dalam tubuh, maka syaratnya adalah tubuh harus bersikap relaks dan tenang, agar penampilannya tidak kaku, sehingga penampilan dari penyaji pertunjukan musik
akan nampak hidup dan tidak membosankan serta dapat dinikmati dengan sempurna. Mengekspresikan sebuah karya musik, kita harus dapat menjiwai dan
meresapi isi dari karya musik tersebut. Kesimpulan dari bentuk ekspresi musikal adalah ungkapan fikiran dan
perasaan seseoranggrup melalui sikap seluruh pribadi seorang seniman, penyanyi atau pemain musik sehingga membuat suatu lagu men
jadi “kelihatan”.Sikap badan, sikap tangan, serta ungkapan wajah seseorang atau beberapa penampil
dalam sebuah penyajian musik akan melengkapi secara visual apa yang mereka sampaikan dalam formasi nada-nada baik dari tempo, dinamik, dan warna nada
dari unsur-unsur pokok musik.
2.6 Seni Pertunjukan
Kusmayati 2000: 75 berpendapat bahwa seni pertunjukan adalah aspek- aspek yang divisualisasikan dan diperdengarkan.Aspek-aspek tersebut menyatu
menjadi satu keutuhan di dalam penyajiannya yang menunjukkan suatu intensitas atau kesungguhan ketika diketengahkan sebagai bagian dari penopang perwujudan
keindahan, yang juga merupakan bagian dari ekspresi. Para penyaji pertunjukan haruslah menyadari hal ini, supaya pertunjukan yang dilakukan akan semakin
optimal dan penonton mengerti apa yang ingin disampaikan oleh penyaji. Aspek-aspek seni pertunjukan terdiri atas:1 Gerak, gerak adalah media
ungkap seni pertunjukan yang merupakan salah satu pilar penyangga wujud seni pertunjukan yang dapat terlihat sedemikian kuat terangkat. Gerak berdampingan,
suara atau bunyi-bunyian merupakan cara-cara yang dipergunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran yang kemudian ditransformasikan
melalui abstraksi dan distorsi gerak Kusmayati, 2000: 76;2Suara, suara juga merupakan unsur penting dalam sebuah pementasan, dimana seorang seniman,
penyanyi atau pemain musik akan menyampaikan isi hatinya atau maksudnya melalui media audio yang kental;3 Rupa, rupa pada sebuah peristiwa
divisualisasikan melalui beberapa aspek yang menunjang perwujudannya. Warna turut mengambil bagian dalam sebuah pertunjukan serta dalam tata rias dan
busana yang dikenakan Kusmayati, 2000: 91-96.Fungsi tata rias adalah untuk mengubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang diperankan, untuk
memperkuat ekspresi dan menambah daya tarik pada penampilannya; dan4 Pelaku, pelaku dalam sebuah pertunjukan seni merupakan aspek terpenting. Tanpa
adanya pelaku sebuah tontonan seni tidak akan berjalan, karena yang dapat memvisualisasikan ekspresi yang ingin disampaikan seniman pencipta sebuah
karya musik kepada audien adalah pelaku pertunjukan musik.
2.7 Tunarungu
2.7.1 Pengertian Tunarungu Istilah tunarungu diambil dari kata tuna dan rungu. Tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar. Pernyataan tersebut dapat
diartikan, tunarungu adalah istilah yang umum yang menunjukan kesulitan mendengar baik ringan maupun berat Permanarian, 1996: 26.
2.7.2 Karakteristik Anak Tunarungu Sebagai dampak dari gangguan pendengaran, anak tunarungu mempunyai
karakteristik yang khas. Berikut ini diuraikan karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, emosi dan sosial.
1. Karakteristik Segi Intelegensi
Pada umumnya anak tunarungu mempunyai intelegensi normal atau rata- rata. Hal yang mempengaruhi perkembangan intelegensinya adalah perkembangan
bahasa, maka akan menampakkan intelegensi yang rendah disebabkan kesulitan memahami bahasa.
2. Karakteristik Segi Bahasa dan Bicara
Anak tunarungu tidak dapat mendengar bahasa dan kemampuan berbahasanya tidak akan berkembang bila ia tidak dididik dan dilatih secara
khusus. Perkembangan selanjutnya, bahasanya akan jauh tertinggal dibanding dengan anak normal.
3. Karakteristik Segi Emosi dan Sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dari pergaulan sehari- hari yang akibatnya dapat menimbulkan efek negatif. Sesuatu yang muncul seperti
egosentrisme yang melebihi anak normal dan ketergantungan terhadap orang lain akan membentuk karakteristik anak tersebut. Perhatian mereka susah dialihkan
mereka lebih mudah marah dan tersinggung Permanarian, 1996:35-38. 2.7.3 Jenis Ketunarunguan
Klasifikasi anak tunarungu antara lain: 1 0 dB yang menunjukkan pendengaran yang optimal; 2 0 dB
– 26 dB yang menunjukan sesorang masih
mempunyai pendengaran normal; 3 27 dB – 40 dB yang mempunyai kesulitan
pendengaran bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan memerlukan terapi berbicara tunarungu; 4 41 dB
– 55 dB yang mengerti bahasa percakapan, membutuhkan alat bantu dengar, dan tyerapi bicara
tunarungu ringan; 5 56 dB – 70 dB yang hanya bisa mendengar suara dari
jarah dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bisa menggunakan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus tunarungu agak
berat; 6 71dB – 90 dB yang hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat,
kadang diangap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif tunarungu berat; dan 7 Lebih dari 91 dB yang mungkin sadar adanya bunyi dan getaran,
banyak bergantung pada penglihatan dari pada pendengaran untuk proses penerimaan informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli tunarungu berat
sekali Permanarian, 1996:27. 2.7.4 Penyebab Ketunarunguan
Faktor-faktor penyebab ketunarunguan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Faktor dari dalam anak, misalnya faktor keturunan atau genetik, atau ibu yang
sedang mengandung menderita penyakit Rubella atau menderita keracunan darah, yang hal tersebut mempengaruhi alat pendengaran janin dan anak
tersebut akan terlahir dalam keadaan tunarungu. 2.
Faktor dari luar anak, seperti anak mengalami infeksi saat dilahirkan, radang selaput otak, radang telinga bagian tengah atau penyakit lain yang dapat
menyebabkan kerusakan alat pendengaran bagian tengah dan dalam, bisa juga disebabkan karena kecelakaan Permanarian, 1996:33-34.
35
BAB 3 METODE PENELITIAN