BAB I PEMBAHASAN I. SEJARAH SUKU BATAK

BAB I
PEMBAHASAN
I.

SEJARAH SUKU BATAK
Versi sejarah mengatakan si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke
Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih
kurang 8 Km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang.Versi lain mengatakan, dari
India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau
Toba.
Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja
Sisingamangaraja XII salah satu keturunan si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat
1907), maka anaknya bernama si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Batu bertulis (prasasti) di
Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras,
India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA
yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus. Pada tahun 1275 MOJOPAHIT
menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400
kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.

II.


ADAT
Adat adalah bagian dari pada Kebudayaan, berbicara kebudayaan dari suatu bangsa atau
suku bangsa maka adat kebiasaan suku bangsa tersebut yang akan menjadi perhatian, atau
dengan kata lain bahwa adat lah yang menonjol didalam mempelajari atau mengetahui
kebudayaan satu suku bangsa, meskipun aspek lain tidak kalah penting nya seperti kepercayaan,
keseniaan, kesusasteraan dan lain-lain .
Orang Batak mengenal 3 (tiga) tingkatan adat yaitu:
1.

Adat Inti,adalah seluruh kehidupan yang terjadi (in illo tempore) pada permulaan penciptaan
dunia oleh Dewata Mulajadi Na Bolon. Sifat adat ini konservatif (tidak berubah).

2. Adat Na taradat,adat yang secara nyata dimiliki oleh kelompok desa, negeri, persekutuan agama,
maupun masyarakat. Ciri adat ini adalah praktis dan flexibel, setia pada adat inti atau tradisi
nenek moyang. Adat ini juga selalu akomodatif dan lugas menerima unsur dari luar, setelah
disesuaikan dengan tuntunan adat yang asalnya dari Dewata.

3. Adat Na niadathon, yaitu segala adat yang sama sekalibaru dan menolak adat inti dan adat na
taradat, adat na diadatkan ini merupakan adat yang menolak kepercayaan hubungan adat dengan
Tuhan, bahkan merupakan konsep agama baru (Kristen, Islam dll)yang dipandang sebagai adat,

yang justru bertentangan dengan agama asli Batak atau tradisi nenek moyang. (Sinaga 1983).
Berdasarkan ketiga tingkatan adat tersebut diatas. Adat yang sekarang dilakoni orang
Batak adalah Adat tingkat kedua. Namun dibeberapa bagaian kelompok Batak sudah mendekati
tyingkat ketiga. Meskipun ini terjadi sadar atau tidak sadar dilakukan
III.

UNSUR BUDAYA
A.

Bahasa
Dalam kehidupan dan pergaulan sehari-hari, orang Batak menggunakan beberapa logat:

1. Logat Karo yang dipakai oleh orang Karo;
2.

Logat Pakpak yang dipakai oleh Pakpak;

3. Logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun;
4. Logat Toba yang dipakai oleh orang Toba, Angkola dan Mandailing.
Bahasa Batak bisa dibagi menjadi beberapa kelompok:



Bahasa Batak Utara

o

Bahasa Alas

o

Bahasa Karo



Bahasa Batak Selatan

o

Bahasa Angkola-Mandailing


o

Bahasa Pakpak-Dairi

o

Bahasa Simalungun

o

Bahasa Toba

B. Teknologi
Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang
dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala
dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani.
Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional yaitu, piso surit (sejenis belati), piso gajah
dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang).

Unsur teknologi lainnya yaitu kain ulos yang merupakan kain tenunan yang mempunyai banyak

fungsi dalam kehidupan adat Batak.
IV.

ORGANISASI SOSIAL
A. Pernikahan
Garis besar tata cara dan urutan pernikahan adat batak Na Gok adalah sebagai berikut:
1. Mangarisika.
2.Marhori-horiDinding/marhusip.
3.MarhataSinamot.
4. Pudun Sauta.
5. Martumpol (baca : martuppol)
6. Martonggo Raja atau Maria Raja.
7.Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
8. Pesta Unjuk.
9. Mangihut di ampang (dialap jual)
10. Ditaruhon Jual.
11. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
12. Paulak Unea.
13. Manjahea.
14. Maningkir Tangga (baca : manikkir tangga)


B.

Kekerabatan
Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta

atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga.Ada
pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari
Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga. Klen kecil tadi
merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar
yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar sehingga tidak saling kenal tetapi mereka dapat
mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya,
Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip yaitu : (a) perbedaan tigkat umur,
(b) perbedaan pangkat dan jabatan, (c) perbedaan sifat keaslian dan (d) status kawin.

C.

MataPencaharian
Pada umumnya masyarakat batak bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan


didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat tanah tadi tetapi tidak
boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan .
Perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak antara lain perternakan kerbau, sapi,
babi, kambing, ayam, dan bebek. Penangkapan ikan dilakukan sebagian penduduk disekitar
danau Toba. Sektor kerajinan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman rotan, ukiran kayu,
temmbikar, yang ada kaitanya dengan pariwisata.
D. Kepercayaan
Pada abad 19 agama islam masuk daerah penyebaranya meliputi batak selatan . Agama
kristen masuk sekitar tahun 1863 yang disiarkan oleh para Missionaris dari Jerman yang
bernama Nomensen dan penyebaranya meliputi batak utara. Walaupun d emikian banyak sekali
masyarakat batak didaerah pedesaan yang masih mempertahankan konsep asli religi penduduk
batak. Orang batak mempunyai konsepsi bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh
Debeta Mula Jadi Na Balon dan bertempat tinggal diatas langit dan mempunyai nama-nama
sesuai dengan tugasnya dan kedudukanya . Debeta Mula Jadi Na Balon : bertempat tinggal
dilangit dan merupakan maha pencipta; Siloan Na Balom: berkedudukan sebagai penguasa dunia
mahluk halus. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:
a.

Tondi : jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi
nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi

meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan
upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

b.

Sahala : jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi
tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang
dimiliki para raja atau hula-hula.

c.

Begu adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku
manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Beberapa begu yang ditakuti oleh orang Batak, yaitu:



Sombaon, yaitu begu yang bertempat tinggal di pegunungan atau di hutan rimba yang
gelap dan mengerikan.




Solobean, yaitu begu yang dianggap penguasa pada tempat tempat tertentu



Silan, yaitu begu dari nenek moyang pendiri hutan/kampung dari suatu marga



Begu Ganjang, yaitu begu yang sangat ditakuti, karena dapat membinasakan orang lain
menurut perintah pemeliharanya.

Ada juga kepercayaan yang ada di Tarutung tentang ular (ulok) dengan boru Hutabarat,
dimana boru Hutabarat tidak boleh dikatakan cantik di Tarutung. Apabila dikatakan cantik maka
nyawa wanita tersebut tidak akan lama lagi, menurut kepercayaan orang itu.
E. Kesenian
Seni Tarian
Seni tari Batak pada zaman dahulu merupakan sarana utama pelaksanaan upacara ritual
keagamaan. Menari juga dilakukan dalam acara gembira seperti sehabis panen, perkawinan, yang

waktu itu masih bernapaskan mistik (kesurupan). Acara pesta adat yang membunyikan gondang
sabangunan (dengan perangkat musik yang lengkap), erat hubungannya dengan pemujaan para
Dewa dan roh-roh nenek moyang (leluhur) pada zaman dahulu. Contohnya seni Tari Tor-tor
(bersifat magis). Didalam menari setiap penari harus memakai Ulos.
Orang Batak mempergunakan alat musik/ Gondang yaitu terdiri dari: Ogung sabangunan
terdiri dari 4 ogung. Kalau kurang dari empat ogung maka dianggap tidak lengkap dan bukan
Ogung sabangunan dan dianggap lebih lengkap lagi kalau ditambah dengan alat kelima yang
dinamakan Hesek. Kemudian Tagading terdiri dari 5 buah. Kemudian Sarune (sarunai harus
memiliki 5 lobang diatas dan satu dibawah.
Menari juga dapat menunjukkan sebagai pengejawantahan isi hati saat menghadapi keluarga
atau orang tua yang meninggal, tariannnya akan berkat-kata dalam bahasa seni tari tentang dan
bagaimana hubungan batin sipenari dengan orang yang meninggal tersebut. Juga Menari
dipergunakan oleh kalangan muda mudi menyampai hasrat hatinya dalam bentuka tarian, sering
taruian ini dilakukan pada saat bulan Purnama. Kesimpulannya bahwa tarian ini dipergunaka

sebagai sarana penyampaian batin baik kepada Roh-roh leluhur dan maupun kepada orang yang
dihormati (tamu-tamu) dan disampaikan dalam bentuk tarian menunjukkan rasa hormat.
Seni arsitektur
Rumah adat Siwaluh Jabu, rumah adat Batak Karo. Rumah ini bertiang tinggi dan satu rumah
biasanya dihuni atas satu keluarga besar yang terdiri dari 4 sampai 8 keluarga Batak. Di dalam rumah tak

ada sekatan satu ruangan lepas. Namun pembagian ruangan tetap ada, yakni dibatasi oleh garis-garis adat
istiadat yang kuat, meski garis itu tak terlihat. Masing-masing ruangan mempunyai nama dan siapa yang
harus menempati ruangan tersebut, telah ditentukan pula oleh adat.

Fungsi utama dari ujung atap yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan asap keluar
dari tungku dalam rumah. Pada bagian depan dan belakang rumah adalah panggung besar yang
disebut ture, konstruksinya sederhana dari potongan bambu melingkar dengan diameter 6 cm.
Panggung ini dugunakan untuk tempat mencuci, menyiapkan makanan, sebagai tempat
pembuangan (kotoran hewan) dan sebagai ruang masuk utama. Jalan masuk menuju ture adalah
tangga bambu atau kayu.

V.

NILAI BUDAYA

1.Tarombo
Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi
mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu).
Orang Batak khusunya kaum Adam diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek
moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini
diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.
2.Kekerabatan
Nilai kekerabatan masyarakat Batak utamanya terwujud dalam pelaksanaan adat Dalian
Na Talu, dimana seseorang harus mencari jodoh diluar kelompoknya, orang-orang dalam satu
kelompok saling menyebut Sabutuha (bersaudara), untuk kelompok yang menerima gadis untuk
diperistri disebut Hula-hula. Kelompok yang memberikan gadis disebut Boru.
3.Hagabeon
Nilai budaya yang bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu banyak, dan yang
baik-baik.

4.Hamoraan
Nilai kehormatan suku Batak yang terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan
meterial.
5.Uhum dan ugari
Nilai uhum orang Batak tercermin pada kesungguhan dalam menegakkan keadilan
sedangkan ugari terlihat dalam kesetiaan akan sebuah janji.
6.Pengayoman
Pengayoman wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat, tugas tersebut di emban
oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
7.Marsisarian
Suatu nilai yang berarti saling mengerti, menghargai, dan saling membantu.

VI.

BATAK ERA MODERN

Sejarah Batak modern dipengaruhi oleh dua agama Samawi yakni Islam dan Kristen.
Islam makin kuat pengaruhnya pada saat Perang Padri, melalui aktivitas dakwah yang dilakukan
para da'i dari dari negeri Minang. Perluasan penyebaran agama Islam juga pernah memasuki
hingga ke daerah Tapanuli Utara dibawah pimpinan Tuanku Rao dari Sumatera Barat, namun
tidak begitu berhasil. Islam lebih berkembang di kalangan Mandailing, Padang Lawas, dan
sebagian Angkola.
Agama Kristen baru berpengaruh di kalangan Angkola dan Batak (Silindung-SamosirHumbang-Toba) setelah beberapa kali misi Kristen yang dikirimkan mengalami kegagalan.
Misionaris yang paling berhasil adalah I.L. Nommensen yang melanjutkan tugas pendahulunya
menyebarkan agama Kristen di wilayah Tapanuli. Ketika itu, masyarakat Batak yang berada di
sekitar Tapanuli, khususnya Tarutung, diberi pengajaran baca tulis, keahlian bertukang untuk
kaum pria dan keahlian menjahit serta urusan rumah tangga bagi kaum ibu. Pelatihan dan
pengajaran ini kemudian berkembang hingga akhirnya berdiri sekolah dasar dan sekolah
keahlian di beberapa wilayah di Tapanuli. Nommensen dan penyebar agama lainnya juga
berperan besar dalam pembangunan dua rumah sakit yang ada saat ini, RS Umum Tarutung dan
RS HKBP Balige, yang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.

Sementara itu, perkembangan pendidikan formal juga terus berlanjut hingga dibukanya
sebuah perguruan tinggi bernama Universitas HKBP I.L. Nommensen (UHN) tahun 1954.
Universitas ini menjadi universitas swasta pertama yang ada di Sumatra Utara dan awalnya
hanya terdiri dari Fakultas Ekonomi dan Fakultas Theologia.