Representasi Menunggu Bagi Perempuan (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Menunggu Bagi Perempuan Dalam Puisi ‘Kekasih Hatiku Tersayang’ Buku Lady In Waiting Karya Jackie Kendall & Debbie Jones)

(1)

REPRESENTASI MENUNGGU BAGI PEREMPUAN

(Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Menunggu Bagi

Perempuan Dalam Puisi “Kekasih Hatiku Tersayang” Buku Lady In Waiting Karya Jackie Kendall & Debbie Jones)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh:

Novia Olga Kristina NIM. 41809207

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

ix

LEMBAR PENGESAHAN………... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR………... vi

DAFTAR ISI………... ix

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………... 8

1.2.1 Rumusan Masalah Makro……….. 8

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro………... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian………. 9


(3)

x

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis………. 9

1.4.2 Kegunaan Praktis……….. 10 1.4.2.1 Bagi Peneliti……….. 10 1.4.2.2 Bagi Akademik………. 10 1.4.2.3 Bagi Masyarakat………... 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kajian Penelitian Terdahulu ……….. 11 2.1.2 Kajian Wacana……… 13 2.1.3 Kajian Makna……….. 15

2.1.4 Kajian Tentang Simbol……… 17

2.1.5 Kajian Tentang Bahasa, Teks dan Konteks……… 20

2.1.6 Kajian Tentang Menunggu……….. 22

2.1.7 Kajian Wanita Dalam Buku Lady in Waiting………….. 22

2.1.8 Kajian Tentang Puisi………... 23

2.1.9 Kajian Tentang Feminisme………. 31

2.1.9.1 Sejarah dan Perkembangan Feminisme………. 31


(4)

xi

2.1.10.2 Kajian Karakteristik Wacana Kritis…………. 38

2.1.11 Kajian Critical Linguistic……….………… 40 2.2 Kerangka Pemikiran………... 41

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian……… 46

3.1.1 Puisi Dalam Buku Lady in Waiting……….. 46

3.1.2 Buku Lady in Waiting……… 48

3.1.3 Profil Penulis……… 49

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian……….. 51 3.2.2 Teknik Pengumpulan Data………... 58

3.2.3 Teknik Penentuan Informan………. 60 3.2.4 Teknik Analisa Data………. 62 3.2.5 Uji Keabsahan Data……….. 63

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian……….. 65


(5)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Informan ……… 68

4.2 Hasil Penelitian ……… 69

4.2.1 Posisi Subjek –Objek ……… 69

4.2.2 Posisi Penulis Pembaca ………. 75

4.3 Pembahasan ………. 78

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……….. 101 5.2 Saran ……… 102 DAFTAR LAMPIRAN …….………... xv

DAFTAR PUSTAKA ………... xvi

GLOSARIUM ... x1viii


(6)

xiii

2.1 Tabel Penelitian Terdahulu………... 11 3.1 Tabel Data Informan………... 61 3.2 Tabel Waktu Penelitian………... 66


(7)

xiv

DAFTAR GAMBAR


(8)

xv

Pedoman Wawancara ………...………... xx

Pedoman Wawancara Dosen Bahasa Indonesia………... xx

Pedoman Wawancara Dosen Sastra Ingrris ………..., xxi

Pedoman Wawancara Sosiolog ………... xxii

Pedoman Wawancara Pegiat Feminis ………... xv

Cover Buku Lady In Waiting……….... xxv

Puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ Dalam Bahasa Asli ... xxvi Transkip Wawancara ... xxvii

Transkip Wawancara Dosen Bahasa Indonesia………... xxvii

Transkip Wawancara Dosen Sastra Ingrris………... xxxii

Transkip Wawancara Sosiolog ………... xxxvi

Transkip Wawancara Pegiat Feminis ………... x1ii


(9)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru.

Barker, chris. 2008. Culture studies. Yogyakarta: kreasi wacana.

Bertens, K. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman Jakarta: Gramedia

Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Maskulin. Yogyakarta: Jalasutra

Bungin, M Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Reserch. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama


(10)

xvii

Eriyanto. 2006. AnalisisWacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT. LKiS

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKiS

Hubies, Aida Fitalaya S. 1997. “Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan” dalam Dadang S. Anshori, Membincangkan Feminisme. Bandung: Pustaka Hidayah

Humm, Maggie. 1986. Feminist Criticism. Great Britain: The Harvester Press

Jakson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Teori – Teori Feminis Kontemporer. Yogyakarta: Jalasutra

Jabrohim dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ltd

Jendra, I Wayan. 1991. Dasar – Dasar Sosiolinguitik. Denpasar: Ikayana.

Johnstone, Barbara. 2002. Discourse Analysis. UK: Blackwell Publishers Ltd

Kendall, Jackie dan Debbie Jones. 2013. Bandung: Pioner Jaya

Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka

Meleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


(11)

xviii

Mills, Sara. 2005. Feminist Stylistics. London: Routledge

Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Mulyana, Deddy dan Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh – contoh Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Ollenburger, Jane C. dan Helen A Moore. 1996. Sosiologi Wanita (terjemahan Budi Sucahyono). Jakarta: Rineka Cipta

Pratikno. 1987. Globalisasi Komunikasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Puteda, mansoer. 2001. Semantic leksikal. Jakarta: rineka cipta.

Rahardjo, Mudjia. 2010. Dasar-dasar Hermeneutika antara Intersionalisme dan Gadamerian, Jogjakarta: Ar-Ruzmedia

Rahmanto, Bernardus. 1988. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar Sastra.Yogyakarta: Kanisius.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:Alfabeta

Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.


(12)

xix

Syamsuddin, A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka Jakarta.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Toolan, Michel (peny). 1992. Lengue, text, context. London: Routledge.

Waluyo, Herman J. 2000. Dasar-Dasar Teori Sastra. Bandung: Angkasa Bandung.

Sumber Lain:

Selamet, Adiyana. 2013. Kuliah Metode Penelitian Kualitatif Analisis Wacana Kritis. Bandung. UNIKOM. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

Collins English Dictionary

Internet Searching:

Rabu, 4 April 2013 :

http://www.jackiekendall.com

Minggu, 8 Juli 2013 :

http://m.artikata.com

Minggu, 8 Juli 2013 :

http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat- hakiki-

kemerdekaan/interferensi-dan-integrasi/&sa=U&ei=YUXoUbWuJM4QHgxYDoQ&ved=oCAcQFjpvhSrG Mu5ICM-5_4SPWVgTB9DA


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Puisi merupakan sebuah karya sastra yang menampilkan sisi-sisi di balik kehidupan umat manusia. Cerita tentang derita dan nestapa, luka dan angkara, atau cinta dan pecinta sering menjadi alur yang dapat ditemui dalam setiap bentuk karya – karya puisi. Sebagai sebuah karya, puisi menggambarkan kekuatan rasio, intuisi, dan pengalaman manusia sebagai makhluk kreatif yang memiliki cipta, karsa, dan rasa yang dengan ketiga kekuatan itu dibangun sebuah gagasan utuh dalam sebuah bait puisi. Seseorang bisa berbicara melalui puisi tentang kematian, kesetiaan, pengorbanan, penantian, kebosanan, atau pengharapan.

Puisi tersusun atas rangkaian kalimat, menyiratkan suatu pesan bagi pembaca yang mewakili gagasan dan simbol dari sang penulis. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles dalam Peri Hermeneias, kata-kata yang diucapkan adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah simbol dari kata-kata yang kita ucapkan itu (Sumaryono,1999:24). Jika kita beranjak dari pemahaman yang diberikan Aristoteles bahwa simbol berasal dari pengalaman mental, maka setiap puisi akan memiliki hubungan dengan realitas yang dialami.


(14)

Pengalaman itu boleh jadi merupakan pengalaman langsung yang dialami sang penulis, atau realitas yang terlihat oleh penulis tentang apa yang dialami orang lain. Salah satu pengalaman yang sebagian besar orang alami adalah pengalaman tentang relasi dominasi, atau relasi kekuasaan.

Jackie Kendall dan Debbie Jones mencoba memberikan gambaran tentang satu dari sekian relasi kekuasaan tersebut, yakni dominasi maskulin atas feminin (gender). Dalam bukunya Lady In Waiting, mereka menggambarkan relasi tersebut dalam bentuk puisi tentang bagaimana seorang perempuan harus “menunggu” dalam relasi cinta antar dua insan manusia. Dengan bahasa, mereka mencoba memotret relasi – relasi laki – laki dan perempuan melalui berbagai simbol dominasi yang diaktualisasikan dalam bahasa puisi. Bahasa dalam hal ini digunakan sebagai medium utama atau instrumen utama dari dominasi dan kekuatan sosial. Bahasa kemudian dilihat sebagai medium di mana makna-makna spesifik diproduksi. Di satu sisi makna tidak begitu saja muncul, ia merupakan hasil produksi. Maka di sisi lain, reproduksi sebuah makna harus terus dilakukan dan harus dapat memperolah kredibilitas, legitimasi, dan karakter. Karena itu menurut Eriyanto (2001:46), dalam konteks inilah terjadi proses marjinalisasi, perendahan atau delegitimasi terhadap konstruksi – konstruksi alternatif.

Buku Lady In Waiting memberi penekanannya bukanlah pada status seorang perempuan tetapi pada keadaan hatinya. Lady in Waiting ingin mengarahkan perhatian seorang perempuan terhadap Dia yang benar-benar mengerti kerinduan hatinya. Bukanlah tentang bagaimana menemukan laki – laki


(15)

3

yang tepat, tetapi tentang bagaimana menjadi perempuan yang tepat dengan kualitas kesalehannya.

Saat membaca, pembaca akan melihat sifat-sifat yang dengan indahnya diperlihatkan dalam kehidupan perempuan. Tanpa ragu-ragu perempuan dalam buku ini digambarkan menyerahkan dirinya pada Allah, dengan giat menggunakan hari-hari lajangnya, percaya kepada Tuhan dengan iman yang tak tergoyahkan, mendemonstrasikan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari, berpihak pada kemurnian fisik dan emosi, hidup dalam keamanan, menanggapi kehidupan dengan rasa puas, membuat keputusan berdasarkan keyakinannya, dan dengan sabar menanti Tuhan memenuhi kebutuhannya.

Penelitian ini akan melakukan pencarian representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi Lady In Waiting. Representasi menunggu bagi perempuan dari dahulu hingga saat ini masih terasa sama, sekali pun masyarakat telah menyatakan adanya persamaan hak antara laki – laki dan perempuan, namun tidak dengan “menungggu pasangan”. Dari penjelasan sebelumnya bagaimana kata-kata membentuk bahasa, kemudian bahasa merupakan instrumen yang memiliki makna, maka puisi dalam buku lady in waiting merupakan bahasa yang harus diketahui representasi menunggunya.

Peneliti akan menggunakan paradigma kritis sebagai pisau analisis penelitian yang akan dilakukan, dengan Critical Discourse Analysis Sara Mills sebagai pisau utama. Analisis wacana kritis (critical discourse analysis) tidak melihat wacana hanya semata sebagai studi bahasa. Meski pada analisis wacana


(16)

menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis di sini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktek kekuasaan (Eriyanto 2001:7). Jadi tugas utama analisis wacana kritis ialah melihat bahasa sebagai faktor penting, bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi di dalam masyarakat, sebab bahasa juga merupakan alat atau sarana membuat wacana.

Relasi gender merupakan satu diantara bentuk wacana. Pelaku atau subjek yang terlibat adalah laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat. Dewasa ini perempuan semakin terlihat kedudukannya di mata masyarakat, sebagian besar masyarakat sudah dapat memaklumi dan menerima jika terdapat perempuan yang memilih untuk bekerja di luar rumah. Indonesia penganut budaya timur, juga telah memaklumi keberadaan perempuan karir bahkan sebagian masyarakat secara terang-terangan menyatakan diri setuju akan pilihan perempuan untuk berkarir. Hal ini terlihat dari cara perempuan – perempuan sekarang baik yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan, yang perekonomian menengah kebawah hingga perekonomian menengah ke atas, kita akan banyak menjumpai para perempuan tersebut tidak hanya diam di rumah mengurusi keperluan rumah dan anak. Tetapi mereka juga sudah banyak yang dapat dijumpai diluar rumah. Mulai dari turun berladang hingga yang duduk di dalam ruangan sebagai pemimpin perusahaan.


(17)

5

Hal tersebut merupakan pemandangan yang telah biasa di setiap sudut wilayah negara saat ini.

Akan berbeda tanggapan saat masyarakat menemui seorang perempuan yang sudah cukup umur dan mapan masih sendiri atau lajang, maka mereka akan membuat hal tersebut sebagai suatu perbincangan tiada henti bahkan bagi sebagian dari masyarakat tidak tanggung-tanggung menyebut perempuan tersebut sebagai “perawan tua”. Pandangan masyarakat ini juga diperkuat oleh asumsi; “man are like a wine and women are like a milk. Quote tersebut telah dikenal oleh dunia, bagaimana penggambaran laki – laki sebagai wine yang berarti semakin berumur maka semakin berharga dan banyak peminatnya, sedangkan perempuan layaknya milk yang berarti memiliki masa kadarluarsa tertentu.

Munculnya gerakan feminis yang merupakan perjuangan kaum perempuan untuk tidak dipandang sebelah mata apalagi rendah dan diperkuat dengan jumlah perempuan di bangku sekolah hingga menjadi anggota DPR semakin meningkat membuat perempuan masa kini secara sadar atau tidak sadar merasa seolah-olah bahwa mereka telah memperolah hak yang sama. Hal tersebut membuat kita lupa bagaimana pandangan masyarakat terhadap perempuan yang masih menunggu waktu untuk mengikatkan diri pada suatu ikatan pernikahan hingga saat ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Dari dahulu perempuan dianggap sebagai objek saat sepasang kekasih memilih untuk membangun hubungan, secara tidak langsung perempuan telah terbiasa dengan kata “menunggu”, dan laki – laki “menghampiri”. Pandangan ini membuat kebanyakan orang berfikir bahkan memberi berbagai pernyataan terhadap perempuan dewasa yang masih sendiri.


(18)

Berbeda dengan saat masyarakat melihat laki – laki dewasa dangan kemampanannya masih memilih untuk sendiri, semua menganggap itu bukan suatu masalah.

Terjadinya hal tersebut tentu tidak terlepas dari istilah “gender” yang telah dikemukakan oleh para ilmuan sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang memiliki sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Seringkali orang mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat non-kodrati (gender) yang dapat berubah dan diubah. Gender merupakan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, merupakan hasil konstruksi sosial serta dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis (seks) adalah terminologi yang meliputi perbedaan morfologi dan psikologi pada manusia (dan bentuk kehidupan lainnya) sebagai pria dan perempuan merupakan pemberian. Para penganut aliran feminis meyakini bahwa femininitas dan maskulinitas hanyalah konstruksi sosial. Jenis kelamin diyakini sebagai biologi tubuh sementara gender mengacu pada asumsi dan praktik kultur yang mengatur konstruksi sosial laki – laki, perempuan, dan relasi sosial mereka. Selanjutnya dikatakan bahwa diskursus dan praktik gender secara sosial, kultur, dan politislah yang menjadi akar bagi subordinasi perempuan (Barker, 2008:248-249).


(19)

7

Meskipun istilah gender telah dikemukan oleh para ahli sebagai hal yang non-kodrati, namun sebagian masyarakat kita masih saja memandang bahwa dalam persoalan hubungan-pasangan, perempuan adalah objek yang sedang menunggu pria yang akan menghampirinya. Menunggu berarti tinggal beberapa saat dan berharap sesuatu akan terjadi atau datang. Itu berarti keadaan yang menunjukan bagaimana perempuan berdiam di tempatnya dalam hal ini waktu, kemudian sambil berharap sesuatu akan terjadi (laki – laki menghampiri).

Sara Mills sebagai tokoh „wacana kritis feminis‟ menguak teks sebagai produk masyarakat yang dikonsturksi melalui relasi-relasi dominasi. Titik utama teori feminis Sara Mills adalah menunjukkan sebagaimana teks menampilkan perempuan. Penelitian ini menggunakan teori Sara Mills karena dengan teori itu memberi penggambaran perempuan yang ditampilkan dalam teks puisi tersebut, di mana teori Sara Mills juga berbicara mengenai bagaimana perempuan ditampilkan dalam sebuah wacana (subjek-objek).

Selain itu, Sara Mills juga melibatkan pembaca dalam analisisnya sehingga pembaca dapat mengetahui posisi dirinya dalam teks tersebut. Teks yang diproduksi tentu tidak semata-mata hanya menampilkan puisi saja, akan tetapi di dalamnya mengandung makna yang kemudian dikonsumsi pembacanya hingga mengubah opini pembaca sesuai dengan pikiran teks tersebut (penulis-pembaca).

Teks puisi dalam buku lady in waiting pada akhirnya bertujuan untuk membuka pikiran masyarakat terhadap perempuan dewasa yang masih lajang. Oleh sebab itu peneliti memilih untuk melakukan penelitian mengenai


(20)

representasi menunggu bagi perenpuan. Dengan begitu penting bagi kita untuk mengetahui repesentasi menunggu bagi perempuan dalam puisi buku lady in waiting, maka dibutuhkan penggambaran dan pemahaman melalui Analisis Wacana Kritis Sara Mills.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah makro dan mikro mengenai representasi menunggu bagi perempuan, yang disini membicarakan mengenai perempuan yang telah dewasa dalam artian umur, masih hidup sendiri atau belum menikah yang digambarkan dalam puisi buku lady in waiting.

Adapun pertanyaan makro, yaitu “Bagaimana Representasi Menunggu Bagi Perempuan Dalam Puisi Buku Lady In Waiting?”

Guna membatasi masalah penelitian adapun pertanyaan mikro, yaitu:

1. Bagaimana posisi subjek – objek dari representasi menunggu bagi perempuan diungkapkan melalui teks puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟?

2. Bagaimana posisi penulis – pembaca dari representasi menunggu bagi perempuan yang diungkapkan melalui teks puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟?


(21)

9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitaian

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ buku lady in waiting.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui posisi subjek – objek dari representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟.

2. Untuk mengetahui posisi penulis – pembaca dari representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitan ini ialah :

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan karya ilmiah terutama ilmu komunikasi secara umum dan analisis wacana kritis Sara Mills.


(22)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dalam memaknai teks dan wacana, terutama teks puisi dalam kajian analisis wacana kritis Sara Mills. Memahami representasi menunggu bagi perempuan.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi secara khusus. Selain itu, sebagai literatur bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian di bidang kajian yang sama. Memahami representasi menunggu bagi perempuan.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan bagi masyarakat agar penelitian ini dapt berguna sebesar – besarnya, agar masyarakat dapat mengetahui representasi menunggu bagi perempuan, tidak lagi melihat sebelah mata perempuan dewasa dengan status masih sendiri apalagi untuk menjadikannya bahan pergunjingan.


(23)

46

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Puisi dalam buku lady in waiting

Objek dalam penelitian ini ialah puisi dalam buku lady in waiting karya Jackie Kendall dan Debbie Jones. Diterbitkan oleh Pioner Jaya cetakan ke-17 tahun 2013. Berikut puisi yang terdapat di dalam buku lady in waiting:

“Kekasih Hatiku Tersayang”

Bertahun – tahun lamanya aku mencari pasanganku yang paling sempurna. Namun hasil dari satu – satunya dari semua pencarianku Adalah mimpi – mimpi yang berserakan, hati yang hancur dan sesuatu yang tampaknya seperti penantian

tak berujung.

Aku ingin menemukan yang terbaik dari Allah.

Tetapi Ia harus terlebih dahulu mengajar aku, bahwa aku harus


(24)

Jadi suatu malam aku berdoa, “Allah, sama seperti Engkau membuat Adam tertidur sampai ia siap bertemu yang sempurna baginya.

Demikian pula buatlah aku dan keinginan – keinginanku tertidur sampai Aku begitu siap untuk mengenal dia yang telah Engkau pilihkan bagiku.”

Sejak saat itu, Allah memberiku suatu kedamaian. Dan meskipun yang lain datang ke dalam hidupku, Allah melindungi hatiku dan menyisihkanku dari usaha –

usaha yang lebih lagi.

Kemudian waktu Allah mengetahui bahwa di dalam tangan-Nyalah kuletakkan hatiku, Dia membawa kamu ke dalam hidupku dan mulai saat itu aku hanyalah

sebuah sejarah.

Teman – temanku tersayang mengenalku dengan baik, mungkin

Melihat hari esok sebagai satu hari mujizat. Karena mereka mengenal aku dan caraku yang sangat selektif memilih.

Waktu aku di asrama, A.M. datang ke kamarku dan memintaku tepat seperti apa yang aku cari dalam seorang laki - laki. Aku segera membuka buku harianku dan

mencabut sebuah daftar 30 kualitas yang aku harapkan dan tuntut.

Saat aku membaca setiap kualitas satu demi satu, A.M. tersayang

Melihat padaku, dia begitu terpana. Setelah merenungkan daftar itu ia berkata dengan sebuah anggukan, “wah, cindy, kelihatannya kamu harus menikahi Allah.”


(25)

48

Allah mendengar doa – doaku dan menjawab mereka

Dengan cara yang paling sempurna melalui kamu.

Aku tidak memiliki pertanyaan yang tak terjawab,

Tidak ada keraguan, tidak ada kebimbangan, tidak ada keberatan.

Kamulah pangeranku, ksatriaku dalam kilai pakaian perangnya,

Hadiahku dari lautan, hadiahku dari Allah.

3.1.2 Buku lady in waiting

Buku yang pertama kali terbit pada tahun 1997, buku ini unik karena penekanannya bukanlah pada status seorang perempuan (lajang, menikah, bercerai, atau janda), tetapi pada keadaan hatinya. Lady in Waiting ingin mengarahkan perhatian seorang perempuan terhadap Dia yang benar-benar mengerti kerinduan hatinya bukanlah tentang bagaimana menemukan laki - laki yang tepat, tetapi tentang bagaimana menjadi perempuan yang tepat dengan sepuluh kualitas perempuan dengan kesalehnnya. Kualitas-kualitas ini tidak hanya akan memperkuat hubungan cintamu dengan Mempelai Laki - laki Surgawimu tetapi juga membimbingmu sebagai seorang perempuan lajang, menjagaimu saat berpacaran dan menyokongmu dalam pernikahan.

Saat membaca pembaca akan melihat sifat-sifat yang dengan indahnya diperlihatkan dalam kehidupan perempuan. Tanpa ragu-ragu perempuan dalam


(26)

buku ini digambarkan menyerahkan dirinya pada Allah, dengan giat menggunakan hari-hari lajangnya, percaya kepada Tuhan dengan iman yang tak tergoyahkan, mendemonstrasikan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari, mengasihi Allah dengan pengabdian yang tak teralihkan, berpihak pada kemurnian fisik dan emosi, hidup dalam keamanan, menanggapi kehidupan dengan rasa puas, membuat keputusan berdasarkan keyakinannya, dan dengan sabar menanti Allah memenuhi kebutuhannya.

3.1.3 Profil Penulis

Buku Lady in waiting ditulis oleh dua orang, yakni Jeckie Kendal dan Debbie Jones. Adapun profil kedua penulis ini ialah sebagai berikut:

A. Jeckie Kendall

Jackie Kendall telah melayani melalui pengajaran dan konseling selama lebih dari 30 tahun. Sebagai Pendeta Power of Grow Ministries, Jackie sering diminta menjadi pembicara seminar untuk orang-orang dari segala usia dan tahapan kehidupan. Jackie telah memilih jalan yang ditandai dengan kerentanan pribadi, aksesibilitas dan kejujuran. Dia siap untuk menjadi "sesama pejuang" dan melihat transparansi sebagai link yang paling penting dalam pertumbuhan pribadi terhadap Kekristenan. Jackie sekarang menjadi pembicara populer untuk Pro Atlet Outreach (Baseball dan NFL).

Pada tahun 1997, Jackie turut menulis buku laris untuk satu perempuan, Lady in Waiting. Sejak itu, Jackie telah menulis banyak buku


(27)

50

mengubah kehidupan, termasuk, A Lunatic pada cabang dengan Yesus (1998), Say Goodbye untuk Malu berisikan 77 Cerita lainnya Harapan dan Dorongan (2004), The Mentoring Mom (2006), A Man Worth Waiting For (2008), The Young Lady in Waiting mengenai mengembangkan hati seorang putri (2008), Lady in Waiting for Little girl (ditulis bersama dengan Dede Kendall, 2009), dan bukunya tentang pengampunan, Free Your Self to Love (2009).

B. Debbie Jones

Jones adalah seorang penulis drama yang produksi di New York City. Selama bertahun-tahun di teater, awal cerita pendeknya dikumpulkan di belakang kabinet file lama. Menulis cerita pendek ini memberi Jones kebebasan untuk menjelajahi tempat yang ia belum temukan dalam dialog dramanya, dan itu adalah kenikmatan nyata untuk menulis tentang tempat yang dia tahu terbaik - New Jersey. Jones bekerja sebagai penulis / sutradara dan guru yang ulet. Pada jam-jam menjelang fajar di mana ia menulis pertama pada mesin tik Royal lama kemudian beranjak ke komputer, karakter-karakternya menjadi hidup. Kerajinannya tumbuh di penulisan ulang dilakukan pada jam-jam setelah sekolah dan melalui pengalamannya dianggap sebagai guru menulis. Jones bertugas di unit dramawan di tempat didirikan rumah Broadway, dia mengarahkan karya asli (seniman sendiri dan lainnya). Kolaborasinya dengan pemain solo yang brilian, Samantha Jones, mengakibatkan Butterfly Suicid yang merupakan salah satu dari 12 dipilih untuk tampil bergengsi Nova Arts Festival. Jones menulis dan menyutradarai film independen, The Last Chrismas Party untuk Dora Mae Productions. Ia meraih gelar Master-nya dari Columbia University di Pendidikan


(28)

Bahasa Inggris. Dia mengajar bahasa Latin dan menulis di The Center School, sebuah sekolah menengah umum di New York City, selama 20 tahun.

3.2 Metode penelitian

Peneliti melakukan suatu penelitian dengan pendekatan secara kualitatif, dimana untuk mengetahui dan mengamati segala hal yang menjadi ciri sesuatu hal.

“Metode adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawabannya” (Mulyana, 2002:145)

Mulyana dan Solatun (2007:7) menyebutkan bahwa sebagian ilmuan menerjemahkan kualitatif sekadar penelitian deskriptif (tanpa angka-angka), tanpa usaha untuk membangun proposisi, model, atau teori (secara induktif) berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Menurut Denzim dan Lincoln (dalam Moleong, 2007:5), “penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada”.

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah prosedur yang digunakan dalam upaya memperkenalkan data atau informasi agar memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Penentuan penahapan dan teknik yang digunakan harus dapat mencerminkan relevansi dengan fenomena penelitian yang telah diuraikan dalam


(29)

52

kerangka pemikiran. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi analisis wacana kritis khususnya dari Sara Mills.

Dalam buku qualitative research, Norman Denzim dan Yvonna S. Lincoln mengatakan bahwa penelitian dengan wacana kritis akan dapat dipahami sebaik – baiknya dalam konteks pemberdayaan individu – individu. Penelitian berkeinginan untuk menyandang gelar kritis harus dikaitkan dengan sebuah usaha untuk menentang ketidakadilan dalam suatu masyarakat tertentu atau kungkungan kekuasaan di dalam masyarakat.

Adapun metodologi wacana kritis ialah menafsirkan wacana untuk mencari tahu mengenai makna, citra dan kepentingan dibalik wacana tersebut dengan memperhatikan tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan ideologi. Horkeimer menyatakan secara jelas ketika ia menunjukkan bahwa teori kritis dan penelitian tidak pernah puas bila hasilnya hanya untuk menambah pengetahuan (dalam qualitative research 2009 :174).

Berdasarkan metodenya, menurut Rahardjo (2010:23) teks dan bahasa dapat diteliti dengan beberapa analisis yakni analisis isi (Content Analysis), analisis wacana (Discourse Analysis), analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis), analisis bingkai (Framing Analysis), analisis Semiotik (Semiotic Analysis), analisis konstruksi sosial (Social Construction Analysis), dan hermeneutika (Hermeneutics). Perbedaan analisis wacana kritis (CDA) dengan analisis teks lainnya ialah, analisis wacana kritis memperhatikan tiga hal yakni makna, citra, dan kepentingan dibalik wacana. Dengan desian analisis wacana


(30)

kritis Sara Mills melalui posisi subjek – objek dan posisi penulis pembaca dalam wacana maka akan menemukan makna, citra dan kepentingan dibalik wacana penelitian.

Sara Mills banyak menulis mengenai teori wacana tapi titik perhatiannya hanya tertuju pada wacana feminisme. Oleh karena itu, Sara Mills sering juga disebut sebagai perspektif feminisme dengan titik utamanya adalah menunjukkan bagaimana teks bias menampilkan perempuan. Sara Mills adalah salah satu ilmuan yang banyak menulis mengenai teori wacana. Titik perhatian utamanya tertuju pada wacana mengenai feminism: bagaimana perempuan ditampilkan didalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, ataupun dalam berita. Titik perhatian dari anlisis wacana yang dilakukan oleh Mills adalah menunjukkan bagaimana perempuan digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks berita (Eriyanto, 2001:199).

Sara Mills tidak hanya memusatkan perhatian pada critical linguistic yang membahas struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya terhadap khalayak. Sara Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks. Posisi – posisi teks tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir ditengah khalayak. Pembahasan posisi pembaca dalam model Sara Mills adalah bentuk penolakan terhadap pandangan banyak ahli yang menempatkan dan mempelajari konteks semata dari sisi penulis. Sementara ia menganggap teks sebagai hasil negosisasi antara penulis dan pembaca.


(31)

54

Menurutnya pembaca seharusnya diposisikan lewat teks dalam ruang yang bisa diterima. Jika tidak ada pembacaan dominan, maka tidak akan ada consensus seperti yang dimaksudkan di dalam teks. Hal ini berarti ada ruang yang sangat besar untuk pemaknaan teks. Meskipun demikian, kemungkinan untuk pembacaan dominan ini tidak akan pernah mencapai akhir. Artinya akan selalu ada penafsiran – penafsiran oleh pembaca atas teks yang disusun oleh penulis. Model ini menegaskan adanya hubungan interaksional antara teks dan konteks. Jadi teks ditentukan oleh proses produksi dan penerimaan, dan juga memiliki dampak pada khalayak dan proses produksi teks lebih lanjut. Singkatnya, penempatan posisi (penulis – pembaca) dinyatakan dengan adanya usaha untuk menggambarkan elemen – elemen dalam teks bagi pembaca dalam posisi tertentu (Mills dalam Toolan, 1992: 184-185).

Untuk memformulasikan model analisis yang mempertimbangkan elemen – elemen formal dalam teks dan menghubungkannya dengan konteks dan penyapaan pembaca, Sara Mills merujuk pada karya Louis Althusser mengenai interpretasi dan kesadaran kemudian mengaitakannya dengan gagasan posisi pembaca. Pemikiran Althusser mengenai ideological state apparatuses (ISA) atau aparat ideologis negara menggambarkan bahwa lembaga – lembaga dalam suatu negara tersebut memiliki efek tidak langsung dalam menciptkan kondisi produksi teks dalam sebuah struktur masyarakat. Lembaga – lembaga agama, pendidikan, keluarga, media massa, dan budaya yang sedang popular.

Pembacaan dominan bukanlah tujuan, tetapi sebuah posisi yang ditawarkan atau diajukan oleh teks pada pembaca dan berkaitan dengan peristiwa


(32)

historis tertentu. Rangkain posisi ideology yang tersedia membuat teks tersebut dapat dimengerti . Pembacaan ini diperkuat lewat berbagai ideology yang beredar dalam budaya massa (Mills dalam Toolan, 1992: 190). Pembacaan yang dimaksudkan Mills akan sangat dipengaruhi oleh berbagai ideology yang melingkupi wacana tersebut dalam ukuran kurun waktu. Dalam buku yang disuntingnya Toolan mengatakan, Mills menyimpulkan konteks sebagai pijakan segala aktivitas manusia, produksi dan penerimaan yang disampaikan dalam teks literer. Ia mencontohkan, teks yang mengkonstruksikan sifat – sifat feminine akan bisa dimengerti karena ia disokong oleh teks dan wacana lain yang membahas mengenai hal yang sama. Tanpa wacana – wacana lain, teks akan sulit dimengerti atau tidak komperhensif (Mills dalam Toolan, 1992: 191). Maka penelitian ini tidak hanya merujuk pada puisi – puisi yang telah ditentukan, tapi juga bacaan lain yang berkaitan dengan representasi menunggu bagi perempuan dan konteks yang menyertainya.

Dalam penelitian ini, dengan model yang disampaikan Sara Mills dan paradigm kritis, peneliti berusaha melihat dan membongkar pesan – pesan yang diproduksi oleh subjek dan diterima objek dengan juga menentukan pihak – pihak tersebut. Melalui bait – bait yang dipilih, pemosisian pihak – pihak terkait dengan puisi ini juga akan menunjukkan representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi. Secara praktis, akan diketahui bagimana penulis puisi dalam buku lady in waiting memposisikan perempuan dalam karya – karyanya melalui subjek – subjak yang berbicara dan objek – objek yang dibicarakan, serta kepada siapa pesan – pesan tersebut disampaikan. Karena cara penceritaan dan penentuan posisi


(33)

56

dalam teks yang dimaksudkan Sara Mills akan mengantar pada simpulan membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate. (Eriyanto, 2001:200). Adapun penggunaan model Sara Mills yaitu :

1. Posisi Subjek – Objek

Sara Mills, menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dalam analisisnya. Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak. Analisis atas bagaimana posisi-posisi ini ditampilkan secara luas akan bisa menyingkap bagaimana ideologi dan kepercayaan dominan bekerja dalam teks. Umumnya Sara Mills mengambil tema mengenai feminis dan pada wacana feminis lebih menitik beratkan pada perempuan bukan sebagai objek. Karena sebagai objek representasi, maka perempuan posisinya selalu didefinisikan, dijadikan bahan penceritaan.

Posisi sebagai subjek atau objek dalam representasi ini mengandung muatan ideologis tertentu. Dalam hal ini bagaimana posisi ini turut memarjinalkan posisi perempuan ketika ditampilkan dalam wacana.

Posisi sebagai subjek representasi, pihak pencerita atau yang memberi gambaran mengenai objek dalam wacana tersebut mempunyai otoritas penuh dalam mengabsahkan penyampaian teks tersebut kepada pembaca. Karena proses


(34)

pendefinisian itu bersifat subjektif, sulit dihindari bahwa kemungkinan pendefinisian secara sepihak peristiwa atau kelompok lain.

2. Posisi Penulis - Pembaca

Penulis dalam pandangan Mills ditempatkan sebagai pelaku yang menggunakan bahasa. Dalam pandangannya tentang gendered stylistic, kita dapat melihat bahwa penulis sangat dipengaruhi penggunaan bahasanya melalui identitas gender yang mereka miliki. Karena itu Mills menyebutkan bahwa cara menulis, menggunakan bahasa, atau gaya bahasa yang digunakan laki-laki dan perempuan akan sangat berbeda. Bagaimana seorang laki-laki dan perempuan dalam menggambarkan suatu masalah dengan bahasa akan sangat berbeda. Menurut Mills, makna dalam sebuah teks akan ditentukan apakah penulisnya itu laki-laki atau perempuan. Kalimat yang dibentuk laki-laki misalnya menurut Mills, mengandung makna yang sederhana tentang suatu masalah, bahasa berperan sebagai medium yang transparan, atau bahasa menjadi sebuah medium yang jelas dalam mengungkapkan gagasan. Singkat kata, bahasa laki-laki akan cenderung rasional, singkat, dan jelas. Kalimat yang dibentuk perempuan secara berbeda, menunjukan sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami.

Pembaca bagi Sara Mills ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Tidak hanya itu membangun hubungan antara teks dan penulis di satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan. Pembaca ditempatkan secara tidak langsung dalam suatu teks. Penyapaan tidak langsung ini bekerja melalui dua cara yaitu pertama dengan mediasi, suatu teks


(35)

58

umumnya membawa tingkat wacana, dimana posisi kebenaran ditempatkan secara hierarkis sehingga pembaca akan mensejajarkan atau mengidentifikasi dirinya sendiri dengan karakter atau apa saja yang tersaji dalam teks. Kedua, kode budaya yang mengacu pada kode atau nilai budaya yang dipakai pembaca ketika menafsirkan suatu teks. Kode budaya ini membantu pembaca menempatkan dirinya terutama dengan orientasi nilai yang disetujui dan dianggap benar oleh pembaca. (Eriyanto,2006 :200).

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara (Sugiyono, 2010:224). 3.2.2.1 Studi Dokumentasi

Dokumentasi menjadi salah satu aspek penting dalam melengkapi data-data penelitian. “Dokumen terdiri dari puisi dalam buku lady in waiting. Pada penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah berupa teks puisi berjudul “Kekasihku Hatiku Tersayang”.

3.2.2.2 Studi Analisa Teks

Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, gagasan,


(36)

atau peristiwa tertentu hingga terdapat posisi subjek – objek serta posisi penulis – pembaca dalam wacana puisi tersebut.

3.2.2.3 Studi Wawancara

Wawancara adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, mencari informasi yang lebih lengkap dengan teknik wawancara. Teknik wawancara yang dilakukan yaitu, dengan mewawancarai ahli sastra Inggris, ahli sastra Indonesia, ahli sosiolog dan pegiat feminis.

3.2.2.4 Studi Pustaka

Pada teknik ini, penulis mencari dan mengumpulkan beragam informasi terkait dengan analisis wacana kritis Sara Mills dan tentang buku lady in waiting itu sendiri yang bersumber dari berbagai literatur, seperti buku, artikel, dan sumber-sumber lainnya.

3.2.2.5 Studi Internet Searching

Melalui internet banyak informasi yang didapatkan untuk melengkapi data yang telah dikumpulkan sebelumnya melalui buku, tulisan, atau artikel. Internet menyediakan data-data yang sifatnya dinamis dan terbaru, termasuk pembahasan yang terkait dengan penelitian ini. Meski penelusuran data online berbeda bentuknya dengan penelurusan data konvensional tetapi secara esensi, keduanya memiliki fungsi yang sama untuk dijadikan rujukan data pada penelitian ini.


(37)

60

3.2.3 Teknik Pengumpulan Informan

3.2.3.1 Subjek Penelitian

Subyek penelitian merupakan suatu benda, manusia, maupun lembaga yang akan diteliti dimana di dalam dirinya mengandung hal – hal terkait masalah yang akan diteliti oleh peneliti. Subyek penelitian merupakan keseluruhan objek yang terdapat beberapa narasumber atau informan yang nantinya akan memberikan informasi tentang masalah yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti, maka subyek penelitian terkait representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi buku Lady In Waiting adalah informan – informan dari penelitian ini.

3.2.3.2 Informan Penelitian

Adapun yang menjadi informan dari penelitian ini adalah mereka yang membantu dalam membedah wacana teks puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟, mereka secara sadar dari profesi yang sama yakni sebagai dosen namun dengan kemampuan dan keahliannya masing – masing membantu peneliti.

Teknik pengumpulan informan yang digunakan ialah teknik purposive, yakni penentuan informan dengan pertimbangan tertentu. Berikut nama dan pekerjaan informan:


(38)

Tabel 3.1 Tabel Data Informan

No. Nama Pekerjaan

1. Cece Sobana Dosen Bahasa Indonesia

2. Tatan Tawami Dosen Sastra Inggris

3. Ali Syamsudin Dosen dan Pengamat

Sosiolog

4. Emma Khotimah Dosen dan Pegiat Feminis

Sumber : Peneliti, 2013

Adapun alasan peneliti memilih keempat informan tersebut dikarenakan relevan dengan objek penelitian dengan analisis wacana Sara Mills. Cece Sobana sebagai dosen bahasa Indonesia akan membantu membedah puisi yang diteliti sebab puisi yang peneliti pilih ialah puisi terjemahan. Tatan Tawami sebagai dosen sastra Inggris membantu melihat apakah puisi asli ketika diterjemahkan masih memiliki isi, makna dan nilai pesan yang sama. Ali Syamsudyn peneliti pilih dikarenakan pengalamannya sebagai dosen sosiologi dan pengamat sosial serta pengetahuannya akan agama Islam yang baik akan melihat apakah puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dengan budaya dan kependudukan yang mayoritas memeluk agama Islam. Emma Khotimah selain sebagai dosen, ia juga pegiat feminis yang telah melakukan riset – riset mengenai perempuan sejak tahun 1994 akan membantu melihat sebenarnya bagaimana keadaan perempuan Indonesia mengenai menunggu pasangan dan kaitannya dengan feminisme.


(39)

62

3.2.4. Teknik Analisa Data

Menurut Bogdan, analisis data adalah, “Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain” (Sugiyono, 2008:244)”.

Terdapat beberapa tahap dalam analisa data yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif, yaitu (Huberman dan Miles dalam Bungin, 2007:69) :

1. Kategorisasi dan reduksi data, peneliti mengumpulkan informasi-informasi yang penting yang terkait dengan masalah penelitian, dan selanjutnya mengelompokan data tersebut sesuai dengan topik masalahnya.

2. Sajian data. Data yang telah terkumpul dan dikelompokan itu kemudian disusun sistematis sehingga peneliti dapat melihat dan menelaah komponen-komponen penting dari sajian data.

3. Penarikan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan interpretasi data sesuai dengan konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Dari interpretasi yang dilakukan akan diperoleh kesimpulan dalam menjawab masalah penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data melalui analisis wacana kritis – kualitatif. Penelitian kritis mengkritik hubungan sosial yang timpang dengan mengetahui makna, citra dan kepentingan dibalik wacana. Analisis wacana dalam paradigma kritis mendasarkan diri pada penafsiran peneliti terhadap teks. Paradigma kritis lebih kepada penafsiran karena dalam penafsiran kita dapatkan dunia dalam, masuk menyelami teks, dan menyikap makna


(40)

dibaliknya. Sehingga dalam penelitian kritis tidak dapat dihindari unsur subjektifitas ketika penafsiran suatu teks, pengalaman, latar belakang budaya peneliti, pendidikan, latar belakang politik, bahkan keberpihakan mempengaruhi hasil intrepretasi. Oleh karena itu peneliti yang berbeda bisa saja menghasilkan temuan dan penafsiran yang berbeda pula.

Eriyanto mengatakan pula keunggulan studi sperti ini akan tergantung pada kemampuan peneliti dalam membangun pijakan teoritis dan kerangka pemikiran yang kuat sebagai pijakan dalam melakukan penalaraan, sehingga penafsiran yang dihasilkan memiliki argumenasi yang memadai. Penelitian dalam pandangan kritis dipandang sukses jika peneliti mampu memperhatikan konteks sosial, ekonomi, politik, dan analisis komprehensif yang lain. Penafsiran subjektif yang kuat bisa terjadi oleh peneliti dikarenakan intepretasi yang dilakukan mampu menutup kemungkinan adanya intepretasi lain.

3.2.4 Uji Keabsahan Data

Dalam pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif menggunakan istilah yang berbeda dengan kuantitatif. Jadi, uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

3.2.4.1 Menggunakan Bahan Referensi

Menggunakan bahan referensi di sini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil wawancara perlu didukung adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi manusia atau gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Alat-alat


(41)

64

bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti kamera, handycam, alat rekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, data-data yangdikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:128).

3.2.4.2 Melakukan Member Check

Member Check adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan member check adalah mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan member check adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan (Sugiyono, 2007:129).


(42)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini peneliti melaksanakan penelitian di Bandung.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian teks dengan metode analisis wacana kritis Sara Mills ini dilakukan selama enam bulan, terhitung mulai dari bulan Februari 2013 hingga Juli 2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.2 Waktu Penelitian berikut:


(43)

(44)

(45)

68

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Informan

Informan pertama yang dapat ditemui oleh peneliti ialah seorang dosen di Fakultas Ilmu Budaya UNPAD serta dosen luar biasa di UNIKOM. Ia memiliki nama lengkap Prof. Dr. Cece Sobana, M.Hum., lahir di kota kembang Bandung pada tahun 1964. Profesi menjadi dosen bahasa Indonesia telah ia geluti lebih dari sepuluh tahun belakangan, selain menjadi dosen ia juga gemar menulis, beberapa tulisannya telah dimuat di media cetak seperti koran Pikiran Rakyat.

Jika Cece Sobana merupakan dosen luar biasa di UNIKOM, berbeda halnya dengan informan berikut ini, Tatan Tawami, S.s., M.Hum., merupakan dosen tetap sastra Inggris di UNIKOM dan telah memulai profesi sebagai dosen kurang lebih 11 tahun, sejak pertama ia memutuskan menjadi dosen ia mengambil langkah mengajar di Fakultas Sastra UNIKOM.

Sama dengan Tatan Tawami, informan ketiga yang berhasil peneliti temui ialah seorang dosen tetap di UNIKOM. Ia menyelesaikan S1 Pendidikan Filsafat dan Sosiologi di IKIP Bandung, kemudian ia berhasil menyelesaikan S1 Dakwah di kota Bandung juga, Setelah itu ia melanjutkan S2 Sosiologi ke perguruan negeri Padjajaran (UNPAD), dan berhasil menyelesaikan S3 IPS di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung serta S3 Sosiologi di UNPAD. Selain


(46)

sebagai dosen, ia juga aktif sebagai pengamat sosial di Indonesia, adapun nama lengkap dari informan yang saat ini berusia 55 tahun ialah Dr, Drs. H.M. Ali Syamsudin, S.Ag. Msi.

Berbeda dengan ketiga informan diatas, informan ke empat yang berhasil peneliti temui untuk melakukan wawancara ialah seorang dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Bandung (UNISBA), aktif di DPRD Bandung serta merupakan pegiat feminis yang telah sejak tahun 1994 melakukan berbagai riset Woman Rise di Indonesia. Pegiat feminis yang lahir di Subang pada tanggal 04 Maret 1967 ini memiliki nama Ema Khotimah, Dra,Spd,Msi., biasa disapa dengan panggilan Ema.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Posisi Subjek – Objek Dalam Representasi Menunggu Bagi Perempuan

Posisi sebagai subjek merupakan pihak pencerita atau yang memberi gambaran mengenai objek dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟. Sebagai subjek memiliki otoritas dalam menyampaikan teks puisi tersebut kepada pembaca. Dapat terlihat bagaimana ia menyampaikan kepada pembaca posisinya sebagai perempuan yang memiliki hak untuk memilih pasangan bahkan menetapkan standar kriteria – kriteria pria yang ia dambakan. Seperti yang dikatakan oleh Tatan Tawami dosen sastra Inggris “Ini menunjukkan perempuan


(47)

70

juga punya hak untuk memilih dan mau seperti apa, e pria yang dia mau untuk dia pada akhirnya gitu”.1

Bertahun – tahun lamanya aku mencari pasanganku yang paling sempurna. Namun hasil dari satu – satunya dari semua pencarianku Adalah mimpi -

mimpi yang berserakan, hati yang hancur dan sesuatu yang seperti penantian tak berujung.

Bait pertama dalam puisi di atas menunjukkan bagaimana subjek mengungkapkan usahanya dalam pencarian pasangan hingga berakhir pada kekecewaan. Di Indonesia perempuan mencari pasangan bukanlah hal yang biasa saja, hanya terdapat segelintir orang yang dapat memaklumi atau menggap perempuan mecari pria itu hal yang biasa. Ali Syamsudyn sebagai pengamat sosial mengatakan:

“Didalam puisi itu mengenai penantian memang sebagian masyarakat akan

ada yang menyudutkan yaitu terutama masyarakat – masyarakat pedesaan yang menganggap kalau perempuan usia 20 belum menikah gitu dianggap perempuan yang apa itu, belum laku, belum baik, belum mendapat apa artinya e anugrah. Sehingga tentu saja perempuan semacam itu dianggap agak lambat gitu ya untuk mendapatkan. Tapi dimasyarakat perkotaan itu hal itu sudah menjadi suatu hal yang wajar, hal yang lumrah karena memang perempuan juga dituntut untuk berkarir atau untuk bisa mempersiapkan diri untuk kehidupannya. Kalau di pedesaan tadi itu kan masih beranggapan bahwa perempuan itu asal bisa meladenin suami ya dengan baik itu sudah cukup. Karena prinsipnya perempuan akan di dapur gitu kan”.2

Namun seperti yang dikatakan oleh Emma Khotimah sebagai pegiat feminis bahwa perempuan yang diidentikkan dengan penantian atau menunggu itu merupakan konstruksi kuktural bukanlah kodrati. Sehingga dapat dikatakan

1

Wawancara Tatan Tawami, 30 Mei 2013 2


(48)

perempuan juga memiliki hak untuk mencari dan bahkan menetapkan standar pasangannya. Hal itulah yang subjek tampilkan melalui bait pertama dalam puisi.

Aku ingin menemukan yang terbaik dari Allah. Tetapi Ia harus terlebih dahulu mengajar aku, bahwa aku harus hanya berdiam di dalam tangan-Nya

yang penuh kasih. Jadi suatu malam aku berdoa, “Allah, sama seperti

Engkau membuat Adam tertidur sampai ia siap bertemu yang sempurna baginya. Demikian pula buatlah aku dan keinginan – keinginanku tertidur

sampai Aku begitu siap untuk mengenal dia yang telah Engkau pilihkan bagiku.

Kemudian dalam bait berikutnya tampak bahwa subjek memiliki kepercayaan terhadap sang pencipta. Sekeras apapun ia berusaha mencari pasangan yang sempurna menurutnya, pada akhirnya subjek menyerahkan keinginannya kepada Tuhan. Ali Syamsudyn mengatakan “Lalu mengenai dia bergantung sama Tuhan, ya memang sudah seharusnya sebagai manusia bergatung pada sang penciptanya gitu.”3

Mungkin masyarakat akan menggap bahwa perempuan dalam puisi ini salah karena penetapan standar dan pencariannya terhadap pria , namun perempuan ini sadar betul bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan, sehingga ia tidak hanya melakukan hal yang tidak biasa perempuan lain lakukan dengan pencarian terhadap pria , tetapi subjek juga meminta langsung pada Tuhan kesetaraan hak mengenai pasangan dengan pria dengan meminta Tuhan untuk membuat dirinya tertidur sama seperti adam sebelum dipertemukan dengan hawa. Dalam permitaannya tersebutlah tersirat usaha pelepasan perempuan terhadap

3


(49)

72

subordinat, Cece Sobana mengatakan “Saya kira ada ya, jadi sama halnya dengan laki – laki perempuan juga menginginkan setara punya hak yang sama untuk memilih”,4 peryataan tersebut diungkapkannya saat peneliti menanyakan adakah isu gender dalam puisi ini.

Sekali lagi ditekannkan bahwa subjek dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ ialah perempuan dengan penggunaan kata ganti orang pertama tunggal yakni “Aku”. Sebagai dosen bahasa Indonesia Cece Sobana mengatakan “Subjeknya itu perempuan dan objeknya itu pria yang dicari dengan berbagai atributnya” serta diperkuat oleh Tatan Tawami sebagai dosen sastra Inggris melihat posisi subjeknya “Karena tadi berhubungan dengan sintaktis dan gramaticalnya subjeknya sesuai, objeknya juga seesuai. Kalau saya sih berpikir kalau subjeknya itu perempuan”.5

Kemudian waktu Allah mengetahui bahwa di dalam tangan-Nyalah kuletakkan hatiku, Dia membawa kamu ke dalam hidupku dan mulai saat itu

aku hanyalah sebuah sejarah.

Pada bait yang ketiga, mulailah muncul posisi objek dari puisi ini, jika posisi subjek merupakan yang memberi gambaran objek maka posisi sebagi objek tentu ditempati oleh yang diceritakan subjek dalam teks. Subjek muncul dengan kata ganti orang pertama tunggal sebagai “aku” sedangkan objek muncul dengan kata ganti orang kedua tunggal yakni “kamu”. Seperti yang telah diketahui diatas,

4

Wawancara Cece Sobana, 28 Mei 2013 5


(50)

bahwa sebagai dosen bahasa Indonesia Cece Sobana mengatakan posisi subjek ditempati perempuan sementara itu posisi objek ialah pria dengan berbagai atributnya. Atribut disini merupakan standar – standar yang telah subjek tetapkan kepada pria yang akan menjadi pasangannya. Hal serupa juga dikatakan oleh Ali Syamsudyn ”objeknya adalah laki –laki yang dia dambakan”.6

Waktu aku di asrama, A.M. datang ke kamarku dan memintaku tepat seperti apa yang aku cari dalam seorang pria. Aku segera membuka buku

harianku dan mencabut sebuah daftar 30 kualitas yang aku harapkan dan tuntut.

Saat aku membaca setiap kualitas satu demi satu, A.M. tersayang melihat padaku, dia begitu terpana. Setelah merenungkan daftar itu ia berkata dengan

sebuah anggukan, “wah, cindy, kelihatannya kamu harus menikahi Allah.”

Selain menggunakan kata ganti orang kedua tunggal, posisi objek juga dijabarkan dengan menggunakan inisisal yakni “A.M” seperti yang dikatakan oleh Tatan Tawami “kemudian yang jadi objek obrolan dia adalah e pencarian dia terhadap sosok pria yang tepat menurut dia ya bisa dikatakan pria si A.M itu objeknya”.7

Ya kamu bukan Allah, tetapi kamu adalah surga di bumiku, Allah mendengar doa – doaku dan menjawab mereka dengan cara yang paling

sempurna melalui kamu.

Aku tidak memiliki pertanyaan yang tak terjawab, Tidak ada keraguan, tidak ada kebimbangan, tidak ada keberatan. Kamulah pangeranku, ksatriaku dalam kilai pakaian perangnya, hadiahku dari lautan, hadiahku dari Allah.

6

Wawancara Ali Syamsudyn, 22 Juni 2013 7


(51)

74

Bait – bait terakhir seperti di atas sangat terlihat bagaimana perempuan yang merupakan subjek dalam puisi ini menggambarkan pria yang dengan standar kriteria – kriteria yang selama ini dia dambakan telah ia temukan. Pria tersebut digambarkan menjadi hal yang sangat berharga dalam hidupnya bahkan subjek menyebut objek sebagai hadiah dari Allah. Seperti yang telah Ali Syamsudyn katakan sebelumnya bahwa memang sudah seharusnya manusia bergantung pada Tuhan, hal itulah yang menjadi pegangan oleh subjek dalam puisi ini menggambarkan bagaimana saat ia berpegang pada Tuhan, Tuhan akan memberi apa yang ia dambakan selama ini.

Pada penjelasan mengenai posisi subjek – objek dalam bab tiga sebelumnya telah dikatakan bahwa posisi sebagai subjek atau objek dalam representasi teks atau wacana mengandung muatan ideologi tertentu. Dengen begitu posisi subjek dan objek dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ ini juga memiliki ideologi tersendiri. Sebagai dosen Sosisologi komunikasi dan pengamat sosial tentu Ali Syamsudyn tidak diragukan lagi dalam pengamatannya terhadap ideologi – ideologi yang terkandung dalam suatu wacana. Termasuk dalam dalam puisi ini ia mengatakan bahwa terdapat ideologi yang ingin disampaikan “saya rasa ideologi yang mau disampaikan adalah nilai kasih yang memanglekat dengan kekristenan ya”.8

Hal tersebut dikatakannya karena melihat latar belakang penulis dari buku Lady In Waiting dimana puisi ini dimuat ialah seorang yang beragama kristen dan meruapakan pendeta dalam gerejanya.

8


(52)

4.2.2 Posisi Penulis – Pembaca Dalam Representasi Menunggu Bagi Perempuan

Bagi Mills posisi penulis sangatlah dipengaruhi oleh gender sehingga akan akan terlihat bagaimana pemilihan bahasa yang digunakan, bahakn identitas gender penulis akan menentukan juga makna yang terkandung dalam teks dan wacana. Puisi “Kekasih Hatiku Tersayang” penulis merupakan seorang perempuan, sehingga tidak diragukan lagi bahwa akan terdapat kata – kata yang mengacu pada feminim, Cece Sobana ditanya adakah kata – kata mengacu pada feminim dalam puisi tersebut, ia mengatakan:

“Kalau saya lihat disini ada ya seperti saat dia menceritakan bahwa dia

mencari seorang pria intinya begitu, tapi dari pemilihan katanya gak terlalu ya, gak terlalu menonjol kalau ini kata yang feminim, walaupun ada beberapa dalam pandangan saya ya waktu dia bercerita soal buku harian nah itu sudah mulai bias gender karena yang aktif menulis buku harian itu biasanya perempuan terus ada nama sapaan dari teman – temannya dengan sapaan Cindy, kemudian kata sapaan pangeranku itukan sapaan untuk laki –

laki, jadi si akulariknya ini pasti perempuan”.9

Posisi penulis dan pembaca dinilai dari sudut yang sama yakni apakah mereka masuk dalam lingkaran permasalahan dalam wacana yang disampaikan ataukah tidak. Sehingga dalam melihat posisi penulis dalam puisi inipun akan dinialai apakah penulis masuk dalam lingkaran permalasalahan atau cerita mengenai penantian atau menunggu ini ataukah tidak. Tatan Tawami memberi komentar mengenai hal tersebut:

9


(53)

76

”Kayaknya dia itu berada didalam lingkaran, artinya dia autor yang menceritakan dirinya sendiri menceritakan bagaimana dia pada saat yang sama si autor ini pengen si pembaca juga mengetahui saya seperti ini gitu.

Supaya orang lain lebih gampang menangkap maknanya”.10

Posisi penulis dinilai berada dalam lingkaran cerita dalm puisi ini juga disampaikan oleh Ali Syamsudyn :

“Kalau dilihat sih diajak masuk dalam lingkaran masalah. Baik dengan maksud supaya orang berempati dengan perasaannya yang sedang menunggu atau mau supaya orang sadar bahwa perempuan juga harus memiliki standar untuk pasangan dan harus meminta sama Allah”.

Dari kedua pernyataan nara sumber diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa posisi penulis yang tidak lain ialah seorang perempuan masuk dalam lingkaran cerita dalam puisi yang ditulis oleh dirinya ini. Sementara itu posisi pembaca yang bagi Sara Mills yang ikut melakukan transaksi yang akan menghasilkan teks atau wacana yang dibuat. Pemilihan kata orang pertama tunggal “Aku” berpengaruh pada posisi pembaca, Cece Sobana mengatakan dengan jelas bahwa ”baik penulis maupun pembaca dilibatkan dalam puisi ini karena ada pemilihan kata “aku” itu sendiri”.11

Sehingga dapat dikatakan bahwa penulis dan pembaca memiliki posisi yang sama yakni diajak masuk dalam cerita atau permasalahan yang disampaikan.

10

Wawancara Tatan Tawami, 30 Mei 2013

11


(54)

Disisi lain, Sara Mills menempatkan pembaca akan mensejajarkan atau mengidentifikasi dirinya sendiri dengan karakter atau apa saja yang terdapat didalam teks. Dengan begitu meskipun mnggunakan kata “Aku” namun bagaimana jika posisi pembaca adalah pria sedangkan penulis dengan pemilihan kata “aku” merupakan perempuan. Ini pendapat para nara sumber yang meruapakan pembaca pria dalam puisi ini:

“Perasaannya akhirnya masuk juga, hehe. Tersadar oh iya ternyata perasaan

hati manusia sama. Dalam hati kecil pria yang membaca puisi ini punya perasaan yang mengerti bagaimana perempuan memang memiliki hak untuk memilih intinya ya, jadi akhirnya tanpa sadar kita terbawa juga oh iya ya jadi perempuan juga sama seperti pria harus memilih. Akhirnya memahami ya apa semua harapan termasuk hak yang sama untuk memilih kembali pada

Tuhan.”12

“Iya pasti, ya my jadi dia itu mengajak ini saya gitu supaya kita sebagai

pembaca diajak ini saya”.13

“Kalau dilihat sih diajak masuk dalam lingkaran masalah. Baik dengan

maksud supaya orang berempati dengan perasaannya yang sedang menunggu atau mau supaya orang sadar bahwa perempuan juga harus memiliki standar untuk pasangan dan harus meminta sama Allah.”14

Dari semua pernyataan tersebut dapat dikatakan posisi pembaca memang berada didalam lingkaran cerita baik itu pembaca yang perempuan dengan keadaan memang menunggu pasangan, perempuan dengan keadaan yang tidak sedang menunggu pasangan, bahkan sekalipun pembacanya pria posisi pembaca berada didalam lingkaran cerita dan permasalahan puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟. Dengan begitu sangat jelas bahwa posisi penulis dengan orang

12

Wawancara Cece Sobana, 28 Mei 2013 13

Wawancara Tatan Tawami, 30 Mei 2013 14


(55)

78

pertama tunggal “Aku” masuk dalam lingkaran dan pembaca juga akan digiring baik dari penggunaan kata “Aku” maupun alur puisi yang seperti bercerita.

4.3 Pembahasan

Berbicara mengenai puisi maka tidak dapat lepas dari aspek bahasa, bahasa sebagai bagaian integral dari kebudayaan tidak akan terlepas dari pengaruh atau kontak dari berbagai aspek seperti ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya, sehingga saling mempengaruhi dalam bahasa pasti terjadi. Begitu pula dalam pemilihan kata dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ tidak lepas dari kontak bahasa yang terjadi. Namun apakah puisi tersebut telah tepat dalam pemilihan katanya setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia? Atau terdapat interferensi bahasa? Jendra mengemukakan bahwa interferensi sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan dalam sistem bunyi bahasa pertama (Jendra, 1991:187).

Untuk menjawab pertanyaan diatas dapat melalui pendapat Jendra yang mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata bentukan kalimat (sintaksis), dan tata makna (semantik), (Jendra dalam Suwito, 1985:55). Jadi untuk mengetahui apakah dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ terdapat interferensi bahasa maka perlu melihat keempat bidang yang dikemukakan Jendra sebelumnya.


(56)

Ditinjau dari sudut bidang fonologi atau tata bunyi maka peneliti dapat mengatakan dengan pasti tentu akan terjadi interferensi bahasa dalam puisi tersebut, sebab fonologi merupakan tata bunyi secara lisan yang diucapkan oleh seseorang. Seperti kata “tak” dalam bait puisi jika dilafalkan oleh orang jawa maka sering kali menjadi “ndak”, sementara itu jika dilafalkan oleh orang melayu Pontianak maka kata tersebut tetap “tak”. Namun jika kata “sempurna” dilafalkan oleh orang jawa tetap menjadi “sempurna”, akan tetapi orang melayu Pontianak akan melafalkannya “sempurne”. Sehingga dalam bidang fonologi terjadi interferensi dikarenakan oleh dwibahasawan yang menerapkan satuan bunyi dalam pelafalan puisinya.

Meskipun para ahli bahasa menganggap bahwa interferensi morfologi merupakan yang paling banyak terjadi, akan tetapi dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ tidak terdapat interferensi morfologi, sebab puisi ini diterjemahkan secara literal dengan baik kedalam bahasa Indonesia. Begitu pula dengan interferensi bidang sintaksis puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ tidak peneliti temukan mengalami interferensi bahasa.

Secara semantik puisi ini mengandung interferensi bahasa, sebab terdapat beberapa pemilihan kata yang tidak tepat sasaran dari bahasa sumber. Seperti kata “mencabut” akan lebih tepat jika menggunakan kata “mengambil” sebab kata mencabaut lebih tepat jika digunkan dalam kalimat pencabutan undi atau mencabut tanaman. Sementara untuk keadaan yang digambarkan dalam puisi lebih tepat menggunakan kata mengambil sebuah daftar dari buku harian. Kemudian kalimat “ksatriaku dalam kilai pakaian perangnya” itu akan sulit untuk


(57)

80

dimengerti oleh pembaca mengingat kata kilai sendiri tidak lazim digunakan sehingga akan sulit untuk mengrti maknanya. Akan menjadi lebih tepat maknanya ketika itu diterjemahkan dengan “baju zirah” maka saat membaca orang akan langsung mengerti seperti apa makna yang ingin penulis sampaikan. Sehingga dalam puisi ini terdapat interferensi bidang semantik.

Didalam Analisis wacana kritis salah satu hal yang harus diperhatikan ialah tindakan, dengan begitu wacana merupakan suatu bentuk inetraksi dan bagaimana wacana tersebut dipandang. Pertama wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan. Jika demikian maka puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ ini pun tentu memiliki tujuaan. Dilihat dari makna keseluruhan bait dalam puisi maka tujuan dari puisi ini ialah untuk mempersuasif bagaimana perempuan juga memiliki hak seperti laki – laki untuk dapat mencari : “Bertahun – tahun lamanya aku mencari pasanganku yang paling sempurna.”

Puisi tersebut dibuka dengan kalimat pencariannya terhadap seorang pria idamannya, ditengah – tengah situasi yang menunjukkan bahwa pencarian pasangan dengan kesmpurnaan atau kriteria itu identik dengan pria , puisi ini memberi gambaran yang berbeda ia berusaha mempersuasif pikiran pembaca bahwa perempuanpun memiliki hak untuk mencari.

Teman – temanku tersayang mengenalku dengan baik, mungkin melihat hari esok sebagai satu hari mujizat. Karena mereka mengenal aku dan caraku yang sangat

selektif memilih.

Waktu aku di asrama, A.M. datang ke kamarku dan memintaku tepat seperti apa yang aku cari dalam seorang pria. Aku segera membuka buku harianku dan


(58)

Namun hasil dari satu – satunya dari semua pencarianku Adalah mimpi – mimpi yang berserakan, hati yang hancur dan sesuatu yang tampaknya seperti penantian

tak berujung.

Selain mempersuasif mengenai hak untuk mencari pasangan, puisi ini juga mempersuasif perempuan untuk dapat menetapkan standar – standar dalam memilih pasangan hidup. Penetapan standar dalam pemilihan pasangan hidup sangatlah identik dengan pria , namun disini dalam puisi ini digambarkan bagaimana perempuan memiliki standar (30 kualitas) dan tidak menurunkan standarnya (sangat selektif memilih) meskipun pencariannya hampir berbuah dengan kekecewaan. Kata – kata yang digunakan menyiratkan hal yang berbeda dari keadaan perempuan pada umumnya yang menunggu dan berserah pada keadaan pada akhirnya akan mandapatkan pasangan yang bagaimana. Namun disini digambarkan sosok perempuan yang selektif, sehingga ini mempsuasif perempuan untuk tidak main – main dalam pemilihan pasangan hidup.

Kemudian puisi ini juga mempersuasif untuk perempuan tahu bahwa sekalipun perempuan berhak menuntut kesetaraan dengan pria , namun tidak berarti perempuan tidak membutuhkan pria . Justru sebaliknya perempuan membutuhkan pria , oleh sebab itulah dalam puisi ini digambarkan bagaimana perempuan mencari sosok pria . Seperti yang dikatakan oleh Merry Wollstonecraft “aku sungguh ingin melihat lenyapnya perbedaan antara jenis kelamin, kecuali dalam urusan cinta” (Soenarjati, 2000:17). Dapat dikatakan bahwa puisi ini mengarah pada feminis mula – mula, dimana para pejuang feminis meminta kesamaan hak dalam puisi ini hak untuk mencari, menetapkan standar


(59)

82

dan memilih pria untuk menjadi pasangannya, akan tetapi tidak berarti bahwa perempuan dan laki – laki itu sama. Sebab seperti yang dikatakan Emma Khotimah pegiat feminis :

“Ya sebetulnya secara kodrati perempuan dan laki – laki itu berbedakan, secara biologis secara fisikali dia berbeda otomatis. Dengan fisik yang berbeda ia akan memerankan peran – peran yang berbeda dalam kehidupan, menurut saya. Tetapi secara sosial, budaya dan politik seharusnya perempuan memiliki akses yang sama, kesempatan yang sama, hak yang sama tanpa pengecualian, tetapi dalam peran – peran tertentu rule – rule, misalnya dalam kehidupan hubungan antara perempuan dan laki – laki. Karena Merry sendiri menyebutkan ingin lenyapnya perbedaan tersebut kecuali dalam urusan cinta, Tapi ada rule – rule, peran – peran yang berbeda

yang secara kodrati tidak bisa di labrak oleh perempuan.”15

“Ya kamu bukan Allah, tetapi kamu adalah surga di bumiku.” Kalimat dalam puisi tersebut merupakan penghormatan seorang perempuan terhadap pria yang menjadi pasangannya. Sehigga dapat dikatakan cara untuk menemukan pasangan hidup merupakan hak untuk perempuan, namun menjadi seorang istri yang pada akhirnya harus menghormati suami merupakan kodrat dari seorang perempuan.

Tujuan mempersuasif yang terakhir dan yang terpenting dari puisi ini ialah bagaimana menjadi seorang perempuan yang berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Pada bait pertama digambarkan bagaimana ia berusaha dengan kemampuannya menemukan pria idamannya kemudian yang ia dapati ialah kekecewaan, lalu pada pertengahan ia menunjukkan penyerahan diri pada Tuhan, berdoa dan memohon. Setelah itu pada bait – bait terakhir digambarkan bahwa ia telah menemukan pria idamnnya dengan kualitas – kualitas yang ia ajukan pada Tuhan. Tentu dalam puisi ini ingin mempersuasif perempuan bahwa sekeras apapun

15


(60)

berusaha mencari pasangan yang sempurna tanpa melibatkan Tuhan maka akan bertemu dengan kekecewaan, namun sebaliknya jika melibatkan Tuhan sekalipun dengan standar – standar tinggi akan mendapatkan bahkan dalam puisi ini menyebutkan pria yang akhirnya menjadi pasangan dia ialah surga di buminya, bearti betapa sempurnanya pria yang pada akhirnya Tuhan berikan padanya.

Selain tindakan, konteks dari wacana merupakan hal lain yang diperhatikan di dalam Analisis wacana kritis, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi dimana wacana tersebut dikonsumsi. Puisi yang peneliti teliti merupakan puisi terjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, sehingga adapun konteks yang harus diperhatikan ialah Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut budaya timur. Pencarian pasangan dan penetapan standar bukanlah hal yang lumrah terjadi, terutama untuk daerah – daerah pedesaan.

Puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ memberi gambaran yang berbeda mengenai hal tersebut. Subjek menerangkan bagaimana ia mencari pasangan dan menetapkan standar untuk pasangannya. Sekalipun di penetapan standar untuk pasangan bukanlah hal yang biasa dilakukan oleh perempuan di Indonesia hingga saat ini. Penetapan standar untuk pasangan hidup seharusnya bukan hanya milik pria akan tetapi hal tersebut sangatlah identik dengan pria yang memilikinya. Perempuan yang nantinya akan menjadi pasangan pria , dan akan dinahkodai rumah tangganya oleh pria haruslah selektif dalam memilih sama halnya dengan yang tokoh Cindy dalam puisi ini lakukan.


(61)

84

Pencarian dan penetapan standar yang dilakukan bukan untuk mempersulit hidup seorang perempuan, bukan untuk dinilai oleh masyarakat sekitarnya atau lingkungan sosialnya, tetapi untuk mempersiapkan kehidupan yang bahagia saat menjalani pernikahan. Jika dalam puisi yang peneliti teliti ini mengatakan bahwa objek yang tidak lain adalah pria pasangannya itu sebagai surga dibuminya. Perempuan di Indonesia juga sependapat dengan hal tersebut, ini tampak dari bagaimana dalam rumah tangga mayoritas perempuan di Indonesia akan tunduk terhadap suaminya dan suaminyalah yang menjadi imim atau kepala rumah tangga. Jadi tidak salah jika subjek mengatakan bahwa objek merupakan surga dibuminya, sebab jika perempuan salah dalam memilih pasangan maka kehidupan rumah tangga yang akan dijalani selama sisa hidupnya saat memutuskan untuk menikah akan menjadi “neraka”, akan menjadi “rantai” dalam pernikahan. Tentu jika seperti itu perempuan akan mengalami apa yang disebut dengan tirani rumah tangga. Kaum feminis dari abad 18 hingga saat ini sangat menentang tirani rumah tangga. Sehingga untuk menghindari hal tersebut terjadi maka perlu dilakukan penetapan standar dan selektif dalam memilih pria yang akan menjadi pasangan hidup.

Ketakutan perempuan Indonesia untuk mencari, memilih, dan menetapam standar pasangan bukanlah dikarenakan semata – mata keadaan konstruksi sosial yang memang sudah menetapkan meraka seperti itu, ini juga berkaitan dengan pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang kurang baik dan tidak merata membuat perempuan – perempuan Indonesia tidak mendapatkan kesempatan untuk


(62)

membuka pikirannya dengan sama rata, termasuk untuk masalah keputusan menikah.

Sebagai pegiat feminis Emma Khotimah mengatakan bahwa perlunya pendidikan bagi perempuan bahakan ia mengkritisi pendidikan tersebut tidak hanya berupa pendidikan pengetahuan sosial, politik, ekonomi dan sebagainya namun pendidikan untuk mengetahui hak – hak perempuan termasuk hak reproduksi yang mereka miliki. Melihat keadaan yang seperti ini, puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ hadir untuk membuka mata perempuan yang membacanya betapa penting untuk melakukan pencarian, pemilihan, serta penetapan standar – standar tertentu bagi pria yang akan menjadi pendamping hidup. Puisi ini hadir tidak hanya dengan menceritakan pria yang dinantinya tapi menceritakan bagaimana ia dapat menemukan pria yang diharapkannya ialah dengan memiliki keyakinan penuh kepada Tuhan. Indonesia dengan budaya timurnya tidaklah menentang akan hal tersebut, bahkan memang mayoritas penduduk kita merupakan orang – orang yang memiliki kepercayaan terhadap Tuhan. Sehingga apa yang subjek lakukan dalam puisi ini merupakan pemberian harapan kepada perempuan bahwa keyankinan penuh terhadap Tuhan merupakan inti dari harapan untuk memiliki surga dibumi ini yakni kehidupan berumah tangga.

Tidak hanya melihat keadaan perempuan di Indonesia, dengan menggunakan Analisis wacana kritis akan membuat peneliti juga harus memaparkan dan mengkritisi keadaan perempuan atau konteks sosial yang menyertai wacana dibuat. Puisi dalam buku lady in waiting ini dibuat pada tahun


(1)

102

Dari hasil dan pembahasan yang dilakukan oleh peneliti dapat ditarik kesimpulan bahwa representasi menunggu yang digambarkan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ ialah keadaan perempuan yang ingin memiliki kebebasaan untuk dapat memilih pasangan, namun tetap menaroh harapannya tersebut pada Tuhan, bukan pada manusia.

5.2Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya, penelitian menggunakan desain Sara Mills memang terlihat tidak terlalu sulit dikarenakan hanya memiliki dua pertanyaan mikro, akan tetapi harus disadari bahwa desain ini berada dalam paradigma kritis sehingga tidaklah cukup jika dalam penelitian hanya menjawab pertnyaan mikro saja tanpa melihat objek penelitian dari berbagai sudut pandang.

2. Untuk masyarakat, jangan lagi mempergunjingkan perempuan yang sudah cukup umur untuk menikah namun masih sendiri tanpa mengetahui keadaan hati yang sebenarnya dari perempuan tersebut.

3. Untuk para perempuan yang masih sendiri belum menikah, persiapkanlah diri untuk menjadi perempuan saleh dihadapan Tuhan dan jangan takut untuk membuat standar terhadap calon pasangan hidup sebab tidak dapat dipungkiri kebenaran paling hakiki yakni dari Tuhan mengatakan pria sebagai pemimpin, jadi pilihlah pemimpin yang benar – benar memenuhi kualitas standarmu.


(2)

Lampiran 13 Biodata Peneliti

CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap : Novia Olga Kristina

Tempat/Tanggal Lahir : Sekadau/ 26 November 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Status Perkawinan : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia Tinggi/Berat Badan : 158 cm / 46 kg Keadaan Kesehatan : Baik

Alamat Orang Tua : Jl. Y.C Oevang Oeray

BTN Akcaya Indah Lestari 2 Blok C No. 4 Sintang – Kalimantan Barat 78611

No. Telepon : (0565) 2025021

Alamat Bandung : Jl. Tubagus Ismail No. 2

Email : [email protected]

Novia Olga Kristina Jl. Setia Budhi no. 10

Email : [email protected]


(3)

Sekolah Tahun SDN 1 Sekadau 1997 – 2003 SMPN 1 Sekadau 2003 – 2004 SMPN 1 Pontianak 2004 – 2006 SMAN 8 Pontianak 2006 – 2007 SMAN 1 Sintang 2007 – 2009 Konsentrasi Jurnalistik, Ilmu Komunikasi,

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

2009 – Sekarang

Organisasi Devisi/Posisi Tahun

Mahkamah Konstitusi Organisasi (MPK)

Kehumasan 2005

Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) UNIKOM

Anggota 2009 – 2010

Unit Kegiatan Mahasiswa Fotografi

Anggota 2009 – 2010

Unit Kegiatan Mahasiswa Bacaan Interaksi Aktualisasi

Anggota 2009 – 2010

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN


(4)

Mahasiswa

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi & Public Relation (HIMA IK-PR)

Devisi Penerbitan 2010 – 2011

Muda – mudi Katolik (Mudika), Bandung

Devisi Majalah dan Informasi

2010 - 2012

Unit Kegiatan Mahasiswa “KMK”

Devisi Humas 2010 – 2011

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi – Public Relation (HIMA IK – PR)

Devisi Olah Raga 2010 – 2012

Unit Kegiatan Mahasiswa “KMK”

Penasihat Umum 2011 – 2013

Aktivitas Devisi/Posisi Tahun

Natal Kampus UNIKOM Pendanaan 2009

Seminar Seni dan Budaya HIMA “IK –PR”

Seksi Acara 2009

Natal Fakultas “IK –PR” Seksi Dekorasi 2010

Natal Kmpus UNIKOM Seksi Acara 2010

Perayaan Paskah Seksi Acara 2010

Turnamen Futsal Seksi Keamanan 2010


(5)

Communication Cup

Mentoring Penerimaan Mahasiswa Baru HIMA “IK – PR”

Seksi Keamanan 2010

Kegiatan Gerakan Ambil Sampah (GAS)

Guide 2011

Natal Gereja Seksi Dokumentasi 2009 – 2011

Turnamen Futsal

Communication Cup

Seksi Acara 2011

Study Tour Media Massa Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNIKOM

Seksi Acara 2011

Seminar Polri Dalam Mengawal Pesta Demokrasi 2014, Bandung

Notulen 2012

Aktivitas Tahun

Workshop “Pembuatan Program TV” 2009

Workshop Table Manner Course Banana – Inn Hotel & SPA

2010 Pelatihan Kepemimpinan “Dare To be a Leader” 2010 Seminar Budaya Preneurship “Mengangkat Budaya

Bangsa Melalui Jiwa Enterpreneurship” 2010

Seminar Public Speaking 2010

Workshop videografi 2010

Study Tour Media Massa 2011

Seminar “Road to Success of a Movie Maker” 2011 Seminar “Sukses Berkarir di Dunia Televisi” 2012

Workshop SCTV Goes To Campus 2012


(6)

1. Kemampuan Bahasa :

Bahasa Sangat Baik Baik Dasar

Indonesia Membaca, Menulis, Mendengar,

Berbicara

Inggris Membaca Mendengarkan,

Berbicara, Menulis 2. Kemampuan Material :Negosiasi, Presentasi, dan Menulis Laporan 3. Kemampuan Komputer :

Software/Hardwere Microsoft Office

Sistem Operasi Microsoft Windows

Internet Internet Explorer, Mozilla, Google Crome.

Pekerjaan Tahun

Praktek Kerja Lapangan di Departemen News, Stasiun Televisi Indosiar, Jakarta.

2012


Dokumen yang terkait

Marginalisasi Perempuan Berjilbab Perokok (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Mengenai Marginalisasi Perempuan Berjilbab Perokok Dalam Buku Perempuan Berbicara Kretek Pada Sub Bab Rokok dan Jilbab Karya Des Christy Tahun 2012)

0 5 2

Representasi Perjuangan Perempuan Dalam Film Tjoet Nja Dhien (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Mengenai Representasi Perjuangan Perempuan dalam Film Tjoet Nja Dhien Karya Sutradara Eros Djarot)

0 5 1

Representasi Perempuan dalam Teks Novel Diary Pramugari : "Seks,Cinta & Kehidupan" (Studi Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Perempuan dalam Novel Diary Pramugari : "Seks,Cinta & Kehidupan")

7 46 124

Representasi Perempuan dalam Media Cetak Lokal (Analisis Semiotik Representasi Perempuan dalam Rubrik “Sesrawungan” Representasi Perempuan dalam Media Cetak Lokal (Analisis Semiotik Representasi Perempuan dalam Rubrik “Sesrawungan” di Kabare Magazine Per

1 2 15

Representasi Perempuan Dalam Berbagi Suami Dan Ayat-Ayat Cinta (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Tentang Representasi Perempuan Yang Menjalani Hidup Poligami Dalam Film Berbagi Suami Dan Film Ayat-Ayat Cinta).

0 0 2

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM TIGA LIRIK LAGU LADY GAGA: ANALISIS WACANA KRITIS.

0 0 1

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “PEREMPUAN KEUMALA” (Studi Semiotika Tentang Representasi Perempuan Dalam Novel “Perempuan Keumala” Karya Endang Moerdopo).

20 102 88

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM NOVEL “PEREMPUAN KEUMALA” (Studi Semiotika Tentang Representasi Perempuan Dalam Novel “Perempuan Keumala” Karya Endang Moerdopo)

1 0 18

REPRESENTASI KETIDAKADILAN GENDER DALAM KUMPULAN CERPEN SAIA KARYA DJENAR MAESA AYU (ANALISIS WACANA KRITIS SARA MILLS)

0 0 14

REPRESENTASI PERJUANGAN PEREMPUAN MELAWAN PENINDASAN (Studi Analisis Wacana Kritis Sara Mills Dalam Cerpen Perempuan Preman Karya Seno Gumira Ajidarma) SKRIPSI

0 0 77