Representasi Perempuan dalam Teks Novel Diary Pramugari : "Seks,Cinta & Kehidupan" (Studi Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Perempuan dalam Novel Diary Pramugari : "Seks,Cinta & Kehidupan")
Teks Novel Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan”)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Sidang Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas
Oleh :
Nama : Alexandra Parahita NIM : 41809075
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
(2)
(3)
(4)
xi DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN………. i
LEMBAR PERNYATAAN……… ii
LEMBAR PERSEMBAHAN………. iii
ABSTRAK……….. iv
ABSTRACK……… v
KATA PENGANTAR………. vi
DAFTAR ISI……… xi
DAFTAR TABEL……… xvii
DAFTAR GAMBAR……….. xviii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xix
BAB I PENDAHULUAN………. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ………. 1
1.2. Rumusan Masalah……….. 6
1.2.1. Rumusan Masalah Makro………. 7
1.2.2. Rumusan Masalah Mikro……….. 7
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian……… 7
(5)
xii
1.3.2. Tujuan Penelitian……… 8
1.4. Kegunaan Penelitian……… 8
1.4.1. Kegunaan Teoritis……… 8
1.4.2. Kegunaan Praktis………. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN…. 11
2.1. Tinjauan Pustaka……… 11
2.1.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu………. 11
2.1.2. Tinajauan Tentang Ilmu Komunikasi……… 17
2.1.2.1. Pengertian Komunikasi……… 18
2.1.2.2. Komponen Komunikasi……….. 20
2.1.2.3. Komunikator dan Komunikan……… 21
2.1.2.4. Pesan……….. 22
2.1.2.5. Media………. 22
2.1.2.6. Efek……… 23
2.1.2.7. Tujuan Komunikasi………. 24
2.1.2.8. Lingkup Komunikasi……… 25
2.1.3. Tinjauan Tentang Wacana………. 30
(6)
xiii
2.1.3.2. Ciri Dan Sifat Wacana………. 31
2.1.3.3. Wujud Dan Jenis Wacana……… 32
2.1.4. Tinjauan Analisis Wacana Kritis……… 32
2.1.4.1. Karakteristik Analisis Wacana Kritis………… 33
2.1.5. Tinjauan Tentang Analiis Wacana Kritis Model Sara Mills... 41
2.1.5.1. Kerangka Analisis Wacana kritis Model Sara Mills 44 2.1.6. Tinjauan Tentang Novel……… 47
2.1.6.1. Pengertian Novel………. 47
2.1.6.2.Unsur-Unsur Novel………. 48
2.1.6.3.Novel Agung Webe………. 50
2.1.7. Tinjauan Tentang Perempuan Dan Gender………. 51
2.1.7.1.Pengertian Perempuan………. 51
2.1.7.2. Pengertian Gender……….. 51
2.1.8.Tinjauan Tentang Seks………. 53
2.1.8.1. Pengertian Seks……….. 53
2.1.8.2. Pengertian Seks Bebas………. 53
(7)
xiv
2.2.1. Representasi……… 54
2.2.2. Model Konteks Dalam Analisis Wacana………. 56
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN………….……… 60
3.1. Objek Penelitian……….. 60
3.1.1. Novel Diary pramugari : Seks, Cinta & Kehidupan…………. 60
3.1.2. Sinopsis Novel……….. 61
3.1.2.1. Teks Penerbangan Pertama……… 62
3.1.2.2. Teks Bangsat Kau Igo……… 64
3.2. Metode Penelitian………. 65
3.2.1. Desain Penelitian……… 68
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data………. 69
3.2.2.1. Studi Pustaka……… 69
3.2.2.2. Studi Lapangan……… 71
3.2.3. Teknik Penentuan Informan………. 71
3.2.4. Teknik Analisa Data……….. 72
3.2.5. Uji Keabsahan Data……….. 74
(8)
xv
3.2.5.2.Menggunakan Bahan Referensi……… 75
3.2.5.3. Member Check……… 76
3.2.5.4.Uraian Rinci………. 76
3.3. Lokasi Dan Waktu Penelitian……….. 77
3.3.1. Lokasi Penelitian……… 77
3.3.2. Waktu Penelitian……… 77
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 79
4.1. Deskripsi Informan Penelitian………. 82
4.2. Isi Novel……….. 87
4.3. Teks Dalam Novel……… 89
4.3.1. Penerbangan Pertama………. 89
4.3.2. Bangsat Kau Igo………. 90
4.4. Hasil Penelitian………. 91
4.4.1. Hasil Analisis Teks Pada Novel Diary Pramugari………….. 92
4.4.1.1. Analisis Posisi Subjek-Objek……….. 94
4.4.1.2. Analisis Posisi Penulis-Pembaca………. 96
(9)
xvi
A. Posisi Subjek……… 105
B. Posisi Objek………. 106
C. Posisi Penulis……….. 107
D. Posisi Pembaca……… 124
BAB V PENUTUP………. 127
5.1. Kesimpulan……….. 127
5.1.1. Posisi Subjek- Objek………. 127
5.1.2. Posisi Penulis-Pembaca……….. 128
5.2. Saran……… 130
A. Saran Untuk Peneliti Selanjutnya……….. 130
B. Saran Untuk Masyarakat……… 131
DAFTAR PUSTAKA………. 132
LAMPIRAN
(10)
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu……….. 11
Tabel 2.2.Kerangka Analisis Model Sara Mills……….. 46
Tabel 3.1. Informan Penelitian……… 72
Tabel 3.4. Waktu Penelitian……….. 77
(11)
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.2. Model Konteks Dalam Analisis Wacana……….. 56
Gambar 3.1. CoverNovel Diary Pramugari: “Seks,Cinta & Kehidupan” 62
Gambar 4.1. Informan Penelitian 1 (Pembaca Novel)……….. 84 Gambar 4.2. Informan Penelitian 2 (Pembaca Novel)……….. 85 Gambar 4.3. Informan Penelitian (Pramugari)……… 87
(12)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Berita Acara Bimbingan
Lampiran Surat Rekomendasi Seminar Usulan Penelitian
Lampiran Lembar Pengajuan Seminar Usulan Penelitian
Lampiran Lembar Revisi Seminar Usulan Penelitian
Lampiran Lembar Rekomendasi Sidang Skripsi
Lampiran Lembar Pengajuan Sidang Skripsi
Lampiran Lembar Revisi Sidang Skripsi
Lampiran Pedoman Wawancara
Lampiran Transkrip Wawancara Dan Data Informan
(13)
ii
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunianyalah saya dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul “ Representasi Perempuan Dalam Teks Novel Diary Pramugari : Seks, Cinta & Kehidupan (Studi Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Perempuan Dalam Teks Novel Diary Pramugari : Seks, Cinta & Kehidupan) ”.
Penyusunan skripsi ini, tidak sedikit menemui hambatan dan kesulitan yang dialami oleh peneliti. Namun, berkat kerja keras, keyakinan dan dukungan dari semua pihak, akhirnya peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu.
Serta dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada Yang terhormat :
1. Yth. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia yang telah membantu peneliti dalam memfasilitasi pembelajaran selama perkuliahan di Universitas Komputer Indonesia.
2. Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) yang telah mengeluarkan surat izin penelitian,sehingga peneliti dapat melaksanakan penelitian ini.
(14)
iii
dalam penelitian ini dan bersedia mengesahkan skripsi ini.
4. Ibu Melly Maulin P,S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi & selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu dan membimbing dalam proses pengerjaan penelitian ini. Serta kesabaran, dan pengertiannya ketika peneliti merasa malas atau tidak tertib ketika mengikuti jadwal bimbingan. Dan tidak lupa atas semangat yang diberikan kepada peneliti ketika patah semangat ditengah-tengah proses pengerjaan proposal ini. 5. Ibu Rismawaty S.Sos., M.Si., selaku dosen wali yang telah memberi
motivasi kepada peneliti selama menempuh pendidikan selama ini.
6. Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom, selaku Sekretaris Sidang Skripsi & TA di Universitas Komputer Indonesia, Program Studi Ilmu Komunikasi , Konsentrasi Humas atas bimbingannya selama masa perkuliahan dan motivasi kepada peneliti .
7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Tetap, Dosen Luar Biasa,serta Staff di Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah mendukung berupa semangat, doa ,dan ilmunya selama ini, sehingga membuka wawasan peneliti untuk bisa lebih mendeskripsikan tentang laporan ini.
8. Mbak Ratna Widiastuti.,A.m.d sebagai Sekretariat Dekan FISIP, yang telah membantu untuk mempertemukan peneliti dengan Pak Dekan,untuk keperluan tanda tangan beliau.
(15)
iv
kegiatan akademik di Universitas Komputer Indonesia.
10.Orangtuaku tercinta, Y.B. Suhartoyo dan Sirenia S atas segala dukungan semangat,doa,serta fasilitas yang diberikan kepada peneliti.
11.Kakak-kakakku tercinta Andreas Verdyanto dan Stefani Devita Riyanti, yang telah memberikan motivasi, doa, nasihat dan saran yang sangat berguna kepada peneliti.
12.Sahabatku tersayang, Tika,Marudut Martinus,Christine Novianti Sirait, Amalia Mardia, Vanya Rahma Putri, yang selalu ada dalam memberikan dukungan, doa, serta nasihat kepada penulis. Serta pengorbanannya selama ini yang selalu menyempatkan waktunya ditengah kesibukan bekerja ketika peneliti merasa jenuh.
13.Teman-teman seperjuanganku, khususnya Cynthia Apriliani YF, Ghietsa Nesma Sal N, Citra Abadi, M Irsan Syahwildani, Mas Rolland Skandinavia, Aulia Rahman, dan Lisbeth Marisca atas kebersamaannya selama di IK Humas 3, atas segala waktu yang telah kita lalui bersama, kekompakan, dukungan, saran dan nasihat yang selama ini telah saling kita berikan.
14.Muhammad Aditya Nugraha Bachtiar, Diyan Heryana, Galih Suralih, Diram, Engkoy, dan teman-teman Uncle Jenkins lainnya yang selalu memberikan dukungan semangat dan doanya,semua itu sangat berarti bagi
(16)
v
semua.
15.Vida Reginauly Panjaitan, Milla Hanifah Yamani atas segala bantuannya, masukkan, diskusi, dan pengetahuannya kepada peneliti untuk lebih memahami tentang penelitian yang peneliti kaji.
16.Maria Alexanderina atas bantuannya ketika akan mewawancarai pramugari yang sangat sulit birokrasinya.
17.Para Informan penelitian,yakni Pembaca Novel dan Pramugari yang bersedia diwawancarai oleh peneliti,terimakasih atas kesediaan dan waktu yang telah diluangkn untuk membantu dalam kelancaran penelitian ini. 18.Teman-teman peneliti di IK-2 dan IK Humas 3 yang telah membantu
dan memberikan semangat juang ketika peneliti merasa malas.
19.Serta semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, semoga kebaikannya dapat di balas oleh Tuhan.
Mohon maaf bila terdapat kekurangan apapun dalam penulisan skripsi ini, kritik dan saran yang membangun masih diperlukan.
Akhir kata peneliti sampaikan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa/i Universitas Komputer Indonesia,
(17)
vi
Peneliti
Alexandra Parahita NIM.41809075
(18)
132
A Devito,Joseph.1997. Komunikasi Antarmanusia. Tanggerang Selatan: Karisma
Publishing Group.
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies : Teori & Praktik. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
De Beauvior,Simone. 2003. The Second Sex: Kehidupan Perempuan. Pustaka
Promethea.
Effendy, Onong Uchjana. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Rosdakarya.
---. 2003. Ilmu,Teori,dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT.Citra Aditya Bakti.
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang.
Fakih,Mansour,2006.Analisis Gender Dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hall,Stuart. 1997. Cultural Representation and Signifying Practices. London : Sage.
Kasiyan.2008. Manipulasi & Dehumanisasi Perempuan Dalam Iklan. Yogyakarta : Penerbit Ombak.
Moleong Lexy J. 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy dan Solatun. 2005. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja
(19)
Suyanto,Bagong.2005. Metode Penelitian Sosial : Barbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Prenada Media.
Wiryanto.2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.Grasindo.
Webe, Agung. 2012. Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan”: Yogyakarta : Pohon Cahaya.
Skripsi :
Andriani Putri A,Arini.2010.Representasi Feminisme Radikal Pada Tokoh Shakuntala Dalam Novel “Saman” Karya Ayu Utami (Analisis Wacana Sara Mills Pada Tokoh Shakuntala Dalam Novel “Saman” Karya Ayu Utami).
Asri,Waritsa.2012.Makna Cantik Pada Teks Iklan (Analisis Wacana Kritis Sara
Mills Mengenai Wanita Dalam Media Massa Pada Iklan Citra Purly White
UV).
Simonangkir, Isabella Reminisere. 2012. Pemikiran Rene Descrates Dalam Novel Dunia Sophie (Analisis Wacana Kritis Teun A.van Djik Mengenai Pemikiran Rene Descrates dalam Novel Dunia Sophie Karya Jostein Gaarder).
Risdayanti,Annisa.2010. Penanaman Pola Relasi Gender Pada Tokoh Annisa Di Skenario Film “Perempuan Berkalung Sorban” Karya Ginatri S.Noer.
Internet :
(20)
(digital_128898-T 26659-Penyebaran hate-Metodologi.pdf)
diakses : 10 April 2013 22:45 .
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20Wiyatmi,%20M.Hum./R EPRESENTASI%20GENDER%20NAYLA.pdf
diakses : 11 April 2013 23:37
http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-seks-bebas.html
diakses : 30 Mei 2013 22.00
http://sosiologibudaya.wordpress.com/2013/03/18/representasi-budaya-2/
(21)
1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah novel Diary Pramugari : Seks, Cinta, dan Kehidupan, digambarkan bahwa seorang pramugari haruslah cantik, menarik, memiliki body seksi, tinggi semampai, serta ramah dan penyabar. Pas sekali dengan figure wanita dalam pikiran semua orang. Pramugari adalah wanita sempurna dalam setiap benak pria,yang tentunya menjadi dambaan bagi setiap pria untuk memiliki dan membuat wanita lain merasa minder ketika dibandingkan dengan seorang pramugari.
Dalam novel ini diceritakan bagaimana tokoh utama,bernama Jingga adalah makhluk paling cantik diantara para pramugari lainnya, dimana kecantikannya membius saraf setiap pramugara yang sangat mengagumi kecantikannya. Tetapi pada kenyataannya, kecantikannya tersebut terkadang menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.
Kehidupan pramugari tidak terlihat simple seperti orang lihat. Bagaimana mereka harus sabar dalam menghadapi penumpang di pesawat, yang tentunya memiliki berbagai macam karakter. Selain itu, pandangan masyarakat yang menilai kehidupan pramugari sebagai kehidupan yang serba mewah, dan cenderung hedonisme, terkadang memojokkan perempuan dengan profesi sebagai pramugari.
(22)
Kehidupan pramugari yang keras dan serba sibuk, terkadang membuat orang berpikir apakah para pramugari tersebut memiliki waktu untuk kehidupan cintanya. Dari pemikiran subjektif tersebut, tidak jarang orang berpikir bahwa perempuan yang berprofesi sebagai pramugari menghabiskan waktu luangnya dengan mencari hiburan ke club malam untuk sekedar melepaskan rasa jenuh dan penat setelah bekerja, ataupun mencari obat dahaga akan cinta dari seorang pria melalui hubungan seks, atau one night stand dengan pria yang mereka temui di club malam tersebut.
Di dalam novel ini, pramugari bernama Jingga akan menguak sisi-sisi kehidupan seorang pramugari, bagaimana mereka memaknai kehidupan, memaknai cinta, dan seks dalam pribadi yang berbeda satu dengan lainnya.
Perempuan seringkali direpresentasikan sebagai makhluk yang lemah lembut, rapuh hatinya dan sangat sensitif. Bahkan dalam adat budaya Jawa, wanita Jawa diharuskan untuk bertutur kata halus, menghindari konflik, serta melayani suami dengan baik. Hal yang telah mengakar dalam budaya tersebut akhirnya menjadi suatu hal yang lumrah dan biasa pada kehidupan sehari-hari.
Perempuan dipandang selalu harus terlihat seperti apa yang seharusnya, sesuai dengan kodrat mereka, yaitu memiliki sifat feminine. Maka jika seorang perempuan memiliki karakter maskulin yang mendominasi, hal tersebut dianggap abnormal dalam pandangan masyarakat.
Isu kesetaraan gender nampaknya kurang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia. Walaupun sudah mulai dibangun pemikiran bahwa wanita boleh
(23)
melakukan hal serupa dengan pria di wilayah pekerjaan, tetapi tetap saja perempuan selalu kalah bila disandingkan dengan pria.
Hal inilah yang mengakibatkan adanya perbedaan kesetaraan gender dalam masyarakat. Dimana terjadi pro dan kontra mengenai maskulin dan feminine. Ada yang pro bila perempuan ada baiknya memiliki sisi maskulin dalam dirinya sehingga wanita tidak diperlakukan semena-mena dan bisa menjadi sosok yang rapuh sekaligus kuat. Tetapi ada pula kontra yang menyatakan bahwa sudah kodratnya wanita untuk menjadi yang lemah, dan mendapatkan perlindungan dari pria.
Atas dasar pemikiran tersebut,tidak jarang seringkali perempuan menjadi korban kekerasan seksual,human trafficking,maupun konsumsi publik. Perempuan dinilai salah ketika memakai rok mini,sehingga membangkitkan gairah seksual pria, sehingga saat terjadi pemerkosaan, tetap saja yang disalahkan adalah wanita. Mengapa wanita selalu dipojokkan dengan permasalahan seperti itu?
Pada penelitian ini, peneliti akan mencoba menguraikan bahwa kaum perempuan sebagai sebuah kelompok sosial, mendapatkan posisi yang tidak setara di dalam masyarakat.
Perempuan tidak lebih berada di bawah kekuasaan laki-laki melalui ideologi partiarki. Hal ini meliputi bahasa, pendidikan, sosialisasi, pekerjaan dan peraturan keluarga. Oleh sebab itu penelitian ini melihat masalah dalam perspektif femiminisme yang memandang kondisi perempuan demikian harus segera diperbaiki dan dipulihkan dalam pencapaian kesetaraan dengan kaum laki-laki.
(24)
“Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora macam apa suatu berita disampaikan”. (Eriyanto, 2001:xv).
Analisis wacana melihat bagaimana media memiliki pola dengan menggunakan bahasa yang dipakai dijadikan kelompok dominan sebagai alat untuk merepresentasikan realitas, sehingga realitas sesungguhnya menjadi biasa.
Pandangan A.S Hikam dalam Eriyanto, pandangan konstruktivisme masih belum menganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek-subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya.
Bahasa merupakan posisi sentral dalam objek penelitian dengan analisis wacana kritis. Bahasa dinilai tidak netral dalam menghadirkan wacana, tetapi justru ada konteks-konteks tertentu yang hadir yang mempengaruhinya dalam menghadirkan realitas.
Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.
Eriyanto memaparkan beberapa karakteristik analisis wacana kritis sebagai berikut:
a. Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan untuk berintreraksi dengan orang lain. Seseorang berbicara atau menulis didasarkan atas
(25)
berbagai motif dan tujuan. Dengan demikian orang yang melakukan tindakan wacana, pemikirannya terkendali dan berada di bawah sadarnya.
b. Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana di sini dipandang diproduksi, dimengerti dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Titik perhatian analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Ada beberapa konteks yang penting, karena berpengaruh terhadap produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk memahami wacana.
c. Historis
Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Oleh karena itu pada waktu melakukan analisis, perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu dan seterusnya.
d. Kekuasaan
Di sini, setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah,
(26)
wajar dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Seperti kekuasaan laki-laki dalam wacana mengenai seksisme dan lain sebagainya. Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelolompok lain lewat wacana.
e. Ideologi
Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi, atau pencerminan dari ideologi tertentu. Teori-teori klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi domininasi mereka. Salah satu strateginya adalah dengan membuat kesadaran kepada khalayak, bahwa dominasi itu diterima secara taken for granted. Dalam teks berita misalnya, dapat dianalisis apakah teks yang muncul tersebut pencerminan dari ideologi seseorang, apakah ia feminis, antifeminis, kapitalis, sosialis dan sebagainya.
1.2Rumusan Masalah
Dari beberapa penjabaran yang telah dijelaskan oleh peneliti pada bagian latar belakang masalah, peneliti dapat membuat suatu rumusan masalah penelitian sebagai berikut :
(27)
1.2.1. Rumusan Masalah Makro
Peneliti merumuskan pertanyaan makro yaitu “ Bagaimana Representasi Perempuan Dalam Teks Novel Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan” ? ”
1.2.2. Rumusan Masalah Mikro
Mengacu pada judul penelitian dan rumusan masalah yang telah diangkat oleh peneliti berdasarkan pada latar belakang masalah penelitian, maka peneliti kemudian dapat merumuskan permasalahan makro yaitu :
1. Bagaimana posisi subjek-objek dari Representasi Perempuan dalam Teks Novel Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan” ? 2. Bagaimana posisi penulis-pembaca dari Representasi Perempuan
dalam Teks Novel Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan” ?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis wacana dengan menggunakan metode kualitatif dengan design penelitian analisis wacana kritis Sara Mills, sedangkan teori yang dipakai adalah teori feminis eksistensialis yang akan digunakan untuk menganalisis wacana yang terdapat pada Novel Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan”.
(28)
1.3.2. Tujuan Penelitian
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian rumusan masalah penelitian, maka tujuan dari penelitian ini dapat dipaparkan, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui posisi subjek-objek dari Representasi Perempuan dalam Teks Novel Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan”. 2. Untuk mengetahui posisi pembaca-penulis dari Representasi
Perempuan dalam Teks Novel Diary Pramugari : “Seks, Cinta & Kehidupan”.
1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah sebagai pengembangan Ilmu Komunikasi dalam bidang kajian analisis wacana kritis. Untuk kemudian diaplikasikan kedalam suatu teks yang akan dibedah dari berbagai unsur.
1.4.2. Kegunaan Praktis A. Bagi Peneliti
Kegunaan penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai pengujian akan keilmuan yang telah didapat selama peneliti menimba ilmu di Prodi Ilmu Komunikasi. Selain itu, menambah pengetahuan peneliti
(29)
untuk mencoba hal baru dalam tingkat kesulitan yang cukup rumit dalam kajian skripsi, dan memperluas wawasan peneliti untuk mendalami kajian analisis wacana kritis, bahwa memahami suatu teks yang terdapat dalam sebuah buku, novel, atau hal sejenis lainnya, tidaklah semudah yang dibayangkan.
B. Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi bidang kajian Ilmu Komunikasi, dan juga sebagai tambahan koleksi penelitian ilmiah di Universitas. Diharapkan pula dapat menjadi bahan penerapan dan pengembangan dalam kajian Ilmu Komunikasi, dan juga sebagai bahan perbandingan dan pengembangan referensi tambahan bagi penelitian dengan tema sejenis tentang analisis wacana.
C. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada masyarakat tentang apa itu penelitian kualitatif dengan penggunaan analisis wacana kritis Sara Mills. Dengan penelitian ini,diharapkan membuka pemikiran masyarakat agar lebih kritis dalam memahami teks dari suatu bacaan dari buku, novel, ataupun teks sejenis lainnya, sehingga masyarakat lebih memahami teks tersebut dari berbagai sudut pandang, dan bisa lebih memahami makna teks yang tersembunyi didalamnya. Selain itu, diharapkan melalui pembahasan dalam
(30)
penelitian ini, lebih membuka pikiran masyarakat tentang perbedaan gender.
(31)
11
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka terhadap hasil penelitian terdahulu, ditemukan beberapa penelitian teks dengan menggunakan analisis wacana kritis yang akan peneliti jadikan sebagai perbandingan dalam proses pengerjaan penelitian ini, adapun penelitian terdahulu seperti tabel dibawah ini :
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Nama/NIM/ Tahun
Metode Penelitian
Perbedaan Penelitian
1. Pemikiran Rene Descrates
Dalam Novel Dunia Sophie (Analisis Wacana Kritis Teun A.van Djik Mengenai Pemikiran Rene Descrates dalam Novel Dunia Sophie Karya Jostein Gaarder).
Isabella Reminisere Simonangkir/ 41808145/ 2012 Analisis Wacana Kritis Peneliti menggunakan Analisis Wacana Kritis Sara Mills.
2. Makna Cantik Pada Teks
Iklan (Analisis Wacana
Waritsa Asri / 41808030 /
Analisis Wacana
Peneliti membahas
(32)
Kritis Sara Mills Mengenai
Wanita Dalam Media
Massa Pada Iklan Citra Purly White UV).
2012 Kritis representasi
perempuan dalam novel melalui kajian Analisis Wacana Kritis Sara Mills.
3. Penanaman Pola Relasi
Gender Pada Tokoh Anisa
Di Skenario Film
“Perempuan Berkalung
Sorban” Karya Ginatri S. Noer.
2010 Analisis
Wacana Kritis Peneliti membahas perempuan di dalam Novel.
4. Representasi Feminisme
Radikal Pada Tokoh
Shakuntala Dalam Novel “Saman” Karya Ayu Utami
(Analisis Wacana Sara
Mills Pada Tokoh
Shakuntala Dalam Novel
“Saman” Karya Ayu
Utami)
2010 Analisis
Wacana Kritis Mengkaji Novel yang berbeda, peneliti mengkaji novel Diary Pramugari: “Seks,Cinta & Kehidupan”.
(33)
Sumber : Peneliti 2013
Keterangan :
1. Penelitian terdahulu dari Isabella Reminisere Simonangkir,dengan judul Pemikiran Rene Descrates Dalam Novel Dunia Sophie (Analisis Wacana Kritis Teun A.van Djik Mengenai Pemikiran Rene Descrates dalam Novel Dunia Sophie Karya Jostein Gaarder).
Tujuan : untuk mengetahui makna dari teks Pemikiran Rene Descartes dalam Novel Dunia Sophie. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dimunculkan pertanyaan tentang bagaimana dimensi teks dari Pemikiran Rene Descartes, bagaimana dimensi kognisi sosial teks Pemikiran Rene Descartes dan bagaimana konteks sosial teks Pemikiran Rene Descartes dalam Novel Dunia Sophie.
Pendekatan : kualitatif, dengan metode penelitian analisis wacana kritis.
Teknik pengumpulan data : dokumentasi, wawancara mendalam, studi
kepustakaan dan penelusuran data online.
Informan: dipilih sebanyak dua orang, dengan asumsi para informan mengetahui banyak informasi tentang teks yang akan diteliti.
(34)
Hasil wawancara mendalam: dilakukan kategorisasi pertanyaan dan jawaban yang diajukan, yang kemudian dianalisis secara kritis sesuai dengan metode analisis wacana kritis.
Hasil penelitian: bahwa dimensi teks menunjukan bahwa setiap pemilihan kata, bahasa maupun kalimat yang dipakai Rene Descartes maupun Jostein Gaarder memiliki arti makna yang dalam, tegas dan detil dalam menjelaskan sesuatu. Dimensi kognisi sosial Jostein Gaarder menunjukan bahwa Jostein ingin memberikan pelajaran filsafat dengan bahasa yang ringan. Rene Descartes sebagai kaum intelektual, seorang yang rasionalis, kaum pergerakan Renaissance yang ingin menyumbangkan pemikirannya terhadap gerak masyarakat yang pada saat itu diatur pada peraturan yang dibuat oleh Gereja. Dimensi konteks sosial, bahwa wacana yang berkembang dalam masyarakat pada waktu itu merupakan hasil perenungan Rene Descartes dalam pencarian kebenaran yang pasti yang didapatkan melalui subjek individu dan bukan dari aturan-aturan yang dianggap kebenarannya tidak mendasar. Begitu juga dengan Jostein Gaarder dimana pada keadaan sekarang filsafat dianggap bahasan yang rumit dan susah dimengerti.
Kesimpulan dari penelitian : menunjukan bahwa Jostein Gaarder ingin membantu masyarat pada kehidupan sekarang dalam memahami filsafat yang dianggap sebuah pemahamaan yang rumit. Pemikiran Rene Descates memiliki tujuan bahwa manusia mampu mendapatkan kebenaran pasti melalui akal yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.
(35)
Sedangkan saran yang dapat peneliti berikan, dalam memahami filsafat haruslah dikaitkan dengan keadaan realitas dimana dan bagaimana seseorang itu hidup sesuai pengalamannya.
2. Penelitian terdahulu dari Waritsa Asri, dengan judul Makna Cantik Pada Teks Iklan (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Mengenai Wanita Dalam
Media Massa Pada Iklan Citra Purly White UV).
Tujuan: untuk mengetahui makna cantik pada teks iklan dengan menggunakan analisis wacana kritis Sara Mills. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dimunculkan pertanyaan tentang bagaimana posisi subjek-objek dan posisi pembaca mengenai wanita dalam media massa
pada iklan Citra Purly White UV.
Pendekatan : kualitatif, dengan metode analisis wacana, teknik pengumpulan adalah studi kepustakaan dan dilanjutkan pada pengolahan data.
Subjek dari penelitian: adalah iklan Citra Purly White UV.
Hasil penelitian : menunjukkan bahwa posisi subjek yakni adalah Citra merupakan pencerita tunggal dalam teks iklan tersebut dengan objek yaitu wanita dikarenakan kesesuaian dari model Sara Mills dan terakhir disertai posisi pembaca yang tidak bisa menganggu gugat bentuk iklan teks yang dikeluarkan oleh Citra.
(36)
Kesimpulan dari penelitian: bahwa perkataan posisi dari subjek merupakan hal yang tidak bisa diubah dan pembaca pasif karena tidak bisa beragumen bila ada tidak kesesuaian.
Saran: bagi Peneliti selanjutnya, diharapkan mampu menjadi sumber literatur atau studi lebih lanjut untuk penelitian berikutnya.
3. Penelitian terdahulu dari mahasiswi Unisba, Annisa Risdyanti, dengan judul Penanaman Pola Relasi Gender Pada Tokoh Anisa Di Skenario Film “Perempuan Berkalung Sorban” Karya Ginatri S. Noer.
Tujuan penelitian: adalah menemukan ideologi yang dibawa oleh penulis scenario di dalam film.
Pendekatan : Kualitatif,dengan metode analisis wacana kritis dari Sara Mills.
Kesimpulan: adalah bahwa skenario film ini membawa ideologi feminisme. Kondisi ketidakadilan gender yang dialami Anisa di dalam film “Perempuan Berkalung Sorban” berasal dari penafsiran ajaran Islam yang terpengaruh oleh kondisi budaya patriarki, sehingga para pelaku penindak ketidakadilan gender menggunakan ajaran Islam sebagai alasan untuk menindas perempuan.
4. Penelitian terdahulu dari mahasiswi Unisba, Arini Andiani Putri A. ,dengan judul Representasi Feminisme Radikal Pada Tokoh Shakuntala
(37)
Dalam Novel “Saman” Karya Ayu Utami (Analisis Wacana Sara Mills Pada Tokoh Shakuntala Dalam Novel “Saman” Karya Ayu Utami).
Tujuan : adalah untuk mengetahui posisi subjek-objek, dan posisi penulis- pembaca di dalam novel “Saman” mengenai feminisme.
Metode: metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana model Sara Mills.
2.1.2. Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi
Sebagai makhluk sosial, setiap manusia secara alamiah memiliki potensi dalam berkomunikasi. Ketika manusia diam, manusia itu sendiripun sedang melakukan komunikasi dengan mengkomunikasikan perasaannya. Baik secara sadar maupun tidak, manusia pasti selalu berkomunikasi. Manusia membutuhkan komunikasi untuk berinteraksi terhadap sesama manusia maupun lingkungan sekitarnya.
Ilmu Komunikasi merupakan ilmu sosial terapan dan bukan termasuk ilmu sosial murni karena ilmu sosial tidak bersifat absolut melainkan dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman. Hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak dan perilaku manusia, sedangkan perilaku dan tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan maupun perkembangan jaman.
(38)
2.1.2.1. Pengertian Komunikasi
Definisi dan pengertian komunikasi juga banyak dijelaskan oleh beberapa ahli komunikasi. Salah satunya dari Wiryanto (2004:5) dalam bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi menjelaskan bahwa :
“Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah
komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication yang berarti
pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifat yang diambil dari communis,
yang bermakna umum bersama-sama”.
Pengertian komunikasi lainnya bila ditinjau dari tujuan manusia berkomunikasi adalah untuk menyampaikan maksud hingga dapat mengubah perilaku orang yang dituju, menurut (Mulyana, 2003:62) :
“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang
(komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain)”.
Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah Ilmu Komunikasi, terutama komunikasi oleh dan di antara manusia. Seorang komunikologi adalah ahli Ilmu Komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi.
(39)
“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik.”
Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen
sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses
penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik
dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan komunikasi, apakah itu intra-persona, antarpersona, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.”
Menurut Roger dan D Lawrence dalam (Cangara, 2004 :19), mengatakan bahwa komunikasi adalah:
“Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”
Sementara Raymond S Ross dalam (Rakhmat, 2007:3), melihat komunikasi yang berawal dari proses penyampaian suatu lambang:
“A transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the
(40)
source.” (Proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.)
Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan atau informasi antara dua orang atau lebih, untuk memperoleh kesamaan arti atau makna diantara mereka.
2.1.2.2. Komponen-Komponen Komunikasi
Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari proses yang di dalamnya terdapat unsur atau komponen. Menurut Effendy (2005:6), Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari :
1. Komunikator (communicator)
2. Pesan (message)
3. Media (media)
4. Komunikan (communicant)
(41)
Untuk itu, Lasswell memberikan paradigma bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
2.1.2.3. Komunikator dan Komunikan
Komunikator dan komunikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses komunikasi. Komunikator sering juga disebut sebagai sumber atau
dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau encoder.
Hafied Cangara (2004:23). dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi” mengatakan bahwa:
”Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga”
Begitu pula dengan komunikator atau penerima, atau dalam bahasa Inggris
disebut audience atau receiver. Cangara menjelaskan, ”Penerima bisa terdiri dari
satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara”. Selain itu, ”dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber”.
(Cangara, 2004:25) pun menekankan:
“Kenalilah khalayakmu adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi”.
(42)
2.1.2.4. Pesan
Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message, content, atau
information, salah unsur dalam komunikasi yang teramat penting, karena salah satu tujuan dari komunikasi yaitu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan itu sendiri.
Cangara (2004:23). menjelaskan bahwa:
”Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda”
2.1.2.5 Media
Media dalam proses komunikasi (Cangara, 2004:23) yaitu :
”Alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima” .
Media yang digunakan dalam proses komunikasi bermacam-macam, tergantung dari konteks komunikasi yang berlaku dalam proses komunikasi tersebut. Komunikasi antarpribadi misalnya, dalam hal ini media yang digunakan yaitu pancaindera. Selain itu, ”Ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi” (Cangara, 2004:24).
(43)
Lebih jelas lagi (Cangara, 2004:24) menjelaskan, dalam konteks komunikasi massa media, yaitu:
“Alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti
halnya surata kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand
out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sedangkan media elektronik antara
lain: radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board,
audio casette, dan semacamnya”.
2.1.2.6 Efek
Efek atau dapat disebut pengaruh, juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Namun, efek ini dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah dilakukan. Seperti yang dijelaskan (De Fleur, 1982, dalam Cangara, 2004:25) masih dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”, pengaruh atau efek adalah:
”Perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang”.
(44)
”Pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan”.
2.1.2.7. Tujuan Komunikasi
Setiap individu yang berkomunikasi pasti memiliki tujuan, secara umum tujuan komunikasi adalah lawan bicara agar mengerti dan memahami maksud makna pesan yang disampaikan, lebih lanjut diharapkan dapat mendorong adanya perubahan opini, sikap, maupun perilaku.
Menurut Onong Uchjana (Effendy, 2006:8) dalam buku yang berjudul Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, menyebutkan ada beberapa tujuan dalam berkomunikasi, yaitu:
a. perubahan sikap (attitude change)
b. perubahan pendapat (opinion change)
c. perubaha perilaku (behavior change)
d. perubahan sosial (social change)
Sedangkan Joseph Devito ( 1997:31) dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia menyebutkan bahwa tujuan komunikasi adalah sebagai berikut:
(45)
Dengan berkomunikasi kita dapat memahami secara baik diri kita sendiri dan diri orang lain yang kita ajak bicara. Komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar yang dipenuhi oleh objek, peristiwa dan manusia.
b. Untuk Berhubungan
Salah satu motivasi dalam diri manusia yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain.
c. Untuk Meyakinkan
Media massa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah sikap dan perilaku kita.
d. Untuk Bermain
Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri kita dengan mendengarkan pelawak.
2.1.2.8. Lingkup Komunikasi
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (2003:52):
“Ilmu Komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah dan meneliti kegiatan-kegiatan komunikasi manusia yang luas ruang lingkup (scope)-nya dan banyak dimensinya”.
(46)
Para mahasiswa acap kali mengklasifikasikan aspek-aspek komunikasi ke dalam jenis-jenis yang satu sama lain berbeda konteksnya. Berikut ini adalah penjenisan komunikasi berdasarkan konteksnya.
A. Bidang Komunikasi
Yang dimaksud dengan bidang ini adalah bidang pada kehidupan manusia, dimana diantara jenis kehidupan yang satu dengan jenis kehidupan lain terdapat perbedaan yang khas, dan kekhasan ini menyangkut pula proses komunikasi. Berdasarkan bidangnya, komunikasi meliputi jenis-jenis sebagai berikut:
1) komunikasi sosial (sosial communication)
2) komunikasi organisasi atau manajemen (organizational or management
communication)
3) komunikasi bisnis (business communication)
4) komunikasi politik (political communication)
5) komunikasi internasional (international communication)
6) komunikasi antar budaya (intercultural communication)
7) komunikasi pembangunan (development communication)
8) komunikasi tradisional (traditional communication)
B. Sifat Komunikasi ditinjau dari sifatnya komunikasi diklasifikasikan
(47)
1. komunikasi verbal (verbal communicaton)
a. komunikasi lisan
b. komunikasi tulisan
2. komunikasi nirverbal (nonverbal communication)
a. kial (gestural)
b. gambar (pictorial)
3. tatap muka (face to face)
4. bermedia (mediated)
C. Tatanan Komunikasi
Tatanan komunikasi adalah proses komunikasi ditinjau dari jumlah komunikan, apakah satu orang, sekelompok orang, atau sejumlah orang yang bertempat tinggal secara tersebar. Berdasarkan situasi komunikasi seperti itu, maka diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Komunikasi Pribadi (Personal Communication)
komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication)
komunikasi antarpribadi (interpersonal communication)
b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
(48)
komunikasi kelompok besar (big group communication)
c. Komunikasi Massa (Mass Communication)
komunikasi media massa cetak (printed mass media)
komunikasi media massa elektronik (electronic mass media)
D. Fungsi Komunikasi
Fungsi Komunikasi antara lain:
a. Menginformasikan (to Inform)
b. Mendidik (to educate)
c. Menghibur (to entertaint)
d. Mempengaruhi (to influence) (Effendy, 2003:55)
E. Teknik Komunikasi
Istilah teknik komunikasi (Effendy, 2003:55), berasal dari bahasa Yunani “technikos” yang berarti ketrampilan. Berdasarkan ketrampilan komunikasi yang dilakukan komunikator, teknik komunikasi diklasifikasikan menjadi:
a. Komunikasi informastif (informative communication)
b. Persuasif (persuasive)
c. Pervasif (pervasive)
(49)
e. Instruktif (instructive)
f. Hubungan manusiawi (human relations)
F. Metode Komunikasi
Istilah metode (Effendy, 2003: 56) dalam bahasa Inggris “Method”
berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti rangkaian yang sistematis
dan yang merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti, mapan, dan logis. Atas dasar pengertian diatas, metode komunikasi meliputi kegiatan-kegiatan yang teroganisaasi sebagai berikut:
1. Jurnalisme
a. Jurnalisme cetak
b. Jurnalisme elektronik
2. Hubungan Masyarakat
a. Periklanan
b. Propaganda
c. Perang urat syaraf
d. Perpustakaan
2.1.3. Tinjauan Tentang Wacana
Sudah lama bahasa menjadi unsur kajian ilmu pengetahuan, bahkan sejak zaman Yunani Kuno, walaupun bukan untuk kepentingan
(50)
kebahasaan dan komunikasi. Pada saat itu alas an mengapa bahasa perlu untuk dikaji karena bahasa dianggap sebagai sebuah alat yang tepat untuk mengungkapkan konsepkonsep berpikir dan hasil pemikiran filosofis. Bahasa dalam (Kurniawan dalam Darma, 2009:1) adalah :
“Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting bagi manusia sehingga dalam kenyataannya bahasa menjadi aspek penting dalam melakukan sosialisasi atau berinteraksi sosial dengan bahasa manusia dapat menyampaikan berbagai berita, pikiran, pengalaman, gagasan, pendapat, perasaan, keinginan, dan lain-lain kepada orang lain”.
Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan wacana. Berdasarkan hierarkinya, wacana merupakan tataran bahasa terbesar, tertinggi dan terlengkap.
2.1.3.1. Pengertian Wacana
Pembahasan wacana adalah rangkaian kesatuan situasi atau dengan kata lain, makna suatu bahasa berada dalam konteks dan situasi. Wacana dikatakan terlengkap karena wacana mencakup tataran dibawahnya, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan ditunjang oleh unsur lainnya, yaitu situasi pemakaian dalam masyarakat.
Alex Sobur dalam Darma mengatakan,
“Wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam kesatuan yang koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental bahasa.”
Melalui pesan wacana, pesan-pesan komunikasi seperti kata-kata, tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain, tidak bersifat netral atau steril. Eksistensinya
(51)
ditentukan oleh orang-orang yang menggunakannya, konteks peristiwa yang berkenaan dengannya, situasi masyarakat luas yang melatarbelakangi keberadaannya, dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa nilai-nilai, ideologi, emosi, kepentingan-kepentingan, dan lain-lain.
2.1.3.2. Ciri-ciri dan Sifat Wacana
Berdasrkan pengertian wacana, kita dapat mengidentifikasi cirri dan sifat sebuah wacana, antara lain sebagai berikut:
1. Wacana dapat berupa rangkaian ujar secara lisan dan tulisan atau rangkaian tindak tutur.
2. Wacana mengungkapkan suatu hal (subjek).
3. Penyajian teratur, sistematis, koheren, dan lengkap dengan semua situasi pendukungnya.
4. Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu.realitas, media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Dalam kenyataan wujud dari bentuk wacana itu
5. Dibentuk oleh unsur segmental dan non segmental.
2.1.3.3. Wujud dan Jenis Wacana
Wujud adalah rupa dan bentuk yang dapat diraba atau nyata. Jenis adalah ciri khusus. Jadi wujud wacana mempunyai rupa atau bentuk wacana yang nyata dan dapat kita lihat strukturnya secara nyata. Sedangkan jenis wacana mempunyai
(52)
arti bahwa wacana itu memiliki sifat-sifat atau cirri-ciri khas yang dapat dibedakan dari bentuk bahasa lain.
Pada dasarnya, wujud dan jenis wacana dapat ditinjau dari sudut realitas, media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Dalam kenyataannya wujud wacana itu dapat dilihat dalam beragam buah karya si pembuat wacana, yaitu: teks (wacana dalam wujud tulisan/grafis) antara lain dalam bentuk berita, feature, artikel, opini, cerpen, novel, dsb. Talk (wacana dalam wujud ucapan)
antara lain dalam wujud rekaman wawancara, obrolan, pidato, dsb. Act (wacana
dalam wujud tindakan) antara lain dalam wujud lakon drama, tarian, film, defile,
demonstrasi, dsb. Artifact (wacana dalam wujud jejak) antara lain dalam wujud
bangunan, lanskap, fashion, puing, dsb.
2.1.4. Tinjauan Analisis Wacana Kritis
Dalam Collins Concise English Dictionary 1998 ( Eriyanto, 2006: 2). “Wacana sebagai komunikasi verbal, ucapan, percakapan; sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan: sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat”.
Pada studi linguistik, wacana menunjuk pada kesatuan bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara lisan atau tertulis. Wacana adalah rangkaian kalimat yang serasi, yang menghubungkan proposisi satu dengan prosisi lain, kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. Pengertian satu kalimat dihubungkan dengan kalimat lain dan tidak ditafsirkan satu persatu kalimat saja. Kesatuan bahasa itu bisa panjang bisa
(53)
pendek. Sebagai sebuah teks, wacana bukan urutan kalimat yang tidak mempunyai ikatan sesamanya, bukan kalimat-kalimat yang dideretkan begitu saja. Ada sesuatu yang mengikat kalimat-kalimat itu menjadi sebuah teks, dan yang menyebabkan pendengar atau pembaca mengetahui bahwa ia berhadapan dengan sebuah teks atau wacana dan sebuah kumpulan kalimat melulu yang dideretkan begitu saja. Studi wacana dalam linguistik, merupakan reaksi terhadap studi linguistik yang hanya meneliti aspek kebahasaan dari kata atau kalimat saja. ( Mills, 1997: 8-16)
2.1.4.1. Karakteristik Analisis Wacana Kritis
Lukmana, Aziz dan Kosasih (2006: 12).
“Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) berawal dari
munculnya konsep analisis bahasa kritis (Critical Language
Awareness) dalam dunia pendidikan barat.”
Menurut Pennycook dan Schriffin (1994) dalam Lukmana, Aziz dan Kosasih (2006: 12)
“Dilihat dari unsur kesejarahannya, analisis wacana kritis (Critical
Discourse Analysis) merupakan kelanjutan atau bahkan bagian dari
analisis wacana (Discourse Analysis). Kajian analisis wacana
(Discourse Analysis) ini begitu luas baik dari segi cakupannya, metodologinya, maupun pemaknaannya”.
(54)
“Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) mempunyai ciri yang berbeda dari analisis wacana yang bersifat “non-kritis”, yang cenderung hanya mendeskripsikan struktur dari sebuah wacana”.
Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) bertindak
lebih jauh, diantaranya dengan menggali alasan mengapa sebuah wacana memiliki struktur tertentu, yang pada akhirnya akan berujung pada analisis hubungan sosial antara pihak-pihak yang tercakup dalam wacana tersebut.
Fairlough (1992b, 1995) :
“Analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) juga
merupakan kritik terhadap linguistik dan sosiologi. Tampak adanya kurang komunikasi diantara kedua disiplin ilmu tersebut. Pada satu sisi, sosiolog cenderung kurang memperhatikan isu-isu linguistik dalam melihat fenomena sosial meskipun banyak data sosiologis yang berbentuk bahasa. Mereka terlalu berfokus pada ‘isi’ dan mengabaikan aspek tekstur dan intertekstualitas.”
Jorgensen dan Philips (2007: 114) :
“Analisis wacana kritis menyediakan teori dan metode yang bisa digunakan untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial dan kultural dalam domain-domain sosial yang berbeda”.
Tujuan analisis wacana kritis adalah menjelaskan dimensi linguistik kewacanaan fenomena sosial dan kultural dan proses perubahan dalam modernitas terkini (Jorgensen dan Philips, 2007: 116).
Fairlough dan Wodak dalam Eriyanto (2001: 7) berpendapat bahwa
Analisis wacana kritis melihat wacana –pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan
(55)
wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi: ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu dipresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan
Menurut Jorgensen dan Philips (2007: 120) :
“Analisis wacana kritis itu bersifat “kritis” maksudnya adalah bahwa analisis ini bertujuan mengungkap peran praktik kewacanaan dalam upaya melestarikan dunia sosial, termasuk hubungan-hubungan sosial yang melibatkan hubungan kekuasaan yang tak sepadan. Pendekatan analisis wacana kritis memihak pada kelompok-kelompok sosial yang tertindas”.
Analisis wacana kritis merupakan teori untuk melakukan kajian empiris tentang hubungan-hubungan antara wacana dan perkembangan sosial budaya. Untuk menganalisis wacana, yang salah satunya bisa dilihat dalam area linguistik dengan memperhatikan kalimat-kalimat yang terdapat dalam teks (novel) bisa menggunakan teori analisis wacana kritis. Teori analisis wacana kritis memiliki beberapa karakteristik dan pendekatan. Pendekatan analisis wacana kritis menurut Eriyanto terdiri dari lima bagian yaitu analisis bahasa kritis, analisis wacana pendekatan Prancis, pendekatan kognisi sosial, pendekatan perubahan sosial, dan
(56)
pendekatan wacana sejarah. Namun yang ingin dikaji oleh penulis disini hanya karakteristiknya saja yang terdiri dari lima bagian.
Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analisis / CDA)
wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis di sini agak berbeda dengan studi
bahasa dalam pengertian linguistic tradisional. Bahasa dianalisis bukan
dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik kekuasaan.
Mengutip Fairlough, Teun A. van Dijk dan Wodak, Eriyanto (2001: 8-14) menyajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis. Hal-hal dibawah ini merupakan karakteristik analisis wacana kritis, yaitu:
1. Tindakan
2. Konteks
3. Historis
4. Kekuasaan
5. Ideologi
(57)
Menurut Eriyanto (2001: 8) prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal.
Seseorang berbicara, menulis dan menggunakan bahasa tidak diartikan dia berbicara atau menulis untuk dirinya sendiri, melainkan untuk berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain.
Menurut Eriyanto (2001: 8) ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang :
“Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang diluar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran”.
2. Konteks atau Context
Menurut Eriyanto (2001:8):
“Analisis wacana kritis mempertimbangkan, memproduksi dan menganalisis konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana disini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu”.
Menurut Eriyanto (2001: 10) Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap produksi wacana :
“Pertama, Partisipan wacana yaitu latar siapa yang memproduksi wacana tersebut seperti jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dan banyak hal yang relevan dalam menggambarkan wacana. Misalnya, seseorang bicara dalam
(58)
pandangan tertentu karena laki-laki atau karena ia berpendidikan. Kedua, latar sosial tertentu seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana”.
3. Historis atau History
Menurut Eriyanto (2001: 10-11) :
“Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu”.
Pemahaman tentang wacana teks hanya dapat diperoleh jika diketahui bagaimana situasi atau sejarah sosial, budaya, politik pada waktu teks tersebut tercipta. Oleh sebab itu ketika menganalisis teks perlu ditinjau supaya pembaca dan masyarakat mengetahui dan mengerti mengapa suatu wacana tersebut dapat berkembang sedemikian rupa serta mengapa bahasa yang dipergunakan seperti itu.
4. Kekuasaan atau Power
Menurut Eriyanto (2001: 11) :
“Analisis wacana kritis juga mempertimbangkan elemen
kekuasaan (power) dalam analisisnya. Disini, setiap wacana yang
muncul dalam bentuk teks, percakapan atau apa pun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan”.
Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat. Misalnya konsep kekuasaan laki-laki dalam
(59)
wacana mengenai gender, konsep kekuasaan kulit putih terhadap kulit hitam dalam wacana rasisme, konsep kekuasaan kelompok mayoritas dan dominan terhadap kelompok minoritas dan lain-lain. Hal ini mengindikasikan analisis wacana kritis tidak membatasi pada detil teks atau struktur wacana saja., tetapi juga mengkaitkannya dengan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya dimana teks tersebut tercipta.
Menurut Eriyanto (2001: 12) :
“Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut kontrol. Satu orang atau kelompok mengontrol orang atau kelompok lain lewat wacana. Kontrol disini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental dan psikis”.
5. Ideologi atau Ideology
Menurut Eriyanto (2001: 13) : “
Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu”.
Beberapa paham klasik tentang ideologi mengatakan bahwa ideologi dibangun dari kelompok yang dominan dengan tujuan untuk menciptakan kembali dan mensahkan dominasi mereka.
Menurut Teun A. van Dijk dalam Eriyanto (2001: 13) :
“Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif apabila masyarakat tersebut memandang ideologi yang disampaikan adalah sebagai suatu kebenaran dan kewajaran”.
(60)
Ideologi membuat anggota suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, dan memberikan kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi dalam kelompok.
Kajian ideologi membicarakan hubungan bahasa dengan masyarakat dan kebudayaan karena adanya pengaruh tuntutan sosial politik. Pengaruh kekuasaan terhadap sejarah, politik, sistem masyarakat, nilai sastra dan budaya membentuk pandangan masyarakat sehingga meyakini suatu konsep sebagai kebenaran yang wajar ini dinamakan ideologi. (Sinar, 2007: 2)
Peranan wacana dalam kerangka ideologi dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Eriyanto (2001:14) dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting :
1. Ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual : ia membutuhkan share diantara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang lainnya.
2. Ideologi meskipun ideologi bersifat sosial, namun digunakan secara internal diantara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu, ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk identitas diri kelompok, membedakan dengan kelompok lain.
(61)
2.1.5. Tinajuan Tentang Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills
Sara Mills banyak menulis mengenai teori wacana tapi titik perhatiannya hanya tertuju pada wacana feminisme. Oleh karena itu, Sara Mills sering juga disebut sebagai perspektif feminisme dengan titik utamanya adalah menunjukkan bagaimana teks bias menampilkan wanita. Wanita cenderung ditampilkan dengan pihak laki-laki. Ketidakadilan dan penggambaran yang buruk mengenai wanita inilah yang menjadi sasaran utama dari tulisan Mills. Tujuan Analisis Wacana Kritis Sara Mills adalah menunjukkan bagaimana wanita digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks berita dan bagaimana bentuk dan pola permajinalan itu dilakukan .
Sara Mills mengutamakan titik perhatiannya pada wacana feminis dimana wanita itu ditampilkan dalam teks,baik dalam novel, foto, gambar, iklan, ataupun berita. Titik perhatiannya menunjukkan bagaimana wanita digambarkan dan dimarjinalkan dalam suatu teks berita dan bagaimana bentuk dan pola pemarjinalan dilakukan oleh Sara Mills memandang teks sebagai persoalan representasi yang menjadi bagaian terpenting, dalam analisisnyamenempatkan satu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara nerneda dalam wacana berita dan akan berprngaruh pada pemaknaan ketika
khalayak membacanya. Gagasan dari Sarra Mills berbeda dengan tradisi critical
linguistics yang memandang representasi diwujudkan melalui peristiwa struktur kebahasaan.
(62)
Dalam konsep Sara Mills, peristiwa ditampilkan dan bagaimana pihak-pihak yang terlibat diposisikan dalam teks. Posisi berarti siapa aktor yang dijadikan sebagai subjek yang mendefinisikan dan melakukan penceritaan dan siapa yang ditampilkan sebagai objek, pihak yang didefinisikan dan digambarkan kehadirannya oleh orang lain.
Pandangan Mills lebih banyak merepresentasikan perempuan dalam teks, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pemarjinalan yang terjadi pada perempuan. Analisis atas bagaimana posisi-posisi ini ditampilkan secara luas akan bisa menyingkap bagaimana ideologi dan kepercayaan dominan bekerja sebagai objek bukan subjek. Karena sebagai objek representasi, maka wanita posisinya selalu didefinisikan, dijadikan bahan penceritaan, dan tidak bisa menampilkan dirinya sendiri.
Posisi sebagai subjek atau objek dalam representasi ini mengandung muatan ideologis tertentu. Dalam hal ini bagaimana posisi ini memarjinalkan posisi wanita ketika ditampilkan dalam pemberitaan. Pertama, posisi ini menunjukkan dalam batas tertentu sudut pandang penceritaan. Kedua, sebagai subjek representasi, pihak laki-laki disini mempunyai otoritas penuh dalam mengabsahkan penyampaian periswtiwa tersebut kepada pembaca. Ketiga, karena proses pendefinisian itu bukan bersifat subjektif, tentu saja sukar dihindari kemungkinan pendefinisian secara sepihak peristiwa atau kelompok lain.
(63)
Sara Mills membagi beberapa aspek penggunaan modelnya yaitu :
1. Analisis Posisi Subjek – Objek
Sara Mills, menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dalam analisisnya. Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Beliau lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak. Analisis atas bagaimana posisi-posisi ini ditampilkan secara luas akan bisa menyingkap bagaimana ideologi dan kepercayaan dominan bekerja dalam teks. Umumnya Sara Mills mengambil tema mengenai feminis dan pada wacana feminis lebih menitik beratkan pada wanita bukan sebagai subjek melainkan objek. Karena sebagai objek representasi, maka wanita posisinya selalu didefinisikan, dijadikan bahan penceritaan, dan ia tidak bisa menampilkan dirinya sendiri.
Posisi sebagai subjek atau objek dalam representasi ini mengandung muatan ideologis tertentu. Dalam hal ini bagaimana posisi ini turut memarjinalkan posisi wanita ketika ditampilkan dalam pemberitaan. Pertama, posisi ini menunjukkan dalam batas tertentu sudut pandang penceritaan. Teks yang disajikan kepada khalayak menempatkan laki-laki sebagai suara tunggal pencerita. Kedua, sebagai subjek representasi, pihak laki-laki mempunyai otoritas penuh dalam mengabsahkan penyampaian teks tersebut kepada pembaca. Ketiga, karena
(64)
proses pendefinisian itu bersifat subjektif, sulit dihindari bahwa kemungkinan pendefinisian secara sepihak peristiwa atau kelompok lain.
2. Analisis Posisi Pembaca
Pembaca bagi Sara Mills ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Tidak hanya itu membangun hubungan antara teks dan penulis di satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan. Pembaca ditempatkan secara tidak langsung dalam suatu teks. Penyapaan tidak langsung ini bekerja melalui dua cara yaitu pertama dengan mediasi, suatu teks umumnya membawa tingkat wacana, dimana posisi kebenaran ditempatkan secara hierarkis sehingga pembaca akan mensejajarkan atau mengidentifikasi dirinya sendiri dengan karakter atau apa saja yang tersaji dalam teks. Kedua, kode budaya yang mengacu pada kode atau nilai budaya yang dipakai pembaca ketika menafsirkan suatu teks. Kode budaya ini membantu pembaca menempatkan dirinya terutama dengan orientasi nilai yang disetujui dan dianggap benar oleh pembaca. (Eriyanto,2006 :200)
2.1.5.1. Kerangka Analisis Wacana Kritis Model Sara Mills
Sara Mills dalam Eryanto (2001:203) mengemukakan bahwa :
“Dalam sebuah teks, posisi pembaca sangatlah penting dana haruslah diperhitungkan dalam teks. Mills menolak pandangan banyak ahli yang menempatkan dan mempelajari konteks semata dari sisi penulis,sementara dari sisi pembaca diabaikan. Pembaca hanya dptempatkan sebagai konsumen yang tidak mengetahui perubahan suatu teks”.
(65)
Dalam membangun teorinya tentang posisi pembaca, Sara Mills mendasarkan pada teori ideologi yang dikemukakan oleh Althusser. Inti dari gagasan Althusser adalah mengkombinasikan teori Marxis dan psikoanalisis . Ada dua gagasan Althusser yang dipakai oleh Mills. Pertama, gagasan Althusser mengenai interpelasi yang berhubungan dengan pembentukan subjek ideologi dalam masyarakat. Kedua, mengenai kesadaran, dimana individu ditempatkan sebagai subjek dalam tata sosial,maka kesadaran berhubungan dengan penerimaan individu tentang posisi – posisi itu.
Seperti dikutip Eriyanto dalam buku (Ibid:190) :
“ Dalam teks cerita realis, misalnya teks memberikan suara dominan, pembaca diberikan instruksi tentang posisi dan karakter dalam teks dan posisi yang harus diambil”.
Menurut Sara Mills, dengan memakai analisis Althusser dalam Eriyanto (2001:211). Secara umum,ada dua hal yang diperhatikan dalam analisis yang diperhatikan dalam analisis yang digunakan oleh Sara Mills, dapat dilihat dari model berikut ini :
(66)
Tabel 2.2 Kerangka Analisis Model Sara Mills
TINGKAT YANG INGIN DILIHAT
Posisi Subjek-Objek Bagaimana peristiwa dilihat dan dari kecamata
siapa peristiwa dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek). Siapa yang diposisikan sebagai (objek). Apakah masing-masing actor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah
kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh
kelompok / orang lain. Apakah masing-masing actor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok orang lain.
Posisi Penulis-Pembaca Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks.
Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasi dirinya.
(67)
2.1.6. Tinjauan Tentang Novel
2.1.6.1. Pengertian Novel
Novel adalah cerita berbentuk prosa yang menceritakan kehidupan manusia. Novel menceritakan kejadian yang luar biasa yang melahirkan konflik yang pada akhirnya melahirkan perubahan nasib para pelakunya dengan uraian-uraian yang sederhana.1
Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut dengan novelis. Kata novel
berasal dari bahasa Italia yaitu novella yang berati ‘sebuah kisah, sepotong berita’.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar karena daya tarik komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebagai bacaan novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan.
Beberapa sastrawan memberikan batasan atau definisi novel. Batasan atau definisi yang diberikan berbeda-beda sesuai sudut pandang yang digunakan. Definisi-definisi itu antara lain adalah sebagai berikut :
1. Novel adalah bentuk sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar karena daya komunitasnya yang luas pada masyarakat (Jakob Sumardjo)
2. Novel adalah bentuk karya sastra yang didalamnya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral dan pendidikan (Nurhadi, Dawud, Yuni Pratiwi, Abdul Roni).
(68)
3. Novel merupakan karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu :
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena sangat berpengaruh dalam kehadiran sebuah karya sastra (Rostamaji dan Agus Prianto)
4. Novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsi (Paulus Tukam)
2.1.6.2. Unsur-Unsur Novel
Novel mempunyai unsur-unsur yang terkandung didalamnya, yaitu :
1. Unsur Intrinsik, terdiri dari :
a. Tema
Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel.
b. Setting
Setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita. Seting meliputi waktu, tempat dan sosial budaya.
c. Sudut Pandang
(69)
1. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-kata sendiri.
2. Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, dan lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.
3. Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri diluar cerita, serba melihat, serba mendengar dan
serba tahu. Pengarang melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.
d. Alur atau Plot
Alur atau plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur dibedakan menjadi 2 bagian yaitu alur maju (progesif). Alur maju
yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung (Paulus Tukan)
e. Penokohan
Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, lingkungan tempat tinggal. (Rustamaji dan Agus Priantoro)
(70)
f. Gaya Bahasa
Merupakan gaya yang dominan dalam sebuah novel (Rustamaji dan Agus Priantoro)
2. Unsur Ekstinsik
Unsur ini meliputi latar belakang penciptaan, sejarah, biografi pengarang dan lain-lain diluar unsur instrinsik. Unsur-unsur yang ada diluar tubuh karya sastra. Perhatian terhadap unsur-unsur ini akan membantu keakuratan penafsiran isi suatu karya sastra (Rustamaji dan Agus Priantoro)
2.1.6.3. Novel Agung Webe
Novel yang diangkat oleh peneliti adalah novel Diary Pramugari : Seks, Cinta & Kehidupan ,Karya Agung Webe. Penerbit : Pencetakan Pohon Cahaya,2011,Yogyakarta. Segmen untuk pria dan wanita.
Peneliti memilih novel Diary Pramugari : Seks, Cinta & Kehidupan, Karya Agung Webe dikarenakan di dalam novel ini menceritakan tentang seorang pramugari yang adalah seorang perempuan. Tetapi mengapa harus ditulis oleh seorang pria (Agung Webe) ? Jika penulisnya seorang pria,maka tentunya pada saat menceritakan tokoh pramugari ini, Agung Webe menuangkan pemikirannya, merepresentasikan seorang perempuan dalam sudut pandangnya sebagai seorang pria.
Maka dari itu, peneliti menaruh kecurigaan pada Agung Webe,mengapa memilih menulis tentang perempuan, dan mengapa harus profesi pramugari
(71)
yang diangkat kedalam cerita? Selain itu, timbul pertanyaan dalam benak peneliti,apakah novel karya Agung Webe ini ditunjukkan untuk pembaca wanita, pria, atau keduanya? Dan tujuan Agung Webe mengupas permasalahan kehidupan pramugari dalam sebuah karya tulis novel.
2.1.7. Tinjauan Tentang Perempuan Dan Gender
2.1.7.1. Pengertian Perempuan
Kata perempuan mengandung pengertian yang cukup tinggi, tidak
dibawah tetapi sejajar. Secara Etimologis, kata perempuan berasal dari kata puan yang berarti tuan, orang yang mahir/berkuasa ataupun kepala atau paling besar dari kat/err – maka dikenal cerita tentang empu jari, empu gending – orang yang mahis mencipta tembang (KBBI, 1988-670). Jadi perempuan merupakan seorang yang melakukan sesuatu. Kata perempuan juga berakar kuat/erat dari kata empuan atau puan yang artinya sapaan hormat pada perempuan. Sedangkan kata wanita berasal dari bahasa jawa “wani ditata” yang artinya orang bisa diatur, dan dalam bahasa Sansekerta “wan, ita” yang berarti dinafsui.
2.1.7.2. Pengertian Gender
Flax, dalam Nicholson (1990:45; Fakih, 2006:8)
“Gender mengacu pada suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.”
(72)
(Fakih, 2006:8-9; Abdullah, 2000).
“Konsep gender dibedakan dengan seks, yang mengacu pada
perbedaan jenis kelamin yang bersifat biologis, walaupun jenis
kelamin laki-laki sering dikaitkan dengan gender maskulin dan
jenis kelamin perempuan berhubungan dengan gender feminine.”
Peran perempuan dalam aspek kehidupan saat ini telah menjadi
bahan kajian dalam pembangunan yang lebih dikenal dengan kajian gender.
Ann Oakley yang dikutip oleh Budi Shanti bahwa gender adalah:
“Perbedaan yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan, karena secara permanen berbeda”.
Mansour Fakih (1999:37).
“Gender adalah behavioral differences antar laki-laki dan
perempuan yang socially constructed yakni perbedaan yang bukan
kodrat melainkan diciptakan oleh baik kaum laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang”.
Gender tidak diperoleh sejak lahir tetapi dikenal melalui proses
sosialisasi dari masa anak-anak hingga dewasa. Dalam The Social Origins
of The Sexual Division of Labour (Lovenduski, dkk, 1993). dinyatakan bahwa:
“ Kelaki-lakian dan Keperempuanan tidak bersifat biologis melainkan lebih merupakan hasil dari sebuah proses sejarah yang panjang”.
(73)
Oleh karena itu gender itu berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas ke kelas. Pada akhirnya Harmona Daulay (2007:3) dapat menyimpulkan bahwa:
” Gender merupakan konsepsi yang mengharapkan kesetaraan status dan peranan antara laki-laki dan perempuan”.
2.1.8. Tinjauan Tentang Seks
2.1.8.1. Pengertian Seks
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki, yang sering disebut jenis kelamin yaitu penis untuk laki-laki dan vagina untuk perempuan. Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural. Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi dan dorongan seksual (BKKBN, 2006).
2.1.8.2. Pengertian Seks Bebas
Pengertian seks bebas menurut Kartono (1977) :
”Merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, dimana kebutuhan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam masyarakat.”
Sedangkan menurut Desmita (2005) ,pengertian seks bebas adalah:
“Segala cara mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual yang berasal dari kematangan organ seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual, tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum
(1)
Subjek - teks (tokoh Igo)
-memposisikan objek sebagai cerminan dari feminisme, karena semua unsur seksualitas, gender, subordinat melekat pada diri objek.Penulis-peneliti
-peneliti memandang bagaimana penulis novel memposisikan dirinya sebagai pramugari dari sudut
pandang perempuan bukan terpengaruh perspektif cara pandangnya sebagai laki-laki.
Objek- perempuan
- Direpresentasikan oleh subjek sebagai penggambaran
perempuan cantik dalam
perspektif laki-laki, & feminisme telah membuat objek terbelenggu oleh budaya patriarkhi.
Pembaca
-diposisikan dengan melihat
permasalahan dari sudut pandang subjek & kata ganti orang pertama
“aku” menuntun pembaca seolah menjadi posisi subjek. Sehingga pembaca ikut masuk dlm wacana melihat apa yg terjadi pada objek.
(2)
“
Kadang-kadang aku merasa gede rasa
karena sering dikatakan cantik. Aku
melihat ke cermin. Dari kulitku yang
dikatakan kuning mulus seperti kulit
China, padahal aku Jawa asli.
”
Objek
-terjebak dalam budaya patriarkhi -perempuan=feminin
-objek merepresentasikan
kecantikan berdasarkan fisik(apa yg pertama dilihat mata)
Tangan Igo mulai memegang tanganku. Aku ingin melepaskannya tapi tak bisa. Igo memegang tanganku dengan kuat.
“Gue tidak mau keduluan oleh laki-laki lain. Elu wanita sempurna Jingga.
Kulitmu,tubuhmu,betismu,semua indah. Sungguh Jingga,elu cantik sekali.”
Igo mendekatkan wajahnya ke wajahku. Terlihat sekali matanya nanar karena nafsu.
“Jingga,ini malam kita berdua.”
“Bangsat!!...Bangsat kau Igo!!”
“Jangan berontak. Pemberontakanmu sia-sia. Tidak
akan ada yang dengar. Kalau elu mau menikmatinya,elu akan merasakan
(3)
KESIMPULAN
Subjek-Objek
Penulis-Pembaca
-Teks
dalam novel sebagai
subjek.
-
objek (Jingga) sebagai sosok perempuan
ditampilkan dalam sebuah teks cerita, bukan
menampilkan dirinya sendiri.Objek pada teks
novel ini sering kali menjadi
bagian pelengkap
subjek
(teks dalam perspektif penulis laki-laki)
Pembaca diposisikan dengan melihat permasalahan dari sudut pandang subjek (teks dalam novel, dengan perspektif penulis sebagai laki-laki), sedangkan kata ganti orang pertama “aku”
,akan menuntun pembaca menjadi subjek. Penulis memposisikan penulis novel ke dalam
(4)
SARAN
Masyarakat
Peneliti
Selanjutnya
Perempuan harus bisa
memposisikan dirinya agar tidak
lagi menjadi subordinat dibawah
pengaruh patriarki.
Pembaca harus kritis & bisa
memposisikan dirinya sebagai
penulis & sebagai pembaca
mampu menjabarkan secara lebih spesifik keterkaitan antara wacana dengan analisis sehingga mampu
menjadi sebuah literatur yang berguna bagi peneliti berikutnya.
(5)
Lokasi penelitian
dilakukan di Kota Bandung,
Jawa Barat.
Waktu Penelitian
dilakukan selama 6 bulan,
yaitu terhitung sejak
Februari s/d Juli 2013.
(6)