12 terjadi inefisiensi dan nirakuntabilitas. Pengelolaan anggaran yang berkaitan dengan
pembangunan infrastruktur TIK masih belum terbuka dan tidak melibatkan masyarakat, untuk ikut serta terlibat mulai dari perencanaan sampai dengan realisasi dadan
pertanggungjawabannya. Pengelolaan PNBP yang dihasilkan dari sektor TIK belum mendapatkan perhatian
yang serius dari masyarakat untuk ikut terlibat dalam pengawasan, karena minimnya transparansi informasi dan dokumen-dokumen anggaran. Keterlibatan seluruh stake holder
seperti pihak pemerintah, pengusaha dan masyarajat menjadi sangat penting untuk memberikan masukan-masukan terkait kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
B. Instrumen Hukum Internasional
Perkembangan sektor telekomunikasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kebijakan di tingkat internasional. Bagaimanapun, telekomunikasi adalah sebuah sarana
yang membuat dunia menjadi borderless, sehingga diperlukan adanya kerja sama di tingkat internasional, untuk menyamakan persepsi mengenai perkembangan telekomunikasi. Selain
itu, kerja sama ini juga berperan penting untuk menyeragamkan standar telekomunikasi, sehingga menghindari kesenjangan akses telekomunikasi yang terjadi antara negara
berkembang dan negara maju akibat perbedaan dalam pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi.
Kerja sama di tingkat internasional dalam sektor telekomunikasi bisa dilihat secara utama dari dua dokumen. Dokumen pertama adalah kesepakatan multilateral yang
dihasilkan oleh Organisasi Telekomunikasi Internasional International Telecommunication Union
– “ITU”, yaitu Constitution of the International Telecommunication Union “Konstitusi ITU”, yang disahkan di Jenewa pada tahun 1992. Sedangkan dokumen yang
kedua adalah General Agreement on Trade in Services
“GATS”, yang disahkan di Maroko
pada tahun 1994. Kedua dokumen ini memberikan gambaran umum mengenai bagaimana seharusnya pelaksanaan sektor telekomunikasi dilakukan di berbagai negara.
Dalam Konstitusi ITU, misalnya, para pembuat keputusan di setiap negara harus menyadari bahwa telekomunikasi memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi
dan sosial, dengan demikian para pembuat keputusan ini harus menyediakan informasi terkait dengan kebijakan telekomunikasi.
26
ITU juga menitikberatkan pada keharusan berkembangnya telekomunikasi di negara-negara berkembang, sehingga Indonesia sebagai
negara berkembang harus juga memperhatikan perkembangan telekomunikasi. Selain itu, ITU juga menyarankan keterlibatan pihak swasta dalam sektor telekomunikasi di negara
26
Pasal 21 Konstitusi ITU
13 berkembang.
27
Hal ini didasarkan dengan fakta bahwa negara berkembang, seperti Indonesia, masih menempatkan telekomunikasi sebagai sektor yang sepenuhnya dikuasai
oleh negara. Sementara itu, GATS memiliki ketentuan tersendiri mengenai sektor telekomunikasi.
Secara khusus, GATS mencantumkan ketentuan mengenai telekomunikasi dalam lampiran tersendiri yaitu Annex on Telecommunications
“Lampiran Telekomunikasi GATS”.
Berdasarkan dokumen ini, WTO mengakui bahwa telekomunikasi memiliki peranan penting untuk sektor ekonomi lainnya, dan juga memiliki status sebagai sektor industri tersendiri.
28
Melalui GATS pula, WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menerapkan transparansi dalam pelaksanaan telekomunikasi, khususnya transparansi mengenai
informasi dan kondisi yang akan memberikan dampak pada sektor telekomunikasi, seperti tarif layanan, spesifikasi teknis, pendaftaran, perizinan, dan persyaratan lainnya.
29
C. Hukum Nasional