PENDAHULUAN Keragaman dan Struktur Genetik Populasi Jati Sulawesi Tenggara Berdasarkan Marka Mikrosatelit

2 Sementara penanaman jati memerlukan investasi yang tinggi serta membutuhkan waktu yang lama yaitu 60 tahun dan produksi optimumnya pada umur 80 tahun. Sejalan dengan alternatif pemecahan masalah mengenai informasi potensi keragaman genetik jati yang tersebar di seluruh kawasan Indonesia maka diperlukan penelitian yang nantinya dapat digunakan oleh para pemulia jati untuk meningkatkan potensi produksi jati sekaligus mengkonservasi hutan jati yang keberadaanya terancam punah. Untuk konservasi dan program pemuliaan jati diperlukan informasi keragaman genetik, struktur populasi genetik, serta aspek dinamik gene flow dan sistem perkawinannya. Sekarang ini terdapat beberapa metode molekular yaitu berdasarkan polimorfisme DNA dalam memperoleh informasi keragaman genetik, struktur populasi genetik serta aspek dinamik populasi genetik akibat adanya migrasi gen gene flow yang disebabkan oleh perpindahan serbuk sari dan biji serta model sistem perkawinan. Metode molekular tersebut dikenal sebagai penanda atau marka genetik pada tingkat DNA seperti RAPD, RFLP, AFLP dan mikrosatelit. Keuntungan marka DNA adalah kemampuannya dalam menyediakan penanda polimorfisme pola pita DNA dalam jumlah banyak, akurasi yang tinggi dan tidak dipengaruhi lingkungan. Marka mikrosatelit dibuat berdasarkan jumlah sekuen DNA sederhana yang berulang-ulang sehingga sering disebut juga dengan simple sequence repeat SSR, merupakan salah satu penanda DNA yang menggunakan prinsip kerja reaksi polimerisasi berantai dengan menggunakan mesin PCR Polymerase Chain Reaction , yang dapat mengamplifikasi sekuen DNA tertentu secara in vitro. Sekarang ini mikrosatelit menjadi salah satu marka yang paling banyak digunakan secara luas untuk pemetaan genetik, analisis keragaman, dan studi evolusi Temnykh et al., 2000. Penggunaan penanda mikrosatelit mempunyai beberapa keunggulan dibanding marka lainnya seperti 1 bersifat kodominan, 2 polimorfisme tinggi, 3 lokus tersebar merata dalam genom dan dalam jumlah sangat banyak, dan 4 dideteksi berbasis PCR sehingga diperlukan DNA dalam jumlah sedikit. Marka mikrosatelit telah digunakan untuk menganalisis keragaman genetik seperti yang telah dilaporkan oleh Qian et al., 2001 pada tanaman padi juga pada 3 apel dan pear Yamamoto, 2001, mempelajari struktur populasi genetik pada kakao dan padi Goran, 2000 dan Gao, 2002, serta untuk mempelajari sistem perkawinan mating system dan gene flow pada pohon tropika Collevatti, 2001. Tujuan Penelitian Penelitian molekular genetik dengan menggunakan penanda mikrosatelit ini, bertujuan mempelajari 1 kemiripan genetik genetic similarity individu di dalam populasi tanaman jati, 2 keragaman dan struktur genetik genetic structure populasi jati dikaitkan dengan aspek dinamika dari sistem genetik, 3 sistem aliran informasi genetik gene flow melalui serbuk sari dan biji serta 4 sistem perkawinan mating system pada tanaman jati.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jati Tectona grandis Linn.f. Klasifikasi Jati Jati Tectona grandis Linn. f. adalah salah satu anggota famili Verbenaceae, Ordo Tubiflorae. Ada empat spesies yang tergolong dalam genus Tectona yaitu Tectona grandis Linn. f, Tectona hamiltoniana Wall, Tectona philippinensis Benth and Hook. f. dan Tectona abludens Hedegart, 1976. Tectona grandis mempunyai beberapa nama seperti jati Indonesia, teak Inggris, lyiu Burma, sagun India, maisak Thailand, teck Perancis, teca Brasilia, birma, sian atau java teak Jerman Samingan, 1991. Daerah Penyebaran Jati Tanaman jati merupakan tanaman asli daerah-daerah Asia Selatan dan Tenggara, yang secara alami terdapat di India, Myanmar, Thailand dan bagian barat Laos meliputi kisaran 9 o LU di India sampai 25 o LU di Myanmar dan antara 73 o sampai 104 o BT Kaosa-ard, 1986. Di Cina tanaman jati ditemukan di lembah sungai Jieyang bagian barat Yunnan dalam jumlah yang sedikit kisaran 26 o LU dan 98 o BT Kaosa-ard, 1995. Pada abad 19 jati juga mulai ditanam di daerah tropis benua Amerika seperti Trinidad dan Nicaragua. Akhir-akhir ini jati juga ditanam di Nigeria dan beberapa negara Afrika tropik lainnya Cordes, 1992. Di Indonesia jati ditemukan terutama di Jawa, Kangean, Bali dan Muna. Selain itu ditemukan pula di Buton, Maluku Wetar, Sumbawa dan Lampung berada pada posisi 7° LS dan 106° sampai 123° BT Sastrosumarto dan Suhaendi, 1985. Menurut Wepf 1954 jati di Indonesia tumbuh secara alami di Jawa dan Muna. Hutan jati di Jawa kebanyakan terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan terutama pada tanah kapur napal yang berasal dari zaman tersier di tanah- tanah rendah 0 - 500 meter di atas permukaan laut. Persyaratan tumbuh lainnya untuk jati adalah membutuhkan iklim musim yang nyata, yaitu dengan musim kemarau yang periodik. Tanah yang beraerasi baik sangat dibutuhkan oleh jenis tanaman ini, sedangkan ketinggian tempat tumbuh pada umumnya di bawah 700 meter dari permukaan laut dengan curah hujan berkisar 1200 - 3700 mm per tahun 5 Departement Kehutanan Republik Indonesia, 1992. Indonesia memiliki luas areal pertanaman jati yang relatif tinggi. Sampai tahun 1975, tercatat ada sekitar 774.000 hektar tanaman jati yang sebagian besar berada di Jawa, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, NTB, Maluku, dan Lampung Sumarna, 2001. Spesies jati di Indonesia diyakini merupakan introduksi dari India pada abad ke 14 Kaosa-ard, 1986. Walaupun demikian jati yang ada di Jawa ternyata memiliki variasi genetik yang berbeda dengan jati di India yang dianggap sebagai pusat diversitas jati. Para ahli menyatakan bahwa spesies tersebut telah beradaptasi dengan kondisi edafis dan iklim setempat sehingga membentuk vegetasi yang berbeda. Karakter Vegetatif, Generatif, dan Pembungaan Jati Karakter Vegetatif Jati adalah salah satu jenis pohon berdaun lebar. Pada kondisi tempat tumbuh yang sesuai, tinggi total dapat mencapai 30 - 40 m pada umur masak tebang 70 - 80 tahun, sedangkan pada kondisi yang kurang baik pertumbuhannya agak terhambat. Di daerah subur dengan kondisi lingkungan yang mendukung, tinggi bebas cabang dapat mencapai 15 - 20 m atau lebih dan diameter dapat mencapai 150 cm atau lebih Departemen Kegutanan Republik Indonesia, 1992; Keiding, 1985. Daun jati berukuran relatif besar, panjangnya berkisar antara 25 - 50 cm dan lebarnya 15 - 35 cm, berbentuk bulat telur dengan permukaan luar kasar. Warna daun hijau sampai hijau tua dan kedudukan pada satu tangkai saling bersilangan Keiding, 1985. Bentuk tajuk tak beraturan, menyerupai kubah, agak lebar dan termasuk jenis menggugurkan daun Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1992. Batang umumnya bulat dan lurus, batang yang besar pada umumnya berbanir dan berlekuk-lekuk; warna kulit agak kelabu muda, agak tipis dan beralur memanjang agak dalam Departemen Kehutanan Repubublik Indonesia, 1992. Bagian vegetatif lain dari pohon jati yang perlu diketahui adalah sistem perakarannya. Pada umumnya salah satu ciri dari perakaran jati adalah tidak tahan terhadap kekurangan zat asam. Menurut Soekotjo 1977, jati termasuk