Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur
(2)
(3)
iii Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat
N NIP. 198011192011012006
Jamaludin, S.Kp., M.Kep NIP. 196805222008011007
(4)
iv
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat Jamaludin, S.Kp., M.Kep
NIP. 198011192011012006 NIP. 196805222008011007
Penguji I Penguji II
Yenita Agus, M.Kep., Sp.Mat., Ph.D Jamaludin, S.Kp., M.Kep
NIP. 197206082006042001 NIP. 196805222008011007
Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat NIP. 198011192011012006
(5)
(6)
vi
Nama : Adelia Inggar Dewati
Tempat, Tanggal Lahir : Surakarta, 08 Juli 1991 Status Pernikahan : Belum menikah
Alamat : Jalan Haji Buang No.151, RT 007/RW 005, Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, 13810
Telepon : 085773911064
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
1. Tk Yusufiyah [1996-1997]
2. SD Angkasa IV Halim Perdana Kusuma [1997-2003]
3. SMP Negeri 81 Jakarta Timur [2003-2006]
4. SMA Negeri 48 Jakarta Timur [2006-2009]
5. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta [2009-2014]
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:
1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era”, Jakarta, 2009
2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok” Jakarta, 2009
(7)
vii
5. Seminar Profesi “Keperawatan Islami, Penerapan dalam Praktek dan Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia”,Jakarta, 2010
6. Second International Nursing Student Forum “Nursing Challanges in the Global Society”, Thailand, 2010
7. Seminar Kesehatan“Peran Kebijakan Standardisasi Internasional Rumah Sakit dalam Meningkatkan Profesionalisme Pelayanan Kesehatan”, Jakarta, 2011
8. Seminar Keperawatan “Nursing as Partner Society and Delivering Public Health”,Jakarta, 2011
9. Emergency Nursing Seminar dan Workshop “Peran Perawat dalam Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety”, Jakarta, 2012 10. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan
Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global”, Jakarta, 2012
11. Seminar Keperawatan “Update Diagnsa NANDA, Aplikasi ISDA dan Diagnostic Reasoning”,Jakarta, 2012
12. Seminar Nasional Keperawatan “NANDA, NIC, NOC: Concept, Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia”,Jakarta, 2013
13. Seminar Pendidikan Akbar Tahunan 5 ACIKITA“Memajukan Pendidikan dan Riset Indonesia melalui Kerjasama Internasional”,Jakarta, 2013
(8)
viii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2014
Adelia Inggar Dewati, NIM : 109104000029
Studi Fenomenologi Pengalaman Menarchepada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur
xviii + 103 halaman + 1 gambar + 2 bagan + 1 tabel + 4 lampiran
ABSTRAK
Menarche merupakan menstruasi pertama kali yang menunjukkan kematangan reproduksi seorang perempuan. Menarche berdampak pada perubahan fisik maupun psikologis pada remaja perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman menarche remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif yang dilakukan melalui wawancara mendalam. Partisipan penelitian ini terdiri dari enam partisipan berusia 13-17 tahun yang telah mengalami menarche. Pemilihan partisipan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Data didapat dari hasil rekaman wawancara mendalam dan dianalisis dengan metode Colaizzi. Penelitian ini mengidentifikasi sembilan tema, yaitu:1) maknamenarche pada remaja perempuan, 2) dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche, 3) kesiapan remaja perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuan setelah menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6) upaya remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menarche, 7) dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan diri remaja perempuan saat menstruasi, 9) mitos-mitos menstruasi yang menghantui remaja perempuan. Remaja perempuan yang terlibat dalam penelitian ini cenderung memiliki persiapan yang kurang dan pemahaman yang terbatas saat mengalami menarche sehingga hal itu dapat berdampak pada penyesuaian diri saatmenarche. Dukungan keluarga, sekolah, maupun pelayanan kesehatan diperlukan dengan memberikan bimbingan sedini mungkin kepada remaja perempuan agar dapat mempersiapkan diri dengan baik saat menghadapi menarche. Penelitian lebih lanjut juga dapat dilakukan untuk mengeksplorasi secara mendalam, khususnya partisipan pendukung, seperti orang tua maupun remaja perempuan yang mengalami menarcheterlambat agar didapatkan data yang lebih bervariasi dari sebelumnya. Kata kunci: Pengalaman,Menarche, Remaja Perempuan
(9)
ix JAKARTA
Undergraduates Thesis, January 2014
Adelia Inggar Dewati, NIM : 109104000029
Fenomenolgy Study Experience of Menarche in Adolescent Girls at Neighboorhoods 07 Cakung Barat Village East Jakarta
xviii + 103 pages + 1 image + 2 schemes + 1 table + 4 attachements
ABSTRACT
Menarche is the first menstruation which indicate a female reproductive maturity. Menarche has implication to physical and psychological changes in adolescent girls. The aim of this study was to explore experience of menarche in adolescent girls at neighboorhoods 07 Cakung Barat Village East Jakarta. This study used qualitative research with descriptive phenomenological design through in-depth interview. Participants of this study consisted of six participants, aged 13-17 who had menarche. Participants were selected using purposive sampling technique based on the principles of suitability and adequacy. Data was obtained from the recording of in-depth interview and analyzed with Colaizzi method. This study identified nine themes, namely: 1) the meaning of menarche in adolescent girls, 2) domination’s feeling of adolescent girls at menarche, 3) the readiness of adolescent girls in the dealing with menarche, 4) adolescent girls changes after menarche, 5) the inconvenience of adolescent girls at menarche, 6) the attempts of adolescent girls to overcome the inconvenience at menarche, 7) the adolescent girls support at menarche, 8) adolescent girls self-care during menstruation, 9) menstrual myths that haunted adolescent girls. Adolescent girls who involved in this study tended has less preparation and lack of understanding when they had menarche and it can have impact on adjusment at menarche. Support from family, schools, and health services is required to provide guidance as early as possible to adolescent girls in order to prepare themselves well when facing the menarche. Further study can be also carried out to explore deeply, especially to support participants, such as parents, and also adolescent girls who had late menarche in order to obtain varied data.
Keywords: Experience, Menarche, Adolescent Girls Reference: 79 (years 2001-2013)
(10)
x
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, serta anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Fenomenologi Pengalaman Menarche pada Remaja Perempuan di RW 07 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur”. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dengan melakukan penelitian pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis banyak memperoleh pelajaran melalui penyusunan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga terselesaikan tidak lain karena bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. DR. (hc). dr. MK Tadjudin Sp.And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep., M.KM. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kp. selaku pembimbing akademik.
5. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat. selaku pembimbing 1 dan Bapak Jamaludin, S.Kp., M.Kep. selaku pembimbing 2 yang senantiasa
(11)
xi
6. Segenap Bapak/Ibu dosen PSIK UIN Jakarta yang telah memberikan banyak bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta seluruh staff dan karyawan di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga telah banyak membantu dalam urusan administrasi.
7. Keluarga tercinta, terutama orang tua penulis yang selalu memberikansupport tiada henti untuk menyemangati dan mengingatkan dalam menyelesaikan tugas akhir ini serta kakak dan adik penulisi yang turut memberikan dorongan motivasi kepada penulis.
8. Sahabat-sahabat penulis angkatan 2009 yang telah bersama-sama berjuang selama proses perkuliahan hingga penyelesaian akademik di Program Studi Ilmu Keperawatan.
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, baik dari persiapan, pelaksanaan, hingga penyelesaiannya yang tidak dapat disebutkan satu per satu pada kesempatan ini.
Penulis menyadari penelitian ini masih banyak kekurangan, baik dari bentuk, isi, maupun teknik penyajiannya. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun agar penelitian ini bisa menjadi lebih baik lagi.
Jakarta, Januari 2014
(12)
xii
HALAMAN JUDUL ... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
RIWAYAT HIDUP ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR BAGAN ... xvi
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman ... 8
B. Remaja ... 9
1. Pengertian ... 9
2. Tahapan Masa Remaja ... 10
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 11
(13)
xiii
2. Fisiologi Menstruasi ... 25
3. Siklus Menstruasi ... 26
D. Kerangka Teori ... 31
BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep ... 32
B. Definisi Istilah ... 33
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 34
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 35
C. Partisipan Penelitian ... 36
D. Instrumen Penelitian ... 36
E. Teknik Pengumpulan Data ... 37
1. Pengumpulan Data ... 37
2. Proses Pengumpulan Data ... 37
F. Keabsahan Data ... 39
G. Teknik Analisis Data ... 43
H. Etika Penelitian ... 46
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 47
B. Hasil Penelitian ... 48
1. Karakteristik Partisipan………….……….……….…… 48
2. Hasil Analisis Tematik………..…….………. 49
BAB VI PEMBAHASAN A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi ... 74
(14)
xiv
A. Kesimpulan ... 100 B. Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA
(15)
xv
(16)
xvi
Bagan 2.1 Kerangka Teori ... 31 Bagan 4.1 Teknik Analisis Data ... 45
(17)
xvii
(18)
xviii Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 2. Surat Permohonan Persetujuan Partisipan Lampiran 3. Pedoman Wawancara Mendalam
(19)
1 A. Latar Belakang
Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Populasi remaja di dunia saat ini mencapai 1,2 miliar penduduk atau 1 dari 5 orang di dunia berusia 10-19 tahun menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2012). Hasil sensus penduduk di Indonesia tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah remaja usia 10-24 tahun sebesar 63,4 juta jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.151.398 jiwa dan perempuan sebanyak 31.275.595 jiwa (BPS, 2010). Rentang usia remaja berada antara usia 10-19 tahun menurut World Health Organization (WHO, 2013). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak membatasi remaja sebagai individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010). BKKBN menambahkan bahwa batasan usia remaja berada pada 10-24 tahun (BKKBN, 2011).
Remaja dalam masa perkembangannya akan mengalami perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Tanda dimulainya masa remaja ditentukan oleh dimulainya kematangan pubertas (Santrock, 2003). Pubertas merupakan titik pencapaian kematangan seksual, yang ditandai dengan keluarnya menstruasi pertama kali pada remaja perempuan (Wong, 2008). Menstruasi pertama dikenal dengan istilah menarche. Menarche memberi petunjuk bahwa mekanisme reproduksi remaja perempuan telah matur dan
(20)
memungkinkan mereka untuk mengandung atau melahirkan anak (Mar’at, 2010).
Usiamenarche pada remaja perempuan antara yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Usia rata-rata untuk menarche pada perempuan Kaukasia adalah 12,8±1,2 tahun dan sekitar 4-8 bulan lebih awal pada perempuan Afrika-Amerika (Heffner dan Schust, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2010) menunjukkan bahwa rata-rata usia menarchedi Indonesia adalah 13 tahun dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat sampai 20 tahun.
Menarcheumumnya terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi. Menarche dikatakan sebagai peristiwa penting bagi kehidupan perempuan (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Studi literatur yang dilakukan Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyebutkan bahwa remaja yang mulai mengalami menarche akan mengalami perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial-budaya.
Perubahan fisik yang tampak jelas setelahmenarche,yaitu tumbuhnya rambut kemaluan dan berkembangnya payudara (Santrock, 2003). Perubahan bentuk tubuh dan distribusi lemak juga akan terjadi dan lemak banyak terbentuk di daerah payudara dan pinggul (Collins, 2011). Hurlock (2010) dalam bukunya mengungkapkan bahwa hanya sedikit remaja yang mengalami kateksis-tubuh atau merasa puas dengan tubuhnya. Ketidakpuasan lebih banyak dialami di beberapa bagian tubuh tertentu. Kegagalan mengalami kateksis–tubuh menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja.
(21)
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang tinggi (Yusuf, 2010). Peningkatan emosi dikaitkan dengan perubahan hormonal dalam tubuh remaja, sehingga remaja cenderung memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Hal ini tampak pada reaksi emosional remaja yang sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, sedih tetapi di sisi lain akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah (Kusmiran, 2011). Suasana hati atau mood remaja pun dapat berubah-ubah dengan sangat cepat (Mahfiana, Rohmah, dan Widyaningrum 2009).
Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche berbeda-beda satu sama lain. Mereka umumnya berespon negatif yang ditandai dengan rasa malu dan menyangkal. Hasil studi kualitatif yang dilakukan Golchin, Hamzehgardeshi, Fakhri, dan Hamzehgardeshi (2012) pada remaja perempuan di Iran mengungkapkan bahwa mayoritas reponden menyatakan menarche sebagai peristiwa pubertas yang sangat tidak menyenangkan. Studi analisis naratif yang dilakukan Lee (2009) di USA juga melaporkan bahwa terdapat responden yang menganggap menarche sebagai hal yang memalukan, yaitu sebesar 12%.
Usia menarche juga dapat mempengaruhi kesehatan mental remaja, seperti pada studi yang dilakukan oleh Deng et.al. (2011) pada remaja SMP dan SMA kelas 1 dan 2 serta mahasiswa tingkat 1 dan 2 di Cina yang menyatakan bahwa hampir semua gejala psikopatologis, perilaku bunuh diri dan melukai diri, banyak terjadi pada murid SMA yang mengalami menarche dini dibandingkan dengan murid yang periode menarchenya tepat waktu atau terlambat. Hal itu dikaitkan dengan kemampuan penyesuaian psikologis yang
(22)
lebih baik pada mahasiswa dibandingkan dengan murid SMA. Deng et.al. (2011) pada penelitiannya itu menganalisis bahwa menarche dini merupakan faktor risiko yang menyebabkan gangguan mental.
Studi terkait menarche yang juga dilakukan oleh Ruble and Brooks-Gunn (1982) dalam Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyatakan bahwa kurangnya persiapan remaja perempuan menghadapi menarche juga dapat menimbulkan reaksi negatif dalam diri remaja. Penelitian yang dilakukan di SLTP Charitas Jakarta pun melaporkan bahwa sebagian besar remaja perempuan yang belum mendapatkan persiapan yang baik, lebih banyak menampilkan perasaan negatif (takut, panik, kaget, sedih, marah, bingung, dan merasa direpotkan) dibandingkan perasaan positif saat memasuki menarche (Indriyani, Limbong, dan R. Puspita, 2009). Studi yang dilakukan oleh Mulyani (2010) memberikan hasil bahwa remaja perempuan perlu mendapatkan dukungan psikososial dari keluarga pada saat remaja perempuan menghadapimenarche.
Remaja perempuan saat mengalami menarche biasanya takut membicarakan peristiwa tersebut kepada orang lain. Mayoritas remaja perempuan selektif untuk menceritakan dan mendiskusikan tentang pengalaman menarchenya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Rembeck dan Hermansson, 2008). Mereka cenderung menganggap menarche sebagai peristiwa pribadi (personal event) dan mereka hanya akan menceritakannya kepada orang yang mereka percaya (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008).
Menarche bagi remaja perempuan di Indonesia masih dianggap sebagai hal yang tabu dan enggan dibicarakan. Penelitian mengenai
(23)
pengalaman menarche di luar negeri sudah cukup banyak dilakukan akan tetapi penelitian tentang pengalaman menarche di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk melakukan eksplorasi secara mendalam mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan, khususnya di rukun warga (RW) 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, dengan jumlah remaja perempuan (usia 10-19 tahun) yang terbilang cukup banyak di kelurahan tersebut, yakni mencapai 8.156 orang.
B. Rumusan Masalah
Menarche merupakan menstruasi pertama yang secara umum dialami oleh remaja perempuan dalam tahap perkembangan reproduksinya. Menarche dialami oleh remaja perempuan pada rentang usia yang berbeda-beda. Remaja perempuan yang mengalamimenarchedapat berpengaruh terhadap perubahan fisik, diantaranya seperti perkembangan payudara, pinggul maupun perubahan pada aspek psikologisnya. Remaja perempuan yang kurang dapat menerima segala perubahan yang terjadi pada tubuhnya dapat menimbulkan harga diri yang rendah.
Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche bermacam-macam namun secara umum berespon negatif yang ditandai dengan perasaan malu, kaget, ataupun menyangkal. Remaja perempuan yang mengalami kematangan seksual yang cepat pun dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya sehingga dapat mempengaruhi kehidupannya. Penyesuaian diri remaja perempuan saat menghadapi menarche tentu akan bervariasi.
(24)
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti ingin menggali secara mendalam tentang bagaimana pengalaman menarchepada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalamanmenarche pada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat ilmiah
a) Sebagai bahan kajian dan landasan untuk peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan.
b) Memberikan informasi mengenai pengalaman menarchepada remaja perempuan sehingga dapat menjadi masukan dalam peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi literatur bagi institusi pendidikan keperawatan maupun peserta didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan.
(25)
b) Bagi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan tenaga kesehatan tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan sehingga dapat meningkatkan strategi dalam upaya promotif untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan reproduksi pada remaja perempuan.
c) Bagi masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan. Masyarakat diharapkan dapat mendukung perkembangan seksual remaja perempuan dan membantu mereka melewati masa tersebut dengan baik.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam yang dibantu dengan alat pencatat, alat perekam (tape recorder), serta pembuatan catatan lapangan (field note). Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai pengalaman menarche pada remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur. Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan yang telah mengalami menarche minimal 1 tahun dengan alasan agar pengalaman partisipan masih baru dan belum lama sehingga diharapkan mendapatkan pengalaman seperti yang diinginkan peneliti.
(26)
8
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman
Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2013). Husserl (1970) dalam Smith (2009) mengungkapkan bahwa pengalaman merupakan suatu sistem makna-makna yang saling terkait yang terangkum dalam suatu totalitas yang disebut “dunia kehidupan”. Miler dan Boud (1994) mengartikan pengalaman sebagai totalitas dari cara-cara di mana manusia merasakan dunia dan membuat dunia merasakan apa yang mereka rasakan (Jarvis, 2004)
Coon dan Mitterer (2010) menyatakan bahwa aliran humanisme salah satunya berfokus pada pengalaman manusia. Aliran ini menekankan tentang pengalaman subyektif. Pengalaman subyektif merupakan persepsi pribadi terhadap realita. Oakeshott (1933) dalam Jarvis (2004) juga mengartikan pengalaman sebagai hal yang subyektif dan merupakan bentuk pemikiran yang dibangun dan dipengaruhi oleh riwayat hidup seseorang dan kondisi sosial budaya di mana pengalaman tersebut terjadi. Pengalaman pun akan berlangsung terus menerus sepanjang kehidupan manusia. Pengalaman, dengan demikian dapat disimpulkan sebagai persepsi pribadi seseorang terhadap suatu hal yang dialami pada situasi tertentu dan memiliki makna tersendiri bagi orang tersebut.
(27)
Pengalaman merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi persepsi seseorang (Notoatmodjo, 2005). Pengalaman juga mempengaruhi pengetahuan seseorang, walaupun seseorang dapat mempelajari suatu hal dengan menghafal, pengalaman sebelumnya dapat dijadikan pengalaman belajar bila dapat bermanfaat (Swansburg, 2001). Perilaku individu yang berbeda-beda pun juga salah satunya dipengaruhi oleh pengalaman (Sunaryo, 2004). Pengalaman, di sisi lain, dapat dipengaruhi oleh memori/ingatan seseorang dalam variasi cara yang berbeda (Jarvis, 2004).
Penelitian ini meneliti tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan. Studi yang dilakukan Chang, Hayter, dan Wu (2010) menyebutkan bahwa remaja yang mulai mengalami menarche akan mengalami perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial-budaya. Mereka juga menjelaskan bahwa kesiapan menarche remaja perempuan dipengaruhi oleh dukungan pengetahuan dari ibu, ayah, teman sekelas laki-laki, serta dipengaruhi latar belakang sosial-budaya.
B. Remaja
1. Pengertian
Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan adolescent. Kata tersebut berasal dari bahasa latin, yakni adalescere yang artinya “bertumbuh”. WHO (2013) menjelaskan arti remaja sebagai seseorang yang berada pada periode usia antara 10-19 tahun. BKKBN menambahkan bahwa batasan usia remaja berada pada 10-24 tahun (BKKBN, 2011). Bobak (2004) menyatakan masa remaja ialah periode
(28)
waktu individu beralih dari fase anak ke fase dewasa. Hall (1904), yang biasa disebut oleh para ahli sejarah sebagai Bapak studi ilmiah remaja, mengartikan remaja sebagai masa antara usia 12 sampai 23 tahun dan masa yang penuh dengan topan dan tekanan, yang ditandai dengan konflik dan perubahan nuansa hati (Santrock, 2003). Remaja, dengan demikian dapat disimpulkan sebagai suatu periode anak yang mulai meninggalkan masa kanak-kanaknya menuju masa dewasa yang penuh perubahan, dengan rata-rata usia yaitu antara 10 hingga 24 tahun.
2. Tahapan Masa Remaja
Banyak sumber yang berbeda pendapat tentang batasan usia remaja dan penggolongan remaja. Monks, Knoers, dan Haditono (2001) dalamMar’at(2010) membagi tahapan remaja menjadi 4 tahap, yaitu: 1) masa praremaja atau prapubertas (10-12 tahun), 2) masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), 3) masa remaja pertengahan (15-18 tahun), dan 4) masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja awal hingga remaja akhir inilah yang disebut masaadolescent.
Bobak (2004) dalam bukunya juga menjelaskan bahwa perkembangan remaja terbagi menjadi 3 tahap, yaitu:
a) Remaja tahap awal (usia 10-14 tahun)
Tahap ini menjelaskan tentang awal mula remaja tertarik dengan lawan jenis, mulai berpikir konkrit, serta masih timbulnya konflik dengan orang tua.
(29)
b) Remaja tahap menengah (usia 15-16 tahun)
Sikap mandiri dan ingin bebas dari orang tua merupakan ciri dari tahap ini. Remaja menjadi lebih sering bergaul dengan teman sebayanya dibandingkan bersama keluarga. Emosi remaja yang suka meledak-ledak atau biasa disebut labil juga turut mewarnai tahapan ini.
c) Remaja tahap akhir (usia 17-21 tahun)
Remaja pada rentang usia ini sering berpacaran. Remaja pun mulai mengembangkan pemikiran abstraknya. Pemikiran remaja tentang masa depannya kelak juga telah dipikirkannya karena pada tahapan ini mereka cenderung sudah bersikap dewasa. Hal ini ditunjukkan dengan pemikirannya yang ingin dapat hidup mandiri baik secara emosional ataupun finansial.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Balitbankes RI) dalam Riskesdas (2010) membagi remaja menjadi 2 kelompok umur, yaitu usia praremaja (13-15 tahun) dan usia remaja (16-18 tahun). Oleh karena itu, pembagian tahapan remaja dapat disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu dimulai dari tahapan praremaja, remaja awal, remaja menengah, hingga remaja akhir.
3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing pada tiap tahapan usia. Tugas perkembangan anak, remaja, hingga dewasa pun berbeda-beda. Tugas perkembangan adalah hal-hal yang harus dipenuhi
(30)
atau diberikan oleh remaja dan dipengaruhi oleh harapan sosial (Kusmiran, 2011).
Remaja memiliki tugas perkembangannya sendiri setelah melewati masa kanak-kanak. Tugas perkembangan remaja menurut Bobak (2004) diantaranya, yaitu remaja dapat menerima citra tubuh maupun identitas seksualnya. Tugas perkembangan remaja yang lain, yaitu remaja diharapkan dapat belajar mandiri dan mengambil keputusannya sendiri. Remaja juga dituntut untuk dapat mengembangkan sistem nilai personal dan identitas seorang yang dewasa.
Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Beberapa tugas perkembangan menurut Hurlock (2010) yang perlu dikuasai remaja, yaitu:
a) Menerima keadaan fisiknya
Para remaja terkadang sulit untuk menerima keadaan fisiknya karena pada masa kanak-kanak, mereka telah memiliki konsep tersendiri tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Remaja pada saatnya perlu untuk memperbaiki konsep tersebut dan mempelajari cara-cara memperbaiki penampilan diri sehingga lebih sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
b) Menerima peran sesuai jenis kelamin
Remaja perempuan perlu mempelajari peran feminin agar sesuai dengan perannya sebagai perempuan. Hal ini seringkali merupakan
(31)
tugas pokok remaja yang memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-tahun.
c) Membina hubungan yang lebih matang kepada sesama jenis maupun lawan jenis
Tugas perkembangan ini tergolong tidak mudah untuk dilalui karena pertentangan lawan jenis sering berkembang selama akhir masa kanak-kanak dan masa puber, maka untuk mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis perlu dimulai dari nol. Pengembangan hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya sesama jenis juga tidak mudah dilakukan.
d) Mencapai kemandirian emosional dan mempersiapkan kemandirian ekonomi
Tugas perkembangan ini menjadi mudah diperoleh bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lain. Namun, masih banyak remaja yang ingin mandiri tetapi masih membutuhkan rasa aman yang diperoleh dari ketergantungan emosi pada orang tua atau orang-orang dewasa lain. Hal ini menonjol pada remaja yang statusnya kurang memiliki hubungan yang akrab dengan teman sebaya atau anggota kelompoknya. Tugas perkembangan yang lain pada masa remaja adalah mempersiapkan kemandirian ekonomi. Remaja, secara ekonomis masih bergantung kepada orang tuanya selama beberapa tahun sampai pada akhirnya mereka memiliki pekerjaan dan siap untuk bekerja.
(32)
e) Mengembangkan keterampilan intelektual
Sekolah dan pendidikan tinggi menekankan perkembangan keterampilan intelektual dan konsep penting bagi kecakapan sosial. Sekolah dan pendidikan tinggi juga mencoba untuk membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai-nilai-nilai dewasa dan orang tua berperan banyak dalam perkembangan ini.
f) Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab
Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman-teman sebaya tetapi hal ini seringkali diperoleh dengan perilaku yang oleh orang dewasa dianggap tidak bertanggung jawab.
g) Mempersiapkan perkawinan di kemudian hari
Kecenderungan kawin muda menyebabkan persiapan perkawinan merupakan tugas perkembangan yang paling penting dalam tahun-tahun remaja. Persiapan tentang tugas-tugas dan tanggung jawab kehidupan keluarga yang persiapannya kurang merupakan salah satu penyebab dari masalah yang tidak terselesaikan, yang oleh remaja di bawa ke dalam masa dewasa.
4. Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Perempuan a) Pertumbuhan remaja perempuan
Soetjiningsih (2007) dalam bukunya menjelaskan bahwa remaja mengalami pertumbuhan tubuh yang lebih cepat dibandingkan pada masa kanak-kanak. Kecepatan pertumbuhan antara remaja pun bervariasi satu sama lain karena terdapat remaja yang tumbuh lebih
(33)
cepat dan remaja yang tumbuh lebih lambat. Pertumbuhan melibatkan interaksi antara endokrin dan sistem tulang. Banyak hormon yang mempengaruhi pertumbuhan, termasuk hormon pertumbuhan (GH), tiroksin, insulin, dan kortikosteroid (semuanya mempengaruhi kecepatan pertumbuhan); leptin (mempengaruhi komposisi tubuh); dan hormon paratiroid, 1,25-dihidroxy vitamin D, dan calcitonin (semuanya mempengaruhi mineralisasi tulang). Pada masa pubertas, hormon seks steroid dan hormon pertumbuhan berperan pada pacu tumbuh pubertas. Sebelum mulai pacu tumbuh, remaja perempuan tumbuh dengan kecepatan 5,5 cm/tahun (4-7,5 cm). Sekitar 2 tahun setelah mulai pacu tumbuh, remaja perempuan mencapai kecepatan tinggi badannya dengan kecepatan sekitar 8 cm/tahun (6-10,5 cm). Kecepatan maksimal dicapai 6-12 bulan sebelum menarche dan ini dipertahankan hanya untuk beberapa bulan.
b) Perkembangan remaja perempuan
Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia. Perkembangan biasanya digambarkan dalam periode-periode tertentu (Santrock, 2003). Konsep perkembangan remaja terbagi menjadi 2, yaitu: nature dan nurture. Nature berarti tekanan maupun gejolak yang banyak dijumpai oleh remaja atau biasa disebut dengan masa badai. Tekanan tersebut didapat baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Konsep nurture adalah kebalikan dari nature yang mengungkapkan bahwa tidak semua remaja akan mengalami suatu tekanan karena hal itu tergantung dari lingkungan di
(34)
sekitarnya maupun pola asuhnya (Kusmiran, 2011). Aspek perkembangan pada remaja dibagi menjadi:
1) Perkembangan biologis
Perkembangan biologis perempuan yang memasuki masa remaja, pada awalnya ditandai pembesaran payudara atau mulai tumbuhnya rambut kemaluan kemudian tumbuh rambut ketiak. Sejalan dengan perubahan tersebut, tinggi badan bertambah dan pinggul menjadi lebih lebar dari bahu. Menstruasi pertama (menarche) datang di akhir siklus pubertas (Santrock, 2003).
Hurlock (2010) pun menjelaskan bahwa selama pertumbuhan pesat masa pubertas, terjadi empat perubahan fisik penting di mana tubuh remaja perempuan mengalami: perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsional tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri-ciri-ciri seks sekunder.
a. Perubahan ukuran tubuh
Perubahan fisik utama masa puber adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi badan (TB) dan berat badan (BB). Rata-rata peningkatan per tahun di antara remaja-remaja perempuan sebelum menstruasi adalah 3 inci tetapi peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5 sampai 6 inci. Tingkat pertumbuhan setelah menstruasi menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti sekitar delapan belas tahun.
(35)
b. Perubahan proporsi tubuh
Perubahan fisik yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh. Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul dan bahu, serta ukuran pinggang juga berkembang. Lebar pinggul dan bahu dipengaruhi oleh usia kematangan. Remaja yang lebih lambat matang mempunyai pinggul yang sedikit lebih besar daripada remaja yang cepat matur.
c. Ciri-ciri seks primer
Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi remaja perempuan menjadi matang adalah datangnya menstruasi. Pada saat ini, terjadi pertumbuhan pesat terhadap panjangnya uterus dan beratnya ovarium.
d. Ciri-ciri seks sekunder
Perubahan fisik keempat adalah perkembangan ciri-ciri seks sekunder. Ciri-ciri seks sekunder yang penting pada remaja perempuan diantaranya, yakni: bertambah lebarnya pinggul, pembesaran payudara, tumbuhnya rambut kemaluan, kulit menjadi lebih kasar dan lebih tebal, kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif, otot semakin membesar dan kuat. Pertumbuhan payudara dapat terlihat ketika anak berusia antara 8-14 tahun. Tahap-tahap perkembangan payudara pada perempuan menurut Marshall dan Tanner dalam Heffner dan Schust (2008) dibagi menjadi 5 tahap, yakni:
(36)
2) Tahap permulaan/pucuk payudara: payudara dan papila menonjol seperti gundukan kecil dan diameter areola membesar
3) Pembesaran lebih lanjut pada payudara dan areola tanpa perbedaan kontur
4) Areola dan papila menonjol untuk membentuk gundukan sekonder di atas payudara
5) Tahap matur: penonjolan hanya pada papila karena kembalinya areola ke kontur umum payudara
Daniawati (2003) pun mengemukakan bahwa pada tahapan perkembangan payudara, puting susu setiap perempuan berbeda dalam bentuk, ukuran, dan warna. Hal ini karena faktor keturunan. Payudara juga akan terasa sakit (jika tersentuh sesuatu) dan gatal sebelum menjadi bentuk yang sempurna. Payudara yang sudah melewati masa sakit akan terlihat bulat penuh dan berisi. Ini berarti, lemak dan saluran susu sudah mencapai tingkat kesempurnaan. Saluran-saluran penghasil susu pun sudah terbentuk sehingga sudah dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, seperti menyusui bayi jika telah siap.
Selain perkembangan payudara, remaja perempuan juga akan mengalami pertumbuhan rambut kemaluan akibat dari peran kelenjar adrenal. Rambut kemaluan biasanya mulai muncul setelah payudara mulai berkembang, tetapi tidak selalu (Collins, 2011). Pertumbuhan rambut kemaluan pada remaja perempuan
(37)
juga dibagi menjadi 5 tahap menurut sistem yang dikembangkan oleh Marshall dan Tanner, yaitu:
1) Praremaja: tidak terdapat rambut kemaluan (tidak lebih tebal dari dinding abdomen).
2) Pertumbuhan yang tipis dari rambut halus, panjang, dan sedikit berpigmen terutama di sepanjang labia.
3) Rambut menghitam, menebal, dan sebagian besar keriting. 4) Rambut kini tampak seperti pada orang dewasa, namun
areanya lebih kecil dari orang dewasa. Tidak ada penyebaran ke permukaan medial paha.
5) Penampakan dan jumlah rambut sepserti pada orang dewasa. Bentuk menyerupai segitiga terbalik seperti pada orang dewasa. Penyebaran ke permukaan medial paha namun tidak melebihi dasar segitiga (Heffner dan Schust, 2008).
Semua perubahan ini terjadi karena perubahan hormonal dalam tubuh saat hipotalamus memulai memproduksi gonadotropin-releasing hormones yang merupakan sinyal bagi hipotalamus mulai memproduksi hormon gonadotropik. Hormon gonadotropik menstimulasi sel ovarian untuk memproduksi estrogen. Hormon ini berperan dalam perkembangan karakteristik seks sekunder serta memainkan peran penting dalam reproduksi (Potter dan Perry, 2005). Progesteron juga bekerja pada semua organ dalam sistem reproduksi tetapi kerjanya hanya terjadi jika progesteron sedang atau sudah dipengaruhi oleh estrogen. Progesteron juga
(38)
mempengaruhi jaringan tubuh lainnya yang menyebabkan penumpukkan lemak (Farrer, 2001).
2) Perkembangan kognitif
Teori perkembangan kognitif dari Piaget (1954) dalam Santrock (2003) memandang remaja berada pada tahap operasional formal. Remaja akan berpikir lebih abstrak serta logis pada tahap ini. Remaja mengembangkan citra tentang hal-hal yang ideal sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstraknya. Berkaitan dengan perkembangan kognitif, umumnya remaja menampilkan tingkah laku yang sering ditunjukkan dengan pemikiran yang kritis, rasa ingin tahu yang kuat, serta jalan pikir remaja yang mengarah pada tipe egosentris. Remaja pada perkembangan ini, memiliki perasaan selalu diperhatikan dan menjadi pusat perhatian orang lain (imagery audience) serta perasaan bahwa dirinya unik dan berbeda dengan orang lain (personal fables) (Kusmiran, 2011).
3) Perkembangan sosial
Keinginan menjadi mandiri akan timbul dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orang tua dan ketergantungan secara emosional pada orang tua. Remaja pun mulai mencari pengakuan dari luar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya sehingga wajar jika tingkah laku dan norma yang dipegang remaja banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Remaja, di sisi lain, masih tergantung pada orang tuanya
(39)
(Kusmiran, 2011). Pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku, lebih besar dibandingkan pengaruh keluarga, hal itu dapat dimengerti karena remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah (Hurlock, 2010).
4) Perkembangan emosional
Perkembangan emosi pada remaja awal menunjukkan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung/marah atau mudah sedih/murung), sedangkan remaja akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Pencapaian kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang sangat sulit bagi remaja. Proses pencapaiannya sangat dipengaruhi oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila kurang dipersiapkan untuk memahami peran-perannya dan kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua atau pengakuan dari teman sebaya, mereka cenderung akan mengalami kecemasan, perasaan tertekan, atau ketidaknyamanan emosional (Yusuf, 2010).
Hurlock (2010) juga menjelaskan perubahan emosi juga dipengaruhi oleh kondisi sosial. Adapun meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia
(40)
kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Ketidakstabilan emosi tersebut terjadi sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku yang baru dan harapan sosial yang baru. Hurlock (2010) dalam bukunya juga menambahkan bahwa kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil juga merupakan ciri-ciri bagian awal masa pubertas. Remaja, pada masa ini merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Sedih, mudah marah, dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi selama masa pramenstruasi dan awal periode menstruasi.
5) Perkembangan moral
Salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok. Remaja juga perlu membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan dapat mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya (Hurlock, 2010).
Tingkat moralitas remaja sudah lebih matang jika dibandingkan dengan anak melalui pengalaman atau interaksi sosial dengan orang tua, guru, teman sebaya, atau orang dewasa lainnya. Mereka sudah mengenal tentang nilai-nilai moral atau
(41)
konsep-konsep moralitas, seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, dan kedisiplinan. Pada masa ini muncul dorongan untuk melakukan perbuatan yang dapat dinilai baik oleh orang lain. Remaja berperilaku bukan hanya untuk memenuhi kepuasan fisiknya, tetapi psikologis (rasa puas adanya penerimaan dan penilaian positif dari orang lain tentang perbuatannya) (Yusuf, 2010).
6) Perkembangan kepribadian
Masa remaja merupakan masa berkembangnyaidentity (jati diri). Jati diri ini dapat dikatakan sebagai aspek sentral bagi kepribadian yang sehat yang merefleksikan kesadaran diri, kemampuan mengidentifikasi orang lain, dan mempelajari tujuan-tujuan agar dapat berpartisipasi dalam kebudayaannya. Faktor-faktor dan pengalaman yang tampak membuat terjadinya perubahan kepribadian, meliputi:
• Perolehan pertumbuhan fisik seperti orang dewasa
• Kematangan seksual yang disertai dorongan dan emosi baru • Kesadaran terhadap diri sendiri
• Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual • Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi remaja
(Yusuf, 2010).
7) Perkembangan heteroseksual
Ciri penting dari perkembangan heteroseksual remaja, yaitu adanya minat terhadap lawan jenis yang semakin kuat disertai keinginan kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis.
(42)
Remaja juga mulai mencari-cari informasi tentang kehidupan seksual orang dewasa bahkan juga muncul rasa ingin tahu dan keinginan bereksplorasi melakukannya. Adanya dorongan seksual dan ketertarikan terhadap lawan jenis membuat perilaku remaja mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis (Kusmiran, 2011).
C. Menarche
1. PengertianMenarche
Balitbankes RI dalam Riskesdas (2010) mengemukakanmenarche sebagai tanda awal masuknya seorang perempuan dalam masa reproduksi. Manuaba dkk (2007) mengungkapkan bahwa menarche adalah menstruasi pertama perempuan yang umumnya terjadi pada usia sekitar 10-11 tahun. Menarche dapat juga dikatakan sebagai onset menstruasi yang terjadi pada usia rata-rata 12 tahun, dengan kisaran normal 8-16 tahun (Norwitz dan Schorge, 2008), sedangkan di dalam kamus Mosby (2006) dijelaskan bahwa menarche sebagai permulaan siklus menstruasi dan biasanya terjadi antara usia 9-17 tahun. Oleh karena itu, menarche dapat disimpulkan sebagai onset menstruasi pertama yang dialami remaja perempuan yang dapat terjadi pada rentang usia 8-17 tahun.
Bagi banyak perempuan, menarcheterjadi tepat waktu tetapi bagi yang lain menarche terjadi lebih cepat atau lambat (Santrock, 2003). Remaja perempuan rata-rata mengalami menarche pada usia 12 tahun
(43)
namun ada kecenderungan bahwa menarche kini mulai lebih awal daripada 30 atau 40 tahun lalu. Usia menarche dan mungkin masa pubertas telah mengikuti tren sekuler, yaitu terjadi lebih awal rata-rata 2-3 bulan per dekade (Collins, 2011). Banyak remaja perempuan yang perkembangannya juga mengalami keterlambatan, seperti yang belum mengalami menstruasi sampai berusia 15 tahun, yang biasanya akan datang meminta pertolongan dokter (Santrock, 2003). Collins (2011) juga menjelaskan dalam bukunya bahwa remaja perempuan juga dapat mengalami menarche terlambat yang perlu diwaspadai bila menstruasi belum terjadi dalam jangka waktu 5 tahun setelah payudara tumbuh.
2. Fisiologi Menstruasi
Siklus menstruasi didorong oleh umpan balik antara kelenjar pituitari anterior dan ovarium (Murray dan McKinney, 2006). Siklus menstruasi pertama diyakini pada awal mulanya terjadi berkaitan dengan lepasnya generator denyut GnRH di hipotalamus dari inhibisi sistem saraf pusat. GnRH menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Pelepasan FSH dan LH pun mengalami peningkatan. Ovarium berespon terhadap gonadotropin tersebut sehingga memungkinkan pula terjadinya produksi estrogen dan progesteron. Pengaturan umpan balik positif pada kelenjar hipotalamus dan hipofisis oleh estrogen pada akhirnya akan terbentuk. Kombinasi peristiwa pematangan itu akan menyebabkan terjadinya ovulasi (Heffner dan Schust, 2008).
(44)
Sebagian besar menarche berlangsung tanpa diikuti ovulasi pada tahun pertama. Siklus menstruasi pada awalnya pun tidak teratur. Siklus tersebut akan menjadi teratur setelah satu tahun atau lebih hingga pada saatnya terjadi ovulasi. Proses ovulasi akan berlangsung terus menerus sepanjang tahun sejak menarche sampai menopause (Cunningham et.al., 2005).
3. Siklus Menstruasi
Hari pertama menstruasi didefinisikan sebagai hari pertama siklus menstruasi (Breslin dan Lucas, 2003; Norwitz dan Schorge, 2008). Lama siklus menstruasi umumnya 28 hari walaupun bervariasi pada tiap perempuan. Perbedaan siklus menstruasi tersebut disebabkan karena variasi perkembangan folikular (Breslin dan Lucas, 2003)
Rata-rata durasi aliran menstruasi adalah 5 hari (dengan range 3-6 hari) dan rata-rata kehilangan darah yaitu 50 ml (dengan range antara 20-80 ml) (Wilson dan Perry, 2006). Ovarium akan mengeluarkan 300.000 ovum (sel telur) selama masa perkembangan reproduksi remaja perempuan. Jumlah ovum yang matur pun hanya 500 ovum dan dikeluarkan 1 buah setiap siklus menstruasi (Setiadi, 2007).
Siklus menstruasi, di samping memiliki durasi siklus yang berbeda-beda pada tiap remaja, juga akan menyebabkan perubahan fungsional dan morfologis pada endometrium dan ovarium. Siklus menstruasi dibagi menjadi 2 siklus, yaitu a) siklus ovarian dan b) siklus endometrium.
(45)
(46)
ovulasi memblok pematangan lebih lanjut dari folikel yang kurang berkembang (Murray dan McKinney, 2006).
2) Fase luteal
Fase luteal dimulai segera setelah ovulasi dan berakhir pada awal menstruasi. Fase pascaovulasi pada siklus ovarium ini biasanya berlangsung selama 14 hari (rentang 13 sampai 15 hari). Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi dan menyekresi hormon estrogen steroid maupun progesteron steroid. Bersamaan dengan waktu fungsi luteal puncak ini, ovum yang dibuahi akan berimplantasi di endometrium. Jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi, korpus luteum akan mengalami regresi dan kadar hormon akan menurun. Lapisan fungsional endometrium pada rahim (uterus) akan luruh selama menstruasi (Bobak dkk, 2004). Penurunan estrogen dan progesteron menstimulasi kelenjar pituitari anterior kembali untuk mensekresi FSH dan LH yang menginisiasi siklus reproduksi perempuan yang baru (Murray dan McKinney, 2006).
b) Siklus endometrium
Siklus endometrium dibagi menjadi empat fase, yaitu: 1) Fase menstruasi
Fase ini menunjukkan adanya peluruhan endometrium akibat vasokonstriksi periodik pada lapisan atas dari endometrium sehingga menimbulkan perdarahan menstruasi. Lapisan basal endometrium selalu dipertahankan dan regenerasi dimulai
(47)
menjelang akhir siklus (Bobak dkk, 2004). Durasi fase menstruasi ini sekitar 5 hari dan selama periode menstruasi, perempuan akan kehilangan darah sekitar 40 ml. Karena proses kehilangan darah terjadi berulang-ulang (recurrent), banyak perempuan yang mengalami anemia ringan saat masa reproduksi mereka, terutama jika diet mereka rendah asupan zat gizinya (Murray dan McKinney, 2006).
2) Fase proliferatif
Permukaan endometrium pada fase ini secara lengkap kembali normal dalam waktu sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Fase ini berakhir dengan pematangan folikel ovarium (de graaf) dan ovulasi sekitar hari ke-14 (Brooker, 2008).
3) Fase sekretori
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya (Bobak dkk, 2004). Folikel de graaf berubah menjadi korpus rubrum setelah terjadi ovulasi dan dalam waktu singkat diikuti terbentuknya korpus luteum yang akan mengeluarkan dua hormon steroid, yaitu estrogen dan progesteron. Kedua hormon inilah yang mengubah fase proliferasi endometrium menjadi fase sekresi (Manuaba dkk, 2007). Endometrium akan mengalami penebalan dinding akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, dengan pencapaian maksimum ketebalannya sekitar 5-6 mm. Uterus pun dipersiapkan
(48)
untuk menerima ovum yang matang pada fase ini (Murray dan McKinney, 2006).
4) Fase Iskemik
Korpus luteum akan menyusut dan sekresi estrogen dan progesteron ikut menurun jika tidak terjadi pembuahan dan implantasi. Seiring penurunan kadar progesteron dan estrogen yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Suplai darah ke endometrium fungsional pun berhenti dan terjadi nekrosis selama fase ini. Lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus menstruasi berikutnya (Bobak dkk, 2004).
(49)
D. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Dimodifikasi dari Hurlock (2010); Santrock (2003); Kusmiran (2011); Yusuf (2010); Chang, Hayter, dan Wu (2010)
Pengalaman menarche pada remaja perempuan Perkembangan sosial Perkembangan kepribadian Perkembangan moral Perkembangan emosi Remaja perempuan Perkembangan kognitif Perkembangan biologis Perkembangan heteroseksual
Masa berkembangnya jati diri
Sensitif dan reaktif terhadap peristiwa, perubahan mood, gelisah, sedih, cepat marah
Banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya Nilai moral atau konsep moralitas sudah dikenal oleh remaja
Berpikir abstrak dan logis, egosentris,imagery audience
personal fables
Minat dan keinginan mendapatkan dukungan lawan jenis semakin kuat
- Perubahan ukuran tubuh (TB dan BB) - Pinggul dan bahu
mulai melebar
- Pembesaran payudara, rambut pubis mulai tumbuh - Menarche Faktor yang mempengaruhi kesiapan menarche: dukungan keluarga, teman sekelas
laki-laki, dan latar belakang sosial
(50)
32
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Definisi kerangka konsep menurut Hidayat (2008), yaitu kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah. Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya, menarche merupakan peristiwa penting bagi kehidupan perempuan (Chang, Chen, Hayter, dan Lin, 2008; Gunarsa dan Gunarsa, 2008). Remaja perempuan yang mengalami menarche akan mengalami berbagai perubahan, baik fisik, psikologis, maupun sosial budaya (Chang, Hayter, dan Wu, 2010). Respon psikologis remaja perempuan dalam menghadapi menarche pun bermacam-macam. Remaja perempuan umumnya berespon negatif yang ditandai dengan rasa malu dan menyangkal saat menarche.
Penelitian ini meneliti tentang pengalaman menarche pada remaja perempun yang dilihat baik dari segi persepsi, respon, perilaku, ataupun tindakan mereka saat menarche. Penelitian tentang pengalaman menarche pada remaja perempuan belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin mengekplorasi secara mendalam tentang pengalaman menarchepada remaja perempuan.
(51)
B. Definisi Istilah
1. Pengalaman yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pengalaman menarche dalam kehidupan seorang perempuan.
2. Remaja perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang yang memasuki periode masa remaja yang berjenis kelamin perempuan dan yang sedang pubertas.
3. Menarche merupakan menstruasi pertama kali yang menandakan remaja perempuan telah mengalami kematangan seksual.
(52)
34
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) di mana peneliti adalah sebagai instrumen kunci dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2010). Penelitian ini biasanya digunakan untuk menggali fenomena yang dibahas secara mendalam.
Fenomenologi digunakan sebagai pendekatan dalam metodologi penelitian kualitatif ini. Fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subyektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia (Moleong, 2010). Pendekatan fenomenologi juga berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi-situasi tertentu. Pendekatan fenomenologi ini penting bagi praktik keperawatan karena keperawatan itu sendiri berhubungan dengan pengalaman kehidupan manusia. Fenomenologi merupakan pendekatan yang sesuai untuk menginvestigasi fenomena penting seseorang yang berguna bagi bidang keperawatan (Streubert dan Carpenter, 2003). Penelitian ini menggunakan pendekatan fenemenologi deskriptif untuk mengetahui pengalaman menarche secara mendalam dan menemukan makna
(53)
menarche yang terkandung dari pengalaman yang dialami oleh remaja perempuan.
Spiegelberg (1975) dalam Streubert dan Carpenter (2003) menjelaskan bahwa fenomenologi deskriptif menstimulasi persepsi tentang pengalaman hidup dengan menekankan pada kekayaan, keluasan, dan kedalaman pengalaman itu sendiri. Spiegelberg mengidentifikasi tiga tahapan proses untuk fenomenologi deskriptif, yaitu tahap intuisi, analisis, dan deskripsi. Langkah pertama, yaitu intuisi, menjadikan peneliti terlibat penuh dalam mengeksplorasi tentang fenomena mengenai pengalaman menarche remaja perempuan. Peneliti pada tahap ini sebagai instrumen melalui proses wawancara mendalam. Langkah kedua, yaitu analisis dan dalam langkah ini peneliti mendengarkan deskripsi individu tentang pengalamannya dari hasil transkripsi kemudian mengidentifikasi esensi fenomena berdasarkan data yang diperoleh. Peneliti kemudian mengeksplorasi hubungan dan keterkaitan antara elemen-elemen tertentu yang ada dalam fenomena tersebut. Tahap ketiga adalah deskripsi, yang bertujuan untuk mengkomunikasikan unsur penting fenomena ke dalam uraian tertulis maupun lisan yang berbeda. Peneliti menguraikan laporan penelitian dalam bentuk narasi dengan didasarkan pada pengklarifikasian dan pengelompokkan pada tiap fenomena.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember tahun 2013 di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur. Tempat itu menjadi lokasi penelitian karena belum pernah dilakukan penelitian tentang pengalaman
(54)
menarche di daerah tersebut dan jumlah remaja perempuan usia 10-19 tahun di kelurahan Cakung Barat tahun 2013 pun cukup banyak, yaitu mencapai 8.126 orang.
C. Partisipan Penelitian
Pemilihan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Partisipan pada penelitian ini yaitu remaja perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, dengan kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Remaja perempuan yang berdomisili di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur
2. Memiliki pengalamanmenarcheminimal satu tahun 3. Bersedia menjadi partisipan
D. Instrumen Penelitian
Instrumen kunci dalam penelitian kualitatif ini yaitu peneliti sendiri dengan melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara mendalam.
(55)
E. Teknik Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2013. Peneliti melakukan wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara yang telah disiapkan sebelumnya. Pengumpulan data juga dilakukan peneliti menggunakan bantuan alat perekam, alat pencatat, dan membuat catatan lapangan saat wawancara berlangsung.
2. Proses Pengumpulan Data
a) Tahap Persiapan Pengumpulan Data
Rangkaian proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus izin penelitian kepada pihak-pihak terkait, seperti kepala kelurahan Cakung Barat.
2) Setelah mendapat persetujuan dari pihak kelurahan, peneliti menemui pihak RW 07 untuk menjelaskan bahwa peneliti ingin melakukan penelitian di tempat tersebut serta mendapatkan persetujuan dari pihak RW.
3) Setelah mendapat persetujuan dari pihak RW 07, peneliti turun ke lapangan dan mendata partisipan sesuai kriteria lalu melakukan penelitian kepada remaja perempuan yang bersedia menjadi partisipan dengan terlebih dahulu melakukaninform consent.
(56)
4) Peneliti melakukan wawancara mendalam kepada partisipan sesuai kesepakatan waktu dan tempat, setelah mendapat hasil rekaman wawancara mendalam, peneliti mentranskrip data yang diperoleh. b) Tahap Pelaksanaan Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada partisipan Wawancara mendalam (in-depth interview) secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara (Bungin, 2007). Pelaksanaan wawancara mengalir seperti dalam percakapan sehari-hari. Wawancara biasanya berjalan lama dan seringkali dilanjutkan pada kesempatan berikutnya (Moleong, 2010). Wawancara mendalam yang dilakukan peneliti kepada partisipan berlangsung selama sekitar 30-50 menit. Peneliti juga tidak hanya melakukan satu kali wawancara dan rata-rata peneliti melakukan wawancara kepada partisipan sebanyak 2-3 kali pertemuan. Peneliti saat melakukan wawancara memperhatikan proses pelaksanaan wawancara, seperti memperhatikan penampilan, memperkenalkan diri terlebih dahulu serta menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan peneliti dengan singkat dan jelas. Peneliti juga membuat kontrak waktu dan tempat sebelum memulai wawancara.
Kemampuan mendengar yang baik, akurat, dan tepat perlu peneliti kembangkan agar apa yang didengar secara tepat dapat
(57)
menunjang pemecahan masalah penelitian (Moleong, 2010). Beberapa hal yang juga perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai partisipan adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal (Saryono dan Anggraeni, 2010). Kemampuan yang dipersiapkan di atas dapat membuat partisipan lebih terbuka dan meningkatkan kepercayaannya untuk menceritakan pengalamanmenarchenya.
F. Keabsahan Data
Data yang peneliti peroleh dalam penelitian kualitatif perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengukur keabsahan data. Hal ini dikarenakan hal yang diuji validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif adalah datanya (Sugiyono, 2010). Data yang valid mengandung arti bahwa data yang dilaporkan peneliti sesuai dengan data yang memang ada pada obyek penelitian. Reliabilitas data berkaitan dengan konsistensi data yang diperoleh, di mana data yang didapat akan selalu sama hasilnya walaupun dilakukan oleh peneliti yang berbeda. Dengan demikian, keabsahan data dalam penelitian kualitatif penting diperhatikan agar mendapatkan hasil yang akurat dan obyektif. Uji keabsahan dalam penelitian kualitatif, meliputi:
1. Kredibilitas (Credibility)
Uji kredibilitas atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negatif, dan pengecekan anggota
(58)
(member check). Cara memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian menurut Saryono dan Anggraeni (2010), yaitu:
a) Memperpanjang masa pengamatan
Perpanjangan pengamatan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari partisipan serta untuk membangun kepercayaan para partisipan terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri. Perpanjangan pengamatan juga membuat peneliti dan partisipan semakin membentuk hubungan yang akrab, terbuka, dan saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi (Sugiyono, 2010).
b) Pengamatan yang terus menerus (persistent observation)
Pengamatan ini diperlukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c) Triangulasi
Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Denzin (1978) dalam Moleong (2010) membagi teknik triangulasi menjadi 4 macam, yaitu: menggunakan sumber, metode, penyidik, dan teori. Penggunaan triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data bila dibandingkan dengan satu pendekatan (Sugiyono, 2010).
(59)
d) Diskusi dengan teman sejawat (peer debriefing)
Diskusi dengan teman sejawat yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Rekan diskusi sebaiknya yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang yang dipersoalkan, terutama tentang isi maupun metodologinya (Moleong, 2010).
e) Mengadakan pengecekan anggota (member check)
Cara ini yaitu dengan menguji kemungkinan dugaan-dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian-pengujian untuk mengecek analisis, dengan mengaplikasikannya pada data serta dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data (Sugiyono, 2010). Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti data tersebut valid, tetapi jika data tidak disepakati pemberi data maka peneliti perlu melakukan diskusi pada pemberi data.
f) Analisis kasus negatif (negative casa analysis)
Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding (Moleong, 2010).
g) Pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks) Bahan referensi yang dimaksud adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti, seperti hasil
(60)
wawancara yang perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara (Sugiyono, 2010).
Uji kredibilitas yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara peer debriefing, dengan cara berdiskusi kepada orang yang berpengalaman terhadap isi dan metodologi penelitian, yaitu kepada pembimbing. Peneliti juga melakukan member check, di mana peneliti kembali ke lapangan dan melakukan konfirmasi atau klarifikasi terhadap data yang sudah diperoleh dengan menanyakan kembali kepada partisipan.
2. Transferabilitas (Transferability)
Uji ini mengandung arti bahwa data yang dilaporkan dapat diterapkan atau diberlakukan di tempat yang lain. Tempat lain tersebut juga harus memiliki karakter yang hampir sama dengan obyek penelitian sebelumnya (Lapau, 2012). Peneliti dalam melakukan uji transferabilitas harus memberikan uraiaan yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Dengan demikian pembaca dapat memutuskan dapat atau tidaknya untuk mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain. 3. Dependabilitas (Dependability)
Pengujian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Tata cara itu dilakukan oleh auditor atau pembimbing yang sudah ahli di bidangnya untuk mengaudit keseluruhan aktivitas penelitian dalam melakukan penelitian (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini, peneliti membuat transkrip data sesuai hasil wawancara mendalam. Peneliti juga menyediakan segala macam pencatatan yang
(61)
diperlukan dan bahan-bahan penelitian yang tersedia untuk dipelajari oleh pembimbing (auditor), dalam hal ini melibatkan pembimbing I dan II untuk mereview hasil penelitian.
4. Konfirmabilitas (Confirmability)
Pengujian ini disebut juga uji obyektivitas penelitian. Hasil penelitian dikatakan obyektif bila disepakati oleh banyak orang. Uji konfirmabilitas ini berarti menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses penelitian yang telah dilakukan (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini, hasil penelitian ditelusuri oleh pembimbing untuk memastikan bahwa hasil temuan sesuai dengan data, melihat derajat ketelitian peneliti, dan menelaah kegiatan peneliti dalam memeriksakan keabsahan data.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Colaizzi (1978). Langkah-langkah analisis data berdasarkan Colaizzi (1978) dalam Streubert dan Carpenter (2003), meliputi: 1. Peneliti mengorganisasikan data atau gambaran tentang fenomena yang
diteliti, yaitu mengenai pengalamanmenarcheremaja perempuan.
2. Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara kepada partisipan dan membuat transkrip dari hasil wawancara partisipan sesuai fenomena yang diteliti, yaitu mengenai pengalamanmenarcheremaja perempuan.
3. Peneliti membaca semua hasil transkrip partisipan secara berulang-ulang dari fenomena yang dialami partisipan, yakni mengenai pengalaman menarcheremaja perempuan.
(62)
4. Peneliti membaca transkrip kembali dan mencari pernyatan-pernyataan penting dari setiap pernyataan partisipan.
5. Peneliti menentukan makna dari setiap pernyataan penting dari semua partisipan.
6. Peneliti mengorganisasikan data yang terkumpul dan mengelompokkannya ke dalam suatu kelompok tema.
7. Peneliti menulis hasil secara keseluruhan ke dalam bentuk deskriptif secara lengkap, dengan melakukan analisis detail tentang perasaan partisipan dan perspektif yang terkandung dalam tema.
8. Peneliti kembali ke lapangan dan menanyakan partisipan kembali untuk validasi dari hasil deskripsi yang telah dibuat
9. Jika terdapat data baru selama dilakukannya validasi, peneliti akan menggabungkan data tersebut ke dalam deskripsi yang sudah dibuat peneliti.
(63)
Bagan 4.1. Teknik Analisis Data
Sumber: Colaizzi (1978) dalam Streubert dan Carpenter (2003) Menentukan makna dari setiap pernyataan
penting dari semua partisipan Membaca semua hasil transkrip partisipan
secara berulang-ulang
Mencari pernyataan-pernyataan penting dari setiap pernyataan partisipan
Menulis hasil secara keseluruhan ke dalam bentuk deskriptif secara lengkap Memiliki gambaran fenomena yang diteliti
secara jelas
Mengumpulkan data melalui wawancara dan membuat transkrip hasil wawancara dengan partisipan
Mengelompokkannya ke dalam suatu kelompok tema
Kembali ke partisipan untuk validasi data deskripsi yang dibuat
Jika terdapat data baru saat validasi, gabungkan data tersebut ke dalam deskripsi yang sudah dibuat
(64)
H. Etika Penelitian
Setiap penelitian harus menjunjung tinggi etika penelitian. Notoatmojdo (2010) mengemukakan prinsip dasar etika penelitian, meliputi : 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Prinsip ini mengedepankan pemberian penjelasan agar partisipan mengetahui maksud, tujuan, maupun manfaat penelitian. Peneliti meminta ijin terlebih dahulu untuk mendapatkan persetujuan partisipan (inform consent).
2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality)
Setiap individu memiliki hak privasi. dalam hal ini untuk menjaga kerahasiaan, peneliti akan merahasiakan identitas partisipan. Peneliti menggunakan inisial dalam penyajian data hasil penelitian.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice/inclusiveness)
Peneliti menjaga prinsip keadilan dengan memberikan perlakuan yang sama pada setiap partisipan dan tidak membeda-bedakan ras, suku, agama, dsb. Prinsip keterbukaan (inklusivitas) dilakukan peneliti dengan terbuka menjelaskan prosedur penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harm and benefits)
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat maupun partisipan sendiri. Peneliti juga perlu berusaha untuk meminimalkan dampak yang merugikan.
(65)
47
Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang “Pengalaman Menarchepada Remaja Perempuan di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur” yang telah dilakukan kepada enam partisipan melalui wawancara mendalam. Hasil wawancara kemudian diolah melalui proses analisis data sehingga ditemukan beberapa tema yang muncul. Hasil penelitian ini ditampilkan peneliti dengan mendeskripsikan tema-tema yang muncul dari hasil penelitian secara naratif dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut.
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Kecamatan Cakung merupakan kecamatan dengan urutan teratas yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu berjumlah 503.174 jiwa. Kecamatan ini memiliki 7 kelurahan dengan jumlah RW sebanyak 84 RW. Kelurahan Cakung Barat merupakan salah satu kelurahan yang berada di bawah naungan kecamatan Cakung. Kelurahan ini memiliki luas wilayah 612,43 Hektar. Jumlah penduduk di kelurahan Cakung Barat tahun 2013, yaitu sebanyak 66.083 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 21.393 KK. Kelurahan Cakung Barat terdiri dari 10 RW dan RW 07 merupakan salah satu RW dengan jumlah RT terbanyak dibandingkan RW lainnya, yaitu sebanyak 18 RT. Jumlah penduduk remaja perempuan (usia 10-19 tahun) di kelurahan Cakung Barat ini pun terbilang cukup banyak yaitu sebesar 8.256 jiwa (Laporan data kelurahan Cakung Barat, 2013).
(66)
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan yang bertempat tinggal di RW 07 kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur yang telah memiliki pengalaman menarche dengan karakteristik masing-masing partisipan yaitu:
Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan
Partisipan pertama (P1) berusia 16 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 SMK, suku Betawi, usia pertama kalimenarche13 tahun Partisipan kedua (P2) berusia 17 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 SMA, suku Batak, usia pertama kalimenarche12 tahun Partisipan ketiga (P3) berusia 16 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 SMA, suku Batak, usia pertama kalimenarche13 tahun Partisipan keempat (P4) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 MTs, suku Betawi, usia pertama kalimenarche9 tahun
Partisipan
Karakteristik Usia Agama Pendidikan
saat ini
Suku Bangsa
Usia menarche P1 16 tahun Islam Kelas 2 SMK Betawi 13 tahun P2 17 tahun Islam Kelas 2 SMA Batak 12 tahun P3 16 tahun Islam Kelas 2 SMA Batak 13 tahun P4 13 tahun Islam Kelas 2 Mts Betawi 9 tahun P5 13 tahun Islam Kelas 2 Mts Betawi 9 tahun P6 13 tahun Islam Kelas 2 Mts Jawa 12 tahun
(67)
Partisipan kelima (P5) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 MTs, suku Betawi, usia pertama kalimenarche9 tahun Partisipan keenam (P6) berusia 13 tahun, beragama Islam, pendidikan saat ini kelas 2 MTs, suku Jawa, usia pertama kalimenarche12 tahun
2. Hasil Analisis Tematik
Hasil analisis tematik mengidentifikasi sembilan tema pada penelitian ini. Berbagai tema yang didapat terkait pengalamanmenarche remaja perempuan, yaitu: 1) maknamenarchepada remaja perempuan, 2) dominasi perasaan remaja perempuan saat menarche, 3) kesiapan remaja perempuan saat menarche, 4) perubahan remaja perempuan setelah menarche, 5) ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche, 6) upaya remaja perempuan dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menarche, 7) dukungan remaja perempuan saat menarche, 8) perawatan diri remaja perempuan saat menstruasi, serta 9) mitos-mitos menstruasi yang menghantui remaja perempuan. Berikut penjelasan lebih rinci tentang tema-tema tersebut.
Tema 1. MaknaMenarchepada Remaja Perempuan
Makna menarche pada remaja perempuan cukup bervariasi. Masing-masing remaja memiliki pandangannya tersendiri tentang arti menarchebagi kehidupannya. Hasil wawancara mendalam kepada enam partisipan dalam penelitian ini menemukan makna menarche, yaitu 1) peristiwa keluarnya darah, 2) peristiwa menuju masa kedewasaan, 3) menjadi seorang perempuan dewasa, 4) tanda fertilitas, dan 5) tanda
(68)
mulai memikul dosa. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing makna:
a) Peristiwa keluarnya darah
Empat dari enam partisipan memaknai menarche sebagai peristiwa keluarnya darah. Adapun salah satu ungkapan dari partisipan yang mengalamimenarchedi usia 12 tahun, yakni sebagai berikut:
“...haid pertama itu ya pertama kali mengalami menstruasi… keluar darah, dari, dari situ, dari vagina...”(P2)
b) Peristiwa menuju masa kedewasaan
Semua partisipan berpendapat bahwa menarche merupakan peristiwa menuju masa kedewasaan. Partisipan mengungkapkan bahwa setelah mengalami menarche, merasa mulai menjadi orang dewasa karena sebelumnya menganggap bahwa diri mereka masih sebagai anak-anak, seperti yang diungkapkan partisipan berikut ini:
“...ngerasa kayak udah bener-bener kayak orang dewasa, kayak kita udah ngelewatin masa kanak-kanak, masa kanak-kanaknya itu emang bener-bener ditinggalin kayak mau maen ama anak kecil lagi aja kayaknya udah ngerasa ga pantes aja, kayaknya udah dewasa gitu...” (P2)
“Hmm, itu tanda-tanda mau dewasa kan jadi harus berubah… kan kalo, mungkin kalo belum itu (menstruasi) kan, hmm, masih kayak anak-anak terus kan setelah menstruasi kayak udah dewasa…”(P4) c) Menjadi seorang perempuan
Satu partisipan mengatakan bahwa ia merasa menjadi seorang perempuan setelah ia mengalami menarche. Hal ini seperti yang diungkapkan partisipan berusia 17 tahun pada ungkapan berikut ini: “…cuma tau aja, kalo Aku tuh udah bener-bener cewe cuman dulu Aku rada-rada kecowo-cowoan tomboy gimana gitu (tampak
(69)
tersenyum) terus pas udah ngerasa lain (menstruasi) kayaknya ya bener-bener cewe banget gitu…” (P2)
d) Tanda fertilitas
Dua dari enam partisipan mengatakan bahwa remaja perempuan memiliki risiko untuk hamil setelah mengalami menarche. Partisipan juga mengungkapkan bahwa hal itu terjadi akibat dari pergaulan yang bebas. Berikut adalah ungkapan partisipan:
“…setau Aku kalo udah haid itu, maksudnya kalo pergaulannya udah itu, bisa hamil gitu kan, soalnya kita udah haid, setau Aku kalo pergaulannya terlalu bebas gitu kan bisa hamil...” (P3)
“...biasanya sih harus jaga baik-baik gitu, jangan main-main yang bergaul sembarangan, nanti misalkan udah bergaul sembarangan takutnya hamil gitu...” (P6)
e) Tanda mulai memikul dosa
Lima dari enam partisipan mengungkapkan bahwa setelah mengalami menache, segala perbuatan dan dosa yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan oleh diri sendiri. Salah satu partisipan pun ada yang mengungkapkan bahwa sebelum menarche dosa ditanggung oleh orang tua namun setelah menarche segala sesuatunya akan ditanggung diri sendiri. Adapun pernyataan yang diungkapkan oleh partisipan terkait maknamenarcheini, yaitu:
“…udah nanggung jawab dosa sendiri, ga ditanggungjawabin lagi sama orang tua...” (P1)
“...kalo udah haid itu kan dosanya udah ditanggung sendiri jadi sholatnya ga boleh ditinggalin...” (P3)
“...haid ya tanda baligh seorang perempuan… kalo udah haid itu biasanya katanya sih dosanya kan udah nanggung sendiri…” (P5)
(70)
Tema 2. Dominasi Perasaan Remaja Perempuan saatMenarche Keadaan psikologis remaja perempuan saat mengalami menarche dihadapi dengan berbagai macam perasaan. Para partisipan penelitian ini mengungkapkan perasaannya saat menarche, didominasi dengan perasaan bingung, kaget, panik, takut, bad mood, dan hanya sebagian kecil yang merasa senang. Adapun ungkapan rinci partisipan sebagai berikut.
a) Merasa bingung
Lima dari enam partisipan menyatakan bahwa mereka merasa bingung saat mengalami menarche. Sebagian besar partisipan masih belum mengetahui apa yang harus dilakukannya pada saat itu. Berikut adalah beberapa ungkapan partisipan:
“…kok keluar kayak gini gitu, terus pas itu kan bingung juga tuh, terus kalo keluar kayak gini pake apa, gitu kan… ” (P3)
“...bingung hehe pertamanya… ya dikirain itu apaan, namanya juga anak kecil jadi dikiranya itu kayak apa ya, kan ada gumpalan darah gitu, kirain apa…” (P5)
b) Merasa kaget
Empat dari enam partisipan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa pada saat mengalami menarche, mereka merasa kaget, seperti yang diungkapkan partisipan berusia 16 tahun dengan pengalaman menarchenya 3 tahun yang lalu, yaitu:
“…terus tiba-tiba jam 9 eh jam setengah 9 lah bangun, terus abis itu kaget tiba-tiba keluar darah, ga tau kenapa...”(P1)
(71)
c) Merasa panik
Dua orang partisipan dalam penelitian ini merasa panik saat mengalamimenarchedan masih belum meyakini bawa dirinya sedang mengalamimenarche, seperti yang dikemukakan salah satu partisipan berusia 17 tahun, dengan ungkapan sebagai berikut:
“...pertama-tama itu kan ngerasa kayak... kayak ada yang keluar begitu aja terus ga tau itu apa, pas ke toilet pas mau berangkat sekolah kan langsung ke toilet, langsung kayak ada gitu kan, panik ya, terus langsung panik…”(P2)
d) Merasa takut
Empat dari enam partisipan menyebutkan bahwa mereka merasa takut saat menghadapi menarche. Salah satu dari partisipan merasa takut karena mengira jika darah yang keluar tersebut akibat adanya pendarahan atau luka di bagian dalam tubuhnya. Ungkapan yang diutarakan partisipan, antara lain:
“...perasaannya takut sih…” (P6)
“...takutnya tuh kayak yang pendarahan-pendarahan kayak gitu, takut luka dari dalemnya kan terus takut kayak apa ya namanya, kayak ga subur gitu lah (raut wajah tampak meringis), pokoknya takut ga subur gitu lah kesuburannya...” (P1)
e) MerasaBad mood
Semua partisipan mengemukakan bahwa saatmenarche, perasaanbad mood juga dirasakan partisipan sehingga membuat malas untuk beraktivitas. Partisipan cenderung memilih berdiam diri saja tanpa melakukan kegiatan apa-apa.
(1)
50 Ga pernah ngelakuin juga kalo double-doublegitu, cuman celananya dua
Memakai dua lapis celana √ √
51 Mama,
Yang sering ada di rumah, setiap pulang sekolah ada dia, setiap berangkat ada dia, merasa didampingilah
Dukungan emosional dari ibu
Dukungan emosional Dukungan Remaja Perempuan saatMenarche
√
52 Langsung nanya ke mama, ya dari pada dipendem-pendem sendiri mending cerita sama mama, malu (cerita ke ayah) karena dia cowo, cowo ga pernah ngalamin gitu-gitu
(2)
53 Kakak sepupu
Soalnya sih emang udah akrab jadi emang ceritanya lebih berani ke dia, emang sama dia juga udah deket, kalo ada apa-apa juga suka sama dia dibanding sama mama Aku, ga ada yang aku berani cerita selain dia
Dukungan emosional dari kakak sepupu
√
54 Sama teman,
Kayaknya kalo sama teman emang lebih bener, kita sama-sama baru tau juga kalo haid itu kayak
gimana, mungkin jadi kayak curhat gitu kan, dia juga kayak curhat ke saya, saya curhat ke dia
Dukungan emosional dari teman
√ √
55 Pas mama baru pulang,“Mama ini, kayaknya mens deh”, terus katanya, “yaudah ini pake, nih kayak gini caranya,”
Dukungan instrumental dari ibu
(3)
56 Pertama kali taunya itu (menstruasi) dari pelajaran
Dukungan informasional dari sekolah
Dukungan informasional √ √ √ √ √ √
57 Mama..
Diajarin tentang haid-haid gitu
Dukungan informasional dari ibu
√ 58 Mama,
Cara mandi wajibnya terus pakai pembalut
√ √ √ √
59 Sholatnya ga boleh ditinggalin, semuanya harus serba rajin ibadah
Dukungan informasional dari nenek
√ 60 Kakak sepupu,
cara pakai pembalut
Dukungan informasional dari kakak sepupu
√ 61 Diajarin (pasang pembalut) sama
encing
Dukungan informasional dari bibi
√ 62 Dari temen,
Nanya-nanya gitu sakit Aku ama dia sama ga sih
Dukungan informasional dari teman
√ √ √ √ √ √
63 Dari pengajian,
Setelah menstruasi, kalo dari agama dosanya udah ditanggung sendiri
Dukungan informasional dari pengajian
(4)
64 Mandinya ya pagi sama sore, kalo misalnya nembus, cuman ngebersihin sama ganti pembalut sama ganti daleman aja
Menjaga kebersihan tubuh Perawatan diri Remaja
Perempuan saat Menstruasi
√ √ √ √
65 Mungkin lebih bersih aja ya, pas udah haid itu rasanya mandi juga sering soalnya kalo haid ga enak kalo ga bersih
√ √
66 Pertama haid kayaknya jadi lama bersih-bersihnya, setengah jam hehe
√
67 Dijaga kebersihannya jangan terlalu kotor, kalo misalnya emang lagi bener-bener banyak ya bisa 4 kali ganti kali yah per hari atau ga 3 gitu
Menjaga kebersihan pembalut
(5)
68 Awal-awalnya sering banget ampe lima (ganti pembalut per hari), soalnya padahal baru sedikit tapi keluarnya udah banyak, pas terbiasa ternyata dikit, jadi sehari tiga kali normalnya
√
69 Ga boleh gunting kuku kalo lagi mens terus ga boleh nyisir-nyisir malem-malem depan kaca takut kali ada yang ngikut-ngikut gitu, hantu
Tidak boleh menggunting kuku dan menyisir rambut malam hari di depan kaca saat menstruasi
Mitos-mitos Menstruasi yang Menghantui Remaja
Perempuan
√ √
70 Kalo orang haid ga boleh buang pembalut kalo belum dicuci, ntar darahnya diituin ama makhluk-makhluk
Tidak boleh membuang pembalut sebelum dicuci saat sedang menstruasi
√ √ √
71 Setau aku kalo lagi haid dari orang-orang, ga boleh tidur siang, katanya nanti darahnya naik semua ke pembuluh mata
Tidak boleh tidur siang saat sedang menstruasi karena darahnya akan naik semua ke pembuluh mata
(6)
72 Minum-minuman bersoda-soda lebih banyak keluarin darahnya dan bisa sering ganti (pembalut)
Minum soda banyak membuat darah menstruasi keluar banyak
√ √
73 Katanya kalo jempolnya diinjek pasti kalo kena nanti bakal haid
Jika jempol kaki seseorang diinjak teman yang sedang menstruasi maka orang itu akan ikut menstruasi juga
√ √ √ √
74 Kalo buang airnya ga bersih bisa dijilat setan
Jika buang air tidak bersih saat haid nanti dijilat setan