METODOLOGI Pemanfaatan Kitosan dari Cangkang Udang Sebagai Matriks Penyangga pada Imobilisasi Enzim Protease

3. METODOLOGI

3.1. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari enzim papain dan enzim bromelin komersial, glutaraldehid Sigma serta kulit udang sebagai bahan baku pembuatan kitosan yang diperoleh dari daerah Muara Baru, Jakarta Utara. Bahan kimia yang digunakan pada pembuatan matriks kitosan adalah NaOH, HCl dan akuades. Bahan kimia yang digunakan untuk uji aktivitas protease antara lain larutan NaOH 1 M, buffer borat 0,01 M pH 8, kasein 2 bv, larutan tirosin standar 5 mM, larutan TCA 0,1 M, Na 2 CO 3 0,4 M, folin ciocalteau. Bahan- bahan kimia yang digunakan untuk uji protein protease kasar antara lain Bovine Serum Albumin BSA sebagai standar protein, coomasie brilliant blue G-250, asam fosfat 85 dan etanol 95. Alat yang digunakan selama penelitian terdiri dari botol film, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas piala, beaker glass, inkubator, spektrofotometer, sentrifuse, pipet mikro, pipet volumetrik, bulp, alumunium foil, timbangan analitik, vortex, autoklaf, refrigerator dan kompor elektrik. 3.2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan dilanjutkan dengan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan membuat matriks kitosan dari cangkang udang dan dilanjutkan dengan mengukur kadar proksimat, derajat deasetilasi dan viskositas dari kitosan yang dihasilkan. Penelitian utama adalah proses imobilisasi enzim protease dengan menggunakan matriks kitosan berdasarkan metode Stanley et al. 1975 yang kemudian dilanjutkan dengan menguji aktivitas protease, uji protein dari enzim bebas dan enzim terimobil. 3.2.1. Pembuatan kitosan Proses pembuatan kitosan secara garis besar terdiri dari tiga tahap yaitu demineralisasi, deproteinasi dan deasetilasi. Pertama-tama limbah udang dicuci, langsung dikeringkan dan kemudian dihancurkan. Proses berikutnya adalah demineralisasi dengan melarutkan cangkang udang ke dalam HCl 1 N dengan perbandingan 1:7 pada suhu 90 o C selama 1 jam, kemudian dipisahkan dan dicuci dengan menggunakan akuades hingga pH netral. Proses deproteinasi dilakukan dengan menambahkan NaOH 3,5 N dengan perbandingan 1:10 pada suhu 90 o C selama 1 jam, kemudian dilakukan pencucian menggunakan akuades dan disaring. Proses ini menghasilkan kitin. Kitin yang diperoleh, kemudian dideasetilasi menggunakan NaOH 50 dengan perbandingan 1:20 pada suhu 140 o C selama 2 jam, kemudian dipisahkan dan dicuci dengan akuades hingga pH netral, selanjutnya dijemur dan akhirnya terbentuklah kitosan dalam bentuk serbuk. Diagram proses pembuatan kitosan dapat dilihat pada Gambar 6. 3.2.2. Imobilisasi enzim Imobilisasi Enzim dilakukan berdasarkan metode Stanley et al. 1975 dengan modifikasi buffer. Imobilisasi enzim dilakukan dengan menggunakan pereaksi glutaraldehid dan 2 jenis enzim protease serta matriks kitosan dengan berbagai perlakuan. Imobilisasi enzim dilakukan dengan cara mencampurkan 2 ml larutan enzim bv pada berbagai perlakuan kitosan yang telah ditambahkan 2 ml buffer borat pH 8. Campuran diaduk biasa dan disimpan selama 15 menit pada suhu 4-5 o C. Campuran kemudian ditambahkan glutaraldehid konsentrasi 1 hingga total konsentrasi dalam campuran adalah 0,1. Campuran dibiarkan pada suhu ruang selama 30 menit, untuk selanjutnya disimpan pada refrigerator selama 18 jam. Enzim terimobil selanjutnya dicuci dengan akuades selama 30 menit dan kemudian direndam dalam larutan NaCl 3 M selama 2 jam, selanjutnya dicuci kembali dengan akuades selama 30 menit. Proses pencucian terakhir ini akan menghasilkan enzim terimobil semi basah. Enzim terimobil dapat dikeringkan untuk penyimpanan dengan menggunakan freeze dryer selama 8,5 jam. Skema proses imobilisasi enzim dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 6. Skema proses ekstraksi kitosan Suptijah et al. 1992 Pencucian Pengeringan Penghancuran dengan blender Penyaringan dan pencucian Demineralisasi 90 o C, 1 jam HCl 1 N 1:7 Bahan baku Penyaringan dan pencucian Pencucian Pengeringan Deproteinasi NaOH 3,5 1:10 90 o C, 1 jam Deasetilasi N-asetil-kitin+NaOH NaOH 50 1:20 120-140 o C, 1 jam KITOSAN Gambar 7. Skema imobilisasi enzim metode Stanley et al. 1975 Pengadukan biasa sampai rata Penyimpanan dalam refrigerator selama 15 menit Glutaraldehid 1 ditambahkan hingga total konsentrasi dalam campuran 0,1 Dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit Penyimpanan dalam refrigerator selama 15 jam Pencucian dengan akuades selama 30 menit Pencucian dengan akuades selama 30 menit Perendaman dalam larutan NaCl 3 M selama 2 jam Pengeringan dengan freeze dryer selama 8, 5 jam Enzim terimobilisasi kering Enzim terimobilisasi semi basah 2 ml larutan enzim + 2 ml larutan buffer borat pH 8 + perlakuan kitosan 3.3. Metode Analisis Kitosan yang telah dihasilkan pada penelitian pendahuluan diuji mutunya. Uji mutu kitosan ini meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, derajat deasetilasi dan uji viskositas. Kitosan yang telah diuji mutunya kemudian diaplikasikan sebagai matriks penyangga proses imobilisasi enzim pada penelitian utama. Enzim terimobil dianalisis secara kualitatif yang meliputi uji aktivitas enzim dan uji protein untuk menentukan aktivitas spesifik enzim terimobil. 3.3.1. Kadar air AOAC 1995 Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan porselin kosong dikeringkan pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian cawan tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya A gram. Cawan yang telah ditimbang tersebut diisi dengan sampel sebanyak 5 gram dan ditimbang beratnya B gram. Cawan yang sudah berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 o C sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung berdasarkan persamaan: Kadar air = 100 A - B × contoh berat Keterangan : A = berat cawan + contoh kering g B = berat cawan + contoh basah g 3.3.2. Kadar abu AOAC 1995 Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 105 o C, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 1 g ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar diatas kompor listrik sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan dalam tanur pengabuan dengan suhu 650 o C selama 5 jam. Cawan didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus: Kadar abu = 100 abu berat × sampel berat 3.3.3. Kadar protein AOAC 1995 Sampel 0,5 g dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 ml, lalu ditambahkan kjeltab dan 2,5 ml H 2 SO 4 pekat. Contoh didestruksi sampai cairan berwarna hijau bening. Campuran tersebut dibiarkan sampai dingin, kemudian dipindahkan ke alat destilasi. Labu Kjeldal yang telah digunakan dicuci dengan akuades. Air cucian tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH pekat sampai berwarna coklat kehitaman, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml H 3 BO 3 dan indikator metilen blue, lalu dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai berubah menjadi warna pink. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan persamaan di bawah ini: Kadar Nitrogen = 100 007 , 14 × × × − sampel mg HCl N blanko ml HCl ml 3.3.4. Derajat deasetilasi diacu dalam Suptijah et al. 1992 Kitosan sebanyak 2 gram dilarutkan dalam 200 ml asam asetat 2. Larutan tersebut dikeringkan dalam suhu kamar di atas “glass plate”, kemudian ditambahkan sodium hidroksida 1 N untuk menetralkan asam asetat yang telah ditambahkan sebelumnya dan dicuci dengan air bersih. Derajat deasetilasi diukur dengan spektrofotometer inframerah IR-408. Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektrofotometer. Puncak tertinggi P o dan puncak terendah P dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus: A = P Po Log dimana : P o = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1.655 cm -1 atau 3.450 cm - P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang gelombang 1.655 cm -1 atau 3.450 cm -1 Perbandingan absorbansi pada 1.655 cm -1 dengan absorbansi 3.450 cm -1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan 1,33. Pengukuran absorbansi pada puncak yang berhubungan dengan nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus: N-deasetilasi =       ×       × 100 33 . 1 1 450 . 3 655 . 1 A A 3.3.5. Viskositas Sophanodora, Benjakula 1993 Kitosan sebanyak 2 gram dilarutkan dalam 200 ml asam asetat 2 . Larutan kitosan ini kemudian diukur nilai viskositasnya dengan menggunakan viskosimeter rotari model BM. Rotari yang digunakan adalah rotari no 2 dengan menggunakan kecepatan putaran 60 rpm. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoise cps. Viskositas dihitung dangan menggunakan rumus : Viskositas cP = Nilai terukur x Konstanta R-2, V 60 rpm Nilai konstanta rotari no 2 pada putaran 60 rpm adalah 5. 3.3.6. Penentuan aktivitas protease Bergmeyer, Grassl 1983 Menurut prosedur pengukuran aktivitas enzim ini, pereaksi trikloroasetat TCA digunakan untuk mengendapkan sisa protein substrat yang tidak sempat terurai. Pereaksi folin digunakan untuk memberikan warna yang dapat dipantau dengan spektrofotometer sinar tampak. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease ini secara berurutan terdiri atas tiga tahap. Setiap sampel memerlukan tabung reaksi masing-masing untuk blanko, standar dan sampel. Pembuatan pereaksi yang digunakan pada uji ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahap pertama, ke dalam ketiga tabung reaksi masing-masing dimasukkan 0,25 ml buffer borat 0,01 M dengan pH 8, substrat kasein 0,25 ml. 0,05 ml campuran enzim dimasukkan ke dalam tabung sampel, sedangkan pada tabung standar dimasukkan 0,05 ml larutan standar 5mmoll. Akuades sebanyak 0,05 ml dimasukkan sebagai larutan blanko. Ketiga tabung selanjutnya diinkubasi pada suhu 50 o C suhu optimum bromelin atau 55 o C suhu optimum papain selama 10 menit. Tahap kedua dilakukan setelah inkubasi pertama. Setiap tabung ditambah dengan 0,5 ml TCA 0,1 M. Tabung blanko dan standar ditambah dengan campuran enzim sebanyak 0,05 ml, sedangkan pada tabung sampel ditambah akuades 0,05 ml. Keseluruhan tabung reaksi diinkubasi kembali selama 50 o C selama 10 menit yang selanjutnya disentrifuse pada 5000 rpm selama 10 menit. Tahap ketiga dilakukan dengan mengambil 0,375 ml filtrat hasil sentrifuse. Masing-masing ditambah dengan 1,25 ml larutan Na 2 CO 3 0,4 M dan folin 0,25 ml. Tabung sampel, standar dan blanko diinkubasi kembali pada 50 o C selama 20 menit, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 578 nm. Prosedur dapat dilihat pada Tabel 5. Pengukuran nilai aktivitas enzim protease dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : T 1 P A - A A - A U bl st bl sp × × = Keterangan : U = unit aktivitas dalam IU Internasional Unit per menit A sp = nilai absorbansi sampel A bl = nilai absorbansi blanko A st = nilai absorbansi standar tirosin P = faktor pengenceran T = waktu inkubasi menit Tabel 5. Prosedur pengukuran aktivitas protease No Pereaksi Sampel ml Blanko ml Standar ml 1 Bufer borat 0,01 M pH 8 0,25 0,25 0,25 2 Substrat kasein 2 pH 8 0,25 0,25 0,25 3 Enzim 2 mmoll 0,05 - - 4 Tirosin standar - - 0,05 5 Air suling - 0,05 - 6 Inkubasi pada suhu 50 o C selama 10 menit 7 TCA 0,2 M 0,5 0,5 0,5 8 Air suling 0,05 - - 9 Enzim 2mmoll - 0,05 0,05 10 Inkubasi pada suhu 50 o C selama 10 menit, sentrifuse 10000 rpm 11 Filtrat 0,375 0,375 0,375 12 Na 2 CO 3 1,25 1,25 1,25 13 Pereaksi folin 1:2 0,25 0,25 0,25 14 Inkubasi pada suhu 50 o C selama 20 menit, baca absorbansi pada panjang gelombang 578 nm 3.3.7. Analisis konsentrasi protein protease kasar Bradford 1976 Konsentrasi protein ditentukan melalui metode Bradford 1976 dengan menggunakan Bovine Serum Albumin sebagai larutan standar protein. Konsentrasi awal larutan Bovine Serum Albumin adalah 2 mgml. Konsentrasi standar protein BSA tersebut kemudian dibuat menjadi 0,01 hingga 0,3 mgml. Komposisi serial konsentrasi standar protein dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komposisi larutan standar metode Bradford No. tabung Volume larutan BSA ml Volume akuades ml Konsentrasi protein mgml 1 1,5 8,5 0,3 2 1,0 9,0 0,2 3 0,6 9,4 0,1 4 0,4 9,6 0,08 5 0,3 9,7 0,06 6 0,2 9,8 0,04 7 0,15 9,85 0,03 8 0,10 9,9 0,02 9 0,06 9,94 0,01 Sumber : Bradford 1976 Masing-masing konsentrasi standar protein diambil sebanyak 60 ì l dan ditempatkan pada tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 3 ml pereaksi Bradford. Skema pembuatan larutan Bradford dapat dilihat pada Lampiran 2. Campuran dihomogenkan selama 5 menit kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi dan konsentrasi protein dari standar BSA diplotkan pada grafik Cartesius dengan konsentrasi sebagai absis sumbu X dan absorbansi sebagai ordinat sumbu Y, kemudian ditentukan persamaan garis regresinya. Kurva tersebut dijadikan sebagai standar untuk menentukan konsentrasi protein sampel. 3.4. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL faktor tunggal dengan dua kali ulangan. 3.4.1. Perlakuan Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini terdiri dari 1 perlakuan yaitu perlakuan kitosan. Perlakuan kitosan terdiri dari 11 taraf yaitu K tanpa kitosan, K 1 kitosan 0,1 g, K 2 kitosan 0,2 g, K 3 kitosan 0,3 g, K 4 kitosan 0,4 g, K 5 kitosan 0,5 g , K 6 kitosan 0,6 g, K 7 kitosan 0,7 g, K 8 kitosan 0,8 g, K 9 kitosan 0,9 g dan K 10 kitosan 1 g. 3.4.2. Rancangan Model yang digunakan dari rancangan percobaan adalah Steel, Torrie 1991 : y ij = µ + λ i + ε ij y ij = Hasil pengamatan pada perlakuan kitosan ke i ulangan ke j µ = Pengaruh rata-rata umum λ i = Pengaruh perlakuan kitosan ke-i ε ij = Pengaruh acak dari sisaan satuan percobaan oleh ulangan ke-j pada perlakuan kitosan ke-i Diharapkan dengan rancangan tersebut dapat diketahui pengaruh perlakuan kitosan terhadap besarnya aktivitas enzim terimobil. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rancangan acak lengkap dan selanjutnya untuk mengetahui perlakuan yang memberikan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji beda nyata jujur atau uji Tukey dengan formula Steel, Torrie 1991 : W = q á p, ƒ e S• dimana : q á = Taraf nyata yang diperoleh dari tabel wilayah. p = t adalah jumlah perlakuan f e = Derajat bebas galat S y = S 2 r 12 3.4.3. Hipotesis H = Perlakuan kitosan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim. H 1 = Perlakuan kitosan memberikan pengaruh yang nyata terhadap aktivitas enzim.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN