27 bekatul yang dihasilkan. Uji mutu hedonik dan uji hedonik dilakukan terhadap
warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan pada cookies bekatul. Kedua uji ini
dilakukan menggunakan skala garis 1-9. Formulir uji organoleptik yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 6.
Hasil uji hedonik digunakan untuk menentukan formula produk terpilih berdasarkan nilai rata-rata dan persentase
penerimaan dari masing masing komponen rasa, warna, aroma, dan tekstur. Hasil formula terpilih akan digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya, yaitu
analisis zat gizi dan analisis ekonomi cookies formula terpilih.
4. Analisis Zat Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan Cookies Bekatul
Formula cookies bekatul yang terpilih dari substitusi tepung bekatul
konvensional dan tepung bekatul fungsional dianalisis secara kimia. Sifat kimia yang dianalisis meliputi kadar air dengan metode oven, kadar abu dengan
metode pengabuan kering, kadar lemak dengan metode soxhlet, serat pangan dengan metode enzimatis, kadar protein metode mikrokjedahl dan analisis
aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 3.
5. Analisis Biaya Pembuatan Cookies
Analisis biaya pembuatan cookies dilakukan untuk menentukan harga jual
cookies formula terpilih. Analisis ini dilakukan untuk skala industri kecil. Analisis biaya pembuatan membutuhkan data harga bahan baku pembuatan
cookies, harga kemasan, upah tenaga kerja
dan harga alat untuk pembuatan cookies beserta kapasitas alat tersebut.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan satu faktor perlakuan yaitu substitusi
tepung bekatul, baik tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional. Terdapat dua jenis
cookies, yaitu cookies tepung bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional yang dianalisis secara terpisah. Peubah respon yang
diamati adalah warna, aroma, tekstur dan rasa dari cookies bekatul. Secara
sistematis, bentuk umum dari rancangan tersebut adalah sebagai berikut: Y
ij
= μ + τ
i
+ ε
ij
Y
ij
:peubah respon akibat perlakuan ke-i dengan ulangan ke-j μ
:nilai rata-rata umum
28 τ
i
:pengaruh tingkat substitusi tepung terigu dengan masing-masing tepung bekatul konvensional atau fungsional pada taraf ke-i
ε
ij
:galat unit percobaan akibat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i
:banyak taraf tingkat substitusi tepung bekatul terhadap tepung terigu i=0, 25, 30, 35, 40, 45
j :banyak ulangan j=1, 2..
Pengolahan dan Analisis Data
Kandungan energi cookies ditentukan dengan cara menjumlahkan [kadar
karbohidrat g x 4 + kadar protein g x 4 + kadar lemak g x 9]. Hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai rata-rata dan tingkat
kesukaan panelis terhadap formula cookies. Analisis pengaruh masing-masing
jenis formula terhadap mutu hedonik dan tingkat kesukaan panelis terhadap cookies bekatul konvensional dan fungsional dilakukan dengan uji Analysis of
Variance ANOVA. Apabila hasil analisis ANOVA menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut
Duncan Multiple Comparison. Masing masing cookies dengan substitusi jenis tepung bekatul yang
berbeda dianalisis statistik secara terpisah. Analisis biaya pembuatan dilakukan untuk menentukan harga
cookies bekatul konvensional dan fungsional.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketersediaan Bekatul Sebagai Bahan Pangan Alternatif Sumber Karbohidrat
Produksi padi di Indonesia secara keseluruhan dari tahun 2006 sampai tahun 2009 cenderung mengalami peningkatan. Hal ini berarti produksi bekatul
juga mengalami peningkatan. Produksi padi pada tahun 2004 mencapai 54.088.468 ton atau menghasilkan bekatul sebesar 7.307.352 ton. Produksi ini
terus mengalami penigkatan di tahun berikutnya. Hasil produksi padi dan bekatul dari tahun 2006-2009 serta angka pertumbuhannya disajikan dalam Tabel 5.
Tabel 5 Produksi Padi dan Bekatul Nasional Tahun
Produksi Padi ton
Produksi Bekatul ton
Laju Pertumbuhan Produksi Bekatul
2005 54.151.097 7.315.813 0,11
2006 54.454.937 7.356.862 0,56
2007 57.157.435 7.721.970 4,96
2008 60.325.925 8.150.032 5,54
2009 64.398.890 8.700.290 6,75
Sumber: Departemen Pertanian 2010 Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi bekatul cenderung mengalami
peningkatan. Peningkatan yang cukup signifikan dimulai pada tahun 2007 dibandingkan pada tahun 2006 dan tahun 2005. Angka pertumbuhan produksi
bekatul pada tahun 2007 adalah sebesar 4,96. Angka tersebut meningkat pada tahun 2008 5,54 dan meningkat lagi pada tahun 2009 6,75. Potensi
pemanfaatan bekatul masih sangat besar karena produksi bekatul cukup tinggi di Indonesia. Angka produksi bekatul juga cenderung meningkat setiap tahun
sehingga peluang pemanfaatan bekatul juga sangat besar. Pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan masih sangat terbatas padahal bekatul bermanfaat bagi
kesehatan karena mengandung komponen fitokimia tokoferol vitamin E yang penting untuk menjaga kesehatan manusia serta bersifat antioksidan sehingga
dapat melindungi dari kerusakan oksidatif. Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur menghasilkan bekatul
lebih dari 1 juta ton per tahun. Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur juga merupakan sentra produksi padi di pulau Jawa dengan jumlah produksi padi
mencapai lebih dari 10 juta ton per tahun. Daerah diluar pulau jawa, khususnya Sulawesi selatan, Sumatera selatan dan Sumatera utara juga mempunyai
produksi padi dan bekatul yang cukup besar. Produksi bekatul yang besar
30 menggambarkan ketersediaan bekatul yang besar. Ketersediaan bekatul yang
besar tidak dapat dianggap sebagai bahan pangan, tetapi hasil samping dari penggilingan padi. Masyarakat umumnya tidak mengonsumsi bekatul sebagai
makanan tetapi menggunakannya sebagai bahan pakan ternak. Perkiraan produksi bekatul di berbagai propinsi di Indonesia disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Perkiraan Produksi Padi dan Bekatul Setiap Propinsi di Indonesia Tahun 2010
No Nama Propinsi
Produksi Padi ton
Produksi Bekatul ton
Energi juta Kal
1 Nanggroe Aceh
Darussalam 1.627.545,00
219.881,00 368.042,00 2 Sumatera
Utara 3.586.861,00
484.585,00 811.109,00
3 Sumatera Barat
2.192.288,00 296.178,00
495.749,00 4 Riau
545.541,00 73.703,00
123.366,00 5 Jambi
658.271,00 88.932,00
148.856,00 6 Sumatera
Selatan 3.249.334,00
438.985,00 734.783,00
7 Bengkulu 512.212,00
69.200,00 115.829,00
8 Lampung 2.701.699,00
365.000,00 610.945,00
9 Bangka Belitung
25.534,00 3.450,00
5.775,00 10 Kepulauan
Riau 1.009,00
136,00 228,00
11 DKI Jakarta
11.760,00 159,00
266,00 12 Jawa
Barat 11.650.160,00
1.573.937,00 2.634.491,00 13 Jawa
Tengah 10.079.212,00
1.361.702,00 2.279.248,00 14 DI
Yogyakarta 830.545,00
112.207,00 187.815,00
15 Jawa Timur
11.375.779,00 1.536.868,00 2.572.444,00
16 Banten 2.048.152,00
276.705,00 463.155,00
17 Bali 846.896,00
114.416,00 191.512,00
18 Nusa Tenggara Barat 1.779.187,00
240.368,00 402.333,00
19 Nusa Tenggara Timur 540.771,00
73.058,00 122.286,00
20 Kalimantan Barat
1.358.292,00 183.505,00
307.155,00 21 Kalimantan
Tengah 644.781,00
87.110,00 145.807,00
22 Kalimantan Selatan
1.944.888,00 262.754,00
439.804,00 23 Kalimantan
Timur 580.654,00
78.446,00 131.305,00
24 Sulawesi Utara
589.238,00 79.606,00
133.246,00 25 Sulawesi
Tengah 986.126,00
133.226,00 222.997,00
26 Sulawesi Selatan
4.273.767,00 577.386,00
966.442,00 27 Sulawesi
Tenggara 455.200,00
615,00 1.029,00
28 Gorontalo 255.215,00
34.480,00 57.713,00
29 Sulawesi Barat
364.670,00 4.927,00
8.247,00 30 Maluku
78.761,00 10.641,00
17.811,00 31 Papua
102.861,00 13.897,00
23.261,00 32 Maluku
Utara 47.593,00
6.430,00 10.763,00
33 Papua Barat
35.868,00 4.846,00
8.111,00 Total
65.980.670,00 8.807.339,00
14.741.923,00 Sumber: Departemen Pertanian 2010
Keterangan: Dihitung dari kandungan karbohidrat, protein dan lemak bekatul Produksi bekatul untuk propinsi di pulau Kalimantan dan Papua lebih kecil
daripada di pulau Jawa. Propinsi Kalimantan Selatan menghasilkan bekatul
31 paling besar daripada propinsi lainnya di pulau Kalimantan. Pemanfaatan bekatul
masih terbatas pada penggunaannya sebagai bahan pakan untuk hewan ternak. Bekatul sebagai bahan pakan ternak, harganya masih relatif murah, yaitu Rp.
1500,00 per kg. Data penggunaan bekatul belum tersedia karena bekatul merupakan produk sisa atau hasil samping dalam produksi beras. Secara umum
penggunaan bekatul adalah sebagai bahan pakan ternak. Salah satu penggunaan bekatul sebagai bahan pangan yang diketahui adalah penggunaan
bekatul sebagai bahan pangan fungsional berupa tepung bekatul yang bermanfaat untuk kesehatan dengan pusat produksi di Bandung, Jawa Barat.
Produksi bekatul yang besar juga menggambarkan potensi bekatul yang besar juga untuk dimanfaatkan selain sebagai pakan. Peluang pemanfaatan
bekatul sebagai bahan pangan masih besar karena pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan serta produk inovasinya masih sangat terbatas. Hal ini
disebabkan asumsi masyarakat yang masih menganggap bekatul sebagai bahan pakan ternak. Pengetahuan masyarakat tentang manfaat bekatul bagi kesehatan
masih terbatas. Dengan demikian pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan juga sebaiknya diiringi dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
manfaat bekatul bagi kesehatan melalui berbagai media sehingga lebih efektif. Data penggunaan bekatul sebagai bahan pangan fungsional juga masih sangat
terbatas. Bekatul apabila dimanfaatkan sebagai bahan pangan juga dapat
memberikan sumbangan energi yang cukup besar. Sumbangan energi dari bekatul untuk seluruh propinsi di Indonesia dapat mencapai 14.741.923,00 juta
Kal. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebesar 237.556.363 BPS 2010. Sumbangan energi dari bekatul per kapita untuk tahun 2010 adalah
62.056,00 Kalkapitatahun. Kandungan energi beras giling dan tepung terigu masing-masing adalah 360 Kal100gram dan 365 Kal100gram DKBM 2004.
Sumbangan energi dari bekatul per tahun dapat menggantikan 40.950,00 ton beras per tahun atau 40.405,27 ton tepung terigu per tahun. Angka tersebut
menggambarkan potensi bekatul yang cukup besar sebagai bahan pangan sumber karbohidrat pengganti beras atau tepung terigu.
Substitusi tepung terigu dari cookies sebesar 35 terhadap tepung terigu
atau 12,66 terhadap seluruh total adonan dapat menyumbang energi per hari 32,04 Kalhari untuk tepung bekatul konvensional atau 30,42 Kalhari untuk
tepung bekatul fungsional. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa seluruh
32 kontribusi makanan selingan diperoleh dari
cookies bekatul konvensional atau cookies bekatul fungsional. Sumbangan energi tepung bekatul baik tepung
bekatul konvensional maupun tepung bekatul fungsional yang diperoleh dari cookies per hari jika diaplikasikan ke dalam konsep pola pangan harapan PPH,
maka dapat menyumbang energi sebesar 3,20 untuk tepung bekatul konvensional atau 3,04 untuk tepung bekatul fungsional terhadap skor PPH
ideal. Hal ini didasarkan pada asumsi, skor PPH untuk golongan serealia idealnya adalah 50 atau setara dengan energi 1000Kalhari.
Pembuatan Cookies Bekatul
Pembuatan cookies bekatul konvensional dan fungsional dilakukan
dengan metode krim creaming method. Pada metode krim, semua bahan tidak
dicampur secara bersamaan. Margarin, mentega dan gula dicampur terlebih
dahulu kemudian bahan yang lain. Adonan yang dibentuk dengan metode krim lebih lembut daripada menggunakan metode
all-in. Metode all-in mempunyai keunggulan
lebih mudah dan cepat dilakukan daripada metode krim. Pemanggangan
cookies dilakukan pada suhu 160 C selama 15 menit dengan
indikator cookies sudah harum dan keras.
Tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional digunakan sebagai bahan substitusi tepung terigu. Tepung bekatul yang digunakan untuk
mensubstitusi tepung terigu adalah tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional 60 mesh. Ukuran ini lebih besar daripada ukuran tepung
terigu, yaitu 100 mesh sehingga tepung bekatul tidak dapat tercampur dengan rata karena ukuran partikel yang berbeda. Tingkat subtstitusi yang digunakan
dalam pembuatan cookies bekatul konvensional dan fungsional ada 5 taraf, yaitu
25F1, 30F2, 35F3, 40F4 dan 45F5. Penentuan tingkat substitusi ini dilakukan dengan
trial and error. Substitusi tepung terigu yang melebihi 45 menyebabkan rasa
cookies menjadi sangat pahit dan teksturnya pecah dan keras.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies bekatul adalah tepung
terigu, tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional, gula halus, margarin, mentega, kuning telur, susu skim, vanili, soda kue, bubuk coklat dan
bubuk kayu manis. Pada pembuatan cookies tidak dilakukan penambahan air.
Vanili 0,4, bubuk coklat 1,8 dan bubuk kayu manis 0,7 ditambahkan dengan tujuan untuk mengurangi
aftertaste pahit dari tepung bekatul yang digunakan.
33 Tahapan pertama pembuatan
cookies bekatul adalah pencampuran bahan penyusunnya. Lemak margarin dan mentega dan gula dicampur lebih
dahulu dengan menggunakan mixer kemudian ditambahkan susu skim, soda
kue, coklat bubuk, vanili. Setelah tercampur rata maka dapat ditambahkan tepung terigu dan tepung bekatul yang sebelumnya dicampur lebih dahulu.
Adonan siap untuk dicetak kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan dengan ketebalan yang seragam 0,50 cm. Ketebalan yang berbeda membuat
cookies menjadi tidak seragam sehingga tidak matang secara bersamaan atau merata. Pada saat pencetakan, semakin tinggi tingkat substitusi tepung bekatul,
maka adonan akan semakin keras dan sukar dicetak. Hal ini disebabkan karena kandungan serat yang tinggi pada tepung bekatul sehingga membuat adonan
menjadi lebih mudah pecah. Tahap selanjutnya adalah tahap pemanggangan dengan menggunakan
oven. Suhu yang digunakan adalah 160 C selama 15 menit. Setelah matang,
cookies diangkat dan didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, cookies dikemas agar tidak terjadi reaksi dengan oksigen luar. Selain waktu juga
digunakan parameter lain untuk menentukan kematangan cookies, yaitu
kekerasan cookies dan aroma. Penambahan cookies bekatul berpengaruh
terhadap waktu pemanggangan. Cookies yang disubstitusi tepung bekatul
konvensional memiliki waktu pemanggangan yang lebih lama dibandingkan cookies kontrol dan cookies bekatul fungsional. Hal ini disebabkan karena kadar
air cookies bekatul konvensional jauh lebih tinggi 9,97 dibandingkan tepung
bekatul fungsional 2,34 dan tepung terigu 1,9.
Karakteristik Organoleptik Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional
Uji organoleptik
cookies bekatul dilakukan melalui uji mutu hedonik dan uji kesukaan hedonik panelis terhadap mutu warna, mutu aroma, mutu rasa dan
mutu tekstur cookies bekatul konvensional dan fungsional dengan lima tingkat
substitusi tepung bekatul, yaitu 25 F1, 30 F2, 35 F3, 40 F4 dan 45 F5, serta kontrol atau substitusi 0 F0. Panelis berjumlah 30 orang,
yang semuanya berprofesi sebagai mahasiswa. Panelis mahasiswa ini termasuk dalam panelis semi atau agak terlatih. Hal ini didasarkan pada seringnya panelis
menjadi panelis uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan menggunakan skala garis, 1 sampai 9. Makna dari masing-masing skala tersebut diasjikan pada
Lampiran 2. Uji hedonik juga dilakukan untuk menentukan formula terpilih terutama dengan menggunakan tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan.
34 Jenis
cookies yang akan dipilih adalah cookies bekatul konvensional dan fungsional dengan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional dan fungsional
paling besar yang tidak berbeda nyata dengan cookies kontrol secara statistik.
Uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung bekatul konvensional maupung tepung bekatul fungsional terhadap mutu warna,
aroma, rasa dan tekstur cookies.
Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional
Pada uji mutu hedonik parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur
cookies. Pada parameter warna digunakan skala 1=amat sangat coklat hingga 9=amat sangat kuning, untuk aroma digunakan skala 1=amat
sangat apek berbau bekatul hingga 9=amat sangat harum, parameter rasa menggunakan skala 1=amat sangat pahit terasa bekatul 9=amat sangat terasa
manis dan untuk parameter tekstur menggunakan skala 1=amat sangat keras hingga 9=amat sangat renyah. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik
cookies bekatul konvensional untuk parameter warna, aroma, rasa manis dan rasa asin
serta tekstur pada setiap formula dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik
Cookies Bekatul Konvensional Formula
Uji Mutu Hedonik Cookies Bekatul Konvensional
Warna Aroma Rasa Tekstur F0 3,93
a
6,29
a
6,11
a
6,69
a
F1 3,57
a
5,74
a
5,56
a
6,37
a
F2 3,86
a
5,00
a
5,44
a
6,44
a
F3 3,09
a
5,26
a
5,45
a
6,15
a
F4 3,75
a
5,09
a
4,56
a
4,87
a
F5 2,46
a
4,72
a
4,91
a
5,02
a
Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat
sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang
tidak berbeda nyata uji Duncan p=0,05
Warna. Warna adalah variabel yang mempengaruhi penampilan suatu
produk. Warna adalah kesan pertama yang muncul dalam penilaian produk pangan. Warna pada
cookies bekatul ditentukan oleh komposisi bahannya. Cookies bekatul berwarna coklat karena warna bubuk coklat yang digunakan
dalam pembuatan cookies.
Hasil uji mutu hedonik terhadap mutu warna cookies bekatul konvensional
berkisar antara 2,46-3,93. Nilai ini berkisar amat coklat sampai agak coklat. Nilai yang semakin rendah menunjukkan mutu warna
cookies yang semakin coklat. Cookies kontrol F0 memiliki warna coklat mendekati agak coklat. Cookies yang
35 disubstitusi tepung bekatul konvensional 20 F1, 25 F2, 30 F3 berwarna
coklat sampai agak coklat. Cookies dengan substitusi tepung bekatul
konvensional 35 F4 memiliki warna sangat coklat. Warna coklat pada cookies
kontrol F0 dan cookies dengan substitusi tepung bekatul konvensional
disebabkan oleh penambahan bubuk coklat. Warna sangat coklat pada cookies
bekatul konvensional dengan substitusi 35 F4 disebabkan karena penambahan tepung bekatul konvensional yang paling besar komposisinya
dibandingkan dengan formula yang lain. Tepung bekatul konvensional menyebabkan warna coklat semakin tua.
Aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan rangsangan kimia yang
tercium olah syaraf-syaraf olfaktori dalam rongga hidung. Bekatul mempunyai aroma yang khas, yaitu apek. Aroma produk pangan ditimbulkan dari bahan
pembuatannya. Cookies bekatul memiliki aroma yang khas, yaitu aroma kayu
manis harum dan aroma dari lemak margarin dan mentega. Kayu manis juga ditambahkan untuk menutupi aroma apek pada bekatul.
Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma menunjukkan bahwa nilai rata-rata mutu aroma
cookies bekatul konvensional adalah 4,72-6,29 atau berada pada kisaran agak berbau apek sampai harum. Peningkatan substitusi
tepung bekatul konvensional menyebabkan aroma apek bekatul semakin tercium. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan tingkat
substitusi tepung bekatul konvensional adalah tidak berpengaruh nyata α0,05
terhadap mutu aroma cookies bekatul konvensional. Nilai rata-rata mutu aroma
tertinggi 6,29 yaitu pada kisaran agak harum dimiliki oleh cookies kontrol F0.
Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F0 mempunyai aroma
paling harum dibandingkan formula lainnya. Nilai rata-rata mutu aroma terendah dimiliki oleh formula
cookies bekatul konvensional F5 yang mempunyai tingkat substitusi tepung bekatul konvensional yang paling tinggi. Hal ini
mengindikasikan bahwa menurut panelis, cookies F5 mempunyai aroma bekatul
paling kuat dibandingkan dengan formula lainnya.
Rasa. Rasa adalah faktor penting yang menyebabkan makanan diterima
atau ditolak dalam penilaian. Tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu mempengaruhi
rasa cookies. Tepung bekatul konvensioal dan fungsional mempunyai aftertaste
pahit.
36 Hasil penilaian mutu organoleptik terhadap parameter rasa
cookies bekatul konvensional berada pada kisaran 4,91-6,11, yaitu pada kisaran agak
pahit sampai agak manis. Nilai rata-rata mutu rasa terendah 4,91 dimiliki cookies F5 dan nilai rata-rata mutu rasa tertinggi dimiliki oleh cookies bekatul
konvensional formula F0. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul konvensional tidak berpengaruh nyata
α0,05 terhadap mutu rasa.
Tekstur. Tekstur adalah variabel yang berpengaruh terhadap penerimaan
produk pangan. Tekstur makanan yang dapat dinilai dapat berupa kekerasan, kerenyahan dan keelastisan. Penilaian terhadap mutu tekstur
cookies yang dilakukan adalah kekerasan
cookies. Substitusi tepung bekatul konvensional maupun tepung bekatul fungsional memberikan pengaruh terhadap tekstur
cookies karena tepung bekatul konvensional dan fungsional mempunyai serat yang lebih tinggi dibandingkan tepung terigu.
Hasil penilaian organoleptik mutu tekstur cookies berkisar antara 4,87-
6,69 atau berada pada kisaran agak keras sampai agak renyah. Nilai mutu tekstur rata-rata terendah dimiliki oleh
cookies bekatul konvensional F4, yaitu 4.87 atau berada dikisaran agak keras mendekati biasa keras tidak renyah pun
tidak. Nilai mutu rata-rata tertinggi dimiliki oleh cookies bekatul konvensional F0
6,69 atau berada pada kisaran agak renyah mendekati renyah. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi tepung
bekatul konvensional tidak berpengaruh nyata α0,05 terhadap mutu tekstur
cookies. Nilai rata-rata mutu tekstur cookies menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat substitusi tepung bekatul konvensional maka mutu tekstur cenderung
semakin rendah semakin keras. Hal ini disebabkan karena kandungan serat yang tinggi pada tepung bekatul konvensional, yaitu 26.5 Nurhayati 2009.
Serat terdiri atas komponen serat pangan larut dan serat pangan tidak larut. Kandungan serat pangan berupa hemiselulosa mempunyai struktur yang kokoh
sehingga membuat tekstur cookies menjadi lebih keras.
Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional
Pada uji mutu hedonik cookies bekatul fungsional parameter yang diuji
meliputi mutu warna, aroma, rasa dan tekstur cookies. Pada parameter warna
digunakan skala 1=amat sangat coklat hingga 9=amat sangat kuning, untuk aroma digunakan skala 1=amat sangat apek berbau bekatul hingga 9=amat
sangat harum, parameter rasa menggunakan skala 1=amat sangat pahit terasa
37 bekatul 9=amat sangat terasa manis dan untuk parameter tekstur menggunakan
skala 1=amat sangat keras hingga 9=amat sangat renyah. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik
cookies bekatul konvensional untuk parameter warna, aroma, rasa manis dan rasa asin serta tekstur pada setiap formula disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Uji Organoleptik Mutu Hedonik Cookies Bekatul Fungsional
Formula Uji Mutu Hedonik
Cookies Bekatul Fungsional Warna Aroma Rasa Tekstur
F0 4,76
b
5,64
b
5,65
bc
4,97
a
F1 4,21
b
4,72
ab
5,07
abc
5,18
a
F2 4,23
b
5,12
b
5,51
bc
4,74
a
F3 4,27
b
6,02
ab
5,76
c
5,11
a
F4 3,41
a
5,70
ab
4,84
ab
5,05
a
F5 2,93
a
5,15
a
4,30
a
5,31
a
Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat
sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang
tidak berbeda nyata uji Duncan p=0,05
Warna. Uji mutu hedonik terhadap parameter warna cookies bekatul
fungsional berkisar antara 2,93-4,76. Nilai ini berkisar sangat coklat sampai agak coklat. Nilai yang semakin rendah menunjukkan mutu warna
cookies yang semakin coklat.
Cookies F0 memiliki warna agak coklat. Cookies yang disubstitusi tepung bekatul fungsional 45 berwarna sangat coklat mendekati
coklat. Warna cookies bekatul fungsional F5 memiliki warna coklat paling tua.
Cookies dengan substitusi bekatul fungsional 20 F1, 25 F2 dan 30 F3 memiliki warna agak coklat.
Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi bekatul fungsional berpengaruh sangat nyata
α0,01 terhadap mutu warna
cookies bekatul fungsional. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 4 menunjukkan bahwa mutu warna formula
cookies bekatul fungsional F0, F1, F2, F3 adalah tidak berbeda nyata, sedangkan mutu warna
cookies F0 adalah berbeda nyata dengan
cookies bekatul fungsional F4 dn F5. Demikian pula warna
cookies F1, F2 dan F3 adalah berbeda nyata dengan warna cookies F4 dan F5. Mutu warna
cookies F4 dan F5 adalah tidak berbeda nyata.
Aroma. Hasil uji mutu hedonik terhadap parameter aroma cookies bekatul
fungsional menunjukkan bahwa nilai rata-rata mutu aroma cookies adalah 4,72-
6,02 atau berada pada kisaran agak berbau apek sampai agak harum. Peningkatan substitusi tepung bekatul fungsional menyebabkan aroma
cookies semakin apek. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan
38 tingkat substitusi tepung bekatul fungsional berpengaruh nyata
α0,05 terhadap mutu aroma
cookies. Nilai rata-rata mutu aroma tertinggi 6,02 yaitu pada kisaran agak harum dimiliki oleh
cookies kontrol F0. Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis,
cookies F0 mempunyai aroma paling harum dibandingkan formula lainnya. Nilai rata-rata mutu aroma terendah dimiliki oleh
cookies F5 yang mempunyai tingkat substitusi tepung bekatul konvensional yang paling tinggi yang mengindikasikan bahwa aroma
cookies paling apek dibandingkan formula lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa menurut panelis,
cookies F5 mempunyai aroma bekatul yang paling kuat dibandingkan dengan formula lainnya. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 4 menunjukkan bahwa mutu
aroma cookies bekatul fungsional formula F0, F1, F2, F3, dan F4 adalah tidak
berbeda nyata, sedangkan mutu aroma cookies bekatul fungsional F5 adalah
berbeda nyata dengan cookies formula F0 kontrol.
Rasa. Hasil uji mutu hedonik terhadap mutu rasa cookies bekatul
fungsional berada pada kisaran 4,30-5,84, yaitu pada kisaran agak pahit sampai biasa pahit tidak manis pun tidak. Nilai mutu rata-rata terendah dimiliki oleh
cookies F5 4,30 yaitu pada kisaran agak pahit. Nilai mutu rasa tertinggi dimiliki oleh
cookies F3. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul fungsional adalah berpengaruh nyata
α0,05 terhadap mutu rasa
cookies. Cookies bekatul fungsional formula F0, F1, F2, F3 dan F4 adalah tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Duncan Lampiran 4.
Cookies bekatul fungsional F5 adalah berbeda nyata dengan
cookies bekatul fungsional F3 dan F0.
Tekstur. Hasil penilaian organoleptik mutu tekstur cookies bekatul
fungsional berkisar antara 4,74-5,31 atau berada pada kisaran agak keras sampai biasa. Nilai mutu rata-rata terendah dimiliki oleh
cookies F2, yaitu 4,74 atau berada dikisaran agak keras. Nilai mutu rata-rata tertinggi dimiliki oleh
cookies F5 5,31 atau berada pada kisaran biasa keras tidak renyah pun tidak. Hasil sidik ragam Lampiran 6 menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi
tepung bekatul fungsional tidak berpengaruh nyata α0,05 terhadap mutu
tekstur cookies.
Hedonik kesukaan Cookies Bekatul Konvensional
Pada uji hedonik cookies bekatul konvensional, parameter yang diuji
adalah warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan overall cookies. Skala
yang digunakan berkisar antara 1 sampai 9, yaitu berkisar antara amat sangat
39 tidak suka sampai amat sangat suka. Hasil uji hedonik
cookies bekatul konvensional disajikan secara rinci pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Uji Organoleptik Hedonik Cookies Bekatul Konvensional
Formula Uji Hedonik
Cookies Bekatul Konvensional Warna Aroma Rasa
Tekstur Keseluruhan F0 6,07
a
6,44
a
6,35
a
6,27
a
6,54
a
F1 6,07
a
5,95
ab
6,13
a
6,60
a
6,51
a
F2 5,94
a
5,78
ab
5,95
a
6,35
a
6,23
a
F3 5,37
a
6,06
ab
5,55
a
6,24
a
5,85
a
F4 5,35
a
5,20
b
4,32
a
3,81
a
4,40
b
F5 5,22
a
5,31
b
4,55
a
5,08
a
5,04
b
Keterangan :Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat
sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang
tidak berbeda nyata uji Duncan p=0,05
Warna. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata
tingkat kesukaan panelis terhadap parameter warna cookies bekatul
konvensional berkisar antara 5,22-6,07 atau berada pada kisaran biasa sampai agak suka.
Cookies bekatul konvensional F0 dan F1 memiliki nilai kesukaan terhadap warna tertinggi 6,07 atau pada kisaran agak suka.
Cookies bekatul konvensional F5 memiliki nilai kesukaan terendah 5,22 yaitu pada kisaran
biasa. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa perbedaan tingkat substitusi bekatul konvensional terhadap
cookies adalah tidak berpengaruh nyata α0,05 terhadap tingkat kesukaan panelis untuk parameter warna pada cookies
bekatul konvensional.
Aroma. Penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap aroma
cookies bekatul konvensional memiliki nilai rata-rata 5,31-6,44 atau berada pada kisaran biasa sampai agak suka.
Cookies bekatul konvensional F0 mempunyai tingkat kesukaan tertinggi 6,44 sedangkan
cookies bekatul konvensional F5 mempunyai tingkat kesukaan aroma terendah 5,31. Hasil sidik ragam
Lampiran 4 menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul konvensional adalah berpengaruh nyata
α0,05 terhadap tingkat kesukaan aroma pada cookies bekatul konvensional. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 4 menunjukkan
bahwa c ookies bekatul konvensional F0, F1, F2, F3, F4 adalah tidak berbeda
nyata sedangkan cookies bekatul konvensional F5 adalah berbeda nyata
dengan cookies bekatul konvensional F0.
Rasa. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies
bekatul konvensional adalah 4,32-6,35 aau agak tidak suka sampai dengan agak
40 suka.
Cookies bekatul konvensional F4 memiliki nilai kesukaan terendah yaitu 4,32 atau agak tidak suka sedangkan
cookies F0 memiliki nilai kesukaan tertinggi yaitu 6,35 atau agak suka. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa
perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional adalah tidak berpengaruh nyata
α0,05 terhadap tingkat kesukaan terhadap rasa cookies bekatul konvensional
Tekstur. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies
bekatul konvensional adalah 3,81-6,60 atau berkisar tidak suka sampai dengan agak suka. Nilai kesukaan terhadap tekstur terendah dimiliki oleh
cookies bekatul konvensional F4 3,81 atau tidak suka. Nilai kesukaan tertinggi dimiliki oleh
cookies F1 6,60 atau agak suka. Hasil uji sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional tidak berpengaruh
nyata α0,05 terhadap tingkat kesukan panelis terhadap tekstur cookies bekatul
konvensional.
Keseluruhan. Variabel keseluruhan adalah penilaian panelis yang yang
berupa kombinasi variabel penerimaan panelis terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur. Nilai kesukaan terhadap keseluruhan adalah acuan
yang digunakan untuk menentukan formula terpilih. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan
cookies bekatul konvensional berada pada kisaran 4,04-6,54 atau pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka.
Cookies bekatul konvensional F0 memiliki nilai kesukaan tertinggi 6,54 secara keseluruhan sedangkan
cookies F4 memiliki nilai kesukaan terendah 4,40. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan tingkat substitusi tepung bekatul
konvensional adalah berpengaruh nyata α0,05 terhadap tingkat kesukan
panelis secara keseluruhan c ookies bekatul konvensional. Hasil uji lanjut
Duncan Lampiran 4 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap c ookies
bekatul konvensional F0, F1, F2 dan F3 adalah tidak berbeda nyata tetapi keempat formula tersebut adalah berbeda nyata dengan
cookies formula F4 dan F5.
Cookies bekatul konvensional F5 dan F4 adalah tidak berbeda nyata.
Hedonik kesukaan Cookies Bekatul Fungsional
Parameter yang diuji hedonik adalah tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan
cookies bekatul fungsional. Skala yang digunakan juga berkisar antara 1 sampai 9. Keterangan skala tersebut disajikan
pada Lampiran 2. Parameter 1 sampai 9 berkisar antara amat sangat suka sampai amat sangat tidak suka. Hasil uji hedonik digunakan untuk melihat
41 penerimaan panelis terhadap
cookies dan digunakan untuk menentukan formula cookies terpilih. Hasil uji hedonik cookies bekatul fungsional disajikan pada Tabel
10. Tabel 10 Hasil Uji Organoleptik Hedonik
Cookies Bekatul Fungsional Formula
Uji Hedonik Cookies Bekatul Fungsional
Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan
F0 6,13
a
5,75
a
5,71
ab
4,12
a
4,93
a
F1 5,48
ab
5,40
a
5,16
abc
4,30
a
4,83
ab
F2 5,70
ab
5,35
a
4,83
bc
4,12
a
4,47
ab
F3 5,79
ab
6,08
a
5,79
a
4,86
a
5,75
ab
F4 5,66
ab
5,54
a
5,02
abc
4,53
a
5,15
ab
F5 5,10
b
4,92
a
4,75
c
4,10
a
4,71
b
Keterangan : Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma:1=amat sangat apek 9=amat sangat harum; Rasa 1=amat sangat pahit 9=amat
sangat manis; Tekstur 1=amat sangat keras 9=amat sangat renyah Nilai rata-rata sekolom yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang
tidak berbeda nyata uji Duncan p=0.05
Warna. Hasil uji hedonik terhadap mutu warna cookies bekatul fungsional
berkisar antara 5,10-6,13. Cookies F0 mempunyai nilai rata-rata kesukaan
tertinggi 6,13 atau pada skala agak suka sedangkan F5 memiliki nilai rata-rata kesukaan terendah 5,10 atau biasa. Hasil uji sidik ragam Lampiran 6
menunjukkan perbedaan tingkat substitusi tepung bekatul fungsional berpengaruh sangat nyata
α0,01 terhadap tingkat kesukaan warna cookies. Uji lanjut Duncan Lampiran 6 menunjukkan F0, F1, F2, F3 adalah tidak berbeda
nyata, sedangkan F4 dan F5 adalah berbeda nyata dengan F0 α0,05.
Aroma. Hasil penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap
aroma cookies bekatul fungsional memiliki nilai rata-rata 4,92-6,08 atau berada
pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka. Nilai rata-rata tertinggi 6,08 atau agak suka dimiliki
cookies F3. Cookies bekatul fungsional F5 memiliki tingkat kesukaan rata-rata terendah 4,92 atau berada pada kisaran agak tidak
suka. Hasil sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul fungsional adalah tidak berpengaruh nyata
α0,05 terhadap tingkat kesukaan mutu aroma
cookies bekatul fungsional.
Rasa. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies
bekatul fungsional adalah 4,75-5,79. Nilai kesukaan terendah dimiliki oleh cookies F5 4,75 atau agak tidak suka. Nilai kesukaan tertinggi 5,79 dimiliki
cookies F3 atau biasa. Hasil uji sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa tingkat substitusi tepung bekatul fungsional adalah berpengaruh nyata
α0,05 terhadap tingkat kesukaan panelis. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa
42 tingkat kesukaan terhadap
cookies bekatul fungsional F0, F1, F2 dan F3 adalah tidak berbeda nyata. Tingkat kesuaan c
ookies bekatul fungsional F4 adalah tidak berbeda nyata dengan
cookies bekatul fungsional F0 tetapi berbeda nyata dengan tingkat kesukaan
cookies bekatul fungsional F3. Tingkat kesukaan cookies bekatul fungsional F5 adalah berbeda nyata dengan cookies bekatul
fungsional F3 dan F0.
Tekstur. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies
bekatul fungsional adalah 4,10-4,86 atau pada kisaran tidak suka. Nilai kesukaan tertinggi dimiliki
cookies F3 sedangkan nilai kesukaan terendah dimiliki oleh
cookies F5. Hasil uji sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan tingkat substitusi tepung bekatul fungsional tidak berpengaruh nyata
α0,05 terhadap tingkat kesukan panelis pada tekstur
cookies bekatul fungsional. Cookies bekatul fungsional cenderung memiliki tekstur yang lebih keras daripada
cookies bekatul konvensional. Hal ini disebabkan oleh kandungan air tepung bekatul fungsional
yang rendah tetapi memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga membuat teksturnya menjadi lebih keras. Meskipun bekatul mempunyai kandungan protein
yang tinggi, tetapi tidak membuat tekstur cookies lebih mengembang dan lunak
karena jenis proteinnya bukan gluten seperti pada tepung terigu. Protein yang berpengaruh terhadap pengembangan adonan
cookies adalah gluten.
Keseluruhan. Variabel keseluruhan adalah penilaian panelis yang
berupa kombinasi variabel penerimaan panelis terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur. Nilai kesukaan terhadap keseluruhan adalah acuan
yang digunakan untuk menentukan formula terpilih. Formula terpilih ditentukan berdasarkan hasil sidik ragam yang tidak berbeda nyata dengan
cookies F0 tetapi memiliki tingkat substitusi tepung bekatul fungsional yang teringgi.
Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan cookies
bekatul fungsional berada pada kisaran 4,47-5,75 atau pada kisaran agak tidak suka sampai agak suka.
Cookies bekatul fungsional F3 memiliki nilai kesukaan tertinggi 5,75 secara keseluruhan sedangkan
cookies bekatul fungsional F2 memiliki nilai kesukaan terendah 4,47. Hasil sidik ragam Lampiran 4
menunjukkan tingkat substitusi tepung bekatul konvensional berpengaruh nyata α0,05 terhadap tingkat kesukan panelis secara keseluruhan. Hasil uji lanjut
Duncan Lampiran 4 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan cookies bekatul
fungsional F0, F1, F2, F4 dan F5 adalah tidak berbeda nyata. C ookies bekatul
43 fungsional F3 dan F4 berdasarkan uji lanjut Duncan Lampiran 4 adalah tidak
berbeda nyata.
Kandungan Zat Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional
Kandungan gizi, serat pangan dan kapasitas antioksidan cookies kontrol
dan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional formula terpilih
disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Kandungan Gizi, Serat Pangan dan kapasitas Antioksidan
Cookies F0 dan
Cookies Bekatul Konvensional dan Fungsional Terpilih Komponen
Cookies F0 Cookies Bekatul
Konvensional Cookies Bekatul
Fungsional SNI
bb bk bb bk bb bk Air
2,36
a
- 3,21
a
- 2,94
a
- Maks 5
Abu 1,75
1,79
a
3,02 3,12
b
2,92 3,01
b
Maks 1,5 Protein
6,99 7,16
a
7,32 7,56
a
6,46 6,66
a
Min 9 Lemak 26,14
26,78
a
28,88 29,84
a
28,24 29,09
a
Min 9,5 Karbohidrat
- 61,91
b
- 56,26
a
- 58,31
a
Maks 70 Total Serat
Pangan 3,30 3,38
a
9,78 10,10
b
10,53 10,85
b
- AEAC 27,06
27,71
a
32,13 33,19
b
31,68 32,64
b
- Kapasitas
antioksidan 60,58 -
70,87 -
69,03 -
- Energi
kkal - 518,50
- 527,30
- 517,80 Min
400 Keterangan : SNI 01-2973-1992 biskuit
bb = basis basah; bk = basis kering
Nilai rata-rata sebaris yang diikuti huruf sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata uji Duncan p=0,05
Nilai gizi suatu produk rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama dan sesudah proses pengolahan. Selama proses pengolahan terjadi
kerusakan zat gizi dalam pangan. Kadar zat gizi yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Selain itu, juga dianalisis kadar serat
pangan dan kapasitas antioksidan. Kadar karbohidrat ditentukan dengan mengurangkan nilai 100 dengan kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar
lemak dan kadar serat pangan. Kandungan zat gizi tersebut dibandingkan dengan SNI untuk biskuit yang dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional.
Analisis proksimat juga digunakan untuk menentukan kandungan energi cookies.
Kadar air
Kadar air yang terdapat dalam produk pangan akan mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa. Kadar air
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional masing-masing adalah 3,21 bb dan 2,94 bb. Hasil
44 uji sidik ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa substitusi tepung terigu dengan
tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional dalam pembuatan cookies tidak berpengaruh nyata
α0,05 terhadap kadar air cookies. Kadar air kedua jenis
cookies ini masih memenuhi SNI, yaitu maksimum 5. Kadar air pada
cookies bekatul konvensioal dan fungsional cenderung lebih tinggi daripada kadar air
cookies kontrol 2,36 bb. Hal ini disebabkan karena kadar air tepung bekatul konvensional dan fungsional yang digunakan untuk substitusi tepung
terigu lebih tinggi daripada tepung terigu itu sendiri Nurhayati 2010. Kadar air menentukan kerenyahan
cookies sehingga akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Kandungan air yang tinggi akan membuat
cookies menjadi tidak renyah. Kadar air yang berkisar antara 3-7 akan mencapai
kestabilan optimum sehingga pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang merusak bahan dapat dikurangi Winarno 1997. Kadar air umumnya berbanding
lurus dengan a
w
, yaitu semakin kecil kadar air, maka semakin kecil a
w
sehingga semakin awet bahan pangan tersebut. Nilai a
w
yang rendah akan menghambat pertumbuhan mikroba pada bahan pangan sehingga bahan pangan menjadi
lebih awet Winarno 1997. Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Istilah aktivitas air digunakan
untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi Syarief Khalid 1992..
Kadar Abu
Abu merupakan bahan anorganik mineral dalam suatu bahan pangan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kadar abu
cookies F0 adalah 1,79 bk. Kadar abu
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional lebih tinggi daripada
cookies bekatul kontrol, yaitu masing-masing 3,12 bk dan 3,01 bk karena mineral pada tepung bekatul lebih tinggi dibandingkan dengan
tepung terigu. Berdasarkan hasil uji sidik ragam Lampiran 5, penambahan tepung bekatul memberi pengaruh sangat signifikan
α0,01 terhadap kadar abu cookies yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 5 menunjukkan
bahwa cookies kontrol berbeda nyata
α0,05 dengan cookies bekatul konvensional dan
cookies bekatul fungsional terpilih, sedangkan kadar abu cookies bekatul konvensional tidak berbeda nyata
α0,05 dengan cookies bekatul fungsional.
Kadar abu cookies kontrol dengan Kadar abu cookies bekatul fungsional
sedikit lebih rendah daripada cookies bekatul konvensional. Hal ini sesuai
45 dengan penelitian Nurhayati 2010 yang menunjukkan bahwa kandungan abu
pada tepung bekatul konvensional lebih tinggi daripada tepung bekatul fungsional. Kadar abu
cookies bekatul konvensional dan fungsional lebih tinggi daripada batas SNI maksimum, yaitu 1,5 bb karena kadar abu tepung bekatul
konvensional dan fungsional lebih tinggi daripada tepung terigu.
Kadar Protein
Kadar protein cookies bekatul konvensional 7,56 bk dan cookies
bekatul fungsional 6,66 bk, berdasarkan uji lanjut duncan adalah tidak berbeda nyata
α0,05. Berdasarkan hasil sidik ragam Lampiran 5, Substitusi tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional terhadap tepung
terigu adalah tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein cookies. Hasil
penelitian Nurhayati 2010 menunjukkan bahwa kadar protein tepung bekatul konvensional adalah juga tidak berbeda nyata dengan tepung bekatul fungsional.
Kadar protein cookies kontrol, cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul
fungsional lebih rendah dari standar yang ditetapkan BSN Badan Standarisasi Nasional, yaitu minimum 9. Nurhayati 2010 mengungkapkan bahwa kadar
protein tepung bekatul konvensional adalah 13,50 bk sedangkan tepung bekatul fungsional adalah 12,72 bk. Kedua tepung ini mempunyai kadar
protein yang lebih tinggi daripada tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan
cookies , yaitu tepung terigu jenis soft flour dengan kadar protein 10.
Adanya bahan lain selain tepung terigu dan tepung bekatul konvensional dan fungsional yang digunakan dalam pembuatan
cookies dengan proporsi 63,83 berpengaruh terhadap penurunan kadar protein. Hal tersebut
disebabkan karena adanya reaksi Maillard, yaitu reaksi antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan amina primer Winarno 2008. Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian Rosenberg dan Rohdenburg 1951 yang menunjukkan bahwa pemanggangan dengan oven berpengaruh terhadap
berkurangnya kadar asam amino lisin pada produk akhir. Asam amino lisin jumlahnya terbatas pada prosuk serealia. Penambahan susu skim susu tanpa
lemak ke dalam adonan cookies dapat menyebabkan asam amino lisin semakin
berkurang karena meningkatnya reaksi Maillard sebagai akibat dari tingginya konsentrasi gula pereduksi laktosa. Dengan demikian kadar protein dapat
berkurang akibat pemanggangan dengan oven.
Kadar Lemak
46 Kadar lemak
cookies kontrol 26,78 bk cenderung lebih rendah daripada
cookies bekatul konvensional 29,84 bk dan cookies bekatul fungsional 29,09 bk. Berdasarkan sidik ragam Lampiran 5, substitusi tepung
bekatul tidak berpengaruh nyata α0,05 terhadap kadar lemak cookies. Kadar
lemak cookies bekatul konvensional adalah tidak berbeda nyata
α0,05 dengan
cookies bekatul fungsional. Kadar lemak cookies bekatul konvensional cenderung lebih tinggi daripada
cookies bekatul fungsional. Hal ini sesuai dengan penelitian Nurhayati 2010 yang mengungkapkan bahwa kadar lemak tepung
bekatul konvensional adalah lebih tinggi 20,25 bk sedangkan tepung bekatul fungsional lebih rendah, yaitu 17,35 bk. Kadar lemak
cookies bekatul fungsional dan bekatul konvensional memenuhi standar SNI, yaitu minimum
9,50.
Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung secara by difference, yaitu dengan
memperhitungkan jumlah karbohidrat dari pengurangan komponen total 100 terhadap kadar air, lemak, protein dan abu. Kadar karbohidrat pada
cookies bekatul kontrol 61,91 bk lebih tinggi daripada
cookies bekatul konvensional 56,26 bk dan
cookies bekatul fungsional 58,31 bk. Kadar karbohidrat cookies kontrol berbeda nyata dengan kadar karbhidrat cookies bekatul
konvensional dan fungsional. Hasil sidik ragam Lampiran 5 menunjukkan bahwa substitusi tepung
bekatul konvensional dan fungsional terhadap tepung terigu berpengaruh nyata α0,05 terhadap kadar karbohidrat cookies. Kadar karbohidrat cookies F0
adalah tidak berbeda nyata dengan cookies bekatul konvensional terpilih. Kadar
karbohidrat cookies bekatul konvensional terpilih adalah berbeda nyata dengan
cookies bekatul fungsional terpilih. Hal ini disebabkan oleh kadar air tepung bekatul konvensional 9,97 lebih besar daripada tepung bekatul fungsional
2,34. Kadar karbohidrat
cookies kontrol, cookies bekatul konvensional dan fungsional memenuhi standar SNI untuk
cookies, yaitu maksimum 70. Kadar karbohidrat
cookies bekatul fungsional terpilih lebih tinggi daripada cookies bekatul konvensional terpilih. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Nurhayati
2010 yang menyebutkan bahwa kadar karbohidrat tepung bekatul konvensional 44,85 bk lebih rendah daripada tepung bekatul fungsional 58,07 bk.
47 Menurut Ramesh 1999, kandungan karbohidrat cenderung stabil dibandingkan
dengan komponen lain ketika dilakukan pemanasan.
Kadar Serat Pangan Kadar serat pangan total dihitung berdasarkan kandungan serat larut air
dan serat tak larut air pada pangan. Kadar total serat pangan cookies kontrol
6,65bk lebih rendah daripada serat pangan pada cookies bekatul
konvensional 10,10 bk dan cookies bekatul fungsional 10,85 bk. Hal ini
disebabkan karena kandungan serat pada tepung bekatul konvensional 29,15 bk dan tepung bekatul fungsional 33,87 bk yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung terigu. Kandungan serat pangan pada cookies bekatul
konvensional lebih rendah daripada cookies bakatul fungsional.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa substitusi tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional adalah berpengaruh nyata terhadap
kadar serat pangan total. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 5 menunjukkan bahwa kandungan serat pangan total
cookies kontrol berbeda nyata α0,05
dengan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional.
Kandungan serat pangan total cookies bekatul konvensional adalah tidak
berbeda nyata α0,05 dengan cookies bekatul fungsional. Kadar komponen
serat pangan disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Kadar Komponen serat pangan
Cookies Komponen Serat
Pangan Cookies Kontrol
Cookies Bekatul Konvensional
Cookies Bekatul Fungsional
Serat tak larut air 3,26
7,58 8,59
Serat larut air 3,39
2,52 2,26
Total serat pangan 6,65
10,10 10,85
Serat pangan total terbagi menjadi dua, yaitu serat pangan larut soluble
dietary fiber dan serat pangan tidak larut insoluble dietary fiber. Serat pangan larut terdiri atas glukan, pektin, dan musilase, sedangkan serat pangan tidak larut
terdiri atas selulosa, lignin, dan beberapa hemiselulosa. Serat larut mudah difermentasi oleh mikroflora dalam usus besar dan berhubungan dengan
metabolisme karbohidrat dan lipid. Sementara serat tidak larut bekontribusi terhadap volume feses dan menurunkan waktu transit sisa makanan di dalam
usus. Selulosa tidak larut di dalam air serta tahan hidrasi dan pengembangan. Sebaliknya, pektin siap larut di air dan memiliki kemampuan yang tinggi mengikat
ion. Lignin dan hemiselulosa menyerap asam empedu, sedangkan selulosa sendiri memiliki kapasitas yang sangat rendah untuk penyerapan garam empedu.
48 Pengikatan garam empedu akan mengganggu penyerapan lemak di usus
Damayanthi et al. 2007.
Hasil analisis serat pangan menunjukkan bahwa kandungan serat tak larut pada
cookies kontrol lebih rendah daripada serat tak larut cookies bekatul konvensional dan
cookies bekatul fungsional. Serat pangan tidak larut terdiri atas selulosa, lignin, dan beberapa hemiselulosa.
Cookies bekatul fungsional mempunyai kandungan serat tak larut yang lebih tinggi daripada
cookies bekatul konvensional. Hal ini disebabkan kandungan serat tak larut tepung bekatul
fungsional 29,77 bk lebih tinggi daripada serat tak larut tepung bekatul konvensional 26,81 bk.
Kapasitas antioksidan
Bekatul mengandung komponen antioksidan lebih dari 100 jenis Helal 2005 sehingga perlu dilakukan pengujian analisis kapasitas antioksidan pada
cookies tepung bekatul konvensional dan cookies tepung bekatul fungsional yang memiliki komposisi tepung bekatul masing-masing 35 dari tepung terigu.
Metode yang digunakan dalam penetapan kapasitas antioksidan adalah metode DPPH Kubo
et al. 2002. DPPH 2,2-dyphenyl-1-picrylhydrazil, dengan berat molekul 394,33 merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam larutan
metanol yang berwarna ungu tua. Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi seyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan
intensitas warna dari larutan DPPH. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan
α
,
α
-diphenyl-
β
-picrylhydrazine, melalui kemampuan antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan
antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan yang semakin besar pula Benabadji
et al. 2004. Hasil analisis menunjukkan bahwa
cookies bekatul konvensional memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi 70, 87 bb atau setara dengan aktivitas
33,19 mgvitamin C100g cookies dibandingkan dengan cookies kontrol setara
27,71 mg vitamin C dan cookies bekatul fungsional setara 32,64 mgvitamin
C100g cookies. Hasil uji lanjut Duncan Lampiran 5 menunjukkan bahwa
kapasitas antioksidan cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies bekatul
konvensional dan cookies bekatul fungsional. Substitusi tepung bekatul
konvensional dan tepung bekatul fungsional berpengaruh nyata terhadap kapasitas antioksidan
cookies. Hal ini disebabkan oleh kandungan antioksidan
49 yang lebih besar pada tepung bekatul konvensional dan fungsional dibandingkan
dengan tepung terigu. Kapasitas antioksidan
cookies bekatul konvensional tidak berbeda nyata dengan
cookies bekatul fungsional. Kapasitas antioksidan cookies bekatul konvensional sebsar 70,87 berarti komponen antioksidan dalam
cookies bekatul konvensional mampu menangkal 70,87 radikal bebas yang
mengoksidasinya. Nilai ini setara dengan 33,19 mg vitamin C100 g yang berarti jumlah antioksidan dalam
cookies bekatul konvensional setara dengan vitamin C 33,19 mgvitamin C100g
cookies. AEAC Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity adalah kesetaraan jumlah antioksidan sampel dalam berat vitamin C
mg. Menurut Nurhayati 2010, Tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional memiliki kapasitas antioksidan yang cukup tinggi, yaitu
sebesar 77.21 yang berarti komponen antioksidan dalam tepung bekatul konvensional mampu menangkal 77.21 radikal bebas yang mengoksidasinya.
Nilai ini setara dengan AEAC 170.40 mgvitamin C100g tepung bekatul konvensional.
Kandungan Energi Kandungan energi dihitung berdasarkan kandungan protein, lemak dan
karbohidrat. Sumber energi terbesar adalah lemak yang menghasilkan 9 Kal energi per gram lemak. Karbohidrat dan protein masing-masing menghasilkan 4
Kal energi per gram. Berdasarkan hasil analisis kandungan zat gizi Tabel 11, nilai energi pada
cookies kontrol adalah 519 Kal per 100 gram cookies. Kandungan energi pada
cookies bekatul konvensional sebesar 527 Kal dan cookies bekatul fungsional sebesar 518 Kal per 100 gram cookies. Kandungan
energi tersebut memenuhi standar SNI untuk cookies, yaitu minimum 400 Kal
energi per 100 gram cookies.
Saran penyajian untuk makanan selingan adalah 20 dari kebutuhan energi sehari. Asumsi kebutuhan energi sehari rata-rata untuk orang Indonesia
adalah 2000 Kal. Dengan demikian, kebutuhan energi dari makanan selingan dalam sehari adalah sebesar 400 Kal. Saran konsumsi
cookies per hari setara 400 Kal adalah 77 gram per hari untuk
cookies kontrol, 76 gram per hari untuk cookies tepung bekatul konvensional dan 77 gram per hari untuk cookies tepung
bekatul fungsional.
Klaim Kesehatan
50 Klaim kesehatan harus memenuhi kriteria tertentu Rolfes 2009. Klaim
untuk kesehatan cookies bekatul dapat dilihat dari segi manfaat serat pangan
untuk kesehatan. Lembaga kanker Amerika menganjurkan makan 20-30 gram serat per hari Almatsier 2004. Kontribusi yang diharapkan dari makanan
selingan adalah 20 dari anjuran konsumsi serat per hari, yaitu 4-6 gram. Cookies bekatul konvensional mengandung serat sebesar 10,10 gram100 gram
cookies atau mengandung 7,68 gram serat per serving size 76 gram. Cookies bekatul fungsional mengandung serat pangan sebesar 10,85 gram100 gram
cookies atau mengandung 8,35 gram serat pangan per serving size 77 gram. Rolfes 2009 menyatakan bahwa kontribusi minimum 20 termasuk dalam
kategori “tinggi” atau “kaya” zat gizi. Cookies bekatul konvensional dan cookies
bekatul fungsional memenuhi kriteria sebagai pangan tinggi atau kaya serat berdasarkan kriteria tersebut.
Analisis Biaya Pembuatan Cookies
Analisis biaya pembuatan produk dilakukan untuk mengetahui harga jual produk
cookies kontrol, cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional. Analisis biaya pembuatan dilakukan berdasarkan harga masing-
masing komponen penyusun, peralatan yang digunakan, jumlah pekerja dan kapasitas produksi . Profit atau laba diperoleh karena produk dijual dengan harga
tertentu. Dengan demikian, harga jual merupakan inti dari seluruh kegiatan usaha Bartono 2005. Sebelum dilakukan biaya pembuatan
cookies maka perlu dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui harga tepung bekatul konvensional
dan tepung bekatul fungsional. Berdasarkan analisis, harga untuk tepung bekatul konvensional adalah Rp 54.360,00kg sedangkan harga untuk tepung bekatul
fungsional adalah Rp 56.530kg. Total biaya produksi adalah total biaya bahan per kg produk biaya
variabel dan total biaya dasar produksi. Biaya seluruh bahan baku meliputi biaya tepung terigu, tepung bekatul, margarin, mentega, gula halus, telur, bubuk coklat,
bubuk kayu manis, vanili, soda kue, susu skim. Biaya dasar produksi adalah penjumlahan dari total biaya penyusutan alat, harga sumber energi, upah
pekerja, biaya pengangkutan per produk dan over head dalam satuan per kg
produk. Biaya penggunaan peralatan meliputi biaya untuk pembelian oven, roller,
pisau, loyang, kuas, dan gunting. Dalam penggunaan peralatan, terdapat perawatan, penyusutan alat sehingga juga perlu dipertimbangkan. Biaya untuk
sumber energi yang digunakan adalah biaya pengeluaran untuk listrik dan gas.
51 Jenis profesi yang diperlukan dalam proses produksi adalah direktur, manajer,
supervisor, QC Quality control, operator, bagian produksi, supir, keamanan, sales dan cleaning service.
Upah pekerja ditentukan berdasarkan upah minimum regional daerah yang bersangkutan, yang dalam hal ini ditetapkan adalah daerah Bogor, Jawa
Barat untuk masing-masing jenis tingkat pendidikan. Upah pekerja untuk direktur diasumsikan dengan gaji sebesar Rp 12.500.000,00bulan, manajer diasumsikan
dengan gaji sebesar Rp 7.500.000,00bulan, supervisor, sales, QC dan security
diasumsikan dengan gaji sebesar Rp 1.750.000,00bulan, operator produksi sebesar Rp 1.150.000,00bulan, bagian produksi diasumsikan dengan gaji
sebesar Rp 910.000,00bulan, cleaning service dan supir diasumsikan dengan
gaji sebesar Rp 800.000,00bulan. Selain itu juga diperlukan perkiraan untuk biaya pengangkutan dan biaya
lain-lain yang kemungkinan muncul diluar biaya yang diperkirakan. Kapasitas produksi ditetapkan berdasarkan kapasitas alat utama, yaitu oven. Oven yang
digunakan adalah oven dengan kapasitas produksi 160 kg. Persentase keuntungan perusahaan ditetapkan sebesar 30 dari biaya total produksi. Harga
dasar atau harga pokok penjualan adalah penjumlahan dari biaya total produksi dan keuntungan perusahaan. Harga yang digunakan sebagai perbandingan
terhadap cookies komersial adalah harga dasar. Tabel perhitungan analisis biaya
pembuatan secara rinci terlampir Lampiran 6. Perhitungan analisis biaya pembuatan secara ringkas disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Ringkasan Analisis Biaya Pembuatan Cookies
Jenis Biaya Cookies
Kontrol Cookies Bekatul
Konvensional Cookies Bekatul
Fungsional Harga bahan dasar
per kg 17.197,2 21.888,8
24.433,6 Biaya dasar
produksi 13.131,7 13.131,7
13.131,7 Total biaya produksi
30.339,2 35.020,5
37.131,3 Keuntungan
perusahaan 9.101,7 10.506,1
11.269,6 Harga dasar per kg
39.440,9 45.526,6
48.834,9 Harga sesuai
rendemenkg 47.519,2 54.851,4
58.837,2 Harga per 100 gram
4.752 5.485
5.884 Harga untuk
cookies kontrol adalah Rp. 5.063 per kemasan 100 gram. Selain harga
cookies komersil, harga cookies kontrol dijadikan acuan atau
52 patokan perbandingan dengan
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional. Harga
cookies kontrol menjadi lebih murah dibandingkan cookies bekatul konvensional atau
cookies bekatul fungsional karena harga bahan baku tepung terigul lebih murah daripada tepung bekaul konvensional dan fungsional.
Berdasarkan perhitungan, diperoleh harga cookies bekatul konvensional
berdasarkan rendemen per kemasan 100 gram adalah Rp 5.485kg. Harga ini merupakan harga dasar sesuai dengen rendemen
cookies. Harga ini lebih mahal jika dibandingkan dengan harga produk
cookies kontrol, yaitu 4.752 rupiah. Selisih dari kedua harga ini sebesar 733 rupiah per 100 gram atau dengan kata
lain 7330 rupiah per kg. Harga dari komposisi bahan yang berbeda adalah pada harga tepung bekatul yang digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu. Harga
tepung bekatul konvensional per kg adalah Rp. 47.251. Harga ini jauh lebih mahal dibandingkan harga tepung terigu, yaitu Rp. 11.000 ditingkat pengecer.
Harga tepung bekatul konvensional yang jauh lebih mahal disebabkan karena rendemen pengolahan bekatul menjadi tepung bekatul konvensional
adalah kecil 40,27 Nurhayati 2010. Selain itu, proses pengolahan bekatul menjadi tepung bekatul konvensional membutuhkan rangkaian proses yang
panjang dan membutuhkan peralatan khusus seperti ayakan 60 mesh, autoklaf, oven serta kemasan. Bekatul yang diolah menjadi tepung bekatul konvensional
juga harus berupa bekatul segar dari penggilingan padi. Bekatul mempunyai kandungan lemak yang tinggi sehingga mudah tengik dalam beberapa jam
setelah penggilingan. Ketengikan ini disebabkan oleh enzim lipase yang dapat menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak akan
dioksidasi oleh enzim lipoksigenase menjadi peroksida, keton dan aldehid yang menyebabkan bekatul menjadi tengik Juliano 1985.
Tepung bekatul memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi jika diolah lebih lanjut daripada hanya digunakan sebagai pakan ternak. Harga bekatul awal
adalah Rp 1500,00kg sedangkan jika diolah menjadi tepung bekatul konvensional harganya menjadi Rp 47.251,00kg. Tepung Bekatul fungsional
lebih mahal daripada tepung bekatul konvensional da tepung terigu. Harga tepung bekatul fungsional berdasarkan analisis adalah Rp 56.527,00kg Setelah
diolah menjadi tepung bekatul, bekatul menjadi lebih mudah diolah menjadi produk makanan lain dan mempunyai lebih banyak manfaat karena lebih praktis
digunakan sebagai bahan pangan yang siap dikonsumsi. Selain itu, tepung
53 bekatul juga dapat digunakan sebagai bahan untuk mensubstitusi tepung terigu
dalam produk makanan. Harga
cookies bekatul fungsional adalah Rp. 5.884,00 per kemasan 100 gram atau Rp. 58.837,00 kg. Harga
cookies ini lebih mahal daripada cookies kontrol Rp 47.519,02kg dan
cookies bekatul konvensional Rp 54.851,40kg karena harga bahan baku tepung bekatul fungsional yang lebih mahal daripada
tepung terigu dan tepung bekatul konvensional. Harga cookies bekatul
konvensional dan cookies bekatul fungsional tidak berbeda terlalu besar. Harga
tepung bekatul bekatul fungsional juga tidak berbeda terlalu besar per kg. Substitusi tepung bekatul yang dilakukan adalah sampai 35 dari komposisi
tepung terigu atau 35 gram dari 100 gram tepung terigu. Substitusi yang tidak terlalu besar tidak menyebabkan harganya banyak meningkat. Selisih harga
cookies bekatul fungsional dengan cookies kontrol adalah 1132,00100 gram atau 11.320,00kg sedangkan selisih
cookies bekatul konvensional dengan cookies bekatul fungsional adalah Rp 7330,00kg. Daftar perbandingan harga
cookies disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Daftar Perbandingan Harga dan Harga Serat
Cookies Produk
Setengah Takaran
Saji Harga
Seratg Rp
Harga Cookies per
Takaran saji Rp Harga
Cookies per gram Rp
Cookies F0 7 keping
39 g 1.405,
92 1.853,28 47,52
Cookies bekatul fungsional F3
7 keping 38 g
543,0 7
2.235,92 58,84 Cookies bekatul
konvensional F3 7 keping
39 g 542,3
2.139,15 54,85 Biskuit Komersil
A 5 keping
25 g 309,5
2 928,57 37,14
Biskuit Komersil B
9 keping 36 g
3466, 67
3466,67 96,30 Keterangan: berdasarkan survei di pasaran
Cookies bekatul fungsional dan cookies bekatul konvensional memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan
cookies komersil A tetapi lebih murah daripada
cookies komersil B. Alat yang digunakan untuk membuat tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional cukup mahal sehingga
harga cookies bekatul lebih mahal daripada cookies komersil. Biskuit komersil A
termasuk biskuit komersil dengan harga murah. Biskuit komersil A adalah biskuit
dengan komposisi bahan dari gandum utuh atau disebut biskuit gandum. Biskuit
komersil B termasuk biskuit komersil dengan harga relatif mahal. Biskuit komersil
54 B juga termasuk dalam kategori biskuit
gandum. Harga serat biskuit komersil B jauh lebih mahal karena kandungan serat pada biskuit komersil B lebih rendah
atau komposisi tepung gandum utuhnya lebih rendah. Harga serat per gram
cookies bekatul konvensional lebih mahal daripada cookies bekatul fungsional padahal harga cookies bekatul konvensional lebih
murah dar pada cookies bekatul fungsional. Hal ini disebabkan karena
kandungan serat pada cookies bekatul fungsional lebih tinggi daripada cookies
bekatul konvensional. Selisih harga serat cookies bekatul konvensional dan
cookies bekatul fungsional adalah Rp 770kg. Selisih harga per takaran saji antara biskuit
komersil A dengan cookies bekatul konvensional dan
cookies bekatul fungsional cukup besar. Biskuit komersil A mempunyai harga yang jauh lebih murah daripada
cookies bekatul konvensional dan
cookies bekatul fungsional. Selisih harga cookies bekatul konvensional dengan biskuit komersil A adalah sebesar Rp 17,71gram. Selisih
cookies bekatul fungsional dengan biskuit komersil A adalah Rp 21,70gram. Biskuit komersil A dan B adalah biskuit yang menggunakan tepung
whole wheat atau tepung gandum utuh. Harga serat
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional juga lebih mahal dibandingkan biskuit komersil A. Harga serat
biskuit komersil A adalah Rp 309,52gram. Harga ini lebih murah dibandingkan harga
cookies bekatul konvensional Rp 542,30gram dan cookies bekatul fungsional Rp 543,07gram.
Biskuit komersil B mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan dengan
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional. Selisih harga
cookies bekatul fungsional dengan cookies komersil B adalah Rp 37,46gram. Selisih harga
cookies bekatul konvensional dengan cookies komersil B adalah Rp 41,45gram. Harga serat biskuit komersil B jauh lebih mahal
dibandingkan harga serat cookies bekatul konvensional, cookies bekatul
fungsional dan biskuit komersil A. Hal ini disebabkan karena kandungan serat biskuit komersil B juga jauh lebih rendah dibandingkan ketiga jenis biskuit
tersebut. Biskuit komersil B juga terbuat dari tepung gandum utuh tetapi diduga proporsinya kecil sehingga kandungan seratnya juga rendah.
Selisih harga cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul
fungsional dengan biskuit komersil A lebih besar karena harga biskuit komersil A lebih murah daripada biskuit komersil B. Ukuran
serving size biskuit komersil A lebih kecil daripada biskuit komersil B serta
cookies bekatul konvensional dan
55 cookies bekatul fungsional. Hal ini juga mempengaruhi harga per takaran saji
karena kuantitas cookies berbeda.
Analisis pembuatan biaya yang digunakan menggunakan skala industri. Jenis industri yang digunakan termasuk dalam kategori industri kecil. Kategori
industri tersebut didasarkan atas jumlah pegawai yang berjumlah 15 orang. Berdasarkan jumlah pegawainya, maka industri tersebut termasuk dalam
kategori industri kecil. Klasifikasi industri berdasarkan bahan mentah yang digunakan, maka industri pembuatan
cookies yang dibuat termasuk dalam industri pertanian karena menggunakan bahan mentah dari hasil pertanian.
Berdasarkan proses produksi, maka industri pembuatan cookies termasuk dalam
kategori industri hilir karena memproduksi bahan yang sudah siap dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan subjek pengelola, maka industri tersebut termasuk
dalam kategori industri rakyat karena dimiliki dan dikelola oleh rakyat. Kadar serat dan antioksidan
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional tidak berbeda nyata. Harga
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional juga tidak jauh berbeda. Dari segi kandungan gizi
serat dan antioksidan menunjukkan bahwa cookies bekatul konvensional lebih
efisien karena komponen biaya dari pembuatan tepung bekatul konvensional lebih murah dibandingkan tepung bekatul fungsional.
56
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Bekatul masih mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai bahan pangan. Produksi bekatul dari pendekatan produksi padi di
Indonesia tergolong cukup besar dan cenderung mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Kontribusi energi dari bekatul dapat mencapai 62.056,00
Kalkapitatahun pada tahun 2010. Kontribusi energy tersebut dapat menggantikan 40.950,00 ton beras per tahun atau 40.405,27 ton tepung terigu
per tahun. Formula pembuatan
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional ada 6 formula, yaitu F1 substitusi 25, F2 substitusi 30. F3
substitusi 35, F4 substitusi 40, F5 substitusi 45 dan F0 cookies
kontrol. Formula cookies yang terpilih adalah cookies F3, masing-masing untuk
cookies yang disubstitusi tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional.
Kadar air, abu, lemak, karbohidrat, serat pangan total, AEAC dan
kapasitas antioksidan cookies bekatul konvensional dan fungsional formula
terpilih masing-masing adalah 3,21 bb, 3,12 bk, 7,56 bk, 29,84 bk, 56,26 bk, 10,10 bk, 33,19 mg, 70,87 bb dan 2,94 bb, 3,01 bk, 6,66
bk, 29,09 bk, 58,31 bk, 10,85 bk, 32,64 mg, 69,03 bb. Kadar air, abu, lemak, karbohidrat, serat pangan dan kapasitas antioksidan
cookies bekatul konvensional dan
cookies bekatul fungsional tidak berbeda nyata kecuali kadar protein. Kadar protein, karbohidrat, serat pangan dan kapasitas antioksidan
cookies kontrol berbeda nyata dengan cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional. Secara umum,
cookies bekatul konvensional dan cookies bekatul fungsional memiliki kadar serat dan kapasitas antioksidan yang lebih baik
lebih tinggi daripada cookies kontrol.
Harga cookies bekatul fungsional lebih mahal daripada cookies bekatul
konvensional, cookies kontrol dan biskuit komersil dengan harga murah biskuit
komersil A. Cookies bekatul konvensional lebih mahal daripada cookies kontrol
dan cookies komersil harga murah. Hal ini diiringi dengan peningkatan kadar
serat dan kapasitas antioksidan pada cookies bekatul konvensional dan cookies
bekatul fungsional.
57
Saran
Tingkat kesukaan panelis dari segi warna aroma dan tekstur cookies
bekatul baik konvensional maupun fungsional perlu ditingkatkan melalui penambahan
essence, toping serta bentuknya dibuat lebih menarik. Penggunaan tepung bekatul konvensional dan tepung bekatul fungsional memberikan
perbedaan yang nyata dari sisi kandungan protein, serat dan kapasitas antioksidan jika dibandingkan
cookies kontrol. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan terhadap
kandungan gizi. Selain itu, perlu dilakukan uji penerimaan konsumen di pasaran sebelum produk siap dijual ke pasaran.
58
DAFTAR PUSTAKA
Ahman E. 2004. Ekonomi. Bandung : Grafindo Media Pratama.
Almatsier S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Edisi ke-5. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Andyana MO. 2005. Lintasan dan marka jalan menuju ketahanan pangan terlanjutkan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Anonim. 2009. Kebangkitan Pangan Lokal Dalam Rangka Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan. http:ngawikab.go.id
. [28 Maret 2011].
Antara M. 2001. Orientasi Penelitian Pertanian: Memenuhi Kebutuhan Pangan dalam Era Globalisasi. Media SOCA Sosio Economic of Agriculture and
Agribusiness. Apriantono A, D Fardiaz, N Puspitasari, S Budiyanto. 1989. Analisis Pangan.
Bogor: IPB Press. AOAC. 1995.
Official Methods of Analysis, 16
th
. AOAC International. Gaithersburg: Maryland.
Arai et al. 2001. A Mainstay of Functional Food Science in Japan-History,
Present Status, anf Future Outlook. Biosci.Biotechnol, Biochem. 65 1: 1- 13
Ardiansyah. 2005. Pangan Fungsional. http:ardiansyah.multiply.comjournal
pangan_fungsional [8 April 2010]. Astawan M. 2003.
Pangan Fungsional untuk Kesehatan yang Optimal. Kompas, 22 Maret hal 36.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk
00.05.52.0685 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta: BPOM.
www.pom.go.id . [19 Februari 2010].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jumlah penduduk Indonesia 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik. .
www.bps.go.id . [29 Maret 2010].
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit SNI No. 01-2973-1992. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Barber S dan Carmen BB. 1980. Rice Bran: Chemistry and Technology. Di dalam: Luh BS. Rice: Production and Utilization. Wesport, USA: The Avi
Publishing Company, Inc
59 Benabadji SH, Wen R, Zheng JB, Dong XC, dan Yuan SG. 2004.
Anticarcinogenic and Antioxidant Activity of Diindolylmethane Derivatives. J. Acta Pharmacologica Sinica. 25 5: 666-671.
Damayanthi E. 2001. Rice Bran Stabilization and γ-Oryzanol Content of Two
Local Paddy Varieties “IR 64” and “Cisadane Muncul”. J Teknologi dan Industri Pangan XV 1 : 11-19
. 2002. Karakteristik Bekatul Padi Oryza sativa Awet Serta Aktivitas
Antioksidan dan Penghambatan Proliferasi Sel Kanker secara In Vitro dari
Minyak dan Farksinya. [Tesis]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
,Tjing LT dan Arbianto L. 2007. Rice Bran. Depok : Panebar
Swadaya. Daud S. 2009. Klasifikasi Industri. http:organisasi.org. [19 Februari 2010].
David. 2008. Mengenal Manfaat Bekatul. http: forum.dudung.net. [28 Maret
2011]. Diana. 2010. Aktivitas Anti-Hiperglikemik dari Minuman Fungsional Berbasis
Kumis Kucing Orthosiphon aristatus BI. Miq secara In Vitro dan ex Vivo.
[skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [DKBM] Daftar Komposisi Bahan Makanan. 2004. Jakarta: LIPI
Gordon MH. 1990.
The Mechanism of Antioxidant Action In Vitro. Hudson BJF ed.
Food Antioxidant. London : Elsevier Applied Science. Hargrove KL. 1994.
Processing and utilization of rice bran in the united state. Di dalam Marshall, Wayne E, dan James I. Wadsworth Ed. Rice science
and technology. New York : Marcel Dekker Inc. Helal AM. 2005.
Rice bran in egypt. Cairo : Kaha for Environmental and Agricultural Projects.
Harris RS dan Endel K. Nutritional Evaluation of Food Processing. 1975.
Westport Connecticut: Avi Publishing Company Houston DF. 1972.
Rice Chemistry and Technology. St. Paul, Minnesota, USA: American Association of Cereal Chemists, Inc.
Jadhav et. al. 1996. Food Antioxidants. New York: Marcel Dekker, Inc.
Juliano B O. 1985. Rice : Chemistry and Technology 2
nd
ed. St. Paul Minnesota: AACC.
Kubo I, Masuda N, Xiao P, dan Haraguchi H. 2002. Antioxidant activity of deodecyl gallat. J Agriculture Food Chemistry. 50 : 3533-3539.
60 Luh BS, Barber S dan Barber CB. 1991.
Rice, Production and Utilization. The Avi Publishing Company: Westport Connecticut.
Matz SA dan TD Matz. 1978. Cookies and Cookies Technology. Texas: The AVI
Publishing Co., Inc.
Malekian F, Ramu MR, Witoon P, Wayne EM, Marlene W dan Mohammed A. 2000.
Lipase and Lipoxigenase Activity, Functionality, and Nutrient Losses in Rice Bran During Storage. Bulletin number 870, Lousiana State
University Agricultural Center. Muchtadi D. 1989.
Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.
Mulyadi. 1992. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YKPN
Nicholson W. 1991. Teori Mikroekonomi: Prinsip Dasar dan Perluasan edisi ke-5.
Amherst, Massachussets: Binarupsa Aksara. Nurhayati E. 2010. Optimasi Perendaman Asam Askorbat terhadap Tingkat
Kecerahan dan Kandungan Vitamin C Tepung Bekatul Fungsional. [skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor. Nursalim Y dan Razali ZY. 2007.
Bekatul Makanan yang Menyehatkan. Jakarta: PT Agro Media Pustaka.
Pokorny J, Yanishlieva, dan Gordon M. 2008. Antioxidants in Food : Practical
Application. London : Woodhead Publishing Limited. Ramesh MN. 1999.
Food Presevation by Heat Treatment. Di dalam Handbook of Food Preservation. Rahman MS. Ed. 1999. New York : Marcell Dekker
Inc. Rolfes SR, Kathryn P, dan Ellie W. 2009.
Understanding Normal and Clinical Nutrition 8
th
edition. USA: Wadsworth Rimbawan dan Siagian A. 2004.
Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya: 2004.
Saputra I. 2008. Evaluasi Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Cookies dan Donat
Tepung Terigu yang Disubstitusi Parsial dengan Tepung Bekatul. [skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sriyadi. 1995.
Pengantar Ilmu Perusahaan Modern. Jakarta: Dirjen Dikti. Suarni. 2004. Pemanfaatan Tepung Sorgum untuk Produk Olahan. Jurnal
Litbang Pertanian. 234: 146.
61 Sultan WJ. 1983.
Modern Pastry Chef. Westport: The Avi Publishing Co. Inc Sunaryo E. 1985. Pengolahan Produk dan Biji-bijian. Bogor: Jurusan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Suryana. 2005. Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional.
Syarief R dan Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Bogor: PAU
Rekayasa Proses Pangan, IPB. Vail GE, JA Philips, LO Rust, RM Griswold, dan M Justin. 1978.
Foods 7
th
edition. Boston: Houghton Mifflin Company.
Whiteley PR. 1971. Biscuit Manufacture Fundamental of In-live Production.
London: Applied Science Publishers. Winarno FG. 1992.
Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
.2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
LAMPIRAN
62
Lampiran 1 Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional dan Fungsinal
Proses Pembuatan Tepung Bekatul Konvensional
Gambar 1 Diagram alir pembuatan tepung bekatul konvensional Nurhayati 2010
Proses Pembuatan Tepung Bekatul Fungsional
Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung bekatul fungsional Nurhayati 2011 Bekatul segar
Pengayakan 60 mesh Autoklaf 121
C, 5 menit Pengeringan 105
C, 1 jam Tepung bekatul konvensional
Tepung bekatul konvensional Perendaman asam askorbat 1000 ppm, 1 jam
Disentrifuse 3000 rpm, 15 menit Dipisahkan filtratnya
Residu dikeringkan dalam oven tray suhu 60 C,
Penggilingan dan penyaringan 60 mesh Bekatul Fungsional
63
Lampiran 2 Formulir Uji Organoleptik Produk Cookies bekatul
Nama Panelis : Tgl Pengujian :
Jenis Kelamin : LP Nama Produk :
cookies bekatul Dihadapan saudarai disajikan sampel produk
cookies bekatul. Saudara diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Berikan tanda garis vertikal I pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang
tepat berdasarkan persepsi Saudarai. 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Saudarai
menilai sampel berikutnya. 3. Mohon
tidak membandingkan antar sampel saat Saudarai melakukan
penilaian. 4. Komentar
WAJIB diisi. Mutu Hedonik
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
Komentar:………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………..… TERIMAKASIH
1
Amat sangat kuning
9 5
Biasa krem Amat sangat coklat
1
Amat sangat harum
9 5
harum Amat sangat apek
berbau bekatul
1
amat sangat manis
9 5
biasa amat sangat terasa
bekatul
1
Amat sangat renyah
9 5
Biasa Amat sangat keras
1
Biasa Amat sangat tidak
enak Amat sangat enak
9 5
64
Formulir Uji Organoleptik Produk Cookies bekatul
Nama Panelis : Tgl Pengujian :
Jenis Kelamin : LP Nama Produk :
cookies bekatul Dihadapan saudarai disajikan sampel produk
cookies bekatul. Saudara diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut:
5. Berikan tanda garis vertikal I pada titik antara skala 1-9 di bawah ini yang
tepat berdasarkan persepsi Saudarai. 6. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Saudarai
menilai sampel berikutnya. 7. Mohon
tidak membandingkan antar sampel saat Saudarai melakukan
penilaian. 8. Komentar
WAJIB diisi. Hedonik
Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
Komentar:………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………..… TERIMAKASIH
1
Amat sangat suka
9 5
Biasa Amat sangat tidak
suka
1
Amat sangat suka
9 5
biasa Amat sangat tidak
suka
1
Amat sangat suka
9 5
biasa Amat sangat tidak
suka
1
Amat sangat suka
9 5
Biasa Amat sangat tidak
suka
1
Biasa Amat sangat tidak
suka Amat sangat suka
9 5
65
Lampiran 3 Prosedur Analisis Zat Gizi, Serat Pangan dan Kapasitas Antioksidan