengan menggunakan aplikasi FLUENT dan untuk membandingkan hasil eksperimen dan hasil simulasi.

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Pola Aliran

Pola aliran mempunyai arti yang sangat penting dalam hal menetukan perilaku aliran fluida dalam suatu pipa terutama aliran dua fasa. Campuran antara cair-gas dalam suatu pipa dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu model analisis pada persamaan konversi aliran dua fasa.

Menurut Guo (2015) Aliran dua fasa mempunyai beberapa pola aliran yang beragam, yaitu : aliran starified, aliran annular, aliran slug, aliran stratified wafy, aliran bubble.

Stratified flow Stratified wavy flow Slug flow

Annular flow

Dispersed bubbly flow

Gambar 2.23. Pola Aliran Gas-Cair Pada Pipa Horizontal (Guo, 2015) a. Aliran strata licin (stratified flow), merupakan aliran yang dimana bidang

permukaan liquid-gas sangat halus. Akan tetapi, pola aliran ini biasanya tidak terjadi, batas fase hampir selalu bergelombang.


(35)

fluida gas.

c. Aliran sumbat liquid (sluq flow), merupakan aliran yang amplitudo gelombangnya sangat besar sehingga menyentuh pipa bagian atas.

d. Aliran cincin (annular flow), merupakan aliran yang fluidanya lebih tebal di dibagian dasar pipa dibandingkan dibagian atas pipa.

e. Aliran gelembung yang tersebar (dispered bubbly flow), merupakan aliran yang gelembung gas mengalir pada bagian atas pipa.

Peta pola aliran yang sering dipakai adalah peta pola aliran yang dibuat oleh Mandhane (1974). Pola aliran dinyatakan dengan kecepatan superfisial udara (JG) dan kecepatan superfisial air (JL) dalam satuan (m/s). Peta pola aliran ini digunakan untuk menentukan jenis aliran yang terjadi.

Gambar 2.24. Peta Pola Aliran (Mandhane, dkk, 1974)

Menurut Korawan (2015) Perbedaan antar fasa yang mengalir didalam pipa akan membentuk banyak perubahan pola aliran, hal ini dikarenakan fasa fluida yang berbeda, orientasi dan geometri pipa dimana fluida-fluida yang mengalir, dan flow rates dari tiap fasa. Pengaruh elbow terhadap pola aliran pada


(36)

menjadi stratified flow.

Gambar 2.25. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 0,4 m/s (Korawan, 2015)


(37)

Gambar 2.26. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 0,55 m/s (Korawan, 2015)

Gambar 2.27. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 0,85 m/s (Korawan, 2015)


(38)

Gambar 2.28. Visualisasi Pola Aliran Pada Kecepatan Usl = 1,0 m/s (Korawan, 2015)

Gambar 2.29. Visualisasi Bubble flow Pada TPI Dengan Variasi Usl (Korawan, 2015)

Beberapa jenis aliran sangat dipengaruhi oleh bilangan Reynold. Bilangan Reynold adalah bilangan tidak berdimensi yang penting digunakan untuk penelitian aliran fluida didalam pipa. Adapun persamaan bilangan Reynold adalah sebagai berikut:


(39)

Dengan:

V = Kecepatan Fluida (m/s) D = Diameter Dalam Pipa (m)

ρ = Massa Jenis Fluida (kg/m³)

μ = Viskositas Dinamik Fluida (kg/m.s) atau (N.s/m²)

Kata superficial velocity dari tiap fasa bisa digambarkan sebagai volumetric flux, yaitu flow rate dari tiap fasa dibagi area pipe cross sectional dengan asumsi bahwa fasa mengalir sendiri didalam pipa. Sehingga untuk superficial gas velocity dan superficial liquid velocity bisa diperoleh sebagai berikut:

�� =�

………...

(2.2)

� =��

………...

(2.3)

Dimana :

��= Kecepatan superficial gas (m/s)

� = Kecepatans uperficial liquid (m/s)

�= Gas flow rate pada pipa (� /s)

= Liquid flow rate pada pipa (� /s)


(40)

a. Aliran Laminar

Aliran dengan fluida yang mengalir pada lapisan-lapisan atau lamina – lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Aliran laminar ini mempunyai nilai bilangan Reynolds-nya kurang dari 2100 (Re < 2100).

Gambar 2.30. Aliran Laminar (Munson, dkk, 2013) b. Aliran Turbulen

Aliran bergerak dari partikel-partikel fluida yang tidak menentu karena telah mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan yang mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida ke bagian fluida yang lain dalam ukuran yang besar. Dimana nilai bilangan Reynolds-nya lebih besar dari 4000 (Re > 4000).

Gambar 2.31. Aliran Turbulen (Munson, dkk, 2013) c. Aliran Transisi

Aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turblen, nilai bilangan Reynolds-nya antara 2100 sampai dengan 4000 (2100<Re<4000).


(41)

Gambar 2.32. Aliran Transisi (Munson, dkk, 2013) Aliran fluida berdasarkan waktu, yaitu :

a. Aliran Steady

Aliran yang kecepatannya tidak dipengaruhi terhadap waktu sehingga kecepatan tetap (konstan) pada setiap titik (tidak mempunyai percepatan).

b. Aliran Transient

Aliran yang kecepatannya terjadi karena dipengaruhi terhadap waktu. 2.2.2 Aliran Annular

Aliran annular merupakan bagian dari aliran dua fasa. Penurunan tekanan pada suatu aliran menjadi masalah yang sangat penting. Tebalnya suatu film atau banyaknya cairan yang masuk kedalam pipa pada aliran annular dapat dideteksi dengan menggunakan model aliran dua fasa.

Aliran annular terjadi karena fluida udara mengalir ditengah pipa dalam jumlah yang lebih besar dan membentuk cincin (annular) dan air mengalir lebih sedikit disepanjang permukaan pipa. Didasar permukaan pipa, air yang mengalir lebih banyak dan cairan film lebih tebal daripada bagian permukaan atas pipa, adanya dua fasa fluida dengan viskositas yang berbeda akan membentuk gelombang yang berpengaruh besar terhadap perilaku aliran.


(42)

dengan terstruktur, sistem akustik dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika) dengan pemodelan dikomputer. Pada dasarnya, persamaan-persamaan pada fluida dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial (PDE = partial differential equation) yang mempresentasikan hukum konversi massa, momentum dan energi.

Dengan menggunakan software ini kita dapat membuat virtual prototype dari sebuah sistem atau alat yang ingin dianalisis dengan menerapkan kondisi nyata dilapangan. Software CFD akan memberikan kita data-data, gambar-gambar, atau kurva–kurva yang menunjukkan prediksi dari performasi keandalan sistem yang didesain tersebut. Hasil analisa CFD sering berupa prediksi kualitatif meski terkadang kuantitatif (tergantung dari persoalan dan data yang di-input).

Hal yang paling mendasar mengapa computational fluid dynamics (CFD) banyak sekali digunakan, karena dengan CFD dapat dilakukan analisis terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen.

Keunggulan atau keuntungan dari software CFD, yaitu :

1. Kemampuan studi sistem yang tidak mampu dikontrol dengan eksperimen. 2. Kemampuan studi sistem dalam kondisi berbahaya diluar batas kinerja

normal.

3. Hasil yang didapatkan semakin detail dan akurat.

4. Waktu yang diperlukan sangat sedikit dibandingkan dengan eksperimen. Kelemahan dari software CFD, yaitu :

1. Boundary condition (kondisi batas) yang dimasukkan salah maka hasil yang didapatkan tidak sesuai atau tidak maksimal.


(43)

Computation Fluid Dynamics (CFD) memprediksi aliran berdasarkan : a. Metode numerik (teknik solsui diskrititasi).

b. Tools perangkat lunak (solver, tools pre- dan postprocessing).

c. Metode metematika yang digunakan untuk menghitung persamaan Navier-Stokes.

2.3.1 Penggunaan CFD

CFD dapat dipergunakan bagi:

a. Arsitek untuk mendesain ruang atau lingkungan yang aman dan nyaman. b. Desain kendaraan untuk meningkatkan karakter aerodinamiknya.

c. Analisis kimia untuk memaksimalkan hasil dari reaksi kimia dalam peralatan mereka.

d. Insinyur petrokimia untuk strategi optimal dari oil recovery.

e. Ahli biomekanik untuk mencari rahasia dari gerakan burung sampai dengan lumba-lumba.

f. Pelatih atau analisis sport, misalnya untuk mencari rahasia tendangan pisang (tendangan melengkung pada sepak bola).

g. Dokter atau ahli bedah untuk mengobati penyakit arterial (computational hemodymanics).

h. Meteorologis (ahli cuaca) untuk meramalkan cuaca dan memperingatkan akan terjadinya bencana alam.

i. Ahli safety untuk mengurangi risiko kesehatan akibat radiasi dan zat berbahaya lainnya.

j. Analisis failure untuk mencari sumber-sumber kegagalan misalnya pada suatu sistem pembakaran atau aliran uap panas.

k. Organisasi militer untuk mengembangkan senjata dan mengestimasi seberapa besar kerusakan yang diakibatkannya.


(44)

1. Pre-processing

Pre-processing merupakan langkah pertama dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (computer aided design), membuat mesh yang cocok atau sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-safat fluidanya.

2. processing

Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing.

3. Post-processing

Post-processing merupakan langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva dan animasi.

2.4 FLUENT

FLUENT dapat menyelesaikan suatu kasus aliran fluida dengan menggunakan mesh (grid) yang tidak terstruktur dengan cara yang mudah, karena menyediakan mesh yag tidak terstruktur. FLUENT dapat juga memperhalus atau memperbesar mesh yang sudah ada.

FLUENT didukung oleh jenis mesh tipe 2D triangular-quadrilateral, 3D tetrahedral-hexahedral-pyramid-wedge, dan mesh campuran (hybrid). FLUENT juga dapat dijalankan sebagai proses terpisah secara simultan ada klien desktop workstation dan computer server. FLUENT memiliki struktur data yang efisien dan lebih fleksibel, karena FLUENT ditulis dalam bahasa C.


(45)

a. FLUENT mudah untuk digunakan

b. Model yang realistik (tersedia berbagai pilihan solver)

c. Diskritisasi atau meshing model yang efisien (dalam Gambit) d. Cepat dalam penyajian hasil (bisa dengan paralel komputer) e. Visualisasi yang mudah untuk dimengerti

Computational fluid Dynamics (CFD) sering digunakan untuk desain suatu sistem fluida dapat juga digunakan untuk mencari sumber atau analisis kegagalan suatu sistem fluida. Penggunaan Computational Fluid Dynamics (CFD) didunia industri banyak terdapat dalam bidang : Otomotif, Biomedical, Equipment Manufacturing, Chemical Processing, Semikonduktor, Aerospace.

a. Otomotif

Program CFD dipakai oleh banyak perusahaan otomotif. Sistem ini dipakai guna mengetahui performa pada komponen-komponen seperti pompa, rem, kompresor, manifold, ban, headlamp dll.

b. Biomedical

Computational Fluid Dynamic (CFD) dipakai untuk mengetahui bagaimana sistem yang ada di tubuh kita bekerja, seperti aliran darah nadi, masuknya udara pada hidung, pengembangan pompa jantung, dll.

c. Equipment Manufacturing

Didalam indusrri manufaktur CFD digunakan dalam pembuatan impeller, turbin, fan,propeller, vanes, ducting, valve, piping, seal bahkan dalam pembuatan sistem.

d. Chemical Processing

Computational Fluid Dynamic (CFD) dipakai dalam proses kimia untuk membuat pemodelan yang melibatkan beberapa fasa berbeda, seperti cair, gas dan


(46)

Pemodelan di industri ini sangat berperan aktif dalam memodelkan clean clean room ventilation, air handling, wafer processing, optimisasi furnace. Pemodelan CFD di bidang ini sudah mencapai teknologi plasma.

f. Aerospace

Program CFD dipakai untuk menganalisis external aerodynamics, avionics cooling, fire suppression, the icing, engine performance, life support, etc. Di dunia industri program Computational Fluid Dynamics (CFD) dipakai oleh produsen pesawat militer, penumpang, dan pesawat luar angkasa.

2.4.1 Struktur Program

Dalam satu paket program FLUENT terdapat beberapa produk, yaitu :  FLUENT

 PrePDF, merupakan preprocessor untuk memodelkan pembakaran non premised pada FLUENT.

 GAMBIT, merupakan preprocessor tambahan yang dapat membuat volume mesh dari boundary mesh yang sudah ada.

 FILTER untuk mengimpor mesh permukaan atau volume dari program CAD/CAE, seperti ANSYS, CGNC, I-DEAS, NASTRAN, PATRAN, dll.


(47)

Mesh

2D/3D

File PDF

mesh

Geometri atau mesh

Boundary

mesh Boundary mesh

dan/atau

mesh

volume

Gambar 2.33. Struktur Komponen Program FLUENT 15.0

2.4.2 Gambaran PenggunaanFLUENT

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan menyelesaikan suatu kasus dengan menggunakan FLUENT, yaitu :

a. Menentukan tujuan pemodelan b. Pemilihan model komputasional c. Pemilihan model fisik

d. Penentuan prosedur

2.4.3 Kondisi Batas dan Parameter pada Kondisi Batas

Untuk mendefinisikan suatu kasus, harus dimasukkan informasi pada variabel aliran pada domain kasus tersebut, antara lain fluks massa, momentum, energi, dll.

Pembuatanmes h 2D/3D

PrePDF  Perhitungan

dari look-up tables

FLUENT

 Impor dan adaptasi

mesh

 Pemodelan fisik  Kondisi batas  Sifat-sifat material  Perhitungan

Post processing TGrid

Mesh triangular 2D

Mesh tetrahedral 3D


(48)

mendekati yang sebenarnya. Input data yang salah pada kondisi batas akan sangat berpengaruh terhadap hasil simulasi.

2.4.4 Velocity Inlet

Kondisi batas velocity inlet digunakan untuk mendefinisikan kecepatan aliran dan besaran skalar lainnya pada sisi masuk aliran. Kondisi batas ini hanya digunakan untuk aliran inkompresibel.

2.4.5 Mass Flow Inlet

Nilai tekanan gauge digunakan sebagai tebakan awal oleh Fluent, selanjutnya akan dikoreksi sendiri sejalan dengan proses iterasi. Metode spesifikasi arah aliran dan turbulensi sama dengan kondisi batas velocity inlet. 2.4.6 Pressure Inlet

Data tekanan total (absolute), tekanan gauge, temperatur, arah aliran dan besaran turbulen harus dimasukkan. Tekanan total disini merupakan penjumlahan dari nilai tekanan operasi dan tekanan gauge. Metode spesifikasi arah aliran dan turbulensi sama dengan kondisi batas velocity inlet. Nilai temperatur masukan akan digunakan sebagai temperatur statik pada aliran inkompresibel.

2.4.7 Pressure Outlet

Pada kondisi batas ini harus dimasukkan nilai tekanan statik, temperatur aliran balik (backflow) dan besaran turbulen aliran balik. Kondisi batas yang dipakai pada sisi keluar fluida dan data tekanan pada sisi keluar diketahui atau minimal dapat diperkirakan mendekati sebenarnya.


(49)

Kondisi batas ini digunakan apabila data aliran pada sisi keluar tidak diketahui sama sekali. Data pada sisi keluar diekstrapolasi dari data yang ada pada aliran sebelum mencapai sisi keluar.

2.4.9 Pressure Far-Field

Kondisi batas ini digunakan untuk memodelkan aliran kompresibel free-stream yang mempunyai dimensi yang sangat panjang (jarak antara inlet dan outlet jauh sekali). Besaran yang harus dimasukkan adalah tekanan gauge, bilangan Mach, temperatur aliran, arah aliran dan besaran turbulensi pada sisi keluar.

3.4.10 Inlet Vent dan Outlet Vent

Data yang harus dimasukkan pada kondisi batas ini sama dengan data pada kondisi batas pressure inlet/pressure outlet, hanya terdapat tambahan data untuk kerugian tekanan.Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar aliran dimana terdapat ventilasi di sisi luar saluran masuk/keluar yang dapat menimbulkan kerugian tekanan pada aliran.

2.4.11 Intake Fan dan Exhaust Fan

Data yang harus dimasukkan pada kondisi batas ini sama dengan data pada kondisi batas pressure inlet/pressure outlet, hanya terdapat tambahan data untuk kenaikan tekanan setelah melewati fan/blower (pressure-jump). Kondisi batas ini digunakan untuk model saluran masuk/keluar aliran dimana terdapat fan/blower di sisi luar saluran masuk/keluar untuk menghembus/menghisap fluida di dalam saluran.

2.4.12 Dinding (wall)

Kondisi batas ini digunakan sebagai dinding untuk aliran fluida dalam saluran atau dapat disebut juga sebagai dinding saluran. Kondisi batas ini digunakan juga sebagai pembatas antara daerah fluida (cair dan gas) dan padatan.


(50)

ini tidak ada input data yang diperlukan. Kondisi batas simetri digunakan apabila model geometri kasus yang bersangkutan dan pola aliran pada model tersebut simetri. Kondisi batas ini juga dapat digunakan untuk memodelkan dinding tanpa gesekan pada aliran viskos. Sedangkan kondisi batas axis digunakan sebagai garis tengah (centerline) untuk kasus 2D axisymmetry.

2.4.14 Periodic

Kondisi batas ini hanya dapat digunakan pada kasus yang mempunyai medan aliran dan geometri yang periodik, baik secara translasi atau rotasi.

2.4.15 Cell Zone : Fluid

Kondisi batas ini digunakan pada kontinum model yang didefinisikan sebagai fluida. Data yang dimasukkan hanya material fluida, didefinisikan sebagai media berpori.

2.4.16 Cell Zone : Solid

Data yang harus dimasukkan hanya material padatan,didefinisikanheat generation rate pada kontinum solid (opsional). Sedangkan Kondisi batas ini digunakan pada kontinum model yang didefinisikan sebagai padatan.

2.4.17 Porous Media

. Kondisi batas ini digunakan dengan cara mengaktifkan pilihan porous zone pada panel fluida. Porous zone merupakan pemodelan khusus dari zona fluida selain padatan dan fluida. Digunakan untuk memodelkan aliran yang melewati media berpori dan tahanan yang terdistribusi, misalnya :packed beds, filter papers, perforated plates, flow distributors, tube banks.


(51)

Terdapat beberapa kondisi batas lagi yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok kondisi batas internal. Kondisi batas ini digunakan untuk bidang yang berada di tengah medan aliran dan tidak mempunyai ketebalan.Yang termasuk dalam kondisi batas internal adalah :fan, radiator, porous jump, interior.

Kondisi batas fan, radiator, dan porous jump digunakan untuk memodelkan fan, radiator, atau media berpori di tengah-tengah aliran, sehingga tidak perlu dibuat model fan atau radiator, cukup dengan menentukan kenaikan tekanan yang terjadi setelah melewati alat tersebut.

2.5 Persamaan UmumFLUENT

2.5.1 Persamaan Kekekalan Massa

Langkah pertama dalam penurunan persamaan kekekalan massa adalah menuliskan kesetimbangan massa untuk elemen fluida.

Kelajuan peningkatan massa = Neto kelajuan aliran massa dalam elemen fluida dalam elemen fluida Laju massa dalam elemen fluida adalah

� (�� × � � = ��

� � � � ………...(2.4) Selanjutnya kita perlu menerangkan kelajuan massa aliran melintasi sebuah bidang elemen yang diberikan oleh hasil dari densitas, luas dan komponen kecepatan normal terhadap bidang pada gambar 2.33 dapat dilihat bahwa neto kelajuan aliran massa kedalam elemen melewati boundarinya diberikan oleh :

(� −

� �

� �

)� �

-

(� +

� �


(52)

+

(� −

� �

) � �

-

(� +

� �

) � �

……….(2.5) Aliran yang masuk kedalam elemen dengan sejajar menghasilkan suatu peningkatan massa dalam elemen serta mempunyai tanda positif dan aliran-aliran yang meninggalkan elemen diberikan tanda negatif.

Gambar 2.34. Massa Mengalir Kedalam dan Keluar Elemen Fluida (Versteeg, dkk, 1995)

Hasil akhir dari kesetimbangan massa disusun pada sisi sebelah kiri dengan tanda yang sama dan dibagi dengan � � � . Kelajuan peningkatan massa kedalam elemen sama dengan nilai kelajuan massa didalam fluida yang melintasi bidangnya.


(53)

�� �

+

� � �

+

� � �

+

� �

� = 0………(2.6)

Kekekalan massa boleh ditulis sebagai berikut: ��

� + diѵ (� ) = 0………(2.7)

Kekekalan massa atau persamaan kontinuitas tiga dimensi pada sebuah titik dalam sebuah fluida kompresibel dapat dilihat pada persamaan (2.7) yang merupakan aliran unsteady. Pada sisi sebelah kiri laju perubahan waktu dari densitas (massa persatuan volume). Selanjutnya, aliran massa keluar dari elemen yang disebut dengan suku konvektif.

Pada persamaan (2.7) aliran fluida inkompresibel (misalnya liquid) densitas adalah konstan, menjadi :

diѵ (� ) = 0………(2.8)

Atau dalam penjabarannya : � �

+

� �

+

� �

� = 0………(2.9)

2.5.2 Persamaan Kekekalan Momentum

Tingkat kenaikan momentum partikel fluida = jumlah gaya pada partikel Hukum newton kedua menyatakan bahwa laju perubahan momentum partikel fluida sama dengan jumlah gaya pada partikel.

Laju tingkatan momentum x, y dan z persatuan volume partikel fluida: � = �

=

� �

� + diѵ (� �) � = �

=

� �


(54)

a. Gaya badan :

 Gaya sentrifugal  Gaya coriolis  Gaya gravitasi b. Gaya pada permukaan:

 Gaya viskos  Gaya tekanan

Tekanan normal ditandai dengan �, tegangan viskos ditandai dengan �. Untuk menandai arah tegangan viskos ditandai dengan � . Akhiran i dan j digunakan untuk menandai suatu tegangan kearah j pada suatu permukaan normal arah i. pada gambar 2.7 keadaan tegangan sebuah fluida didefinisikan dalam suatu suku-suku tekanan dan sembilan komponen tegangan viskositas.

Gambar 2.35. Tegangan Pada Tiga Bidang Elemen Fluida (Versteeg, dkk, 1995)

Hasil akhir dari gaya sebuah tegangan permukaan merupakan hasil dari tegangan dan luas. Neto gaya pada arah x merupakan jumlah komponen-komponen gaya yang bekerja pada elemen fluida. Gaya yang sejajar dengan arah


(55)

Gambar 2.36. Tegangan Dalam Arah x (Versteeg, dkk, 1995) Pada sisi (timur, barat):

[(

p - ��

� �x

)

-

(�

- ��

� �x

)]

�y�z +

[

-

(

p + �� � �x

)

+

(�

+ ��

� �x

)]�

y�z =

(

-�� �

+

��

) �

x �y�z………(2.11) Gaya total dalam arah x pada sisi (utara, selatan) :

-

(�

- ��

� �y

)�

x�z +

(�

+

��

� �y

) �

x�z = ��

� �x �y�z……...(2.12)

Gaya total dalam arah x pada sisi bawah dan atas :

-

(�

-��

� �y

)�

x�y+

(�

+

��

� �y

)�

x�y= ��

� �x�y�z………(2.13) Gaya total persatuan volume pada fluida disebabkan tegangan-tegangan permukaan sama dengan jumlah dari persamaan (2.11), (2.12), (2.13) dibagi oleh volume �x�y�z :

� −�+�

+

�� �

+

��


(56)

Dengan tidak mempertimbangkan gaya badan lebih detail hasil secara menyeluruh bisa dimasukkan dengan mendefinisikan sebuah source dari x persatuan volume, persatuan waktu.

=

� −�+��

+

�� �

+

��

+

………

(2.15)

Untuk membuktikan bahwa komponen y persamaan momentum :

=

��

� +

� −�+�� � +

��

� + �

………..

(2.16)

dan juga komponen z persamaan momentum:

=��

� + ��

+

� −�+��

� + �

………

(2.17)

2.6 General

2.6.1 Solver

1. Pressure-Based

Kecepatan yang diperolah dari persamaan momentum, konversi massa (kontinuitas) didapatkan dengan menghitung tekanan, persamaan energi (jika perlu) yang diselesaikan secara berurutan dan persamaan skalar tambahan juga diselesaikan dalam mode terpisah.

2. Density-Based

Persamaan yang mengatur kontinuitas, energi diselesaikan bersama. Persamaan skalar tambahan diselesaikan secara terpisah.


(57)

2.7.1 Multifasa

1. Volume Of Fluid (VOF)

Digunakan untuk dua atau lebih fluida yang memiliki hubungan antar muka. Persamaan momentum digunakan untuk setiap fasa fluida dan fraksi volume digunakan untuk setiap fluida pada perhitungan yang diamati melalui seluruh bidang asal.

2. Mixture

Digunakan untuk aliran yang berbentuk gelembung atau butiran, dimana kedua fasa tercampur sempurna atau fraksi volume fasa diskrit melebihi 10%, untuk aliran yang homogen.

3. Eulerian

Digunakan untuk aliran granular dan juga digunakan untuk aliran yang hydrotransport.

2.7.2 Viskositas

1. Inviscid

Model ini digunakan pada aliran yang tidak mengalami perubahan viskositas. Nilai viskositasnya tetap dan gesekan antar partikelnya relatif kecil. Apabla fluida mengalir pada suatu pipa maka tangensial stress fluida sama dengan nol, sehingga tidak ada energi dan fluida mengalir bebas tanpa adanya hambatan.

2. Laminar

Model ini dapat digunakan pada aliran yang fluidanya bergerak dalam lapisan-lapisan atau lamina–lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar.

3. Spalart-Allmaras

Model ini dapat digunakan untuk simulasi yang sedikit ‘kasar’ dengan ukuran mesh yang besar sehingga perhitungan aliran turbulen yang akurat bukan hal yang


(58)

a. Standart

Model ini dapat digunakan untuk dua persamaan, yaitu kecepatan turbulensi dan skala panjang. Model ini merupakan model turbulensi semi empiris yang sangat lengkap walupun masih sangat sederhana.

b. Renormalization-group (RNG)

Model ini merupakan perbaikan dari metode K-ε standart, persamaan yang digunakan sama. Adapun perbaikannya meliputi :

 Efek putaran pada turbulensi telah disediakan, sehingga meningkatkan akurasi untuk jenis aliran yang perputar.

 Memiliki besaran tambahan pada persamaan laju disipasi, seingga mampu meningkatkan akurasi aliran yang terhalang secara tiba-tiba.

 Menyediakan formulsi untuk bilangan Reynold rendah, sedangkan model K-ε standart digunakan untuk bilangan Reynold tinggi.

 Menyediakan analisa untuk bilangan prandtl turbulensi, sedangkan model K-ε standart menggunakan bilangan prandtl yang ditentukan oleh pengguna. c. Realizable

Model pengembangan yang relatif baru dan berbeda dengan model K-ε standart dalam dua hal, yaitu :

 Persamaan untuk dissipasi, ε, telah diturunkan dari persamaan yang digunakan dalam menghitung fluktuasi rata-rata.

 Untuk memodelkan viskositas turbulen.

Model ini memberikan performa yang sangat bagus dalam aliran yang melibatkan putaran, lapisan batas dan memiliki gradient tekanan yang sangat besar dan sirkulasi. Kelebihan dari model ini adalah sangat akurat dalam menghitung laju penyebaran fluida dari pancaran jet/nosel.


(59)

Model ini digunakan untuk menghitung efek aliran pada bilangan Reynold rendah, kompresibilitas dan penyebaran aliran geser (shear flow). Model ini juga dapat diaplikasikan pada aliran bebas gesekan maupun aliran dalam saluran. b. Shear - Stress Trransport (SST)

Model SST digunakan untuk menghitung transport dari tegangan geser turbulen yang melibatkan sebuah besaran dari penurunan damped cross diffusion pada persamaan omega.

6. Reynold Stress

Merupakan model turbulensi yang paling teliti pada FLUENT. Model ini mendekati persamaan Navier-Stokes (Reynolds-averaged) dengan menyelesaikan persamaan transport untuk tegangan Reynold bersama-sama dengan persamaan laju disiasi. Model ini membutuhkan 4 persamaan transport tambahan pada aliran 2D dan 7 persamaan transport tambahan pada aliran 3D yang berarti proses komputasi yang terjdi lebih panjang dan berat.

Model ini harus digunakan ketika pada aliran terdapat anisotropi dari tegangan Reynold, seperti aliran dalam siklon, aliran yang berpusar dalam combustor, aliran yang melewati lintasan yang berputar, tegangan pada aliran yang disebabkan aliran sekunder dalam saluran.

7. Detached Eddy Simulation (DES)

Model ini digunakan untuk memprediksi aliran dengan bilangan Reynold yang besar, model ini merupakan modifikasi dari model Spalart-Allamars, model ini otomatis akan muncul paa pilihan viscous khusus solver 3D.

8. Large Eddy Simulation (LES)

Model ini membutuhkan resolusi mesh yang lebih besar , membutuhkan daya komputasi yang jauh lebih tinggi dan tidak praktis untuk aplikasi teknis secara umum.


(60)

Dalam metode ini persamaan kecepatan dikoreksi untuk menghitung satu set baru fluks konservatif. Persamaan momentum yang telah terdiskritisasi dan koreksi kecepatan diselesaikan secara implisit dan koreksi kecepatan diselesaikan

secara eksplisit, hal ini adalah alasan disebutnya “Semi-Implisit . Metode” Simple dipakai pada skema default, kasar (robust).

2. SIMPLE Consistent (SIMPLEC)

Dapat mempercepat konvergensi untuk kasus yang sederhana, misalnya aliran laminar dengan bentuk geometri yang tidak terlalu kompleks.

3. Pressure Implicit with Splitting of Operators (PISO)

Berguna untuk aliran transien atau kasus dengan mesh yang mengandung skewness yang tinggi. Metode ini didasarkan pada tingkatan yang lebih tinggi dari hubungan pendekatan antara faktor koreksi tekanan dan kecepatan. Untuk meningkatkan efisiensi perhitungan, metode piso menggunakan dua faktor koreksi tambahan, yaitu neighbor correcion dan skewness correction. Skewness correction adalah proses penghitungan ulang untuk gradien koreksi tekanan yang digunakan untuk memperbarui koreksi fluks massa. Neighbor correction adalah proses iterasi yang disebut sebagai koreksi momentum. Dengan tambahan neighbor correction maka Control Processing Unit (CPU) pada komputer mengalami penambahan waktu untuk melakukan proses solver iterasi, akan tetapi akan menurunkan nomor iterasi yang dibutuhkan untuk mencapai konvergensi.

4. Coupled

Berdasarkan hasil gabungan tekanan solver (konvergensi lebih cepat dari segregated).


(61)

2.8.2 Gradient

1. Least Squares Cell Based

Digunakan untuk persamaan konversi massa, momentum, energi, serta besaran skalar lainnya seperti turbulen dan reaksi kimia.

2 .Green-Gauss Cell Based

Digunakan untuk perhitungan berdasarkan jumlah sel sehingga simulasi tidak memerlukan waktu yang terlalu lama, akan tetapi hasil simulasi menjadi kurang akurat.

3. Green-Gauss Note Based

Digunakan untuk perhitungan berdasarkan jumlah note dengan menggunakan rata-rata dari dalam sel yang mendefinisikan simpul tersebut.

2.8.3 Pressure

1. PRESTO!

Digunakan untuk aliran dengan aliran yang tinggi, aliran yang melibatkan media berpori, aliran dalam saluran tertutup.

2. Body Force Weighted

Digunakan ketika gaya badan (body force) tinggi, misalnya pada kasus konveksi bebas dengan bilangan Raleigh yang besar, aliran dengan pusaran yang tinggi, dll.

2.8.4 Momentum, Turbulent Kinetic Energy, Turbulent Dissipation Rate

1. First-Order Upwind Scheme

Skema interpolasi yang paling ringan dan cepat mencapai konvergen, tetapi ketelitiannya orde satu.


(62)

metode interpolasi yang digunakan lebih rumit, maka lebih lambat mencapai konvergen.

3. Power Law Scheme

Lebih akurat dari first-order ketika bilangan Reynolds pada aliran <5 (untuk aliran yang sangat lambat).

4. Monotone Upstream - Centered Schemes for Conservation Laws (MUSCLE)

Menggunakan konveksi diskritisasi sampai orde 3 untuk mesh yang tidak terstruktur, lebih akurat dalam memprediksi aliran sekunder, vortisitas dan kekuatan.

5. Quadratic Upwind Interpolation (QUICK)

Diaplikasikan untuk mesh quad/hex dan hybrid, tetapi jangan digunakan untuk elemenmesh tri, dengan aliran fluida yang berputar/swirl. Ketelitiannya mencapai orde 3 pada ukuran mesh yang seragam.

2.8.5 Solution Initialization

1. Hybrid initialization

Metode inisialisasi bawaan, memberikan perhitungan yang cepat dari suatu aliran dengan metode yang ada. menyelesaikan persamaan laplace untuk menentukan bidang kecepatan dan tekanan. Seluruh variabel lainnya, seperti suhu, turbulensi, jenis fraksi, volume fraksi akan dihitung secara otomatis berdasarkan nilai rata-rata domain atau menggunakan metode interpolasi tertentu.

2. Standard initialization

Umumnya pengguna memilih berdasarkan batas inlet dan batas outlet agar secara otomatis mengisi nilai inisialisasi dengan nilai-nilai yang ditentukan pada batas inlet.


(63)

43

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan software jenis program CFD Ansys

FLUENT 15.0 dengan diameter dalam pipa 19 mm, diameter luar pipa 25,4 dan panjang pipa 1000 mm.

3.1.1 Prosedur Penggunaan Software Ansys FLUENT 15.0

Setelah merencanakan analisis CFD pada model, langkah-langkah umum

penyelesaian analisis CFD padaFLUENT sebagai berikut:

a. Membuat geometri dan mesh pada model

b. Model transient/steady

c. Memilih solver yang tepat untuk model tersebut (2D atau 3D)

d. Mengimpor mesh model

e. Melakukan pemeriksaan pada mesh model

f. Memilih formulasi solver

g. Memilih persamaan dasar yang akan dipakai dalam analisis

h. Menentukan sifat material yang akan dipakai

i. Menentukan kondisi batas

j. Mengatur parameter control solusi

k. Initialize the flow field

l. Melakukan perhitungan/iterasi

m. Memeriksa hasil iterasi

n. Menyimpan hasil iterasi

o. Jika perlu, memperhalus grid kemudian dilakukan iterasi ulang untuk


(64)

Tidak

Ya

Tidak

Gambar 3.1. Diagram Alir Simulasi CFD Menggunakan Ansys FLUENT 15.0

Pembuatan Geometri

Pendefisian Bidang Batas Pada Geometri

Pengecekan Meshing

Mesh Yang Baik

Proses Numerik

Proses Iterasi Data Sifat

Fisik Mulai

selesai Penentuan Kondisi Batas

Pembuatan meshing

Viskositas Nilai Reynold (Laminar, Turbulen, Transisi)


(65)

Secara umum proses simulasi CFD dibagi menjadi 3 yaitu pre-processing,

solver dan post-processing.

3.3.1 pre-processing

Pre-processing adalah tahap awal dalam simulasi CFD yang perlu

dilakukan, seperti: membuat geometri dan melakukan pengecekan mesh.

a. Membuat geometri

Dalam pembuatan geometri pada simulasi Ansys FLUENT, selain dengan

menggunakan aplikasi tersebut dapat dilakukan juga dengan aplikasi Solidwork,

GAMBIT, Autocad dan lain-lain, Selanjutnya diimpor keaplikasi Ansys FLUENT.

Geometri dalam penelitian ini menggunakan diameter dalam pipa 19 mm, diameter luar pipa 25,4 mm dan panjang pipa 1000 mm.

Gambar 3.2. Pipa (Tampak Depan)

�� = 19 mm � = 25,4 mm


(66)

Gambar 3.3. Pipa (Tampak Samping)

b. Mesh

Setelah membuat geometri, selanjutnya perlu dilakukan proses meshing

(membagi volume menjadi bagian-bagian kecil) supaya dapat dianalisis pada

program CFD. Ukuran mesh yang terdapat pada suatu obyek akan mempengaruhi

ketelitian dan daya komputasi analisis CFD. Semakin kecil/halus mesh yang

dibuat, maka hasil yang didapatkan akan semakin teliti, namun dibutuhkan daya

komputasi yang makin besar pula. Setelah proses pembuatan meshing selesai,

kemudian dilakukan pengecekan kualitas mesh dengan report quality.


(67)

Gambar 3.4. Report Quality

Gambar 3.5. Proses Name Selection

Bidang yang diidentifikasi adalah inlet dan outlet pipa baik untuk fluida air dan udara. Pada simulasi ini memakai 2 inlet, yaitu: 1 inlet air, 1 inlet udara dan 1 outlet.


(68)

Gambar 3.6. Hasil Meshing (Outlet)

Gambar 3.7. Hasil Meshing (Tampak Samping)

3.3.2 Processing

Pada tahap ini yang harus dilakukan banyak kaitannya dengan penentuan kondisi batas dalam sebuah simulasi CFD. Tahap ini ini merupakan bagian yang paling penting karena hampir semua parameter penelitian diproses dalam tahapan


(69)

controls, solution initialization, calculation activities, dan terakhir run calculation.

a. General

Pada tahap ini menggunakan solver tipe pressure-based, untuk velocity

formulation menggunakan absolute dan waktu yang digunakan bersifat transient.

Gambar 3.8. General

b. Models

Pada tahap ini multiphase yang dipilih yaitu VOF , sedangkan energy disetting


(70)

Gambar 3.9. Models

c. Materials

Material yang digunakan untuk simulasi ini terbagi kedalam dua jenis, yaitu

solid dan fluid. Material solid yang digunakan adalah acrylic flexyglass


(71)

Gambar 3.10. Materials

d. Cell Zone Conditions

Cell Zone Conditions berisi daftar zona sel yang dibutuhkan. Pada tahap ini

masing-masing zona disesuaikan dengan nama dan jenis materialnya. Untuk

Porous Formulation yang berisi opsi untuk mengatur kecepatan simulasi disetting

default dengan memilih Superficial Velocity.


(72)

air-udara pada zona air-inlet dan water-inlet.

Gambar 3.12. Boundary Conditions

f. Solution Methods

Simulasi ini menggunakan skema Simple. Pada Spatial Discretization, untuk

Gradient-nya menggunakan Least Squares Cell based, Pressure menggunakan

PRESTO!, Momentum menggunakan Second Order Upwind, Volume Fraction

menggunakan Geo-Reconstruct, Turbulent Kinetic Energy menggunakan Second


(73)

Gambar 3.13. Solution Methods

g. Monitors

Pada tahap ini digunakan untuk memantau konvergensi secara dinamis. Pada dasarnya konvergensi dapat ditentukan dengan merubah parameter pada residual, statistik, nilai gaya, dll.


(74)

Gambar 3.15. Solution Initialization

i. Run Calculation

Pada proses ini akan dilakukan iterasi hingga terjadi konvergensi. Time step

size adalah waktu yang didapatkan untuk setiap proses kalkulasi yang dilakukan.

Number of time steps adalah jumlah total time step yang ingin dilakukan proses

kalkulasi. Max iteration/time step adalah jumlah maksimal iterasi yang ditentukan


(75)

Gambar 3.16. Run Calculation

3.3.3 Post-Processing

Langkah yang dilakukan setelah melakukan proses kalkulasi yaitu melihat hasil dari proses kalkulasi. Pada kasus penelitian ini, hasil yang dibutuhkan adalah

kontur beda kecepatan superfisial .

Ada 3 tahap yang harus dilakukan untuk mengetahui hasil simulasi berupa pola aliran serta kecepatannya.

a. Plane

Tampilan plane ditunjukkan dalam bentuk tampilan 2 dimensi. Area tampilan


(76)

Gambar 3.17. Plane

b. Contour

Dengan contour dapat diketahui dengan lebih detail terkait pola hasil simulasi

berdasarkan variabel yang dikehendaki pada setiap plane yang telah ditentukan

sebelumnya. Contour dideskripsikan dengan warna untuk membaca pola

berdasarkan variabel yang ditentukan.


(77)

57

4.1 Hasil Simulasi

Pola aliran yang direncanakan untuk terbentuk pada semua variasi kecepatan superfisial air dan udara adalah pola aliran cincin (annular). Aliran annular terjadi karena fluida udara mengalir ditengah pipa dalam jumlah yang lebih besar dan membentuk cincin (annular) dan air mengalir lebih sedikit disepanjang permukaan pipa. Didasar permukaan pipa, air yang mengalir lebih banyak dan cairan film lebih tebal daripada bagian permukaan atas pipa, adanya dua fasa fluida dengan viskositas yang berbeda akan membentuk gelombang yang berpengaruh besar terhadap perilaku aliran.

Hasil dari simulasi pola aliran pada pipa horizontal menggunakan software ansys FLUENT 15.0 dibedakan menjadi 4 variasi kecepatan superfisial air (JL), yaitu : 1 m/s, 1,5 m/s, 2 m/s, 2,5 m/s dan 4 variasi kecepatan superfisial udara (JG), yaitu : 35 m/s, 45 m/s, 55 m/s, 65 m/s. proses pengambilan data diambil dengan waktu 0,01 detik, 0,03 detik, 0,05 detik, 0,07 detik, 0,09 detik. Hasil simulasi menampilkan pengaruh kecepatan superfisial udara dan pengaruh waktu antara JL dan JG. Arah aliran fluida menuju sumbu z.


(78)

4.1.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s dan JL = 1 m/s

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 45 m/s dan JL = 1 m/s

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 55 m/s dan JL = 1 m/s

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 65 m/s dan JL = 1 m/s

e) Skala warna dan koordinat

Gambar 4.1. Hasil simulasi pola aliran annular terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) dengan JL = 1 m/s, pada saat t = 0,1 detik, serta skala warna dan koordinat

Air Udara


(79)

annular, seperti pada gambar 4.1. yang ditandai dengan udara berada ditengah pipa sedangkan air berada di atas dan bawah permukaan pipa. Persentasi antara air dan udara dapat terlihat karena kecepatan superfisial udara (JG) semakin tinggi, maka air yang mengalir disepanjang permukaan pipa semakin sedikit.

4.3 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 1 m/s

Variasi pertama menggunakan JG = 35 m/s dan JL = 1 m/s, dengan waktu berbeda menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.2.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,01 detik

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,03 detik

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,05 detik

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,07 detik


(80)

Gambar 4.2. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu pada JG = 35 m/s dengan JL = 1 m/s, serta skala warna dan koordinat

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 1 m/s ketika diambil data tiap 0,02 detik menunjukkan terjadinya wavy karena kecepatan udara mulai bertambah dan akan terbentuk gelombang pada antar-muka disepanjang arah aliran. Semakin lama waktu pengambilan data, maka semakin teratur pola yang dihasilkan dan tidak terjadi wavy.

4.4 Pengaruh Kecepatan Superfisial Udara (JG) Terhadap Kecepatan Superfisial Air ( JL) = 1,5 m/s

Variasi kedua adalah menggunakan JG = 35 m/s, 45 m/s, 55 m/s dan 65 m/s terhadap JL = 1,5 m/s, menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.3.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s dan JL = 1,5 m/s

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 45 m/s dan JL = 1,5 m/s

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 55 m/s dan JL= 1,5 m/s

Air Udara Air


(81)

e) Skala warna dan koordinat

Gambar 4.3. Hasil simulasi pola aliran annular terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) dengan JL = 1,5 m/s, pada saat t = 0,1 detik, serta skala warna dan koordinat

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 1,5 m/s menunjukkan bahwa telah terjadi aliran annular, seperti pada gambar 4.3. yang ditandai dengan udara berada ditengah pipa sedangkan air berada di atas dan bawah permukaan pipa. Persentasi antara air dan udara dapat terlihat karena kecepatan superfisial udara (JG) semakin tinggi, maka air yang mengalir disepanjang permukaan pipa semakin sedikit. Pada saat JG = 65 m/s terjadi wavy karena kecepatan udara mulai bertambah dan akan terbentuk gelombang pada antar-muka disepanjang arah aliran.

4.5 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 1,5 m/s

Variasi kedua menggunakan JG = 35 m/s dan JL = 1,5 m/s, dengan waktu berbeda menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.4.


(82)

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,05 detik

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t= 0,07 detik

e) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,09 detik

f) Skala warna dan koordinat

Gambar 4.4. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu pada JG = 35 m/s dengan JL = 1,5 m/s, serta skala warna dan koordinat

Pembahasan :

Simulasi dengan JG =35 m/s dan JL = 1,5 m/s, pola terlihat berangsur memasuki ruang pipa dengan kecepatn tinggi karena nilai kecepatan superfisial udara (JG) tinggi. Pada detik ke 0,07 terjadi wavy yang disebabkan karena kecepatan udara mulai bertambah dan akan terbentuk gelombang pada antar-muka disepanjang arah aliran. Semakin lama waktu pengambilan data maka aliran yang dihasilkan akan teratur dan tidak mengalami wavy.


(83)

Superfisial Air ( JL) = 2 m/s

Variasi ketiga adalah menggunakan JG = 35 m/s, 45 m/s, 55 m/s dan 65 m/s terhadap JL = 1,5 m/s, menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.5.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s dan JL = 2 m/s

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 45 m/s dan JL = 2 m/s

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 55 m/s dan JL = 2 m/s

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 65 m/s dan JL = 2 m/s

e) Skala warna dan koordinat

Gambar 4.5. Hasil simulasi pola aliran annular terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) dengan JL = 2 m/s, pada saat t = 0,1 detik, serta skala warna dan koordinat

Air

Air Udara


(84)

dengan JG = 65 m/s dan JL = 2 m/s terjadi wavy yang disebabkan karena kecepatan udara mulai bertambah dan akan terbentuk gelombang pada antar-muka disepanjang arah aliran. Semakin besar kecepatan superfisial udara (JG) yang masuk kedalam pipa maka tekanan yang masuk kedalam pipa semakin besar pula.

4.7 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 2 m/s

Variasi ketiga adalah menggunakan JG = 35 m/s, 45 m/s, 55 m/s dan 65 m/s terhadap JL = 2 m/s, menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.6.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,01 detik

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,03 detik

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t= 0,05 detik


(85)

f) Skala warna dan koordinat

Gambar 4.6. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu pada JG = 35 m/s dengan JL = 2 m/s, serta skala warna dan koordinat

Pembahasan :

Simulasi aliran air-udara dengan JG = 35 m/s dan JL = 2 m/s, pola aliran yang dihasilkan pada detik ke 0,03 terjadi disturbance wave karena gelombang pada aliran annular yang memiliki amplitudo yang besar dan aliran air-udara yang masuk kedalam pipa dengan tekanan yang tinggi, sedangkan pada detik ke 0,09 terjadi wavy yang disebabkan karena kecepatan udara mulai bertambah dan akan terbentuk gelombang pada antar-muka disepanjang arah aliran.

4.8 Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Superfisial Udara (JG) Dengan JL = 2,5 m/s

Variasi keempat adalah menggunakan JG = 35 m/s, 45 m/s, 55 m/s dan 65 m/s terhadap JL = 2,5 m/s, menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.7.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s dan JL = 2,5 m/s

Air Udara Air


(86)

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 55 m/s dan JL = 2,5 m/s

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 65 m/s dan JL =2,5 m/s

e) Skala warna dan koordinat

Gambar 4.7. Hasil simulasi pola aliran annular terhadap pengaruh kecepatan superfisial udara (JG) dengan JL = 2,5 m/s, pada saat t = 0,1 detik, serta skala warna dan koordinat

Pembahasan :

Simulasi dengan JL = 2,5 m/s menunjukkan bahwa telah terjadi aliran annular, seperti pada gambar 4.7. yang ditandai dengan udara berada ditengah pipa sedangkan air berada di atas dan bawah permukaan pipa. Ketika kecepatan superfisial udara (JG) dinaikkan, maka aliran air-udara akan mengalami wavy karena kecepatan udara mulai bertambah dan akan terbentuk gelombang pada antar-muka disepanjang arah aliran.


(87)

Variasi keempat adalah menggunakan JG = 35 m/s, 45 m/s, 55 m/s dan 65 m/s terhadap JL = 2,5 m/s, menghasilkan simulasi pola aliran terlihat pada gambar 4.8.

a) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,01 detik

b) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,03 detik

c) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,05 detik

d) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,07 detik

e) Pola aliran air-udara dengan JG = 35 m/s pada saat t = 0,09 detik

f) Skala warna dan koordinat

Gambar 4.8. Hasil simulasi pola aliran terhadap pengaruh waktu pada JG = 35 m/s dengan JL = 2,5 m/s, serta skala warna dan koordinat


(88)

mengakibatkan tekanan didalam pipa meningkat dan mengakibatkan wavy. Pada detik ke 0,05 air berangsur mengalir ke tengah pipa dan mengakibatkan disturbance wave. Semakin lama waktu pengambilan data, maka aliran yang dihasilkan semakin teratur.


(1)

Gambar 16. Meshing body

Lampiran 16. Report preview

Project

First Saved Saturday, October 08, 2016 Last Saved Saturday, October 08, 2016 Product Version 15.0 Release

Save Project Before Solution No Save Project After Solution No


(2)

Contents

UnitsModel (A3)

o Geometry

 Solid

o Coordinate Systems

o Mesh

 Mesh Controls

o Named Selections

Units

TABLE 2 Unit system

Unit System Metric (mm, kg, N, s, mV, mA) Degrees rad/s Celsius Angle Degrees

Rotational Velocity rad/s Temperature Celsius

Model (A3)

Geometry

TABLE 3

Model (A3) > Geometry Object Name Geometry

State Fully Defined Definition

Source C:\Users\my computer\Documents\tugas akhir 1_files\dp0\FFF\DM\FFF.agdb

Type DesignModeler Length Unit Meters

Bounding Box

Length X 19. mm Length Y 19. mm

Length Z 1000. mm Properties

Volume 2.8196e+005 mm³ Scale Factor


(3)

Lanjutan

Statistics

Bodies 1 Active Bodies 1

Nodes 52350 Elements 132880 Mesh Metric None Basic Geometry Options

Parameters Yes Parameter Key DS

Attributes No Named Selections No Material Properties No Advanced Geometry Options

Use Associativity Yes Coordinate Systems No Reader Mode Saves Updated File No Use Instances Yes Smart CAD Update No Compare Parts On Update No Attach File Via Temp File Yes

Temporary Directory C:\Users\my computer\AppData\Local\Temp Analysis Type 3-D

Decompose Disjoint Geometry Yes Enclosure and Symmetry Processing No

TABLE 4

Model (A3) > Geometry > Parts Object Name Solid

State Meshed Graphics Properties

Visible Yes Transparency 1 Definition

Suppressed No

Coordinate System Default Coordinate System Reference Frame Lagrangian

Material

Fluid/Solid Defined By Geometry (Solid) Bounding Box

Length X 19. mm Length Y 19. mm


(4)

Lanjutan

Properties

Volume 2.8196e+005 mm³ Centroid X -3.9438e-017 mm Centroid Y -8.6481e-016 mm

Centroid Z 502.73 mm Statistics

Nodes 52350 Elements 132880 Mesh Metric None

Coordinate Systems

TABLE 5

Model (A3) > Coordinate Systems > Coordinate System Object Name Global Coordinate System

State Fully Defined Definition

Type Cartesian Coordinate System ID 0. Origin

Origin X 0. mm Origin Y 0. mm Origin Z 0. mm Directional Vectors

X Axis Data [ 1. 0. 0. ] Y Axis Data [ 0. 1. 0. ] Z Axis Data [ 0. 0. 1. ]

Mesh

TABLE 6 Model (A3) > Mesh

Object Name Mesh State Solved Defaults

Physics Preference CFD Solver Preference Fluent

Relevance 0 Sizing

Use Advanced Size Function On: Curvature Relevance Center Coarse

Initial Size Seed Active Assembly Smoothing Medium

Transition Slow Span Angle Center Fine


(5)

Lanjutan

Min Size 0.50 mm Max Face Size 4.0 mm

Max Size 4.0 mm Growth Rate Default (1.20 ) Minimum Edge Length 31.4160 mm Inflation

Use Automatic Inflation None

Inflation Option Smooth Transition Transition Ratio 0.272

Maximum Layers 5 Growth Rate 1.2 Inflation Algorithm Pre View Advanced Options No Assembly Meshing

Method None Patch Conforming Options

Triangle Surface Mesher Program Controlled Patch Independent Options

Topology Checking Yes Advanced

Number of CPUs for Parallel Part Meshing Program Controlled Shape Checking CFD

Element Midside Nodes Dropped Straight Sided Elements

Number of Retries 0 Extra Retries For Assembly Yes

Rigid Body Behavior Dimensionally Reduced Mesh Morphing Disabled

Defeaturing

Pinch Tolerance Default (0.450 mm) Generate Pinch on Refresh No

Automatic Mesh Based Defeaturing On

Defeaturing Tolerance Default (0.250 mm) Statistics

Nodes 52350 Elements 132880 Mesh Metric None


(6)

Lanjutan

TABLE 7

Model (A3) > Mesh > Mesh Controls Object Name Inflation Inflation 2

State Fully Defined Scope

Scoping Method Geometry Selection Geometry 1 Body

Definition

Suppressed No

Boundary Scoping Method Geometry Selection Boundary 1 Face

Inflation Option Smooth Transition Transition Ratio Default (0.272) Maximum Layers 5

Growth Rate 1.2 Inflation Algorithm Pre

Named Selections

TABLE 8

Model (A3) > Named Selections > Named Selections Object Name outlet water inlet air inlet wall

State Fully Defined Scope

Scoping Method Geometry Selection Geometry 1 Face

Definition

Send to Solver Yes Visible Yes Program Controlled Inflation Exclude Statistics

Type Manual Total Selection 1 Face

Suppressed 0 Used by Mesh Worksheet No