PENGARUH KERJASAMA PASIFIC SOLUTION SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH AUSTRALIA MEMBENDUNG PENCARI SUAKA POLITIK (ASYLUM SEEKERS) MASUK KE PERAIRAN AUSTRALIA

(1)

NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH KERJASAMA PASIFIC SOLUTION SEBAGAI

UPAYA PEMERINTAH AUSTRALIA MEMBENDUNG

PENCARI SUAKA POLITIK (ASYLUM SEEKERS) MASUK

KE PERAIRAN AUSTRALIA

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Strata-1

Jurusan Hubungan Internasional

Oleh:

Silmy Elfira

07260106

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMUS SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIAH MALANG

2014


(2)

85 DAFTAR PUSTAKA

Sumber buku dan jurnal

Breuning, Marijke, 2007, Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York: Palgrave MacMillan.

Couloumbis, T. A & Wolfe, J. H, 1990, Pengantar Hubungan Internasional:Keadilan dan Power, M. Marbun, Trans. Bandung: Abardin.

Ellis S. Krauss dan TJ. Pempel, 2004, Beyond Bilateralism: US-Japan Relations in the New Asia Pacific. United States of America: Stanford University Press. James E. Dougherty dan Robert L. Pfaltgraff, 1971, Contending Teories of

International Relations, Lippincot: Universitas Michigan

James E. Dougherty dan Robert L. Pfaltgraf, 1997, “Cotending Theories of

International Relations : A Comprehensive Survey”. New York: Longman. Kadarudin, Vol. 20 Nomor 02, Hubungan Indonesia Dengan Prinsip Non

Refoulement Dalam Prespektif Hukum Internasional, Jurnal Ilmu Hukum “Amanna Gappa”.

M. Imam. Santoso, 2004, Perspektif Imigrasi: Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Perwita, A. A & Yani, Y. M, 2005, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sri Badini Amidjoyo, Perlindungan Hukum Terhadap Pengungsi Berdasarkan Konvensi Jenewa 1951, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, RI.

Uber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama,

Mas’oed Mohtar, “Studi Hubungan Internasional: tingkat Analisa dan Teorasi”, Pusat Antar Universitas – Studi Sosial Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


(3)

86 Sumber internet

Alexander J. Wood, 2001 J.D. graduate of the Washington College of Law The “Pacific

Solution”: Refugees Unwelcome in Australia. Dikutip dalam

http://www.wcl.american.edu/hrbrief/09/3wood.pdf. Australia Kini, Dikutip dalam

http://www.citizenship.gov.au/learn/cit_test/test_resource/_pdf/indonesian-non-test.pdf. Australia Kewalahan Hadapi Gelombang Pencari Suaka, Dikutip dalam

http://internasional.kompas.com/read/2013/07/18/0511234/Australia.Kewalahan.Hadapi.Gelo mbang.Pencari.Suaka.

Australia Kewalahan Mengahdapi Arus Pencari Suaka, Dikutip dalam

http://satuharapan.com/index.php?id=109&tx_ttnews[tt_news]=2834&cHash=1.

Australia Surga Pencari Suaka? Dikutip dalam http://baltyra.com/2009/10/28/australia-surga-untuk-pencari-suaka/

Australia dan Papua Nugini Perbaharui Hubungan. Dikutip dalam

http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-12-11/australia-dan-papua-nugini-perbaharui-hubungan/1233250

Bridie Jabour, Did John Howard's Pacific Solution stop the boats, as Tony Abbott asserts?.

Dikutip dalam http://www.theguardian.com/world/2013/jul/19/did-howard-solution-stop-boats

Definisi Suaka Menurut Badan PBB UNHCR, Dikutip dalam http://www.hreoc.gov.au

Denny Armandhanu, Santi Dewi, Dalam Survey : Warga Australia Ingin Pencari Suaka Ditidak Lebih Tegas, Dikutip dalam

http://dunia.news.viva.co.id/news/read/472088-survei--warga-australia-ingin-pencari-suaka-ditindak-lebih-tegas

Fergus Hanson, 2011, “Australia and the World: Public Opinion and Foreign Policy”, The Lowy Institute Poll. Dikutip dalam


(4)

87

Fact Sheet 82, Understanding Immigration Detention, data ini diperoleh dari

https://www.immi.gov.au/media/fact-sheets/82detention.htm

Fathurrahman Al Azis.“Jalur Indonesia paling mudah dilalui imigran”.Dikutip

dalamhttp://log.viva.co.id/news/read/149226jalur_indonesia_paling_mudah_dilalui_imigrn H Spinks, Breaking the deadlock? The Report of the Expert Panel on Asylum Seekers,

FlagPost, Parliamentary Librar. Dikutip dalam,

http://parliamentflagpost.blogspot.com.au/2012/08/breaking-deadlock-report-of-expert.html Irman Abdurahman, sayembara Koboi Ausie, Dikutip dalam

http://m.sindoweekly-magz.com/artikel/28/ii/12-18-september2013/indonesia/222/sayembara-koboi-aussie, Julia Gillard’s speech to the lowy Intitute on Labor’s nem asy tum-seeker policy for Australia the Australian. Dikutip dalam

http://www.theaustralian.com.au/politics/julia-gillard’s -speech-to-the-lowy-institute-on-lobars-policy-for-australia/story-e6Fr9c2F-1225888445622.

Jumlah rudenim di Indonesia masih mencukupi”. Dikutip dalam

http://makassar.antaranews.com/berita/25380/jumlah-rudenim-di-indonesia-masih-mencukupi.

Konvensi Mengenai Status Pengungsi, Dikutip dalam

http://www.balitbangham.go.id/PERANGKAT%20INTERNASIONAL/Konvensi/8.%20Kon vensi%20mengenai%20Status%20Pengungsi.pdf

Lihat Pasal 1 Undang-Undang No.9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. Dikutip dalam

http://pendis.kemenag.go.id/beasiswaln/pdf/uu_09_92.pdf.

Perlindungan Pengungsi (Refugee) Menurut Hukum Internasional, Dikutip dalam

http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Jurnal/196004161986011002PERLINDUNGAN%2 0PENGUNGSI.doc

Papua Nugini Buat Visa Baru Untuk Pengungsi. Dikutip dalam

http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/2013-08-07/papua-nugini-buat-jenis-visa-baru-untuk-pengungsi/1172396

Pencari Suaka, Dikutip dalam


(5)

88

Savitri Taylor, The impact of Australian–PNG border management co-operation on refugee protection, Dikutip dalam http://mams.rmit.edu.au/2leqc9idkov1.pdf

Select Committee on a Certain Maritime Incident, Report, October 2002, pp. xliii and 295– 299, Dikutip dalam

2012, http://www.aph.gov.au/Parliamentary_Business/Committees/Senate/Former_Committe es/maritimeincident/index

Skripsi Christa Mc Aulifee Suryo Puteri, Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal (1996-2007), Dikutip dala

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/467/1/102972-CHRISTA%20ME%20AULIFFE%20SURYO%20PUTER.FISIP.PDF

Skripsi Muhammad Rifqi Herdianzah, “Kebijakan Pemerintah Australia Terkait

Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun 2010-2012”, Dikutip dalam

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Skripsi%20M.%20Rifqi%20Herdianzah pdf

Skripsi M. Fathoni Hakim, Parjanjian Keamanan Indonesia – Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur”,Tesis, FISIP- Universitas Indonesia. Dikutip dalam

http://lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-135537.pdf

The Analysis of Foreign Policy in Comparative Perspective, Chapter 1 [online] dalam

http://www.cqpress.com/docs/college/Beasley2e.pdf

The ‘Pacific Solution’ revisited: a statistical guide to the asylum seeker caseloads on Nauru and Manus Island. Dikutip dalam

http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Parliamentary_Departments/Parliamentary_Librar y/pubs/BN/2012-2013/PacificSolution

Waspada Online, 2012, Australia Bahas UU Pancari Suaka. Dikutip dalam

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=251909:australi a-bahas-uu-pencari-suaka&catid=16:internasional&Itemid=29


(6)

ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Silmy Elfira

NIM : 07260106

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : PENGARUH KERJASAMA PASIFIC SOLUTION SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH AUSTRALIA MEMBENDUNG PENCARI SUAKA POLITIK (ASYLUM SEEKERS) MASUK KE PERAIRAN AUSTRALIA

Disetujui

DOSEN PEMBIMBING

Pembimbing 1 pembimbing 2

M. Syaprin Zahidi, MA Hevy Kurnia Hardini, MA.Gov

Mengetahui

Dekan FISIP UMM Ketua Jurusan

Hubungan Internasional


(7)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Silmy Elfira

NIM : 07260106

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Sebagai Upaya Pemerintah Australia Membendung Pencari Suaka Politik (Asylum Seekers) Masuk Ke Perairan Australia

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Jurusan Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Dan dinyatakan LULUS

Pada Hari : Sabtu

Tanggal : 23 Agustus 2014

Tempat : Ruang 512 GKB I UMM

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

Dr. Asep Nurjaman, M.Si

Dewan Penguji:

1. Dyah Estu Kurniawati, S.Sos, M.Si Penguji I ( ) 2. Ruli Inayah Ramadhoan, S.Sos, M.Si Penguji II ( ) 3. M. Syaprin Zahidi, MA Penguji III ( ) 4. Hevy Kurnia Hardini, MA.Gov Penguji IV ( )


(8)

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS

Nama : Silmy Elfira

NIM : 07260106

Jurusan : Hubungan Internasional

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan Judul:

PENGARUH KERJASAMA PASIFIC SOLUTION SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH AUSTRALIA MEMBENDUNG PARA PENCARI SUAKA

POLITIK (ASYLUM SEEKERS) MASUK KE PERAIRAN AUSTRALIA Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhannya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 28 Agustus 2014 Yang Menyatakan,


(9)

v

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

1. Nama : Silmy Elfira

2. NIM : 07260106

3. Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 4. Jurusan : Hubungan Internasional

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang 6. Jenjang Studi : Strata Satu (S-1)

7. Judul skripsi : Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Sebagai Upaya Pemerintah Australia

Membendung Pencari Suaka Politik (Asylum Seekers) Masuk Ke Perairan Australia

8. Pembimbing : 1. M. Syaprin Zahidi, MA

2. Hevy Kurnia Hardini, MA.Gov 9. Kronologi Bimbingan

Tanggal Paraf Pemb I Tanggal Paraf Pemb II Keterangan

04-02-2014 04-02-2014 Pengajuan Judul

15-03-2014 15-03-2014 ACC Judul

20-03-2014 20-03-2014 Bimbingan Proposal

05-05-2014 05-05-2014 ACC Seminar

Proposal

31-05-2014 31-05-2014 Seminar Proposal

10-06-2014 10-06-2014 Revisi BAB I,

ACC BAB II

30-06-2014 30-06-2014 ACC BAB III

15-07-2014 15-07-2014 ACC BAB IV


(10)

vi ABSTRAK

Silmy Elfira, 2014.“Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Sebagai Upaya Pemerintah Australia Membendung Pencari Suaka Politik (Asylum Seekers)

Masuk Ke Perairan Australia”

Isu para pencari suaka politik (asylum seekers) ke Australia menjadi permasalahan nasional yang dihadapi oleh Australia. Ratusan Asylum Seekers

terus berdatangan ke Australia melalui jalur laut. Kebanyakan para pencari suaka politik yang masuk ke perairan Australia menggunakan perahu, sering juga disebut sebagai manusia perahu (boat people). Arus pencari suaka politik yang menggunakan perahu semakin bertambah jumlah kedatangannya dan tidak terkendali. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Australia melakukan kerjasama bilateral dengan Papua New Guini. Dipilihnya Papua New Guini sebagai mitra kerjasama bilateral dengan Australia dikarenakan letak geografis Papua New Guini yang berbatasan dengan Australia. Kerjasama ini kemudian dikenal dengan Pasific Solution.

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan deskriptif dalam mengeksplorasi dan mengklasifikasi suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan mengenai Pemerintah Australia sebagai negara penandatangan konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 terkait masalah pengungsi melibatkan Papua New Guini sebagai partner aktif dalam membendung masuknya asylum seeker, yang dalam perkembangannya kerjasama Pasific Solution mengalami perubahan dikarenakan dinamika politik domestik dan perkembangan issue yang dialami oleh Australia. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah Australia guna memperoleh keuntungan dari luar negaranya dengan mempertahankan stabilitas keamanan, dan politik Australia. Dengan mengumpulkan berbagai macam fakta maka penulis bisa melakukan eksplorasi dan klarifikasi mengenai masalah yang diteliti.

Kata kunci: Pencari Suaka Politik, Australia, solusi pasifik

Mengetahui

Dosen pembimbing 1 Dosen pembimbing 2


(11)

vii ABSTRACT

Silmy Elfira , 2014. " The influence of Pacific Solution As the Partnership Australian Government Efforts to Stem Political Asylum Seekers Log Into Water

Australia "

The issue of asylum seekers becoming to Australia its a national problem faced by Australia. Hundreds of Asylum Seekers kept coming to Australia by sea. Most asylum seekers who entered Australian waters by boat, often also referred as boat people. The flow of asylum seekers who use boats increasing number of arrival and uncontrolled. Therefore, to overcome these problems the Australian Government's bilateral cooperation with Papua New Guini. Papua New Guini chosen as partners for bilateral cooperation with Australia due to the geographical location of Papua New Guini bordering Australia. This collaboration became known as the Pacific Solution.

This is a qualitative study with a descriptive approach in exploring and classifying a phenomenon or social reality, with a number of variables describing the way with regard to the problem and the unit under study. This study aimed to describe the state of the Australian Government as a signatory to the UN convention in 1951 and the 1967 Protocol related to the refugee problem involving Papua New Guini as an active partner in curbing the influx of asylum seekers, which in its development cooperation Pacific Solution undergo changes due to domestic political dynamics and development issues experienced by Australia. This policy is conducted by the Australian government in order to gain advantage from outside the country to maintain security and stability, political and Australia. By collecting various kinds of facts, the authors could carry out exploration and clarification of the issues.

Keywords : Asylum Seekers , Australia , Pacific Solution

Advisor I Advisor II


(12)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Rabb semesta alam yang telah memberikan nikmat, rahmat dan hidayah serta memberikan kemudahan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Rasa syukur senantiasa tercurahkan atas tercapainya tugas akhir yang menutup perkuliahan Strata-1 sehingga tercapai gelar sarjana. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat, yang membawa risalah kemurnian tauhid ditengah kejahiliyahan umat.

Dalam penulisan karya ilmiah ini bukan berarti tanpa kendala. Banyak sekali rintangan yang menghambat dan memperlambat penyelesaian skripsi ini. Hambatan yang paling susah dihindarkan yaitu beban mental dimana saya sebagai angkatan lama masih saja hadir mondar mandir ke kampus untuk kuliah dan bimbingan, namun dengan tekad dan kesungguhan serta dukungan dari keluarga, sahabat dan dosen sehingga bisa terselesaikan juga skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan serta saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muhadjir Effendy, MAP. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Bapak Dr. Asep Nurjaman, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

3. Bapak M. Syaprin Zahidi, M.A, sebagai dosen pembimbing I. Atas waktu, dorongan, bimbingan serta nasehat yang sangat berarti dalam penulisan skripsi dan dalam menyongsong kehidupan saya.


(13)

ix

4. Ibu Hevy Kurnia Hardini, MA, Gov, selaku dosen pembimbing II. Saran dan ide-ide yang ibu berikan sangat membangun dan membantu saya dalam menyelesaikan tulisan ini. Informasi yang diberikan mepermudah saya dalam pengerjaan tugas akhir saya.

5. Segenap Dosen Jurusan Hubungan Internasional dan Dosen dari parodi lain yang senantiasa memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga saya memperoleh pengetahuan terhadap Ilmu Hubungan Internasional dan ilmu-ilmu lainya yang saling berkaitan.

6. Mama tersayang dan terkasih ibu Hj. Eliza Boer, tiada kata yang bisa chy ucapkan untuk semua suport dan perhatian yang mama berikan untuk chyci di masa-masa sulit dimana chy menyerah dalam proses penyelesaian skripsi ini dan tinggalkan sekian lama. Mama tiada pernah lelah untuk selalu mendampingi, terkadang juga sambil menemani bergadang dan membuatkan camilan sehat untuk tengah malam mengerjakan tugas akhir. 7. Kakak yang super bawel uni Sari Eka Fitria, S.ikom, selalu mengingatkan

kuliah jangan terlalu di nikmati hingga akhirnya nanti lupa akan waktu dan target yang telah saya buat saat awal pertama kali saya memijakkan kaki di Malang tuk kuliah di kampus putih ini.

8. Saudara seperjuangan HI UMM 2007 yang sudah lulus mendahuluiku (Ahmad Muflichin, Ikhrotul Fitriyah, Dyan Artha, Umi Aliyah, Hafid Adim Pradana, Dion Maulana, Ilham Virgo, A. Hunaipi, Devi Fitriyani, Shofie Ananta Rastia, Lady Afisca, A. Aziz, Romandika dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan dan bantuan kalian dalam terselesaikan tugas akhir ini.


(14)

x

9. Teman-teman dan pelatih perguruan beladiri JU-JITSU Malang Raya, selalu ada untuk menghibur dan memberikan pelatihan-pelatihan untuk merenggangkan syaraf-syaraf tubuh akibat terlalu banyak bergadang maupun stress dalam mencari data pendukung penyelesaian skripsi ini. 10. Meu namorado yang selalu kasih suport untuk tidak menyerah dan selalu

mengerjakan skripsi ini, walaupun sedikit atau pun minimal hanya satu paragraf setiap harinya konsisten harus dikerjakan agar tidak ada lagi beban akademis yang mengganjal saat sibuk menyelesaikan pekerjaan kantor. Muinto obrigado querido

11. Teman sepecial w (nono kaliang cunggeh), gracias metan lo nemenin w dan kadang bantuin w juga begadang cari data, meskipun ya molor banget dikasihnya. Someday w juga pasti bantuin lo nyesein tugas negara kayak gini ^_^

12. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam terselesaikannya Tugas Akhir ini.

Akhir kata, tiada satu karya manusia yang sempurna karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata dan teruslah berjuang sampai berada pada titik nol kemampuan dirimu. Semoga karya ini menjadi bermanfaat bagi kita semua. cheers

Malang, 25 Juli 2014

Penulis,


(15)

xi

Skripsi Ini Penulis Persembahkan

Tetes peluh yang membasahi asa, ketakutan yang memberatkan langkah, tangis keputusasaan yang sulit dibendung dan kekecewaan

yang pernah menghiasi hari-hari kini menjadi tangis penuh kesyukuran serta kebahagiaan yang tertumpah dalam sujud panjang. Alhamdulillah maha besar Allah, sembah sujud dalam qalbu

hamba hanturkan atas karunia dan rizki yang melimpah, kebutuhan yang tercukupi dan penghidupan yang layak.

Ya Allah...

Se izinmu kuberhasil melewati satu rintangan untuk sebuah keberhasilan

Namun kutahu keberhasilan bukanlah akhir dari perjuanganku

Tetapi awal dari sebuah harapan dan cita-cita

Jalan didepanku masihlah sangat panjang, masih jauh perjalananku

Untuk menggapai masa depan yang cerah

Tuk bisa membahagiakan orang-orang yang kucintai

Karya ini special ku persembahkan untuk: Ayahanda Zulfahmi Nasar

Dan ibunda terkasih Eliza Boer

Chyci tidak akan pernah melupakan semua pengorbanan dan jerih payah yang telah diberikan untuk chy agar dapat menggapai cita-cita, semangat serta doa yang dilantunkan untukku sehingga kudapat raih kesuksesan ini. Asa chy kelak dapat membahagiakan kedua orangtua ku sampai akhir hayat.


(16)

xii

Mama engakaulah sosok yang pertama dari tujuan hidupku yang selalu membangkitkan dalam keterpurukan ku.

Terimakasih ya Allah yang memberikan malaikat-Mu kepada Ku. Terimah kasih ya robb aku telah dilahirkan dari rahim-Nya. Sungguh-sunguh terimakasih sujud atas semua yang telah diberikan.

Kakak Sari serta kedua adik-adik Ku halim dan aldi yang telah sama-sama kita berjuang atas kehidupan yang kita tempuh ini. Kita akan terus berjuang untuk mencapai semuanya dan kita buktikan bahwa kita adalah orang-orang yang layak dihadapan mereka.

MY MOTIVATION

Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak bisa, Anda pun benar… karena itu ketika seseorang berpikir tidak bisa, maka

sesungguhnya dia telah membuang kesempatan untuk menjadi bisa. Never you say give up, do what you can do. everything must have its course.

Opportunity only comes once. You must be able to achieve what you want. Life is a process that must be passed, and how we are going to pass in this

process that will be called a success.

Salah satu penemuan terbesar umat manusia adalah bahwa mereka bisa melakukan hal-hal yang sebelumnya mereka sangka tidak bisa

dilakukan. Henry Ford

Bagi teman-teman yang belum menyelesaikan semoga cepat menyusul. Semoga kita adalah orang yang sucses natinya


(17)

xiii DAFTAR ISI

Lembar Cover... i

Lembar Persetujuan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Pernyataan Orisinalitas ... iv

Berita Acara Bimbingan Skripsi ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... viii

Persembahan Penulis ... xi

Daftar Isi ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1latar belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Kerangka pemikiran 1.4.1 Penelitian Terdahulu ... 7

1.4.2 Landasan Teori dan Konsep 1.4.2.1 Konsep Kebijakan Luar Negeri ... 18

1.4.2.2 Kerjasama Bilateral ... 21

1.5Metode Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian ... 23

1.5.2 Sumber Data ... 24


(18)

xiv

1.5.4 Teknik Analisa Data ... 25

1.5.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 25

1.5.6 Batasan Waktu Penelitian ... 25

1.5.7 Batasan Materi ... 25

1.6Argumen Dasar ... 26

1.7Sistematika Penulisan ... 27

BAB II KEBIJAKAN LUAR NEGERI AUSTRALIA DALAM PEMBERIAN SUAKA POLTIK KEPADA ASYLUM SEEKER 2.1Kebijakan Australia Meratifikasi Konvensi PBB 1951 Terkait Pengungsi (Refugee) dan Protokol 1967 ... 28

2.1.1 Istilah Pengungsi Menurut Konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 ... 32

2.2Perkembangan Isu Domestik Terkait Suaka Politik Bagi Rakyat dan Pemerintah Australia ... 35

2.2.1 Indonesia Sebagai Surga Tempat Transit Bagi Para Pencari Suaka Politik Ke Australia ... 43

2.3 Dampak Kebijakan Pemberian Suaka Politik Terhadap Masyarakat Multikultural Australia ... 48

2.4Kebijakan Perdana Menteri Julia Gillard dan Tony Abbot Terkait Dengan Pencari Suaka Politik ... 50

2.4.1 Pasific Solution ... 53

2.4.2 Medantory Detention ... 54

2.4.3 Brigiding Visa ... 56

a. Brigiding Visa A (BV A) ... 56

b. Brigiding Visa B (BV B) ... 56


(19)

xv

d. Brigiding Visa D (BV D) ... 58 e. Brigiding Visa E (BV E) ... 58 2.4.4 Malaysia Solution ... 59

BAB III PENGARUH KERJASAMA BILATERAL AUSTRALIA – PAPUA NEW GUINI TERKAIT PENANGANAN PENCARI SUAKA POLITIK (ASYLUM SEEKERS)

3.1 Perjanjian Kerjasama Bilateral Australia – Papua New Guini Dalam

Pasific Solution ... 63 3.1.1 Capacity Building (Pembangunan Kemampuan) ... 68 3.1.2 Pembendungan di Wilayah Papua New Guini ... 71 3.2 Pengaruh Kerjasama Pasifik Solution Terhadap Masuknya Asylum

Seekers Ke Perairan Australia ... 74

BAB IV PENUTUP

4.1Kesimpulan ... 80 4.2 Saran ... 82


(20)

xvi DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Posisi Peneliti ... 16 Tabel 2.1 Kedatangan Pengungsi ke Australia Menggunakan Boat ... 38 Tabel 2.2 Pandangan Masyarakat Australia Tentang Pencari Suaka ... 41

GAMBAR


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Isu para pencari suaka politik (asylum seeker1) ke Australia menjadi

permasalahan nasional yang dihadapi oleh Australia. Gelombang kedatangan pencari suaka politik ke Australia telah membuat aparat keamanan negara Autralia kewalahan menghentikannya. Ratusan pencari suaka (Asylum Seekers) terus berdatangan ke Australia melalui jalur laut. Hal ini dapat dilihat dari hilir mudiknya Angkatan Laut Australia untuk menyelamatkan atau menjemput para pencari suaka politik yang masuk kawasan perairan Australia. Dari hasil patroli yang dilakukan oleh Angkatan Laut Australia total yang diselamatkan pada bulan Juli 2013 mencapai 6 perahu dengan jumlah penumpang yang mencapai kurang lebih 669 penumpang2. Dari jumlah tesebut, mereka merupakan pencari suaka

politik yang datang dari penjuru dunia yang ingin mendapatkan perlindungan dari Australia.

Dalam sebulan terakhir tepatnya pada bulan Juli 2013, rata-rata pencari suaka yang merapat ke perairan Australia mencapai 700 sampai 800 orang per pekan, sehingga terkumpul sampai 4.000 orang di Christmas Island. Tidak hanya

1Istilah “pencari suaka” (asylum seekers) diberikan bagi orang-orang yang tiba di Australia (atau

perairan Australia) dengan tanpa memiliki dokumen perjalanan resmi dan meminta status sebagai pengungsi. Jika pihak otoritas Australia memutuskan bahwa mereka memiliki klaim yang bisa

dipertanggung jawabkan, maka status yang diberikan adalah “pengungsi” (refugees). Data ini dikutip dari Fatso, Pencari Suaka. Diakses dalam

http://kolomkita.detik.com/baca/artikel/2/297/pencari_suaka,tanggal 30 Januari 2014

2 Harry Bhaskara,2013,Australia Kewalahan Hadapi Gelombang Pencari Suaka. Diakses dalam

http://internasional.kompas.com/read/2013/07/18/0511234/Australia.Kewalahan.Hadapi.Gelomba ng.Pencari.Suaka, tanggal 30 Januari 2014


(22)

2 itu, sumber lain dari sebuah kapal patroli mengatakan, jumlah kru kapal penyelamat yang menderita stres (post-traumatic syndrome disorder) meningkat pesat. Penyebabnya diduga karena mereka tidak henti–hentinya mengangkat orang dan mayat dari laut. Setidaknya terdapat empat pencari suaka tewas dari 144 orang yang lain diselamatkan ketika perahu mereka tenggelam. Lebih dari 1.000 orang hilang di laut sejak Partai Buruh yang berkuasa melunakkan kebijakan mereka terhadap pencari suaka pada 2008. Partai Buruh berkuasa di Australia sejak 2007. Sejak tahun tersebut, sekurangnya 46.391 pencari suaka tiba di pantai Australia. Sepertiga dari jumlah itu, 15.182 orang tiba pada tahun 20133.

Gelombang pencari suaka ke Australia sebagian besar datang dari Asia dan Timur Tengah. Mereka antara lain memanfaatkan Indonesia dan Timor Leste untuk sebagai batu loncatan mencapai negeri Kangguru itu. Fasilitas rudenim di Pulau Christmast hanya mampu menampung sekitar 2.700 orang. Namun sekarang terdapat hampir 4.000 orang4. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan

sudah tidak layak untuk dihuni serta diisi oleh para pengungsi kembali.

Kedatangan para pencari suaka bukanlah tanpa alasan, hal ini didasarkan atas sebuah sejarah kejayaan para pengungsi dan imigran dimasa lampau yang kemudian menyebar di seantero dunia. Dimana dalam sejarah perkembangan pencari suaka di Australia dibagi beberapa kurun waktu. Pertama, sejak awal abad ke-19 Australia memang favorit menjadi tempat migrasi berbagai bangsa.

3 Ibid.,

4 Sabar Subekti, 20 Juli 2013, Australia Kewalahan Mengahdapi Arus Pencari Suaka. Diakses

dalam http://satuharapan.com/index.php?id=109&tx_ttnews[tt_news]=2834&cHash=1 ,tanggal 30 Januari 2014


(23)

3 Gelombang migrasi ini terus berubah dari waktu ke waktu. Pada awal tahun 1900an imigran China menjadi imigran besar setelah migrasi Eropa tahun 1800an. Tentu saja gelombang migrasi itu berbeda-beda tujuan dan motivasinya. Kalau para imigran kulit putih yang awalnya mendatangkan para mantan kriminal berobsesi ingin membangun negeri di selatan yang mereka anggap sebagai tanah air kedua, lain lagi ceritanya dengan gelombang imigran China. Imigran China yang cepat melebur ke pedalaman Australia, ketika emas ditemukan di Hinterland Australia seperti di Ballarat, Victoria. Selain karena ingin menikmati gold rush

(motif ekonomi) juga ada bermotif kultural. Banyak peninggalan budaya China yang tersebar di sekitar Australia5.

Ketika demam emas berangsur-angsur mereda. Perang dunia pertama dan kedua mendorong banyak warga sipil yang menderita akibat perang berbondong-bondong ke selatan mencari penghidupan baru dan masa depan yang lebih baik. Maka muncullah kelompok bangsa berbahasa Eropa di sepanjang state di Australia. Ini semakin memberi warna multikultural untuk Australia. Selesai perang dunia kedua, Vietnam dilanda perang saudara (komunis dan non komunis). Lagi-lagi jutaan manusia mencoba mencari kebebasan yang diimpikan di Australia. Maka jutaan orang yang sering disebut sebagai manusia perahu ini pun menggantungkan nasibnya di atas perahu-perahu sederhana menuju ke negeri berbentuk Kangguru itu. Banyak cerita sukses dan banyak pula cerita menyedihkan. Bagi yang sukses kini menjelma menjadi berbagai pengusaha yang

5 Nuni, 28 Oktober 2009, Australia Surga Pencari Suaka?. Diakses dalam


(24)

4 tersebar di Australia. Sementara yang tidak sukses selain tewas di perjalanan atau terpaksa berpisah dari keluarganya karena sakit, badai topan di lautan dan tak sanggup melewati penderitaan di negara persinggahan6.

Kedua, lepas dari imigran Asia, memasuki tahun 1980-an konflik di Timur Tengah, menjadi cerita baru pula untuk Australia. Banyak warga sipil yang tidak ingin menderita akibat konflik berkepanjangan itu mencari negeri baru yang penuh harapan. Maka mulailah gelombang imigran Timur Tengah menyusuri Australia. Kelompok imigran yang mayoritas berbahasa Arab, Turki dan Asiria (Iran/Irak) ini kembali menandai gelombang migrasi ke Australia. Begitu juga dengan perang antar genk narkoba di Amerika Latin pun sedikit banyak menyumbang gelombang imigran di Australia walau tak sebanyak pengungsi dari Negara lain7.

Ketiga, pada abad milenium terjadi gelombang imigrasi kembali mewarnai sejarah modern negeri Kangguru. Konflik yang terjadi di Irak, Iran, Afganistan dan negeri-negeri di sekitarnya mendorong banyak orang untuk mencari perlindungan di Australia8. Cerita mengenai kesedihan dan kegagalan dari para

pengungsi sebelumnya dalam mencari suaka politik tidak mendapat perhatian sebagian dari pencari suaka, kebanyakan dari mereka tetap mencoba peruntungan nasib mereka dengan datang ke Negara Kangguru dengan status sebagai

6 Ibid., 7 Ibid., 8 Ibid.,


(25)

5 pengungsi9. Dan akhirakhir ini gelombang pengungsi kembali marak terjadi,

setelah adanya perang Syiria dan pecahnya konflik ras yang terjadi di Myanmar. Para korban tersebut kemudian berbondong–bondong mendatangi Australia untuk mendapatkan visa sementara atau suaka politik.

Banyaknya pencari suaka politik yang datang ke perairan Australia membuat Pemerintah Australia semakin geram dengan kedatangan pencari suaka politik. Kebanyakan pencari suaka masuk ke perairan Australia menggunakan perahu. Arus pencari suaka politik yang menggunakan perahu atau sering disebut dengan manusia perahu (boat people) semakin hari semakin bertambah jumlah kedatangannya dan tidak terkendali. Kebanyakan manusia perahu yang berhasil sampai ke Perairan Australia melakukan transit terlebih dahulu di Indonesia sebelum menuju negeri Kangguru tersebut. Para manusia perahu kemudian menyewa perahu nelayan Indonesia untuk dijadikan transportasi menuju perairan Australia. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut Pemerintah Australia melakukan kerjasama bilateral dengan Papua New Guini (PNG). Kerjasama ini kemudian dikenal dengan Pasific Solution.

Dipilihnya Papua New Guini sebagai mitra kerjasama bilateral dengan Australia dikarenakan letak geografis Papua New Guini yang berbatasan dengan Australia. Pertama kali kerjasama Pasific Solution ini dikenalkan oleh Perdana Menteri Australia Jhon Howard pada tahun 2001. Dalam perkembangannya

9 Berdasarkan Konvensi tentang Status Pengungsi tahun 1951 dan Protokol tahun 1967, seseorang

disebut “pengungsi” ketika ia memiliki dasar dan ketakutan yang beralasan akan menjadi korban

penyiksaan atas dasar ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, ataupun karena opini politiknya, di mana ia kemudian berada di luar negara asalnya dan tak dapat ataupun tak ingin kembali ke negeri asalnya karena alasan akan menjadi korban penyiksaan (persecution). Dikuti dari Fatso. Op.Cit.,


(26)

6

Pasific Solution mengalami perubahan yang dikarenakan dinamika politik domestik dan perkembangan issue yang dialami oleh Australia.

Penelitian ini sangat menarik karena Pemerintah Australia sebagai negara penandatangan konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 terkait dengan pengungsi melibatkan Papua New Guini sebagai partner aktif dalam membendung masuknya asylum seeker yang menggunakan boat. Oleh karena itu, peneliti sangat tertarik dengan pengaruh apa yang timbul dari kebijakan Pasific Solution yang dibuat oleh Pemerintah Australia dengan Papua New Guini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah di jelaskan di atas maka dapat diambil rumusan masalah yang dapat diangkat dalam penelitian ini:

Bagaimanakah pengaruh kerjasama bilateral “Pasific Solution” dalam membendung pencari suaka politik (Asylum Seekers) masuk ke perairan Australia?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini ada beberapa tujuan yang ingin diungkap oleh peneliti, yaitu:

1.3.1 Untuk mengetahui perkembangan apa yang terjadi pada pencari suaka politik yang masuk ke Perairan Australia.


(27)

7 1.3.2 Untuk mengetahui prosedur apa saja yang terdapat dalam penanganan para pencari suaka politik terkait dengan kebijakan Pasific Solution.

1.3.3 Untuk mengetahui kerjasama bilateral antara Australia dengan Papua New Guini terkait dengan permasalahan Asylum Seeker atau pencari suaka politik

1.4 Kerangka Pemikiran 1.4.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian Pertama dilakukan oleh Muhammad Rifqi Herdianzah dengan mengambil judul “Kebijakan Pemerintah Australia Terkait Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun 2010-2012”.10 Dalam penelitian ini menceritkan masalah pemerintah Australia merespon kasus Irregular Maritime Arrivals dengan mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan - kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tersebut di antaranya adalah Pasific Solution, kebijakan penahanan, pemberian Bridging Visas, pengembalian para pencari suaka ke negara asal, serta Malaysia Solution. Keseluruhan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Australia pada masa kepemimpinan Julia Gillard tersebut cenderung bersifat punitive atau menghukum pencari suaka yang datang dengan perahu dan tidak membawa dokumen resmi ke Australia.

10 Muhammad Rifqi Herdianzah, “Kebijakan Pemerintah Australia Terkait Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun

2010-2012”,Jurnal Skripsi FISIP-Universitas Airlangga. Diakses dalam

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Skripsi%20M.%20Rifqi%20Herdianzah.pdf, tanggal 12 Februari 2014


(28)

8 Kebijakan-kebijakan tersebut dikeluarkan pemerintah Australia sebagai respon atas derasnya arus Irregular Maritime Arrivals selama tahun 2010-2012. Dalam mengeluarkan kebijakan-kebijakan tersebut, pemerintah Australia mendapatkan pengaruh dari beberapa faktor yang mempunyai fungsi sebagai

policy influencer. Dari empat faktor policy influencer yang disebutkan dalam hipotesis, tiga faktor diantaranya mempunyai pengaruh terhadap pengambilan keputusan, sementara hanya satu faktor yang tidak memiliki pengaruh terhadap pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.

Tiga faktor yang memiliki pengaruh terhadap pengambilan kebijakan tersebut diantaranya adalah faktor birokrasi, faktor partai, serta faktor massa. Sementara yang tidak mempunyai pengaruh adalah faktor kepentingan.Faktor birokrasi atau bureaucratic influencer merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang besar dalam menentukan bentuk-bentuk kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah Australia. Dalam kasus Irregular Maritime Arrivals, Perdana Menteri Julia Gillard sengaja membentuk Expert Panel yang ditugaskan untuk memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada pemerintah terkait bentuk-bentuk kebijakan yang efektif sebagai upaya dalam membendung arus kedatangan pencari suaka dengan menggunakan perahu ke Australia. Policy influencer kedua yang memberikan pengaruh terhadap pengambilan kebijakan terkait Irregular Maritime Arrivals adalah partisan influencer atau faktor pengaruh partai.

Pada penelitian Rifqi menjelaskan bahwa permasalahan manusia perahu di Australia merupakan permasalahan yang sangat sensitif bagi masyarakat Australia sehingga kebijakan-kebijakan terkait permasalahan tersebut yang diambil oleh


(29)

9 pemerintah cenderung sarat dengan muatan politis. Hal tersebut dilakukan semata-mata karena ingin menjaga dukungan dari konstituennya yang merupakan instrumen yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan posisi partai di pemerintahan, sehingga perdana menteri terpilih cenderung menjaga kebijakannya sesuai dengan tuntutan masyarakat pada saat itu.

Faktor ketiga yang juga mempunyai pengaruh terhadap pengambilan kebijakan pemerintah Australia terkait IMAs adalah peran media massa serta opini publik yang terbentuk dalam masyarakat Australia. Publik Australia menaruh perhatian yang sangat besar dalam melihat permasalahan manusia perahu. Hal ini dibuktikan dengan masuknya isu manusia perahu yang diangkat media ke dalam tiga isu teratas yang mendominasi pemilihan federal di tahun 2010. Dari pemberitaan-pemberitaan di beberapa media Australia, kemudian muncul tuntutan dari publik Australia kepada pemerintah agar memberlakukan kebijakan-kebijakan yang bersifat keras terhadap kedatangan para manusia perahu. Faktor-faktor di atas dipengaruhi oleh prasangka atau prejudice terhadap manusia perahu yang selama ini dianggap atau dinilai sebagai kelompok dari luar komunitas Australia yang membawa dampak negatif terhadap komunitas Australia pada umumnya.

Berdasarkan data di atas, maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah Australia dibawah kepemimpinan Julia Gillard mengeluarkan kebijakan imigrasi yang tertutup terhadap Irregular Maritime Arrivals karena dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni pengaruh birokrasi, pengaruh partai, serta pengaruh massa dengan


(30)

10 berlandaskan pada pertimbangan prejudice yang melekat pada imigran yang datang dengan perahu sebagai rasionalisasi pengambilan kebijakan.

Yang menjadikan pembeda dari penelitian Muhammad Rifqi Herdianzah yang menjelaskan faktor–faktor yang menyebabkan pemerintah Gulia Gillard merespon begitu tegas dengan kedatangan para Irregular Maritime Arrivals yang masuk perairan Autralia. Penelitian ini lebih menekankan pada pengaruh beberapa faktor internal yang menjadikan Pemerintah Gulia Gillard tegas mengambil kebijakan seperti: pengaruh birokrasi, pengaruh partai, serta pengaruh massa. Sedangkan dalam penelitian saya tentang pengaruh kebijakan pasific solution dalam membendung manusia perahu sebutan lain dari asylum seeker dan

Irregular Maritime Arrivals yang masuk periaran Australia. Perlu untuk diketehui bahwa kebijakan pasific solution diperkenalkan di depan publik Australia pada tahun 2001 oleh PM. John Howard setelah terpilih menjadi PM pada waktu itu. Langkah ini diambil atas tuntutan dosmetik untuk dapat membendung manusia perahu atau pencari suaka politik ke Australia.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Christa Mc Aulifee Suryo Puteri yang meneliti mengenai “Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal (1996-2007) dan Pemerintahan Kevin Rudd Dari Partai Buruh (2007-2010)”11. Dalam penelitian

11

Christa Mc Aulifee Suryo Puteri (106083003625),2011, Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal (1996-2007), Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, FISIP-Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah. Diakses dalam

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/467/1/102972CHRISTA%20ME%20A ULIFFE%20SURYO%20PUTER.FISIP.PDF , tanggal 12 Februari 2014


(31)

11 yang dilakukan Christa ini menjelaskan mengenai pergantian pemerintahan di negara manapun termasuk Australia akan berdampak terhadap perubahan kebijakan. Namun demikian, perubahan tersebut tetap berupaya untuk menjaga kebijakan pemerintahan sebelumnya baik domestic maupun kebijakan terkait lingkungan eksternalnya. Hal ini juga terlihat dalam kebijakan luar negeri Australia ketika John Howard dari Partai Koalisi Liberal digantikan oleh Kevin Rudd dari Partai Buruh. Pada dasarnya, kebijakan luar negeri kedua Perdana Menteri dari dua Partai yang berbeda ini memiliki pedoman yang sama dalam melaksanakan kebijakan luar negerinya, yakni bertujuan melindungi dan meningkatkan kepentingan nasional Australia. Namun, meski substansi dari politik luar negerinya sama ada perbedaan yang signifikan dalam nuansa penekanan pada politik luar negeri serta gaya kepemimpinan yang diambil kedua Perdana Menteri tersebut.

Perbedaan tersebut pada kenyataannya sangat mempengaruhi tujuan dari politik luar negeri pemerintahan Howard dan pemerintahan Rudd. Sikap Howard yang kaku dan arogan terbawa dalam gayanya memimpin dan melaksankan kebijakan luar negeri Australia. Howard merupakan seorang yang lebih memilih kedekatan dengan AS karena ia memiliki empati yang sedikit terhadap Asia. Hal ini berdampak pula terhadap kebijakan luar negeri Howard terhadap Indonesia dalam berbagai masalah yang dihadapi kedua negara. Kurangnya pemahaman akan konsepsi kebijakan luar negeri membuatnya bertindak beradasarkan keyakinnanya yang memang sangat dipengaruhi oleh pandangan Partai Koalisi Liberal yang konservatif dan kedekatannya dengan AS. Sedangkan, Kevin Rudd


(32)

12 yang merupakan seorang Perdana Menteri dari Partai Buruh dan juga seorang diplomat karir sudah sangat mengerti tentang cara bernegosiasi, melakukan diplomasi yang baik dalam kebijakan luar negerinya terhadap Indonesia yang bertujuan untuk mencapai dan meningkatkan kepentingan nasionalnya. Selain pada masa pemerintahan Rudd perkembangan lingkungan regional dan internasional lebih stabil dibanding pada masa pemerintahan Howard, gaya kepemimpinan Rudd yang low profile memang merupakan ciri dari gaya pemerintahan Buruh yang tidak membedakannya dengan Whitlam dan Paul Keating, yakni lebih mengutamakan kerjasama dan diplomasi dalam pencapaian tujuan dan kepentingan nasional Australia serta lebih dekat ke Asia termasuk Indonesia yang merupakan negara tetangga terdekat dan terbesar Australia.

Yang menjadi pembeda antara penelitian yang dilakukan oleh Christa yang lebih menekankan perbandingan PM. John Howard dengan Kevin Rudd dalam menjalankan kebijakan luar negeri Australia ke Asia pada khususnya Indonesia. Christa menjelaskan bahwa PM Howard dalam menjalankan kebijakan luar negerinya lebih dekat dengan AS dibandingkan dengan negara–negara di Asia termasuk Indonesia, sehingga kerjasama dengan negara Asia dinilai tidak ada kemajuan. Sedangkan pada masa PM. Rudd, lebih dekat dengan negara– negara di Asia khusunya pada Indonesia sehingga Rudd mampu mencapai kepentingan nasionalnya di kawasan Asia. Berbeda dengan penelitian Christa, dalam penelitian ini saya lebih mengfokuskan pada kerjasama bilateral yang dilakukan oleh Pemerintah Australia terhadap negara Pasific khususnya Papua New Guini. Australia menggandeng PNG untuk menjadi mitra dalam mengatasi


(33)

13 permaslahan asylum seeker yang memakai perahu atau sering disebut dengan manusia perahu. Dalam kerja sama ini dinamakan pasific solution yang mana dalam perjanjiannya menjelaskan pemindahan pencari suaka politik yang tertangkap memasuki perairan Australia ditangkap dan dibawa ke Pulau Manus dan Nauru yang termasuk wilayah PNG.

Penelitian terakhir dilakukan oleh M. Fathoni Hakim pada tahun 2010 yang mengangkat judul “Parjanjian Keamanan Indonesia – Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur”12. Penelitian ini

menjelaskan mengenai perjanjian keamanan Indonesia – Australia sebagai upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur. Cakupan pembahasan dalam penelitian ini meliputi faktor apa saja yang melatarbelakangi Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia, terkait dengan upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur dan keuntungan apa yang diperoleh dari perjanjian keamanan itu. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui dan memahami latar belakang Indonesia melakukan perjanjian keamanan dengan Australia dalam upayanya mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur, serta untuk mengetahui dan memahami keuntungan apa saja yang diperoleh Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan denganAustralia.

Hasil dari penelitian Fathoni menunjukkan bahwa faktor geografi merupakan poin penting dalam politik negara. Konfigurasi geografi Indonesia

12M. Fathoni Hakim, 2010,“Parjanjian Keamanan Indonesia Australia; Upaya Indonesia

Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur”,Tesis, FISIP- Universitas Indonesia Diakses dalam http://lontar.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-135537.pdf , tanggal 12 Februari 2014


(34)

14 yang terdiri atas 17.480 pulau dan luas wilayah yang mencapai 7,9 juta km2, memiliki garis pantai yang panjangnya mencapai sekitar 81.000 km, mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi sangat terbuka dan dapat dimasuki dari segala penjuru. Ketahanan wilayah Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi semakin kompleks karena luasnya perairan dan menyebarnya wilayah daratan. Karakteristik geografi yang sedemikian rupa sangat rawan akan berbagai ancaman keamanan serta berpotensi terhadap infiltrasi asing.

Pertimbangan kedua dari latar belakang perjanjian keamanan adalah sebagai respon atas perubahan lingkungan strategis di level global, regional dan nasional. Ancaman kejahatan yang muncul dari perubahan lingkungan strategis tersebut adalah penyelundupan senjata, perompakan, terorisme maritim, people smuggling, penyelundupan obat terlarang, yang mana erat kaitannya dengan eskalasi gerakan separatisme dan konflik komunal di Indonesia timur. Dengan adanya perjanjian keamanan ini, kedua negara mempunyai kepentingan nasional yang hendak dicapai. Bagi Indonesia, kepentingan itu adalah kedaulatan dan keamanan, sedangkan bagi Australia kepentingan itu adalah keamanan nontradisional, seperti teroris dan kejahatan transnasional.

Pertimbangan ketiga latar belakang perjanjian keamanan adalah faktor politik, dimana Australia harus menghormati kedaulatan dan integritas wilayah kesatuan NKRI. Secara umum, perjanjian keamanan Indonesia-Australia ini berisi tentang kerangka kerjasama yang mencakup 21 kerjasama dalam 10 bidang kerjasama, yakni meliputi kerjasama di bidang: pertahanan, penegakan hukum, pemberantasan terorisme, intelijen, kerjasama maritim, keselamatan dan


(35)

15 keamanan penerbangan, pencegahan perluasan senjata pemusnah massal, tanggap darurat bencana, kerjasama organisasi multilateral dan membangun kontak dan saling pengertian masyarakat mengenai persoalan-persoalan di bidang keamanan. Sedang implementasi dari kerjasama keamanan tersebut diantaranya adalah pembangunan kapasitas (capacity building), operasi bersama, sharing intelijen dan informasi, joint exercises, yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kapabilitas pertahanan dan keamanan Indonesia dalam merespon berbagai ancaman yang muncul, termasuk gerakan separatisme dan konflik komunal (intra-state conflict).

Penelitian Fathoni menunjukkan bahwa fungsi perjanjian keamanan bagi Indonesia adalah pertama, sebagai peningkatan kontrol wilayah dan geografi Indonesia yang terbuka, kedua, perjanjian keamanan sebagai respon atas ancaman non-tradisional dan ketiga perjanjian keamanan sebagai upaya integrasi wilayah dan integrasi politik. Dari ketiga fungsi tersebut, maka perjanjian keamanan Indonesia – Australia merupakan upaya Indonesia dalam mencegah proliferasi gerakan separatisme di Indonesia timur.

Yang menjadikan pembeda antara penelitian Fathoni yang lebih menekankan pada faktor Pemerintah Indonesia bekerjasasama dengan Australia. Diketahui bahwa Indonesia melakukan kerjasama pertahanan dengan Australia karena faktor politik dan geografi. Faktor geografi yang menyebutkan jika Indonesia merupakan negara kepulauan yang mana rentan terhadap ancaman dari eksternal mangakibatkan Indonesia melakukan kerjasama dengan pihak Australia sebagai negara tetangga. Sedangkan faktor politik, dimana pemerintah Indonesia menginginkan kedaulatan Indonesia NKRI diakui oleh Pemerintah Australia. Oleh


(36)

16 karena itu dalam perjanjian pertahanan yang dilakukan oleh kedua negara terdapat poin penjelasan dimana Australia mengakui kedulatan NKRI. Berbeda dengan penelitian saya, kerjasama yang dilakukan PNG dengan Ausralia merupakan bagian dari kerjasama keamanan perairan yang dilakukan oleh kedua negara. Kerjasama ini dijalankan karena PNG merupakan negara tetangga Australia, dimana PNG merupakan wilayah strategis untuk membendung pencari suaka politik yang masuk ke periaran Australia.

Tabel 1.1 Posisi Peneliti

JUDUL METODOLOGI HASIL

“Kebijakan Pemerintah Australia Terkait Permasalahan Irreguler Maritime Arrivals Periode Kepemimpinan Perdana Menteri Julia Gilliard Tahun 2010-2012” Oleh Muhammad Rifqi Herdianzah Penelitian Rifqi Herdianzah menggunakan peneliian eksplanatif dengan memakai teknik penelitian kualitatif

Pemerintah Australia merespon kasus Irregular Maritime Arrivals

dengan mengeluarkan beberapa kebijakan, di antaranya Pasific Solution, kebijakan penahanan, pemberian Bridging Visas, pengembalian negara asal, serta Malaysia Solution. Kebijakan yang dikeluarkan pada kepemimpinan Julia Gillard cenderung bersifat punitive atau menghukum pencari suaka yang datang dengan perahu dan tidak membawa dokumen resmi ke Australia.

Dalam mengeluarkan kebijakan, pemerintah Australia mendapatkan pengaruh dari beberapa faktor yang mempunyai fungsi sebagai policy influencer.


(37)

17

“Kebijakan Luar Negeri Asutralia Terhadap Indonesia : Pemerintahan John Howard Dari Partai Koalisi Liberal (1996-2007) dan Pemerintahan Kevin Rudd Dari Partai Buruh (2007-2010).”

OlehChrista Mc Aulifee Suryo Puteri

Penelitian Christa menggunakan penelitian

deskriptif dengan teknik Kualitatif

Pergantian pemerintahan akan berdampak terhadap perubahan kebijakan. Hal ini juga terlihat dalam kebijakan luar negeri Australia ketika John Howard digantikan oleh Kevin Rudd. Pada dasarnya, kebijakan luar negeri kedua Perdana Menteri ini memiliki tujuan yang sama, yakni melindungi dan meningkatkan kepentingan nasional Australia. Namun, meski substansi dari politik luar negerinya sama ada perbedaan yang signifikan dalam nuansa penekanan pada politik luar negeri serta gaya kepemimpinan yang diambil kedua Perdana Menteri tersebut.

“Parjanjian

Keamanan Indonesia – Australia; Upaya Indonesia Mencegah Gerakan Separatisme di Indonesia Timur”. Oleh M. Fathoni Hakim Penelitian Fathoni menggunakan jenis penelitian deskriptif dan teknik penelitian kualitatif

Penelitian ini meneliti faktor yang melatarbelakangi Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia, terkait dengan upaya Indonesia dalam mencegah gerakan separatisme di Indonesia timur dan untuk mengetahui dan memahami keuntungan apa saja yang diperoleh Indonesia dalam melakukan perjanjian keamanan dengan Australia.


(38)

18

1.4.2 Landasan Teori atau Konsep 1.4.2.1Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan suatu negara seringkali mencerminkan perilaku negara tersebut. Begitu pula kebijakan luar negeri yang akan mencerminkan perilaku negara ketika berinteraksi dengan negara lain. Oleh sebab itu, muncul studi mengenai kebijakan luar negeri untuk dianalisa dan dibandingkan. Studi analisa mengenai kebijakan luar negeri sebagai area yang berbeda, menghubungkan studi hubungan internasional sebagai ilmu yang melihat bagaimana negara berhubungan satu sama lain dalam politik internasional, dengan studi politik domestik yang mempelajari peran pemerintah dan hubungan antara individu, kelompok dan pemerintah13. Studi kebijakan luar negeri menjadi penting mengingat Bernard C.

Cohen pernah menyebutkan bahwa ‘is that foreign policy is “more important” than other policy areas because it concerns national interests, rather than special interests, and more fundamental values’. Studi kebijakan luar negeri kemudian dilakukan dengan fokus utama untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan dan keamanan negara14.

Kebijakan luar negeri merupakan suatu strategi dalam menghadapi unit politik Internasional lainnya yang dibuat oleh pembuat keputusan negara (decision maker) dalam rangka mencapai tujuan spesifik nasional dalam terminologi

13 Kaarbo, Juliet et al, 2012, The Analysis of Foreign Policy in Comparative Perspective, Chapter

1 [online] Diakses dalam http://www.cqpress.com/docs/college/Beasley2e.pdf ,tanggal 20 Januari 2014

14 Breuning, Marijke,2007, “Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction. New York:


(39)

19

national interest. Rosenau menyebutkan pengertian kebijakan luar negeri sebagai upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Holsti menjelaskannya sebagai semua aktivitas negara terhadap lingkungan eksternalnya dalam upaya memperoleh keuntungan, serta hirau akan berbagai kondisi internal yang menopang formulasi aktivitas tersebut15. Kebijakan luar negeri memiliki tiga

konsep untuk menjelaskan hubungan negara dengan kondisi eksternalnya, yaitu: 1. Sebagai sekumpulan orientasi (as a cluster of orientation), merupakan

pedoman untuk mengahadapi kondisi eksternal yang menuntut pembuat keputusan dan tindakan berdasar orientasi prinsip dan tendensi umum yang terdiri dari sikap, persepsi, dan nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah dan kondisi strategis penentu posisi negara dalam politik Internasional.

2. Sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak (as a set of commitments to and plans for action), berupa rencana dan komitmen konkret termasuk tujuan dan alat yang spesifik untuk mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten dengan orientasi kebijakan luar negeri.

3. Sebagai bentuk perilaku atau aksi (as a form of behaviour), berupa langkah nyata berdasar orientasi umum, dengan komitmen dan sasaran

15 Perwita, A. A., & Yani, Y. M. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT


(40)

20 yang lebih spesifik, yang berhubungan dengan kejadian dan situasi di lingkungan eksternal.16

Sedangkan Couloumbis dan Wolfe mengklasifikasikan kebijakan politik luar negeri menjadi tiga kategori utama berdasarkan sifatnya, yaitu:

1. Bersifat pragmatis (terencana), yaitu keputusan besar yang mempunyai konsekuensi jangka panjang; membuat studi lanjutan, pertimbangan dan evaluasi yang mendalam mengenai seluruh opsi alternatif

2. Bersifat krisis, merupakan keputusan yang dibuat selama masa krisis, waktu untuk menanggapinya terbatas, dan ada elemen yang mengejutkan yang membutuhkan respon yang telah direncanakan sebelumnya

3. Bersifat taktis, yaitu keputusan penting yang biasanya bersifat pragmatis, memerlukan evaluasi, revisi, dan pembalikan17.

Tujuan politik luar negeri, dapat bersifat konkret dan abstrak (melekat pada national interest), merupakan citra kondisi masa depan suatu negara di mana

decision maker mampu meluaskan pengaruhnya kepada negara-negara lain dengan mengubah atau mempertahankan tindakan negara lain. K. J. Holsti mengklasifikasikan tujuan politik luar negeri berdasarkan kriteria (1) nilai tujuan

decision maker; (2) jangka waktu baik pendek, menengah, maupun panjang untuk

16 Ibid., Perwita, A. A., & Yani, Y.

17 Couloumbis, T. A., & Wolfe, J. H,1990, “Pengantar Hubungan Internasional: Keadilan dan Power”, (M. Marbun, Trans.) Bandung: Abardin.


(41)

21 mencapai tujuan yang ditetapkan dan (3) tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain18.

Dalam penelitian ini Pemerintah Australia sudah mempertimbangkan berbagai hal terkait dengan konsekuensi dalam pengambilan kebijakan luar negeri. Australia mengeluarkan kebijakan luar negeri menggandeng Papua New Guini sebagai partner dalam menyelesaiakan permasalahan para pencari suaka politik yang masuk ke perairan Australia. Kebijakan ini dilakukan oleh pemerintah Australia guna memperoleh keuntungan dari luar negaranya dengan mempertahankan stabilitas keamanan dan politik Australia. Australia selama ini frustasi dengan terus melonjaknya permintaan suaka politik yang diajukan oleh para pencari suaka yang berasal dari penjuru dunia, terutama negara-negara yang sedang mengalami konflik.

1.4.2.2 Kerjasama Bilateral

Pada hubungan Internasional, kerjasama banyak dilakukan secara bilateral. Konsep kerjasama bilateral mengacu pada adanya suatu hubungan kerjasama politik, budaya dan ekonomi antara 2 (dua) negara. Kerjasama bilateral yang dimaksud seperti kerjasama diplomatik, strategic partnership program, dan lain sebagainya. Kerjasama bilateral melibatkan kepercayaan normatif antara pembuat kebijakan dari kedua negara terutama harus ditangani oleh pemerintah. Pada umumnya kerjasama bilateral tidak melibatkan sector swasta, karena dalam hal sebagian urusan luar negeri. Secara khusus, dimensi ekonomi kerjasama bilateral


(42)

22 sama-sama menyimpan hal yang bersifat rahasia. Meskipun keduanya bekerja menuju tujuan bersama, kedua belah pihak tidak berarti sama dalam sumber daya yang dapat dikerahkan untuk mencapai masing-masing kepentingannya19.

Pada dasarnya, bilateralisme merupakan kerjasama yang dilakukan oleh dua negara (pemerintahan) yang memiliki kepentingan dalam peningkatan atas beberapa aspek mayor seperti ekonomi, politik, dan pertahanan. Kelebihan dari kerjasama bilateral adalah: (1) kerjasama ini cenderung mudah dilakukan karena negara yang terlibat hanya 2 dan aturan tidak begitu kompleks. (2) Bagi negara besar, dengan ada konsep kerjasama bilateral ini dapat menekan negara dari lawan kerjasamanya untuk mematuhi dan mengikuti aturan yang telah tersepakati. (3) Kemudian kalkulasi dan pencapaian pertimbangan tidak begitu rumit.

Kerjasama bilateral dan multilateral disebabkan oleh banyak faktor, misalnya faktor geografis, faktor kesamaan kepentingan dan kesamaan permasalahan. Kedua negara menganggap bahwa melalui kerjasama dapat meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan (win-win solution), baik di sisi ekonomi, ekonomi pembangunan, dan lain sebagainya. Namun kerjasama bilateral memiliki kelemahan, yaitu ketika ada sekian banyak negara yang memiliki kepentingan yang sama maka kerjasama bilateralisme tidak akan efektif lagi karena tiap-tiap dari negara harus deal satu per satu.

19 Ellis S. Krauss dan TJ. Pempel, 2004, Beyond Bilateralism: US-Japan Relations in the New Asia Pacific, United States of America: Stanford University Press, hlm.34


(43)

23 Dalam penelitian saya ini kerjasama yang dilakukan antara Australia dengan Papua New Guini merupakan kerjasama Bilateral, karena dilakukan oleh kedua belah pihak tanpa melibatkan pihak ketiga. Kerjasama yang terjalin antara Australia dan PNG merupakan kerjasama Pasific Solution yang membahas mengenai permasalahan dan isu terkait dengan penanganan manusia perahu yang masuk perairan Australia. Australia melibatkan Papua New Guini sebagai rekan bagi Australia dalam penanganan pencari suaka politik. Dalam kebijakan ini Papua New Guini dilibatkan secara aktif untuk menyelesaikan permasalahan manusia perahu (boat people).

1.5 Metedologi Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif fokus pada pertanyaan dasar bagaimana dengan berusaha memdapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap tanpa banyak detail yang tidak penting. Penelitian deskriptif berhubungan dengan frekuensi, jumlah, dan karakteristik dari gejala yang diteliti. Oleh sebab itu, penelitian deskriptif memiliki berbagai tujuan antara lain; mendesskripsikan mengenai gejala atau ciri-ciri yang berkaitan dengan suatu


(44)

24 populasi tertentu, estimasi atau perkiraan mengenai proporsi populasi yang memiliki ciri-ciri tersebut20.

1.5.2 Sumber Data

Peneliti menggunakan data sekunder yang mana diperoleh dari berbagai sumber yang masih berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Data – data tersebut diperoleh dari dokumentasi, telaah dari literatur-literatur, bahan – bahan pustaka dan internet yang dapat dijadikan acuan dalam menjawab rumusan masalah yang berkaitan dengan kerjasama antara Australia dengan PNG dalam membendung Asyslum Seekers yang terus masuk ke perairan Australia sebagai negara yang meratifikasi prokotol PBB mengenai pengungsi.

1.5.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan data sekunder yang mana teknik data tersebut dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan yakni pencairan data mengenai hal – hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar, jurnal dan website yang diterbitkan oleh berbagai lembaga atau instasi yang masih berkaitan dengan judul penelitian ini. Setelah data terkumpul, data diseleksi dan dikelompokan kedalam beberapa bab pembahasan yang sesuai dengan sistematika penulisan.


(45)

25

1.5.4 Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif.21 Teknik analisa

data dilakukan melalui analisa non statistik dimana data tabel, grafik angka yang tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf. Teknik analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yakni klasifikasi data, mereduksi dan memberi intepretasi pada data yang telah diseleksi dengan menggunakan teori dan konsep tersebut22.

1.5.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya batasan waktu dan materi untuk membatasi waktu yang diteliti dan pembahasan agar tidak melebar sehingga didapatkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.

1.5.6 Batasan Waktu Penelitian

Peneliti memberi batasan waktu pada tahun 2009-2012, karena pada tahun ini kenaikan tingkat pencari suaka politik yang masuk ke wilayah negeri Kangguru meningkat secara signifikan.

1.5.7 Batasan Materi Penelitian

Agar materi tetap fokus dan konsisten dalam pembahasan, maka peneliti memberi batasan materi sesuai dengan peniliti kehendaki. Peneliti ingin melihat

21Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Adhitama, hal 30-41 22Ulber Op. Cit., hal 30-41


(46)

26 seluk beluk dalam kerjasama Pasific Solution yang dilakukan antara Australia dan PNG pada kurun waktu 2009 sampai 2012.

1.6 Argumen Dasar

Kerjasama Pasific Solution merupakan salah satu kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Australia dan Papua New Guini untuk membendung pencari suaka politik yang masuk wilayah Australia. Pasific Solution merupakan kebijakan berupa pemindahan para pencari suaka politik yang datang ke Australia ke pusat detensi yang tersebar di negara-negara kepulauan di Samudra Pasifik, dengan dalih mengizinkan mereka masuk ke daratan Australia. Kerjasama Pasific Solution ini sangat efektif dan berpengaruh bagi Australia dalam membendung para manusia perahu yang masuk ke wilayah Australia. Hal ini diperoleh dari data yang menunjukkan banyaknya pencari suaka politik yang ditangkap angkatan laut Australia di perairan Australia kemudian dibawa ke Pulau Manus dan Nauru yang termasuk wilayah PNG sebelum mendapatkan status Pengungsi dan mendapatkan perlindungan dari negeri Kangguru ini.


(47)

27

1.7 Sistematika Penulisan BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kajian Pustaka 1.5. Metedologi Penelitian 1.6. Argumen Dasar 1.7. Sistematika Penulisan BAB II

KEBIJAKAN LUAR NEGERI

AUSTRALIA DALAM

PEMBERIAN SUAKA POLTIK KEPADA ASYLUM SEEKER

2.1. Kebijakan Australia

Meratifikasi Konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 2.2. Perkembangan Isu Domestik

Terkait Suaka Politik Bagi Rakyat dan Pemerintah Australia

2.3. Dampak Kebijakan Pemberian Suaka Politik Terhadap Masyarakat Multikultural Australia 2.4. Kebijakan Perdana Menteri

Julia Gillard dan Tonny Abbot Terkait Dengan Pencari Suaka Politik

BAB III

PENGARUH KERJASAMA BILATERAL AUSTRALIA – PAPUA NUGINI TERKAIT PENANGANAN ASYLUM SEEKERS

3.1. Perjanjian Kerjasama Bilateral Australia – Papua New Guini Dalam Pasific Solution

3.2. Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Terhadap masuknya Asylum Seekers ke perairan Australia

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan 4.2. Saran


(1)

22 sama-sama menyimpan hal yang bersifat rahasia. Meskipun keduanya bekerja menuju tujuan bersama, kedua belah pihak tidak berarti sama dalam sumber daya yang dapat dikerahkan untuk mencapai masing-masing kepentingannya19.

Pada dasarnya, bilateralisme merupakan kerjasama yang dilakukan oleh dua negara (pemerintahan) yang memiliki kepentingan dalam peningkatan atas beberapa aspek mayor seperti ekonomi, politik, dan pertahanan. Kelebihan dari kerjasama bilateral adalah: (1) kerjasama ini cenderung mudah dilakukan karena negara yang terlibat hanya 2 dan aturan tidak begitu kompleks. (2) Bagi negara besar, dengan ada konsep kerjasama bilateral ini dapat menekan negara dari lawan kerjasamanya untuk mematuhi dan mengikuti aturan yang telah tersepakati. (3) Kemudian kalkulasi dan pencapaian pertimbangan tidak begitu rumit.

Kerjasama bilateral dan multilateral disebabkan oleh banyak faktor, misalnya faktor geografis, faktor kesamaan kepentingan dan kesamaan permasalahan. Kedua negara menganggap bahwa melalui kerjasama dapat meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan (win-win solution), baik di sisi ekonomi, ekonomi pembangunan, dan lain sebagainya. Namun kerjasama bilateral memiliki kelemahan, yaitu ketika ada sekian banyak negara yang memiliki kepentingan yang sama maka kerjasama bilateralisme tidak akan efektif lagi karena tiap-tiap dari negara harus deal satu per satu.

19 Ellis S. Krauss dan TJ. Pempel, 2004, “Beyond Bilateralism: US-Japan Relations in the New


(2)

23 Dalam penelitian saya ini kerjasama yang dilakukan antara Australia dengan Papua New Guini merupakan kerjasama Bilateral, karena dilakukan oleh kedua belah pihak tanpa melibatkan pihak ketiga. Kerjasama yang terjalin antara Australia dan PNG merupakan kerjasama Pasific Solution yang membahas mengenai permasalahan dan isu terkait dengan penanganan manusia perahu yang masuk perairan Australia. Australia melibatkan Papua New Guini sebagai rekan bagi Australia dalam penanganan pencari suaka politik. Dalam kebijakan ini Papua New Guini dilibatkan secara aktif untuk menyelesaikan permasalahan manusia perahu (boat people).

1.5 Metedologi Penelitian 1.5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti, penelitian deskriptif fokus pada pertanyaan dasar bagaimana dengan berusaha memdapatkan dan menyampaikan fakta-fakta dengan jelas, teliti dan lengkap tanpa banyak detail yang tidak penting. Penelitian deskriptif berhubungan dengan frekuensi, jumlah, dan karakteristik dari gejala yang diteliti. Oleh sebab itu, penelitian deskriptif memiliki berbagai tujuan antara lain; mendesskripsikan mengenai gejala atau ciri-ciri yang berkaitan dengan suatu


(3)

24 populasi tertentu, estimasi atau perkiraan mengenai proporsi populasi yang memiliki ciri-ciri tersebut20.

1.5.2 Sumber Data

Peneliti menggunakan data sekunder yang mana diperoleh dari berbagai sumber yang masih berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Data – data tersebut diperoleh dari dokumentasi, telaah dari literatur-literatur, bahan – bahan pustaka dan internet yang dapat dijadikan acuan dalam menjawab rumusan masalah yang berkaitan dengan kerjasama antara Australia dengan PNG dalam membendung Asyslum Seekers yang terus masuk ke perairan Australia sebagai negara yang meratifikasi prokotol PBB mengenai pengungsi.

1.5.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan data sekunder yang mana teknik data tersebut dilakukan melalui kegiatan studi kepustakaan yakni pencairan data mengenai hal – hal atau variabel berupa catatan, buku, surat kabar, jurnal dan website yang diterbitkan oleh berbagai lembaga atau instasi yang masih berkaitan dengan judul penelitian ini. Setelah data terkumpul, data diseleksi dan dikelompokan kedalam beberapa bab pembahasan yang sesuai dengan sistematika penulisan.


(4)

25

1.5.4 Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisa data kualitatif.21 Teknik analisa data dilakukan melalui analisa non statistik dimana data tabel, grafik angka yang tersedia diuraikan dan ditafsirkan ke dalam bentuk kalimat atau paragraf. Teknik analisis data tersebut dilakukan melalui beberapa tahapan yakni klasifikasi data, mereduksi dan memberi intepretasi pada data yang telah diseleksi dengan menggunakan teori dan konsep tersebut22.

1.5.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya batasan waktu dan materi untuk membatasi waktu yang diteliti dan pembahasan agar tidak melebar sehingga didapatkan hasil penelitian yang tepat dan akurat.

1.5.6 Batasan Waktu Penelitian

Peneliti memberi batasan waktu pada tahun 2009-2012, karena pada tahun ini kenaikan tingkat pencari suaka politik yang masuk ke wilayah negeri Kangguru meningkat secara signifikan.

1.5.7 Batasan Materi Penelitian

Agar materi tetap fokus dan konsisten dalam pembahasan, maka peneliti memberi batasan materi sesuai dengan peniliti kehendaki. Peneliti ingin melihat

21Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Adhitama, hal 30-41 22Ulber Op. Cit., hal 30-41


(5)

26 seluk beluk dalam kerjasama Pasific Solution yang dilakukan antara Australia dan PNG pada kurun waktu 2009 sampai 2012.

1.6 Argumen Dasar

Kerjasama Pasific Solution merupakan salah satu kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Australia dan Papua New Guini untuk membendung pencari suaka politik yang masuk wilayah Australia. Pasific Solution merupakan kebijakan berupa pemindahan para pencari suaka politik yang datang ke Australia ke pusat detensi yang tersebar di negara-negara kepulauan di Samudra Pasifik, dengan dalih mengizinkan mereka masuk ke daratan Australia. Kerjasama Pasific Solution ini sangat efektif dan berpengaruh bagi Australia dalam membendung para manusia perahu yang masuk ke wilayah Australia. Hal ini diperoleh dari data yang menunjukkan banyaknya pencari suaka politik yang ditangkap angkatan laut Australia di perairan Australia kemudian dibawa ke Pulau Manus dan Nauru yang termasuk wilayah PNG sebelum mendapatkan status Pengungsi dan mendapatkan perlindungan dari negeri Kangguru ini.


(6)

27

1.7 Sistematika Penulisan BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kajian Pustaka 1.5. Metedologi Penelitian 1.6. Argumen Dasar 1.7. Sistematika Penulisan BAB II

KEBIJAKAN LUAR NEGERI

AUSTRALIA DALAM

PEMBERIAN SUAKA POLTIK

KEPADA ASYLUM SEEKER

2.1. Kebijakan Australia

Meratifikasi Konvensi PBB 1951 dan Protokol 1967 2.2. Perkembangan Isu Domestik

Terkait Suaka Politik Bagi Rakyat dan Pemerintah Australia

2.3. Dampak Kebijakan Pemberian Suaka Politik Terhadap Masyarakat Multikultural Australia 2.4. Kebijakan Perdana Menteri

Julia Gillard dan Tonny Abbot Terkait Dengan Pencari Suaka Politik

BAB III

PENGARUH KERJASAMA

BILATERAL AUSTRALIA –

PAPUA NUGINI TERKAIT

PENANGANAN ASYLUM

SEEKERS

3.1. Perjanjian Kerjasama Bilateral Australia – Papua New Guini Dalam Pasific Solution

3.2. Pengaruh Kerjasama Pasific Solution Terhadap masuknya Asylum Seekers ke perairan Australia

BAB IV

KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan 4.2. Saran