PENGALAMAN MENARCHE ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI NGRUKEMAN TAMANTIRTO KASIHAN BANTUL YOGYAKARTA

(1)

i

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

CHRIS SHANDI NUGRAHENI 20120320081

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

iii Nama : Chris Shandi Nugraheni

NIM : 20120320081

Program studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa karya tulis ilmiah yang peneliti tulis ini benar-benar merupakan hasil Karya Tulis peneliti sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari peneliti lain telah disebutkan dalam teks yang tercantum dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmian ini.

Apabila dikemudian dari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis ini hasil jiplakan, maka peneliti bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 31 Juli 2016 Yang memberi pernyataan


(4)

iv kepada :

1. Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya. 2. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sirodin dan Ibu Sumarni, yang selalu

mencurahkan kasih sayangnya dengan terus memberikan motivasi, dukungan, doa dan banyak hal khususnya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Kakak ku tersayang Gayuh Fakarti Utomo, yang selalu membimbing tiap langkah-langkah hingga dapat terus berdiri tegak serta keluarga besar yang selalu memberikan semangat untuk terus maju.

4. Teman-teman terbaikku, Mola, Moli, Arum, Cici dan sahabat terkasihku Mela yang telah mendampingiku selama 4 tahun ini dengan penuh kasih sayang.

5. Teman-teman PSIK 2012, kelompok skill lab, dan teman-teman satu kelompok bimbingan yang telah menemani dalam terselesainya karya tulis penelitian ini.

6. Agrin Saputra yang selalu menemani dari jauh selama 3 tahun ini. 7. Sahabatku di Temanggung, temen komplek, temen SD, SMP, SMA

yang selalu memberikan pencerahan di setiap kesusahan.

8. Sahabatku satu band, Rosenesia, Rubix, Eiffel, Aphrodite, Never Ending Story yang selalu mencerahkan hari-hariku.


(5)

v

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang berjudul : “Pengalaman Menarche Anak Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta”. proposal ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana keperawatan di Program Strudi Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Karya tulis ini tidak lepas dari peran serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep,. Sp.Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Falasifah Ani Yuniarti, S.Kep., Ns., MAN., HNC selaku dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran, kelembutan dan pengorbanan dalam membimbing dan mengarahkan penyusunan proposal ini.

4. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, semangat, dan dukungan dalam penyelesaian proposal ini.

5. Teman-teman PSIK UMY angkatan 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan yang kuat dalam penyusunan proposal ini.


(6)

vi

Peneliti menyadari bahwa proposal karya tulis ilmiah ini memiliki banyak kekurangan, mengingat keterbatasan penelitian, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan proposal karya tulis ilmian ini.

Yogyakarta, 17 Agustus 2016


(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

INTISARI ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C.Tujuan Penelitian ... 4

D.Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

F. Penelitian Terkait ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Landasan Teori ... 9

1. Pengalaman Pertama Menarche ... 9

2. Karakteristik Anak Sekolah Dasar ... 10

3. Pubertas ... 16

4. Menarche... 17

5. Menstruasi ... 18

6. Kesiapan Menarche ... 19

7. Respon Psikologi Anak dalam Menghadapi Menarche ... 23

8. Dukungan Sosial Keluarga ... 29

B. Kerangka Konsep ... 31

C. Pertanyaan Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Populasi dan Sampel ... 34

C. Lokasi Waktu Penelitian ... 36

D. Definisi Operasional ... 36

E. Metode Pengumpulan Data ... 36

F. Intrumen Penelitian ... 38


(8)

viii

B. Pembahasan ... 55

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN


(9)

(10)

(11)

xi

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Lampiran 3 : Kuesioner Data Demografi Partisipan Lampiran 4 : Pedoman Wawancara


(12)

xii INTISARI

Latar belakang: Menarche adalah menstruasi pertama kali yang dialami oleh anak sebagai tanda dari kematangan seorang perempuan. Menarche berperan sebagai batas antara masa kanak-kanak dan remaja. Usia anak perempuan saat

menarche adalah pada usia antara 10 sampai 16 tahun dan rata-rata terjadi pada

usia 12 tahun 5 bulan. Pengalaman yang dialami anak usia sekolah dasar sangat penting untuk mengetahui bagaimana kesiapan anak dalam mengahadapi

menarche.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman anak usia sekolah dasar pada saat menarche.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif wawancara secara mendalam. Partisipan berjumlah lima partisipan yang tercatat sebagai siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman dan telah mengalami menarche. Teknik pemilihan sampel adalah secara purposive

sampling dan menggunakan media tape recording untuk mendokumentasikan data

wawancara

Hasil: hasil penelitian menunjukkan 8 tema yaitu 1) dominasi perasaan anak saat

menarche, 2) dukungan saat menarche, 3) kesiapan menghadapi menarche, 4)

ketidaknyamanan anak saat menarche, 5) makna menarche bagi anak, 6) perawatan diri anak saat menstruasi, 7) perubahan anak setelah menarche, 8) upaya mengatasi ketidaknyamanan saat menarche

Kesimpulan: Partisipan dalam penelitian ini mayoritas memiliki kesiapan dan pemahaman yang masih kurang tentang menarche sehingga masih muncul hal-hal negatif saat menghadapi menarche.


(13)

xiii ABSTRACT

Background: Menarche is the first menstrual period experienced by children as a sign of the maturity of a woman. Menarche serves as the boundary between childhood and adolescence. The age of girls menarche was at the age between 10 to 16 years and the average going at the age of 12 years and 5 months. Experiences the children of primary school age is very important to know how a child's readiness in facing menarche.

Purpose: This study aims to know the experience of primary school age children at the time of menarche.

Method: This study uses a qualitative method with descriptive phenomenology design in-depth interviews. Participants were five participants registered as a student at the State Primary School Ngrukeman and has experienced menarche. Sample selection technique was by purposive sampling and using tape recording media for documenting the interview data

Results: The results showed eight themes, namely 1) the dominance of children's feelings at menarche, 2) support at menarche, 3) preparedness for menarche, 4) the child's discomfort at menarche, 5) the meaning of menarche for children, 6) self-care of children during menstruation, 7) changes in children after menarche, 8) attempts to overcome the inconvenience of menarche

Conclusion: Participants in this study had a majority of preparedness and understanding are still lacking about menarche so that they appear negative things in the face of menarche.


(14)

Kasihan Bantul Yogyakarta

Chris Shandi Nugraheni1, Falsifah Ani Yuniarti2 1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY 2

Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

ABSTRACT

Background: Menarche is the first menstrual period experienced by children as a sign of the maturity of a woman. Menarche serves as the boundary between childhood and adolescence. The age of girls menarche was at the age between 10 to 16 years and the average going at the age of 12 years and 5 months. Experiences the children of primary school age is very important to know how a child's readiness in facing menarche.

Purpose: This study aims to know the experience of primary school age children at the time of menarche.

Method: This study uses a qualitative method with descriptive phenomenology design in-depth interviews. Participants were five participants registered as a student at the State Primary School Ngrukeman and has experienced menarche. Sample selection technique was by purposive sampling and using tape recording media for documenting the interview data

Results: The results showed eight themes, namely 1) the dominance of children's feelings at menarche, 2) support at menarche, 3) preparedness for menarche, 4) the child's discomfort at menarche, 5) the meaning of menarche for children, 6) self-care of children during menstruation, 7) changes in children after menarche, 8) attempts to overcome the inconvenience of menarche

Conclusion: Participants in this study had a majority of preparedness and understanding are still lacking about menarche so that they appear negative things in the face of menarche.


(15)

Pengalaman yang dialami anak usia sekolah dasar sangat penting untuk mengetahui bagaimana kesiapan anak dalam mengahadapi menarche.

Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman anak usia sekolah dasar pada saat menarche.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif dengan tehnik pengambilan data secara wawancara mendalam. Partisipan berjumlah lima partisipan yang tercatat sebagai siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman dan telah mengalami menarche. Teknik pemilihan sampel adalah secara purposive sampling dan menggunakan media tape

recording untuk mendokumentasikan data wawancara

Hasil: hasil penelitian menunjukkan 8 tema yaitu 1) dominasi perasaan anak saat

menarche, 2) dukungan saat menarche, 3) kesiapan menghadapi menarche, 4)

ketidaknyamanan anak saat menarche, 5) makna menarche bagi anak, 6) perawatan diri anak saat menstruasi, 7) perubahan anak setelah menarche, 8) upaya mengatasi ketidaknyamanan saat menarche

Kesimpulan: Partisipan dalam penelitian ini mayoritas memiliki kesiapan dan pemahaman yang masih kurang tentang menarche sehingga masih muncul hal-hal negatif saat menghadapi menarche.


(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Anak-anak merupakan masa dimana mereka tidak sabar untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Anak-anak khususnya di usia sekolah dasar banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial bersama lingkungan sekitar, belajar tentang nilai moral beragama dan budaya dari lingkungan selain keluarga serta mampu belajar tentang sosial dari kelompok (Supartini, 2004).

Tumbuh kembang anak akan berlangsung sangat cepat dimana cara berfikir anak semakin logis dan lebih masuk akal dalam berfikir namun anak-anak belum memiliki kemampuan untuk menghadapi masalah (Wong, 2002). Anak usia sekolah dasar akan mengalami beberapa tanda-tanda masa transisi seperti perubahan fisik, psikologi, maupun sosial-budaya. Masa transisi itu sendiri adalah masa remaja dimana anak-anak akan masuk menjadi pribadi dewasa dengan melewati fase pubertas, salah satu tanda perkembangan anak dapat ditandai dengan adanya menarche (Pardede, 2009).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) menunjukan bahwa rata-rata usia menarche di Indonesia adalah 13 tahun dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat 20 tahun. Menurut Yusuf (2010) menarche adalah menstruasi pertama kali


(17)

yang dialami oleh anak, sedangkan menstruasi merupakan proses pelepasan lapisan dalam dinding rahim akibat pengaruh hormon secara berkala pada masa usia subur (Pardede, 2009). Menarche menjadi tanda bahwa mekanisme reproduksi remaja perempuan telah matur dan memungkinkan mereka untuk mengandung atau melahirkan anak (Mar’at, 2010). Pemahaman anak akan menarche sebagian besar hanya sebatas mengetahui adanya darah yang kelaur dari kemaluan dan hanya beberapa anak memahami bahwa menarche merupakan tanda kematangan reproduksi dan hal tersebut merupakan proses tubuh yang normal dihadapi oleh seorang wanita (Wong, 2002).

Pengalaman pertama menstruasi pada anak usia sekolah dasar akan berbeda-beda terlihat dari kesiapan anak, dengan mengetahui perubahan pada diri anak membuat menarche sebagai pengalaman sekali seumur hidup yang sulit untuk dilupakan. Anak akan mengalami berbagai macam perubahan reaksi fisik dan psikis serta tidak jarang akan mengalami kram perut atau dismenore. Perubahan kadar hormon akibat stres dan emosional akan mempengaruhi siklus menstruasi sehingga menyebabkan menstruasi tidak teratur, ketidaknyamanan terhadap menstruasi juga akan menimbulkan perilaku yang berbeda-beda antar satu sama lainnya seperti tidak mau melakukan aktivitas sehari-hari, beribadah, berolahraga dan lain-lain, hal ini akan menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan bagi anak saat pertama kali menghadapi menstruasi (Anurogo, 2009).


(18)

Kebanyakan anak akan bertanya-tanya apakah dirinya akan mati setelah mengeluarkan darah dan apakah rasa sakit pada bagian perut tersebut merupakan suatu hal yang normal. Reaksi emosional yang sering terjadi pada anak adalah sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, sedih tetapi di sisi lain akan gembira, ataupun marah-marah (Kusmiran, 2011).

Respon psikologi anak perempuan dalam menghadapi menarche akan berbeda-beda satu sama lain. Anak perempuan umumnya merespon negatif menarche yaitu dengan merasa malu atau menyangkal. Menurut hasil studi kualitatif Golchin, Hamzehgardeshi, Fakhri (2012) di Iran mayoritas partisipan menyatakan menarche sebagai peristiwa pubertas yang sangat tidak menyenangkan, oleh sebab itu anak perempuan perlu mendapatkan dukungan psikososial dari keluarga pada saat anak menghadapi menarche (Mulyani, 2010).

Menurut penelitian Jayanti & Purwati (2011), didapatkan hasil bahwa anak yang tidak siap menghadapi menarche adalah sebesar 92,30% dan untuk anak yang telah siap menghadapi menarche adalah sebesar 7,69%, hal ini menunjukkan bahwa kesiapan anak masih sangat kurang.

Setelah dilakukan studi pendahuluan di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, dari 10 anak siswi yang telah mengalami menarche 20% siswi telah siap menghadapi

menarche dan 80% siswi mengalami cemas, malu dan takut saat

menarche, dari hasil studi pendahuluan maka peneliti tertarik untuk


(19)

menarche di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Menarche merupakan awal pertama menstruasi yang dialami oleh

remaja awal. Anak usia sekolah dasar biasanya memiliki berbagai macam sikap dalam menanggapi menarche tersebut.

Mengalami menarche pada saat usia muda bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi terutama untuk anak usia sekolah dasar. Pemikiran yang belum matang akan mengakibatkan rasa cemas, takut dan bingung. Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memberikan pendidikan dalam kesiapan menghadai menarche. Oleh karena itu masalah yang diangkat adalah bagaimana pengalaman anak dalam menghadapi menarche.

C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman anak usia sekolah dasar pada saat menarche.

Tujuan Khusus

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan khusus, yakni mengidentifikasi : 1. Makna menarche bagi anak sekolah dasar

2. Kesiapan anak dalam menghadapi menarche 3. Pengalaman anak sekolah dasar saat menarche


(20)

D. Manfaat Penelitian 1. Untuk Anak

Anak dapat mengungkapkan pengalaman pertama tentang menstruasi ke peneliti dan dapat mengekspresikan perasaan tentang menarche. 2. Untuk Orang Tua

Memberikan informasi tentang pengalaman anak dalam menghadapi

menarche.

3. Untuk Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

Mendapatkan informasi tentang kesiapan siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta saat

menarche sehingga dapat memberikan pendidikan yang sesuai.

4. Untuk Perawat

Memberi masukan data bagi perawat bagaimana cara memberikan edukasi yang baik dan efektif bagi anak usia sekolah dasar dalam menghadapi menarche.

5. Untuk Peneliti

Peneliti mendapatkan pengalaman meneliti tentang pengalaman pertama anak usia sekolah dasar saat menarche hasil data wawancara dari siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.


(21)

6. Untuk Institut Pendidikan Keperawatan

Menemukan masalah yang muncul dari pengalaman anak usia sekolah dasar dan dapat mengembangkan ilmu tentang masalah tersebut. 7. Untuk Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang kesiapan anak dalam menghadapi menarche.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan melakukan pendekataan fenomenologi deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara secara mendalam yang dibantu dengan alat perekam (tape recorder), alat pencatat, serta pembuatan catatan lapangan (field note). Penelitian ini pertujuan untuk menggali informasi tentang pengalaman menarche anak usia Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Partisipan dalam penelitian ini adalah siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul yang telah mengalami menarche minimal 1 tahun dengan alasan agar pengalaman partisipan masih baru sehingga diharapkan akan mendapatkan pengalaman seperti yang diinginkan peneliti.

F. Penelitian Terkait

1. Yusuf Yanti, Kundre Rina, Rompas Sefti, 2014. Hubungan Pengetahuan Menarche dengan Kesiapan Remaja Putri Menghadapi


(22)

menggunakan metode deskriptif analitik dengan cross sectional study. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan menarche dengan kesiapan remaja putri menghadapi

menarche. Penelitian yang dilakukan penulis sama sama meneliti

tentang remaja putri dalam menghadapi menarche, namun desain yang digunakan berbeda yaitu kualitatif dengan metode indepht interview menggunakan semi struktur interview.

2. Nilawati Ida, Sumarni, Santjaka Aris, 2013. Hubungan Dukungan Ibu dengan Kecemasan Remaja Dalam Menghadapi Menarche di SD Negeri Lomanis 01 Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap. Penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan desain

cross sectional. Hasil dari penelitian adalah remaja yang mendapatkan

dukungan dari ibu cenderung mengalami kecemasan ringan. Penelitian yang dilakukan penulis sama-sama meneliti tentang remaja dalam menghadapi menarche, namun desain yang digunakan berbeda yaitu kualitatif dengan metode indepht interview menggunakan semi struktur interview.

3. Nur Fitri Jayanti, Sugi Purwati. Deskripsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Anak dalam Menghadapi Menarche di SD Negeri 1 Kretek Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes Tahun 2011. Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

cross sectional. Hasil dari penelitian adalah anak yang tidak siap


(23)

menghadapi menarche adalah sebesar 7,69%. Penelitian yang dilakukan sama-sama meneliti tentang menarche pada anak usia sekolah dasar namun desain yang digunakan berbeda yaitu kualitatif dengan metode indepht interview menggunakan semi struktur interview.


(24)

9 A. Landasan Teori

1. Pengalaman saat menarche

Pengalaman adalah suatu peristiwa yang pernah dialami, dijalani, dirasakan dan ditanggung oleh seseorang, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2013). Pengalaman dapat didefinisikan juga sebagai memori episodik yang mampu menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu serta berfungsi sebagai referensi otobiografi (Baptisa, dkk 2011).

Penilaian seseorang terhadap sesuatu akan berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang, perilaku atau faktor pada pihak yang mempunyai pengalaman, faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan (Sunaryo, 2004). Pengalaman, di sisi lain dapat dipengaruhi oleh memori/ingatan seseorang dalam cara yang berbeda-beda (Jarvis, 2004).

Pengalaman yang dihadapi oleh anak pada masa pubertas salah satunya adalah menarche. Menarche dianggap sebagai pengalaman yang menakutkan karena setelah menghadapi menarche anak harus siap menerima segala bentuk perubahan yang terjadi pada dirinya. (Orringer & Gahagan, 2010). Perubahan yang terjadi setelah menarche


(25)

meliputi perubahan fisik, psikologis, maupun sosial-budaya (Chang, Hayter, dan Wu, 2010), sedangkang untuk perubahan psikologis anak akan mengalami perubahan emosioal yang berubah-ubah seperti menangis dan mudah marah. (Lee, 2008).

Respon anak dalam menghadapi menarche akan bermacam-macam. Mayoritas anak cenderung menyembunyikan keadaannya saat menstruasi karena malu kepada orang lain terutama kepada saudara laki-laki, ayah atau teman kelas laki-lakinya, walaupun respon negatif itu dianggap wajar, akan tetapi respon anak yang terus menerus malu dan minder perlu dilakukan tindakan (Lee, 2008).

2. Karakteristik Anak Sekolah Dasar a. Definisi Anak

Anak adalah individu yang berkembang. Pada masa sekolah dasar anak perlu mendapatkan perhatian dari orang tua atau para pendidik karena anak banyak mengalami perubahan fisik dan perubahan mental yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal seperti lingkungan keluarga, sekolah, teman sebaya dan lingkungan masyarakat (Supartini, 2004). Menurut Sumantri (2007) karakteristik anak usia sekolah dasar adalah senang bermain, senang bekerja kelompok, serta senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.

Anak usia sekolah dasar merupakan periode yang dimulai dari usia 6-12 tahun, pada usia sekian anak usia sekolah dasar


(26)

banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial terhadap lingkungan, belajar tentang nilai moral beragama dan budaya dari lingkungan selain keluarga. Anak mulai mampu untuk mengambil bagian dalam kelompok dan belajar tentang bagaimana bersosialisasi. Masyarakat berpendapat bahwa masa anak-anak merupakan masa dimana masih bergantung kepada orang lain (Supartini, 2004).

Anak-anak memiliki rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap hal-hal baru, tidak jarang bahwa anak-anak akan melakukan tindakan dengan apa yang diinginkan, untuk menghadapi persepsi anak peran ibu sangat berperan sebagai pembimbing sekaligus edukator untuk mengajarkan tentang hal baru dan menjelaskan bagaimana cara untuk mengatasinya. Masa peralihan dari anak-anak ke dewasa berdampak pada perkembangan psikis yang relatif tidak stabil dan berubah-ubah sehingga motivasi sangat dibutuhkan dalam masa transisi tersebut (Soetjiningsih, 2010), dapat disimpulkan bahwa anak akan mengalami perubahan-perubahan di setiap tahap perkembangannya berdasarkan pengalaman yang didapat dan pada masa usia sekolah dasar anak bukan hanya mengalami perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kognitif dan sosial oleh sebab itu peran orang tua dan guru harus memahami karakteristik anak sehingga dapat mengembangkan potensi anak.


(27)

b. Tingkah Laku pada Anak Usia Sekolah

Menurut Potter & Perry (2009), tingkah laku dan perkembangan anak usia sekolah sebagai berikut :

1) Hubungan dengan orang tua

Anak usia sekolah mulai memahami dan mengetahui keadaan orang tua bahwa mereka bukanlah individu yang sempurna. Anak akan lebih bergantung kepada orang tua untuk memperoleh kasih sayang, rasa aman, pedoman, dan pengasuhan dalam hidup.

2) Hubungan dengan saudara kandung

Konflik antar saudara akan tetap terjadi didalam rumah, akan tetapi anak akan saling membela saudara kandung apabila berada di lingkungan luar. Cara memperoleh perhatian dari lingkungan, anak mulai memperlihatkan perasaan cemburu atau iri kepada saudara kandungnya.

3) Hubungan dengan kelompok

Tahun pertama sekolah yaitu pada usia 6-7 tahun anak akan berbaur satu sama lain tanpa mengenal perbedaan jenis kelamin. Usia 8 tahun anak akan membentuk kelompok yang tersusun dari sesama jenis kelamin dan mulai membedakan bermain dengan lawan jenis. Anak usia pra-remaja yaitu pada usia 10-12 tahun, biasanya anak memiliki teman dekat sesama


(28)

jenis dan di usia tersebut anak mulai timbul ketertarikan terhadap lawan jenis.

4) Konsep diri

Bentuk kepercayaan diri anak dapat semakin bertambah apabila anak mendapat umpan balik positif dari guru dan orangtua mengenai hasil kerjanya. Anak dianjurkan untuk melatih keterampilan pada satu bidang atau bahkan lebih dari satu bidang, misalnya bermain musik atau olahraga. Keterampilan anak dalam merawat hewan peliharaan juga akan mengajarkan anak tentang rasa kasih sayang tanpa pamrih. 5) Ketakutan

Ketakutan anak terhadap energi supranatural seperti hantu dan penyihir akan semakin berkurang namun ketakutan baru terhadap sekolah dan keluarga mulai terbentuk, mereka mengkhawatirkan adanya cemoohan guru dan teman serta penolakan oleh orang tua.

6) Pola koping

Pola koping atau menejemen stress anak usia sekolah dasar cenderung menggunakan mekanisme seperti penolakan terhadap sesuatu dan agresi. Anak akan berusaha untuk menolak apabila tidak sejalan dengan kemauan.


(29)

Moral anak masih mementingkan dirinya sendiri atau egois terhadap orang lain serta dapat menggunakan kecurangan untuk menang di dalam lingkungan sekolah maupun di lingkungan pergaulan.

8) Kegiatan tambahan

Anak usia sekolah dasar akan membangun minat dalam kegiatan berkelompok seperti lompat tali, sepak bola, dan lainnya. Permainan menjadi kompetitif dan sulit menerima kekalahan.

c. Kebutuhan Anak Sekolah Dasar

Kebutuhan adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap manusia untuk memenuhi kepuasaannya, baik itu berupa materi ataupun kepuasaan hati.

Menurut Lindgren dalam Sumantri (2007), kebutuhan anak usia sekolah dasar dibagi menjadi 4 aspek yaitu :

1) Kebutuhan jasmaniah, keamanan dan pertahanan diri

Perkembangan fisik anak usia sekolah dasar bersifat individual, pada masa ini kebutuhan anak akan bervariasi seperti porsi makan dan minum yang semakin meningkat, pada masa ini perkembangan tubuh dan kognitif anak mengalami masa pertumbuhan yang pesat. Berhubungan dengan pemeliharaan dan pertahanan diri, anak usia sekolah dasar mulai memasuki tahapan pendidikan moral dan sosial yang


(30)

memperhatikan keinginan dan kebutuhannya sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain atau bersifat egois. 2) Kebutuhan akan kasih sayang

Tahap perkembangan sosial anak sekolah dasar terutama yang duduk di kelas tinggi, anak sudah ingin memiliki teman tetap dan membentuk posisi kenyamanan. Perkembangan tersebut juga sejalan dengan kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi teman, tidak hanya rasa kasih kepada teman, tetapi juga terhadap benda yang merupakan kesenangannya bisa berupa perangko, komik, kartu dan sebagainya serta koleksi tersebut akan dirawat dengan rasa sayang.

3) Kebutuhan untuk memiliki

Kebutuhan anak untuk saling memiliki mulai tumbuh pada masa sekolah dasar, yaitu dengan membentuk gang atau kelompok bermain. Anak pada masa ini akan cenderung mengikuti aturan dari kelompok bermainnya. Kebutuhan untuk memiliki ini tidak terbatas pada teman saja, akan tetapi juga terhadap benda miliknya dan benda milik teman sekolahnya. Anak sekolah dasar akan menggantungkan dirinya kepada orang yang dianggap memiliki keunggulan atau kekuatan di dalam suatu kelompok bermainnya, serta anak akan bergantung


(31)

pada orang yang memiliki otoritas seperti guru di kelas, dan orang tua di rumah.

4) Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan aktualisasi diri identik dengan kebutuhan prestasi anak. Anak mulai ingin merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya sehingga anak berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan sikap persaingan atau berusaha mewujudkan keinginannya. Proses persaingan tersebut harus mendapatkan pengawasan dan bimbingan dari orang tua ataupun guru. 3. Pubertas

Pubertas merupakan perubahan yang terjadi pada seseorang sebagai tanda bahwa mereka telah mencapai suatu tahap perkembangan yang diikuti dengan perubahan fisik, psikis, dan sosial (Vasta, dkk 2004). Anak-anak akan memasuki tahap awal sebagai remaja dan perubahan yang terjadi akan sangat cepat dan terkadang akan membingungkan (Soetjiningsih 2010).

Perubahan cepat yang terjadi pada anak meliputi kematangan fisik yaitu perubahan tubuh dan hormonal yang terjadi pada masa awal remaja. Perubahan hormonal dapat mempengaruhi masa pubertas seperti munculnya menstruasi pertama (menarche) pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki (Santrock, 2003). Memasuki masa peralihan menjadi dewasa mereka diakui telah mampu menjadi


(32)

individu yang siap untuk melanjutkan keturunan setelah masa pubertas itu terlewatkan (Hurlock 2004).

Usia remaja berlangsung antara umur 12 – 21 tahun dan merupakan periode transisi dari masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial (Monks, dkk. 2002), hal ini dinyatakan oleh (Yeung, dkk 2005) bahwa menstruasi pertama (menarche) merepresentasikan simbol masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa.

4. Menarche

a. Definisi Menarche

Menarche adalah menstruasi pertama kali yang terjadi pada

wanita dimana hal tersebut merupakan ciri khas atau tanda dari kedewasaan seorang wanita yang sehat dan tidak hamil. Menarche sering disertai dengan reaksi sakit kepala, sakit punggung, merasakan kejang, lelah, depresi dan mudah tersinggung (Yusuf, 2010). Menarche akan menjadi masa yang penting bagi anak karena menarche berperan sebagai batas antara masa kanak-kanak dan remaja, dengan adanya kejadian menarche maka seorang anak perempuan mempunyai kewajiban untuk menjaga dirinya karena mereka telah mampu berproduksi (Orringer & Gahagan, 2010).

Usia anak perempuan di Indonesia pada saat menarche dapat bervariasi yaitu antara 10 hingga 16 tahun dan rata-rata


(33)

Anak yang terlalu dini untuk menghadapi menarche akan memunculkan rasa traumatik atau bahkan menganggap bahwa

menarche merupakan masa yang menjijikan dan menakutkan, hal

itu disebabkan karena anak sangat kurang mendapatkan pengetahuan tentang menarche itu sendiri (Lee, 2008). Studi yang dilakukan oleh Deng (2011) di Cina, mengatakan bahwa usia

menarche dapat mempengaruhi kesehatan mental anak perempuan

dan dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa menarche dini merupakan faktor resiko yang menyebabkan gangguan mental seperti resiko perilaku bunuh diri, psikopatologis dan melukai diri.

Respon psikologi anak perempuan dalam menghadapi

menarche berbeda-beda antar satu sama lain, pada dasarnya

mereka akan berespon negatif yaitu merasa malu atau menyangkal (Golchin, Hamzehgardeshi, dan Fakhri, 2012). Menurut Yusuf (2010) menarche sering disertai dengan sakit kepala, sakit punggung dan kadang-kadang kejang, serta merasa lelah, depresi dan mudah tersinggung.

5. Menstruasi

a. Definisi Menstruasi

Menstruasi merupakan fase fungsional sebagai tanda kenormalan pada wanita yang diikuti dengan proses keluarnya darah dan jaringan endometrium melalui serviks akibat dari ovum yang tidak dibuahi dengan siklus normal 28 hari selama masa


(34)

reproduktif (Perry, dkk. 2010). Setelah mengalami menarche, remaja awal akan mengalami siklus menstruasi yang dimulai dari 28 hari menjelang menstruasi selanjutnya. Menstruasi pada wanita terjadi sekitar tiga sampai tujuh hari dalam sebulan. Menstruasi dapat menyebabkan berbagai macam masalah seperti terhentinya haid (amenorrhea), lalu apabila menstruasi terlalu berlebihan dan berkelanjutan akan mengakibatkan anemia (menorrhagia), atau sakit pada saat menstruasi (dysmenorhea) seperti kram perut, pinggang pegal-pegal dan sakit kepala (Paludi, 2002).

6. Kesiapan Menarche

a. Kesiapan anak dalam menghadapi menarche

Kesiapan dalam menghadapi menarche adalah suatu keadaan yang menujukkan bahwa seseorang siap untuk mencapai salah satu kematangan fisik yaitu datangnya menarche (Fajri & Khairani, 2010). Anak yang akan mengalami menstruasi pertama

(menarche) membutuhkan kesiapan mental yang baik karena

perubahan yang terjadi pada saat menstruasi pertama (menarche) dapat menyebabkan remaja menjadi canggung (Nagar & Aimol, 2010). Perasaan remaja saat mengalami menarche adalah takut, kaget, bingung, bahkan ada juga yang merasa senang. Pengetahuan yang diperoleh remaja tentang menstruasi akan mempengaruhi persepsi remaja tentang menarche, jika persepsi yang dibentuk remaja tentang menarche positif, maka hal ini akan berpengaruh


(35)

pada kesiapan remaja dalam menghadapi menarche (Fajri & Khairani, 2010). Kesiapan menarche pada anak perempuan dipengaruhi oleh dukungan pengetahuan dari ibu, ayah, teman sekelas laki-laki, serta di pengaruhi latar belakang sosial-budaya (Chang, Hayter, dan Wu, 2010).

Menurut Yusuf (2002) ada tiga aspek mengenai kesiapan, yaitu aspek pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengerti dan memahami kejadian yang dialami sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu jaminan bahwa dia akan merasa siap dalam menghadapi hal-hal yang mungkin terjadi. Aspek penghayatan, yaitu sebuah kondisi psikologis dimana seseorang siap secara alami bahwa segala hal yang terjadi secara alami akan menimpa hampir semua orang dan merupakan suatu persepsi yang wajar, normal, dan tidak perlu dikhawatirkan. Aspek kesediaan, yaitu suatu kondisi psikologis dimana seseorang sanggup atau rela untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala hal yang seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan anak dalam

menghadapi menarche 1) Usia

Usia mempengaruhi kesiapan anak dalam menghadapi

menarche karena semakin muda usia anak, maka semakin anak


(36)

dianggap sebagai suatu gangguan yang mengejutkan.

Menarche yang terjadi terlalu dini pada anak akan

mempengaruhi kedisiplinan dalam hal kebersihan badan, seperti mandi masih harus dipaksakan oleh orang lain, padahal sangat penting menjaga kebersihan saat haid. Sehingga pada akhirnya, menarche dianggap oleh anak sebagai satu beban baru yang tidak menyenangkan (Suryani & Widyasih, 2008). 2) Sumber informasi

Sumber informasi adalah sumber-sumber yang dapat memberikan informasi tentang menarche kepada siswi. Sumber informasi yang diterima siswa menurut Yusuf (2010) dapat diperoleh dari :

a) Keluarga

Keluarga adalah pihak yang memiliki hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan marga. Keluarga meliputi orang tua dan anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Muriyana (2008), Orang tua secara lebih dini harus memberikan penjelasan tentang

menarche pada anak perempuannya, agar anak lebih

mengerti dan siap dalam menghadapi menarche.

Menurut Suryani & Widyasih (2008), Jika peristiwa

menarche tersebut tidak disertai dengan


(37)

gangguan-gangguan antara lain berupa: pusing, mual, haid tidak teratur.

b) Kelompok Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadian anak. Peranan itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat pada beberapa dekade terakhir ini.

Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap remaja itu ternyata berkaitan dengan suasana keluarga remaja itu sendiri. Remaja yang memiliki hubungan baik dengan orang tua cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya.

Hubungan kelompok teman sebaya dengan kesiapan menghadapi menarche yaitu, informasi anak tentang

menarche dapat diperoleh dari kelompok teman sebaya,

apabila informasi-informasi tentang menarche tidak benar, maka persepsi siswa tentang menarche akan negatif, sehingga siswa tersebut merasa malu saat mengalami

menarche dan dapat timbul beberapa gangguan-gangguan

antara lain berupa: pusing, mual, haid tidak teratur. c) Lingkungan sekolah


(38)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang melaksanakan progam bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik menyangkut aspek moral spiritual, intelektual, emosional maupun sosial. Hubungan sekolah dengan kesiapan anak dalam menghadapi

menarche yaitu, guru di sekolah hendaknya memberikan

pendidikan kesehatan reproduksi, khususnya menarche pada siswa secara jelas sebelum mereka mengalami menstruasi (Muriyana, 2008).

Keterkaitan peran sekolah sebagai pendidik dan komunikator akan cukup membantu dalam penyampaian informasi mengenai menarche dan merupakan hal yang utama bagi kesiapan anak menghadapi menarche (Anggraini, 2008).

7. Respon Psikologi Anak Menghadapi Menarche a. Pengertian Respon Psikologi

Respon dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi ketiga adalah suatu tanggapan, reaksi, dan jawaban. Teori respon tidak terlepas dari pembahasan, proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi. Menurut Steven M


(39)

Caffe (Krebs & Blackman, 1988), respon dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1) Kognitif, merupakan respon yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan dan informasi seseorang terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh khalayak.

2) Afektif, merupakan respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan penilaian orang terhadap seseorang. Respon ini muncul apabila ada perubahan yang disenangi oleh seseorang. 3) Konatif, merupakan respon yang berhubungan dengan perilaku

nyata yang terdiri dari tindakan atau perubahan.

b. Macam-macam Respon Psikologis Umum Selama Menarche Pengalaman pertama anak saat menarche merupakan suatu hal yang mengejutkan dan penuh emosional. Anak akan merasakan

menarche sekali seumur hidup dan tidak semua individu memiliki

respon yang sama, salah satu respon yang sering muncul adalah kecemasan (Dariyo, 2004). Menurut Dariyo (2004), terdapat 2 jenis reaksi anak perempuan saat menghadapi menarche yaitu :

1) Reaksi negatif merupakan pandangan anak yang kurang baik terhadap menarche. Anak akan menghadapi berbagai macam keluhan fisiologis yaitu sakit kepala, sakit pinggang, mual, muntah, selain itu juga anak akan mengalami psikologis yang tidak stabil seperti bingung, sedih, stres, cemas, mudah


(40)

tersinggung, marah dan emosional. Macam-macam keluhan yang dirasakan anak kemungkinan karena ketidaktahuan anak tentang perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi.

2) Reaksi positif merupakan pandangan anak untuk menilai

menarche sebagai peristiwa yang normal yang wajar. Anak

mampu memahami, menghargai dan menerima menarche sebagai tanda dari sebuah kedewasaan, seringkali anak akan merasakan senang dan gembira saat menghadapi menarche.

Respon yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa respon positif hanya mencakup rasa bahagia dan biasa saja, sedangkan respon negatif ditunjukkan dengan rasa cemas, sedih, takut, tegang, dan marah.

a) Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan dari dalam perasaan atau afektif yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, kecemasan tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas atau kenyataan, kepribadian utuh, perilaku dapat terganggu akan tetapi dalam batas wajar. Kecemasan digambarkan dengan keadaan khawatir, gelisah, tidak tentram dan disertai berbagai keluhan (Hawari, 2008).

Kecemasan merupakan gejala yang sering terjadi dan sangat mencolok pada peristiwa menarche yang


(41)

kemudian diperkuat oleh keinginan untuk proses fisiologi tersebut (Kartono, 2006)

Menurut Ann (1996) kemampuan individu dalam berespon terhadap penyebab kecemasan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu : usia, status kesehatan, jenis kelamin, pengalaman sistem pendukung, besar kecilnya stressor dan tahap perkembangan. Beberapa aspek terhadap menstruasi ditandai dengan timbulnya kram dan ketidaknyamanan yang merupakan reaksi anak perempuan terhadap menarche dengan kecemasan (Feldman, 2000). Menurut Hawari (2001), bahwa tingkatan kecemasan yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, kecemasan berat sekali.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain adalah faktor predisposisi atau pendukung, faktor presdisposisi ini memiliki beberapa teori yaitu menurut pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu ide dan superego, dalam pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang


(42)

mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan pada hal-hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan, yaitu: antara gangguan kecemasan dengan depresi. Anak perempuan seringkali mempertanyakan apakah mereka akan mati karena mengeluarkan darah, dan apakah kejang-kejang, sakit kepala dan sakit punggung itu merupakan hal yang normal dialami saat menarche (Dariyo, 2004).

b) Takut

Takut merupakan rasa gemetar dalam menghadapi sesuatu yang dianggap mendatangkan bencana. Menurut Krebs, takut adalah pengalaman emosi yang muncul ketika individu dihadapkan pada bahaya yang nyata di lingkungan (Krebs & Blackman, 1988). Ketakutan seringkali membuat individu menajadi bingung atau tidak berdaya.

c) Marah

Marah adalah perasaan yang tidak menyenangkan atau kejengkelan yang dialami oleh seseorang. Respon marah merupakan respon yang umum terjadi. Marah seringkali membuat seseorang kehilangan kendali dan penuh dengan emosi sehingga tidak mampu berfikir jernih.


(43)

Bentuk dari marah dapat berupa ucapan, perbuatan ataupun keduanya.

d) Stress

Stress merupakan gangguan, kekacauan mental dan emosional yang disebabkan karena faktor dari luar. Semua anak rentan mengalami stress, namun usia anak yang lebih muda cenderung lebih rentan, hal-hal yang membuat anak rentan stress adalah usia anak, tempramen, situasi hidup dan status kesehatan mempengaruhi kerentanan, reaksi, dan kemampuan anak dalam mengatasi stress. Respon terhadap stressor juga dapat berupa respon perilaku, fisiologi, dan psikologi. Hubungan antara interpersonal yang baik akan mendukung kesejahteraan psikologi anak.

e) Sedih

Sedih adalah perasaan yang pilu dalam hati dan identik dengan air mata. Rasa sedih terkadang dijadikan suatu ungkapan perasaan kehilangan (Stosny, 2011)

f) Bahagia

Bahagia adalah perasaan senang, bebas dan damai selain hal-hal yang menyedihkan. Menurut Deanna Mascle, bahagia adalah mengetahui bahwa hidup sangat berarti serta bagaimana setiap hari hidup individu dapat menyentuh hati orang lain secara positif, seperti membuat


(44)

orang lain tertawa, belajar, atau keduanya (Macle, 2011). Kebahagiaan merupakan reward karena individu memiliki karakter yang baik dan nilai yang rasional dalam kehidupan (Kenner, 2011).

g) Biasa saja

Respon biasa saja dapat terjadi karena seseorang telah mendapatkan pengetahuan atau informasi tentang suatu hal khususnya menarche. Reaksi emosional yang dimunculkan adalah datar, tidak bahagia atau sedih.

8. Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan keluarga merupakan suatu tindakan atau sikap hubungan interpersonal keluarga dalam menerima anggota keluarganya yang berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Dukungan keluarga diberikan sebagai bentuk rasa peduli atau perhatian (Friedman, 2010). Tipe keluarga menurut Suprajitno (2004) dikelompokkan menjadi dua tipe yaitu :

a. Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga inti (nuclear family) merupakan keluarga yang hanya beranggotakan ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunan, adopsi ataupun keduanya.


(45)

Keluarga besar (extended family) merupakan keluarga inti yang kemudian ditambahkan anggota keluarga lain seperti kakek, nenek, paman, bibi yang masih memiliki ikatan hubungan darah.

Menurut Sarafino (2006), macam-macam dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, dukungan penilaian atau penghargaan, dukungan informatif dan dukungan instrumental.

a. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sumber informasi tentang ilmu atau suatu wawasan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Dukungan informasi dapat berupa nasehat, saran atau umpan balik. b. Dukungan penilaian atau penghargaan

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi suatu masalah serta sebagai sumber kebenaran identitas dari anggota keluarga, diantaranya adalah memberikan dukungan atau motivasi, memberi pengakuan, penghargaan dan perhatian.

c. Dukungan instrumental

Keluarga berperan sebagai sumber pertolongan yang praktis dan nyata dimana keluarga atau orang yang diandalkan dalam kelaurga memberikan bantuan langsung seperti memberikan bantuan materi, tenaga atau sarana. Dukungan ini akan membantu individu dalam melaksanakan misi atau tujuannya.


(46)

d. Dukungan emosional

Dukungan emosional dalam keluarga adalah peran keluarga untuk menciptakan suasana aman dan damai serta membantu antar anggota keluarga dalam mengendalikan emosi.


(47)

B. Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Keterangan :

- - - : Komponen yang tidak diteliti : Komponen yang diteliti

Respon Psikologis

Reaksi Positif Reaksi Negatif

Senang atau biasa saja Cemas, takut, malu dan lain-lain Pengalaman pertama

saat menarche

Kesiapaan Usia

Tingkat Pendidikan

Latar Belakang Sosial Ekonomi, Budaya,

Lingkungan Fisik


(48)

C. Pertanyaan Penelitian

Bagaimanakah pengalaman pertama anak usia sekolah dasar saat menarche ?


(49)

34

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan cara mencari, mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami interaksi sosial, misalnya dengan wawancara mendalam sehingga akan ditemukan pola-pola yang jelas. Penelitian kualitatif dilakukan dengan cara fenomenologis di mana peneliti fokus terhadap totalitas pengalaman manusia yang terdiri dari nuansa pengalaman untuk menggali pengetahuan yang baru serta memahami dari suatu masalah atau peristiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran/deskriptif tentang suatu pengalaman hidup yang di lihat dari sudut pandang orang sebagai partisipan untuk memahami dan menggali pengalaman hidup yang di jalani (Moleong, 2012). Peneliti akan mengidentifikasi tentang pengalaman anak usia sekolah dasar saat

menarche.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi yang menjadi kriteria peneliti adalah siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang telah mengalami menarche pada usia


(50)

sekolah 6-12 tahun. Jumlah total siswi yang telah mengalami menstruasi adalah sebanyak 12 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anak perempuan yang telah mengalami menarche di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta. Pengambilan sampel menggunakan teknik

Purposive sampling yaitu peneliti memiliki pertimbangan dalam

memilih sampel dari populasi secara tidak acak dimana sampel memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. (Sugiyono, 2009). Penelitian ini memiliki jumlah sampel sebanyak 5 partisipan yang terdiri dari siswi kelas 5 sebanyak 2 orang dan siswi kelas 6 sebanyak 3 orang. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah :

a) Tercatat sebagai siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta

b) Siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman yang telah mengalami

menarche

c) Bersedia menjadi partisipan dengan melengkapi pernyataan dan menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan.

C. Lokasi dan Waktu 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UKS Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Alasan peneliti mengambil lokasi penelitian di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman


(51)

Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta karena berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan banyak siswi yang masih cemas, malu dan takut saat menarche.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Juli 2016 dan dilakukan pengambilan sampel secara bertahap. Peneliti pengambil data satu hari satu partisipan dan apabila masih ada data yang belum lengkap maka peneliti kembali lagi untuk mengambil data pada hari berikutnya. Peneliti mengambil pada partisipan pada saat jam istirahat. D. Definisi Operasional

Definisi operasional penelitian ini adalah :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Instrumen 1 Pengalaman

menarche

Peristiwa yang pertama kali dialami saat mengalami

menarche pada anak

usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman

Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta yang didapatkan melalui wawancara menggunakan

pedoman wawancara

Pedoman wawancara


(52)

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan wawancara mendalam atau disebut sebagai metode indepht

interview dengan menggunakan semi struktur interview. Metode ini

bertujuan untuk mendapatkan informasi detail yang kompleks yaitu berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi (Basuki, 2006).

Proses pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap Orientasi, peneliti mengenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti. Apabila partisipan bersedia, partisipan diminta menandatangani lembar persetujuan inform concent.

2. Tahap Pelaksanaan, peneliti membuat kesepakatan wawancara dengan partisipan yang telah memenuhi kriteria sebagai partisipan yaitu siswi Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta yang telah mengalami menarche. Peneliti membutuhkan pendamping wawancara sebagai observer, peran observer tersebut adalah sebagai pengamat selama kegiatan wawancara dan mencatat langsung setiap kegiatan wawancara. Wawancara dilakukan dengan cara membuat kelompok kecil siswi-siswi yang telah mengalami menarche. Peneliti memberikan pertanyaan yang bersifat menggali secara mendalam tentang pengalaman siswi


(53)

di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta saat menarche, kemudian peneliti mencatat pokok pikiran dari hasil wawancara. Selama wawancara berlangsung peneliti menyiapkan tape recorder untuk merekam hasil wawancara. Wawancara yang dilakukan disesuaikan dengan maksud dan tujuan penelitian.

3. Tahap Akhir Penelitian

Mengubah data dari tape recorder menjadi data verbatim kemudian menganalisa bagaimanakah pengalaman pertama anak usia sekolah dasar saat menarche.

F. Instrumen

Sebelum peneliti melakukan wawancara, peneliti harus memperhatikan cara yang benar dalam mengajukan pertanyaan. Kriteria pertanyaan harus jelas, tidak ambigu dan menggunakan kata-kata yang tidak menyinggung perasaan partisipan. Beberapa contoh pertanyaan adalah sebagai berikut :

1. Pada usia berapakah adik mengalami menstruasi pertama kali ? 2. Apa yang adik ketahui tentang menstruasi ?

3. Apakah yang adik rasakan saat pertama kali menstruasi ? 4. Apakah yang adik lakukan saat menstruasi ?

5. Seperti apakah pengalaman adik saat mengalami menstruasi pertama kali ?


(54)

7. Bagaimana respon orang tua saat mengetahui adik mengalami menstruasi ?

G. Analisis Data

Penelitian analisa kualitatif ini menganalisis konten diskusi dengan berbagai tahapan, yaitu :

1. Mengolah data menjadi verbatif

2. Menelaah seluruh data yang tersedia dari beberapa sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya.

3. Mengadakan reduksi data yang dilakukaan dengan jalan abstraksi dengan bantuan aplikasi open code

4. Menyusun menjadi satuan-satuan dan dikategorikan 5. Kategori-kategori tersebut kemudian dilakukan koding. 6. Pemeriksaan keabsahan data.

H. Etika Penelitian

Etika dalam sebuah penelitian sangat penting dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian keperawatan akan berkaitan langsung dengan manusia yang memiliki hak asasi untuk diperhatikan selama kegiatan penelitian.

Etika penelitian yang harus diperhatikan meliputi : 1. Persetujuan (informed Consent)


(55)

Lembar persetujuan merupakan media untuk mengikat kesepakatan antara peneliti dengan partisipan. Lembar persetujuan dilakukan sebelum penelitian dengan maksud agar partisipan mengerti tentang maksud dan tujuan penelitian serta akibat yang mungkin terjadi. Partisipan yang bersedia harus menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia untuk direkam, untuk partisipan yang tidak bersedia mengikuti penelitian maka peneliti harus menghormati hak pilih dari partisipan.

2. Tanpa nama (Anonimity)

Peneliti tidak mencantumkan nama untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, peneliti hanya mencantumkan kode pada lembar identitas.

3. Kerahasiaan (Condidentiality)

Menjamin kerahasiaan merupakan salah satu etika dalam penelitian. Peneliti harus menjaga hasil informasi dan masalah-masalah yang terkait dari partisipan, untuk hasil laporan hanya kelompok data tertentu yang akan dilampirkan.

I. Keabsahan Data

Prosedur dari analisis data penelitian ini adalah peneliti mampu menjamin keabsahan/kejujuran saat mengambil data (trustteothiness). Berdasarkan kriteria penelitian kualitatif, prinsip keabsahan data meliputi :


(56)

credibility, dependability, confirmability, dan transferability (Streubert & Carpenter, 2003).

1. Credibility

Tujuan dari creadibility adalah untuk menilai kejujuran dari hasil penelitian kualitatif yang dapat dicapai melalui konfirmasi dan klarifikasi terhadap partisipan. Prosedur kredibilitas dilakukan dengan cara peneliti mengembalikan transkrip yang telah dibuat kepada setiap partisipan yang kemudian akan diverifikasi keakuratan transkrip. Partisipan membaca transkrip, dan bila partisipan mengungkapkan bahwa transkrip penelitian memang benar sesuai pengalaman dirinya, maka transkrip dianggap mempunyai kredibilitas.

2. Transferability

Kemampuan untuk mentransfer suatu kesimpulan pada setting tertentu. Transferability merupakan validitas eksternal dimana menunjukkan derajat ketepatan atau hasilnya dapat diterapkan ke populasi dimana sampel tersebut diambil. Validitas tersebut menghasilkan deskripsi yang padat dan dapat digunakan pada setting lain dengan konsep yang sama, supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian dan dapat diterapkan maka peneliti membuat laporan dan mendiskusikannya dengan pembimbing. Hasil diskusi selanjutnya disusun dengan uraian rincian yang jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Bila pembaca laporan penelitian memperoleh gambaran yang jelas dan memutuskan untuk dapat mengaplikasikan di tempat


(57)

lain, maka laporan tersebut memenuhi standar transferability (Moleong, 2012).

3. Dependability

Bermakna sebagai reabilitas atau kestabilan data dari masa ke masa dan kondisi ke kondisi. Teknik untuk mencapai dependability adalah inquiry audit, melibatkan suatu penelaaahan data dan dokumen yang mendukung secara menyeluruh dan detail oleh seorang penelaah eksternal (Polit & Beck, 2010). Penelaah yang dilibatkan adalah pembimbing penelitian selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

Peneliti melakukan analisis data terstruktur dan berupaya untuk menginterpretasikan hasil penelitian dengan baik sehingga peneliti lain akan dapat membuat kesimpulan yang sama dalam menggunakan perspektif, data mentah dan dokumen analisis penelitian yang sedang dillakukan.

4. Confirmability

Bermakna obyektifitas atau netralitas/konsistensi data. Kepastian dalam hal ini bisa diartikan tercapainya kesepakatan atau persetujuan dari beberapa orang terhadap pandangan, pendapat relevansi dan arti data (Creswell, 2003). Penelitian dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Peneliti melakukan

confirmability dengan menunjukkan dan mendiskusikan seluruh


(58)

pengkategorian tema awal dan tabel analisis tema pada pembimbing penelitian yang selanjutnya bersama – sama menentukan analisis tematik hasil penelitian (Streubert & Carpenter, 2003).


(59)

44 A. Hasil Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang hasil dan temuan-temuan dalam penelitian yang telah dilaksanakan pada 5 partisipan yaitu siswi di Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menjelaskan lebih lanjut dalam bab ini tentang karakteristik partisipan dan tema-tema yang muncul setelah proses analisis data dilakukan, sebagai hasil dari penelitian ini.

1. Deskripsi Wilayah Penelitian

Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman merupakan sekolah dasar yang berada di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I Yogyakarta. Sekolah dasar yang pernah memenangkan juara 1 dalam lomba sekolah sehat tingkat provinsi ini menggunakan kurikulum KTSP yang memiliki 15 guru pengampu. Sekolah ini memiliki 12 ruang kelas yang dibagi menajadi 2 kategori yaitu kelas A dan kelas B, fasilitas ruangan ditunjang dengan adanya 1 ruang laboratorium, 1 perpustakaan dan 2 sanitasi siswa. Total siswa di sekolah ini adalah 310 siswa yang terdiri atas 166 siswa laki-laki dan 144 siswa perempuan. Siswa dan siswi di Sekolah Dasar ini telah mendapatkan pembelajaran tentang reproduksi pada kelas 6.


(60)

2. Karakteristik Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 5 partisipan, 2 partisipan berasal dari kelas 5 dan 3 partisipan berasal dari kelas 6, seluruh partisipan merupakan siswi dari Sekolah Dasar Negeri Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Rata-rata usia partisipan adalah 11 tahun, usia termuda dari partisipan adalah berusia 11 tahun dan untuk usia tertua adalah 12 tahun. Peneliti melakukan pengambilan data awal yaitu dengan memberikan daftar tabel kepada seluruh siswi dengan bantuan guru wali kelas, kemudian di bagikan ke seluruh kelas, maksud dari pengambilan data awal ini adalah untuk mengetahui jumlah siswi yang telah menarche, setelah melakukan pengambilan data awal maka didapatkah hasil bahwa terdapat 12 siswi yang telah mengalami menarche. Peneliti menetapkan jumlah partisipan sebanyak 5 partisipan dengan alasan karena data wawancara telah jenuh dan memiliki makna yang sama.

Partisipan

Karakteristik

Usia

(th) Agama

Pendidikan Saat ini

Suku Bangsa

Usia Menarche

(th)

P1 11 Islam Kelas 5 SD Jawa 11

P2 11 Islam Kelas 5 SD Jawa 10

P3 12 Islam Kelas 6 SD Jawa 11

P4 12 Islam Kelas 6 SD Jawa 11

P5 11 Islam Kelas 6 SD Jawa 11


(61)

Partisipan pertama (P1) berusia 11 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 5 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun. Partisipan pertama (P2) berusia 11 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 5 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 10 tahun. Partisipan pertama (P3) berusia 12 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 6 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun. Partisipan pertama (P4) berusia 12 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 6 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun. Partisipan pertama (P5) berusia 11 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 6 SD, suku Jawa, usia pertama kali menarche 11 tahun. 3. Hasil Analisis Tematik

Hasil analisis tematik mengidentifikasi 8 tema pada penelitian ini. Berbagai tema yang didapat terkait pengalaman menarche anak usia sekolah dasar, yaitu: 1) dominasi perasaan anak saat menarche, 2) dukungan saat menarche, 3) kesiapan menghadapi menarche, 4) ketidaknyamanan anak saat menarche, 5) makna menarche bagi anak, 6) perawatan diri anak saat menstruasi, 7) perubahan anak setelah menarche, 8) upaya mengatasi ketidaknyamanan saat menarche. Berikut penjelasan lebih rinci tentang tema-tema tersebut.

Tema 1. Dominasi perasaan anak saat menarche

Perasaan anak usia sekolah dasar saat mengalami menarche cukup bervariasi, mayoritas partisipan dalam menghadapi menarche adalah merasa malu, takut, kaget, cemas dan sebagian menganggap menarche


(62)

adalah suatu hal yang biasa atau wajar dialami oleh seorang wanita pada umumnya, berikut adalah ungkapan rinci dari partisipan :

a. Merasa malu

Empat dari lima partisipan menyatakan bahwa mereka merasa malu saat mengalami menarche. Partisipan merasa malu apabila kondisi saat menstruasi diketahui oleh orang lain terutama teman lawan jenisnya dan diketahui oleh ayahnya, partisipan menganggap bahwa menstruasi adalah hal yang tabu. Berikut adalah beberapa ungkapan dari partisipan :

“...hahaha ya malu to mbak kalau mens gitu ketawan sama

cowok-cowok....(tertawa menutup wajah dengan jilbab...” (P2)

“....malu kalau mau bilang sama ibu guru... bilangnya sama temen kalau tembus...” (P3)

“...Bapak belum tau mbak kalau aku mens, soalnya malu mau bilang.

Sampai sekarang bapak belum tau aku mens. Malu juga kalau sama

temen cowok, samar di ledekin di kelas...” (P4)

Satu dari partisipan mengungkapkan bahwa saling terbuka dengan Ayah. Berikut adalah ungkapan dari partisipan :

“...Bapak tau kalau aku mens, aku nggak malu kalau bapak tau aku mens, malah dikasih tau kalau itu, apa, harus jauh-jauhan sama anak

laki-laki, udah menanggung dosanya sendiri...”(P5)

b. Merasa takut

Tiga dari lima partisipan merasa takut saat menghadapi

menarche. Salah satu partisipan mengungkapkan bahwa ketakutannya

adalah apabila darah tersebut merupakan tanda dari sebuah penyakit. Ungkapan yang diutarakan partisipan, antara lain :


(63)

“...awalnya takut tapi terus dikasih tau ibu kalau itu menstruasi terus

enggak takut, takut kalau tembus aja mbak disekolah...” (P1)

“...takut kalau sakit apa gitu mbak, soalnya tiba-tiba ada darah

dicelana...” (P2)

c. Merasa kaget

Perasaan kaget dialami oleh dua partisipan. Dua dari lima partisipan mengatakan bahwa merasa kaget saat pertama kali menstruasi, partisipan merasa kaget karena tiba-tiba muncul darah dari celana. Berikut adalah pernyataan dari partisipan :

“...Kaget mbak, deg deg-an wae mbak, pertama to soale, yawes batal

posone...”(P3)

Selain karena awal menstruasi, ada juga partisipan yang mengungkapkan rasa ketakutannya ketika tembus di kelas. Ungkapan yang diutarakan partisipan, antara lain :

“...Pernah tembus, temen ada yang tau sih, terus kaget gitu, aku takut

(hehehe),akhirnya tak tutup-tutupin gitu pake jaket...”(P2)

d. Merasa cemas

Seluruh partisipan yang berjumlah lima ada salah satu partisipan yang mengungkapkan rasa cemasnya. Partisipan merasa cemas saat pertama kali menstruasi yang diikuti rasa risih ketika menggunakan pembalut. Berikut pernyataan dari partisipan tersebut :

“...iya mbak, cemas gak enak gitu mbak, risih. Basah-basah gak enak e mbak, apalagi kalau pas pertama kali pakai pembalut itu belum


(64)

e. Merasa biasa saja

Satu dari lima partisipan mengungkapkan bahwa mereka merasa biasa saja saat menarche. Mereka merasa biasa saja karena mereka telah mendapatkan informasi dari tim kesehatan yaitu oleh bidan di salah satu acara penyuluhan. Berikut adalah beberapa pernyataan dari partisipan :

“...biasa aja, nggak takut soalnya udah, udah, dikasih tau nggak usah takut sama bidan...” (P5)

Tema 2. Dukungan saat menarche

Lima partisipan yang telah dilakukan wawancara mayoritas mendapatkan berbagai macam dukungan baik dari ibu, teman, sekolah ataupun tim kesehatan. Dukungan tersebut berupa dukungan informasional, dukungan emosional dan dukungan instrumental. Berikut adalah penjabaran secara rinci dari partisipan :

a. Dukungan informasional

Dari lima partisipan mengaku mendapatkan dukungan informasional mengenai menstruasi. Informasi diperoleh dari bidan yang memberikan pendidikan kesehatan dan dari teman, sedangkan ibu memberikan informasi pada saat anak sudah mengalami menstruasi Berikut adalah ungkapan kalimat dari beberapa partisipan :

“...yaa, dari cerita temen-temen mbak kalau mens itu emmm, gini-gini, nanti keluar pipis merah-merah gitu (tersenyum malu sambil

menutupi wajah dengan kerudung)...” (P1)


(65)

b. Dukungan instrumental

Seluruh partisipan yang berjumlah lima mengakatan mendapatkan dukungan instrumental dari ibu yaitu ibu menyediakan atau membelikan pembalut. Berikut adalah pernyataan dari partisipan :

“...ibu yang beliin pembalut, terus dipakein sama ibu. Pertamanya

dipakein, nah terus lama-lama udah sendiri...”(P2)

c. Dukungan emosional

Empat dari lima partisipan mendapatkan dukungan emosional dari ibu dan satu partisipan menyatakan bahwa mendapatkan dukungan emosional dari teman wanita. Berikut adalah pernyataan dari partisipan :

“...ibu bilang gak usah takut, karena itu harus...”(P4)

Tema 3. Kesiapan menghadapi menarche

Tiga dari lima partisipan mengungkapkan belum siap menghadapi menarche dan dua dari partisipan menyatakan siap menghadapi menarche. Partisipan merasa belum siap rata-rata karena masih merasa aneh dan tidak percaya terhadap perubahan pada diri partisipan. Berikut ini adalah penyataan dari beberapa partisipan :

“...belum mbak, masih aneh gitu awalnya. Kaya gak percaya...”(P1)

“...belum e mbak sebenernya. Padahal ya udah dikasih tau ibu, tapi

masih takut aja. Ibu cuma bilang itu menstruasi terus aku disuruh pake

pembalut gitu, dibilang aku udah gede ”(P4)

Partisipan yang telah siap menghadapi menarche menjelaskan bahwa sebelumnya partisipan telah mendapatkan informasi mengenai


(66)

Berikut ini adalah ungkapan dari partisipan :

“...siap mbak, soalnya dulu pernah ikut penyuluhan dari bidan itu,

jadi biasa aja...”(P5)

Tema 4. Ketidaknyamanan anak saat menarche

Partisipan dalam penelitian ini mengungkapkan ada beberapa hal yang membuat partisipan merasa tidak nyaman. Ketidaknyamanan itu terdiri dari dua subtema yaitu : ketidaknyamanan fisik dan ketidaknyamanan situasional. Berikut adalah penjabaran dari subtema secara rinci :

a. Ketidaknyamanan fisik

Empat dari lima partisipan mengungkapkan bahwa mengalami ketidaknyamanan fisik saat menarche, keluhan tersebut beraneka ragam seperti sakit pada bagian perut, pegal di daerah kaki dan tagan. Berikut adalah beberapa pernyataan dari partisipan :

“...perutnya sakit, pegel di tangan sama kaki...”(P1) “...heem, perutnya sakit...”(P2)

b. Ketidaknyamanan situasional

Seluruh partisipan mengungkapan ketidaknyamanan saat menstruasi dengan alasan yang beraneka ragam. Berikut adalah beberapa kategori dalam subtema :

1) Kekhawatiran saat menarche

Tiga dari partisipan merasa khawatir akan terjadi sesuatu pada diri partisipan karena munculnya darah secara tiba-tiba dan


(67)

partisipan khawatir itu adalah suatu tanda dari sebuah penyakit. Berikut adalah pernyataan dari partisipan :

“...takut kalau sakit apa gitu mbak, soalnya tiba-tiba ada

darah dicelana...” (P2)

2) Awal pertama memakai pembalut

Seluruh partisipan yang berjumlah lima orang mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak nyaman kerita pertama kali menggunakan pembalut, mereka mengungkapkan bahwa merasa mengganjal dan merasa basah saat menggunakan pembalut. Berikut adalah pernyataan beberapa partisipan :

“...pertama pakai pembalut itu gak enak mbak, risih ngganjel

mbak hehehe (tersenyum malu), cemas gak enak gitu mbak, risih. Basah-basah gak enak e mbak, apalagi kalau pas

pertama kali pakai pembalut itu belum biasa...”(P2)

Tema 5. Makna menarche bagi anak

Partisipan memiliki kesan tersendiri dalam mengartikan

menarche. Hasil dari wawancara kepada lima partisipan ini adalah : 1)

Peristiwa keluarnya darah dari kemaluan 2) Kewajiban ibadah 3) Perubahan menjadi lebih dewasa. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing makna :

a. Peristiwa keluarnya darah dari kemaluan

Lima partisipan seluruhnya memaknai bahwa menarche adalah peristiwa keluarnya darah dari kemaluan. Berikut adalah ungkapan dari salah satu partisipan :


(1)

yang sudah mengalami menarche. partisipan dalam penelitian ini menjaga kebersihan dengan mandi pagi dan sore serta mengganti pembalut sebayak tiga kali pada pagi, siang dan malam. Anak yang telah mengalami menarche cenderung akan lebih lama mandi daripada sebelum mereka mengalami menarche, tidak jarang anak perempuan ini akan mengalami konflik akibat penggunaan sabun atau air yang berlebihan13. Partisipan pada penelitian ini mengaku mengganti pembalut setidaknya tiga kali dalam sehari, hal ini sudah tepat sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Verawaty dan Rahayu (2012) bahwa frekuensi untuk menggati pembalut adalah setidaknya 4 jam sekali dan tidak dsarankan untuk mengganti pembalut melebihi 8 jam, akan tetapi partisipan juga harus memperhatikan bahwa tidak cukup mengganti pembalut sehari tiga kali karena harus memperhatikan beberapa hal seperti apabila pembalut sudah penuh atau tembus dan kondisi lingkungan seperti basah karena hujan atau sebagainya19.

Mengganti pembalut akan meghindari berkembangbiaknya bakteri yang berkumpul pada darah saat menstruasi, hal ini akan memungkinkan penyakit fatal akibat tidak pernah mengganti pembalut yaitu Tocic Shock Syndrome (TSS). Akibat jarang mengganti pembalut juga akan menimbulkan rasa gatal dan bau yang tidak sedap20.

Tema 7. Perubahan anak setelah menarche

Partisipan merasa bahwa telah mengalami perubahan pada tubuhnya. Mayoritas partisipan mengungkapkan bahwa merasa pinggulnya menjadi lebih besar, payudara membesar, mulai muncul rambut di ketiak dan kemaluan, hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh21. Tubuh yang semakin tinggi dan berat badan bertambah juga dirasakan oleh beberapa partisipan. Menurut Vink dkk (2010) anak perempuan yang telah melewati masa menarche akan mengalami perbedaan masa lemak pada tahun ke 3-4 setelah menarche22. Peningkatan lemak pada tubuh perempuan ini berkaitan dengan perubahan hormonal yang


(2)

berkaitan dengan berat badan dan bentuk tubuh23.

Perubahan yang dirasakan partisipan lainnya adalah mood atau emosional. Partisipan merasa mudah marah ketika diganggu oleh temannya, hal ini wajar sesuai dengan penelitian dan dilakukan oleh Kaur dan Thakur (2008) yang menjelaskan bahwa gambara premenstrual syndrome pada responden menunjukkan bahwa respoden mudah marah atau tersinggung dan mengalamai mood yang berubah-ubah24.

Tema 8. Upaya mengatasi

ketidaknyamanan saat menarche Perasaan tidak nyaman ketika menghadapi menarche akan membuat seorang wanita menjadi berfikir bagaimana cara yang tepat untuk mengatasinya. Upaya yang dilakukan oleh mayoritas partisipan adalah dengan meminum jamu kunyit dan melakukan distraksi untuk megurangi rasa sakit seperti tidur. Tindakan untuk mengatasi nyeri terbagi atas dua tindakan yaitu tindakan nonfarmakologis dan terapi nyeri farmakologis. Tindakan nonfarmakologis dapat berupa

mengalihkan perhatian seseorang ke suatu hal yang mampu melupakan rasa nyerinya, distraksi yang efektif adalah musik dan hipnotis. Musik akan memberikan sensasi rileks dan nyaman sehingga menurunkan stres dan kecemasan sedangkan hipnotis mampu mengubah persepsi nyeri melalui sugesti yang positif. Terapi farmakologis adalah terapi dengan menggunakan agen farmakologi unntuk menurunkan rasa nyeri dan analgesik adalah salah satunya25. Tindakan yang dilakukan oleh partisipan tersebut sudah tepat karena mereka tidak sembarangan untuk menanggulangi ketidaknyamanan saat menarche, akan tetapi partisipan dapat meningkatkan pengetahuan kembali untuk hal apa saja yang bisa dilakukan untuk menurunkan nyeri atau ketidaknyamanannya.

KESIMPULAN

1. Perasaan masing-masing partisipan adalah merasa malu, takut, kaget, cemas dan sebagian kecil partisipan menganggap menarche sebagai suatu hal yang biasa saja.


(3)

2. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini sebagian besar belum siap dalam menghadapi menarche, hal ini disebabkan karena pengetahuan mereka masih kurang tentang menstruasi itu sendiri.

3. Rata-rata partisipan mendapatkan informasi tentang menstruasi dari lingkungan sekitar seperti penyuluhan dari bidan, teman sebaya dan guru. Peran ibu dalam memberikan dukungan informasional mayoritas diberikan setelah partisipan mengalami menarche.

4. Mayoritas partisipan mengalami ketidaknyamanan saat menstruasi baik fisik ataupun situasional. Partisipan merasakan nyeri pada bagian perut, pinggul, kaki dan tangan, serta pusing atau sakit kepala.

5. Partisipan mengatasi rasa ketidaknyaman tersebut dengan meminum jamu atau melakukan distraksi seperti tidur.

6. Masing-masing partisipan dalam memaknai menarche memiliki kesamaan yaitu menjelaskan bahwa menstruasi pertama adalah

keluarnya darah dari kemaluan wanita serta partisipan menganggap bahwa setelah menarche maka mulai diberlakukannya tanggung jawab untuk beribadah dan menjauhi larangannya serta menarche merupakan perubahan untuk menjadi lebih dewasa.

7. Perawatan diri anak saat menstruasi adalah dengan mandi dua kali sehari dan mengganti pembalut minimal tiga kali dalam sehari.

8. Perubahan partisipan setelah mengalami menarche adalah mengalami perubahan fisik dan emosional. Perubahan fisik tersebut adalah tubuh yang semakin tinggi, pinggul membesar, payudara membesar, tumbuh rambut-rambut halus di sekitar kemaluan, timbul jerawat serta suara menjadi cempreng. Perubahan emosional anak adalah mudah marah ketika diganggu. SARAN

Peneliti selanjutnya dapat melakukan edukasi tentang menarche serta memperhatikan


(4)

karakteristik anak untuk melakukan pendekatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pardede, N. (2009). Masa Reproduksi. Available online : www.altavista.com. 26 Maret 2009.

2. Mar’at, Samsuniwiyati. (2010). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

3. Riset Kesehatan Dasar. (2010).

http://www.litbang.depkes.go .id. Diakses tanggal 23 Agustus 2016 jam 10:09 WIB.

4. Golchin, Mayereh Azam Hagikhani., Zeinab Hamzehgardeshi., Moloud Fakhri., and Leila Hamzehgardeshi. (2012).The experience of puberty in Iranian Adolescent Gilrs: A Qualitative Content Analysis. 5. Mulyani, Sri. (2010).

Hubungan antara Dukungan Psikososial Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Remaja Putri Menghadapi Menarche di SMP Negeri 1 Suruh Kabupaten Semarang. Jurnal Ilmu Kesehatan: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sains Al-Quran, Wonosobo. 6. Jayanti, Nur Fitri dan Sugi

Purwati. (2012). Deskripsi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Anak dalam Menghadapi Menarche di SD Negeri 1 Kretek Kecamatan Paguyuban Kabupaten Brebes Tahun 2011. Jurnal

Ilmiah Kebidanan Vo. 3 No. 1.

7. Fajri, Ayu., Khairani, Maya. (2010). Hubungan Antara Komunikasi Ibu-Anak Dengan Kesiapan Menghadapi Menstruasi Pertama (Menarche) Pada Siswi SMP Muhammadiyah

Banda Aceh.

http://ejournal.undip.ac.id/ind ex.php/psikologi/article/down load/2885/2568 (Diakses pada tanggal 15 Mei 2016). 8. Suryani, E., Widyasih, H.

(2008). Psikologi Ibu dan Anak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

9. Rels, Harry and Susan Sprecher. (2008) Encyclopedia of Human Relatioships. DOI: http://dx.doi.org/104135/9781

412958479. SAGE

Publications. Inc.

10.Goel, manish Kumar dan Mittal Kundan. (2011). Psycho-Social Behaviour of Urban Indian Adolescent Girls during Menstruation. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a rticles/PMC3448126.

11.Kilbourne M, Brook. (2000). Kesehatan Reproduksi Remaja: Membangun Perubahan yang Bermakna. Outlook Volume 16.

12.Ayu Putu. (2013). Hubungan Antara Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Dengan Kesiapan Remaja menghadapi Menarche Pada Siswi Kelas 7 Di SMP Negeri

1 Bergas.


(5)

ailmiah/documents/3294.doc x (Diakses tanggal 12 Juli 2016).

13.Mason, Linda, Elizabeth Nyothach., Penelope A. Phillips Howard. (2013). „We Keep it Secret So No One

Should Know‟- A Qualitative Study to Explore Young Schoolgirls Attitudes and Experiences with Menstruation in Rural Western Kenya. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a rticle/PMC3828248.

14.Aegidus, K. L., J. A. Zwart., K. Hagen., G. Dyb., T.L. Holmen., and L.J. Stovner. (2011) Increased Headache Prevalance in Female Adolescents and Adult Women with Early Menarche. The Head-HUNT Studies. European Journal of Neurology. DOI: 10.1111/j. 1468-1331.2010.03143.x. 15.Lee, Janet. (2009). Bodies at

Menarche: Stories of Shame, Concealment, and Sexual Maturation.

16.Andrews, Gilly. (2009) Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Alih bahasa: Sari Kurnianingsih et.al. Jakarta: EGC.

17.Tunnisa, M. (2012). Gambaran Respon Psikologis Saat Menarche Pada Anak Usia Sekolah di Kelurahan Pondok Cina Kota Depok. Depok. Universitas Indonesia.

18.Soetjiningsih. (2007). Tumbuh Kembang Remaja dan permasalahannya.

Cetakan Kedua. Jakarta: CV. Sagung Seto.

19.Verawaty, S.N & Rahayu. (2012). Merawat dan Menjaga Kesehatan Seksual Wanita, Bandung:PT. Grafindo Media Pratama. 20.(Pribakti ,2010).

21.Rubin, Carol et.al. Timing of Matutation and Predictors of Menarche in Girls Enrolled in a Contempory British Cohort. Journal Com.

22.Vink, Eva E., Silvia C.C. M Van Coeverden., Edgar G. Van Mil., Bram A Felius., Frank J. M. Van Leerdam., and Henriette A. Delemarre Van Waal. (2010). Changes and Tracking of Fat Mass in Pubertal Girls. Artikel Obesity Vol. 18 No. 6. 23.Abraham, Suzanne, Catherine

Boyd., Maala Lal., Georgina Luscombe., and Alan Taylor. (2009). Time since Menarche, Weight Gain and Body Image Awarness among Adolescents Girls: Onset of Eating Disorders. Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology. DOI: 10.1080/01674820902959553 . Informa Healthcare USA, Inc.

24.Kaur, Navdeep and Ramesh Thakur. (2008). A Descriptive Study to Assess the Premenstrual Syndrome and Coping Behaviour among Nursing Students, NINE, PGIMER, Chandigard. 25.Potter, Patricia A and Perry,

Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


(6)

Proses, dan Praktik Ed. 4. Alih bahasa: Yasmin Asih. Jakarta: EGC.