Analisis Posisi Kerja Dengan Metode Nordic, Rula dan Reba di PT. PLN (PERSERO)
RULA
U
PRO
FAKULT
UNIV
LA
DAN
REBA
DI PT. PLN (Persero
TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Industri
Oleh:
Demaz Adithya Widharma NIM. 10309005
OGRAM STUDI TEKNIK INDUSTR
LTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPU
VERSITAS KOMPUTER INDONESI
BANDUNG
2013
ro)
RI
UTER
SIA
(2)
Lembar Pengesahan ... i
Abstrak ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... vi
Daftar Gambar ... vii
Daftar Lampiran ... viii
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Pembatasan Masalah ... 4
1.5. Sistematika Penulisan ... 5
Bab 2 Landasan Teori 2.1. Nordic ……… ... 6
2.2. RULA ..………... 9
2.3. REBA ... ... 24
Bab 3 Flowchart Pemecahan Masalah 3.1. Flowchart Pemecahan Masalah ... 32
3.2. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 33
Bab 4 Pengumpulan dan Pengolahan Data 4.1. Pengumpulan Data …………... 34
4.1.1. Sejarah Perusahaan PLN (Persero) …... 34
4.1.2. Struktur Divisi Permesinan ………... 35
4.1.3. Assembling ………... 36
4.1.4. Layout Pabrikasi ……….………. 37
4.1.5. Kuesioner Nordic, RULA dan REBA ... 39
(3)
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 49
(C) Hasil Perhitungan REBA ... 50
4.2.2. (A) Hasil Nordic operator 2 ………... 51
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 55
(C) Hasil Perhitungan REBA ... 56
4.2.3. (A) Hasil Nordic operator 3 ………... 57
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 61
(C) Hasil Perhitungan REBA ... 62
4.2.4. (A) Hasil Nordic operator 4 ………... 63
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 67
(C) Hasil Perhitungan REBA ... 68
4.2.5. (A) Hasil Nordic operator 5 ………... 69
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 73
(C) Hasil Perhitungan REBA ... 74
4.2.6. (A) Hasil Nordic operator 6 ………... 75
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 79
(C) Hasil Perhitungan REBA ... 80
4.2.7. (A) Hasil Nordic operator 7 ………... 81
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 85
(C) Hasil Perhitungan REBA ... 86
4.2.8. (A) Hasil Nordic operator 8 ………... 87
(B) Hasil Perhitungan RULA ... 91
(4)
Bab 5 Analisis
5.1. Analisis Nordic ………... 93 5.2. Analisis RULA... 93 5.3. Analisis REBA... 94
Bab 6 Kesimpulan
6.1. Kesimpulan ... 95 6.2. Saran ... 95 Daftar Pustaka
(5)
vi
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Tugas Akhir yang berjudul
ANALISIS
POSISI KERJA DENGAN METODE
NORDIC, RULA
DAN
REBA
di PT. PLN (Persero)
PUSHARLIS UNIT WORKSHOP DAN PEMLIHARAAN III – BANDUNG dapat diselesaikan dengan baik.Pada kesempatan ini penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan yang telah dilakukan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, baik dalam hal penyajian isi materi maupun dalam sistematika penyusunannya. Oleh karena itu penulis sangat menghargai kritik dan saran yang bersifat membangun mengenai kekurangan yang ada untuk memperbaiki dan penyempurnaan laporan ini
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan serta nasihat yang paling berharga dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yesus yang selalu memberikan kesehatan, kelancaran, kesabaran, kekuatan dan segala apapun yang dibutuhkan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.
2. Keluargaku tercinta terutama untuk kedua orang tua tercinta terimakasih untuk segala doa dan dukungan tak henti-henti, terimakasih atas segala doa, kesabaran, nafkah dan hal-hal yang membuat anakMU bertambah dewasa semoga segala amal kebaikan diterima disisi Tuhan.
3. Ibu Dr Henny, ST.MT selaku Dosen pembimbing yang telah sabar membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini. 4. Seluruh Dosen Teknik Industri yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
(6)
vii
5. Pihak manajemen PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop III Bandung Jawa Barat, khususnya Bu warsiti dan pak Agus atas kesempatan yang diberikan keapda penulis sehingga penulis dapat melakukan penelitian.
6. Untuk Sonya terimakasih banyak untuk supportnya, akhirnya ST pas 4 tahun, semoga kita ada jalannya amin.
7. Untuk Usep Ginanjar, saya minta maaf jika sering merepotkan dan sikap, perkataan yang tidak menyenangkan dikarenakan menyangkut penyususan skripsi. Semoga kita bertemu lagi di dunia industri yang sebenarnya.
Besar harapan penulis bahwa Tugas Akhir ini yang membahas mengenai perencanaan pengendalian produksi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Demikian laporan ini disusun dan dibuat, atas segala perhatian dan dukungannya penulis mengucapkan terimakasih.
Bandung, Agustus 2013
(7)
Chaffin, Don.B. Andersson, Bernard.J. B.J. Martin. 1999. Occupational Biomechanics, Third Edition, Michigan.
Massaccesi M & Al. 2003. Investigation of Work-Related Disorders using RULA and REBA Methods, San Francisto.
Person JG & Al. 2001. Automated High-Frequency Posture Sampling for Ergonomic Assesment of Laparoscopic Surgery, Surg Endosc.
Roebuck, Kroemer and W.G. Thomson. 1975. Engineering Anthropometry Methods, New York.
Shuval K & Donchin M. 2005. Ergonomic Risk Factors, International Journal of Industrial Ergonomics, Eragon.
(8)
Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
PT PLN adalah indutri besar yang menjadi peranan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia, yang dahulu industri ini hanya sebagai bengkel kecil dan akhirnya sekarang menjadi industri listrik utama, Pengembangan produk tidak terlepas dari kinerja operator, yang harus diperhatikan juga adalah posisi kerja. Persaingan bisnis yang semakin meningkat, menuntut para pelaku bisnis untuk meningkatkan efisiensi di segala bidang. Salah satu cara untuk mewujudkannya dengan sistem perencanaan pengendalian posisi kerja yang baik, sehingga operator merasa aman mengerjakan tugasnya, dengan begitu produk akan tepat waktu karena operator baik pengerjaanya.
Perusahaan industri harus lebih dan memperhatikan posisi tubuh operator yang berhadapan dengan mesin, karena operator mesin memiliki resiko cidera otot yang lebih tinggi, pada umumnya operator pasti helm dan sarung tangan, dengan memperhatikan posisi tubuh pasti para pekerja akan lebih aman dalam melaku aktivitasnya. Jika perusahaan mengutamakan keselamatan operator maka produk yang dihasilkan akan lebih maksimal karena operator tidak mengalami gangguan pada aktivitasnya, disamping keselamatan yang diutamakan, diharapkan dengan ditambahnya peraturan bagaimana posisi kerja yang baik, dapat memaksimalkan operator mengerjakan suatu produk dengan aman.
Semua operator yang menggunakan mesin tetap harus menjaga keamanan agar prosedur produksi berjalan dengan lancar, dengan mengutamakan posisi kerja yang baik operator mesin dapat menjaga kesehatan otot dalam melakukan aktivitasnya. Sehigga dapat menjauhkan operator dari cidera otot akibat posisi kerja yang salah.
(9)
PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III Bandung adalah sebuah perusahaan yang berlokasi di Jl. Banten No. 10, Bandung. Perusahaan tersebut merupakan industri jasa dan produksi proses assembling
yang memiliki strategi penempatan produk artinya perusahaan ini termasuk dalam tipe industri yang mebuat produk akhir untuk disimpan dan kebutuhan konsumen di ambil dari persediaan di gudang. Produk yang dihasilkan di perusahaan ini salah satunya adalah tiang listrik.
Berdasarkan apa yang terjadi di lapangan, keluhan akibat posisi kerja yang salah terjadi diantaranya: sakit leher, sakit punggung, otot lengan dan kaki. Semua itu dialami oleh operator yang bekerja dengan menggunakan mesin selama berjam-jam dalam sehari. Apabila tidak ada keluhan pada kesehatan otot operator di bagian produksi, ketua divisi tidak akan menganalisis posisi kerja yang baik untuk pengembangan sistem kerja. Pada sisi ini perusahaan dihadapkan pada besarnya tanggung jawab untuk menjaga kesehatan tiap operatornya dari kesalahan posisi kerja, terutama operator yang berhadapan dengan mesin. Karena jam kerja yang selalu tinggi seringkali operator hanya fokus pada produk, bukan pada posisi kerja yang baik dan aman. Tetapi terkadang perusahaan juga sering mendapatkan pekerja yang mengalami kesalahan posisi kerja sehingga tugasnya terhambat dan tidak dapat melanjutkan karena harus menunggu sampai kondisi badan pulih.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas diketahui bahwa perusahaan belum menggunakan metode yang tepat untuk menganalisis bentuk tubuh yang pantas jika operator berhadapan langsung dengan mesin, perencanaan perkiraan posisi kerja yang baik diharapkan dapat membantu mengatur kesehatan operator agar dapat menghasilkan produk yang lebih baik dalam periode waktu dimasa yang akan datang. Untuk menjawab persoalan bagaimana posisi kerja yang baik sehingga dapat meminimalisir kesalahan kerja otot, maka dalam tugas akhir ini akan menganalisis dengan menggunakan metode Nordic, RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dan
(10)
Metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment) digunakan untuk menganalisis bentukk otot bagian atas, terutama lengan dan posisi punggung. Sehingga nantinya dapat scoring untuk posisi kerja operator bagian atas.
Metode REBA (Rapid Entire Body Assessment) adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.
Sesuai dengan teori , yaitu RULA (Rapid Upper Limb Assessment) dan REBA (Rapid Entire Body Assessment) dimaksudkan untuk menganalisa bentuk tubuh dan posisi kerja yang pantas, dengan menggunakan metode Nordic Body Map
akan terlihat keluhan otot sehingga perusahaan dapat mengendalikan dan menjaga semua operator, baik yang ada di gudang maupun produksi, agar perusahaan bisa menjaga keselamatan dan kesehatan pekerjanya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam bentuk tugas akhir dengan judul “ANALISIS POSISI KERJA DENGAN METODE NORDIC, RULA dan REBA di PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III– Bandung).
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah maka permasalahan yang dihadapi dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana menentukan posisi kerja operator yang tepat?
2. Bagaimana cara mengatasi keluhan akibat posisi kerja yang salah?
3. Bagaimana hasil penerapan metode RULA dan REBA dengan hasil yang optimal?
(11)
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan tugas akhir ini adalah: 1. Memperoleh nilai akhir dengan indikasi posisi kerja yang baik.
2. Memperoleh informasi kode individual bagian tubuh operator.
3. Mengetahui hasil dari sistem penilaian aktivitas otot pada posisi statis dengan hasil yang optimal.
1.4.Batasan dan Asumsi Penelitian
Agar mempermudah dalam menganalisis masalah dan juga agar masalah yang di bahas lebih terarah, maka diperlukan suatu batasan dan asumsi dalam penenlitian ini. Hal ini diperlukan supaya masalah yang di bahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini pembatasan masalahnya ialah penelitian hanya dilakukan pada operator bagian produksi yang selalu berhadapan dengan mesin.
Batasan masalah yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Penelitian di laksanakan di PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III Bandung
2. Pengukuran posisi kerja bagian produksi ( 1 divisi ) 3. Dokumentasi pada 8 operator mesin utama.
4. Metode yang digunakan untuk bagian produksi (RULA dan REBA). 5. Hanya operator yang memproduksi lemari bagi saja.
Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penenlitian ini, yaitu: 1. Efek dari posisi kerja yang salah tiap operator.
(12)
1.5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan penelitian ini digunakan sitematika penulisan sebagai berikut:
Bab 1. Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat pemecahan masalah, pembatasan masalah, dan asumsi, serta sistematika penulisan.
Bab 2. Landasan Teori
Bab ini berisi uraian teori-teori dan model persediaan bahan baku dan teori lainnya yang mendukung terhadap pemecahan masalah yang akan dilakukan
Bab 3. Metodelogi pemecahan Masalah
Bab ini berisi penjelasan masalah mengenai model pemecahan masalah dan langkah-langkah untuk memecahkan masalah yang diteliti.
Bab 4. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bab ini berisi data umum perusahan yang dijadikan objek penelitian, termasuk didalamnya struktur organisasi perusahaan. Selain itu bab ini juga berisi penjelasan tentang data permasalahan dan pengolahan data yang di tujukan untuk memecahkan masalah.
Bab 5. Analisis
Bab ini berisi analisis dari hasil perhitungan yang diperoleh dari proses pengolahan data
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan dan saran bagi perusahaan.
(13)
Bab 2 Landasan Teori
2.1. Nordic
Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal dengan musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak) adalah sistem organ yang memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk bergerak menggunakan sistem otot dan rangka. Sistem muskuloskeletal menyediakan bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan tubuh.
Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan fisik pada makhluk hidup. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe: eksternal, internal, dan basis cairan (rangka hidrostatik), walaupun sistem rangka hidrostatik dapat pula dikelompokkan secara terpisah dari dua jenis lainnya karena tidak adanya struktur penunjang.
Rangka manusia dibentuk dari tulang tunggal atau gabungan (seperti tengkorak) yang ditunjang oleh struktur lain seperti ligamen, tendon, otot, dan organ lainnya. Rata-rata manusia dewasa memiliki 206 tulang, walaupun jumlah ini dapat bervariasi antara individu.
Hal ini terdiri dari tulang tubuh (kerangka), otot, tulang rawan, tendon, ligamen, sendi, dan jaringan ikat lainnya yang mendukung dan mengikat jaringan dan organ bersama-sama. Fungsi utama sistem muskuloskeletal termasuk mendukung tubuh, sehingga gerak, dan melindungi organ-organ vital. Bagian kerangka sistem berfungsi sebagai sistem penyimpanan utama untuk kalsium dan fosfor dan berisi komponen-komponen penting dari sistem hematopoietik.
Sistem ini menjelaskan bagaimana tulang terhubung ke tulang lain dan serat otot melalui jaringan ikat seperti tendon dan ligamen. Tulang memberikan stabilitas ke tubuh dalam analogi batang besi dalam konstruksi beton. Otot menjaga tulang di tempat dan juga memainkan peran dalam gerakan tulang. Untuk memungkinkan gerak, tulang yang berbeda dihubungkan oleh sendi. Cartilage mencegah tulang berakhir dari menggosok langsung pada satu sama lain. Otot kontrak (bergerombol) untuk memindahkan tulang melekat pada sendi. Namun demikian, penyakit dan gangguan yang dapat merugikan fungsi dan efektivitas keseluruhan sistem. Penyakit ini bisa sulit untuk mendiagnosis karena hubungan dekat sistem muskuloskeletal ke sistem internal lainnya.
Sistem muskuloskeletal mengacu pada sistem yang memiliki otot melekat pada sistem kerangka internal dan diperlukan bagi manusia untuk pindah ke posisi yang lebih
(14)
menguntungkan. Masalah yang kompleks dan cedera yang melibatkan sistem muskuloskeletal biasanya ditangani oleh physiatrist (spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi) atau ahli bedah ortopedi.
The Skeletal System melayani banyak fungsi penting,. Memberikan bentuk dan bentuk bagi tubuh kita selain untuk mendukung, melindungi, memungkinkan gerakan tubuh, memproduksi darah bagi tubuh, dan menyimpan mineral. Jumlah tulang dalam sistem kerangka manusia adalah topik yang kontroversial. Manusia dilahirkan dengan lebih dari 300 tulang, namun, banyak tulang sekering bersama antara kelahiran dan kematangan. Akibatnya sebuah kerangka dewasa rata-rata terdiri dari 206 tulang. Jumlah tulang bervariasi sesuai dengan metode yang digunakan untuk menurunkan menghitung. Sementara sebagian orang menganggap struktur tertentu menjadi tulang tunggal dengan beberapa bagian, orang lain mungkin melihatnya sebagai satu bagian dengan beberapa tulang.
Ada lima klasifikasi umum tulang. Ini adalah tulang panjang, tulang pendek, tulang datar, tulang tidak teratur, dan tulang sesamoid. Kerangka manusia terdiri dari kedua tulang menyatu dan individu yang didukung oleh ligamen, tendon, otot dan tulang rawan. Ini adalah struktur yang kompleks dengan dua divisi yang berbeda. Ini adalah kerangka aksial dan kerangka apendikular.
The Skeletal Sistem berfungsi sebagai kerangka kerja untuk jaringan dan organ untuk menempel. Sistem ini bertindak sebagai struktur pelindung untuk organ-organ vital. Contoh utama dari hal ini adalah otak dilindungi oleh tengkorak dan paru-paru yang dilindungi oleh tulang rusuk.
Terletak di tulang panjang adalah dua perbedaan dari sumsum tulang (kuning dan merah). Sumsum kuning memiliki jaringan ikat lemak dan ditemukan dalam rongga sumsum. Selama kelaparan, tubuh menggunakan lemak dalam sumsum kuning untuk energi. Sumsum merah beberapa tulang adalah situs penting untuk produksi sel darah, sekitar 2,6 juta sel darah merah per detik untuk menggantikan sel-sel yang ada yang telah hancur oleh hati. Di sini semua eritrosit, trombosit, dan kebanyakan bentuk leukosit pada orang dewasa. Dari sumsum merah, eritrosit, trombosit, dan leukosit bermigrasi ke darah untuk melakukan tugas-tugas khusus mereka.
Fungsi lain dari tulang adalah penyimpanan mineral tertentu. Kalsium dan fosfor adalah salah satu mineral utama yang disimpan. Pentingnya penyimpanan ini "perangkat" membantu mengatur keseimbangan mineral dalam aliran darah. Ketika fluktuasi mineral yang tinggi, mineral ini disimpan dalam tulang, ketika itu rendah maka akan ditarik dari tulang.
(15)
● Pengertian Ergonomi
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon yang berarti dan nomos yang berarti dalil, hokum atau peraturan. Sehingga Nurmianto (1996) mendefinisikan istilah ergonomic sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan, sehingga dapat diterapkan oleh ahli/pakar diberbagai bidang seperti anatomi, arsitektur, psikologi, teknik industry, evaluasi proses kerja bagi pemerintahan militer dan lain-lain. Penerapan ergonomic umumnya diwujudkan dalam aktivitas rancang bangun (design) atau rancang ulang (redesign). Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga (displays), jalan/lorong (access way), pintu (doors) dll.
2.2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment)
RULA adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk kegunaan investigasi ergonomi pada tempat kerja, dimana penyakit otot rangka tubuh bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi. Piranti ini tidak membutuhkan peralatan khusus dalam menyediakan pengukuran postur leher, punggung, lengan dan tubuh bagian atas seiring fungsi otot dan beban luar yang di alami tubuh.
Pengembangan RULA dilakukan melalui evaluasi mengenai postur yang di adopsi pekerja, tenaga yang dibutuhkan serta gerakan otot baik oleh operator display maupun operator yang bekerja dalam berbagai tugas manufaktur dimana resiko yang terkain dengan kelainan otot rangka pada tubuh bagian atas yang mungkin ada. Metode ini menggunakan diagram-diagram dari postur tubuh dan tabel-tabel penilaian untuk menyediakan evaluasi paparan faktor-faktor resiko. Faktor-faktor resiko yang di jelaskan merupakan faktor beban eksternal yaitu:
Jumlah gerakan.
Pekerja dengan otot statis.
Tenaga.
Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan.
(16)
RULA dikembangkan oleh Dr.Lynn Mc Attamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergononom dari universitas di Nottingham (University’s Nottingham Institute of
Occupational Ergonomics). Pertama kali dijelaskan dalam bentuk jurnal aplikasi ergonomi
pada tahun 1993 (Lueder, 1996). RULA diperuntukkan dan dipakai pada bidang ergonomi dengan bidang cakupan yang luas (McAtamney, 1993).
Teknologi ergonomi tersebut mengevaluasi postur atau sikap, kekuatan dan aktivitas otot yang menimbulkan cedera akibat aktivitas berulang (repetitive starain injuries).
Ergonomi diterapkan untuk mengevaluasi hasil pendekatan yang berupa skor resiko antara satu sampai tujuh, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (berbahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini bukan berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. Oleh sebab itu metode RULA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang berisiko dan dilakukan perbaikan sesegera mungkin (Lueder, 1996).
RULA disediakan untuk menangani kasus yang menimbulkan resiko pada muskuloskeletal saat pekerja melakukan aktivitas. Alat tersebut memberikan penilaian resiko yang objektif pada sikap, kekuatan dan aktivitas yang dilakukan pekerja. RULA telah digunakan di dunia internasional beberapa tahun ini untuk menilai resiko yang dihubungkan dengan Work Related Upper Limb Disorders (WRULD).
2.1.1. Perkembangan RULA
Metode ini sudah dikembangkan dalam industri garmen, dimana pengukuran dilakukan pada operator yang melakukan tugas-tugasnya,
termasuk memotong pada saat berdiri pada meja pemotong, menjalankan mesin dengan menggunakan salah satu mesin jahit, kliping, operasi pengawasan dan pengepakan.
Metode ini menggunakan gambar postur tubuh dan tiga tabel untuk memberikan evaluasi paparan terhadap faktor-faktor resiko. Faktor tersebut menurut McPhee disebut sebagai faktor beban eksternal (external load factor). Hal ini mencakup (McPhee, 1987):
(17)
Jumlah gerakan.
Kerja otot statis.
Kekuatan atau tenaga.
Postur-postur kerja yang digunakan.
Waktu yang digunakan tanpa adanya istirahat.
Selain faktor-faktor ini, McPhee juga mengajukan beberapa faktor penting lainnya yang mempengaruhi beban, namun akan sangat bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Faktor ini meliputi postur kerja yang dilakukan, penggunaan otot yang statis yang perlu atau yang tidak perlu tenaga, kecepatan dan keakuratan gerakan, frekuensi dan durasi istirahat yang dilakukan oleh operator. Disamping itu ada faktor yang akan merubah respon individu terhadap beban tertentu yaitu faktor individual (seperti usia dan pengalaman), faktor lingkungan tempat kerja dan variabel-variabel psikososial.
RULA dikembangkan untuk memenuhi tujuan sebagai berikut:
Memberikan suatu metode pemeriksaan populasi pekerja secara cepat, terutama pemeriksaan paparan (exposure) terhadap resiko gangguan tubuh bagian atas yang disebabkan karena bekerja.
Menentukan penilaian gerakan-gerakan otot yang dikaitkan dengan postur kerja, mengeluarkan tenaga, dan melakukan kerja statis dan repetitve yang mengakibatkan kelelahan otot.
Memberikan hasil yang dapat digunakan pada pemeriksaan atau pengukuran ergonomi yang mencakup faktor-faktor fisik, epidomiologis, mental, lingkungan dan faktor organisional dan khususnya mencegah terjadinya gangguan pada tubuh atas akibat kerja.
RULA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan RULA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa mengganggu pekerja.
Pengembangan RULA terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pengembangan untuk perekaman atau pencatatan postur kerja, tahap kedua adalah pengembangan sistem penskoran (scoring) dan ketiga adalah pengembangan skala level tindakan yang memberikan suatu panduan terhadap level resiko dan kebutuhan akan tindakan untuk melakukan pengukuran yang lebih
(18)
terperinci. Penilaian menggunakan RULA merupakan metode yang telah dilakukan oleh McAtamney dan Corlett (1993).
Tahap-tahap menggunakan metode RULA adalah sebagai berikut:
Tahap 1
Pengembangan metode untuk pencatatan postur kerja untuk menghasilkan suatu metode yang cepat digunakan, tubuh dibagi menjadi dua bagian, yaitu grup A dan grup B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, badan dan kaki. Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan dan leher yang terbatas yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian atas dapat masuk dalam pmeriksaan. Kisaran gerakan untuk setiap bagian tubuh dibagi menjadi bagian-bagian menurut kriteria yang berasal dari interpretasi literatur yang relevan. Bagian-bagian ini diberi angka sehingga angka 1 berada pada kisaran gerakan atau postur kerja dimana resiko faktor merupakan terkecil atau minimal. Sementara angka-angka yang lebih tinggi diberikan pada bagian-bagian kisaran gerakan dengan postur yang lebih ekstrim yang menunjukkan adanya faktor resiko yang meningkat yang menghasilkan beban pada struktur bagian tubuh.
Sistem penskoran (scoring) pada setiap postur bagian tubuh ini menghasilkan urutan angka yang logis dan mudah untuk diingat. Agar memudahakan identifikasi kisaran postur dari gambar setiap bagian tubuh disajikan dalam bidang sagital.
Pemeriksaan atau pengukuran dimulai dengan mengamati operator selama beberapa siklus kerja untuk menentukan tugas dan postur pengukuran. Pemilihan mungkin dilakukan pada postur dengan siklus kerja terlama dimanabeban terbesar terjadi. Karena RULA dapat dilakukan dengan cepat, maka pengukuran dapat dilakukan pada setiap postur pada siklus kerja.
Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan bawah pergelangan tangan. Kisaran lengan atas diukur dan diskor dengan dasar penemuan dari studi yang dilakukan oleh Tichauer, Caffin, Herbert Et Al, Hagbeg, Schuld dan Harms-Ringdahl dan Shuldt. Skor-skor tersebut adalah:
1 untuk 20° extension hingga 20° flexion.
(19)
3 untuk 45° - 90° flexion. 4 untuk 90° flexion atau lebih.
Keterangan:
+ 1 jika pundak atau bahu ditinggikan.
+ 1 jika lengan atas abdusted.
-1 jika operator bersandar atau bobot lengan ditopang.
Gambar 2.1.1. Range pergerakan lengan atas (a) postur alamiah, (b) postur extension dan flexion dan (c) postur lengan atas flexion
Rentang untuk lengan bawah dikembangkan dari penelitin Granjean dan Tichauer. Skor tersebut adalah:
1 untuk 60° - 100° flexion.
2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° flexion.
Keterangan:
(20)
Gambar 2.1.2. Range pergerakan lengan bawah (a) postur flexion 60° - 100°, (b) postur alamiah dan (c) postur 100°+
Panduan untuk pergelangan tangan dikembangkan dari penelitian Health and Safety Executive, digunakan untuk menghasilkan skor postur sebagai berikut:
1 untuk berada pada posisi netral.
2 untuk 0 - 15° flexion maupun extension.
3 untuk 15° atau lebih flexion maupun extension.
Keterangan:
(21)
Gambar 2.1.3. Range pergerakan pergelangan tangan (a), (b) postur flexion 15°+, (c) postur 0° - 15° flexion maupun extension, (c) postur extension 15°+
Putaran pergerakan tangan (pronation dan supination) yang dikeluarkan oleh health and safety executive pada postur netral berdasar pada Tichauer. Skor tersebut adalah:
+1 jika pergelangan tangan berada pda rentang menengah putaran.
+2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran.
Gambar 2.1.4. Range pergerakan pergelangan tangan dengan postur alamiah
Kelompok B, rentang postur untuk leher didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom Et Al. Skor dan kisaran tersebut adalah:
1 untuk 0 - 10° flexion. 2 untuk 10 - 20° flexion. 3 untuk 20° atau lebih flexion.
(22)
4 jika dalam extention.
Gambar 2.1.5. Range pergerakan leher (a) postur alamiah, (b) postur 10° - 20° flexion, (c) postur 20° atau lebih flexion dan (d) postur extension
Apabila leher diputar atau dibengkokkan. Keterangan :
+1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau kiri.
Gambar 2.1.6. Range pergerakan leher yang diputar atau dibengkokkan (a) postur alamiah, (b) postur leher diputar dan (c) postur leher dibengkokkan
(23)
Kisaran untuk punggung dikembangkan oleh Druy, Grandjean dan Grandjean Et Al:
1 ketika duduk dan ditopang dengan baik dengan sudut paha tubuh 90° atau lebih.
2 untuk 0 - 20° flexion. 3 untuk 20° - 60° flexion. 4 untuk 60° atau lebih flexion.
Gambar 2.1.7. Range pergerakan punggung (a) postur 20° - 60° flexion, (b) postur alamiah, (c) postur 0° - 20° flexion dan (d) postur 60° atau lebih flexion
Punggung diputar atau dibengkokkan. Keterangan:
+1 jika tubuh diputar.
(24)
Gambar 2.1.8. Range pergerakan punggung yang diputar atau dibengkokkan (a) postur alamiah, (b) postur punggung diputar dan (c) postur dibengkokkan
Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:
+1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata.
+1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk berubah posisi.
(25)
Gambar 2.1.9. Range pergerakan kaki (a) kaki tertopang, bobot tersebar merata dan (b) kaki tidak tertopang, bobot tidak tersebar merata
Tahap 2
Perkembangan sistem untuk pengelompokan skor postur bagian tubuh gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.
(26)
Gambar 2.1.10. Tabel A dalam Worksheet RULA
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung (badan) dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.
(27)
Kemudian sistem pemberian skor dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang digunakan. Penggunaan yang melibatkan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Durry, yaitu skor untuk penggunaan otot sebagai berikut:
+ 1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dati 4 kali dalam 1 menit.
Penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian.
Putz-Anderson dan Stevenson dan Baaida, yaitu sebagai berikut:
0 jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 kg dan ditahan.
1 jika beban sesekali 2-10 kg.
2 jika beban 2-10 kg bersifat statis atau berulang.
2 jika beban sesekali namun lebih dari 10 kg.
3 jika beban atau tenaga lebih dari 10 kg dialami secara statis atau berulang.
4 jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur da dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari tabel A dan B, yaitu sebagai berikut:
Skor A + skor penggunaan otot + skor tenaga (beban) untuk kelompok A = skor C.
(28)
Gambar 2.1.12. Perhitungan RULA
Tahap 3
Pengembangan grand gcore dan daftar tindakan setiap kombinasi skor C dan skor D diberikan rating yang disebut grand score, yang nilainya 1 sampai 7.
Gambar 2.1.13. Tabel Grand Score dalam RULA
Setelah diperoleh grand score, yang bernilai 1 sampai 7 menunjukkan level tindakan (action level) sebagai berikut:
Action level 1 (tingkat tindakan 1)
Suatu skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur ini biasa diterima jika tidak dipertahankan atau tidak berulang dalam periode yang lama.
Action level 2 (tingkat tindakan 2)
Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa diperlukan pemeriksaan lanjutan dan juga diperlukan perubahan-perubahan.
Action level 3 (tingkat tindakan 3)
(29)
Action level 4 (tingkat tindakan 4)
Skor 7 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera (saat itu juga).
Aplikasi RULA, selama periode RULA sedang diuji validasi, metode ini telah digunakan di system kerja indusrti maupun perkantoran oleh para ahli Ergonomi dari Instute for Ocupational Ergonomics dan oleh fisioterapis yang menghadiri kursus pengenalan Ergonomi. Operasi–operasi spesipik dimana RULA dilaporkan sebagai piranti pengukuran yang berguna. Antara lain sejumlah operasi pengepakan manual dengan mesin, pekerjaan berbasis komputer, operasi pembuatan garmen, operasi pengecekan supermarket, pekerjaan mikroskopik dan pekerjaan indusrti manufaktur mobil. Sekali pengguna merasa familiar dengan RULA, mereka melaporkan bahwa RULA cepat dan mudah digunakan. RULA sering kali dilaporkan sangat berguna dalam mempersentasikan konsep pembebanan musculoskeletal akibat kerja dalam pertemuan dengan manajemen. Para manajemen cepat menyadari dan mengingat skor final dan level tindakan yang terkait.
Hal ini sangat membantu dalam mengkomunikasikan masalah, memutuskan prioritas investigasi dan perubahan yang dilakukan pada tempat kerja. Sebagai tambahan, RULA ditemukan secara khusus berharga dalam pengukuran kembali perubahan dalam pembebanan musculoskeletal setelah modifikasi telah diperkenalkan pada pekerjaan dan stasiun kerja.
Setelah dikatakan sebelumnya, jika pengukuran komprehensif dari tempat kerja akan dilakukan RULA sebaiknya menggunakan sebagian bahan dari studio Ergonomi yang lebih besar meliputi epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan organisasi. Metodologi yang lebih lengkap untuk mengidentifikasi dan menginvestigasi kelainan tubuh bagian atas kerja terkait kerja, termasuk RULA telah dihasilkan oleh Instute for Ocupational Ergonomics.
Pengembangan RULA terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
Mengidentifikasi Postur Kerja yang Diukur
Sebuah pengukuran RULA merepresentasikan satu momen dalam siklus kerja dan penting untuk mengobservasi postur yang di adopsi sambil menjalankan studi pendahuluan untuk memilih
(30)
postur yang akan diukur. Tergantung pada jenis studi, pemilihan mungkin akan jatuh pada postur yang tertahan dalam jangka waktu yang lama atau postur paling buruk yang teradopsi.
Sistem Pemberian Sekor dan Perekaman Postur Kerja
Putuskanapakah sisi kiri, kanan atau kedua lengan yang akan diukur. Nilai postur masing–masing bagian badan menggunakan panduan. Periksa kembali penilaian dan lakukan penyesuaian jika dibutuhkan.
Skala Level
Skala Level yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat.
(31)
2.3. Rapid Entire Body Assessment (REBA)
Rapid Entire Body Assessment dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn
Mc Atamney merupakan ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Occuptaional Ergonomic).
Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam
bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktifitas pekerja. Penilaian dengan menggunakan REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator (Mc Atamney, 2000).
Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas dan faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang–ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar (bahaya) untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan sesegera mungkin.
REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap.
Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan coupling dan
(32)
penentuan aktivitas pekerja. Dan yang terakhir, tahap keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan tindakan yang perlu dilakukan untuk perbaikan kerja.
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA melalui tahapan–
tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000):
1. Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto.
Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
2. Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode
(33)
REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing tabel.
Gambar 2.2.1 Range Pergerakan Punggung
(34)
Gambar 2.2.2 Range Pergerakan Leher
(35)
(36)
Tabel 2.2.16 Skor Pergerakan Kaki
(37)
(38)
(39)
(40)
Gambar 2.2.6 Range Pergerakan Pergelangan Tangan
(41)
(42)
Tabel 2.2.21. Tabel B Skor REBA
(43)
(44)
Bab 3
Metodologi Pemecahan Masalah
3.1. Flowchart Pemecahan Masalah
Flowchart pemecahan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini dapat dilihat
pada gambar 3.1. berikut ini:
Mulai
Survey Perusahaan
Tujuan
Pengolahan Data: - kuesioner Nordic - worksheet RULA - worksheet REBA
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Study Literatur
Analisis Pengmpulan Data:
- Mengumpulkan hasil data kuesioner nordic
- Memotret posisi tubuh operator mesin
(45)
3.2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
1. Memulai Penelitian.
Memulai penelitian dengan membuat kuesioner Nordic, RULA dan REBA.
2. Survey Perusahaan dan Studi Literatur
Pengamatan dimulai dengan mengumpulkan data dari kuesioner yang disebarkan pada operator di tiap divisinya.
3. Rumusan masalah
Merumuskan permasalahan yang ada pada perusahaan sehingga mengetahui posisi kerja mana yang harus diperhatikan .
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada data kuesioner posisi otot bagian atas (RULA), kemudian posisi otot bagian bahawa (REBA) dan posisi badan bagian bawah (Nordic), semua posisi yang menentukan kinerja operator pada mesin. 5. Pengolahan Data
Data hasil pengumpulan data, selanjutnya data diolah dengan berbagai penilaian sesuai worksheet:
- Nordic - RULA - REBA 6. Analisis
Analisis dari hasil pengolah data yang telah dilakukan pada bab 4 dari data hasil kuesioner Nordic, RULA dan REBA berdasarkan manual worksheet. 7. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan memberikan saran-saran untuk menentukan posisi kerja yang terbaik dan aman bagi operator guna menjaga kesehatan semua kerja agar barang selesai dengan maksimal.
(46)
CURRICULUM VITAE
Data pribadi
Nama : Demaz Adithya Widharma
Alamat : Golden Vienna I B3/20 XII-3 BSD CITY
Telepon : 08999017250 (Mobile)
Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 5 April 1991
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Kristen
Setatus Perkawinan : Belum menikah
Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 61 kg
Latar Belakang pendidikan
1997 – 2003 : SDK ST.Franciscus ( Lawang ) 2003 – 2006 : SMP STELLA MARIS ( Serpong ) 2006 – 2009 : SMA STELLA MARIS ( Serpong )
2009 – 2013 : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM Bandung)
Pengalaman organisasi
HMTI Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi (2011)
HMTI Panitia Kunjungan Industri (2012)
Hormat Saya,
Demaz Adithya.W |Tubagus Ismail Raya No:2 Bandung |
(47)
iv
ANALISIS POSISI KERJA DENGAN METODE NORDIC, RULA dan
REBA di PT. PLN (Persero)
Demaz Adithya. W 10309005
Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang
dikenal dengan musculoskeletal. RULA adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk kegunaan investigasi ergonomi pada tempat kerja, dimana penyakit otot rangka tubuh bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi. REBA
adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.
Inti dari perencanaan dan pengendalian posisi kerja dengan metode Nordic, RULA
dan REBA adalah dapat dilakukan optimisasi posisi kerja yang baik tiap operator
yang melakukan aktivitasnya di ruang produksi. Maka dalam Tugas Akhir ini akan menganalisis dengan menggunakan ketiga metode di atas.
PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III – Bandung merupakan perusahaan jasa dan produksi yang bergerak dalam bidang Assembly, salah satu produk yang dihasilkan yaitu produk Tiang Listrik Besi dan Lemari Bagi. Perusahaan yang berproduksi dengan sistem make to stock. Saat ini, tiap operator masih terlihat tidak memperhatikan semua posisi kerja, dari posisi leher, punggung sampai kaki, sehingga sangat perlu dilakukan perubahan.
Hasil yang diperoleh dari ketiga metode dapat digunakan oleh perusahaan untuk memperbaiki posisi kerja semua operator di bagian produksi. Sehingga perusahaan dapat mengurangi keluhan sakit otot tiap operatornya.
Kata Kunci: Nordic Body Map, RULA (Rapid Upper Limb Asssesment), REBA
(1)
52
Tabel 2.2.21. Tabel B Skor REBA
(2)
(3)
Bab 3
Metodologi Pemecahan Masalah
3.1. Flowchart Pemecahan Masalah
Flowchart pemecahan masalah dalam penelitian Tugas Akhir ini dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini:
Mulai
Survey Perusahaan
Tujuan
Pengolahan Data: - kuesioner Nordic - worksheet RULA - worksheet REBA
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Study Literatur
Analisis Pengmpulan Data:
- Mengumpulkan hasil data kuesioner nordic - Memotret posisi tubuh operator mesin
(4)
3.2. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah 1. Memulai Penelitian.
Memulai penelitian dengan membuat kuesioner Nordic, RULA dan REBA.
2. Survey Perusahaan dan Studi Literatur
Pengamatan dimulai dengan mengumpulkan data dari kuesioner yang disebarkan pada operator di tiap divisinya.
3. Rumusan masalah
Merumuskan permasalahan yang ada pada perusahaan sehingga mengetahui posisi kerja mana yang harus diperhatikan .
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada data kuesioner posisi otot bagian atas (RULA), kemudian posisi otot bagian bahawa (REBA) dan posisi badan bagian bawah (Nordic), semua posisi yang menentukan kinerja operator pada mesin. 5. Pengolahan Data
Data hasil pengumpulan data, selanjutnya data diolah dengan berbagai penilaian sesuai worksheet:
- Nordic - RULA - REBA 6. Analisis
Analisis dari hasil pengolah data yang telah dilakukan pada bab 4 dari data hasil kuesioner Nordic, RULA dan REBA berdasarkan manual worksheet. 7. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian dan memberikan saran-saran untuk menentukan posisi kerja yang terbaik dan aman bagi operator guna menjaga kesehatan semua kerja agar barang selesai dengan maksimal.
(5)
CURRICULUM VITAE
Data pribadi
Nama : Demaz Adithya Widharma
Alamat : Golden Vienna I B3/20 XII-3 BSD CITY Telepon : 08999017250 (Mobile)
Tempat, Tanggal Lahir : Malang, 5 April 1991 Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki Agama : Kristen
Setatus Perkawinan : Belum menikah Tinggi Badan : 170 cm
Berat Badan : 61 kg
Latar Belakang pendidikan
1997 – 2003 : SDK ST.Franciscus ( Lawang ) 2003 – 2006 : SMP STELLA MARIS ( Serpong ) 2006 – 2009 : SMA STELLA MARIS ( Serpong )
2009 – 2013 : Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM Bandung)
Pengalaman organisasi
HMTI Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi (2011) HMTI Panitia Kunjungan Industri (2012)
Hormat Saya,
Demaz Adithya.W
D
D
D
e
e
e
m
m
m
a
a
a
zz
z
A
A
A
d
d
d
ii
i
tt
t
h
h
h
y
y
y
a
a
a
W
W
W
ii
i
d
d
d
h
h
h
a
a
a
rr
r
m
m
m
a
a
a
|Tubagus Ismail Raya No:2 Bandung | | M: 08999 017 250 | E: [email protected] |
(6)
iv Abstrak
ANALISIS POSISI KERJA DENGAN METODE NORDIC, RULA dan REBA di PT. PLN (Persero)
Demaz Adithya. W 10309005
Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal dengan musculoskeletal. RULA adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk kegunaan investigasi ergonomi pada tempat kerja, dimana penyakit otot rangka tubuh bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi. REBA adalah sebuah metode yang dikembangkan dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator.
Inti dari perencanaan dan pengendalian posisi kerja dengan metode Nordic, RULA dan REBA adalah dapat dilakukan optimisasi posisi kerja yang baik tiap operator yang melakukan aktivitasnya di ruang produksi. Maka dalam Tugas Akhir ini akan menganalisis dengan menggunakan ketiga metode di atas.
PT. PLN (Persero) Pusharlis Unit Workshop dan Pemeliharaan III – Bandung merupakan perusahaan jasa dan produksi yang bergerak dalam bidang Assembly, salah satu produk yang dihasilkan yaitu produk Tiang Listrik Besi dan Lemari Bagi. Perusahaan yang berproduksi dengan sistem make to stock. Saat ini, tiap operator masih terlihat tidak memperhatikan semua posisi kerja, dari posisi leher, punggung sampai kaki, sehingga sangat perlu dilakukan perubahan.
Hasil yang diperoleh dari ketiga metode dapat digunakan oleh perusahaan untuk memperbaiki posisi kerja semua operator di bagian produksi. Sehingga perusahaan dapat mengurangi keluhan sakit otot tiap operatornya.
Kata Kunci: Nordic Body Map, RULA (Rapid Upper Limb Asssesment), REBA (Rapid Entire Body Assesment).