Analisis dampak kebijakan perberasan Indonesia: Model disagregasi wilayah dan pola panen
SEKOLAH
P
P
A
A
S
S
C
C
A
A
S
S
A
A
R
R
J
J
A
A
N
N
A
A
I
I
N
N
S
S
T
T
I
I
T
T
U
U
T
T
P
P
E
E
R
R
T
T
A
A
N
N
I
I
A
A
N
N
B
B
O
O
G
G
O
O
R
R
B
B
O
O
G
G
O
O
R
R
2
2
0
0
1
1
1
1
M
M
O
O
D
D
E
E
L
L
D
D
I
I
S
S
A
A
G
G
R
R
E
E
G
G
A
A
S
S
I
I
W
W
I
I
L
L
A
A
Y
Y
A
A
H
H
D
D
A
A
N
N
P
P
O
O
L
L
A
A
P
P
A
A
N
N
E
E
N
N
J
(2)
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul:
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PERBERASAN INDONESIA: MODEL DISAGREGASI WILAYAH DAN POLA PANEN
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan
komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini
belum pernah diajukan untuk untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi manapun. Semua data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2011
Jan Piter Sinaga NRP.H351040141
(3)
JAN PITER SINAGA, Indonesia Rice Policy Impact Analysis: Disaggregate Regions and Harvested Pattern Model (HARIANTO as the Chairman and NUNUNG KUSNADI as Member of the Advisory Committe)
The objective of this research is to analyze the impact of rice policy on rice economy based on harvested pattern in national and regional level. For that purpose, disaggregation data are collected by months and regions (Sumatera, Java, Bali and Nusa Tenggara, Kalimantan and Sulawesi). Econometric model is formulated as a simultaneous equations and estimated using Two Stages Least Squares (2SLS) method. Rice policy aims not only to protect producer and domestic prices stabilization but also to provide rice to specified target-group of consumers through reserves and distribution mechanism. The results revealed that the model is able to well discribe the variation impact of rice policy in national and regional level. Furtheremore, this result supported previous finding indicated that the rice producer in some regions are unlikely benefited from the rice policy especialy during harvested period. Therefore, government intervention in terms of stabilizing price needs to be reviewed to reach it’s targeted objectives.
Key words: price stabilization, reserves and distribution mechanism, rice policy, variation impact
(4)
JAN PITER SINAGA. Analisis Dampak Kebijakan Perberasan Indonesia: Model Disagregasi Wilayah dan Pola Panen (HARIANTO sebagai Ketua dan Nunung Kusnadi sebagai Anggota Komisi Pembimbing)
Mengingat peranan beras sebagai komoditi strategis, maka beras sarat akan intervensi kebijakan pemerintah. Kebijakan perberasan bertujuan untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen sehingga penerapan kebijakan harus tepat baik instrumen, sasaran dan waktu implementasinya. Produksi padi tidak dihasilkan merata antar wilayah dan antar waktu sepanjang periode satu tahun. Kebijakan perberasan menurut beberapa penelitian sebelumnya dan data empiris menunjukkan tidak efektif pada waktu tertentu terutama pada saat panen. Hal ini terjadi terkait dengan kondisi variasi antar wilayah dan antar waktu.
Berdasarkan hal itu maka penting untuk melihat dampak kebijakan di tingkat nasional dan wilayah pada setiap periode berdasarkan variasi antar wilayah dan antar waktu berdasarkan siklus produksi padi. Penelitian ini mengkaji dampak kebijakan perberasan berdasarkan variasi produksi antar wilayah dan waktu. Perbedaan dampak kebijakan di level nasional dan wilayah terjadi sesuai dengan variasi pola panen nasional dan masing-masing wilayah
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) membangun model ekonomi perberasan yang mampu menjelaskan perbedaan dampak kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras produsen di tingkat wilayah, dan (2) mempelajari dampak kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP), tarif impor beras, pengadaan dan penyaluran oleh Perum Bulog serta kombinasi kebijakan HPP dan tarif impor beras di tingkat wilayah.
Jenis data yang digunakan adalah data bulanan agregat nasional dan lima wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi. tahun 2004-2008. Model dibangun untuk menjelaskan adanya perbedaan dampak kebijakan perberasan di tingkat nasional dan wilayah dalam bentuk model persamaan simultan dan diduga dengan metode 2 SLS menggunakan program aplikasi komputer SAS versi 9.2.
Hasil penelitian mengenai analisis ekonomi perberasan di Indonesia menyimpulkan bahwa model yang dibangun mampu menjelaskan perbedaan dampak akibat adanya variasi antar waktu dan antar wilayah di masing-masing wilayah. Kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras konsumen menghasilkan dampak sebagai berikut: (1) kebijakan kenaikan HPP sebesar 5 persen efektif mendorong peningkatan Indonesia, Kalimantan dan Sulawesi tetapi tidak efektif di Sumatera dan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, (2) dampak kebijakan kenaikan tarif impor sebesar 5 persen akan efektif mendorong peningkatan harga beras Indonesia, Sumatera dan Sulawesi serta harga gabah Sumatera dan Jawa namun tidak efektif di wilayah lainnya dengan besaran yang bervariasi antar waktu, (3) dampak kebijakan kenaikan penyaluran sebesar 5 persen efektif menurunkan harga beras Indonesia dan semua wilayah dengan besaran bervariasi antar waktu, dan (4) kebijakan kombinasi kenaikan HPP dan tarif impor masing-masing sebesar 5 persen akan memperkuat pengaruh kebijakan
(5)
berikut: (1) penerapan kebijakan yang bersifat sentralistik tidak tepat dan kebijakan sebaiknya bersifat desentralistik sesuai dengan variasi antar waktu dan antar wilayah, (2) perlu dukungan alokasi anggaran pemerintah yang sangat besar dalam mengintervensi pasar seperti pada kondisi kelebihan penawaran saat panen raya, dan (3) sebagai upaya melindungi kepentingan petani saat panen raya dan konsumen pada saat periode bukan panen upaya pembatasan impor dapat diberlakukan melalui pengenaan tarif impor.
Kata kunci: stabilisasi harga, mekanisme pengadaan dan penyaluran, kebijakan perberasan, variasi dampak
(6)
Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(7)
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
P
P
R
R
O
O
G
G
R
R
A
A
M
M
P
P
A
A
S
S
C
C
A
A
S
S
A
A
R
R
J
J
A
A
N
N
A
A
I
I
N
N
S
S
T
T
I
I
T
T
U
U
T
T
P
P
E
E
R
R
T
T
A
A
N
N
I
I
A
A
N
N
B
B
O
O
G
G
O
O
R
R
B
B
O
O
G
G
O
O
R
R
2
2
0
0
1
1
1
1
JJAANNPPIITTEERRSSIINNAAGGAA
M
(8)
(9)
Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Ratna Winandi, MS (Dosen Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)
Wakil Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian – Pimpinan Sidang: Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Sc
(Dosen Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)
(10)
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan
pernyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang
berjudul “Analisis Dampak Kebijakan Indonesia: Model Disagregasi Wilayah dan
Pola Panen”.
Penelitian ini dilatar belakangi variasi dampak kebijakan perberasan di
beberapa wilayah yang ditemukan penulis yang merugikan petani akibat
rendahnya harga produknya. Penelitian ini diharapkan dapat memberi solusi
penanganan kebijakan harga gabah produsen dan konsumen sehingga dapat
menguntungkan produsen dan konsumen padi.
Tesis ini saya persembahkan untuk Bapak dan Ibu saya, terimakasih atas
kesabaran, bimbingan, nasehat dan pengertiannya yang tidak berkesudahan.
Kepada saudara-saudara, ipar, keponakanku tercinta dan kakakku yang di surga.
Selama menempuh pendidik S-2 ini, banyak harapan dan keinginan kalian yang
tidak dan belum dapat saya laksanakan. Saya mohon maaf atas semua kesalahan
itu. Kasih karunia Tuhan yang selalu menyertai hati dan pikiran kita sehingga kita
memperoleh damai, sejahtera dan sukacita sampai selama-lamanya.Amin.
Ucapan terimaksih penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing, Dr. Ir.
Harianto, MS dan Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS yang telah berkenan mengarahkan
dan memberikan saran serta pemikiran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis
ini. Kepada penguji luar komisi dan penguji yang mewakili Program Studi yang
telah memberi saran dan pemikiran untuk perbaikan tesis ini. Terimakasih yang
(11)
pembelajaran di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian.
2. Seluruh teman-teman EPN angkatan 2006 (Indra, Pak Andi, Pak Dahya,
Mbak Sayekti, Mbak Femmi, Deasi, Ismi, Husein, Wayan) untuk petemanan
dan kebersaman selama menempuh perkuliahan.
3. Terimakasih untuk pimpinan dan teman-teman di Bidang Cadangan Pangan
dan Bidang Akses Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian
atas segala pengertian dan dukungan terhadap penulis dalam menjalani proses
perkuliahan.
4. Teman-teman di Sekretariat EPN SPs IPB.
5. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis
ini.
Akhirnya tesis ini dipersembahkan kepada pembaca sebagai salah satu
pemikiran dan masukan yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
(12)
Penulis dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal 8
Januari 1979 sebagai anak kelima dari enam bersaudara.
Penulis menyelasaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1991 di SD
Negeri 122398 Pematang Siantar, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1
Pematangsiantar dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3
Pematangsiantar. Penulis menerima gelar sarjana teknologi pertanian (S.TP) di
Universitas Gadjah Mada pada tahun 2003 dan saat ini bekerja di Bidang Akses
Pangan, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Kementerian Pertanian.
Tahun 2006 penulis melanjutkan studi S-2 di Program Studi Ilmu
(13)
Halaman
DAFTAR TABEL……….…..…………... iv
DAFTAR GAMBAR……….……….…... vi
DAFTAR LAMPIRAN……….. vii
I. PENDAHULUAN……….………… 1
1.1. Latar Belakang………...………. 1
1.2. Perumusan Masalah………... 5
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...…...………... 7
1.4. Ruang Lingkup...………... 1.5. Konsep... 8 10 II. TINJAUAN PUSTAKA... 11
2.1. Permintaan dan Penawaran...………...…….... 11
2.1.1. Perkembangan Produksi ... 11
2.1.2. Pola Panen Padi ...……... 16
2.1.3. Impor Beras ………... 21
2.1.4. Konsumsi Beras…………... 23
2.1.5. Perkembangan Harga Gabah dan Beras……… 24
2.2. Kebijakan Ekonomi Stabilisasi Harga Gabah dan Beras... 2.3. Tinjauan Penelitian Sebelumnya... 27 34 III. KERANGKA PEMIKIRAN... 38
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 38
3.1.1. Analisis Penawaran Beras... 38
3.1.2. Analisis Permintaan Beras... 40
3.1.3. Respon Bedakala Produksi Komoditi Pertanian... 42
3.1.4. Model Nearlove... ... 43
(14)
3.4. Analisis Pengembangan Model Hayami... 3.5. Kerangka Pemikiran Operasional...
50 52
IV. METODE PENELITIAN... 54
4.1. Jenis dan Sumber Data... 54
4.2. Spesifikasi Model... 54
4.3. Model Ekonometrika... 55
4.3.1. Produksi Padi dan Produksi Beras... 55
4.3.2. Luas Areal Panen... 58
4.3.3. Impor Beras... 4.3.4. Penawaran Beras... 4.3.5. Konsumsi Beras... 4.3.6. Harga Gabah Petani... 4.3.7. Harga Beras Domestik ………... 4.3.8.Stok Opersional Perum Bulog... 60 61 62 64 67 70 4.4. Identifikasi dan Pendugaan Model... 70
4.5. Validasi Model... 73
4.6. Simulasi Dampak Kebijakan Perberasan terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia... ... 74
V. KERAGAAN PERBERASAN INDONESIA... 76
5.1 Hasil Pendugaan Model Ekonomi Perberasan Indonesia………... 76
5.2. Pembahasan Pendugaan Model Ekonomi Perberasan Indonesia ... 77
5.2.1. Luas Areal Panen Padi... 77
5.2.2. Impor Beras………... 80
5.2.3. Harga Beras Impor…... 82
5.2.4. Harga Gabah Petani... 82
5.2.5. Konsumsi Beras…... ... 89
5.2.6. Harga Beras Domestik ... 94
(15)
6.2. Pembahasan Hasil Simulasi Model Ekonomi Perberasan
Indonesia... 105
6.2.1. Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 5 Persen... 105
6.2.2 Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen……. 6.2.3 Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen ... 6.2.4. Kebijakan Kombinasi Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah dan Tarif Impor Masing-masing Naik 5 Persen………... 109 114 118 VII. SIMPULAN DAN SARAN... 123
7.1. Simpulan... 123
7.2. Saran... 124
DAFTAR PUSTAKA... 125
(16)
(17)
Nomor Halaman
1. Produksi Padi Nasional Tahun 2004-2008... 11
2. Produksi padi Wilayah Jawa Tahun 2004-2008... 12
3. Produksi Padi Wilayah Sumatera Tahun 2004-2008... 13
4. Produksi Padi Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2004-2008.... 14
5. Produksi Padi Wilayah Kalimantan Tahun 2004-2008... 15
6. Produksi Padi Wilayah Sulawesi Tahun 2004-2008... 16
7. Impor Beras Indonesia Tahun 2004-2008……….….…... 22
8. Konsumsi Beras Indonesia Bulanan Tahun 1999-2008... 24
9. Perkembangan Harga Gabah Petani Indonesia Tahun 2004-2008... 25
10. Perkembangan Harga Beras Eceran Indonesia Tahun 2004-2008 .... 26
11. Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering Panen Tahun 2004-2008... 30
12. Perkembangan Pengadaan Beras Tahun 2004-2008……….. 31
13. Perkembangan Penyaluran Beras Tahun 2004-2008…………..…… 32
14. Perkembangan Stok Operasional Perum Bulog Tahun 2004-2008.. 33
15. Rencana Simulasi Parsial dan Kombinasi Kebijakan Perberasan... 75
16. Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Sumatera... 77
17. Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Jawa... 78
18. Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Bali dan NT... 79
19. Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Kalimantan... 79
20. Hasil Pendugaan Parameter Luas Areal Panen Padi Sulawesi... 80
21. Hasil Pendugaan Parameter Impor Beras... 81
22. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Impor... 82
23. Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Indonesia... 83
24 Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Sumatera... 85
(18)
Tenggara………... 87
27. Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Kalimantan... 88
28. Hasil Pendugaan Parameter Harga Gabah Petani Sulawesi... 89
29. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Sumatera... 90
30. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Jawa... 91
31. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Beras Bali dan Nusa Tenggara... 92
32. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Kalimantan... 93
33. Hasil Pendugaan Parameter Konsumsi Sulawesi... 93
34. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Indonesia... 94
35. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Sumatera... 95
36. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Jawa... 97
37. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Bali dan Nusa Tenggara………... 98 38. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Kalimantan ... 99
39- 40. Hasil Pendugaan Parameter Harga Beras Domestik Sulawesi... Hasil Pendugaan Parameter Stok Operasional Perum Bulog……….. 100 101 41. Hasil Indikator Statistik Validasi Model Ekonomi Perberasan Indonesia... 104
42. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah………... 106
43. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah………... 110
44. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah………...………... 115
45. Hasil Simulasi Dampak Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah dan Tarif Impor Masing-masing Sebesar 5 Persen terhadap Ekonomi Perberasan Indonesia Antar Waktu dan Antar Wilayah……….……....………... 119
(19)
Nomor Halaman
1. Perimbangan Produksi, Ketersediaan dan Kebutuhan Beras
Indonesia... 3
2. Harga Gabah Petani Indonesia Tahun 2008... 4
3. Pola Panen Padi Indonesia Tahun 2004-2008... 17
4. Pola Panen Padi Jawa Tahun 2004-2008... 18
5. Pola Panen Padi Sumatera Tahun 2004-2008... 19
6. Pola Panen Padi Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2004-2008 ……….. 20
7. Pola Produksi Padi Kalimantan Tahun 2004-2008... 20
8. Pola Produksi Padi Sulawesi Tahun 2004-2008... 21
9. Impor Beras Bulanan Indonesia Tahun 2008... 23
10. Perkembangan GKP, GKG dan Beras di Indonesia... 28
11. Penetapan Harga Dasar... 48
12. Penetapan Harga Tertinggi... 49
13. Mekanisme Pengendalian Harga Gabah Petani………..……. 50
14. Model Skema Pembelian Beras Domestik... 51
(20)
Nomor Halaman 1. Data Dasar Bulanan Kondisi Perberasan Indonesia Tahun
2004-2008... 129
2. Diagram Model Ekonomi Perberasan Indonesia... 134 3. Program PendugaanModel Ekonomi Perberasan Tahun
2004-2008... 135 4. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Perberasan Tahun
2004-2008... 140
5. Program Validasi dan Simulasi Kebijakan Tahun 2004-2008
Periode Agregat... 165
6. Program Validasi dan Simulasi Kebijakan Tahun 2004-2008
Periode I... 170 7. Program Validasi dan Simulasi Kebijakan Tahun 2004-2008
Periode II... 174 8. Hasil Dasar Simulasi Kebijakan Tahun 2004-2008 Periode
Agregat………...………… .
178
9. Hasil Dasar Simulasi Kebijakan Tahun 2004-2008 Periode I……... 183 10. Hasil Dasar Simulasi Kebijakan Tahun 2004-2008 Periode II…… 184 11. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah
Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode Agregat……….. 185
12. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode I………. 186 13. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Harga Pembelian Pemerintah
Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode II………..…… 187 14. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen
Tahun 2004-2008 Periode Agregat………..……… 188
15. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode I……….…………...………
189
16. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode II………..………..…… 190 17. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen
Tahun 2004-2008 Periode Agregat……… 191
18. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode I………...………...……… 193
(21)
19. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen
Tahun 2004-2008 Periode II……….……..…… 195
20. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masing-masing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun 2004-2008 Periode
Agregat……...……… 197
21. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor
Masing-masing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun 2004-2008 Periode I…. 198 22. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor
Masing-masing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun 2004-2008 Periode II… 199 19. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Tarif Impor Sebesar 5 Persen
Tahun 2004-2008 Periode II……….………..…… 195
20. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor Masing-masing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun 2004-2008 Periode
Agregat……...………. 197
21. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor
Masing-masing Sebesar 5 Persen Perberasan Tahun 2004-2008 Periode I…. 198 22. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan HPP dan Tarif Impor
(22)
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia pada
umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca
Bahan Makanan (NBM) Indonesia menyebutkan bahwa kelompok padi-padian
memberikan sumbangan sebesar 64.02 persen dari total ketersediaan energi 2,919
kalori per kapita per hari dan sebesar 46.65 gram per kapita per hari dari
ketersediaan protein (Badan Ketahanan Pangan, 2008). Pengeluaran rumahtangga
untuk kelompok padi-padian diperkirakan mencapai 11.37 persen, sedangkan
pengeluaran rumahtangga di pedesaan sebesar 16.65 persen dari total pengeluaran
rumahtangga Susenas 2006 (Badan Pusat Statistik, 2006).
Beras merupakan komoditi yang fluktuasi harganya sering menjadi sorotan
publik sehingga pemerintah dan masyarakat berkepentingan terhadap harga
komoditi beras yang relatif stabil (Sumaryoto, 2009). Mengingat peran beras
sebagai komoditi strategis tersebut, maka beras merupakan komoditi yang sarat
akan intervensi kebijakan pemerintah termasuk kebijakan stabilisasi harga gabah
petani dan harga beras konsumen. Kebijakan sudah dilakukan sejak tahun 1968
saat pemberlakuan harga dasar.
Pelaksanaan kebijakan stabilisasi harga gabah dan harga beras dilakukan
dengan cara mengelola buffer stok melalui pengadaan gabah di tingkat petani pada
saat panen raya dan penyaluran pada saat musim paceklik. Pengelolaan pengadaan
dan penyaluran diserahkan pada Bulog untuk melaksanakan kebijakan pembelian
gabah petani dan operasi pasar murah (OPM). Kebijakan harga dasar berfungsi
(23)
meningkatkan pendapatan petani dan mempersempit kisaran fluktuasi harga gabah
melalui pengadaan sebesar harga dasar yang telah ditetapkan untuk meningkatkan
stabilistas harga gabah yang diterima petani terutama saat panen raya
Indonesia memiliki variasi agroekosistem di masing-masing wilayah
sehingga mengakibatkan perbedaan potensi produksi padi suatu wilayah dan
perbedaan pola panen padi yang disebut sebagai variasi antar waktu panen padi.
Pola panen wilayah Sumatera dan Jawa berbeda dengan pola panen wilayah
lainnya. Periode panen raya di wilayah Bali dan Nusa Tenggara berlangsung
singkat yaitu bulan Maret-Mei. Wilayah ini tidak mengalami masa panen gadu
sehingga periode bukan panen berlangsung lebih lama. Wilayah Kalimantan
memiliki dua periode puncak panen bulan Maret dan Agustus dan memiliki 2
periode panen raya yaitu Februari-Mei dan Juli-Oktober. Pola panen Sulawesi juga
memiliki dua periode 2 periode panen raya yaitu Maret-Juni dan Juli-Oktober.
Hal ini menyebabkan produksi padi nasional tidak dihasilkan merata antar
wilayah dan antar waktu sepanjang periode satu tahun. Sepanjang periode satu
tahun terdapat kondisi surplus produksi beras Indonesia pada bulan Februari-Mei
dan kondisi cukup sampai dengan bulan Agustus. Perimbangan produksi,
ketersediaan dan kebutuhan beras mengalami defisit memasuki antara bulan
September-Januari. Infrastruktur fisik wilayah juga memiliki kondisi yang
berbeda-beda pula. Perbedaan ini akan mempengaruhi harga gabah dan harga
beras di pasar masing-masing wilayah. Variasi antar waktu dan antar wilayah
tersebut merupakan faktor penting yang harus dipertimbangankan pemerintah
dalam menerapkan suatu kebijakan perberasan termasuk kebijakan stabilisasi
(24)
Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2007
Gambar 1. Perimbangan Produksi, Ketersediaan dan Kebutuhan Beras Indonesia
Meskipun secara aggregat tahunan dan aggregat nasional tujuan kebijakan
stabilisasi harga gabah tercapai, tetapi di tingkat wilayah kebijakan tersebut justru
dapat mengakibatkan pendapatan petani semakin menurun. Kisaran fluktuasi
harga gabah semakin lebar pada periode tertentu seperti periode panen raya
nasional (Februari-Mei) sehingga dapat merugikan produsen padi di wilayah
tersebut.
Harga rata-rata gabah petani Indonesia sebesar Rp. 2,240 per kilogram
gabah pada periode Februari-Mei 2008 sedangkan harga gabah petani setiap
wilayah berbeda-beda. Harga gabah petani Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi
berada di bawah harga dasar sebesar Rp. 2,200 per kilogram gabh. Harga gabah
petani Bali dan Nusa Tenggara Rp. 1,999 per kilogram sedangkan harga gabah
petani Sulawesi adalah sebesar Rp. 1,918 per kilogram. Harga gabah petani
Sumatera dan Kalimantan berada di atas harga dasar dengan harga gabah petani
masing-masing sebesar Rp. 2,451 per kilogram gabah dan Rp. 2,795 per kilogram,
-2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000
Jan Peb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Produksi Padi Ketrs. Beras
Produksi
Ketersediaan
Kebutuhan konsumsi beras 139.15 Kg/Kap/thn.
(25)
sedangkan harga gabah petani Jawa sesuai dengan harga dasar sebesar Rp. 2,201
per kilogram.
1.500 1.700 1.900 2.100 2.300 2.500 2.700 2.900 3.100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumatera Jaw a Bali dan NT Kalimantan Sulaw esi Indonesia
Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2008
Gambar 2. Harga Gabah Petani Indonesia Tahun 2008
Kebijakan tersebut juga menghasilkan dampak yang berbeda-beda
terhadap harga rata-rata tahunan gabah petani tahun 2008 (Januari-Desember) di
tingkat wilayah dan nasional. Harga rata-rata gabah petani Indonesia sepanjang
tahun 2008 adalah sebesar Rp. 2,239. Harga gabah petani Sumatera sebesar
Rp. 2,324, harga gabah petani Jawa sebesar Rp. 2,268, harga gabah petani Bali
dan Nusa Tenggara sebesar Rp. 2,053 harga gabah petani Kalimantan sebesar
Rp. 2,555 dan harga gabah petani Sulawesi sebesar Rp. 1,900.
Penelitian selama ini belum mempertimbangkan kondisi variasi antar
wilayah dan antar waktu. Erwidodo dan Hadi (1999), Feridhanustyawan dan
Pangestu (2003), serta Hadi dan Wiryono (2005) yang menggunakan data
(26)
terhadap stabilisasi harga beras konsumen. Penelitian Karo-Karo Sitepu (2001),
juga menyatakan bahwa kebijakan harga dasar efektif terhadap harga gabah
petani. Selain itu, Dwijono (2001) dan Departemen Pertanian (2007) juga
menyatakan bahwa kebijakan stabilisasi harga melalui instrumen Harga
Pembelian Pemerintah (HPP), pembeliaan gabah dan beras petani dan pengelolaan
stok berlangsung efektif.
Penggunaan data disaggregasi wilayah dapat menunjukkan dampak
kebijakan ini berbeda di wilayah tertentu. Harga dasar gabah berpengaruh nyata
terhadap harga gabah secara nasional, Jawa dan Bali, dan Sulawesi. Sementara di
Sumatera dan Kalimantan pengaruh harga dasar tidak nyata terhadap harga gabah.
Respon harga dasar di wilayah menunjukkan bahwa meskipun secara nasional
harga dasar nyata berpengaruh terhadap harga gabah tetapi harga dasar tidak
menunjukkan efektivitas yang sama terhadap harga gabah (Mulyana, 1998).
Pengaruh intervensi pemerintah pada harga beras juga menghasilkan dampak yang
berbeda antar wilayah. Harga beras nasional, Sumatera, Kalimantan, dan
Sulawesi dipengaruhi secara nyata oleh intervensi pemerintah sedangkan harga
beras Jawa dan Bali tidak nyata dipengaruhi oleh intervensi pemerintah.
Variasi antar wilayah dapat menunjukkan perbedaan dampak kebijakan
sentralistik di masing-masing wilayah. Berdasarkan hal itu, maka penting untuk
melakukan penelitian dampak kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan
harga beras konsumen dengan menggunakan data disaggregasi wilayah dan
bulanan.
(27)
Kebijakan perberasan terutama kebijakan stabilisasi harga gabah dan beras
bertujuan untuk melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Tujuan
kebijakan tersebut dapat tercapai apabila implementasi kebijakan tepat baik dari
segi waktu maupun sasaran kebijakan sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan perlu dipertimbangkan. Kondisi masing-masing wilayah
di Indonesia berbeda-beda terkait adanya variasi antar wilayah dan antar waktu.
Hal ini merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan waktu dan
sasaran implementasi kebijakan stabilisasi harga gabah dan harga beras .
Perbedaan agroekosistem, infrastruktur dan kondisi spesifik suatu wilayah
menyebabkan terjadi perbedaan surplus-defisit produksi padi dan pola panen antar
wilayah. Perbedaan kondisi infrastruktur suatu wilayah dapat menyebabkan
perbedaan kemampuan distribusi antar daerah di masing-masing wilayah.
Perbedaan antar wilayah dan antar waktu tersebut dapat mengakibatkan kebijakan
sentralistik tidak tepat dan tidak efektif di wilayah tertentu.
Kebijakan saat ini merupakan kebijakan yang berlaku umum untuk setiap
wilayah (sentralistik) dan berlaku sepanjang tahun. Menurut data empiris
kebijakan stabilisasi harga gabah dan beras berlangsung efektif secara aggregat
nasional. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyatakan hal yang sama.
Erwidodo dan Hadi (1999), Feridhanustyawan dan Pangestu (2003), serta Hadi
dan Wiryono (2005) yang menggunakan data aggregat nasional dan aggregat
tahunan menyatakan bahwa kebijakan efektif terhadap stabilisasi harga beras
konsumen. Penelitian Karo-Karo Sitepu (2001), Dwijono (2001) dan Departemen
Pertanian (2007) juga menyatakan bahwa kebijakan stabilisasi harga melalui
(28)
berlangsung efektif.
Namun demikian hasil penelitian Mulyana (1998) menyatakan bahwa
kebijakan stabilisasi harga gabah dan beras menghasilkan dampak yang
berbeda-beda di setiap wilayah. Data empiris bulanan juga menunjukkan perberbeda-bedaan
dampak kebijakan ini di beberapa wilayah pada periode tertentu seperti pada
periode Februari-Mei yang disebut sebagai periode panen raya nasional di
masing-masing wilayah. Penggunaan data disaggregasi wilayah dan disaggregasi
bulanan dapat menunjukkan perbedaan dampak kebijakan di masing-masing
wilayah.
Penelitian ini menunjukkan perbedaan dampak kebijakan terhadap harga
gabah dan harga beras antar wilayah. Harga dasar gabah berpengaruh nyata
terhadap harga gabah secara nasional, Jawa dan Bali, dan Sulawesi. Sementara di
Sumatera dan Kalimantan pengaruh harga dasar tidak nyata terhadap harga gabah.
Respon harga dasar di wilayah menunjukkan bahwa meskipun secara nasional
harga dasar nyata berpengaruh terhadap harga gabah tetapi harga dasar tidak
menunjukkan dampak dengan efektivitas yang sama terhadap harga gabah.
Penggunakan data aggregat tahunan dan nasional dapat menghasilkan
kesimpulan yang tidak tepat. Konsekuensi dari hal itu adalah penerapan kebijakan
perberasan selama ini yang belum mempertimbangkan variasi antar wilayah dan
antar waktu akan terus berlangsung sehingga tujuan kebijakan untuk melindungi
kepentingan produsen dan konsumen tidak tercapai.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini sangat penting untuk
mengkaji dampak kebijakan perberasan berdasarkan variasi antar wilayah dan
(29)
terhadap harga gabah dan harga beras nasional dan wilayah sesuai dengan variasi
antar waktu dan antar wilayah sehingga dapat menjawab pertanyaan apakah
perbedaan variasi antar waktu dan antar wilayah mempunyai dampak yang
berbeda terhadap efektivitas kebijakan perberasan.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalahan penelitian di atas
maka tujuan penelitian ini secara umum adalah menganalisis dampak kebijakan
perberasan di tingkat nasional dan wilayah dengan menggunakan model ekonomi
perberasan yang dibangun berdasarkan data disaggregasi wilayah dan bulanan.
Tujuan khusus penelitian adalah:
1. Membangun model ekonomi perberasan yang mampu menjelaskan perbedaan
dampak kebijakan stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras produsen
di tingkat wilayah berdasarkan variasi antar wilayah dan antar waktu.
2. Mempelajari dampak kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), tarif
impor beras, penyaluran oleh Perum Bulog dan kombinasi kebijakan HPP dan
tarif impor beras di tingkat wilayah berdasarkan variasi antar wilayah dan
antar waktu.
1.4.Ruang Lingkup Penelitian
Konstruksi model yang akan dibangun merefleksikan keterkaitan antara
penawaran, permintaan dan harga dalam konteks penerapan instrumen kebijakan
stabilisasi harga gabah produsen dan harga beras konsumen.
(30)
(wilayah) sehingga data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data nasional dan disaggregat wilayah secara bulanan selama periode tahun
2004-2008.
2. Komoditas beras tidak dipisahkan menurut kualitas dan jenisnya, melainkan
digunakan jumlah seluruh beras yang diproduksi, diminta dan
diperdagangkan berdasarkan data yang tersedia.
3. Harga beras internasional yang digunakan mengacu pada harga beras FOB
Thailand kualitas medium broken 25 persen, sedangkan harga beras domestik
mengacu pada harga beras kualitas medium IR II di pasar induk wilayah
masing - masing. Perubahan harga beras kualitas medium menjadi indikator
perubahan semua harga beras dan akan diikuti oleh perubahan harga beras
kualitas lainnya dengan cara yang sama. Hasil uji kointegrasi pasar domestik
Indonesia dengan pasar internasionalnya (Bangkok) pada penelitian Irawan
(2004) menunjukkan bahwa pasar beras (propinsi, Jakarta dan Bangkok)
saling terintegrasi. Perubahan yang terjadi di pasar beras internasional seperti
kelebihan produksi, kegagalan panen dari negara-negara produsen beras
dunia akan berimbas pada pasar domestik.
4. Kebutuhan beras yang sesungguhnya mencakup konsumsi, benih, pakan
maupun susut, tetapi dalam penelitian ini konsumsi beras dibatasi pada
kebutuhan konsumsi masyarakat secara nasional. Data kebutuhan konsumsi
tersebut tersedia secara berkelanjutan.
5. Kebijakan ekonomi perberasan dalam penelitian adalah kebijakan harga
dasar, tarif, pengadaan dan penyaluran beras.
(31)
menggunakan metode pendugaan two stage least squares (2 SLS).
1.5. Definisi
Definisi dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Disaggregasi wilayah adalah pemisahan data nasional menjadi data wilayah
berdasarkan pulau terbesar di Indonesia yaitu: Sumatera, Jawa, Bali dan
Nusa Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi.
2. Disaggregasi bulanan adalah pemisahan data berdasarkan periode waktu satu
bulan dari data tahunan.
3. Periode I adalah periode antara bulan Februari-Mei dimana periode ini
merupakan periode panen raya nasional.
4. Periode II adalah periode bulan Juni-Januari dimana periode ini merupakan
periode bukan panen raya nasional.
5. Periode aggregat adalah periode satu tahun yaitu antara bulan Januari sampai
dengan bulan Desember.
6. Variasi antar wilayah adalah perbedaan pola produksi padi dan kondisi
surplus-defisit antar wilayah akibat adanya perbedaan agroekosistem.
7. Variasi antar waktu adalah perbedaan jumlah produksi beras antara periode I
(32)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Permintaan dan Penawaran Beras Indonesia 2.1.1. Perkembangan Produksi
Produksi padi nasional dihasilkan tidak merata antar wilayah dan antar
waktu. Kondisi ini terjadi karena perbedaan potensi produksi dan pola produksi
masing-masing wilayah. Pulau Jawa merupakan wilayah utama penghasil beras
nasional dengan rata-rata produksi sebesar 54.52 persen dari total produksi beras
Indonesia. Berdasarkan data Angka Tetap (ATAP) dan Angka Ramalan (ARAM)
(Badan Pusat Statistik, 2008), produksi padi nasional tahun 2004 sebesar 54.08
juta ton dan mencapai 60.25 juta ton pada tahun 2008 (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi Padi Nasional Tahun 2004-2008
Bulan Tahun (000 ton)
2004 2005 2006 2007 2008 Januari 2,417.57 1,985.87 2,178.35 1,566.19 1,634.16 Februari 6,630.75 4,380.94 6,013.83 2,882.22 3,001.44 Maret 9,604.15 9,676.19 10,334.72 7,319.63 7,739.92 April 7,268.09 8,783.21 7,398.25 10,543.54 11,186.74 Mei 4,557.59 4,397.83 4,223.08 6,483.74 6,844.40 Juni 4,013.35 3,979.33 4,215.15 4,546.34 4,809.12 Juli 4,852.16 4,710.52 5,115.00 4,748.66 5,048.68 Agustus 4,736.18 5,413.58 5,024.90 6,305.21 6,639.85 September 3,745.93 4,324.79 4,170.36 5,408.75 5,657.30 Oktober 2,664.35 2,915.47 2,519.49 3,171.34 3,321.03 November 1,804.42 1,870.77 1,757.14 2,335.76 2,434.51 Desember 1,789.91 1,712.63 1,504.67 1,845.87 1,933.87 Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, 1999-2007 dan Angka Ramalan III, 2008)
Produksi padi tidak dihasilkan merata baik antar wilayah maupun antar
waktu sepanjang periode satu tahun. Sepanjang periode satu tahun terdapat
kondisi surplus produksi beras Indonesia pada bulan Februari-Mei dan kondisi
cukup sampai dengan bulan Agustus. Perimbangan antara produksi, ketersediaan
(33)
-Januari. Produksi padi sebesar 49.72 persen dari total produksi nasional
dihasilkan pada periode bulan Februari-Mei. Periode bulan Februari-Mei ini
disebut sebagai periode panen raya nasional.
Rata-rata produksi padi Jawa sepanjang tahun 2004-2008 adalah sebesar
30.43 juta ton. Total produksi padi Jawa tahun 2004 sebesar 29.63 juta ton dan
meningkat menjadi 32.34 juta pada tahun 2008 yang berarti lebih dari setengah
produksi padi nasional berasal dari produksi padi Jawa. Semua provinsi di
wilayah Jawa merupakan provinsi penghasil padi terutama Provinsi Jawa Timur
dan Jawa Barat yang merupakan provinsi penghasil padi terbesar di Indonesia.
Produksi padi Jawa Timur sebesar 10.12 juta ton sedangkan Jawa Barat
menghasilkan padi sebesar 9.14 juta ton pada tahun 2008 (Tabel 2).
Tabel 2. Produksi Padi Wilayah Jawa Tahun 2004-2008
Bulan Tahun (000 ton)
2004 2005 2006 2007 2008 Januari 1,159.04 738.02 933.45 576.18 613.82 Februari 4,095.84 2,498.39 3,681.94 1,126.58 1,199.61 Maret 5,679.17 6,240.91 6,452.06 4,136.61 4,421.91 April 3,883.12 4,995.35 3,905.13 6,449.78 6,867.76
Mei 2,174.08 2,058.25 2,051.59 3,361.44 3,556.72
Juni 2,408.76 2,481.68 2,723.05 2,665.58 2,837.11 Juli 3,284.53 3,171.43 3,461.83 3,167.52 3,393.51 Agustus 2,692.41 2,859.29 2,559.64 3,316.34 3,486.62 September 1,584.57 1,787.08 1,636.06 2,444.26 2,565.31 Oktober 1,200.64 1,369.62 1,151.88 1,414.29 1,498.67 November 801.27 898.75 820.92 1,072.45 1,128.41 Desember 672.42 665.61 583.09 735.31 774.76 Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, 1999-2007 dan Angka Ramalan III, 2008)
Produksi padi Jawa terbesar terjadi pada bulan Februari-Mei sehingga
disebut sebagai masa panen raya Jawa. Pada periode ini produksi padi mencapai
sekitar 51.81 persen dari total produksi Jawa dengan jumlah produksi sebesar 3-6
juta ton per bulan. Sebagai wilayah produksi padi utama, maka pola produksi
(34)
juga terjadi pada periode Februari-Mei. Rata-rata produksi padi Sumatera
sepanjang tahun 2004-2008 sebesar 12.90 juta ton dimana pada tahun 2004
produksi padi sebesar 12.66 juta ton sedangkan tahun 2008 produksi padi sebesar
13.58 juta ton. Wilayah ini berkontribusi sebesar 23.03 persen terhadap total
produksi nasional.
Tabel 3. Produksi Padi Wilayah Sumatera Tahun 2004-2008
Bulan Tahun (000 ton)
2004 2005 2006 2007 2008 Januari 785.49 786.59 738.80 564.17 567.54 Februari 1,607.84 1,219.29 1,385.59 1,004.31 1,006.17 Maret 2,074.92 1,940.85 1,889.74 1,829.01 1,866.30 April 1,559.96 1,708.60 1,561.78 2,064.33 2,106.09 Mei 1,031.35 995.15 873.56 1,373.42 1,392.55 Juni 792.91 802.31 777.26 812.07 821.57 Juli 789.40 850.57 727.91 795.58 810.30 Agustus 963,13 1,062.59 1,089.49 1,201.57 1,225.75 September 1,122.34 1,208.23 1,320.34 1,517.86 1,555,96 Oktober 875.70 918.91 798.19 991.72 1,010.18 November 509.20 552.24 439.37 631.14 632.96 Desember 553.69 629.70 601.20 585.52 590.87 Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, 1999-2007 dan Angka Ramalan III, 2008)
Pola produksi Sumatera sama dengan pola produksi Jawa. Panen raya padi
mulai berlangsung pada bulan Februari setelah masa paceklik dan terus meningkat
sampai bulan Mei. Pada periode ini dihasilkan sekitar 47.47 persen dari total
produksi padi Sumatera. Pola produksi yang sama antara kedua wilayah utama
penghasil padi nasional tersebut mengakibatkan pola panen nasional juga terjadi
pada periode bulan Februari-Mei (Tabel 3).
Periode panen raya di Bali dan Nusa Tenggara berlangsung singkat antara
bulan Maret-Mei. Produksi padi rata-rata wilayah ini sebesar 2.87 juta ton
sepanjang tahun 2004-2008. Wilayah ini adalah wilayah dengan kontribusi
produksi padi terkecil diantara wilayah lainnya. Produksi padi Bali dan Nusa
(35)
sentra produksi di wilayah ini tidak merata. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
merupakan sentra produksi sedangkan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur
bukan sentra produksi padi. Pada tahun 2008 produksi padi Provinsi NTB sebesar
1.75 juta ton (Tabel 4).
Tabel 4. Produksi Padi Wilayah Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2004-2008
Bulan Tahun (000 ton)
2004 2005 2006 2007 2008
Januari 73.39 77.89 89.61 71.41 76.60 Februari 214.53 48.06 68.34 89.93 96.81 Maret 643.56 95.48 179.92 276.60 304.50 April 560.87 568.53 653.16 665.83 748.78
Mei 264.59 631.59 642.85 485.57 542.85
Juni 194.22 340.23 327.19 295.22 328.62 Juli 309.74 164.84 178.55 217.20 241.96 Agustus 170.82 188.48 251.40 242.29 268.32 September 96.18 166.07 163.39 166.13 177.53 Oktober 94.12 97.09 132.66 116.16 122.33 November 107.42 113.31 97.81 121.50 128.77 Desember 73.39 112.57 112.83 123.92 133.59 Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, 1999-2007 dan Angka Ramalan III, 2008)
Rata-rata produksi padi Kalimantan sebesar 3.94 juta ton per tahun
sepanjang tahun 2004-2008. Produksi tahun 2004 sebesar 3.66 juta ton sedangkan
pada tahun 2008 dihasilkan sebesar 4.35 juta ton padi. Produksi tersebut terutama
dihasilkan pada bulan Maret dan Agustus yang merupakan puncak produksi padi
Kalimantan. Produksi padi wilayah ini memiliki 2 periode panen raya yaitu
Februari-Mei yang menghasilkan 47.33 persen produksi dan Juli-Oktober sebesar
35.72 persen dari total produksi padi Kalimantan dimana puncak panen terjadi
pada bulan Maret dan Agustus.
Produksi padi antar propinsi di wilayah ini tidak merata dimana produksi
terutama berasal dari Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Pada
tahun 2008 produksi padi Kalimantan Selatan sebesar 1.98 juta ton sedangkan
(36)
Infrastruktur distribusi padi antar propinsi di wilayah ini masih relatif kurang baik
sehingga merupakan salah satu faktor hambatan pasar (barrier) di wilayah ini.
Tabel 5. Produksi Padi Wilayah Kalimantan Tahun 2004-2008
Bulan Tahun (000 ton)
2004 2005 2006 2007 2008 Januari 192.45 262.02 234.19 216.88 225.43 Februari 445.50 464.64 542.94 453.65 467.37 Maret 599.57 499.90 613.13 579.26 588.40 April 444.25 458.94 408.38 478.28 479.23
Mei 288.23 322.05 351.97 419.73 421.66
Juni 184.08 136.66 155.81 259.45 261.00 Juli 218.74 191.09 355.72 199.09 200.22 Agustus 462.70 556.48 499.97 555.42 553.18 September 342.08 347.99 289.16 617.16 616.12 Oktober 148.99 203.42 128.90 275.97 277.15 November 109.30 68.39 128.86 160.96 162.21 Desember 220.79 102.77 68.36 93.26 96.59 Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, 1999-2007 dan Angka Ramalan III, 2008)
Wilayah Sulawesi memiliki kontribusi sebesar 10.12 persen terhadap total
produksi nasional. Produksi padi Sulawesi pada tahun 2004 sebesar 6.55 juta ton
pada tahun 2008 dimana sebesar 4.07 juta ton berasal dari Provinsi Sulawesi
Selatan. Provinsi lainnya di wilayah ini bukan merupakan provinsi sentra produksi
padi yang berarti bahwa produksi padi tidak merata di wilayah ini.
Rata-rata produksi padi Sulawesi sepanjang tahun 2004-2008 adalah
sebesar 5.70 juta ton. Perbedaan besar pola produksi Sulawesi dengan pola
produksi nasional adalah terdapat 2 periode panen raya yang relatif sama yaitu
Maret-Juni yang menghasilkan 45.96 persen produksi dan Juli-Oktober sebesar
37.86 persen dari total produksi padi Sulawesi (Tabel 6). Masa paceklik pada pola
panen nasional merupakan masa panen raya di wilayah Sulawesi sedangkan awal
masa panen raya nasional merupakan akhir paceklik di wilayah ini. Perbedaan
pola panen Sulawesi dengan pola panen nasional menjadi faktor penyebab
(37)
Tabel 6. Produksi Padi Sulawesi Tahun 2004-2008
Bulan Tahun (000 ton)
2004 2005 2006 2007 2008 Januari 192.54 134.85 193.74 131.39 143.39 Februari 250.29 91.96 211.71 195.49 216.34 Maret 595.50 408.66 684.75 474.49 529.64 April 808.64 972.13 847.69 860.76 958.15 Mei 776.11 646.11 600.94 798.71 881.89 Juni 415.95 373.58 365.49 492.09 535.96 Juli 242.47 296.52 307.60 353.97 384.84 Agustus 438.72 754.24 692.85 969.19 1,081.34 September 593.38 861.32 774.80 657.17 735.60 Oktober 339.42 308.49 333.60 358.65 396.44 November 265.61 235.92 237.09 333.56 364.06 Desember 252.74 217.03 143.55 298.53 327.62 Sumber: Badan Pusat Statistik, (Angka Tetap, 1999-2007 dan Angka Ramalan III, 2008)
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa terjadi variasi antar wilayah dan
waktu produksi padi Indonesia di masing-masing wilayah. Variasi antar wilayah
terjadi akibat perbedaan jumlah produksi wilayah dimana suatu wilayah disebut
sentra produksi atau bukan sentra produksi. Variasi antar waktu terkait dengan
pola produksi dimana terdapat periode panen raya dan bukan panen raya di
masing-masing wilayah yang berbeda-beda pula. Selain variasi antar wilayah dan
antar waktu terdapat juga variasi infrastruktur distribusi padi. Wilayah Jawa dan
Sumatera relatif memiliki infrastruktur yang baik sedangkan Kalimantan dan Nusa
Tenggara memiliki infrastruktur yang relatif kurang baik.
2.1.2. Pola Panen Padi
Pola panen padi wilayah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) pola panen. Pola
pertama adalah pola panen wilayah Sumatera dan Jawa. Pola panen nasional
termasuk dalam pola pertama ini. Kedua adalah pola panen wilayah Bali dan Nusa
Tenggara, sedangkan pola panen ketiga adalah pola panen wilayah Kalimantan
(38)
Gambar 3. Pola Panen Padi Indonesia Tahun 2004-2008
Produksi padi sebesar 49.72 persen dari total produksi nasional dihasilkan
pada priode antara bulan Februari-Mei. Periode ini disebut sebagai periode panen
raya. Memasuki Bulan Agustus dan September terjadi masa panen kedua yang
disebut masa panen gadu, namun dalam penelitian ini masa panen gadu
digolongkan sebagai periode bukan panen raya. Periode bukan panen raya terjadi
antara Juni-Januari yang terdiri dari masa sesudah panen raya (Juni-Juli), masa
panen gadu (Agustus-September) dan masa paceklik (Oktober-Januari).
Pola panen yang sama terjadi di wilayah Jawa bahkan pada periode panen
raya sekitar 51.81 persen dari total produksi Jawa dihasilkan pada periode ini. Pola
panen secara nasional ditentukan oleh pola panen wilayah Jawa sebab lebih dari
setengah (54.33 persen) produksi padi dihasilkan di wilayah ini. Masa panen gadu
di wilayah Jawa juga terdiri dari 2 bulan yaitu pada bulan Juli dan Agustus. Pola
panen menyebabkan terdapat kondisi surplus yang tinggi pada saat panen raya,
kondisi cukup dan kurang pada saat bukan panen raya (Gambar 4). 0
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Bulan Produksi Padi (000 Ton)
(39)
Gambar 4. Pola Panen Padi Jawa Tahun 2004 – 2008
Pola panen wilayah Sumatera juga hampir serupa dengan pola panen Jawa
dan Indonesia dimana masa panen raya terjadi pada periode Februari-Mei dimana
jumlah produksi sebesar 47.47 persen dari total produksi wilayah Sumatera.
Wilayah ini berkontribusi sebesar 23.03 persen terhadap total produksi nasional.
Pola yang berbeda dengan wilayah Jawa adalah pada pola panen gadu yang
berlangsung selama periode bulan Agustus-Oktober. Hal ini berarti bahwa
penyediaan beras di wilayah ini relatif lebih merata sepanjang tahun daripada
wilayah Jawa.
Pola panen Jawa dan Sumatera yang berkontribusi menghasilkan sekitar
77.35 persen dari total produksi padi nasionl menentukan bentuk pola panen
nasional. Pola produksi yang sama antara kedua wilayah utama penghasil padi
nasional tersebut mengakibatkan pola panen nasional juga terjadi pada periode
bulan Februari-Mei. Pola panen yang sama, kondisi surplus dan infrastruktur yang
relatif lebih baik daripada wilayah lainnya mengakibatkan pengaruh kebijakan 0
1000 2000 3000 4000 5000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Bulan Produksi padi (000 Ton)
(40)
memiliki dampak yang hampir sama di kedua wilayah ini.
Gambar 5. Pola Produksi Padi Sumatera Tahun 2004-2008
Pola panen wilayah lainnya berbeda dengan pola panen Indonesia,
Sumatera dan Jawa di atas. Pola panen Bali dan Nusa Tenggara tidak mengalami
masa panen gadu sehingga periode bukan panen berlangsung lebih lama. Periode
panen raya di Bali dan Nusa Tenggara berlangsung singkat antara bulan
Maret-Mei. Pada bulan lainnya produksi padi Bali dan Nusa Tenggara relatif sama
Memasuki bulan September produksi padi Bali dan Nusa Tenggara kembali
mengalami peningkatan. Wilayah Bali dan Nusa Tenggara ini adalah wilayah
yang memiliki kontribusi produksi padi paling kecil diantara seluruh wilayah
lainnya.
Produksi padi Bali dan Nusa Tenggara hanya sekitar 5.13 persen dari total
produksi padi nasional. Daerah sentra produksi padi di wilayah ini tidak merata
dan terpusat pada satu provinsi saja. Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)
merupakan sentra produksi sedangkan Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur 0
500 1000 1500 2000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Bulan Produksi Padi (000 Ton)
(41)
bukan sentra produksi padi. Pada tahun 2008 produksi padi Provinsi NTB sebesar
1.75 juta ton.
Gambar 6. Pola Produksi Padi Bali dan Nusa Tenggara Tahun 2004-2008
Gambar 7. Pola Produksi Padi Kalimantan Tahun 2004-2008
Wilayah Kalimantan memiliki dua periode puncak panen bulan Maret dan
Agustus. Produksi padi wilayah ini memiliki 2 (dua) periode panen raya dengan
jumlah produksi relatif sama yaitu 47.33 persen dari total produksi padi 0
100000 200000 300000 400000 500000 600000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Bulan Produksi Padi (Ton)
0 100000 200000 300000 400000 500000 600000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Bulan Produksi Padi (Ton)
(42)
Kalimantan pada periode Februari-Mei dan sebesar 35.72 persen pada periode
Juli-Oktober. Puncak panen pada periode panen Kalimantan masing-masing terjadi
pada bulan Maret dan Agustus.
Pola panen Sulawesi juga memiliki 2 (dua) periode panen raya yang relatif
sama yaitu Maret-Juni yang menghasilkan 45.96 persen produksi dan Juli-Oktober
sebesar 37.86 persen dari total produksi padi Sulawesi. Masa paceklik pada pola
panen nasional merupakan masa panen raya di wilayah Sulawesi sedangkan awal
masa panen raya nasional merupakan akhir masa paceklik di wilayah ini.
Gambar 8. Pola Produksi Padi Sulawesi Tahun 2004-2008
2.1.3. Impor Beras
Indonesia menjadi negara importir beras dengan jumlah impor berfluktuasi.
Jumlah impor beras mencapai titik puncak pada tahun 1999 dengan jumlah lebih
dari 4.74 juta ton. Jumlah impor beras sempat mengalami penurunan pada tahun
2004-2006 ke angka 187 698 ton. Jumlah impor beras kembali meningkat tahun 0
100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 900000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Bulan
(43)
2007 menjadi sebesar 1.05 juta ton. Jumlah impor beras tahun 2008 kemudian
menurun tajam dengan pertumbuhan -73.33 persen sampai bulan Juni berbanding
dengan periode yang sama tahun 2007.
Sebagian besar beras impor Indonesia berasal dari Thailand dan Vietnam.
Pada tahun 1999-2007 pertumbuhan impor beras dari Vietnam meningkat sebesar
34.21 persen sedangkan beras impor dari Thailand relatif stabil dengan
pertumbuhan -3.89 persen.
Tabel 7. Impor Beras Indonesia Tahun 2004-2008
Bulan Tahun (000 ton)
2004 2005 2006 2007 2008 Januari 35.30 4.41 21.19 32.35 136.58 Februari 20.65 12.76 70.62 96.29 9.06 Maret 16.37 3.72 7.40 195.50 74.19 April 34.10 4.43 12.69 86.30 76.27 Mei 30.41 7.19 3.55 86.30 29.08 Juni 10.88 29.86 27.50 101.95 30.05 Juli 15.88 12.84 26.02 38.52 10.22 Agustus 13.68 36.98 11.35 65.55 21.50 September 9.40 7.00 18.81 151.92 14.57 Oktober 3.67 10.94 49.47 54.38 12.23 November 4.80 16.28 79.42 140.02 16.16 Desember 31.57 44.79 110.10 107.84 16.01 Sumber : BPS, diolah oleh Departemen Perdagangan RI, 2009
Realisasi impor justru terjadi pada periode panen raya nasional
Februari-Mei yaitu sekitar 29.51 persen dari total seluruh realisasi impor sepanjang tahun.
Jumlah realisasi impor yang cukup besar pada periode ini semakin menambah
besarnya jumlah penawaran hingga mencapai sekitar 51.85 persen dari total
penawaran sepanjang tahun, melengkapi total penawaran yang berasal dari
produksi nasional sebesar 49.72 persen dari total produksi nasional.
Penghapusan monopoli Bulog dan pembebasan impor beras tahun 2000
produksi dan krisis politik mengakibatkan beras impor membanjiri pasar
(44)
nasional menjadi tidak kompetitif lagi dibanding beras impor (Hadi dan Wiryono,
2005). Sebagian besar beras impor Indonesia berasal dari Thailand disamping
Vietnam. Thailand merupakan salah satu negara eksportir utama dunia sehingga
harga beras Thailand mempengaruhi harga beras dunia. Berdasarkan alasan
tersebut, maka penelitian ini menggunakan harga beras Thailand sebagai acuan
harga beras dunia.
Sumber : BPS, diolah oleh Departemen Perdagangan RI, 2009 Gambar 9. Impor Beras Bulanan Indonesia Tahun 2008
2.1.4. Konsumsi Beras
Penduduk Indonesia mayoritas mengkonsumsi beras sebagai bahan
makanan pokok. Peningkatan jumlah penduduk yang mengkonsumsi beras
disebabkan oleh beralihnya konsumsi makanan pokok dari jagung, ubi, atau sagu
ke beras di beberapa daerah. Kebijakan harga beras murah yang dilakukan oleh
pemerintah melalui kebijakan stabilisasi harga beras juga mendukung peningkatan
jumlah konsumsi beras.
-10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop
(1)
Lampiran 18. Lanjutan
Penyaluran (Wilayah) Periode I
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range Bulan = 14 To 53
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label PGTP 16 16 1177.2 174.8 1244.1 423.9 PGTP PGSU 16 16 1293.4 186.3 1011.3 496.7 PGSU PGJW 16 16 1151.5 186.2 806.1 364.7 PGJW PGBN 16 16 1063.5 165.1 747.4 259.7 PGBN PGKN 16 16 1422.4 229.7 1773.4 153.8 PGKN PGSW 16 16 1102.7 152.1 1300.5 66.5922 PGSW PBIN 16 16 2493.7 320.9 3139.1 429.4 PBIN PBSU 16 16 2855.3 442.0 2927.9 626.4 PBSU PBJW 16 16 2458.6 336.1 2293.7 335.9 PBJW PBBN 16 16 2418.1 381.8 2409.0 195.3 PBBN PBKN 16 16 2246.0 292.6 2977.3 178.8 PBKN PBSW 16 16 2316.8 443.9 3020.2 234.2 PBSW STCK 16 16 1191.0 414.1 2857.5 432.5 STCK IMPR 16 16 48.4600 53.2463 76.6382 41.4571 IMPR PIMP 16 16 2886.7 700.5 2674.8 637.4 PIMP TPPS 16 16 1484.4 580.2 704.5 324.0 TPPS TPPJ 16 16 4161.7 1935.5 3337.6 798.3 TPPJ TPBN 16 16 576.2 318.8 681.0 128.0 TPBN TPPK 16 16 381.1 70.5052 420.8 69.0793 TPPK TPSW 16 16 586.2 294.2 427.7 35.0272 TPSW TPPI 16 16 7215.3 2900.0 5597.4 924.5 TPPI KBIN 16 16 24811.3 514.4 24793.3 366.8 KBIN KBSU 16 16 5707.3 132.1 5605.7 155.7 KBSU KBJW 16 16 12960.8 227.6 13167.4 94.3969 KBJW KBBN 16 16 1456.1 39.2218 1463.6 15.3462 KBBN KBKN 16 16 1301.4 36.2903 1314.9 40.2964 KBKN KBSW 16 16 1767.1 57.6605 1623.0 106.9 KBSW AREA 16 16 1577.0 576.2 1221.0 164.6 AREA ARLS 16 16 377.7 103.3 183.2 61.9033 ARLS ARLJ 16 16 802.7 372.8 644.7 156.5 ARLJ ALBN 16 16 118.1 64.4612 139.5 25.9054 ALBN ARLK 16 16 108.0 18.7113 119.5 19.2441 ARLK ALSW 16 16 134.1 67.2614 97.8760 7.9842 ALSW QSBR 16 16 5238.7 1577.5 6118.5 740.5 QSBR
(2)
Lampiran 19. Hasil Simulasi Kebijakan Kenaikan Penyaluran Sebesar 5
Persen Tahun 2004-2008 Periode II
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range Bulan = 7 To 60
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label PGTP 38 38 1184.3 189.2 1504.9 675.7 PGTP PGSU 38 38 1217.5 204.7 1469.5 1038.6 PGSU PGJW 38 38 1174.3 173.3 1263.1 341.6 PGJW PGBN 38 38 1085.9 161.2 1367.1 266.7 PGBN PGKN 38 38 1275.2 215.0 1828.0 189.3 PGKN PGSW 38 38 1054.3 128.0 1741.5 142.4 PGSW PBIN 38 38 2407.7 274.0 3381.4 786.3 PBIN PBSU 38 38 2696.8 376.9 3635.2 1413.4 PBSU PBJW 38 38 2367.3 290.1 2880.9 274.9 PBJW PBBN 38 38 2321.5 341.5 3289.5 171.4 PBBN PBKN 38 38 2129.3 330.1 3065.9 202.4 PBKN PBSW 38 38 2126.0 316.5 4468.2 512.0 PBSW STCK 38 38 1559.2 412.4 1182.6 532.1 STCK IMPR 38 38 40.4158 41.3001 85.8385 50.9745 IMPR PIMP 38 38 2728.9 493.1 2663.2 516.4 PIMP TPPS 38 38 856.1 352.1 1081.1 704.9 TPPS TPPJ 38 38 2053.2 1153.4 3620.2 680.0 TPPJ TPBN 38 38 206.2 98.6964 802.4 242.8 TPBN TPPK 38 38 205.3 122.3 391.9 64.0725 TPPK TPSW 38 38 419.1 239.1 451.9 74.3615 TPSW TPPI 38 38 3752.8 1702.3 6360.3 1048.8 TPPI KBIN 38 38 24988.3 493.3 23313.5 855.0 KBIN KBSU 38 38 5721.8 131.8 5193.7 568.3 KBSU KBJW 38 38 13065.9 244.9 12565.6 265.8 KBJW KBBN 38 38 1472.8 36.9696 1386.9 22.1265 KBBN KBKN 38 38 1319.5 45.6764 1312.6 42.9186 KBKN KBSW 38 38 1789.3 58.0963 1235.7 224.1 KBSW AREA 38 38 847.9 353.9 1408.2 216.5 AREA ARLS 38 38 210.0 67.3760 276.0 159.6 ARLS ARLJ 38 38 399.9 226.4 704.1 135.5 ARLJ ALBN 38 38 44.9208 21.9956 173.3 52.0884 ALBN ARLK 38 38 60.4220 36.1919 114.7 17.1304 ARLK ALSW 38 38 96.2830 54.6183 103.8 16.2760 ALSW QSBR 38 38 3651.7 1113.4 5125.1 456.4 QSBR
(3)
Lampiran 19. Lanjutan
Penyaluran (Wilayah) Periode II
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range Bulan = 7 To 60
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label
PGTP 38 38 1184.3 189.2 1777.5 602.9 PGTP PGSU 38 38 1217.5 204.7 1269.8 1078.9 PGSU PGJW 38 38 1174.3 173.3 950.1 393.0 PGJW PGBN 38 38 1085.9 161.2 947.6 306.4 PGBN PGKN 38 38 1275.2 215.0 1828.0 189.3 PGKN PGSW 38 38 1054.3 128.0 1453.9 122.9 PGSW PBIN 38 38 2407.7 274.0 3782.9 700.0 PBIN PBSU 38 38 2696.8 376.9 3298.0 1476.2 PBSU PBJW 38 38 2367.3 290.1 2404.3 357.5 PBJW PBBN 38 38 2321.5 341.5 2571.2 273.9 PBBN PBKN 38 38 2129.3 330.1 3065.9 202.4 PBKN PBSW 38 38 2126.0 316.5 3490.8 394.3 PBSW STCK 38 38 1559.2 412.4 1209.2 525.9 STCK IMPR 38 38 40.4158 41.3001 86.8167 51.1336 IMPR PIMP 38 38 2728.9 493.1 2663.2 516.4 PIMP TPPS 38 38 856.1 352.1 930.3 726.4 TPPS TPPJ 38 38 2053.2 1153.4 3146.3 610.0 TPPJ TPBN 38 38 206.2 98.6964 595.8 191.4 TPBN TPPK 38 38 205.3 122.3 391.9 64.0725 TPPK TPSW 38 38 419.1 239.1 404.9 67.8843 TPSW TPPI 38 38 3752.8 1702.3 5482.1 948.8 TPPI KBIN 38 38 24988.3 493.3 24213.0 876.4 KBIN KBSU 38 38 5721.8 131.8 5368.2 611.9 KBSU KBJW 38 38 13065.9 244.9 13001.3 174.4 KBJW KBBN 38 38 1472.8 36.9696 1446.2 20.6637 KBBN KBKN 38 38 1319.5 45.6764 1312.6 42.9186 KBKN KBSW 38 38 1789.3 58.0963 1465.6 128.6 KBSW AREA 38 38 847.9 353.9 1223.5 192.8 AREA ARLS 38 38 210.0 67.3760 239.0 166.0 ARLS ARLJ 38 38 399.9 226.4 611.8 120.5 ARLJ ALBN 38 38 44.9208 21.9956 128.7 40.9480 ALBN ARLK 38 38 60.4220 36.1919 114.7 17.1304 ARLK ALSW 38 38 96.2830 54.6183 92.9693 14.7942 ALSW QSBR 38 38 3651.7 1113.4 4606.6 420.5 QSBR
(4)
Lampiran 20. Hasil Simulasi Kebijakan Kombinasi Kenaikan Harga
Pembelian Pemerintah dan Tarif Impor Masing-masing
Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode Agregat
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range Bulan = 7 To 60
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label
PGTP 54 54 1182.2 183.4 1705.3 784.5 PGTP PGSU 54 54 1240.0 200.8 1532.0 1151.8 PGSU PGJW 54 54 1167.5 175.8 1261.0 373.4 PGJW PGBN 54 54 1079.3 161.1 1359.2 282.5 PGBN PGKN 54 54 1318.8 227.6 2053.1 195.0 PGKN PGSW 54 54 1068.6 136.0 2006.7 178.7 PGSW PBIN 54 54 2433.2 288.3 3689.2 946.3 PBIN PBSU 54 54 2743.8 399.7 3764.9 1612.7 PBSU PBJW 54 54 2394.3 304.1 2915.0 318.8 PBJW PBBN 54 54 2350.1 353.1 3298.7 182.5 PBBN PBKN 54 54 2163.9 321.2 3254.0 222.5 PBKN PBSW 54 54 2182.5 365.2 5205.5 612.5 PBSW STCK 54 54 1450.1 442.8 1395.1 670.4 STCK IMPR 54 54 42.7993 44.7987 61.5967 52.7020 IMPR PIMP 54 54 2775.7 560.3 3797.1 759.1 PIMP TPPS 54 54 1042.3 515.4 1086.5 833.0 TPPS TPPJ 54 54 2677.9 1712.7 3716.9 702.8 TPPJ TPBN 54 54 315.8 254.3 895.5 250.2 TPBN TPPK 54 54 257.4 135.7 447.5 73.4978 TPPK TPSW 54 54 468.6 265.2 508.2 77.0528 TPSW TPPI 54 54 4778.7 2636.3 6671.3 1232.7 TPPI KBIN 54 54 24935.9 501.4 23071.1 958.7 KBIN KBSU 54 54 5717.5 130.8 5170.0 708.3 KBSU KBJW 54 54 13034.7 242.7 12527.9 230.2 KBJW KBBN 54 54 1467.8 38.0620 1387.1 19.4167 KBBN KBKN 54 54 1314.1 43.5719 1305.3 41.6601 KBKN KBSW 54 54 1782.7 58.3222 1061.9 248.9 KBSW AREA 54 54 1063.9 542.5 1476.3 243.5 AREA ARLS 54 54 259.7 110.3 282.7 188.6 ARLS ARLJ 54 54 519.3 331.0 721.1 137.6 ARLJ ALBN 54 54 66.6073 51.4957 189.9 51.0480 ALBN ARLK 54 54 74.5247 38.6624 129.7 19.1439 ARLK ALSW 54 54 107.5 60.5513 116.6 16.9575 ALSW QSBR 54 54 4121.9 1450.8 4862.9 556.3 QSBR
(5)
Lampiran 21. Hasil Simulasi Kebijakan Kombinasi Kenaikan Harga
Pembelian Pemerintah dan Tarif Impor Masing-masing
Sebesar 5 Persen Tahun 2004-2008 Periode Periode I
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range Bulan = 14 To 53
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label
PGTP 16 16 1177.2 174.8 1357.6 414.0 PGTP PGSU 16 16 1293.4 186.3 1317.2 409.3 PGSU PGJW 16 16 1151.5 186.2 1170.7 268.2 PGJW PGBN 16 16 1063.5 165.1 1228.7 181.1 PGBN PGKN 16 16 1422.4 229.7 1984.1 168.4 PGKN PGSW 16 16 1102.7 152.1 1721.6 193.1 PGSW PBIN 16 16 2493.7 320.9 3281.5 439.7 PBIN PBSU 16 16 2855.3 442.0 3450.2 501.5 PBSU PBJW 16 16 2458.6 336.1 2853.9 202.5 PBJW PBBN 16 16 2418.1 381.8 3195.9 168.3 PBBN PBKN 16 16 2246.0 292.6 3149.5 212.3 PBKN PBSW 16 16 2316.8 443.9 4306.6 658.0 PBSW STCK 16 16 1191.0 414.1 2694.9 377.1 STCK IMPR 16 16 48.4600 53.2463 53.2361 45.9703 IMPR PIMP 16 16 2886.7 700.5 3791.7 804.7 PIMP TPBI 16 16 4557.7 1830.7 4199.8 654.1 TPBI TPBS 16 16 924.8 361.5 565.6 193.8 TPBS TPBJ 16 16 2592.7 1205.8 2406.3 505.7 TPBJ TPBB 16 16 359.0 198.6 559.3 138.3 TPBB TPBK 16 16 237.4 43.9247 284.9 50.2161 TPBK TPBSW 16 16 365.2 183.3 305.1 19.8767 TPBSW TPPS 16 16 1484.4 580.2 907.9 311.0 TPPS TPPJ 16 16 4161.7 1935.5 3862.5 811.7 TPPJ TPBN 16 16 576.2 318.8 897.7 222.1 TPBN TPPK 16 16 381.1 70.5052 457.3 80.6037 TPPK TPSW 16 16 586.2 294.2 489.8 31.9049 TPSW TPPI 16 16 7215.3 2900.0 6640.8 1037.8 TPPI KBIN 16 16 24811.3 514.4 23854.7 629.7 KBIN KBSU 16 16 5707.3 132.1 5386.5 134.1 KBSU KBJW 16 16 12960.8 227.6 12766.3 214.2 KBJW KBBN 16 16 1456.1 39.2218 1406.5 24.9274 KBBN KBKN 16 16 1301.4 36.2903 1313.8 40.8411 KBKN KBSW 16 16 1767.1 57.6605 1363.0 264.2 KBSW AREA 16 16 1577.0 576.2 1444.2 201.1 AREA ARLS 16 16 377.7 103.3 234.9 46.2398 ARLS ARLJ 16 16 802.7 372.8 747.1 164.4 ARLJ ALBN 16 16 118.1 64.4612 184.0 45.5554 ALBN ARLK 16 16 108.0 18.7113 129.9 22.5681 ARLK ALSW 16 16 134.1 67.2614 112.1 7.1549 ALSW QSBR 16 16 5238.7 1577.5 6091.8 754.2 QSBR
(6)
Lampiran 22.Hasil Simulasi Kebijakan Kombinasi Kenaikan Harga
Pembelian Pemerintah dan Tarif Impor Masing-masing
Sebesar 5 Persen Periode Tahun 2004-2008 Periode II
The SAS System The SIMNLIN Procedure Dynamic Simultaneous Simulation
Solution Range Bulan = 7 To 60
Descriptive Statistics
Actual Predicted
Variable N Obs N Mean Std Dev Mean Std Dev Label
PGTP 38 38 1184.3 189.2 1893.4 621.6 PGTP PGSU 38 38 1217.5 204.7 1684.4 1037.4 PGSU PGJW 38 38 1174.3 173.3 1323.6 352.8 PGJW PGBN 38 38 1085.9 161.2 1417.7 270.0 PGBN PGKN 38 38 1275.2 215.0 2052.5 189.9 PGKN PGSW 38 38 1054.3 128.0 1970.6 185.7 PGSW PBIN 38 38 2407.7 274.0 3925.3 744.2 PBIN PBSU 38 38 2696.8 376.9 3989.6 1421.7 PBSU PBJW 38 38 2367.3 290.1 2972.4 293.8 PBJW PBBN 38 38 2321.5 341.5 3332.3 183.2 PBBN PBKN 38 38 2129.3 330.1 3259.3 223.5 PBKN PBSW 38 38 2126.0 316.5 5082.3 654.2 PBSW STCK 38 38 1559.2 412.4 919.0 599.5 STCK IMPR 38 38 40.4158 41.3001 63.8518 57.6440 IMPR PIMP 38 38 2728.9 493.1 3797.6 743.6 PIMP TPBI 38 38 2370.0 1074.1 4219.9 700.7 TPBI TPBS 38 38 533.4 219.3 775.8 444.7 TPBS TPBJ 38 38 1279.1 718.6 2314.0 429.5 TPBJ TPBB 38 38 128.4 61.4878 516.2 154.6 TPBB TPBK 38 38 127.9 76.1971 268.7 45.1984 TPBK TPPS 38 38 856.1 352.1 1245.3 713.8 TPPS TPPJ 38 38 2053.2 1153.4 3714.3 689.4 TPPJ TPBN 38 38 206.2 98.6964 828.6 248.2 TPBN TPPK 38 38 205.3 122.3 431.3 72.5497 TPPK TPSW 38 38 419.1 239.1 489.8 82.1489 TPSW TPPI 38 38 3752.8 1702.3 6722.2 1124.1 TPPI KBIN 38 38 24988.3 493.3 22889.1 947.8 KBIN KBSU 38 38 5721.8 131.8 5006.9 562.6 KBSU KBJW 38 38 13065.9 244.9 12478.9 291.2 KBJW KBBN 38 38 1472.8 36.9696 1383.4 22.8068 KBBN KBKN 38 38 1319.5 45.6764 1311.2 43.3466 KBKN KBSW 38 38 1789.3 58.0963 1089.6 286.2 KBSW AREA 38 38 847.9 353.9 1493.0 234.8 AREA ARLS 38 38 210.0 67.3760 316.7 160.0 ARLS ARLJ 38 38 399.9 226.4 722.3 136.9 ARLJ ALBN 38 38 44.9208 21.9956 179.0 53.2448 ALBN ARLK 38 38 60.4220 36.1919 126.3 19.5273 ARLK ALSW 38 38 96.2830 54.6183 112.5 18.0711 ALSW QSBR 38 38 3651.7 1113.4 4525.4 440.4 QSBR