Tingkat proteksi dan dampak kebijaksanaan harga terhadap ekonomi perberasan Indonesia, tahun 1979-1991

I

L

TINGKAT PROTEKSI DAN DAMPAK KEBllAKSANAAN

HARGA TERHAOAP EKONOMI PERBERASAN
INDONESIA, TAHUN 1979 - 1991

OLEH
JOHNNY WALKER SITUMORANG

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
B O G O R

1995

..*-


- RINGKASAN
b

JOHNNY WALKER SITUMORANG. Tingkat Proteksi dan Dampak
Ke bijaksanaan Harga Terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia,
Tahun 1979 - 1991 (Di bawah bimbingan BUNGARAN SARAGIH,
PANTJAR SIMATUPANG, BAMBANG KUSUMANTO, dan
MUSLIMIN NASUTION).
Beras memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
Selarna era Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pkrtama (PJPT I),
pembangunan pertanian dititik-beratkan pada subsektor beras.
Pembangunan subsektor berm menyangkut pada penyehaan kebutuhan
pokok rakyat, kehidupan sebagian besar rakyat, dan penciptaan stabilitas
ekonomi dan politik.
Pembangunan subsektor berm selama PJPT I dititik-beratkan pada
penyediaan beras dalatn negeri dengan harapan terjadi peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Kebijakan pembangunannya dikenal
sebagai Program Swasembada Beras (PSB). Ddam perspektif
pembangunan ekonomi, PSB Indonesia menganut aliran strukturalis.
Aliran ini menyatakan bahwa harm ada intervensi pernerintah terhadap

ekonomi perberasan agar ketersediaan beras dan stabilitas ekonomi
terjamin.
KeblJaksanaan pemerintah mengarahkan penggunaan paket teknologi
input tinggi dan output tinggi yang dikenal dengan Panca Usahatani. Untuk
mendukung kebijaksanaan tersebut maka kebijaksanaan harga juga
diterapkan. Sehingga kebijaksanaan teknologi produksi dan harga
merupakan satu paket dalam PSB.

Sejak tahun 1984 Indonesia telah mencapai tujuan swasembada
beras. Pencapaian tujuan irli tidak dapat dipisahkan dari intervensi
pemerintah. Permasalahan dasar yang muncul adalah bagaimana dampak
intervensi pemerintah itu terhadap ekonomi perberasan. Pemecahan
masalah ini juga menjadi relevan dalam menghadapi tuntutan mekanisme
pasar bebas pada masa akan &tang.
Tulisan ini merupakan jawaban terhadap permasalahan di atas.
Untuk itu hungkapkan terlebh dahulu tingkat proteksi subsektor beras
kemudian dampak kebijakszmnaan harga dan prospek ekonomi beras.
Analisis tingkat proteksi adalah untuk mengetahui derajat intervensi
p e m e ~ t a h . Analisis dampak adalah untuk mengetahui manfaat
kebijaksanaan dan analisis prospek ekonomi adalah untuk mengetahui

kesiapan subsektor beras dalm perdagangan bebas.
Dengan menggunakan metode integratif, yaitu analisis dari input ke
output, terungkap bahwa intervensi p e m e ~ t a hselama tahun 1979 - 1991
tidak protektif terhadap petani produsen. Kebijaksanaan yang bersifat
proteksi hanya berkaitan dengan penggunaan input pupuk urea dan TSP.
Kebijaksanaan yang tidak protektif &tunjukkan oleh Tingkat Proteksi
Nominal terhadap Output (NPRO), Tingkat Proteksi Efektrf (EPR), Tingkat
Profitabilitas (PR), dan Rasio Subsidi Ekivalen (SRP) yang selalu negatif
selama tahm 1979 1991. Kebijaksanaan yang bersifat proteksi
ditunjukkan oleh Tarif Implisit (IT) yang selalu negatif.
Searah dengan hd di atas, dampak kebijaksanaan harga pup& dan
beras secara simultan mengurangi intensitas penggunaan input, yaitu pupuk
urea, TSP, dan tenaga kerja, serta pendapatan petani. Kebijaksa~laan
secara agregatif juga mengurangi penerimaan, laba, dan nilai tambah
subsektor beras. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa intervensi
pemerintah terhadap ekonorni perberasan lebih merugikan petani. Dengan

-

kata lain terjadi transfer ekonomi dari produsen ke luar produsen, yaitu

konsumen, pedagang, pemerintah, atau kemungkinan hilang dari sistem
ekonomi.
Penyebab utarna dampak negatif kebijaksanaan adalah penekanan
harga berm pada tingkat produsen. Tekanan harga beras terlihat dari harga
aktual yang selalu lebih rendah dari harga bayangan tingkat produsen. Hal
ini terkait dengan sistem yang berkembang akibat intervensi pemerintah
dimana kelembagaan menjadi restriktif terhadap petani. Kelembagaan
tersebut m&-upakanrintangan pasar dan dapat menimbulkan rente ekondmi '
yang pada gilirannya ~nenekanharga pada tingkat petani.
Meskipun petani lebth banyak dirugkan oleh kebijaksanaan, namun
ada kecenderungan tejadinya perbaikan ekonomi petani subsektor beras
selama tahun 1 979 - 1 99 1 . Hal ini ditunjukkan oleh perkembangan nilai
negatif SRP yang semakin kecil sejak tahun 1984. Perbaikan ekonomi
beras ini tampaknya sejalan dengan kebijaksanaan deregulasi dan
debirokratisasi ekonomi Indonesia sejak tahun 1984. Esensi kebijaksanaan
ini sebenarnya adalah lnenuju sistem ekonomi pasar bebas dengan semakin
berkurangnya intervensi Iangsung pemerintah dalam perekonomian.
Ekonomi perberasan Tndonesia memiliki prospek yang cukup baik
dalam perdagangan internasional. Hal ini terlihat dari efisiensi relatif
penggunaan sumberdaya domestik, yaitu Domestic Resource Cost Ratio

(DRCR) dan Domestic Resource Cost (DRC). DRCR subsektor beras
selama tahun 1979 - 1991 selalu kmiIai antara no1 clan satu. Artinya, beras
sebagai komoditas perdagangan memiliki keunggulan kompar& DRC
menunjukkan biaya swnberdaya domestik dalam rupiah selalu lebih rendah

dari nilai tukar rupiah terhadap dollar Amenka Senkat. Artinya beras
dapat menghemat devisa bila diproduksi secara domestlk atau dapat
menciptakan devisa bila beras sebagai komoditas ekspor.

Kesimpulan yang dapat ditank dari uraian di atas adalah bahwa
petani beras berada pada posisi lebih menguntungkan dalam sistem
ekonomi pasar bebas. Sesungguhnya, subsektor beras tidak akan
mengalami kesulitan besar dalam sistem perdagangan bebas dan ekonomi
global pada masa akan datang.
Implikasinya addah bahwa kebijaksanaan pembangunan pertanian,
khususnya subsektor beras, perlu ditinjau kembali. Perlu perubahan
orientasi pembangunan pertanian dari penekanan pencapaian tujuan
produksi ke arah peningkatan pendapatan petani dan nilai tambah sektorai.
Sudah saatnya kebijaksanaan berbias terhadap kepentingan petani.
Intervensi pemerintah seyogianya selalu membuat harga tingkat petani

paling tidak sama dengan harga bayangan agar kebijaksanaan lebih
bermanfaat terhadap petani.
Transfer ekonomi yang terjadi dari petani ke non-petani beras
merupakan fenomena yang menarik dalam konteks modernisasi.
Sayangnya, penelitian ini belum dapat mengungkapkan bagaimma
distribusi transfer yang terjadi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
yang lebih mendalam mengenai distribusi transfer tersebut.

SUMMARY

JOHMVY WALKER SITUMORANG. Rate of Protection and Impact
of Price Policy on Indonesian Rice Economy in 1979 - 1991
(Supervised by BUNGARAN SARAGIH, PANTJAR SIMATUPANG,
BAMBANG KUSUMANTO, and MUSLIMIN NASUTION).
Rice plays a crucial role in Indonesia's economy. During the era of
First Long-Term Development (1%69- 1994), agricultural d6veldpment is
emphasized on developing the rice subsector. This sector develoment was
considered critical since it was about the supply of people's basic need, the
livelhood of the majority of the people, and a major factor for maintaining
internal political and economic stability.

The development of the rice subsector was focused on the provision
of adequate supply of rice for domestic uses and espectedy it would follow
with improveed income and w e f i e of the farmers. Accordmgly, the
government established a program, namely Rice Self-Sufficiency Program
(RSP). In perspective of economic development, Indonesia RSP is dictated
by structuralism, in which, it is believed that government intervention in
rice economy is needed for guarantening adequate supply of rice and
economy stability.
Through this program, government have attempted promote and
introduce high input - output technology, namely Panca Usahatani. Rice
policy is also implemented to support the adoption of the new technology.
Therefore, technology and price policies become a package in RSP.

Since 1984, Indonesia has achieved the goal of RSP. Certainly,
government intervention was the major factor responsible for the
achievement. But the fundamental problem emerged is the impact of
government intervention in rice economy. Solving the problem is relevant
not only to the improvement of farmers' welfare but also to changing
economic condition due to the global economy and to enter fiee market in
the future.

This study aims at addressing the problem. Firstly,, the rate of
protection at rice subsector was assessed as to ascertain the degree of
government intervention. Next, the impact of price policy was analyzed as
to reveal the benefit of the policy. Finally, the prospect of the rice
subsector was also analyzed as to understand to what extent the subsector
prepared to deal with the era of trade liberalization.
With the integrative method, from partial to whole analysis of
intervention, the empirical results show that the government intervention
during 1979 - 199 1 was not protective to the rice farmers. This was shown
by Nominal Protection Rate on Output (NPRO), Effective Protection Rate
(EPR), and Subsidy Ratio to Producer (SRP) which is always negative.
The Policies were only protective in utilization of tradable inputs, such as
nitrogen (urea) and TSP fertilizers. This is shown bay negative value of
Implicit Tariff (IT) and tend to decrease.
Due to unprotective policies, the price policies on fertilizer and rice
reduced the intensity of use of fertilizers, labour, and the income of rice
fanners. At the same time, the policies also aggregatively reduced revenue,
profit, and added value of the rice subsector. Therefore, it can be argued
that the impact of govenunent intervention in the rice subsector have led to


significant losses in the part of the rice farmer. There has been a transfer
of economic surpluses fiom rice farmer to non-rice farmer, such as
consumers, traders, government, or posibly dead weight loss.
The major factor for negative impact of the government intervention
was the suppression of rice price at farm level. The actual price at farm
level was always below the shadow price. Government intervention was
tended to be in favor of off-farm institutions and rather restrictive towards
the farmer. The institutions hurdled the market mechanism and raise
economic rent and, in turn, contrnue to suppress prices received by the
farmers.
Eventhough rice farmers were lossing due to government
intervention during period of analysis, rice economy tended to be
improved. It was shown by negative value of SRP and decreased since
1984. It seems that the improvement was linked to the deregulation and
debureaucratization macro-policies that government has executed since
1983. Essentially, these policies have gradually opened the Indonesian
economy to fiee market mechanism and, simultaneously, attempt to
minimize government intervention.
From international trade, the rice subsector has a good prospect.
This can be seen fiom Domestic Resource Cost Ratio (DRCR) of rice

always had a value between zero and one during 1979 - 1991. Suggesting
that rice economy has a comparative advantage. Also, the Domestic
Resource Cost (DRC) of rice is lower than shadow exchange rate rupiah
(Indonesia currency) to US dollar (United Stated of America currency).
Thus, rice produced domestically not only save but also generate foreign
exchange to Indonesian economy.

The study concfuded that the free market mechanism is more
favorable to the rice farmers. Indeed, rice subsectors can enter the global
economy system and fiee market in the future.
In agricultural development, particularly rice subsector, it is the time
for the government to adjust rice policies more favoring the rice farmers.
This need that agnculbrd develapment policies to be shifted fiom more
production-oriented to farmers' income and added value oriented.
Government intervention should always lead to the improvement of farm
level prices at least equal to its shadow price in order that the policy will
benefit the farmer significantly.
The economic loss caused by government intervention on rice
economy is the economic transfer fiom the rice farmers to non-rice farmers.
This is an interesting phenomenon in modernization. Unfortunately, t h ~ s

study has not been able to reveal how fair is the transfer distributed.
Therefore, it is suggested that indepth study should be conducted to addres
the issues.

TINGKAT PROTEKSI DAN DAMPAK KEBIJAKSANAAN
HARGA TERHADAP EKONOMI PERBERASAN
INDONESIA, TAHUN 1979 - 1991

OLEH
JOHNNY WALKER SITUMORANG
EPN 89504

Disertasi disampaikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Doktor
pada

Program Studi Ekonomi Pertanian

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOCOR
BOGOR
1995

Judul

:

Tingkat Proteksi dan Dampak Kebijaksanaan
Harga Terhadap Ekonomi Perberasan
Indonesia, Tahun 1979 - 1991

Nama Mahasiswa

:

Johnny Walker Siturnorang

Nomor Pokok

:

89504

Program Studi

:

Ekonomi Pertanian

Disetujui Oleh
omisi Pembimbing

3 7
of. Dr. Ir. Bungaran Sara~ih,MEc
Ketua

"-f

Dr. Ir. Pantiar Simatu~ane.MS

9
Dr. Barnbang: Kusumanto
Anggota
ram Pascasarjana

Tanggal ~ersetujuan: 23

Desember 1995

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara, pada tanggal 23
Desember 1957, sebagai anak kedua dari 10 bersaudara dari ayahanda
Peltu Pol (Purn) Krisman Siturnorang dan ibunda Sorta Tianur boru
Lumbantobing. Penulis telah membentuk mahligai rumah tangga dengan
yang tercinta Iriana Barita Dame boru Pakpahhn sejak 20 Maret 1986.

Tuhan mengaruniai 4 orang anak yang tercinta Rosa Minerva Fransiska,
Milton Hasahatan, Ariel Diesto, dan Elita Johana Doktora yang lahir dua
minggu setelah penulis lulus ujian Doktor .
Pada pertengahan tahun 1964 penulis masuk sekolah dasar (SD)
Roma Katolik di Sibolga dan pertengahan tahun 1965 pindah ke SD
negeri 111 Tebing Tinggi Deli, lulus tahun 1970. Tahun 1973 lulus dari
Sekolah Menengah Pertama (SMP) negari I1 dan tahun 1976 lulus dari
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Tebing Tinggi Deli, Sumatera
Utara.
Tahun 1977, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Tanpa Testing. Tahun 1978, penulis diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonorni Pertanian. Tahun
1979

- 1981, penulis menjadi Asisten Luar Biasa dalam mata kuliah

Dasar-dasar Penyuluhan Pertanian, Ekonomi Umum, d m Ekonomi
Produksi. Tepat 4 tahun, penulis menyelesaikan pendidikan strata 1,
Sarjana Pertanian, dan cIiwisuda tanggal 21 Maret 1981.

Pada tahun 1982 menjadi pegawai negeri Departemen Perdagangan
dan Koperasi di Jakarta dan ditempatkan pada Sekretariat Menteri Muda
Urusan Koperasi.

Setahun kemudian (1983), bersamaail dengan

berdirinya Departemen Koperasi, penulis menetapkan karir sebagai
peneliti dan diangkat menjadr Kepala Subbagian lnformatika Usaha pada
Sekretariat Badan Penelitian d m Pengembangan Departemen Koperasi,
Jakarta.
Pada tahun 1986, demi untuk peningkatan kualitas, atas usaha
sendin mengikuti pendidrkan lanjutan Program Magister Sains bidang
Ekonorni Pertanian di Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor dan lulus tahun
1989. Pada tahun 1989 juga, mengrkuti penldikan Program Doktor
bidang Ekonomi Pertanian pada Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Bersamaan dengan itu, rnemulai kanr sebagai Pejabat Fungsional Peneliti
dengan jabatan awal Asisten Peneliti Madya. Pada Tahun 1988, jabatan
menjadi Ajun Peneliti Muda. Bertmut-turut jabatan peneliti naik menjadi
Ajun Peneliti Madya (IIId) tahun 1989, Peneliti Muda (IVa) tahun 199 1,
Peneliti Madya (IVa) tahun 1993, dan 1 Oktober 1995 Peneliti Madya

(In).
Sebagai peneliti, penulis aktif melakukan penelitian bidang sosial
ekonomi koperasi, pertanian, clan pedesaan sampai sekarang dan sebagian
besar menjadi Ketua Tim Peneliti. Tahun 1991 menjadi salah satu
pemak2dah dalam Kongres b u Pengetahuan Nasional V (KPNAS V) di
Jakarta.

- 1993 adalah anggota Tim Nasional Pengkajian
Perkoperasian. Tahun 1988 - 1991 menjadi dosen ekonorni Fakultas
Tahun 1989

Ekonomi, Universitas Kristen Indonesia, Jakarta. Tahun 1993 sampai
sekarang menjadi dosen Program Magister Manajemen (MM) pada
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Institut Pengembangan Wiraswasta
Indonesia (STE-IPWI) , J a k e . Tahun 1995 adalah dosen ekonomi
pada Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila, Jakarta dan menjadi
anggota Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi). Saat ini penulis
menjadi peneliti senior pada

Pusat Penelitian dan Pengembangan

(Litbang) Pengusaha Kecil, Badan Litbang Koperasi dan Pengusiha Recil,
Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil di Jakarta.

KATA PENGANTAR

Dalarn pembangunan sektor pertanian, sebagai bagian integral dan
pembangunan ekonomi nasional, subsektor beras mendapat prioritas
pembangunan masa Pernbangunan Jangka Pan-jang Tahap I (PJPT I) dan
juga pada masa PJPT 11. Oleh karena itu perhatian dan mobilisasi
sumberdaya terhadap sektor beras sangat besar. Tujuan pembangunan
sektor beras adalah peningkatan produksi yang ditempuh melalui program
swasembada beras nasional dengan harapan pada gilirannya terjadi
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Untuk itu berbagai
kebijaksanaan telah diterapkan selama ini.
Sejak tahun 1990 an, era globalisasi ekonomi telah melanda dunia
yang ditandai oleh perdagangan bebas dan pembentukan preferensi
perdagangan negara-negara sekawasan. Perubahan tatanan perekonomian

ini akan mempengaruhi perekonomian nasional dan juga sektor pertanian.
Intervensi pemerintah yang selama ini sangat tinggi terhadap sektor beras
akan dipertanyakan sejalan dengan perubahan tatanan perekonomian
dunia tersebut.
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang mengungkapkan
fenomena ekonorni perberasan Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat berguna untuk menjelaskan bagaimana posisi sektor beras dalam
pasar aktual, bagairnana dampak kebijaksanaan yang ada terhadap
ekonomi perberasan Indonesia, khususnya pada kurun w

h 1979 - 1991.

Disarnping itu, hasilnya juga sekaligus berguna sebagai pelengkap

persyaratan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Pascasarjana
IPB .
Dengan selesainya penelitian dan tulisan ini maka penulis
mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat-Nya selalu berserta penulis dan keluarga. Terimakasih juga
penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir.
Bungaran Saragrh, Bapak Dr. Ir. Pantjar Simatupang, Bapak Dr. Barnbang
Kusumanto, dan Bapak Dr. Ir. Muslimin Nasution atas bimbingan mereka
selarna ini.
Demlluan juga kepada semua guru yang pernah mendidik penulis

dan mulai TK, SD, SMA, sampai Perguruan Tingg yang tidak munglun
penulis sebut satu per satu, penulis sampaikan terimakasih. Semoga
Tuhan melimpahkan berkatnya kepada mereka.
Pada kesempatan ini juga penulis menyampailcan terimakasih
kepada sivitas akademika IPB yang telah menerima penulis sebagai
anggotanya sehingga berhasil menyelesaikan semua jenjang pendidikan.

Khusus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. A. M. Satari yang menjadi Rektor IPB
pada saat penulis diterima menjadi mahasiswa Tanpa Testing di IPB tahun
1977 dan juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Andi hakim Nasution yang
memiliki ide cemerlang menerirna mahasiswa Tanpa Testing ,penulis
sampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Tanpa
mereka penulis tidak mungkin memperoleh gelar akademi tertinggi.
Demikian juga kepada Bapak Bustam1 Arifin, SH, pada waktu
beliau menjadi Menteri Koperasi memberikan bantuan dan ijin untuk
mengikuti pendidikan lanjutan ,penulis sampaikan terimakasih. Kepada

Bapak Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, serta Pimpinan
Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, penulis
sampaikan terimakasih atas bantuan yang diberikan selama ini kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan studi.
Kepada Pimpinan Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha
Kecil, rekan-rekan di Badan Penelitian dan Pengembangan Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil, dan semua kawan yang telah memberikan
bantuan baik moral miupun material atas penelitian ini, knulis sampakan
terimaksih. Khusus kepada Bapak Muslimin Nasution talc mungkm
penulis lupakan jasa-jasanya selama saya mengikuti pendidikan lanjutan,

dan Magister Sains sampai Doktor. Atas dorongan dan bantuan material
beliaulah penulis dapat menyefesarkan studi. Juga kepada Ir. Darwin L.
Harianja Ir. dan Ir. Sahat Pasaribu, MSE, penulis sampaikan terimakasih
atas bantuannya dalam penyelesaian naskah disertasi ini. Terimakasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Sapuan, Sekretaris Menteri
Negara Urusan Pangan d m Bapak Dr. Ir. T a b Suciaryanto atas
kerelaan mereka meluangkan waktu dan tenaga sebagai Penguji Luar
Komisi.
Pada saat begini tentunya talc mungkm penulis melupakan ayahanda
Peltu Pol (Pum) K. Situmorang dan ibunda Sorta br. Lumbantobing dan
seluruh saudara sekandung penulis yang selalu berdoa untuk kesehatan,
kebahagiaan, dan keberhasilan pendis. Juga mertua penuhs Kapten TNI

AD (Purn) RTDH. Pakpahan dan T. br. Siburian serta semua saudara
yang selalu berdoa dan memberikan dorongan moral untuk keberhasdan
penulis.

Terakhir, kepada keluarga petlulis, isteriku Arla br. Pakpahan dan
anak-anakku Rosa, Milton, Ariel, dan Elita sebagai sumber kebahagiaan

dan inspirasi serta penghilang rasa putus asa selama ini. Mereka semua
segala-galanya bagi penulis dart k q a ini petlulis persembattkan kepada
mereka.
Tuhan beserta kita semua.
Bogor, 23 Desember 1995
Penulis

DAFTAR IS1

DAFTAR TABEL. G A m A R . DAN LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN

..............

....................................................

I . PENDAHULUAN ................................................................

x
...
xlll

1

1.1. Latar Belakang
......................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................... 5
..........................................
II
1.3. Tujuan dan Kepnaan

I1. EKONOMI PERBERASAN INDONESIA
2.1 .
2.2.
2.3.
2.4.

......................

12

Struktur Ekonomi Pertanian
................................
Kebi'aksanaan Perberasan ..........................................
Pro uksi dan Konsumsi ..........................................
............
Struktur Penerimaan dan Biaya Usahatani

12
15
20
26

d

111. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................

29

3.1. Anatomi Kebijaksanaan .......................................... 29
3.2. Beberapa Pemiluran dan Hasil Empirik ...................... 32
IV . KERANGKA PEMIKIRAN

..........................................

42

4.1. Kerangka Analjsls .................................................... 42
4.2. Kerangka Teont~s .................................................... 46
4 .3. Integrasi Model Andisis ...................... .
.
............... 51
V. MODEL ANALISIS MATEMATlKA ................................ 54
5.1. Model Produksi dan Permintam Input ...................... 55
5.2. Model Fungsi Keuntun an ...................... .
.
............... 58
5.3. Pengukuran lndlkator Aoteksi ................................ 64
VI . METODE PENELITIAN
6.1.
6.2.
6.3.
6.4.
6.5.

..........................................

72

....................................................
Ruang Lin ku
.........................................
Jenis dan urn er Data
Analisis Data ..............................................................
Pemilihan Tahun Pengamatan
................................
Peilerlt~ianHarga-harga
.........................................

72
72
73
74
75

8 i

VII . ANALISIS RESPON PERMINTAAN INPUT DAN
DAN PRODUKSI BERAS
..........................................

78

7.1. Hasil Pendu w i n Parameter
................................
7.2. Pendugaan lastisitas
..........................................

78
82

b

VIII . TINGKAT PROTEKSI DAMPAK KEBIJAKSANAAN.
................................ 86
DAN FISIENSI E K O N ~ MBERAS
I
8.1.
8.2.
8.3.
8.4.

Analisis Harga Input dan Beras ................................
....................................................
Tingkat Proteksi
Daxnpak Kebi'aksanaan ..........................................
Penggunaan urnberdaya Domestik Keunggulan
Komparatif, dan Prospek Ekonomi kerberasan.............

s'

86
88

94

103

X . KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKSANAAN ... 1 14
DAFTAR PU STAKA

................................................

117

DAFTAR TABEL, GAMBAR, DAN LAMPXRAN
Halaman
Teks Tabel
I . l . 1 . Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Sektor
Pertanian dan PaddBeras di Beberapa Negara
....................................................................
Asia

3

2.1 . I . Struktur Ekonomi Pertanian Indonesia; Tahun
........................................................ 13
1968 - 1989
2.3.1. Perkernban an Neraca Beras Indonesia,
.................................... 23
Tahun 196f- 1991
2.3.2. Perkemban an Harga Gabah, Beras, Nilai Tukar,
Inflasi, dan urnbangan Beras pada Inflasi di
.......................... 24
Indonesia, Tahun 1969 - 1991

5

2.4.1. Produksi, Nilai Produksi dan Struktur Usahatani
Beras Sawah Indonesia, Yahun 1979 - 1991 ................ 28
3.1 . l . Sifat, Jenis, dan Instrumen Kebijaksanaan

................

31

3.2.1. Beberapa Pemikir* dan Hasil Studi Mengenai
Stab~lisasiEkonorm Beberapa Negara ..........................

37

4.2.1 . Penerimaan Bia a, dan Laba Usahatani Beras
Dalam ~nafisis gregatif ..............................................

50

K

5.3.1 Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM)

................ 65

7.2.1 . Dugaan Elastisitas Pennintaan Urea, TSP, Tenaga
Kerja, dan Produksi Beras Indones~a,
Tahun 1979 - 1991
............................................

84

8.1 .I . Perkemban an Har a-har a Pupuk, Wpah Tenaga
Kerja, dan eras, dlun 979 - 1 99 1 .........................

88

f

f

8.1.2. Perkembangan Rasio Harga-harga Pupuk dan
Upah Tena a Kej a dengan Harga Beras hldonesia;
Tahun 1978- 1991
............................................

89

8.2.1. Tingkat Proteksi Subsektor Beras Indonesia,
............................................ 89
Tahun 1979 - 1991
8.3.1. Dampak Kebijaksanaan Harga Pupuk dan Beras
aan Urea, TSP, dan
Pada Intensitas Pen
Penyerapan Tena a &a serta Produkt~fitas
Beras Indonesia donesia,
Tahun 1979 - 1991
...........................................

t

96

8.3.2. Tambahan Biaya Penerimaan, dan Penda atan
Usahatani Beras tndonesia Akibat Kebij sanaan
Harga Urea dan TSP serta Harga Beras,
.......................................... 98
Tahun 1979 - 1991

R

+

Tahun 1979 - 1991

.......................................... 100

8.3.4. Nilai Penerimaan dan Nilai Tambah Subsektor
Beras Indonesia, Tahun 1979 - 199 1 ....................... 102
8.4.1. Penggunaan Surnberdaya Domestik dan Indikator
Efisiensi Subsektor Beras,
Tahun 1979 - 1991
........................................

105

9.1.1. Perkemban an Harga Beras Indonesia,
.........................................
Tahun 197f- 1991

108

Teks Garnbar
2.2.1. Kaitan antara Strategi Instrumen Kebijaksanaan,
Peubah Ekonom, dan kujuan Pememtah
Ddam Perberasan ................................................ ..

18

4.1 . l . Kaitan Antara Kebijaksanaan dengan Alokasi
Sumberdaya dan Output .......................................... 44

2

4.1.2. Keran a Analisis Proteksi, Dampak Kebijaksanaan
dan In ikator Proteksi .........................................

45a

4.2.1. Pasar Input Bupuk Y ang Dihadapi Produsen dan
Dampak Kebijaksanaan Harga .............................. 47
4.2.2. Struktur Pasar Beras dan Darnpak Kebijaksanaan
Harga
....................................................

47

+

4.2.3. Struktur Pasar Beras Dihadapi oleh Produsen
Dalam Kerangka Analisis Kebijaksanaan
Agregatif .........................................................

50

4.3.1 . integrasi Model Analisis ....................................... 52

I.

Perkemban an Har a Dasar Gabah
dm ~
a
r &a~ dan~ TSP
Bersubsid~di donesia,
Tahun 1969 - 1994
.......................... 132

2.

Perkemban an HPP, BD HET, Subsidi
HP, dan Vo m e Pu uk Orea ~ersubsid
Indonesia, Tahun 1 69 - 1994 ................ 133

'

8

Perkembangan Areal Panen dan Produksi
Padi dan Beras di Indonesia,
1969 - 1991 ..............................................

135

5.

Policy &al sis Matrix Subsektor Beras
Indonesia, rrhm 1979 - 1991 ................

136

6.

Hasil Uji Statistik Fungsi Keuntungan
Kuadratik ..............................................

137

7.

Struktur Usahatani Beras Indonesia
Berdasarkan Nilai Finansid dan Ekonomi,
Tahun 1979 .............................................

138

Struktur Usahataqi Beras Indonesia
Berdasarkan Nilm Finansial d m Ekonomi,
Tahun 1981 ..............................................

139

Struktur Usahatani Beras Indonesia
Berdasarkan Nilai Finansial dan Ekonomi,
Tahun 1984 ..............................................

140

Struktur Usahatani Beras .Indonesia
Berdasarkan Nilai Finansial dan Ekonomi,
Tahun 1989 ..............................................

141

Struktur Usahatasli Beras Indonesia
Berdasarkan Nilai Finansial dan Ekonomi,
Tahun 1991 ..............................................

142

4.

8.
9.

10.
11.

5

DAFTAR SINGKATAN
ABRI
APO
ASIUS
Birnashmas
BPS
Bulog
BUUD
CGE
CIF
CRS
DPC
DRCR
DRC
EPR
FA0
FFF
FKK
FPK
FOB
GATT
GBHN
GLPF
IMF
PB
KKP
KKF
KUD
LIDF
MEE
ME
MLTPF
MLGLF

= Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia
= Asian Productivity Organization
= Amerika Serikat
= Bimbingan MassaYlntensifikasi Massal
= Biro Pusat Statistik
= Badan Urusan Logistik
= Badan Usaha Unit Desa
= Computable General Equilibirium
*= Cost, Insurance, and Freight
= Constant Return to Scale
= Domestic Private Cost
= Domestic Resource Cost Ratio
= Domestic Resource Cost
= Effective Protection Rate
= Food and Agriculture Organization
= Flexible Functional Form
= Fungsi Keuntungan Kuadratik
= Fungsi Produktifitas Kuadratik
= Free On Board
= General Agreement on Tariff and Trade
= Garis-garis Besar Haluan Negara
= Generalized Leontief Profit Function
= International Monetary Fund
= Institut Pertanian Bogor
= Kurva Kemunglunan Produksi
= Kurva Konsumsi Frontier
= Koperasi Unit Desa
= Labor Input Demand Function
= Masyarakat Ekonomi Eropa
= Masyarakat Eropa
= Minflex Laurent Translog Profit Function
= Minflex Laurent Generalized Leontief Profit
Function
= Minyak dan gas

NPRI
NPRO
NPM
OECD
PAM
PDB
Pelita
PFM
PJPT
PPs
PR
PRR
RAPBN
RKI
SRP
SRR
SOT
SCF
TCF
TIDF
UIDF

= Nominal

Protection Rate on Input
= Nomimal Protection Rate on Output
= Nilai Produk Marjinal
= Overseas Economic Cooperation Development
= Policy Analysis Matrix
= Produk Domestik Bruto
= Pembangunan Lima Tahun
= Profit Function Model
= Pembangunan Jangka Panjang Tahap
= Pascasarjana
= Profitability Rate
= Private Rate of Return
= Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
= Rencana Kemakmuran Istimewa
= Subsidy Equivalent Ratio to Producers
= Social Rate of Return
= Swasembada On Trend
= Standard Correction Factor
= Translog Cost Function
= TSP Input Demand Function
= Urea Input Demand Function

xiv

L PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan pertmian mendapat perhatian besar di negara-negara
sedang berkembang, khwusnya beberapa negara di Asia. Karakteristik
negara-negara di Asia ditunjukkan oleh penduduk relatif banyak, bahan
pangan utama adalah beras, dan produsen beras. Dengan demhan
kebijaksanaan pembangrrnan pangan menyangkut pada kebutuhan pokok
rakyat, kehidupan sebagian besar rakyat, dan keinginan untuk menciptakan
stabilitas ekonomi dan poiitik negara.
Peranan sektor per(anian dalam perekonomian di beberapa negara
Asia masih tetap penting. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi sektor
pertanian dalam PDB rnasih relatif tinggi walaupun telah terjadi
transfomasi strukturd, antara lain, ditunjukkan oleh turunnya kontribusi
pertanian dalam PDB sefama tahun 1965 - 1988 dan juga menurunnya
pertumbuhan PDB sektor pertanian. Disamping itu, angkatan kerja sektor
pertanian pada tahun 1988 masih tinggi (Tabel 1.1.1).
Dalam struktur pertmian, sektor beras memegang perm penting

dalarn perekonomian di beberapa negara Asia. Tabel 1.1.1 menampllkan
posisi beberapa negara Asia dalam proses pembangunan ekonomi yang
mengutamakan beras sebagai komoditas pokok sektor pertanian. Laju
pertumbuhan produksi beras yang tertinggi selama tahun 1979 - 1989
adalah Indonesia (4.6%), disusul oleh India (4.2%), Thailand (2.5%), dan
Filipina (2.0%) per tahun. Sedangkan laju pertumbuhan produksi beras

dunia adalah 2.7% per tahun. Kecuali Malaysia dan Jepang, dirnana laju
pertumbuhan produksi beras m e n m , perkembangan ekonomi beras
sejalan

dengan kebijaksman

pembangunan

ekonominya yang

mengutamakan beras. Dalam perdagangan internasional, impor beras
Indonesia, Jepang, dan Malaysia mengalami p e n m a n selama tahun 1 978

- 1988.
Di Indonesia, secara agregat terlihat bahwa subsektor tanaman

adalah penyumbang ekooomi terbesar dalarn sektor pertanian, yaitu
sebagai pencipta lapangan kerja dan produk nasional. Kontribusi sektor ini
dalam penciptaan lapangan usaha mencapai 61-0%dan pangsanya dalam
PDB mencapai 12.55% pada tahun 1989.') Dalam subsektor tanaman
pangan tersebut subsektor beras memegang peranan sangat penting. Beras
merupakan bahan pangan pokok dan sebagian besar penduduk Indonesia
tergantung pada sektor ini. Dalam pendapatan nasional, bila sektor
minyak dan gas dikeluarkan, pmgsa sektor beras dalam PDB mencapai
15.44%. Peran yang relatif besar inilah menyebabkan strategi
pembangunan meletakkan sektor beras menjadi sektor utama
pembangunan.
Selarna era Panbangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I), tahun
1969 - 1994, pernbangma sektor b r a s ditujukan untuk mencapai tingkat
swasembada. Hal ini berarti peningkatan produksi menjadi sasaran
pembangunah agar ketersediaan beras per kapita terjarnin. Swasembada
beras telah tercapai sejak awal tahun 1980-an dan swasembada ini sangat

')Nota Keuangan dm RAPBN (1993) dm BPS (1990)

Tabel 1. I . l . Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Sektor Pertanian, Padi, dan Beras di Beberapa Negara Asia

1

Pertumbuhan luas panen padi

1979-89
1989-90

1.6
-0.3

-0.5
na

-0.2
1.3

1.1
3.7

0.4
1.0

-1.0
-5.6

0.2
0.5

2

Pertumbuhan produksi beraa

1979-89

4.6

-2.2

2.0

2.5

4.2

-0.2

2.7

3

Pertumbuhan produktifitas padi
per hektar

1979-89
1989-90

3.0
1.3

-1.7
na

2.2
8.4

1.3
-18.5

3.8
0.3

1.2
7.5

2.5
0.8

J

Pertumbuhan konsumsi pupuk
mineral per ha lahan pertanian

1978-88

76.4

74.9

54.8

138.3

114.5

-7.7

na

5

Pertumbuhan PDB pertanian

1965-80
1980-88

4.3
3.1

na
3.7

4.6
1.8

4.6
3.7

2.8
2.3

3.7
0.8

na
na

6

Pertumbuhan ekspor-impor beras
a Ekspor

1979-89
1989-90
1979-89
1989-90

na

-

na
na
na
-83.3

9.5
2.7
na
na

-3.0
60.0
44.6
-100.0

na

-37.9

na
na
-1.3

na
-6.0
na

1.2
4.4
0.7
6.3

b. Impor

,

-

7

Kontribusi pertanian dalam PDB

1965
1988

55.9
24.0

27.9
20.0

25.9
23.0

32.2
17.0

46.5
32.0

9.1
3.0

na
na

8

Pertumbuhan populasi pertanian
pada populasi total

1978-88

-16.0

-23.4

-9.0

-10.6

-4.8

-43.4

na

9

Angkatan kerja pertanian
terhadap total produksi

1988

49.3

32.9

47.3

64.9

66.8

6.8

na

Sumber: FAO, 1990; Departemen Pertanian (199 1)
na = data tidak tersedia

4

mendukung penciptaan stabilitas nasional. Memperhatikan kondisi PJPT

I, selama era PJPT I1 sektor beras masih tetap memegang peranan penting
dalam perekonomian dan swasembada beras masih merupakan prioritas
kebijakan pembangunan dengan perubahan ke arah pengembangan
diversifikasi dan agroindustri.
Swasembada beras tercapai karena berbagai kebijaksanaan
pemerintah. Kebijaksanaan tersebut memperbaharui kelembagaan dan
'

alokasi sumberdaya pedesaan.

Pengaruhnya, antara lain, terhadap

perdagangan, pengerahan sumberdaya yang sangat tinggi yang ditandai
oleh investasi irigasi untuk membangun sawah yang beririgasi tekms,
inovasi dan adopsi teknologi budidaya beras unggul, dan mekanisasi
pertanian. Disamping itu juga terjadi perubahan struktur pasar melalui
kebijaksanaan harga-harga, struktur modal melalui kebijaksanaan kredit

usahatani, dan peningkatan pengetahan dan keterampilan petani melalui
penyuluhan dan pendidikan juga dilakukan.
Intervensi pemerintah dalam pembangunan sektor beras ini
dinyatakan sebagai penyesuaian stiuktural dalam konteks pembangunan
berdasarkan program-program untuk mencapai target pembanprm;m yang
telah ditetapkan sebelumnya. Menurut Sarries (1990), esensi penyesuaian
struktural adalah dalam kerangka perdagangan, mobilisasi sumberdaya
domesbk

dan efisiensi penggunaan sumberdaya. Efek penyesuaian

struldural ini adalah perubahan proses produksi, penawaran, permintaan
dan pasar dari sisi mikro dan perubahan komposisi sektoral dari sisi makro.
Penyesuaian stniktural juga merupakan upaya proteksi perekonomian
dalam kerangka pencapaian tujuan normatif pembangunan, seperti

distribusi pendapatan dim peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu
kebijaksanaan dapat mempengaruhi pendapatan petani sebagai kelompok
masyarakat mayoritas.
Salah satu instrumen kebijaksanaan yang paling menentukan sektor
beras adalah kebijaksanaan harga, baik harga input maupun harga output.
Kebijaksanaan harga input adalah dalarn bentuk subsidi dan kebijaksanaan
harga output adalah dalam bentuk dukungan harga beras. Subsidi harga
lfaktor produksi yang penting adalah terhadap harga pupuk sedangkan
dukungan harga output adalah dalam bentuk harga dasar sejak tahun 1969
(Lampiran 1).
Setiap tahun, pemerintah seldu menaikkan harga pupuk bersamaan
dengan harga dasar. Terhitung mulai 6 Oktober 1993 harga pupuk urea Rp

260.0 dan TSP Rp 340.0. Sedangkan pupuk jenis KCL, KS, ZK, dan
KN03 sejak tanggal tersebut tidak disubsidi lagi. Harga dasar gabah pada
saat yang sama ditentukan oleh pernerintah sebesar Rp 340. Kebijaksanaan

ini rnenunjukkan rasio harga gabah - pupuk urea sebesar 1.38 dan potensial
merangsang petani untuk melakukan produksi. Pada saat yang sama,
secara aktual, harga beras di 27 ibukota propinsi Indonesia adalah antara
Rp 585.0 - Rp 582.0 per kg. Dalam pandangan pemerintah, kebijaksanaan

ini adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan riil petani produsen dan
sekaligus ingin mempertahankan tingkat swasembada beras.
1.2. Rumusan Masaiah

Dalam uraian sebelumnya telah cfiungkapkan bagaimana kebijakan
pemerintah mengintervensi perekonomian di sektor beras. Kebijakan ini

merupakan upaya proteksi sektor beras dalam perdagangan dan
penyesuaian struktural dalam rangka meningkatkan pendapatan petanl
produsen, distribusi pendapataq dan stabilisasi ekonomi. Oleh karena itu
analisis mengenai darnpak kebijaksanaan sangat penting dilakukan. Secara
garis besar dapat dkemukakan rnengapa penelitian ini perlu dilakukan yang
dapat ditinjau dari dua ski, yaitu sisi rnikro dan makro.
Ditinjau dari sisi mikro, subsidi adalah kebijaksanaan dasar yang
dapat meningkatkan efisiensi usahatani. Pada umumnya karakteristik
petani produsen ditandai oleh langka modal, teknologi, inforrnasi,
pernilikan lahan relatif sempit, dan penggunaan tenaga kerja dalam
keluarga yang produktifitasnya rendah. Oleh karena itu tingkat produksi
berada dalarn wilayah h g s i produksi tak-rasional dan produksi hanya
dapat memenuhi tingkat subsistensi. Pada kondisi pasar tertentu, dengan
struktur biaya pr&i

tidak efisien menyebabkan harga pasar tidak dapat

membentuk surplus usahatani.
Pembentukan surplus usahatani ini penting karena menyangkut pada
kemampuan akumulasi modal dan ekspansi usahatani. Tanpa adanya
akumulasi modal clan perluasan usahatani maka proses peningkatan
pendapatan petani tidak terjadi.

Peningkatan efisiensi usahatani

menyebabkan dayasaing petant semalun tin& dan proses akumulasi modal
&pat dilakukan melalui peningkatan surplus usahatani. Dengan demikian
pendapatan petani produsen akan meningkat.

Dalarn program

swasembada, pengenalan teknologi maju adalah cara yang selalu ditmpuh.
Pengenalan teknologi baru disebut Panca Usahatani, yaitu pengolahan
tanah, penggunaan bibit varietas unggd, pengairan, pemupukan, dan

pengendalian hama dm penyakit. Adopsi teknologi harus dllkuti oleh
kebijaksanaan harga. Oleh karena itu insentif harga adalah faktor penting
yang menentukan keberhasilan produksi dan peningkatan posisi petani
dalam perekonomian.
Dari sisi makro, pembenaran intervensi dapat berbeda dari sisi
mikro. Pencabutan segala bentuk subsidi misalnya adalah salah satu
tuntutan dalam skala maErro dan internasional. Kondisi makro paling tidak

dapat &tunjukkan oleh empat hal. Pertama, perekonomian Indonesia telah
mengalami transforrnasi struktural selama PJPT I, antara lain, ditandai oleh
menurunnya pangsa sektor pertanian dalam PDB sebesar 57.59%, yaitu
dari rata-rata 48.55%selama Pelita I menjadi 20.59% pada tahun 1989.
Sedangkan pangsa sektor industri meningkat sebesar 63.18%, yaitu dari
rata-rata 8.88% menjadi 14.49%pada selang waktu yang sama.
Txmdonnasi strdduml ini kurang drimbangi oleh pergeseran tenaga
kerja antar sektor. Sektor pertanian masih menyerap 50.0%dari 72.0 juta
tenaga kerja sedangkan sektor industri hanya menyerap 13.0 juta tenaga
kerja pada tahun 1992. Dengan hwnnya pangsa sektor pertanian dan
naiknya pangsa sektor industri maka tingkat pendapatan rid per tenaga
kerja sektor pertanian jauh lebih rendah daripada sektor industri. Menurut
Djojohadikusumo (1993) hal ini merupakan inddcator ketirnpangan
pendapatan antar sektor yang telah membahayakan struktur perekonomian.
Struktur perekonornian demikian menjadi masalah serius yang perlu

mendapat perhatian.
Kedua, perubahan tatanan perekonomian dunia ke arah perciagangan

bebas dan globalisasi menyebabkan proses pertukaran melalui mekanisme

pasar persaingan dan hubungan perdagangan berdasarkan multilateral
melalui GATT serta integrasi pasar negara-negara sekawasan. Oleh karena
itu proteksi yang berlandaskan tarifakan diminimalkan dan non-tarif akan
dicabut. Sektor pertanian adalah sektor yang menjadi penghambat utama
dalarn Perundingan Uruguay ddam forum GATT.

Karena proses

pernbahan tatanan perekonomian itu akan terns berjalan maka hal itu akan
berpengaruh besar terhadap Indonesia dan dengan sendirinya Indonesia
akan melakukan penyesuaian yang diharapkan menguntungkan
perekonomian domestik.
Efek GATT terhadap Indonesia sangat besar. GATT mengharuskan
Indonesia mengimpor beras sebesar 3 - 5% dari total konsumsi domestik.
Oleh karena itu impor Indonesia akan mencapai 750.0 ribu ton sampai 1.25
juta ton beras per tahun. Dengan tingkat harga beras internasional Rp 250

- Rp 285 per kg

maka penyediaan devisa untuk pembiayaan impor beras

mencapai US $100.0 juta atau Rp 200.0 mi1~a.r.~)
Menurut Schuh (1991) ada beberapa hal yang dapat dilihat dari
pengaruh globalisasi terhadap sektor pertanian. Sumberdaya manusia
menjadi basis untuk menentukan keunggulan komparatif dan pasar
i n t m i o n a l didominasi 6leh aliran uang internasional dimana kombinasi
sistem nilai tukar fleksibel dan pasar modal menyebabkan kebijakan
moneter mempenganrtu ekonomi nasional melalui mata uang domestik.
Disamping itu, perdagangan internasional tumbuh lebih cepat
daripada PDB global, dan ekononi nasional terintegrasi oleh cepatnya
2,

Lihat "Beras Indonesia Diambang GATT, majalah Tempo, vol23(40),
4 Desember 1993, ha1 86 - 87.

9

perturnbuhan pasar modal internasional . Oleh karena itu pembangunan
ekonomi negara-negara tergantung pada perdagangan dan pasar modal
internasional. Kebijaksanaan ekonomi bergeser ke dua arah; yaitu ke
tingkat internasional ddam hal peraturan, kode etik, dan disiplin
internasional, seperti GATT dan integrasi pasar, dan ke arah perekonornian
tingkat lokal yang hams selalu efisien.
Ketiga, kebijaksanaan harga merupakan salah satu paket

kebijaksanaan untuk mewujudkan program swasembada beras dan
stabilisasi ekonomi dan politik nasional.

Konsumsi beras rata-rata

Indonesia mencapai 25.0 juta ton per tahun. Tanpa proteksi dan subsidi
maka produksi beras ti& mencukupi sehingga stabilitas ekonomi dm
politlk akan terganggu.

Kebijaksanaan ini diperkirakan akan terus

berlangsung, khususnya subsidi harga pupuk dan dukungan harga.
Diperkirctkan bahwa tingkat produksi beras mencapai 40.0 juta ton. Oleh
karena itu Indonesia telah mengalami surplus produksi beras selama satu
dasawarsa terakhir. Penghapusan atau pengurangan intervensi pemerintah
berpenganrh terhadap ekonomi h a s . Bagaimana peranan intewensi
tersebut mengakibatkab analisis saagat perlu dilakukan.

Keempat, pembiayaan akibat kebijaksanaan selalu bersumber dari
pengeluaran pemerintah dalam struktur anggarat~belanja dan pembangunan
pemerintah.

Peningkatan (pengmangan) subsidi akan menyebabkan

peningkatan (penguralgm) pengeluaran pemerintah.

Dalam situasi

perekonomian dirnana kemampm pemerintah dalam mensubsidi sektor
perekonornian semalun lama semakin rendah maka pembiayaan subsidi
menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius.

Dengan memperhatikan m i a n permasalahan mikro dan makro
seakan-akan terdapat situasi yang dilematis. Sesungguhnya, intervensi
pemerintah bemaksud baik terhadap ekonorni perberasan. Namun apakah
maksud bak itu lebih menguntungkan atau merugikan petani. Disamping

itu, globalisasi menuntut pengurangan intervensi langsung pemerintah
terhadap perekonomian karena memunculkan masalah ketidak-efisienan.
Oleh karena itu penelaahan terhadap kebijaksanaan sektor beras adalah
upaya yang sangat perlu dilakukan. Permasalahan mrkro dan makro
menuntut pengetahuan tentang tingkat intervensi, permasalahan mikro
menuntut pengetahuan tentang dampak kebijaksanaan, dan pernasalahan
makro menuntut pengetahuan tentang prospek ekonorni perberasan.
Untuk kebutuhan penelitian ini permasalahan yang ingin dijawab
dapat dirumuskan dalam beberapa ha.. Sampai seberapa jauh tingkat
proteksi terhadap sektor beras dilaksanakan, bagaimana darnpak
kebijaksanaan ditinjau dan alokasi surnberdaya dan pendapatan petani
beras. Bagaimana prospek ekonorni sektor beras dalam menghadapi
perdagangan bebas. Apakah k e b i j h a a n harga mash relevan atau tidak
sebagai instrumen kebijaksanaan terhadap sektor beras juga menjadi
permasalahan yang perlu dijawab.
1.3. Tujuan dan Kegunaan

Berdasarkan uraian pennasalahan dapat dinyatakan tujuan peneliban.
Secara umum tujuannya adalah mengetahui pengaruh kebijaksanaan
terhadap pembangunan sektor pertanian. Tujuan umum di atas dapat
dicapai melalui tujuan spesifik penelitian ini, yaitu:

11

1).

Mengetahui tingkat proteksi &or

beras selama tahun 1979 - 1991 .

Tujuan i i i akan dapat xnenjelaskan derajat intervensi pemerintah
dalam ekonomi perberasan.

2).

Mengetahui dampak kebijaksanaan terhadap ekonomi perberasan
Indonesia. Pertarna, dampak kebijaksanaan harga pupuk, urea dan

TSP, dan h a r e beras secara simultan terhadap intensitas
penggunaan pupuk urea dan TSP, penyerapan tenaga kerja,
prodiksi, dan pendapatan petarii produsen. Kedua, darnpak
kebijaksanaan secara agregat terhadap penerimaan, penggunaan
input produksi, nilai tambah, dm pendapatan sektor beras.

3).

Mengetahui prospek ekonomi sektor beras. Tujuan ini akan dapat
menjelaskan efisiensi ekonomi sektor beras dalam penghematan atau
penciptaan devisa dari sektor beras.
Berdasarkan tujuan di atas, hasil analisis diharapkan dapat

bermanfaat sebagai masukan &lam memuskan kebijaksanaan
pembangunan, khususnya yang krkaitan dengan sektor beras dan
umumnya sektor pertanian. Disamping itu hasil analisis ini juga berguna

untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Doktor pada Program
Pascasarjana IPB.

11. EKONOMI PERBERASAN INDONESIA
Sejalan dengan program pembangunan ekonomi Indonesia selama
era PJPT I, ekonorni beras ditandai oleh intervensi pemerintah yang sangat
tingg.

Proses pembangunan yang menyaratkan stabilitas menuntut

ketersediaan pangan beras yang cukup sesuai dengan konsurnsi. Jumlah
penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan potensi perrnasalahan
dalarn perekonomian bila beras tidak tersedia.

Oleh karena itu

swasembada beras menjadi program pokok dalam kebijaksanaan sektor
pertanian.

2.1.

Struktur Ekonomi Pertanian
Peranan sektor pertanian dan juga pangan dan beras dalam

perekonomian Indonesia dapat diketahui dari struktur ekonomi. Sernakin
tinggi pangsa dalam PDB semakin besar peranan sektor tersebut dalam
perekonomian nasional. Tabel 2.1.1 menampilkan struktur ekmomi
pertanian Indonesia tahm 1969 - 1990. Pangsa sektor pertanian dalam
PDB selama tahun 1969 - 1990 sangat besar, yaitu 5 1.O% tahun 1969 dan
20.8% tahun 1990. Walaupun terjadi p e n m a n pangsa sektor pertaman,
namun sektor pertanian ma&
perekonomian Indonesia.

memegang peran penting dalam

-

Tabel 2.1.1. Struktur Ekonomi Pertanian Indonesia, Tahun 1968 1990
Dalam persen

t

,$igi