Penerapan Hermeneutika Hukum di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

PENERAPAN HERMENEUTIKA HUKUM DI PENGADILAN AGAMA
DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
(Studi Analisis Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :
SAFIRA MAHARANI
NIM. 1111044100045

KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M

ABSTRAK

Safira Maharani. NIM 1111044100045. Penerapan Hermeneutika
Hukum Di Pengadilan Agama Dalam Penyelesaian Sengketa (Studi Analisis
Putusan Pengadilan Agama Bekasi Tentang Harta Bersama). Konsentrasi
Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M. xii
+ 102 halaman + 61 lampiran.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum dalam menerapkan
hermeneutika hukum pada putusan perkara harta bersama, serta mengetahui
apakah yang menjadi alasan hakim dalam memutus perkara harta bersama tanpa
merujuk pada Kompilasi Hukum Islam.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada
kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan pengadilan tersebut.
Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pedekatan empiris yang mana
pengetahuan didasarkan atas berbagai fakta yang diperoleh dari hasil penelitian
dan observasi. Sumber data diperoleh melalui studi kepustakaan yang didukung
dengan wawancara kepada hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur. Adapun
pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik
kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan
yang kongkret yang dihadapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Majelis Hakim dalam memutus

perkara harta bersama telah menerapkan teori hermenutika hukum sebagai salah
satu alternatif dalam pertimbangan hukumnya, hal ini didukung dengan hakim
sebagai penafsir harus dapat memahami tiga trilogy pemahaman hermeneutika
hukum yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. Oleh karena itu ketika hakim
melihat dan memahami perkara tersebut sudah tidak relevan dengan ketentuan
pada teks Undang-undang, maka dalam hal ini hakim boleh melakukan
interpretasi terhadap teks, artinya hakim tidak hanya memahami hukum secara
tekstual namun juga lebih mempertimbangkan aspek kontekstual yang bersifat
sosiologis. Dan menjunjung tinggi agar setiap putusan yang ditetapkan dapat
terpenuhinya tujuan hukum (Kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan) bagi
para pihak.

Kata Kunci

: Penerapan Hermeneutika Hukum. Penyelesaian Sengketa
Harta Bersama Perkara Nomor: 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks

Pembimbing
Daftar Pustaka


: Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.
: Tahun 1958 sampai Tahun 2012

iv

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya serta memberikan segala petunjuk dan
kemudahan kepada penulis. Sehingga atas karunia pertolongan-Nya lah penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada
Nabi Agung Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para umat-Nya.
Skripsi ini penulis persembahkan untuk motivator terbesar sepanjang
perjalanan hidup penulis, terkhusus kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs.
Ahmad Zawawi, MH. dan Ibunda Sahlah Zulfikah beserta adik-adikku terkasih
dan tercinta Muthia Rahmah dan Saiful Umam yang tiada lelah dan bosan
memberikan motivasi, bimbingan, kasih sayangnya serta do’a, begitu juga
keluangan waktu dan senyumannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
rahmat dan kasih sayang kepada mereka semua.
Dalam penulisan skripsi ini, sedikit banyaknya hambatan dan kesulitan

yang penulis hadapi, akan tetapi syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan inayahNya, kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik
langsung maupun tidak langsung segala hambatan dapat diatasi, sehingga pada
akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan demikian, sudah
sepatutnya pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidaytullah Jakarta.
vi

2. H. Kamarusdiana, S.Ag., MH., dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., selaku Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta.
3. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan dan memotivasi
selama membimbing penulis.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen terutama bapak Arip Purkon, S.HI., MA., Dr.
Mamat S. Burhanuddin, MA. Dan Ibu Dr. Hj. Azizah, MA. Yang telah
meluangkan waktu untuk berbagi ilmu pengetahuan mengenai hermeneutika
hukum. Beserta Staf pengajar pada lingkungan Program Studi Ahwal alSyakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada

penulis dari awal bangku kuliah sampai pada akhirnya penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap jajaran Staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum dan Perpustakaan Utama terutama yang telah membantu penulis
dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6. Dr. Drs. H. Chazim Maksalina, MH., selaku Wakil Ketua Pengadilan Agama
Jakarta Timur yang telah membantu dan membimbing penulis selama
melakukan wawancara. Serta Drs. Jajat Sudrajat, SH., MH., selaku hakim
Pengadilan Agama Jakarta Timur yang memutus perkara yang penulis rintis,
yang senantiasa telah memberikan waktu untuk bisa diwawancarai dan

vii

bimbingannya serta arahan, nasehat dan saran selama penulis melakukan
wawancara.
7. Kasih sayang dan kebersamaan penulis sampaikan kepada kedua sahabat
seperjuangan saudari Epi Yulianti dan Lilis Sumiyati yang senantiasa
memberikan semangat, canda dan tawanya melewati suka duka selama
dibangku perkuliahan serta kesabaran dan kesetiannya menemani dari awal
bertemu sampai pada penulis dapat menyelesaikan skripsi.

8. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis di Peradilan Agama Tahun 2011
lainnya, Andi Asyraf Rahman, Ahmad Farhan, Hendrawan, M. Nazir, M.
Saekhoni, Rahmatullah Tiflen, M. Fathin, Burhanatud Dyana, Arisa, Azizah,
Nadia NS, Kamelia Sari, Mujahidah, Triana Aprianita, Juniati Harahap, Vemi
Zauhara, Gusti Fajrina, Robi’ah yang terus memberikan motivasi dan
semangat kepada penulis.
9. Kawan-kawan seatap (kost bungong jumpo) Nailil Farohah, Yonita Syukra,
Aini Yunianingtias yang memberikan support, hiburan dan saran keilmuan
selama penulisan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat seperjuangan Double Degree Ilmu Hukum Tahun 2014 yang
sudah senantiasa menjadi tempat berbagi ilmu dan waktunya.
11. Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 dan KKN LEBAH
2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan
semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kenangan
indah penulis yang tidak dapat terlupakan bersama kalian semuanya.

viii

Tidak ada yang dapat penulis berikan atas balas jasa dan dukungannya,
hanya doa semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan

yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelsaikan skripsi ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempatan skripsi ini.
Jakarta, 25 Mei 2015

Penulis

ix

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERSETUJUAN BIMBINGAN ..................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 6
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 7
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................... 8
E. Review Studi Terdahulu .............................................................. 9
F. Metode Penelitian ..................................................................... 11
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HERMENEUTIKA HUKUM
A. Pengertian Hermeneutika Hukum .............................................. 16
B. Hermeneutika Hukum Sebagai Alternatif Metode Penemuan
Hukum ...................................................................................... 19
C. Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam ......................................... 29
D. Kedudukan Hakim .................................................................... 39

x


E. Kedudukan Mujtahid ................................................................ 44
BAB III

PENERAPAN HERMENEUTIKA HUKUM PADA PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA
A. Pendekatan Hermeneutika ......................................................... 48
B. Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Hermeneutika Hukum
Pada Putusan Pengadilan Agama .............................................. 57
1. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor:
1159/Pdt.G/2013/PA.JT ...................................................... 57
2. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor
1934/Pdt.G/2013/PAJT ........................................................ 59
C. Analisis Penulis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Dalam
Penerapan Hermeneutika Hukum .............................................. 61
1. Perkara Nomor: 1159/Pdt.G/2013/PA.JT ............................. 61
2. Perkara Nomor: 1934/Pdt.G/2013/PA.JT ............................. 65

BAB IV IMPLEMENTASI HERMENEUTIKA HUKUM PADA PUTUSAN
HARTA BERSAMA PERKARA NO. 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks

A. Penerapan Hermeneutika Hukum
1. Duduk Perkara .................................................................... 68
2. Pertimbangan Hukum ........................................................... 77
3. Amar Putusan ....................................................................... 83
B. Analisis Penulis ......................................................................... 84

xi

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 94
B. Saran ........................................................................................ 96

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 97
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2. Surat Permohonan Data Wawancara Ke PA Bekasi
3. Surat Permohonan Data Wawancara Ke PA Jakarta Timur
4. Surat Keterangan Telah Melakukan Wawancara dari PA Jak-Tim

5. Hasil Wawancara dengan Hakim PA Jak-Tim
6. Hasil Wawancara dengan Wakil Ketua PA Jak-Tim
7. Hasil Wawancara dengan Dosen dan Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum
8. Hasil Wawancara dengan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum
9. Putusan Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks
10. Dokumentasi Gambar Melakukan Wawancara

xii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberagaman permasalahan manusia yang mengikuti zaman
semakin hari semakin kontemporer, sehingga tidak mungkin tercangkup
dalam suatu peraturan perundang-undangan secara tuntas dan jelas. Karena
pada hakikatnya manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan mempunyai
kemampuan yang terbatas sehingga undang-undang yang dibuatnya
tidaklah lengkap dan tidak sempurna untuk mencakup keseluruhan
permasalahan manusia dalam kehidupannya. Untuk itu, tidak ada
peraturan perundang-undangan yang lengkap selengkap-lengkapnya atau
jelas sejelas-jelasnya.1
Ketentuan Undang-undang yang berlaku umum dan bersifat
abstrak, tidak dapat diterapkan begitu saja secara langsung pada peristiwa
konkret. Oleh karena itu, ketentuan undang-undang harus diberi arti,
dijelaskan atau ditafsirkan dan disesuaikan dengan peristiwanya untuk
diterapkan pada peristiwa itu. Peristiwa hukumnya harus dicari terlebih

1
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,
2010), h. 48

1

2

dahulu dari peristiwa konkretnya, kemudian undang-undangnya ditafsirkan
untuk dapat diterapkan.2
Setiap undang-undang bersifat statis dan tidak dapat mengikuti
perkembangan kemasyarakatan sehingga menimbulkan ruang kosong yang
perlu diisi. Tugas mengisi ruang kosong itulah, dibebankan kepada para
hakim dengan melakukan penemuan hukum melalui metode interpretasi
atau konstruksi dengan syarat bahwa dalam menjalankan tugasnya
tersebut, tidak boleh mendistorsi maksud dan jiwa undang-undang atau
tidak boleh bersikap sewenang-wenang.3 Dikarenakan dalam Undangundang tidak lengkap, maka dari itu harus dicari dan diketemukan
hukumnya dengan memberikan penjelasan, penafsiran atau melengkapi
peraturan perundang-undangannya. 4
Untuk mengatasi problematika kontemporer saat ini, yang
terkadang dalam Undang-undang diketemukan kurang relevan dengan
kondisi kekinian, maka dengan demikian muncullah beberapa alternative
metode penemuan hukum oleh hakim berupa interpretasi hukum dan
konstruksi hukum, pada prinsipnya masih relevan digunakan hakim hingga
saat ini. Akan tetapi, perlu diketahui terdapat suatu penemuan hukum yang
lain yang bisa dipergunakan hakim dalam praktik peradilan sehari-hari,
2
Sudikno Mertokusumo dan A. Pilto, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2005), h. 12
3

Andi Zainal Abidin, Asas-Asas Hukum Pidana Bagian Pertama, (Bandung: Alumni,
2006), h. 33
4

Pontang Moerad, B.M., Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan, (Bandung:
Alumni, 2006) h. 86

3

dan metode tersebut disebut dengan hermeneutika hukum sebagai
alternative metode penemuan hukum baru oleh hakim yang berdasarkan
pada interpretasi teks hukum.
Mengenai hermeneutika hukum dapat diartikan sebagai suatu
metode interpretasi teks hukum atau metode memahami sesuatu terhadap
suatu naskah normatif.5
Dahulu hermeneutika berkembang di dunia barat, dan banyak
dibicarakan dalam filsafat abad XX, hal ini berawal dari perhubungan
penafsiran kitab suci orang Yahudi dan Kristen sebelum akhirnya
berkembang menjadi sebuah kajian filsafat. Apalagi keyakinan teologis
umat Kristen mengenai Bibel, mereka menyakini bahwa Bibel mempunyai
beberapa penulis yang mendapat inspirasi dari roh kudus seperti Markus,
Yohannes,

Matius

dan

sebagainya.

Kenyataan

ini

kemudian

mempengaruhi struktur keimanan umat Kristen untuk tidak mengatakan
Bibel sebagai Kalam Tuhan, maka dari itu para teolog Kristen memerlukan
hermeneutika untuk memehami teks.
Farid Esack mengatakan bahwa adapun istilah hermeneutika yang
merupakan hal yang baru dalam tradisi keilmuan Islam, praktek
hermeneutika dapat dilihat dari maraknya kegiatan interpretasi dalam
wacana keilmuan Islam di bawah payung disiplin ilmu yang juga dikenal
dengan Ilmu Tafsir. Lain hal dengan penjelasan dari Hasan Hanafi yang
mengatakan bahwa hermeneutika tidak hanya berusaha menyelami
5

Ahmad Rifa’i, Metode Penemuan Hukum Yang Sesuai dengan Karakteristik, (Jakarta,
Sinar Grafika, 2011), h. 88

4

kandungan makna literal sebuah teks tetapi juga berusaha menggali makna
yang tersembunyi dibalik teks dengan mempertimbangkan horizon yang
melingkupi teks, pengarang dan pembaca.6
Di Indonesia praktik peradilan, untuk metode hermeneutika hukum
tidak banyak atau jarang sekali digunakan sebagai metode penemuan
hukum, hal ini disebabkan begitu dominannya metode interpretasi dan
konstruksi hukum yang sangat legalistik formal, sebagai metode penemuan
hukum yang telah mengakar cukup lama dalam system peradilan di
Indonesia. Atau dapat pula sebagian besar hakim belum familiar dengan
metode ini, sehingga jarang atau sama sekali tidak menggunakannya
dalam praktik peradilan, padahal esensi hermeneutika hukum terletak pada
pertimbangan triangle hukumnya, yaitu suatu metode menginterpretasikan
teks hukum yang tidak semata-mata melihat teksnya saja semata, tetapi
juga konteks hukum itu dilahirkan, serta bagaimanakah kontekstualisasi
atau penerapan hukumnya di masa kini dan masa mendatang. 7
Dan dari banyaknya perkara yang ditangani Pengadilan pada
kenyataannya tidak sedikit ada beberapa hakim yang sudah berani untuk
menggunakan hermeneutika hukum dalam putusannya dan salah satunya
mengenai

penerapan

harta

bersama

yang

dikolerasikan

dengan

hermeneutika hukum di dalamnya, dikarenakan dalam realita sering
6

Hasan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi, terj. Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Tim
Pustaka Firdaus, 1991), h. 1
7

Ahmad Rifa’i, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.89

5

dijumpai terjadinya percekcokan suami istri dalam rumah tangga yang
tidak sedikit berujung pada putusan perceraian di Pengadilan dan tidak
diherankan pada saat atau telah berakhirnya sebuah perkawinan yang
sering disengketakan tidak jauh dari permasalahan harta bersama yang
biasa juga dikenal dengan harta gono gini, maka dari itu ada beberapa
yang perlu terlebih dahulu diketahui yaitu dapat membedakan antara harta
bawaan dan harta bersama yang sering kali disalah mengertikan oleh
masyarakat yang awam atas hukum, harta bersama adalah harta kekayaan
yang diperoleh selama perkawinan diluar hadiah atau warisan, maksudnya
adalah harta yang didapat atas usaha mereka sendiri selama masa ikatan
perkawinan.8
Menurut Drs. Fachtur Rahman (Ilmu Mawaris :42), memberikan
definisi bahwa harta bersama (gono-gini) adalah harta milik bersama dari
suami istri yang diperoleh keduanya selama berlangsungnya perkawinan
dimana keduanya bekerja untuk kepentingan hidup berumah tangga. Dan
harta bersama dapat juga diqiyaskan sebagai syirkah karena dapat
dipahami bahwa istri juga dapat dihitung pasangan (kongsi) yang bekerja,
meskipun tidak ikut bekerja dalam pengertian yang sesungguhnya. Yang
dimaksudkan adalah pekerjaan istri seperti mengurus rumah tangga,
memasak, mencuci, mengasuh anak dan keperluan lainnya.

8

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, Cet.-3,
1998), h. 200.

6

Di berbagai daerah di tanah air sebenarnya juga dikenal istilahistilah lain yang sepadan dengan pengertian harta gono-gini (di Jawa).
Hanya, diistilahkan secara beragam dalam hukum adat yang berlaku di
masing-masing daerah. Misalnya di Aceh, harta gono-gini diistilahkan
dengan haeruta

sihareukat; di

Minangkabau

masih

dinamakan

harta suarang nan babagi; di Madura dinamakan guna ghana; di Sunda
digunakan istilah guna-kaya; di Bali disebut dengan druwe gabro; dan di
Kalimantan digunakan istilah barang perpantangan.9
Berdasarkan

uraian

pada

latar

belakang

diatas,

penulis

mendeskripsikan sebagai permasalahan yang menarik untuk dibahas lebih
meneliti agar ada kolerasi antara yang terjadi dalam lapangan ataupun
dilihat dari segi kepustakaannya, oleh karena itu penulis mengangkat ini
sebagai

sebuah

penelitian

dengan

judul

“PENERAPAN

HERMENEUTIKA HUKUM DI PENGADILAN AGAMA DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA” (Studi Analisis Putusan Pengadilan
Agama Bekasi Tentang Harta Bersama).
A. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah merupakan suatu permasalahan yang terkait
dengan judul yang sedang dibahas. Masalah-masalah yang sudah tertuang
pada subbab latar belakang diatas, maka dari itu penulis memaparkan

9

Ismail Muhammad Syah, Pencaharian Bersama Suami Istri, (Jakarta: Bulan bintang,
1965), h. 18.

7

beberapa permasalahan yang ditemukan sesuai dengan bagian latar
belakang penelitian ini, diantaranya adalah:
1. Bagaimana

konstribusi

hermeneutika

hukum

dalam

penyelesaian harta bersama akibat perceraian pada putusan di
Pengadilan Agama Bekasi?
2. Bagaimana cara penerapan hermeneutika hukum oleh hakim di
Penngadilan Agama Bekasi dalam suatu putusan perkara?
3. Apa yang menjadi acuan tinjauan yurisprudensi dalam
permasalahan perkara harta bersama?
4. Apa yang dijadikan pertimbangan bagi hakim dapat melakukan
hermeneutika hukum pada putusan yang dihadapi?
5. Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan hermeneutika hukum
sebagai alternatif metode penemuan hukum baru dalam putusan
di Penngadilan Agama Bekasi?
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam hal ini penulis akan membatasi masalah penelitian agar
masalah dalam judul proposal lebih terfokus dan spesifik, diantaranya
adalah:
a. Hermeneutika Hukum dibatasi pada penafsiran hakim
terhadap Kompilasi Hukum Islam.

8

b. Pengadilan Agama dibatasi pada kota Bekasi di Jalan Ahmad
Yani No. 10 dan Pengadilan Agama Jakarta Timur di Jalan
Raya PKP No. 24 Kelapa Dua Wetan, Ciracas.
c. Perkara Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks. dibatasi dengan
permasalahan mengenai sengketa harta bersama akibat
perceraian. Antara Trileya Noverisda Binti Rivai Risma
sebagai Penggugat dan Mochsirsyah Bin Mochtarudin sebagai
Tergugat. Dan beberapa sample putusan yang menerapkan
hermeneutika
d. Data yang di teliti dibatasi pada data tahun 2008 dan 2013.
2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana dasar hukum dalam menggunakan hermeneutika
hukum pada putusan perkara harta bersama?
2. Bagaimana alasan hakim dalam putusan perkara penyelesaian
sengketa harta bersama tanpa merujuk kepada Kompilasi
Hukum Islam ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian skripsi ini, yaitu
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dasar hukum dalam menerapkan hermeneutika
hukum pada putusan perkara harta bersama

9

2. Untuk mengetahui seperti apa alasan hakim dalam memutus
perkara harta bersama dan tidak merujuk pada Kompilasi Hukum
Islam.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kepentingankepentingan pihak-pihak, di antaranya:
1. Bagi para akademisi, agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
bahan tambahan khazanah ilmu pengetahuan.
2. Bagi masyarakat, supaya penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan baru dan terpenuhinya rasa keadilan.
3. Bagi para hakim agar lebih berani dan mau lebih melakukan
hermeneutika dalam penemuan hukum yang baru namun juga
tidak sewenang-wenang.
D. Review Studi Terdahulu
1. Skripsi Hamzah Ikat, Penyelesaian Harta Bersama Akibat
Perceraian Perspektif Hukum Islam (Studi Putusan Nomor:
393/Pdt.G/PA.Tng), prodi SAS, 2009. Skripsi ini membahas
pertimbangan Majelis hakim pada putusan ini hanya menerapkan
apa yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam sepanjang
sudah dijelaskan atau disesuaikan dengan kasus dan baru
kemudian hakim menafsirkan pasal tersebut. Perbedaannya
dalam penulisan skripsi penulis ialah penulis mengungkapkan
bagaimana penerapan suatu hermeneutika hukum di Pengadilan

10

Agama Bekasi dalam penyelesaian harta bersama akibat
perceraian pada putusan yang terkait.
2. Skripsi M. Beni Kurniawan, Pembagian Harta Bersama
Berdasarkan Konstribusi Dalam Perkawinan (Analisis Putusan
Nomor: 618/Pdt.G/2012/PA.Bkt), prodi SAS, 2014. Skripsi ini
membahas pembagian harta bersama berdasarkan konstribusi
adalah pembagian harta bersama dengan menilai besaran
konstribusi para pihak. Dalam arti jika pihak isteri mempunyai
jasa atau konstribusi yang lebih banyak dari suami maka ia
berhak mendapatkan 2/3 dari harta bersama dan pihak suami
hanya mendapat 1/3 dari harta bersama. Dan hakim dalam
putusan ini mengesampingkan ketentuan pasal 97 KHI,
perbedaannya dengan penulisan skripsi penulis adalah dalam
penulisan ini lebih menitikberatkan pada penerapan penyelesaian
sengketa harta bersama menggunakan metode penemuan hukum
baru yaitu hermeneutika hukum.
3. Skripsi Marlianta, Penyelesaian Gugatan Harta Bersama Pasca
Perceraian Di Pengadilan Jakarta Selatan, prodi SAS, 2014.
Skripsi ini membahas mengenai penyelesaian yang dilakukan
hakim dalam memeriksa gugatan harta bersama pasca perceraian
di

Pengadilan

Agama

Jakarta

Selatan

dan

dalam

pertimbangannya hakim tetap menyesuaikan dengan peraturan
yang termuat yaitu Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, yaitu

11

membagi sama rata harta bersama antara bekas suami dan istri
selama masa perkawinan. Sedangkan berbeda halnya dalam
penulisan penulis yaitu membahas tindakan hakim dalam berani
menerapkan suatu putusan menggunakan terobosan hermeneutika
hukum tanpa merujuk KHI, dan ini digunakan sebagian hakim
untuk mengesampingkan ketetapan Undang-undang yang telah
ada.
E. Metode Penelitian
Penelitian dapat berhasil dengan baik atau tidak tergantung dari
data yang diperoleh, juga didukung oleh proses pengolahan yang
dilakukan terhadap permasalahan. Metode penelitian dianggap paling
penting dalam menilai kualitas hasil penelitian. Hal ini wajib harus ada
dan tidak dapat dipisahkan lagi dari apa yang dinamakan keabsahan
penelitian. Maka dari itu dipergunakan untuk membuat terang suatu
penelitian secara lengkap.
Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang
dilakukan dengan memakai pendekatan empiris yang mana
pengetahuan didasarkan atas berbagai fakta yang diperoleh
dari hasil penelitian dan observasi.10
10

Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta, 2010), h.19

12

2. Jenis Penelitian
Dalam jenis penelitian ini secara lebih spesifik menggunakan
metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode
deskriptif ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang
baik, jelas, dan dapat memberikan data seteliti mungkin
tentang obyek yang diteliti.11
3. Kriteria dan Sumber Data
Jenis - jenis data dalam penulisan skripsi ini yaitu kualitatif
dan terbagi menjadi dua yaitu :
a. Data Primer
Data yang diperoleh melalui penelitian lapangan melalui
wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian ini terutama hakim-hakim yang berwenang dalam
menangani putusan perkara Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah bahan pustaka yang berisikan
informasi tentang bahan primer12 biasa didapatkan dari
peraturan perundang-undangan13, Al-Qur’an, Hadis, data-data
resmi dari instansi pemerintah yang berwenang, buku-buku

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press,1986), h. 43

12

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) h.

35
13
Johny Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, Edisi Revisi Cet 4,
(Malang : Bayumedia Publishing, 2008), h. 302

13

literature, internet, karangan ilmiah, jurnal, makalah umum dan
bacaan lain yang berkaitan dengan judul penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam

rangka

mengumpulkan,

mengolah

dan

menyajikan bahan-bahan yang diperlukan, maka dilakukan
pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
a. Observasi
Untuk penelitian ini, penulis memfokuskan untuk
melakukan observasi pada objek yang dimaksudkan yaitu pada
Pengadilan Agama Bekasi yang terletak di Jalan Ahmad Yani
No. 10.
b. Penelitian Wawancara (Interview)
Melalui penelitian ini, dilakukan wawancara kepada
pihak-pihak yang terkait dan majelis hakim yang menyidangi
perkara putusan Nomor 1006/Pdt.G/2008/PA.Bks. dengan
Ketua Majelis Hakim Drs. Jajat Sudrajat, SH,. MH. dan Wakil
Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. H. Chazim
Maksalina, MH, dan para dosen. Wawancara ini menggunakan
metode bebas dan terstruktur kemudian penulis kaji dan penulis
jadikan referensi untuk memperkuat data.
c. Studi Dokumentasi (document research)
Melalui studi ini untuk dapat menelaah bahan-bahan atau
data-data yang diambil dari dokumentasi dan berkas yang

14

mengatur tentang pemeriksaan putusan yang terkait masalah
harta

bersama

pada

putusan

perkara

Nomor:

1006/Pdt.G/2008/PA.Bks.
d. Studi Pustaka (library Research)
Melalui studi pustaka ini dikumpulkan data yang
berhubungan dengan penulisan skripsi ini yaitu dari Kompilasi
Hukum Islam, Undang-undang No. 1 Tahun 1974, UndangUndang

Nomor

48

Tahun

2009

Tentang

Kekuasaan

Kehakiman. Pengelohan data studi pustaka dilakukan dengan
cara dibaca, dikaji dan dikelompokkan sesuai dengan pokok
masalah yang terdapat dalam skripsi ini.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini perlu adanya suatu uraian mengenai susunan
dari penulisan yang dibuat agar pembahasan teratur dan terarah pada
pokok permasalahan yang sedang dibahas. Untuk itu penulisan ini akan
dibagi ke dalam 5 (lima) bab yaitu :
BAB I

Berisi

pendahuluan

yang

memuat

latar

belakang,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, studi review, metode
penelitian, metode analisis data, sistematika penulisan.
BAB II

Penulis menguraikan tentang pengertian hermeneutika
hukum, hermeneutika hukum sebagai alternatif metode

15

penemuan hukum, metode ijtihad dalam hukum Islam,
kedudukan hakim, kemudian kedudukan mujtahid
BAB III

Penulis membahas mengenai penerapan hermeneutika
hukum pada putusan di Pengadilan Agama, kemudian
penulis juga melakukan analisis terhadap putusan-putusan
Pengadilan Agama yang menggunakan hermeneutika
hukum.

BAB IV

Dalam bab ini penulis akan memaparkan duduk perkara,
pertimbangan hukum beserta amar putusan tekait Perkara
Nomor

1006/Pdt.G/2008/PA.Bks

pada

penerapan

hermeneutika hukum dalam penyelesaian sengketa harta
bersama dan terakhir penulis akan menganalisis putusan
tersebut.
BAB V

Pada bab akhir ini penulis akan memberikan kesimpulan
yang disertai dengan saran-saran. Demikianlah sistematika
penulisan

ini,

mudah-mudahan

dimengerti dan bermanfaat.

penulisan

ini

dapat

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HERMENEUTIKA HUKUM
A. Pengertian Hermeneutika Hukum
Akar kata hermeneutika berasal dari istilah Yunani dari kata
hermeneuien, yang berarti “menafsirkan”, dan kata benda hermeneia yang
berarti “interpretasi” dan perkataan hermeneutika adalah pengindonesiaan dari
kata bahasa inggris hermeneutics. Kata ini

aslinya berasal dari bahasa

Yunani, yakni dari kata kerja hermeneuein yang mempunyai tiga bentuk
makna dasar. Ketiga bentuk ini menggunakan bentuk kata kerja dari
hermeneuein. Pertama, mengungkapkan kata-kata, kedua, menjelaskan
sebuah situasi dan ketiga, menerjemahkan. Dari ketiga pengertian diatas
dimaksudkan bahwa hermeneutika merupakan usaha untuk beralih dari
sesuatu yang gelap ke sesuatu yang lebih terang.14
Dalam ilmu hukum, Henry Cambell Black mengartikan hermeneutika
sebagai “The science of art of consrtruction and interpretation. By the phrase
“legal hermeneutic” is understood the systematic body of rules which are

14

Richard E. Palmer, Hermeneutic, Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer, (Evanston: Northwestern University Press, 1969), diterjemahkan oleh:
Masnur Hery & Damanhuri Muhammad, Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 14-15

16

17

recognized as applicable to the conctruction and interpretation of legal
writings”.15
Pengertian hermeneutika menurut Card Breaten adalah “The science
of reflecting on how a word or an event in a past and culture many
understand and become existentially meaningful in our present situation”
(Ilmu yang merefleksikan tentang sesuatu kata atau event yang ada pada masa
lalu untuk dapat dipahami dan secara eksistensial dapat bermakna dalam
konteks kekinian).16
Menurut terminiologi hukum karya L.P.M. Ranuhandoko menyatakan
bahwa hermeneutics adalah ilmu susunan kalimat dalam bidang hukum.17
Begitu juga Hasan Hanafi mengemukakan pengertian hermeneutika
merupakan ilmu interpretasi. Alat untuk menafsirkan, alat untuk memahami,
dan alat untuk menjalankan. 18
Friederich August Wolf dalam karyanya Vorlesung uber die
Enzyklopadie der Altertumsswissenschaft mendefinisikan hermeneutika
sebagai ilmu tentang kaidah yang dengannya makna tanda-tanda dikenali.
Menurutnya kaidah-kaidah itu berbeda dengan objek, makanya muncullah
15

Henry Cambell Black, Black’s Law Dictionary, 6th ed, (USA: West Publishing, 2004) h. 55.

16

Card Breaten, History of Hermeneutics, (Philadelphia: From Press, 1966), h. 131

17

L.P.M. Ranuhandoko, Terminiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996) h. 321

18

Hasan Hanafi, Hermeneutic, Liberation and Revolution, (Dar Kebaa Bookshop),
diterjemahkan oleh Jajat Hidayatul. F dan Neila Meutia. D, edisi Indonesia: Bongkar Tafsir,
Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, (Yogyakarta: Pustaka Utama, 2003) h. 1,3

18

hermeneutika untuk puisi, sejarah dan hukum. Dan setiap kaidah akan dicapai
melalui praktik, dengan demikian wolf mengatakan hermeneutika pada
dasarnya adalah sebuah praktik ketimbang sebagai usaha teoritis. Yang
seharusnya hermeneutika diartikan sebagai sebuah kumpulan kaidah. 19
E. Sumaryono mendefinisikan hermeneutika merupakan sebuah
proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan
mengerti. Dimana hermeneutika juga sebagai cara interpretasi terhadap teks
yang disesuaikan dengan konteksnya.20
Hermeneutika hukum dalam definisi secara umum adalah ajaran
filsafat mengenai hal mengerti atau memahami sesuatu atau dapat dikatakan
sebuah metode interpretasi (penafsiran) terhadap sesuatu atau teks. Kata
sesuatu atau teks disini dapat berupa: teks hukum, peristiwa hukum, fakta
hukum, dokumentasi resmi Negara, naskah-naskah kuno, ayat-ayat hukum
(ahkam) dalam kitab suci, ataupun dapat berupa pendapat dan hasil ijtihad
para ahli hukum (doktrin). 21
Hermeneutika atau penafsiran adalah ciri khas manusia, karena
manusia tak dapat membebaskan diri dari kecendrungan dasarnya untuk

19

Richard E. Palmer, Hermeneutic, Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer, diterjemahkan oleh:
Masnur Hery & Damanhuri Muhammad,
Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi. h. 91
20

E.Sumaryono, Hermenutika, Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1999) h. 23-

24
21

Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi
Teks, (Yogyakarta: UII Press, 2005) h. 44

19

memberi makna terhadap sesuatu. Manusia adalah mahluk yang mampu
memberi makna realitas, dan dalam hal ini bahasa memegang peranan
sentralnya. 22
Hukum adalah realitas dan realitas hukum dapat berwujud dalam
berbagai bentuk baik tertulis maupun tidak tertulis. karena realitas hukum
merupakan sebuah kebenaran menjadi keniscayaan yang tidak terbantahkan.
Hermeneutika hukum menempatkan pencarian kebenaran dan keadilan
menjadi sebuah kehakekatan dengan menggunakan tafsir atas teks. Theo
Huijbers membagi tiga bentuk penafsiran dalam upaya menafsirkan undangundang yaitu penafsiran penambah, penafsiran pelengkap dan penafsiran
budaya. 23 Ketiga bentuk penafsiran tersebut akan mendekatkan penemuan
hukum dalam perspektif hermeneutika hukum.
B. Hermeneutika Hukum Sebagai Alternatif Metode Penemuan Hukum
Dalam praktik tidak jarang dijumpai ada beberapa peristiwa yang
belum diatur dalam hukum atau perundang-undangan, atau meskipun sudah
diatur tetapi tidak lengkap atau tidak jelas. Oleh karena itu peraturan hukum
yang tidak jelas harus dijelaskan dan yang kurang lengkap harus dilengkapi
dengan jalan menemukan hukumnya agar aturan hukumnya dapat diterapkan
terhadap peristiwanya. Dengan demikian, pada hakikatnya semua perkara
22

F. Budi Hardiman, Melampui Positivisme Dan Modernisme Diskursus Filsafat Tentang
Metode Ilmiah Dan Problem Modernitas, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 44-48
23

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995) h. 133-135.

20

membutuhkan metode penemuan hukum agar aturan hukumnya dapat
diterapkan secara tepat terhadap peristiwanya, sehingga dapat diwujudkan
putusan hukum yang mengandung aspek keadilan, kepastian hukum dan
kemanfaatan.
Istilah penemuan hukum biasa dikenal dengan Rechtvinding (law
making), yang diartikan bahwa bukan hukumnya tidak ada, tetapi hukumnya
sudah ada, namun masih perlu digali dan diketemukan. Hukum tidak selalu
berupa kaidah (das sollen) baik tertulis ataupun tidak, tetapi dapat juga berupa
perilaku atau peristiwa (das sein).24
Begitu juga Paul Scholten berpendapat mengenai penemuan hukum
ialah sesuatu yang lain dari pada hanya penerapan peraturan-peraturan pada
peristiwanya, dimana kadang-kadang atau sering terjadi bahwa peraturannya
harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan analogi
ataupun rechtvervijning (pengkonkretan hukum). 25
Penemuan hukum tidak lagi hanya didasarkan pada hal memahami
tetapi juga telah bergeser ke depan seiring dengan diskursus tentang
memahami secara hermeneutis. Van Tongeren mengemukakan ciri-ciri hukum

24

Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan
Berkeadilan, (Yogyakarta: UII Press, 2006), h. 31
25

Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009),
h. 146

21

sebagaimana juga dikutip oleh Dr. Drs. Chazim Maksalina, MH.26
Diantaranya adalah: pertama, Undang-undang selalu memiki sedikit ciri yang
umum. Oleh karena itu, undang-undang harus ditafsirkan untuk dapat
diterapkan dalam kejadian-kejadian konkret. Kedua, dalam praktik hukum,
penafsiran tidak semata-mata penerapan, penerjemahan atau rekonstruksi,
melainkan setiap penafsiran selalu menambahkan sesuatu kepada material
awalnya. Ketiga, memahami secara yuridis bahwa penerapan suatu naskah
terintegrasi dengan penjelasannya. Jika hakim harus menerapkan undangundang maka ia akan mencari arti hakiki (jadi telah memahami undangundang itu), maka Undang-undang itu telah ditafsirkan dan diterapkan.
Kajian hermeneutika hukum mempunyai dua makna sekaligus.
Pertama, hermeneutika hukum dapat dipahami sebagai metode interpretasi
atas teks-teks hukum. Interpretasi yang benar terhadap teks hukum harus
selalu berhubungan dengan isi atau kaidah hukum, baik yang tersurat maupun
yang tersirat. Kedua, hermeneutika hukum mempunyai kolerasi dengan teori
penemuan hukum. Hal ini ditunjukkan dengan kerangka lingkaran spiral
hermeneutika, yaitu proses timbal balik antara kaidah dan fakta. Dalam
hermeneutika seseorang harus mengkualifikasi fakta dalam bingkai kaidah
dan menginterpretasi kaidah dalam bingkai fakta.
26

Chazim Maksalina, Penerapan Hermeneutika Hukum Dalam Perspektif Penemuan Hukum
Pada Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, (Disertasi S3 Bidang Ilmu Hukum Program
Pasca Sarjana, Universitas Islam Bandung, 2014)

22

Hermeneutika pada dasarnya merupakan suatu metode untuk
menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks
untuk dicari arti dan maknanya. Metode hermeneutika ini menuntut adanya
kemampuan untuk menafsirkan masa lalu yang tidak dialami, kemudian
dibawa ke masa sekarang. 27
Pada sebuah teks tidak harus dipahami berdasarkan ide si pengarang
melainkan berdasarkan materi yang tertera dalam teks itu sendiri. Seseorang
harus menafsirkan teks berdasarkan apa yang dimiliki saat ini (vorable), apa
yang dilihat (vorsicht), dan apa yang akan diperoleh kemudian (vorgriff).
Kunci utama hermeneutika terletak pada penafsirnya. Dalam kajian
hermeneutik tidak ada penafsiran yang tepat atau keliru, benar atau salah.
Yang ada hanyalah upaya yang bervariasi untuk mendekati teks dari
kepentingan dan motivasi yang berbeda. Dengan demikian maka sangat logis
bila secara konseptual hermeneutic mengisyaratkan bahwa pada hakikatnya
tidak ada suatu teks yang tidak dapat ditafsirkan. 28
Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika terdiri atas tiga
bentuk atau model. Pertama, hermeneutika objektif yang dikembangkan
tokoh-tokoh klasik, khususnya Friedrick Schleirmacher, Wilhelm Dilthey, dan
Emilio Betti, menurut model ini, penafsiran berarti memahami teks
27

Fahruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi,
(Yogyakarta: Penerbit Qalam, 2002), h. 9
28

K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, (Jakarta: Gramedia, 1981), h. 232.

23

sebagaimana yang dipahami pengarangnnya, sebab apa yang disebut teks
ialah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga apa yang disebut makna atau
tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan pembaca melainkan
diturunkan dan bersifat instruktif. 29
Kedua, hermeneutika subjektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh
modern khususnya Hans-Georg Gadamer dan Jarques Derida. Menueut model
ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud
penulis seperti yang diasumsikan model hermeneutika objektif melainkan
memahami apa yang tertera dalam teks itu sendiri. 30
Ketiga, hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokohtokoh muslim kontemporer khususnya Hasan Hanafi dan Farid Esack.
Menurut model ini, hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau
metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi.
Dalam keilmuan hukum terdapat beberapa teori penemuan hukum
yang sudah familiar di implementasikan pada beberapa putusan hukum dalam
praktik di Pengadilan sebagai acuan untuk penerapan dan penegakan hukum,
diantaranya adalah interpretasi hukum, konstruksi hukum, begitu pula
perlunya dikemukakan berkembangnya hemeneutika hukum saat ini untuk

29

Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics, (London; Routlege & Kegan Paul, 1980), h.

29.
30

Arip Purkon, Article Pendekatan Hermeneutika dalam Kajian Hukum Islam, (Jakarta:
FSH UIN Jakarta), h. 187. Diakses tanggal 05 Mei 2015, 16.00 WIB. http://download.portalgaruda.org
/article.php?article=175989&val=328&title=Pendekatan%20Hermeneutika%20dalam%20Kajian%20
Hukum%20Islam.

24

menjadi lirikan sebagai alternatif penemuan hukum baru bagi hakim dalam
penginterpretasian teks hukum. Demikian juga disimpulkan oleh James
Robinson mengenai fungsi dan tujuan hermeneutika yaitu untuk memperjelas
sesuatu yang tidak jelas supaya lebih jelas. 31
Eksistensi penemuan hukum tidak bisa terlepas dari suatu sistem,
dengan demikian Van Eikema Hommes, membagi dua sistem penemuan
hukum yang dibedakan menjadi penemuan hukum heteronom (Typisch
logicitisch) dan penemuan hukum otonom (Materiel juridisch). Melihat posisi
hakim di Indonesia yang menganut sistem penemuan hukum heteronom di
mana hakim tidak diberi kesempatan untuk berkreasi atau melakukan
penilaian. Karena penemuan hukum di sini dianggap sebagai kejadian yang
tekhnis dan kognitif, yang mengutamakan undang-undang. Dengan kata lain
kedudukan hakim hanya sebagai penyambung lidah atau corong dari Undangundang, sehingga ia tidak dapat mengubah kekuatan hukum undang-undang.
Berbeda halnya ketika membahas penemuan hukum otonom yang mana
memposisikan hakim tidak lagi dipandang sebagai corong atau terompetnya
undang-undang, tetapi sebagai pembentuk hukum yang secara mandiri
memberi bentuk pada isi undang-undang dan menyesuaikannya dengan
kebutuhan atau perkembangan masyarakat. Tetapi apabila dilihat pada
realitanya saat ini, Indonesia terdapat juga penemuan hukum yang mempunyai

31

Teks, h. 45

Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum. Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi

25

unsur otonom yang kuat, karena hakim seringkali harus menjelaskan atau
melengkapi Undang-undang menurut pandangannya sendiri. 32
Pada proses penemuan hukum, yang banyak dilakukan oleh hakim
perlu dibedakan menjadi dua hal, yaitu tahap sebelum pengambilan putusan
(ex ante) dan tahap sesudah pengambilan putusan (ex post). Dalam perspektif
teori penemuan hukum modern, yang terjadi sebelum pengambilan putusan
disebut “heuristika”, yaitu proses mencari dan berpikir yang mendahului
tindakan pengambilan putusan hukum. Pada tahap ini berbagai argumen pro
dan kontra terhadap suatu putusan tertentu ditimbang-timbang antara satu dan
lainnya, kemudian ditemukan mana yang paling tepat. Untuk menemukan
hukum yang terjadi sesudah putusan disebut “legitimasi”, dan hal ini
berkenaan dengan pembenaran dari putusan yang sudah diambil. Apabila
suatu putusan hukum tidak dapat diterima oleh forum hukum, maka putusan
itu berarti tidak memperoleh legitimasi. Konsekuensinya, premis-premis yang
baru harus diajukan, dengan tetap berpegang pada penalaran ex ante untuk
meyakinkan forum hukum tersebut agar putusan tersebut dapat diterima. 33
Disinilah arti penting hermeneutika hukum digunakan para hakim
dalam rangka menemukan makna hukum. Penemuan makna hukum oleh

32

Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan
Berkeadilan, Op.,cit h. 38-40
33

M. Syamsudin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum Progresif,
(Jakarta: Kencana, 2012), h. 74.

26

hakim tidak hanya semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan hukum
terhadap peristiwa konkret, akan tetapi sekaligus penciptaan hukum dan
pembentukkan hukumnya. Tugas aparat hukum juga tidak dapat dilepaskan
dari melakukan interpretasi atas teks hukum atau peraturan perundangundangan yang dijadikan dasar pertimbangannya serta interpretasi atas
peristiwa dan fakta hukumnya sendiri. 34
Pendekatan hermeneutika, umumnya membahas pola hubungan
segetiga (triadic) antara teks (hukum), si pembuat teks (author), dan penafsir
teks (reader). Dalam hermeneutika, seorang penafsir (hermeneut) dalam
memahami sebuah teks, baik itu teks kitab suci maupun teks umum (termasuk
hukum), dituntut untuk tidak sekedar melihat apa yang ada pada teks, tetapi
lebih kepada apa yang ada di balik teks. 35
Penemuan hukum oleh hakim dilakukan dalam rangka tugas dan
kewenangan dalam memeriksa dan memutus suatu perkara yang dihadapkan
kepadanya. Penemuan hukum oleh hakim dianggap yang mempunyai wibawa.
Hasil penemuan hukum oleh hakim merupakan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat sebagai hukum karena dituangkan dalam putusan. 36

34

Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum Teori Penemuan Hukum Baru Dengan Interpretasi
Teks, Op, Cit., h. 49-50
35

Khaled M. Abou El-Fadl, Atas Nama Tuhan dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif,
diterjemahkan oleh: R. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 8
36

Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, h. 5

27

Ketentuan yuridis formal telah mengatur eksistensi penemuan hukum
yang termuat pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009,
dikatakan bahwa: “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat”. Yang selanjutnya disebutkan mengenai penjelasan dalam pasal
ini bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim dan hakim
konstitusi sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Meringkas dari maksud ketersiratan dalam ketentuan diatas, hakim
mempunyai kewajiban atau hak untuk melakukan penemuan hukum agar
putusan yang diambilnya dapat sesuai dengan hukum dan rasa keadilan dalam
masyarakat. Dikarenakan posisi hakim yang merupakan perumus dan penggali
dari nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hakim harus terjun
ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal, merasakan, dan mampu
menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Dengan demikian, hakim akan dapat memberikan putusan yang sesuai dengan
hukum dan rasa keadilan masyarakat 37 dan terwujudlah terpenuhinya
kepastian hukum.
Selanjutnya beranjak dari Pasal 5 ayat (1) dalam Pasal 10 ayat (1)
disebutkan

37

h.7

bahwa: “Pengadilan

dilarang

menolak

untuk

memeriksa,

Yudha Bhakti Adhiwisastra, Penafisran Dan Konstruksi Hukum, (Bandung: Alumni, 2000),

28

mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya”. Maksud dari ketentuan pasal ini memberikan makna kepada
hakim sebagai organ utama dalam suatu pengadilan dan sebagai pelaksana
kekuasaan kehakiman yang dianggap memahami hukum, untuk menerima,
memeriksa, mengadili suatu perkara, sehingga wajib hukumnya bagi hakim
untuk menemukan hukumnya dengan menggali hukum yang tidak tertulis
untuk memutuskan suatu perkara berdasarkan hukum sebagai seorang yang
bijaksana dan bertanggung jawab.
Menurut Bagir Manan, ada beberapa asas yang dapat diambil dari
ketentuan pasal diatas, diantaranya yaitu: 38
1. Untuk menjamin kepastian hukum bahwa setiap perkara yang diajukan ke
pengadilan akan diputus.
2. Untuk mendorong hakim melakukan penemuan hukum
3. Sebagai pelambang kebebasan hakim dalam memutus perkara
Apabila dihadapkan dengan adanya kekosongan hukum atau
kekosongan Undang-undang, maka hakim berpegang pada asas ius curia
novit, dimana hakim dianggap tahu akan hukumnya.39

38

A. Mukhsin Asyrof, Asas-Asas Penemuan Hukum Dan Penciptaan Hukum Oleh Hakim
Dalam Proses Peradilan, Majalah Hukum Varia Peradilan Edisi No. 252 November, 2006, (Jakarta:
IKAHI, 2006), h. 84

29

C. Metode Ijtihad Dalam Hukum Islam
Hukum Islam atau juga disebut fiqih Islam merupakan hukum yang
mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang sudah diturunkan Alllah SWT
kepada Nabi dan Rasulnya Muhammad SAW yang diperuntukkan bagi umat
manusia sampai akhir zaman. Fiqih didefinisikan sebagai ilmu yang diperoleh
dengan menggunakan pikiran dan ijtihad.40 Sedangkan hukum Islam menurut
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy sebagaimana dikutip oleh Ismail Muhammad Syah
dirumuskan sebagai koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan
syari’at atas kebutuhan masyarakat.41
Pada dasarnya hukum Islam dibedakan menjadi dua kelompok.
Pertama, hukum Islam yang bersifat absolute, universal, dan permanen, tidak
berubah dan tidak dapat dirubah. Hukum Islam yang termasuk bagian ini
adalah hukum Islam yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis mutawatir
yang penunjukannya telah jelas. Kedua, hukum Islam yang bersifat relatif,
tidak universal dan tidak permanen. Pada batas-batas tertentu, hukum Islam
dalam bentuk seperti ini dapat berubah sesuai situasi dan kondisi. Hukum

39

Jazim Hamidi, Penerapan Asas-Asas Umum Penyelengaraan Pemerintahan Yang Layak
(AAUPPL) Di Lingkungan Peradilan Administras