HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK.
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK
(Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Jurusan Psikologi
Oleh
Dyah Kusuma Ayu Pradini 0901711
(2)
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK
(Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)
Oleh
Dyah Kusuma Ayu Pradini
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan
© Dyah Kusuma Ayu Pradini Universitas Pendidikan Indonesia
Januari 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,
(3)
(4)
(5)
(6)
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada junjungan ummat, Nabi Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan sahabatnya serta penerus risalahnya.
Skripsi dengan judul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik (Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014)” ini diharapkan dapat berguna bagi penulis juga pembaca, terutama dalam mengembangkan kemampuan diri di bidang psikologi. Penulis menyadari bahwa untuk menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, karena itu penulis tidak lupa menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada:
1. Ibu Dra. Herlina, M.Pd., Psi. selaku Ketua Jurusan Psikologi sekaligus Penguji II yang telah memberikan izin serta kritik dan saran kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
2. Bapak Helli Ihsan, S.Ag., M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Psikologi sekaligus Pembimbing II yang telah memberikan arahan serta dengan sabar dan telaten memberikan saran dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Dr. H. Mubiar Agustin, M.Pd. selaku Pembimbing I sekaligus Penguji I atas seluruh bimbingan dan kesabaran serta kritik dan saran yang telah diberikan dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Syahnur Rahman, M.Si. selaku Pembimbing Akademik sekaligus Penguji III yang telah memberikan bantuan serta arahan kepada penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia
yang telah mendidik dan mengajar, sehingga penulis mempunyai bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk menyusun skripsi.
6. Bapak dan Ibu Staf Tata Usaha Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia yang telah membantu penulis mengurus administrasi yang diperlukan untuk penyelesaian skripsi ini.
(7)
7. Bapak Ceng Mamad, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Kota Sukabumi beserta para pengajar SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yang telah memberikan izin serta bantuan dalam pengambilan data di lokasi penelitian. 8. Para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 yang
telah bersedia memberikan bantuan serta partisipasi untuk penelitian ini. 9. Kedua orang tua penulis, yaitu Ibu Marfuatin dan Bapak Mulyono, S.H.,
M.Ba., M.M. (Alm) yang tiada hentinya memberikan cinta, kasih sayang, doa, serta dukungan dengan ikhlas dan sabar kepada penulis.
10. Kakak kandung penulis, yaitu Mas Juli Agung Pramono, S.H., S.I.K., M.Hum; Mbak Dwi Retno Anjar Pratiwi, S.Pd. dan Mas Bagas Try Prasetyo, S.H.; juga kakak ipar penulis, yaitu Mbak Puspita Handayani, S.H. dan Mas Didik Rosidi, S.H. yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, arahan, dan doa yang luar biasa berharga bagi penulis.
11. Keponakan penulis, yaitu Arief Satrio Pramono, Adityo Ghalyh Parama, Naziha Nagita Qintharani, dan Qorina Alifa yang selalu menghibur dan memotivasi penulis agar dapat menjadi contoh serta teladan yang baik.
12. Egi Firmansyah, S.Kom. yang selalu sabar memberikan perhatian, kasih sayang, doa, dan semangat kepada penulis.
13. Rekan-rekan yang tergabung dalam keluarga besar psikologi UPI angkatan 2009 yang turut memberikan sumbangan saran bagi penulisan skripsi ini. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan, doa serta dukungan kepada penulis.
Semoga amal baik dan bantuan yang telah disumbangkan kepada penulis memperoleh balasan dan ridho dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Hal-hal yang dipandang baik dan benar dalam skripsi ini hanyalah karena petunjuk dan bimbingan serta pertolongan Allah SWT semata. Namun, bila ternyata terdapat kesalahan dan kekurangan itu hanyalah karena
(8)
Artinya:
“Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang
bertaubat.” (Q.S. Al-Israa’: 25)
“HIDUP UNTUK BERSYUKUR”
Ya Allah yang Maha Suci …
Tak ada di dunia ini yang tidak patut untuk tidak disyukuri Segala apa yang hamba punya semata atas kasih sayang-Mu
Bagaikan hamburan air yang tidak pernah sanggup hamba menghitungnya Dari batas pandangan mata, sampai sesuatu yang hamba tidak bisa
menyebutkannya
Delicated to:
My beloved parents, my father Mulyono, S.H., M.Ba., M.M. (Alm) and my mother Marfuatin whom I owe a debt which can never be repaid who always give me support, guidance and everlasting prayer. My brothers Juli Agung Pramono, S.H.,
S.I.K., M.Hum and Bagas Try Prasetyo, S.H., my sister Dwi Retno Anjar Pratiwi, S.Pd. who always give me guidance, help and attention. My sweetheart Egi Firmansyah, S.Kom. who always give me support, affection and happiness.
(9)
ABSTRAK
Dyah Kusuma Ayu Pradini (0901711). Hubungan antara Kecerdasan
Emosional dengan Prokrastinasi Akademik (Studi Korelasional pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Kecerdasan emosional merupakan serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non kognitif yang mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi tuntutan dari diri sendiri dan orang lain. Sedangkan prokrastinasi merupakan kecenderungan individu dalam merespon tugas yang dihadapi dengan mengulur-ulur waktu untuk memulai maupun menyelesaikan kinerja secara sengaja untuk melakukan aktivitas lain yang tidak dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas. Lokasi yang digunakan adalah SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dengan sampel 295 siswa. Metode penelitiannya adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik studi korelasi. Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner yang terdiri dari 58 item seputar kecerdasan emosional dan 41 item seputar prokrastinasi akademik. Secara umum, penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Hasil pengujian dengan Pearson Product Moment menghasilkan koefisien korelasi sebesar -0,560 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan yang bersifat negatif antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, maka semakin rendah kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional seseorang, maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan prokrastinasi akademik.
(10)
ABSTRACT
Dyah Kusuma Ayu Pradini (0901711). Relationship between Emotional
Intelligence with Academic Procrastination (Correlational Study on High School Student State 3 Sukabumi Cities 2013-2014 School Year). A Research Paper in Psychology Department, Faculty of Education Science UPI, Bandung (2014).
This research aimed to determine whether there is any relationship between emotional intelligence and academic procrastination. Emotional intelligence is a set of capabilities, competence and non-cognitive skills that affect
an individual’s ability to cope with the demands of self and others. While academic procrastination is the tendency of individuals to respond to the task at hand by stalling to start or finish the performance intentionally to perform other activities that are not required to complete the task. Locations used are SMAN 3 Sukabumi with 295 students sampled. The method was quantitative descriptive study of correlation techniques. Data were collected through questionnaires which consisted of 58 items about emotional intelligence and 41 items of academic procrastination. In general, this research proves that there is a relationship between emotional intelligence and academic procrastination. Test result by generating Pearson Product Moment correlation coefficient of -0,560 with a significance level of 0,000 (p<0,05). It shows a negative relationship between emotional intelligence and academic procrastination. The higher a
person’s level of emotional intelligence, the lower the propensity to commit academic procrastination. Conversely, the lower the person’s level of emotional
intelligence, the higher the propensity to commit academic procrastination.
(11)
DAFTAR ISI
LEMBAR HAK CIPTA ………… ii
HALAMAN PENGESAHAN …………… iii
HALAMAN PERNYATAAN …………… v
KATA PENGANTAR …………… vi
ABSTRAK………… ix
DAFTAR ISI ……… xi
DAFTAR TABEL………… xiii
DAFTAR GRAFIK ……… xv
DAFTAR GAMBAR ……… xvi
DAFTAR LAMPIRAN…………… xvii
BAB 1 PENDAHULUAN………… 1
A. Latar Belakang Penelitian ……… 1
B. Rumusan Masalah ……… 8
C. Tujuan Penelitian ……… 8
D. Manfaat Penelitian ……… 9
E. Sistematika Penulisan ……… 9
BAB II KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL DAN PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS ……… 11
A. Konsep Kecerdasan Emosional ……… 11
1. Definisi Kecerdasan ……… 11
2. Definisi Emosi ……… 12
3. Definisi dan Model Kecerdasan Emosional ……… 14
4. Dimensi Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 19
5. Dinamika Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 24
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional ………… 25
7. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi …… 26
B. Konsep Prokrastinasi Akademik ……… 27
1. Definisi Prokrastinasi Akademik ……… 27
2. Teori-Teori Prokrastinasi Akademik ……… 30
3. Penyebab Prokrastinasi Akademik ……… 39
4. Tipe-Tipe Prokrastinasi Akademik ……… 41
5. Ciri-Ciri Prokrastinasi Akademik ……… 42
6. Jenis-Jenis Tugas Prokrastinasi Akademik ……… 43
7. Dampak Prokrastinasi Akademik ……… 44
C. Keterkaitan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA ……… 46
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan dengan Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik ……… 50
(12)
1. Lokasi Penelitian ……… 52
2. Subyek Penelitian ……… 52
B. Desain Penelitian ……… 55
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ……… 56
1. Definisi Operasional Kecerdasan Emosional ……… 56
2. Definisi Operasional Prokrastinasi Akademik ……… 57
D. Instrumen Penelitian ……… 58
1. Kuesioner Kecerdasan Emosional ……… 59
2. Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 61
E. Proses Pengembangan Instrumen ……… 62
1. Uji Validitas Isi ……… 62
2. Uji Coba Instrumen ……… 62
3. Uji Validitas Item ……… 63
4. Reliabilitas Instrumen ……… 64
5. Kategorisasi Skala ……… 65
F. Teknik Pengumpulan Data ……… 67
G. Teknik Analisis Data ……… 68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 72 A. Hasil Penelitian ……… 72 1. Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 ……… 72 2. Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 ……… 77
3. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 … 81
B. Pembahasan ……… 83
1. Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 ……… 83
2. Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 ……… 85
3. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014 … 87
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 93
A. Kesimpulan ……… 93
B. Rekomendasi ……… 93
1. Rekomendasi untuk Penelitian Selanjutnya ……… 94
2. Rekomendasi untuk Siswa ……… 94
3. Rekomendasi untuk Sekolah ……… 96 4. Rekomendasi untuk Orang Tua Siswa ……… 97 DAFTAR PUSTAKA …………… 100
RIWAYAT HIDUP ……… 108
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab Prokrastinasi ……… 39
Tabel 2.2 Dampak Negatif Prokrastinasi ……… 46
Tabel 3.1 Populasi Subyek Penelitian ……… 53
Tabel 3.2 Distribusi Sampling ……… 55
Tabel 3.3 Pola Skoring Kuesioner Kecerdasan Emosional ……… 60
Tabel 3.4 Pola Skoring Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 62
Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas ……… 64
Tabel 3.6 Reliability Statistics Kuesioner Kecerdasan Emosional ………… 65
Tabel 3.7 Reliability Statistics Kuesioner Prokrastinasi Akademik ……… 65
Tabel 3.8 Rumusan Tiga Kategori Skala ……… 65
Tabel 3.9 Descriptive Statistics Kecerdasan Emosional ……… 65
Tabel 3.10 Descriptive Statistics Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional … 66
Tabel 3.11 Kategori Skala Kecerdasan Emosional ……… 66
Tabel 3.12 Kategori Skala Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional ………… 66
Tabel 3.13 Descriptive Statistics Prokrastinasi Akademik ……… 66
Tabel 3.14 Descriptive Statistics Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik … 66
Tabel 3.15 Kategori Skala Prokrastinasi Akademik ……… 67
Tabel 3.16 Kategori Skala Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik ………… 67
Tabel 3.17 Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test ……… 69
Tabel 3.18 Uji Linearitas ……… 70
Tabel 3.19 Pedoman Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi ……… 71 Tabel 4.1 Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Subyek …… 73 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional
pada Kategori “Rendah”……… 74
Tabel 4.3 Persentase Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional pada
Kategori “Rendah” …..……… 74
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional
(14)
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional
pada Kategori “Tinggi” ……… 75
Tabel 4.7 Persentase Masing-Masing Dimensi Kecerdasan Emosional pada
Kategori “Tinggi” …… ……… 76
Tabel 4.8 Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Subyek … 78 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik
pada Kategori “Rendah”……… 79
Tabel 4.10 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada
Kategori “Rendah” ……… 79
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik
pada Kategori “Sedang”……… 79
Tabel 4.12 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada
Kategori “Sedang” ……… 79
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik
pada Kategori “Tinggi” ……… 80
Tabel 4.14 Persentase Masing-Masing Dimensi Prokrastinasi Akademik pada
Kategori “Tinggi” ……… 80
Tabel 4.15 Korelasi antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik 82
Tabel 4.16 Case Processing Summary ……… 82
Tabel 4.17 Academic Procrastination and Emotional Intelligence Crosstabulation 82 Tabel 4.18 Percentage of Academic Procrastination and Emotional Intelligence
(15)
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Penyebaran Skor Subyek pada Skala Kecerdasan Emosional … 73 Grafik 4.2 Gambaran Umum Tingkat Kecerdasan Emosional Subyek …… 74 Grafik 4.3 Skor Rata-Rata Antar Kategori Skala Kecerdasan Emosional … 76 Grafik 4.4 Penyebaran Skor Skala Prokrastinasi Akademik Subyek …… … 77 Grafik 4.5 Gambaran Umum Tingkat Prokrastinasi Akademik Subyek … 78 Grafik 4.6 Skor Rata-Rata Antar Kategori Skala Prokrastinasi Akademik … 81
(16)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dimensi Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 24 Gambar 2.2 Dinamika Model Kecerdasan Emosional Goleman ……… 25
Gambar 2.3 Faktor yang Mempengaruhi Keinginan Melakukan Prokrastinasi 41 Gambar 2.4 Dinamika Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Sebelum Uji Coba ………… 109 Lampiran 2 Item Pernyataan Kuesioner Sebelum Uji Coba ……… 110
Lampiran 3 Kuesioner Uji Coba ……… 114
Lampiran 4 Skor Kuesioner Uji Coba ……… 118
Lampiran 5 Hasil Uji Validitas Item ……… 127
Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ………… 133 Lampiran 7 Item Pernyataan Kuesioner Setelah Uji Coba ……… 134
Lampiran 8 Kuesioner Penelitian ……… 137
Lampiran 9 Skor Kuesioner Penelitian ……… 140
Lampiran 10 Lembar Pernyataan Expert Judgement Instrumen ………… 165
Lampiran 11 Surat Izin Penelitian ……… 167
(18)
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perilaku belajar seorang siswa sangat berpengaruh terhadap kelangsungan pembelajarannya. Sesuai dengan pendapat Roestiah (2001), belajar yang efisien dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yakni adanya pengaturan waktu yang baik dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, belajar di rumah, berkelompok ataupun untuk mengikuti ujian. Perilaku belajar yang baik dapat terwujud apabila siswa sadar akan tanggung jawab mereka sebagai pelajar sehingga mereka dapat membagi waktu mereka dengan baik antara belajar dengan kegiatan di luar belajar.
Dalam beragam perilaku belajar yang dimiliki siswa, perilaku menunda-nunda tugas adalah hal yang paling umum terjadi, perilaku ini disebut dengan istilah prokrastinasi (Steel, dalam Kartadinata dan Tjundjing, 2008). Suatu penundaan dikatakan prokrastinasi, apabila penundaan itu dilakukan pada tugas yang penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan tidak nyaman (Solomon dan Rothblum, dalam Tondok, Ristyadi dan Kartika, 2008).
Lebih lanjut, Covington (Ormrod, 2003) mengungkapkan bahwa timbulnya perilaku prokrastinasi berasal dari kecemasan, keragu-raguan dan rasa malu. Ia mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang tinggi untuk melindungi keyakinan akan kompetensinya (self-worth). Untuk dapat mempertahankan atau mengembangkan keyakinan ini, individu harus sesering mungkin mencapai kesuksesan. Namun nyatanya, kesuksesan tidak selalu dapat dicapai, khususnya pada tugas-tugas yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Pada saat-saat semacam itu, individu berusaha untuk mempertahankan keyakinan akan kompetensinya dengan membuat alasan-alasan yang dapat membenarkan kinerja buruk mereka. Lebih jauh lagi, mereka dapat melakukan hal-hal yang justru membuat semakin kecilnya kemungkinan untuk mencapai sukses.
(19)
2
Ellis dan Knaus juga Solomon dan Rothblum, (Gufron, 2003: 3) menyatakan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu masalah yang secara luas menimpa sebagian besar masyarakat dan siswa pada lingkungan yang lebih kecil. Sekitar 25% sampai 75% siswa memiliki masalah prokrastinasi dalam lingkup akademis mereka. Perilaku prokrastinasi ini tentu saja banyak memberikan akibat negatif pada siswa tersebut, diantaranya adalah meningkatnya jumlah absen di kelas, nilai yang menurun atau lebih rendah dan dikeluarkan dari sekolah. Prokrastinasi juga dapat berakibat pada emosi seseorang. Ketika seseorang sadar bahwa dirinya telah melakukan prokrastinasi, mereka cenderung akan mengalami berbagai perasaan, diantaranya adalah merasa bersalah, merasa telah melakukan kecurangan, mengutuk diri sendiri, mengalami kecemasan, kepanikan, ketegangan, dan rendah diri (Blinder, 2000).
Fenomena penundaan tugas yang tidak bertujuan dan berakibat jelek tersebut di kalangan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) bukanlah hal yang asing. Berdasarkan keterangan para pengajar di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi, fenomena prokrastinasi akademik memang kerap kali dijumpai di sekolah. Bila beberapa tahun lalu dikenal istilah Sistem Kebut Semalam (SKS), kini perilaku tersebut dikenal dengan SKS (Sistem Kebut Sejam). Siswa semakin terbiasa mengerjakan tugas menjelang batas waktu yang ditentukan. Padahal siswa SMA merupakan siswa yang telah mengalami proses belajar di sekolah selama enam tahun di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Bahkan siswa kelas XII yang memiliki pengalaman belajar di SMA selama dua tahun, ternyata memiliki pola belajar yang tidak sehat seperti menunda mengerjakan tugas akademik. Hal ini terjadi bukan karena siswa kekurangan waktu, akan tetapi beberapa faktor internal dan eksternal mempengaruhi siswa untuk terus menunda-nunda mengerjakan tugas.
Fenomena prokrastinasi akademik yang tak kunjung putus dari generasi ke generasi ini membuat peneliti bertanya-tanya, apakah yang sesungguhnya terjadi pada manusia Indonesia, sehingga begitu dekat dengan perilaku yang disebut
(20)
3
fenomena penundaan di kalangan siswa. Kebanyakan siswa dan guru menutup mata dan membiarkan perilaku yang jelas berdampak negatif ini. Siswa yang melakukan prokrastinasi akademik di sekolah biasanya tidak mendapatkan bantuan atau bimbingan untuk mengurangi perilaku menundanya, melainkan biasanya menerima teguran dan dimarahi saja karena terlambat mengumpulkan tugas. Berdasarkan fenomena prokrastinasi akademik yang memprihatinkan di kalangan generasi muda, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih mendalam mengenai prokrastinasi akademik siswa SMA.
Perilaku tidak mau segera mengerjakan tugas di Indonesia biasanya dikaitkan sebagai salah satu perilaku nakal. Hal ini karena terjadi pembandingan antara siswa-siswa yang terlihat selalu belajar dan yang tidak. Oleh sebab itu, dalam penelitian Alinda (2006: 66) disebutkan pula perilaku menunda sebagai perilaku nakal. Penelitian tersebut menunjukkan perilaku nakal yang sering dilakukan siswa, yaitu: bermain sepulang sekolah (70%), malas mengerjakan tugas (40%) dan bolos sekolah (37%). Penelitian Rudiana (2006: 43) menemukan karakteristik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu kesulitan membuat contoh apabila diminta oleh guru (63%), kesulitan memahami materi yang disampaikan (63%) dan tidak mampu menyelesaikan tugas tepat waktu (61%). Hasil penelitian Desandi (2007: 71), sebanyak 47% siswa yang menjadi responden (78 orang siswa) melakukan penundaan tugas akademik pada seluruh area prokrastinasi akademik.
Sebagaimana diutarakan Pascale, et al (Solihat, 2010: 3), bahwa daya saing yang dimiliki seseorang tergantung pada perilaku yang berorientasi pada kesempatan, tidak statis dan tidak membuang waktu dengan percuma. Siswa SMA yang saat ini sedang menempuh bangku sekolah merupakan generasi penerus yang akan menghadapi persaingan yang lebih luas, bila perilaku prokrastinasi akademik sering dilakukan, akan menimbulkan masalah tersendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa daya saing dan tingkat kedisplinan siswa masih rendah. Hal tersebut merupakan salah satu indikator bahwa generasi muda saat ini belum bisa dikatakan sebagai calon sumber daya manusia yang berkualitas seperti yang
(21)
4
suatu masalah yang terus berkembang dan layak untuk diperjuangkan penyelesaiannya.
Menurut Ferrari (Gufron, 2003: 3) bahwa prokrastinasi akademik banyak berakibat negatif, karena dengan melakukan penundaan, banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia, tugas-tugas menjadi terbengkalai, bahkan bila diselesaikan hasilnya menjadi tidak maksimal. Penundaan juga bisa mengakibatkan seseorang kehilangan kesempatan dan peluang yang datang. Permasalahan prokrastinasi akademik merupakan permasalahan yang kompleks dan cenderung akan terus menerus muncul pada tiap generasi. Lalu bagaimana cara mereduksi atau bahkan memutus mata rantai prokrastinasi? Perkembangan prokrastinasi yang terus-menerus tentunya perlu diimbangi dengan pengembangan upaya penanganannya, sehingga berbagai pihak dapat menemukan titik terang penyelesaian yang lebih efektif, inovatif dan tepat untuk diterapkan pada generasi muda zaman sekarang.
Solomon dan Rothblum (Rianingtias, 2008: 3) menyatakan bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi seseorang. Jika pada masa SMA seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, diasumsikan pada jenjang pendidikan berikutnya tingkat prokrastinasi akademiknya juga akan semakin meningkat. Oleh sebab itu, prokrastinasi akademik pada siswa SMA merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian.
Menurut Tondok, Ristyadi dan Kartika (2008), salah satu faktor siswa memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis, seperti rendahnya kontrol diri yang merupakan cakupan dari kecerdasan emosional menurut Aristoteles (Goleman, 2007). Menurut Achir (dalam Armiyanti, 2008), kecerdasan emosional adalah kemampuan individu untuk menguasai situasi yang penuh tantangan dan biasanya dapat menimbulkan kecemasan. Apabila individu memiliki kecerdasan pada dimensi kehidupan emosionalnya, maka akan mampu mengendalikan perilakunya hingga tidak terpengaruh oleh kegagalan.
(22)
5
kemampuan yang mendukung seorang siswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya, diantaranya kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk menghadapi situasi yang membuat frustasi, kemampuan mengendalikan dorongan dalam diri, kemampuan untuk mengendalikan perasaan yang dialaminya, kemampuan mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain.
Akan tetapi, pada kenyataannya kecerdasan emosional ini oleh sebagian besar masyarakat jarang dipahami karena faktor ketidaktahuan dan dapat berakibat pada sukarnya mencapai kesuksesan. Jika ingin meraih kesuksesan dalam bidang akademik, maka seorang siswa harus memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional yang baik. Dengan memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka ia akan mampu mengelola emosi menjadi kekuatan untuk mencapai prestasi terbaik dan juga mampu memotivasi diri sendiri termasuk memotivasi diri untuk menekan dan mengurangi perilaku prokrastinasi akademik.
Menurut Goleman (2007), khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin, dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan, dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
Seperti yang telah diuraikan di atas, salah satu faktor siswa memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis. Hal ini berkaitan dengan analisis yang dilakukan oleh Solomon dan Rothblum (Tondok, Ristyadi dan Kartika, 2008) mengenai berbagai kemungkinan penyebab terjadinya
(23)
6
yang menyebabkan timbulnya kecenderungan prokrastinasi akademik, yaitu takut gagal (fear of failure) yang meliputi kecemasan dievaluasi, perfeksionis dan percaya diri yang rendah; dan ketidaksenangan terhadap tugas (aversevenees of the task ) yang meliputi tidak suka pada aktivitas akademik dan kurang bertenaga atau rasa malas.
Hal-hal yang menjadi alasan tersebut termasuk dalam cakupan dari pengelolaan kecerdasan emosional individu. Siswa dengan kecerdasan emosional yang baik akan mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin atau kecemasan yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya.
Selain penelitian mengenai faktor penyebab terjadinya prokrastinasi akademik di atas, masih banyak hasil penelitian yang mendukung adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik, salah satunya adalah penelitian mengenai hubungan antara locus of control dengan prokrastinasi oleh Hampton (2005). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki locus of control eksternal akan lebih cenderung untuk menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi, hal ini sesuai dengan penelitian serupa yang dilakukan oleh Milgram dan Tenne (2000). Hal ini juga relevan dengan pernyataan bahwa orang yang percaya bahwa kekuatan-kekuatan luar mengendalikan situasi lebih dari kekuatan internal juga lebih mungkin untuk menunda-nunda atau melakukan prokrastinasi. Memiliki locus of control eksternal juga dapat menyebabkan seseorang untuk memiliki tingkat ketekunan yang rendah (Dewitte dan Schouwenburg, 2002). Kurangnya keberhasilan dapat membuat seseorang tidak ingin mengambil inisiatif dan menyelesaikan tugas. Individu dengan locus of control internal mungkin merasa lebih percaya diri dan
(24)
7
sulit dari yang diharapkan, atau yang dapat menghasilkan lebih banyak stres, prokrastinasi akan hadir dalam jumlah yang lebih tinggi (Pychyl et al, 2000).
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa laki-laki melakukan prokrastinasi lebih dari perempuan dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi locus of control-nya. Penelitian tersebut juga membahas faktor-faktor yang dapat berkaitan erat dengan prokrastinasi, salah satunya adalah kemampuan akademik, yaitu bagaimana kecerdasan seseorang dapat memprediksi berapa banyak waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mengerjakan suatu tugas, yang akan mempengaruhi tingkat dan kesempatan untuk prokrastinasi. Selain itu, Szalavitz (2003: 25) juga mengidentifikasi variabel lain yang dapat meningkatkan prokrastinasi seseorang, seperti: takut gagal, perfeksionisme, pengendalian diri, pengaruh orang tua, mencari hukuman, dan kecemasan terkait tugas.
Hasil penelitian-penelitian tersebut mendukung adanya hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik. Karena hasil penelitian terebut mengungkapkan bahwa prokrastinasi banyak dipengaruhi oleh faktor internal seperti kontrol diri. Dari pengertiannya, Goldfried dan Marbaum (Muhid, 2009) mendefiniskan kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Faktor internal ini jelas termasuk dalam cakupan kemampuan dalam kecerdasan emosional.
Meninjau hasil dari penelitian-penelitian tersebut yang mengindikasikan pentingnya kecerdasan emosional pada diri siswa sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dan dengan memandang dinamika prokrastinasi akademik pada siswa dari berbagai sudut pandang secara lebih mendalam, para praktisi pendidikan serta psikolog dalam bidang pendidikan hendaknya dapat memahami permasalahan prokrastinasi akademik secara lebih utuh, menyadari perlunya penanganan secara serius dan mengetahui unsur mana yang harus diberikan bantuan melalui penanganan masalah akademik. Bila penelitian ini tidak dilakukan, maka kesempatan untuk menambah wawasan yang berbeda mengenai profil prokrastinasi akademik siswa dan hubungannya dengan
(25)
8
maupun psikolog dalam bidang pendidikan tidak memahami permasalahan prokrastinasi secara tepat, bisa jadi permasalahan prokrastinasi akademik akan dikesampingkan dan prokrastinasi akan terus dianggap sebagai hal biasa. Perilaku buruk yang terus dibiarkan ini kelak akan terlihat dampaknya. Siswa yang diharapkan menjadi sumber daya manusia berkualitas, tentu adalah siswa yang perilakunya sesuai dengan harapan, bukan siswa yang merupakan seorang prokrastinator. Selain itu, pembahasan mengenai hubungan kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik dalam penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi lembaga pendidikan serta psikolog dalam bidang pendidikan dalam menangani permasalahan prokrastinasi akademik di sekolah.
Berdasarkan pemahaman-pemahaman tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti memfokuskan kajian pada “Hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014?
2. Bagaimana tingkat prokrastinasi akademik yang dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014?
3. Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
(26)
9
1. Memperoleh gambaran tentang tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014.
2. Memperoleh gambaran tentang tingkat prokrastinasi akademik yang dimiliki oleh para siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014.
3. Mengidentifikasi apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan mengenai hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA. Lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis: dapat memberikan gambaran faktor-faktor psikologis yang mendorong perilaku prokrastinasi akademik, khususnya dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional.
2. Manfaat praktis: dapat membantu khususnya para orang tua, konselor maupun psikolog sekolah dan para pengajar agar lebih mampu mengidentifikasi perilaku prokrastinasi akademik serta kaitannya dengan kecerdasan emosional siswa.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bagian dengan sistematika sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang yang menjadi dasar penelitian berupa keadaan serta fenomena seputar kecerdasan emosional dan prokrastinasi akademik yang sedang berkembang saat ini serta berbagai tinjauan literatur dan
(27)
10
akademik. Bab ini terdiri dari beberapa subbab, yaitu latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Bab II Kajian Pustaka
Bab ini menguraikan landasan teoritik yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian, seperti landasan teori serta konsep-konsep tentang kecerdasan emosional dan prokrastinasi akademik, penelitian terdahulu yang relevan, kerangka pemikiran, serta hipotesis penelitian.
3. Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi penjabaran lebih rinci terkait metode dan prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mulai dari persiapan hingga penelitian berakhir, seperti prosedur pengambilan data, pengolahan data sampai interpretasi data. Lebih luasnya, pada bab ini akan membahas definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang hasil penelitian yang disertai dengan interpretasi dan pembahasan. Bab ini mendeskripsikan proses pelaksanaan penelitian, hasil temuan peneliti yang telah dilakukan, serta analisis pembahasan mengenai hasil temuan peneliti.
5. Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini menguraikan penafsiran, pemaknaan atau interpretasi peneliti berupa kesimpulan terhadap keseluruhan hasil penelitian yang diperoleh sebagai jawaban dari permasalahan yang menjadi dasar dilakukannya penelitian. Bab ini juga memaparkan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian.
(28)
52
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih peneliti untuk mengadakan penelitian adalah SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yang bertempat di Jl. Ciaul Baru No.21, Kota Sukabumi. Alasan peneliti menggunakan SMA Negeri 3 Kota Sukabumi sebagai tempat penelitian karena sekolah menengah atas ini sedang melakukan upaya peningkatan kualitas pendidikan termasuk kualitas para siswanya. Selain itu, berdasarkan keterangan para pengajarnya, ditemukan adanya beberapa keluhan mengenai kebiasaan siswa yang sering kali menunda-nunda tugas akademik, sehingga menimbulkan dampak-dampak negatif, seperti terbiasa mengerjakan tugas menjelang batas waktu yang ditentukan, sering terlambat mengumpulkan tugas, hasil ujian yang kurang memuaskan, dan lain sebagainya. Sikap ini tentu saja tidak mencerminkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para orang tua, konselor maupun psikolog sekolah, serta para pengajar agar lebih mampu mengidentifikasi perilaku prokrastinasi akademik siswa serta kaitannya dengan kecerdasan emosional siswa. Karena menurut Tondok, Ristyadi dan Kartika (2008), salah satu faktor siswa memiliki kecenderungan prokrastinasi adalah karena kondisi psikologis, seperti rendahnya kontrol diri yang merupakan cakupan dari kecerdasan emosional menurut Aristoteles (Goleman, 2007).
2. Subyek Penelitian a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi Tahun Ajaran 2013-2014. Menurut Arikunto (2006: 130), populasi adalah seluruh subyek penelitian. Putrawan (1990: 5) mendefinisikan populasi sebagai seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu
(29)
53
yang ditentukan. Sedangkan menurut Hadi (2000: 70), populasi adalah seluruh penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama.
Peneliti memilih siswa SMA sebagai obyek penelitian karena ditinjau dari perkembangan emosi pada masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi dan dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungan, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Perkembangan aspek sosial remaja ditandai dengan berkembangnya social cognition, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain dan sikap konformitas. Menurut Piaget (dalam Yusuf, 2004), perkembangan aspek kognitif masa remaja sudah mencapai taraf operasi formal, sehingga aktivitas siswa SMA merupakan hasil berpikir logis. Ali (Honey, 2007) juga berpendapat bahwa aspek perasaan dan moral remaja telah berkembang, sehingga dapat mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Implikasinya adalah siswa SMA dianggap telah memiliki tanggung jawab di bidang penyelesaian tugas-tugas akademik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah, jumlah populasi siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi adalah sebanyak 1126 orang yang dikelompokkan menjadi tiga kategori menurut tingkat kelasnya. Pengelompokan ini didasarkan pada pertimbangan mengenai perbedaan karakteristik serta tingkat kesulitan materi pelajaran yang diperoleh, yang dalam hal ini akan dapat berpengaruh terhadap iklim lingkungan siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Goleman (2002) bahwa lingkungan dimana seseorang berada dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan emosinya, yang berarti juga berpengaruh terhadap kecerdasan emosi serta perilaku yang dimilikinya. Pengelompokan tersebut memiliki rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1
Populasi Subyek Penelitian (Siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi)
Kategori Berdasarkan
Tingkat Kelas Kelas X Kelas XI Kelas XII
Jumlah Keseluruhan Jumlah Populasi 422 352 352 1126 b. Sampel
(30)
54
representatif yang artinya sampel tersebut mewakili populasi (Sukandarrumidi, 2004: 56). Metode pengambilan sampel yang dipakai pada penelitian ini adalah menggunakan teknik stratified random sampling. Alasan penulis menggunakan random sampling ini, karena menurut Hadi (2000: 223), teknik ini dapat memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Selain hal tersebut, Hadi (2000: 223) mengatakan suatu cara disebut random apabila peneliti tidak memilih-milih individu yang akan ditugaskan untuk menjadi sampel penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan stratified adalah sampel ditarik dengan cara memisahkan elemen-elemen populasi dalam kelompok-kelompok yang tidak overlapping yang disebut stratum, dan kemudian memilih sebuah sampel secara random dari tiap stratum.
Selanjutnya dalam menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus Slovin (Umar, 2008: 65) sebagai berikut:
Keterangan:
= Ukuran sampel = Ukuran populasi
= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan (peneliti menggunakan 5%) Berdasarkan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel sebanyak 295 orang dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
Hasil perhitungan sampel keseluruhan di atas kemudian didistribusikan ke dalam rumus dari stratified random sampling, yaitu:
Keterangan:
= Sampel tiap stratum = Populasi tiap stratum
= Total populasi = Total sampel
(31)
55
1) Sampel Kelas X
2) Sampel Kelas XI
3) Sampel Kelas XII
Tabel 3.2 Distribusi Sampling
Tingkat Kelas Kelas X Kelas XI Kelas XII Jumlah Keseluruhan
Populasi 422 352 352 1126
Sampel 111 92 92 295
B. Desain Penelitian
Penelitian ini akan mengkaji hubungan antara kecerdasan emosional dengan prokrastinasi akademik, sehingga desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian studi korelasi. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam.
Metode deskriptif adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya (Best, dalam Suryabrata, 2008). Metode deskriptif juga dapat diartikan sebagai pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, proses-proses yang berlangsung, serta pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Metode deskriptif ini juga sering disebut metode non-eksperimen, karena pada penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol dan
(32)
56
mengembangkan, generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal (West, dalam Suryabrata, 2008). Di samping itu, metode ini juga bertujuan untuk memperoleh jawaban tentang permasalahan yang sedang terjadi di masa sekarang secara aktual tanpa menghiraukan kejadian pada waktu sebelum dan sesudahnya dengan cara mengolah, menganalisis, menafsirkan, dan menyimpulkan data hasil penelitian.
Sedangkan penelitian studi korelasi adalah penelitian yang mempelajari hubungan dua variabel atau lebih yang dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien korelasi. Tujuan dari adanya teknik studi korelasional ini adalah untuk mencari bukti berdasarkan hasil pengumpulan data apakah terdapat hubungan antar variabel yang diteliti, untuk menjawab pertanyaan apakah hubungan antar variabel tersebut kuat atau lemah, dan untuk memperoleh kepastian berdasarkan hitungan matematis apakah hubungan antar variabel merupakan hubungan yang signifikan atau tidak signifikan (Sudijono, 2004: 188). Penelitian ini tidak hanya menjelaskan saja, akan tetapi juga memastikan besar hubungan antar variabel. Hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah hubungan asimetris yang merupakan suatu hubungan dimana satu variabel memberikan pengaruh pada variabel lainnya.
Untuk sumber data yang dikumpulkan berasal dari data primer dengan jenis single-stimulus data. Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari lokasi penelitian melalui penyebaran kuesioner kepada responden (Hasan, 2006: 20). Sedangkan yang dimaksud dengan single-stimulus data adalah menggunakan subyek yang menjawab stimuli dalam satu kali kesempatan. Tidak ada perankingan atau perbandingan antara stimuli. Jadi, subyek menjawab satu-satu pertanyaan atau pernyataan (Ihsan, 2009).
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Definisi Operasional Kecerdasan Emosional
Secara operasional, kecerdasan emosional dalam penelitian ini merupakan serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non kognitif yang
(33)
57
mempengaruhi kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi untuk mengatasi tuntutan dari diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional ini terbagi menjadi lima komponen, yaitu (Goleman, 2002):
a. Self-awareness (kesadaran diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi untuk mengenali dan memahami emosi yang sedang dialaminya, juga mencakup kemampuan untuk memahami kualitas, intensitas, durasi, penyebab, serta efek dari emosi yang sedang dialaminya tersebut.
b. Self-control (pengendalian diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri.
c. Self-motivation (motivasi diri), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dalam memotivasi dirinya sendiri, termasuk kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan, kegigihan untuk mencapai sasaran, dorongan untuk menjadi lebih baik dan memenuhi standar keberhasilan, serta berpikir optimis.
d. Emphaty (empati), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi
untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e. Social skills (keterampilan sosial), yaitu kemampuan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kemampuan membaca reaksi dan perasaan orang lain, mampu memimpin dan mengorganisasi, serta mampu menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia.
2. Definisi Operasional Prokrastinasi Akademik
Secara operasional, prokrastinasi akademik dalam penelitian ini merupakan kecenderungan siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi dalam merespon tugas yang dihadapi dengan mengulur-ulur waktu untuk memulai maupun
(34)
58
prokrastinasi dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dari ciri-ciri berikut:
a. Penundaan untuk memulai atau menyelesaikan tugas yang diterima b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
c. Kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan
D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa alat ukur berbentuk kuesioner yang memanfaatkan skala Likert. Kuesioner merupakan pertanyaan atau pernyataan tertulis yang biasa digunakan untuk mengumpulkan informasi dari responden tentang dirinya atau hal-hal lain yang diketahui (Sukidin dan Mundir, 2005: 216). Kuesioner dipilih karena sifatnya yang efisien, dimana kuesioner dapat diberikan pada banyak partisipan dalam waktu yang singkat (Kerlinger dan Lee, 2000). Skala Likert disini digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi responden terkait dengan informasi yang diketahui (Riduwan, 2008: 12).
Dalam skala Likert, orang diberi daftar pernyataan mengenai satu topik dan diperintahkan untuk menjawab setiap pernyataan dengan ukuran sejauhmana tingkat kesetujuan mereka. Jadi, model skala ini menggunakan tipe stimuli tunggal dan tipe jawaban tunggal (Ihsan, 2009: 40). Dalam menentukan alternatif jawaban yang disediakan, penulis kuesioner yang menggunakan skala Likert harus memutuskan apakah memasukkan titik tengah atau tidak sesuai dengan pernyataan yang diberikan kepada responden (Brace, 2004). Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk tidak memasukkan titik tengah atau jawaban netral dalam alternatif jawaban yang disediakan. Peneliti hanya menyediakan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Peniadaan titik tengah ini didasari oleh pernyataan dari Kalton dan Schuman (1982) yang menyatakan bahwa penyediaan alternatif respon tengah dapat meningkatkan proporsi responden yang menyatakan pandangan netral secara substansial dan kecenderungan ini bahkan mungkin meningkat ketika pernyataan atau pertanyaan mengandung isu‐isu sensitif dari tema yang dibahas.
(35)
59
Menurut Garland (1991), penggunaan skala tanpa kategori tengah juga lebih mampu mereduksi kepatutan sosial (social desirability) dibanding dengan yang menggunakan kategori tengah.
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang terdiri dari dua bagian, yaitu kuesioner kecerdasan emosional dan kuesioner prokrastinasi akademik. Berikut penjelasan mengenai kedua kuesioner tersebut.
1. Kuesioner Kecerdasan Emosional
Kuesioner ini terdiri dari 83 item yang berkaitan dengan kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Kuesioner ini diadopsi dan dimodifikasi dari alat ukur kecerdasan emosional yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Lanawati (1999) dalam tesisnya, yaitu Emotional Intelligence Quotient Inventory (EII) atau Inventori Kecerdasan Emosi (IKE). Modifikasi kuesioner ini disesuaikan dengan kondisi setempat dan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh responden yang merupakan siswa SMA.
Inventori Kecerdasan Emosi (IKE) terbagi ke dalam lima dimensi model kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Goleman. Dalam penyusunan IKE terdapat beberapa tahap yang dilakukan oleh Lanawati. Tahap pertama adalah adaptasi butir-butir EQ-I serta TMMS ke dalam bahasa Indonesia, lalu menambahkan sendiri beberapa item (Lanawati, 1999). Tahap kedua adalah melakukan face validity terhadap tiga orang narasumber untuk mengkonsultasikan hasil terjemahan.
Tahap berikutnya adalah melakukan uji reliabilitas dan validitas alat ukur. Uji reliabilitas dilakukan dengan mencari koefisien alpha. Hasil penghitungan koefisien alpha pada 895 subyek adalah sebesar 0,9308 (Lanawati, 1999). Menurut Aiken (2000), koefisien alpha yang memadai adalah lebih besar dari 0,6. Dengan demikian, nilai koefisien alpha yang dimiliki IKE menunjukkan bahwa alat tersebut telah reliabel dan memadai untuk digunakan. Sedangkan untuk proses validasi dilakukan dengan menggunakan construct validity dengan analisa faktorial melalui metode rotasi varimaks. Dari perhitungan analisa faktorial
(36)
60
Pengisian kuesioner ini menggunakan skala Likert empat angka yang diwakili oleh pernyataan Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Subyek akan diminta untuk memilih salah satu dari pernyataan tersebut yang dianggap sesuai dengan perasaan, pikiran, maupun perilakunya. Skala ini juga terdiri dari item favorable dan unfavorable. Selain itu, dalam upaya mengurangi kecenderungan responden terhadap alternatif jawaban yang sama (response set), maka item-item pernyataan yang mengukur dimensi yang sama diletakkan secara acak.
Lebih lanjut, mengenai teknik skoring yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menjumlahkan total skor dari jawaban-jawaban responden. Adapun teknis penjumlahannya adalah sebagai berikut:
1) Untuk pernyataan favorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin besar skor yang didapatnya, yaitu 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban S (Sesuai), dan 4 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).
2) Untuk pernyataan unfavorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin kecil skor yang didapatnya, yaitu 4 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban S (Sesuai), dan 1 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).
3) Skor total dari kuesioner kecerdasan emosional ini memiliki rentang 83-332 yang mengartikan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh responden, maka semakin tinggi pula kecerdasan emosionalnya. Begitupun sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden, maka semakin rendah pula kecerdasan emosionalnya.
Tabel 3.3
Pola Skoring Kuesioner Kecerdasan Emosional
Alternatif Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
TS (Tidak Sesuai) 2 3
S (Sesuai) 3 2
(37)
61
2. Kuesioner Prokrastinasi Akademik
Kuesioner prokrastinasi akademik ini berisi 44 item pernyataan dengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,943. Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat prokrastinasi akademik pada siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi yang termanifestasikan dalam dimensi tertentu yang dapat diukur. Dimensi tersebut terbagi menjadi empat, yaitu penundaan untuk memulai atau menyelesaikan tugas yang diterima, keterlambatan dalam mengerjakan tugas, kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual, dan melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan. Pembuatan kuesioner ini mengacu pada teori prokrastinasi akademik dari Ferrari et al. (1998). Pengisian kuesioner ini sama dengan cara pengisian pada kuesioner sebelumnya (kuesioner kecerdasan emosional), yaitu dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disediakan yang dianggap sesuai dengan perasaan, pikiran, maupun perilaku subyek. Alternatif jawaban tersebut terdiri dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Sesuai (S), dan Sangat Setuju (SS). Skala ini juga terdiri dari item favorable dan unfavorable. Item-item pernyataan yang mengukur dimensi yang sama pun diletakkan secara acak untuk mengurangi kecenderungan responden terhadap alternatif jawaban yang sama (response set).
Teknik skoring kuesioner ini juga sama dengan teknik skoring pada kuesioner kecerdasan emosional, yaitu dengan menjumlahkan total skor dari jawaban-jawaban responden. Berikut teknis penjumlahannya:
1) Untuk pernyataan favorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin besar skor yang didapatnya, yaitu 1 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban S (Sesuai), dan 4 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).
2) Untuk pernyataan unfavorable, semakin sesuai respon subyek, maka semakin kecil skor yang didapatnya, yaitu 4 untuk jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai), 3 untuk jawaban TS (Tidak Sesuai), 2 untuk jawaban S (Sesuai), dan 1 untuk jawaban SS (Sangat Sesuai).
(38)
62
responden, maka semakin tinggi pula tingkat prokrastinasi akademiknya dan semakin rendah skor yang diperoleh responden, maka semakin rendah pula tingkat prokrastinasi akademiknya.
Table 3.4
Pola Skoring Kuesioner Prokrastinasi Akademik
Alternatif Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
STS (Sangat Tidak Sesuai) 1 4
TS (Tidak Sesuai) 2 3
S (Sesuai) 3 2
SS (Sangat Sesuai) 4 1
E. Proses Pengembangan Instrumen
Berikut langkah-langkah dalam mengembangkan instrumen penelitian:
1. Uji Validitas Isi (Content Validity)
Peneliti menggunakan content validity (validitas isi) untuk melihat apakah isi atau bahan yang diuji atau dites relevan dengan kemampuan, pengetahuan, pelajaran, pengalaman, serta latar belakang orang yang ingin diuji (Nasution, 2006). Validitas isi juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antata konten instrumen dengan landasan teoritis serta kesesuaian bahasa baku dalam item pernyataan. Validitas isi ini ditentukan melalui pendapat profesional (professional judgement) atau expert judgement dengan proses telaah soal. Analisis yang dilakukan adalah analisis logis untuk menetapkan apakah soal-soal yang telah dikembangkan memang mengukur (representative) apa yang dimaksud untuk diukur, serta untuk mengetahui item pernyataan mana saja yang dapat dipakai, yang harus diperbaiki dan yang tidak dapat digunakan dalam penelitian. Expert judgement ini diajukan terhadap dua orang dosen yang merupakan ahli dalam bidang psikologi.
2. Uji Coba Instrumen
Sebelum digunakan, peneliti melakukan uji face validity atau uji coba terhadap kedua alat ukur tersebut untuk mengetahui apakah bentuk item kuesioner sudah dapat dimengerti dan memudahkan subyek untuk menanggapi pernyataan, serta untuk melihat kelayakan kuesioner-kuesioner tersebut untuk dipergunakan
(39)
63
penelitian dapat dilihat dari nilai validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut (Anastasi dan Urbina, 1997). Anastasi dan Urbina (1997) menyebutkan bahwa face validity dilakukan untuk menguji apakah tes terlihat mengukur apa yang hendak diukur. Face validity ini penting untuk memotivasi responden dalam mengerjakan tes, karena tes dianggap relevan dengan keadaan mereka (Kaplan dan Sacuzzo, 2005). Kedua kuesioner tersebut diujicobakan kepada 62 responden yang juga merupakan siswa SMA seperti subyek penelitian, sehingga memiliki kesesuaian dengan subyek yang akan diteliti.
3. Uji Validitas Item
Suatu alat ukur dikatakan valid, jika alat tersebut mengukur apa yang harus diukur oleh alat tersebut (Nasution, 2006). Uji validitas yang digunakan adalah dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing butir pernyataan dengan total skor setiap konstruknya (Ghozali, 2001). Untuk menentukan layak atau tidaknya item pernyataan dalam kuesiner, dilihat dari corrected item-total correlation item tersebut. Corrected item-total correlation adalah korelasi antara skor item dengan skor total dari sisa item yang lainnya, jadi sekor item yang dikorelasikan tidak termasuk di dalam sekor total (Ihsan, 2009: 68). Item yang dipilih menjadi item final adalah item yang memiliki korelasi item-total sama dengan atau lebih besar dari 0,30. Pengukuran validitas ini menggunakan bantuan software Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 18.
a. Uji Validitas Item Instrumen Kecerdasan Emosional
Berdasarkan hasil analisis item dari kuesioner kecerdasan emosional, terdapat 20 item pernyataan yang tidak valid dan 63 item pernyataan yang valid. Namun setelah dilakukan uji validitas ulang, ditemukan 5 item lagi yang tidak layak atau tidak valid.
b. Uji Validitas Item Instrumen Prokrastinasi Akademik
Setelah dilakukan perhitungan validitas pada kuesioner prokrastinasi akademik, didapat 3 item soal yang tidak valid dan 41 item soal yang valid.
(40)
64
4. Reliabilitas Instrumen
Ide pokok dari reliabilitas tes adalah sejauh mana hasil suatu tes itu dapat dipercaya. Sebuah pengukuran itu reliabel jika skor yang diperoleh seseorang dari tes yang sama dengan hasil yang sama (Ihsan, 2009: 102). Satu hal yang paling penting dalam pengujian reliabilitas adalah penentuan nilai koefisien reliabilitas. Aiken (2000) mengatakan bahwa untuk penelitian sosial, koefisien reliabilitas 0,6 bisa diterima. Sebagaimana dikemukakan oleh Nunnally dan Bernstein (1994), yang menyatakan bahwa sebuah alat ukur yang baik harus memiliki koefisien reliabilitas sebesar minimum 0,6. Prosedur estimasi reliabilitas dan cara perhitungan koefisien yang digunakan dalam pengembangan skala psikologi dalam penelitian ini adalah komputasi reliabilitas dengan pendekatan Cronbach's Alpha yang dibantu software SPSS versi 18. Kelebihan Cronbach's Alpha daripada teknik estimasi lain adalah dapat digunakan untuk data dikotomi atau multikotomi. Adapun rumus dari Cronbach's Alpha ini adalah:
[ ] [ ∑ ]
Keterangan:
= Koefisien reliabilitas
= Banyaknya bagian (potongan tes)
= Varians tes bagian yang panjangnya tidak ditentukan
= Varians skor total (perolehan)
Kriteria reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada kriteria yang dirumuskan oleh Guilford (Subino, 1987), yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.5 Kriteria Reliabilitas
Derajat Reliabilitas Interpretasi
0,90 ≤ α≤ 1,00 Sangat tinggi
0,70 ≤ α≤ 0,90 Tinggi
0,40 ≤ α≤ 0,70 Sedang
0,20 ≤ α ≤ 0,40 Rendah
α ≤ 0,20 Sangat rendah
a. Reliabilitas Instrumen Kecerdasan Emosional
Berdasarkan perhitungan reliabilitas Cronbach's Alpha, diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,941, ini mengindikasikan bahwa instrumen yang tersebut di atas termasuk ke dalam kategori reliabilitas yang sangat tinggi.
(41)
65
Tabel 3.6
Reliability Statistics Kuesioner Kecerdasan Emosional Cronbach's Alpha N of Items
.941 58
b. Reliabilitas Instrumen Prokrastinasi Akademik
Perhitungan terhadap kuesioner prokrastinasi akademik menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,944 yang mengindikasikan bahwa instrumen yang tersebut di atas termasuk ke dalam kategori reliabilitas yang sangat tinggi.
Tabel 3.7
Reliability Statistics Kuesioner Prokrastinasi Akademik Cronbach's Alpha N of Items
.944 41
5. Kategorisasi Skala
Mengenai kategorisasi skala terhadap kedua kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kuesioner kecerdasan emosional dengan kuesioner prokrastinasi akademik digunakan rumus berikut (Ihsan, 2009: 77):
Tabel 3.8
Rumusan Tiga Kategori Skala
Kategori Rentang
Tinggi Sedang Rendah Keterangan:
= Skor T subyek = Rata-rata baku = Deviasi standar baku
a. Skala Kecerdasan Emosional
Berdasarkan perhitungan terhadap skor kuesioner kecerdasan emosional, diperoleh nilai mean ( ) dan standard deviation ( ) sebagai berikut:
Tabel 3.9
Descriptive Statistics Kecerdasan Emosional
(42)
66
Tabel 3.10
Descriptive Statistics Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Self-awareness (kesadaran diri) 295 10.00 27.00 18.6136 2.55946
Self-control (pengendalian diri) 295 30.00 61.00 43.7525 5.05915
Self-motivation (motivasi diri) 295 22.00 47.00 35.0136 3.88699
Emphaty (empati) 295 17.00 31.00 23.1220 2.34999
Social skills (keterampilan sosial) 295 28.00 55.00 42.4305 4.28108
Valid N (listwise) 295
Berdasarkan mean dan standard deviation tersebut, diperoleh kategori skala kecerdasan emosional yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 3.11
Kategori Skala Kecerdasan Emosional
Kategori Rentang
Tinggi
Sedang
Rendah
Tabel 3.12
Kategori Skala Tiap Dimensi Kecerdasan Emosional
Katego ri
Rentang Tiap Dimensi
Self-awareness (kesadaran diri) Self-control (pengendalian diri) Self-motivation (motivasi diri) Emphaty (empati) Social skills (keterampilan sosial) Tinggi Sedang Rendah
b. Skala Prokrastinasi Akademik
Berdasarkan perhitungan terhadap skor kuesioner prokrastinasi akademik, diperoleh nilai mean ( ) dan standard deviation ( ) sebagai berikut:
Tabel 3.13
Descriptive Statistics Prokrastinasi Akademik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Prokrastinasi Akademik 295 44.00 143.00 92.6271 14.64558
Valid N (listwise) 295
Tabel 3.14
Descriptive Statistics Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Penundaan untuk memulai atau
menyelesaikan tugas
295 13.00 44.00 29.8068 5.04065
Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
295 9.00 34.00 19.9390 3.57852
Kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual
295 8.00 25.00 18.3017 2.96473
Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan
295 11.00 40.00 24.5797 4.85290
(43)
67
Berdasarkan mean dan standard deviation tersebut, diperoleh kategori skala kecerdasan emosional yang akan dijadikan acuan dalam penelitian ini, yaitu:
Tabel 3.15
Kategori Skala Prokrastinasi Akademik Kategori Rentang
Tinggi
Sedang
Rendah
Tabel 3.16
Kategori Skala Tiap Dimensi Prokrastinasi Akademik
Kategori
Rentang Tiap Dimensi Penundaan untuk memulai atau menyelesaikan tugas Keterlambatan dalam mengerjakan tugas Kesenjangan waktu antara rencana dengan kinerja aktual Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan Tinggi Sedang Rendah
F. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode skala, yaitu suatu metode pengambilan data dimana data-data yang diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui pernyataan atau pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden mengenai suatu hal yang disajikan dalam bentuk suatu daftar pertanyaan (Koentjaraningrat, 1994 : 173). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala kecerdasan emosional dan skala prokrastinasi akademik. Dalam penelitian yang berjudul “Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prokrastinasi Akademik pada Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi” ini, yang menjadi variabel independen (variabel X) adalah kecerdasan emosional siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi, sedangkan variabel dependennya (variabel Y) adalah prokrastinasi akademik siswa SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Adapun teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
1. Penelitian lapangan, yaitu dengan menyebarkan kuesioner di lokasi penelitian guna mendapatkan data primer.
(44)
68
G. Teknik Analisis Data
Guna mencapai tingkat objektivitas tinggi, penelitian ilmiah mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan dan analisis data yang akurat dan terpercaya. Pada penelitian kuantitatif, hasil penelitian hanya akan dapat diinterpretasikan dengan tepat bila kesimpulannya didasarkan pada data yang diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang selain tinggi validitas dan reliabilitasnya, juga objektif. Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul (Sugiyono, 2009: 147).
Adapun teknik analisis data yang digunakan pada penelitian termasuk dalam kategori metode statistik deskriptif, yaitu statistik yang berkenaan dengan metode atau cara mendeskripsikan, menggambarkan, menjabarkan, atau menguraikan data. Statistik deskriptif mengacu pada bagaimana menata atau mengorganisasi data, menyajikan, dan menganalisis data. Analisis data ini dibantu oleh program SPSS versi 18.
Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pertama dan kedua, digunakan metode analisis deskriptif persentase. Langkah awal dalam analisis data ini adalah mendata semua jenis jawaban responden. Setelah semua jawaban terkumpul, maka dilakukan klasifikasi berdasarkan kategori terhadap jawaban tersebut. Data yang sudah diklasifikasi kemudian diproses untuk memperoleh hasil berupa persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase jawaban yang diberikan responden adalah sebagai berikut (Sudjana, 1996):
Keterangan:
= Persentase
= Frekuensi jawaban = Jumlah responden
Adapun metode penafsiran data persentase yang digunakan adalah dua angka di belakang koma (Supardi, dalam Prahatmaja, 2004: 84) sebagai berikut:
0,00% = Tidak ada 0,01% - 24,99% = Sebagian kecil 25% - 49,99% = Hampir setengah
(1)
Goleman, D. (2002). Working with Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosi
untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan: Widodo, A. T. K. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2003). Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Goleman, D. (2007). Kecerdasan Emosional: Mengapa EI Lebih Penting
daripada IQ. Terjemahan: Hermaya, T. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gottman, J. (1997). Raising An Emotionally Intelligent Child. [Online]. Tersedia: http://www.newhorizon.org/strategies/emotional.front_emotional.htm. [27 Oktober 2013].
Gottman, J. dan DeClaire, J. (2003). Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki
Kecerdasan Emosional. Terjemahan: Hermaya, T. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Gufron. M. N. (2003). Hubungan Kontrol Diri dan Persepsi Remaja terhadap
Penerapan Disiplin Orang Tua dengan Prokrastinasi Akademik. [Online].
Tersedia: http://www.damandiri.or.id/file/mnurgufronugmbab1.pdf. [27 Oktober 2012].
Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Hamptom, A. E. (2005). "Locus Of Control and Procrastination". [Online]. Tersedia: www.capital.edu.com/68/Arts-and-Sciences/23608/. [23 Oktober 2012].
Hasan, M. I. (2006). Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: Bumi Aksara.
Harriott, J. dan Ferrari, J. R. (1996). “Prevelance of Procrastination among Samples of Adults”. Psychological Reports. 78, 611-616.
Hayyinah. (2004). “Religiusitas dan Prokrastinasi akademik Mahasiswa”. Jurnal Psikologika. 17.
Honey, I. D. (2007). Program Bimbingan Belajar untuk Mengurangi Perilaku
Prokrastinasi Akademik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Skripsi pada
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Ihsan, H. (2009). Metode Skala Psikologi. Bandung: Tidak diterbitkan.
Jerry, N. dan Newcombe, K. (2005). Saya akan Melakukannya.... Besok!. Jakarta: Metanoia.
(2)
Kaplan, R. M. dan Sacuzzo, D. P. (2005). Psychological Testing: Principles,
Application and Issues. New Jarsey: College Publishing Co.
Kartadinata, I., dan Tjunding, S. (2008). “I Love Tomorrow: Prokrastinasi Akademik dan Manajemen Waktu”. Anima, Indonesian Psychological Journal. 23, (2), 109-119.
Kerlinger, F. N. dan Lee, H. B. (2000). Foundation of Behavioral Research
(Fourth Edition). USA: Holt, Reinnar & Winston, Inc.
Koentjaraningrat. (1994). Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lanawati, S. (1999). Hubungan antara Emotional Intelligence (EI) dan Inteligensi
(IQ) dengan Prestasi Belajar Siswa SMU Methodist di Jakarta. Tesis pada
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Depok: Tidak diterbitkan.
Lay, C. H. (1986). “At Last, My Research Article on Procrastination”. Journal of Research in Personality. 20, 474-495.
Lazarus, R. S. (1969). Personality And Adjusment. Englewood Cliffs: Pretince Hall.
Lee, E. (2005). “The Relationship of Motivation and Flow Experience to Academic Procrastination in University Student”. Journal of Genetic Psychology. 166, (1), 5-14.
Letham, S. J. (2007). [Online]. Tersedia:
http://www.theprocrastinationproblem.successconciousness:guestarticlepr ocrastination. [19 Maret 2013].
Mayer, J. D. dan Salovey, P. (1997). What is Emotional Intelligence?. Dalam P. Salovey dan D. J. Sluyter (Editors). Emotional Development and
Emotional Intelligence: Implications for Educations. (3-31). New York:
Basic Books.
Mayer, J. D. (2001). A Field Guide to Emotional Intelligence. Dalam J. Ciarrochi, J. P. Forgas dan J. D. Mayer (Editors). Emotional Intelligence in Everyday
Life: A Scientific Inquiry. 3-24. Philadelphia: Taylor and Francis Group.
Mayer, J. D., Salovey, P. dan Caruso, D. R. (2002). Mayer-Salovey-Caruso
Emotional Intelligence Test (MSCEIT) User’s Manual. North Tonawanda,
New York: Multi-Health Systems Inc.
McConnell, J. D. (1991). “The Patophysiology of Benign Prostatic Hyperplasia”.
Division of Urology, The University of Texas Southwestern Medical Center. Texas: Dallas.
(3)
Midgley, C., Urdan, A. R. dan Timothy, C. (1996). “If I Don’t Do Well Tomorrow, There’s A Reason: Predictors of Adolescent’s Use of Self Handicapping Strategies”. Journal of Educational Psychology. 88, (3),
423-434.
Milgram, N. (1991). Procrastination: Encyclopedy of Human Biology. New York: Academic Press.
Milgram, N. dan Tenne, R. (2000). “Personality Correlates of Decisional and Task Avoidant Procrastination”. European Journal of Personality. 14, 141-156. Muhid, A. (2009). “Hubungan Antara Self-Control dan Self-Efficacy dengan
Kecenderungan Perilaku Prokrastinasi Akademik Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya”. Jurnal Ilmu Dakwah. 18, (1). 113-119.
Mu’tadin, Z. (2002). Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja. [Online].
Tersedia: http://www.e-psikologi.com/remaja/250402.htm. [29 Maret 2013].
Nasution, S. (2006). Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta: Bumi Aksara. Nunnally, J. C. dan Bernstein, I. H. (1994). Psychometric Theory (Third Edition).
New York: McGraw Hill.
Onwuegbuzie, A. J. dan Jiao, Q. G. (2000). “I’ll Go To The Library Later: The Relationship Between Academic Procrastination and Library Anxiety”.
College and Research Libraries. 61, (1), 45-54.
Ormrod, J. E. (2003). Educational Psychology: Developing Learners (Fourth
Edition). New Jarsey: Merill Prentice Hall, Inc.
O’Sullivan. (2005). Emotional Intelligence and Deception Detection: Why Most
People Can’t “Read” Others, But a Few Can. Dalam R. E. Riggio dan R.
S. Feldman. Application of Nonverbal Communication: The Clairmont
Symposium on Applied Social Psychology. 215-253. New Jarsey:
Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.
Patton, P. (1998). Emotional Intelligence. Terjemahan: Dahlan, Z. Jakarta: Pustaka Delaprasta.
Peterson, K. (2002). The Tomorrow Trap: Unlocking The Secrets of The
Procrastination-Protection Syndrome. Florida: Health Communications
Inc.
Plutchik, R. (1994). The Psychology and Biology of Emotion (First Edition). New York: Harper Collins College Publishers, Inc.
(4)
Putrawan, I. M. (1990). Pengujian Hipotesis dalam Penelitian Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Pychyl, T.A., et al. (2000). “Five Days of Emotion: An Experience Sampling Study of Undergraduate Student Procrastination”. Journal of Social Behavior and Personality. 15, (5), 239-254.
Relawu, R. S. (2007). Hubungan antara Religiusitas dengan Kecerdasan Emosi
pada Remaja Beragama Islam. Skripsi pada Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia Depok: Tidak diterbitkan.
Rianingtias, L. P. R. (2008). Profil Perilaku Prokrastinasi Akademik Siswa
Sekolah Dasar. Skripsi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Riduwan. (2008). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Rizvi, A., Prawitasari, J. E. dan Soetjipto, H. P. (1997). “Pusat Kendali dan Efikasi Diri sebagai Prediktor Prokrastinasi Akademik Mahasiwa”. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi, UGM Yogyakarta.
Roestiah, S. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Rose, C., dan Nicholl, M. J. (2002). Cara Belajar Cepat Abad XXI. Terjemahan: Ahimsa, D. Bandung: Nuansa.
Rothblum, E. D., Solomon, L. J. dan Murakami, J. (1986). “Affective, Cognitive and Behavioral Differences between High and Low Procrastinators.
Journal of Counseling Psychology. 33, 387-394.
Rudiana, D. (2006). Karakteristik Kesulitan Belajar Siswa Sekolah Menengah
Atas. Skripsi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung: Tidak diterbitkan.
Rumiani. (2006). “Prokrastinasi Akademik Ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan Stres Mahasiswa”. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. Semarang. 3, (2), 37-48.
Rusmaladi. (1999). Gambaran Perilaku Menunda Menyelesaikan Skripsi pada
Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Indonesia. Skripsi pada Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia Depok: Tidak diterbitkan.
Salovey, P. dan Mayer, J. (1990). Emotional Intelligence: Imagination, Cognition
and Personality. 9, 186-211.
Salovey, P. dan Sluyter, D. J. (1997). Emotional Development and Emotional
(5)
Shapiro, L. E. (2001). Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Terjemahan: Kantjono, A. T. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Solihat, I. K. (2010). Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan
Prokrastinasi Akademik. [Online]. Tersedia:
http://etd.eprints.ums.ac.id/6240/1/F100040169.pdf. [19 November 2012]. Solomon, L. J. dan Rothblum, E. D. (1984). “Academic Procrastination:
Frequency and Cognitive Correlates”. Journal of Counseling Psychology.
31, (4), 504-510.
Steel, P. (2007). “The Nature of Procrastination: A Meta-Analytic and Theoretical Review of Quintessential Self-Regulatory Failure”. Journal of Calgary University. 12, (8), 117-121.
Subino. (1987). Konstruksi dan Analisis Tes: Suatu Pengantar kepada Teori Tes
dan Pengukuran. Jakarta: Depdikbud Dikti P2LPTK.
Sudijono, A. (2004). Pengantar Statistik Pendidikan. Surabaya: Raja Grafindo Persada.
Sudjana. (1996). Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. (2002). Statistika untuk Penelitian. Bandung: AlfaBeta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: AlfaBeta.
Sukandarrumidi. (2004). Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti
Pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sukidin dan Mundir. (2005). Metodologi Penelitian. Surabaya: Insan Cendekia. Suryabrata, S. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Szalavitz, M. (2003). “Tapping Potential: Stand and Deliver”. Psychology Today.
50-54.
Tice, D. dan Baumister, R. (1997). “Longitudinal Study of Procrastination, Performance, Stress, and Health: The Costs and Benefits of Dawdling”.
Psychological Science. 8, (6), 454-458.
Tjiong, L. A. (2000). Relationship Between Emotional Intelligence, Hardiness
and Job Stress in Registered Nurse. Disertasi pada Universitas Saratosa:
Tidak diterbitkan.
Tondok, Ristyadi dan Kartika.(2008). “Prokrastinasi Akademik dan Niat Membeli Skripsi”. Anima, Indonesian Psychological Journal. 24, (1), 76-87.
(6)
Tridhonanto, A. (2009). Melejitkan Kecerdasan Emosional (EQ) Buah Hati. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Tuckman, B. W. (1991). “The Development and Concurrent Validity of The Procrastination Scale”. Educational and Psychological Measurement. 51,
473-480.
Umar, H. (2008). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.
Widhiarso, W. (2001). SPSS untuk Psikologi. Yogyakarta: Tidak diterbitkan. Winarsunu, T. (2004). Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan.
Malang: UMM.
Woolfolk, A. E. (1995). Educational Psychology (Sixth Edition). Needham Heights: Allyn and Bacon.
Wyk, L. V. (2004). The Relationship between Procrastination and Stress in The
Life of The High School Teacher. Thesis Faculty of Economic and
Management Sciences at University of Pretoria: Tidak diterbitkan.
Yulistia. (2003). Hubungan Antara Karakteristik Kepribadian dan Kecenderungan Prokrastinasi Akademik. Skripsi pada Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia Depok: Tidak diterbitkan.
Yusuf, S. (2004). Psikologi Perkembagan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.