Perancangan Media Kampanye Sosial Mengenai Dampak Reklame Di Teluk Benoa Bali Kepada Masyarakat Bali

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA KAMPANYE SOSIAL MENGENAI DAMPAK REKLAMASI DI TELUK BENOA BALI KEPADA MASYARAKAT BALI

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2014-2015

Oleh:

Adnan Hutomo Putra 51911026

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

i LEMBAR PENGESAHAN


(3)

ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS


(4)

iii KATA PENGANTAR


(5)

(6)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Identifikasi Masalah ... 4

I.3 Rumusan Masalah ... 5

I.4 Batasan Masalah ... 5

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan ... 5

BAB II KAMPANYE SOSIAL MENGENAI DAMPAK REKLAMASI DI TELUK BENOA BALI KEPADA MASYARAKAT BALI……….………... 6

II.1 Reklamasi ... 6

II.1.1 Definisi Reklamasi ... 6

II.1.2 Tujuan Reklamasi ... 7

II.1.3 Peraturan Reklamasi ... 7

II.2 Teluk Benoa Bali ... 8

II.2.1 Rencana Reklamasi Teluk Benoa ... 8

II.2.2 Dampak Buruk Reklamasi ... 9

II.3 Pengetahuan Masyarakat Tentang Reklamasi ... 11

II.4 Target Audien ... 11

II.4.1 Hasil Kuisioner ... 12


(7)

viii

II.5.1 Kampanye Yang Efektif ... 14

II.5.2 Cara Mengolah Pesan Pada Kampanye ... 15

II.5.3 Jenis-jenis Kampanye ... 19

II.6 Analisi SWOT ... 22

II.7 Solusi Permasalahan ... 23

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL ... 25

III.1 Strategi Perancangan ... 25

III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 26

III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 26

III.1.3 Materi Pesan ... 27

III.1.4 Gaya Bahasa ... 27

III.1.5 Khalayak Sasaran Perancangan ... 28

III.1.6 Strategi Kreatif ... 30

III.1.7 Strategi Media ... 33

III.1.8 Pemilihan Media ... 33

III.1.9 Strategi Distribusi ... 34

III.2 Konsep Visual ... 35

III.2.1 Format Desain ... 36

III.2.2 Tata Letak (Lay out) ... 37

III.2.3 Huruf ... 37

III.2.4 Ilustrasi ... 38

III.2.5 Warna ... 40

BAB IV TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA ... 43

IV.1 Media Utama ... 43

IV.1.1 Teknis Pembuatan Baliho ... 43

IV.2 Media Pendukung ... 44

IV.2.1 Pamflet ... 44

IV.2.2 Spanduk ... 45

IV.2.3 Poster ... 46


(8)

ix

IV.2.5 X-banner ... 47

IV.2.6 T-shirt ... 48

IV.2.7 Stiker ... 49

IV.2.8 Pin ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(9)

1  

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bali adalah sebuah pulau di sebelah timur pulau Jawa dan di sebelah barat pulau Lombok. Terdiri atas beberapa pulau, yaitu Pulau Bali, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Serangan, dan Pulau Menjangan. Luas wilayah Pulau Bali secara keseluruhan 5.632,86 km2 dan jumlah penduduknya kurang lebih 3, 7 – 4 juta jiwa (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2012).

Bali adalah ikon pariwisata Indonesia di mata dunia. Bali merupakan pusat pariwisata di Indonesia dan juga sebagai salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di dunia. Bali dikenal para wisatawan karena memiliki potensi alam yang sangat indah antara lain, iklim yang tropis, hutan yang hijau, gunung, danau, sungai, sawah serta pantai indah dengan beragam pasir putih dan hitam. Selain itu, Bali lebih dikenal juga karena perpaduan alam dengan manusia serta adat kebudayaannya yang unik, yang berlandaskan pada konsep keserasian dan keselarasan yang telah mewujudkan suatu kondisi estetika yang ideal dan bermutu tinggi. Meskipun Bali sebuah pulau kecil yang luasnya hanya 0,29% dari luas Nusantara (5.632,86 km2), namun memiliki semua unsur lengkap di dalamnya, mulai dari empat buah danau, ratusan sungai, gunung dan kawasan hutan yang membentang di pesisir utara dari barat ke timur. Wisatawan mancanegara yang berulang kali menghabiskan liburan di Pulau “Seribu Pura” tidak pernah merasa bosan dan jenuh, karena selalu menemukan suasana baru serta atraksi yang unik dan menarik untuk dinikmati.

Bali memang tiada hari tanpa alunan suara gamelan mengiringi olah gerak tari, sehingga menjadi denyut nadi. Puspa ragam ekspresi seni tari itu tersaji dalam ritual keagamaan, tampil dalam upacara adat, paristiwa sosial sekuler maupun sebagai tontonan wisatawan. Di Bali sendiri terdapat sekitar 1.400 desa adat dengan masyarakatnya yang terkenal ramah. Semua hal itu memberikan nilai


(10)

2  

lebih sehingga Bali kembali dinobatkan sebagai daerah tujuan (destinasi) wisata terbaik (Island Destination Of The Year) dalam ajang China Travel & Meeting Industry Awards 2013. Bali telah menerima puluhan penghargaan tingkat internasional dari berbagai lembaga publikasi dan negara lain. Sebagian besar penghargaan yang diterima oleh Bali adalah terutama dalam hal keunikan dan keindahan alam Bali yang tiada duanya di dunia. Pariwisata sudah menjadi nafas dan urat nadi bagi Bali. Ini terjadi karena pariwisata dijadikan sebagai tulang punggung ekonomi, akan tetapi pariwisata bagai pisau bermata dua. Pariwisata memang penuh paradoks dan ironi. Terlebih dengan pemanfaatan kebudayaan sebagai modal utama dalam pengembangan pariwisata. Seringkali dikatakan pariwisata sebagai senjata kapitalis untuk menghancurkan budaya itu sendiri namun tidak sedikit juga dikatakan sebagai wahana pelestari budaya.

Pariwisata di Bali adalah pariwisata budaya, yang mengekpos budaya Bali sebagai produk utama. Interaksi panjang antara orang Bali dan wisatawan telah menghasilkan akulturasi, membuat orang Bali hidup dalam dua dunia, dunia tradisional dan dunia pariwisata. Namun sejajar dengan pergeseran arti Pariwisata Budaya, kita juga menyaksikan pergeseran dalam urutan prioritas. Hal yang kini lebih diperhatikan pemangku kebijakan adalah bagaimana memanfaatkan budaya demi pariwisata, bukan lagi menilai dampak pariwisata terhadap kebudayaan mereka. Begitu pula halnya dengan pembangunan vila di tengah sawah yang ada di Bali. Tentu saja hal tersebut akan berdampak pada pemotongan jalur air. Air yang seharusnya untuk pertanian pada akhirnya habis untuk puluhan hingga ratusan vila di satu tempat. Namun yang terlihat dewasa ini bukanlah pembangunan vila dan hotel, melainkan eksploitasi pariwisata secara berlebihan sehingga bermuara pada alih fungsi lahan hijau.

Tri Hita Karana pun dapat dipahami sebagai salah satu hasil budaya masyarakat Hindu khususnya di Bali yang didalamnya terkandung kearifan ekologi yang sangat penting peranannya dalam melindungi kelestarian lingkungan hidup beserta fungsinya. Kata yang berasal dari bahasa Sansekerta: Tri (tiga), Hita (selamat/sejahtera/bahagia), Karana (sebab/lantaran/karena). Sehingga dirangkai


(11)

3  

menjadi 3 hal yang menyebabkan selamat dan sejahtera. Ketiga penyebab tersebut tentunya tercipta dari hubungan keseimbangan dan keharmonisan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam dalam satu kesatuan yang utuh. Manusia seakan menjadi titik pusat hubungan, hal ini tidak lain dikarenakan oleh manusia dan untuk manusialah pada akhirnya segenap usaha pembangunan dilakukan. Manusia yang kian menjadi subjek maupun objek pembangunan diharuskan untuk mengembangkan keadilan dan keadaban bagi kemajuan diri mereka sendiri. Filosofi Tri Hita Karana seakan tidak lagi menjadi pedoman utama dalam pembangunan pariwisata di Bali. Wisatawan mancanegara pada dasarnya datang berlibur ke Bali untuk melihat alam dan budaya masyarakat Bali yang tidak dapat dijumpai di negara asal mereka. Wisatawan datang untuk melihat sistem subak, sawah terasering, serta pemandangan alam yang begitu luar biasa. Di era otonomi daerah ini, para pemangku kebijakan di Bali seyogyanya tidak hanya memikirkan pendapatan asli daerah (PAD) semata, yang salah satunya diperoleh dari pemberian izin pembangunan hotel, vila dan rumah makan di lokasi-lokasi yang seharusnya tetap dibiarkan hijau.

Bali saat ini dapat diibaratkan dengan kapal layar yang terpaksa berlayar dengan kondisi penumpang penuh sesak, bahkan terdapat beberapa lubang di dasar kapalnya. Jika hal tersebut tidak cepat diperbaiki, tentu akan menyebabkan kapal tersebut tenggelam. Bali saat ini dengan kepadatan penduduk 690 jiwa/km2 (bps.go.id). Ini akibat Bali diserbu pendatang yang melihat peluang ekonomi lebih baik dibandingkan dengan daerah mereka. Dengan penduduk (penumpang) yang penuh sesak, ditambah pesatnya pembangunan yang dipicu dan dipacu oleh industri pariwisata, tentu saja menimbulkan beberapa permasalahan, ibarat lubang-lubang kecil di dasar “kapal” ini. (Arya Dhyana, Ekonom UGM).

Kini Bali dihadapkan pada proyek reklamasi Teluk Benoa yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Desain reklamasi ini sendiri ternyata sudah dibuat pada tahun 2007 lalu. Pembuat desain reklamasi pulau ini, yakni Tilke Engineers & Architects, merupakan sebuah perusahaan kelas dunia asal Jerman yang didirikan tahun 1983. Perusahaan ini biasa menangani desain untuk berbagai proyek di berbagai belahan dunia seperti proyek hotel di Bahrain, di Shanghai


(12)

4  

Cina, dan berbagai proyek di belahan dunia lainnya (beritabali.com). Namun sejatinya, proyek reklamasi tentu akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, sosial dan roh dari pariwisata Bali, yakni Pariwisata Budaya.

Pada kasus ini masyarakat Bali masih belum sepenuhnya paham akan istilah reklamasi, sejatinya masyarakat harus paham dahulu minimal dampak-dampak dari reklamasi tersebut, baru setelah itu pihak Investor (PT. Tirta Wahana Bali Internasional) melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan dilakukannya reklamasi di kawasan Teluk Benoa. Sangat bertolak dengan yang diharapkan masyarakat Bali, dikasus ini Investor bekerja sama dengan pemerintah setempat (Gubernur Bali) alih-alih untuk mendapatkan izin reklamasi dari pemerintah dengan harapan dimudahkan proses-prosesnya, sementara masyarakat Bali sendiri belum sepenuhnya paham apa itu reklamasi. Sementara ditinjau oleh pakar Hidrologi dari Universitas Udayana, I Nyoman Sunarta, dampak buruk reklamasi banyak kerugian sangat besar bagi alam dan bagi hidup manusia dimasa mendatang.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat di identifikasi masalah sebagai berikut: • Kurangnya rasa peduli dari masyarakat Bali terhadap tanah tempat tinggalnya

sendiri untuk dijaga agar tidak segalanya dijual kepada investor.

• Masyarakat Bali sering mendengar rencana reklamasi, namun sedikit dari mereka yang paham dan mengerti dampak buruk dari reklamasi.

• Banyak investor lokal maupun asing mencari lahan konservasi di teluk benoa untuk dijadikan investasi (pembangunan), sementara kawasan teluk benoa tersebut adalah lahan konservasi yang tidak boleh dirusak yang tercantum dalam pasal 5 ayat (5) Perpres No. 45 Tahun 2011.

• Kawasan konservasi teluk benoa sudah dianggap tidak memenuhi kriteria sebagai lahan konservasi, karena dibangunnya jalan tol di atas laut yang proyek tersebut dibuat oleh pemerintah setempat.

• Hilangnya perairan bebas milik publik serta merosotnya nilai kawasan suci bagi kegiatan adat, agama, budaya dan lain-lain.


(13)

5  

• Reklamasi dengan pembuatan pulau baru akan menimbulkan kerentanan terhadap bencana, baik tsunami, gempa dan lain-lain.

• Berdampak buruk terhadap ekosistem mangrove termasuk dapat mematikan vegetasi asli teluk sehingga mengubah struktur komunitas mangrove di Teluk Benoa.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas dapat dirumuskan masalah yakni:

• Bagaimana cara memberi pemahaman akan dampak-dampak dari reklamasi yang akan ditimbulkan kepada masyarakat Bali terhadap tanah kelahirannya sendiri.

I.4 Batasan Masalah

Difokuskan pada kampanye sosial kepada masyarakat agar paham mengenai reklamasi yang dibalik rencana tersebut banyak terdapat dampak & akibat buruk yang akan menimpa pada alam dan manusia di masa depan Bali khususnya.

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan

• Mengedukasi masyarakat Bali tentang dampak & akibat buruk dari reklamasi. • Mengajak masyarakat Bali agar tidak setuju dengan rencana reklamasi

• Membangkitkan kepedulian turis-turis lokal maupun asing yang datang ke pulau Bali agar turut andil dalam melestarikan lingkungan disana, dan tidak merusak alam, kawasan suci bagi kegiatan adat, agama, budaya dan lain-lain.

Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:

• Membantu masyarakat luar Bali agar ikut memahami apa itu reklamasi beserta dampak-dampaknya.

• Memberikan alternatif baru dalam kampanye sosial mengenai istilah reklamasi.

• Dapat dijadikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang ilmu pengetahuan alam bagi mereka yang membutuhkan, terutama terkait reklamasi lahan konservasi.  


(1)

IV.2.6 T-shirt ... 48

IV.2.7 Stiker ... 49

IV.2.8 Pin ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bali adalah sebuah pulau di sebelah timur pulau Jawa dan di sebelah barat pulau Lombok. Terdiri atas beberapa pulau, yaitu Pulau Bali, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Serangan, dan Pulau Menjangan. Luas wilayah Pulau Bali secara keseluruhan 5.632,86 km2 dan jumlah penduduknya kurang lebih 3, 7 – 4 juta jiwa (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2012).

Bali adalah ikon pariwisata Indonesia di mata dunia. Bali merupakan pusat pariwisata di Indonesia dan juga sebagai salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di dunia. Bali dikenal para wisatawan karena memiliki potensi alam yang sangat indah antara lain, iklim yang tropis, hutan yang hijau, gunung, danau, sungai, sawah serta pantai indah dengan beragam pasir putih dan hitam. Selain itu, Bali lebih dikenal juga karena perpaduan alam dengan manusia serta adat kebudayaannya yang unik, yang berlandaskan pada konsep keserasian dan keselarasan yang telah mewujudkan suatu kondisi estetika yang ideal dan bermutu tinggi. Meskipun Bali sebuah pulau kecil yang luasnya hanya 0,29% dari luas Nusantara (5.632,86 km2), namun memiliki semua unsur lengkap di dalamnya, mulai dari empat buah danau, ratusan sungai, gunung dan kawasan hutan yang membentang di pesisir utara dari barat ke timur. Wisatawan mancanegara yang berulang kali menghabiskan liburan di Pulau “Seribu Pura” tidak pernah merasa bosan dan jenuh, karena selalu menemukan suasana baru serta atraksi yang unik dan menarik untuk dinikmati.

Bali memang tiada hari tanpa alunan suara gamelan mengiringi olah gerak tari, sehingga menjadi denyut nadi. Puspa ragam ekspresi seni tari itu tersaji dalam ritual keagamaan, tampil dalam upacara adat, paristiwa sosial sekuler maupun sebagai tontonan wisatawan. Di Bali sendiri terdapat sekitar 1.400 desa adat dengan masyarakatnya yang terkenal ramah. Semua hal itu memberikan nilai


(3)

terbaik (Island Destination Of The Year) dalam ajang China Travel & Meeting Industry Awards 2013. Bali telah menerima puluhan penghargaan tingkat internasional dari berbagai lembaga publikasi dan negara lain. Sebagian besar penghargaan yang diterima oleh Bali adalah terutama dalam hal keunikan dan keindahan alam Bali yang tiada duanya di dunia. Pariwisata sudah menjadi nafas dan urat nadi bagi Bali. Ini terjadi karena pariwisata dijadikan sebagai tulang punggung ekonomi, akan tetapi pariwisata bagai pisau bermata dua. Pariwisata memang penuh paradoks dan ironi. Terlebih dengan pemanfaatan kebudayaan sebagai modal utama dalam pengembangan pariwisata. Seringkali dikatakan pariwisata sebagai senjata kapitalis untuk menghancurkan budaya itu sendiri namun tidak sedikit juga dikatakan sebagai wahana pelestari budaya.

Pariwisata di Bali adalah pariwisata budaya, yang mengekpos budaya Bali sebagai produk utama. Interaksi panjang antara orang Bali dan wisatawan telah menghasilkan akulturasi, membuat orang Bali hidup dalam dua dunia, dunia tradisional dan dunia pariwisata. Namun sejajar dengan pergeseran arti Pariwisata Budaya, kita juga menyaksikan pergeseran dalam urutan prioritas. Hal yang kini lebih diperhatikan pemangku kebijakan adalah bagaimana memanfaatkan budaya demi pariwisata, bukan lagi menilai dampak pariwisata terhadap kebudayaan mereka. Begitu pula halnya dengan pembangunan vila di tengah sawah yang ada di Bali. Tentu saja hal tersebut akan berdampak pada pemotongan jalur air. Air yang seharusnya untuk pertanian pada akhirnya habis untuk puluhan hingga ratusan vila di satu tempat. Namun yang terlihat dewasa ini bukanlah pembangunan vila dan hotel, melainkan eksploitasi pariwisata secara berlebihan sehingga bermuara pada alih fungsi lahan hijau.

Tri Hita Karana pun dapat dipahami sebagai salah satu hasil budaya masyarakat Hindu khususnya di Bali yang didalamnya terkandung kearifan ekologi yang sangat penting peranannya dalam melindungi kelestarian lingkungan hidup beserta fungsinya. Kata yang berasal dari bahasa Sansekerta: Tri (tiga), Hita (selamat/sejahtera/bahagia), Karana (sebab/lantaran/karena). Sehingga dirangkai


(4)

menjadi 3 hal yang menyebabkan selamat dan sejahtera. Ketiga penyebab tersebut tentunya tercipta dari hubungan keseimbangan dan keharmonisan antar manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam dalam satu kesatuan yang utuh. Manusia seakan menjadi titik pusat hubungan, hal ini tidak lain dikarenakan oleh manusia dan untuk manusialah pada akhirnya segenap usaha pembangunan dilakukan. Manusia yang kian menjadi subjek maupun objek pembangunan diharuskan untuk mengembangkan keadilan dan keadaban bagi kemajuan diri mereka sendiri. Filosofi Tri Hita Karana seakan tidak lagi menjadi pedoman utama dalam pembangunan pariwisata di Bali. Wisatawan mancanegara pada dasarnya datang berlibur ke Bali untuk melihat alam dan budaya masyarakat Bali yang tidak dapat dijumpai di negara asal mereka. Wisatawan datang untuk melihat sistem subak, sawah terasering, serta pemandangan alam yang begitu luar biasa. Di era otonomi daerah ini, para pemangku kebijakan di Bali seyogyanya tidak hanya memikirkan pendapatan asli daerah (PAD) semata, yang salah satunya diperoleh dari pemberian izin pembangunan hotel, vila dan rumah makan di lokasi-lokasi yang seharusnya tetap dibiarkan hijau.

Bali saat ini dapat diibaratkan dengan kapal layar yang terpaksa berlayar dengan kondisi penumpang penuh sesak, bahkan terdapat beberapa lubang di dasar kapalnya. Jika hal tersebut tidak cepat diperbaiki, tentu akan menyebabkan kapal tersebut tenggelam. Bali saat ini dengan kepadatan penduduk 690 jiwa/km2 (bps.go.id). Ini akibat Bali diserbu pendatang yang melihat peluang ekonomi lebih baik dibandingkan dengan daerah mereka. Dengan penduduk (penumpang) yang penuh sesak, ditambah pesatnya pembangunan yang dipicu dan dipacu oleh industri pariwisata, tentu saja menimbulkan beberapa permasalahan, ibarat lubang-lubang kecil di dasar “kapal” ini. (Arya Dhyana, Ekonom UGM).

Kini Bali dihadapkan pada proyek reklamasi Teluk Benoa yang menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Desain reklamasi ini sendiri ternyata sudah dibuat pada tahun 2007 lalu. Pembuat desain reklamasi pulau ini, yakni Tilke Engineers & Architects, merupakan sebuah perusahaan kelas dunia asal Jerman yang didirikan tahun 1983. Perusahaan ini biasa menangani desain untuk berbagai proyek di berbagai belahan dunia seperti proyek hotel di Bahrain, di Shanghai


(5)

sejatinya, proyek reklamasi tentu akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, sosial dan roh dari pariwisata Bali, yakni Pariwisata Budaya.

Pada kasus ini masyarakat Bali masih belum sepenuhnya paham akan istilah reklamasi, sejatinya masyarakat harus paham dahulu minimal dampak-dampak dari reklamasi tersebut, baru setelah itu pihak Investor (PT. Tirta Wahana Bali Internasional) melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan dilakukannya reklamasi di kawasan Teluk Benoa. Sangat bertolak dengan yang diharapkan masyarakat Bali, dikasus ini Investor bekerja sama dengan pemerintah setempat (Gubernur Bali) alih-alih untuk mendapatkan izin reklamasi dari pemerintah dengan harapan dimudahkan proses-prosesnya, sementara masyarakat Bali sendiri belum sepenuhnya paham apa itu reklamasi. Sementara ditinjau oleh pakar Hidrologi dari Universitas Udayana, I Nyoman Sunarta, dampak buruk reklamasi banyak kerugian sangat besar bagi alam dan bagi hidup manusia dimasa mendatang.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat di identifikasi masalah sebagai berikut: • Kurangnya rasa peduli dari masyarakat Bali terhadap tanah tempat tinggalnya

sendiri untuk dijaga agar tidak segalanya dijual kepada investor.

• Masyarakat Bali sering mendengar rencana reklamasi, namun sedikit dari mereka yang paham dan mengerti dampak buruk dari reklamasi.

• Banyak investor lokal maupun asing mencari lahan konservasi di teluk benoa

untuk dijadikan investasi (pembangunan), sementara kawasan teluk benoa tersebut adalah lahan konservasi yang tidak boleh dirusak yang tercantum dalam pasal 5 ayat (5) Perpres No. 45 Tahun 2011.

• Kawasan konservasi teluk benoa sudah dianggap tidak memenuhi kriteria sebagai lahan konservasi, karena dibangunnya jalan tol di atas laut yang proyek tersebut dibuat oleh pemerintah setempat.

• Hilangnya perairan bebas milik publik serta merosotnya nilai kawasan suci bagi kegiatan adat, agama, budaya dan lain-lain.


(6)

• Reklamasi dengan pembuatan pulau baru akan menimbulkan kerentanan terhadap bencana, baik tsunami, gempa dan lain-lain.

• Berdampak buruk terhadap ekosistem mangrove termasuk dapat mematikan vegetasi asli teluk sehingga mengubah struktur komunitas mangrove di Teluk Benoa.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas dapat dirumuskan masalah yakni:

• Bagaimana cara memberi pemahaman akan dampak-dampak dari reklamasi

yang akan ditimbulkan kepada masyarakat Bali terhadap tanah kelahirannya sendiri.

I.4 Batasan Masalah

Difokuskan pada kampanye sosial kepada masyarakat agar paham mengenai reklamasi yang dibalik rencana tersebut banyak terdapat dampak & akibat buruk yang akan menimpa pada alam dan manusia di masa depan Bali khususnya.

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan

• Mengedukasi masyarakat Bali tentang dampak & akibat buruk dari reklamasi. • Mengajak masyarakat Bali agar tidak setuju dengan rencana reklamasi

• Membangkitkan kepedulian turis-turis lokal maupun asing yang datang ke pulau Bali agar turut andil dalam melestarikan lingkungan disana, dan tidak merusak alam, kawasan suci bagi kegiatan adat, agama, budaya dan lain-lain.

Adapun manfaat penelitian ini, yaitu:

• Membantu masyarakat luar Bali agar ikut memahami apa itu reklamasi beserta

dampak-dampaknya.

• Memberikan alternatif baru dalam kampanye sosial mengenai istilah

reklamasi.

• Dapat dijadikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang ilmu pengetahuan alam

bagi mereka yang membutuhkan, terutama terkait reklamasi lahan konservasi.