HUBUNGAN ANTARA FREKWENSI PUASA SUNAH DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL
HUBUNGAN ANTARA FREKWENSI PUASA SUNAHDENGAN
KECERDASAN EMOSIONAL
Oleh: IVA KURNIAWATI (0181085)
Psychology
Dibuat: 2006-07-06 , dengan 3 file(s).
Keywords: Frekwensi Puasa Sunah, Kecerdasan Emosional
Dalam upaya meraih cita-cita dan keberhasilan dalam hidup dengan memiliki IQ tinggi,
pendidikan tinggi, serta gelar saja tidaklah cukup masih banyak hal-hal lain yang menjadi faktor
pendukung bahkan menjadi penentu dalam mencapai kesuksesan, salah satunya adalah dengan
memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kecerdasan emosional mutlak diperlukan sebagai
penyeimbang antara pikiran dan emosi. Dengan perpaduan yang baik antara kognisi dan emosi
akan memunculkan suatu pengendalian diri, instropeksi, kreatifitas, manajemen diri, komitmen,
kemampuan untuk memahami keinginan dan perasaan diri sendiri maupun orang lain, serta
memiliki motivasi yang tinggi untuk lebih berprestasi.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam upaya mengasah dan meningkatkan kecerdasan
emosional, salah satunya dengan mengikuti program pelatihan mengasah kecerdasan emosional
yang akhir-akhir ini marak diselenggarakan diberbagai instansi dan lembaga, baik secara regular
maupun pada satu momen tertentu. Diantara sekian banyak pelatihan yang ada, Islam
mengajarkan puasa sunah sebagai suatu pelatihan yang bersifat sepanjang waktu dan dapat
dilakukan selama puasa tersebut dilakukan dengan keihlasan dan kesadaran diri.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap lebih jauh lagi tentang adanya hubungan
frekwensi puasa sunah dengan kecerdasan emosional kedalam bentuk penelitian dengan judul
Hubungan Antara Frekwensi Puasa Sunah Dengan Kecerdasan Emosional. Sampel penelitian ini
adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2002
sebanyak 60 orang, dengan metode pengambilan sampel menggunakan kuota sampel.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara puasa
sunah dengan kecerdasan emosional, dimana koefisien korelasi (r) diperoleh sebesar 0,430
dengan taraf sinifikansi adalah 0,001, yang berarti bahwa semakin tinggi frekwensi puasa sunah
mahasiswa maka semakin tinggi kecerdasan emosionalnya, dan sebaliknya semakin rendah
frekwensi puasa sunah mahasiswa maka semakin rendah pula kecerdasan emosionalnya. Untuk
mengetahui kecenderungan tinggi rendah kedua variabel menggunakan T score, adapun hasil
dari perhitungan sebaran T score frekwensi puasa sunah didapatkan bahwa mahasiswa yang
frekwensi puasa sunahnya tinggi hanya 26 orang (43,33%) dari 60 orang yang diteliti, sedangkan
sisanya adalah mahasiswa yang frekwensi puasa sunahnya rendah sebanyak 34 orang (56,67%).
Untuk hasil sebaran T score kecerdasan emosional didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa
memiliki kecerdasan emosional yang rendah, yakni sebanyak 32 orang (53,33%), sedangkan
sisanya mempunyai kecerdasan emosional tinggi sebanyak 28 (46,67%). Kemudian dari hasil
perhitungan koefisien determinasi (r2) diperoleh 0,185 atau sebesar 18,5% yang berarti bahwa
puasa sunah memiliki sumbangan efektif terhadap peningkatan kecerdasan emosional sebesar
18,5% sedangkan sisanya adalah pengaruh dari faktor pendidikan, orang tua, dan masyarakat.
Abstract
In an effort to achieve my goals and success in life by having a high IQ, high education, and the
title alone is not enough there are still many other things that a supporter even be a determinant
factor in achieving success, one of which is to have high emotional intelligence. Emotional
intelligence is absolutely necessary as a balancer between the mind and emotions. With a good
blend between cognition and emotion will bring up a self-control, instropeksi, creativity, selfmanagement, commitment, ability to understand the wishes and feelings of self and others, as
well as highly motivated to perform better.
Many things can be done in an effort to hone and improve emotional intelligence, one of them by
following the training program honed emotional intelligence lately rampant organized in various
agencies and institutions, both regular and at one particular moment. Among the many existing
training, Islam teaches sunna fasting as a training that is at all times and can be done during the
fasting is done by keihlasan and self-awareness.
From the discussion above, researchers are interested to reveal more about the relationship of
fasting Sunnah frequency with emotional intelligence in the form of research with the title of
Relations Between Frequency of Fasting Sunna With Emotional Intelligence. Samples are
students of the Faculty of Psychology University of Malang force in 2002 as many as 60 people,
with the sampling method using a quota sample.
Based on the research, it is known that there was a significant positive relationship between
fasting traditions with emotional intelligence, where the correlation coefficient (r) obtained equal
to 0.430 with sinifikansi level is 0.001, which means that the higher the frequency of the fasting
traditions of students, the higher emotional intelligence, and vice versa the lower the frequency
of the sunna fasting students will get low emotional intelligence. To find high-low trend both
variables using the T score, while the results of the calculation of the frequency distribution of T
score sunna fasting was found that students who are fasting sunahnya high frequency only 26
people (43.33%) of the 60 people studied, while the rest are students who frequencies Low
sunahnya fasting for 34 people (56.67%). For the distribution of T score of emotional
intelligence was discovered that most students have a low emotional intelligence, namely as
many as 32 people (53.33%), while the rest have high emotional intelligence as much as 28
(46.67%). Then, from the calculation of the coefficient of determination (r2) obtained 0.185 or
18.5%, which means that the fasting traditions have effective contribution towards improving
emotional intelligence at 18.5% while the rest is the influence of educational factors, parents, and
community.
KECERDASAN EMOSIONAL
Oleh: IVA KURNIAWATI (0181085)
Psychology
Dibuat: 2006-07-06 , dengan 3 file(s).
Keywords: Frekwensi Puasa Sunah, Kecerdasan Emosional
Dalam upaya meraih cita-cita dan keberhasilan dalam hidup dengan memiliki IQ tinggi,
pendidikan tinggi, serta gelar saja tidaklah cukup masih banyak hal-hal lain yang menjadi faktor
pendukung bahkan menjadi penentu dalam mencapai kesuksesan, salah satunya adalah dengan
memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Kecerdasan emosional mutlak diperlukan sebagai
penyeimbang antara pikiran dan emosi. Dengan perpaduan yang baik antara kognisi dan emosi
akan memunculkan suatu pengendalian diri, instropeksi, kreatifitas, manajemen diri, komitmen,
kemampuan untuk memahami keinginan dan perasaan diri sendiri maupun orang lain, serta
memiliki motivasi yang tinggi untuk lebih berprestasi.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam upaya mengasah dan meningkatkan kecerdasan
emosional, salah satunya dengan mengikuti program pelatihan mengasah kecerdasan emosional
yang akhir-akhir ini marak diselenggarakan diberbagai instansi dan lembaga, baik secara regular
maupun pada satu momen tertentu. Diantara sekian banyak pelatihan yang ada, Islam
mengajarkan puasa sunah sebagai suatu pelatihan yang bersifat sepanjang waktu dan dapat
dilakukan selama puasa tersebut dilakukan dengan keihlasan dan kesadaran diri.
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengungkap lebih jauh lagi tentang adanya hubungan
frekwensi puasa sunah dengan kecerdasan emosional kedalam bentuk penelitian dengan judul
Hubungan Antara Frekwensi Puasa Sunah Dengan Kecerdasan Emosional. Sampel penelitian ini
adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2002
sebanyak 60 orang, dengan metode pengambilan sampel menggunakan kuota sampel.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara puasa
sunah dengan kecerdasan emosional, dimana koefisien korelasi (r) diperoleh sebesar 0,430
dengan taraf sinifikansi adalah 0,001, yang berarti bahwa semakin tinggi frekwensi puasa sunah
mahasiswa maka semakin tinggi kecerdasan emosionalnya, dan sebaliknya semakin rendah
frekwensi puasa sunah mahasiswa maka semakin rendah pula kecerdasan emosionalnya. Untuk
mengetahui kecenderungan tinggi rendah kedua variabel menggunakan T score, adapun hasil
dari perhitungan sebaran T score frekwensi puasa sunah didapatkan bahwa mahasiswa yang
frekwensi puasa sunahnya tinggi hanya 26 orang (43,33%) dari 60 orang yang diteliti, sedangkan
sisanya adalah mahasiswa yang frekwensi puasa sunahnya rendah sebanyak 34 orang (56,67%).
Untuk hasil sebaran T score kecerdasan emosional didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa
memiliki kecerdasan emosional yang rendah, yakni sebanyak 32 orang (53,33%), sedangkan
sisanya mempunyai kecerdasan emosional tinggi sebanyak 28 (46,67%). Kemudian dari hasil
perhitungan koefisien determinasi (r2) diperoleh 0,185 atau sebesar 18,5% yang berarti bahwa
puasa sunah memiliki sumbangan efektif terhadap peningkatan kecerdasan emosional sebesar
18,5% sedangkan sisanya adalah pengaruh dari faktor pendidikan, orang tua, dan masyarakat.
Abstract
In an effort to achieve my goals and success in life by having a high IQ, high education, and the
title alone is not enough there are still many other things that a supporter even be a determinant
factor in achieving success, one of which is to have high emotional intelligence. Emotional
intelligence is absolutely necessary as a balancer between the mind and emotions. With a good
blend between cognition and emotion will bring up a self-control, instropeksi, creativity, selfmanagement, commitment, ability to understand the wishes and feelings of self and others, as
well as highly motivated to perform better.
Many things can be done in an effort to hone and improve emotional intelligence, one of them by
following the training program honed emotional intelligence lately rampant organized in various
agencies and institutions, both regular and at one particular moment. Among the many existing
training, Islam teaches sunna fasting as a training that is at all times and can be done during the
fasting is done by keihlasan and self-awareness.
From the discussion above, researchers are interested to reveal more about the relationship of
fasting Sunnah frequency with emotional intelligence in the form of research with the title of
Relations Between Frequency of Fasting Sunna With Emotional Intelligence. Samples are
students of the Faculty of Psychology University of Malang force in 2002 as many as 60 people,
with the sampling method using a quota sample.
Based on the research, it is known that there was a significant positive relationship between
fasting traditions with emotional intelligence, where the correlation coefficient (r) obtained equal
to 0.430 with sinifikansi level is 0.001, which means that the higher the frequency of the fasting
traditions of students, the higher emotional intelligence, and vice versa the lower the frequency
of the sunna fasting students will get low emotional intelligence. To find high-low trend both
variables using the T score, while the results of the calculation of the frequency distribution of T
score sunna fasting was found that students who are fasting sunahnya high frequency only 26
people (43.33%) of the 60 people studied, while the rest are students who frequencies Low
sunahnya fasting for 34 people (56.67%). For the distribution of T score of emotional
intelligence was discovered that most students have a low emotional intelligence, namely as
many as 32 people (53.33%), while the rest have high emotional intelligence as much as 28
(46.67%). Then, from the calculation of the coefficient of determination (r2) obtained 0.185 or
18.5%, which means that the fasting traditions have effective contribution towards improving
emotional intelligence at 18.5% while the rest is the influence of educational factors, parents, and
community.