Model Perilaku Petani Padi yang Berwawasan Lingkungan untuk Menjamin Kemandirian Pangan Kasus Jawa Barat

i

MODEL PERILAKU PETANI PADI
YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
UNTUK MENJAMIN KEMANDIRIAN PANGAN
KASUS JAWA BARAT

FIFI DIANA THAMRIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Dipersembahkan untuk yang TERCINTA:

Orangtuaku:
Papa Drs. Thamrin Talud (Alm)
Mama Dra. Hj. Yulinar Noer
Suamiku:
Indra Bachtiar, Ph.D

Anakku:
Ataya Dzaki Rizqullah
Kakakku:
Dr. Eng. Rendy Thamrin, ST, MT
Temmy Thamrin, SS, M.Hum
Kakak Iparku:
dr. Hj. Arina Widya Murni, SpPD-KPsi, FINASIM
Maulid Hariri Gani, SS, M.Hum
serta
Keponakan-keponakan tersayang:
Nurul Hanifah (Cemara Fam’s)
Abdul Aziz Hidayat
Jasmine Nadhira
Alif Nugraha Hariri (Aussie Fam’s)
Putra Andhika Hariri
Aisyah Ayunindhita Hariri

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Model Perilaku Petani

Padi yang Berwawasan Lingkungan untuk Menjamin Kemandirian Pangan Kasus
Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, 14 Juli 2014

Fifi Diana Thamrin
NRP P062090161

RINGKASAN
FIFI DIANA THAMRIN.
Model Perilaku Petani Padi yang Berwawasan
Lingkungan untuk Menjamin Kemandirian Pangan Kasus Jawa Barat. Dibimbing
oleh RIZAL SJARIEF, BUNASOR SANIM, dan HARI WIJAYANTO.
Jawa Barat merupakan salah satu Propinsi yang potensial di Indonesia dalam

usahatani padi. Tiga tahun terakhir (2010-12) luas panen, produksi dan produktifitas
usahatani ini mengalami fluktuasi. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadinya
fluktuasi produksi yang kemungkinan disebabkan oleh penggunaan lahan yang sudah
berkurang atau perubahan perilaku petani. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perilaku petani padi di Jawa Barat khususnya yang berwawasan lingkungan, dalam
rangka mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Penelitian
dilaksanakan di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Cianjur serta Kabupaten Tasikmalaya
dan Kabupaten Subang. Lokasi penelitian dipilih secara purposive dengan
pertimbangan metodologis dan geografis.
Responden diambil secara acak (stratified random sampling) dengan margin
error sekitar 6,5 persen dari jumlah populasi rumah tangga petani padi di Jawa Barat.
Untuk menganalisis perilaku petani digunakan analisis deskriptif, analisis Thurstone
dan analisis Trend serta pengujian model dengan Regresi Logistik. Jenis varietas
yang umum digunakan di Jawa Barat adalah Ciherang (91,9 persen), IR 64 (4,5
persen) dan Situ Bagendit (3,7 persen).
Dilihat dari analisis trend Perilaku Pemupukan, kecenderungan petani lebih
banyak menggunakan pupuk organik untuk masa yang akan datang dibandingkan
dengan pupuk anorganik. Sedangkan untuk Perilaku Pengendalian Hama Penyakit
Tanaman, kecendrungan petani menggunakan dosis yang lebih rendah mempunyai
trend yang meningkat, sedangkan untuk dosis yang lebih besar relatif menurun.

Dapat disimpulkan, Perilaku petani dalam Pembenihan secara tidak langsung
sudah berwawasan lingkungan. Secara umum perilaku petani dalam pemupukan dan
pengendalian terhadap hama penyakit tanaman di Jawa Barat sudah mempunyai
pemikiran yang baik terhadap dampak penggunaan dosis terhadap lingkungan.
Kata kunci: Kebijakan, Lingkungan, Model Regresi Logistik, Perilaku petani padi,
Thurstone.

SUMMARY
FIFI DIANA THAMRIN.
The Model Behavior of Rice Farmer that has
Environmental Visions to Ensure the Independence Food, Case of West Java.
Supervised by: RIZAL SJARIEF, BUNASOR SANIM, and HARI WIJAYANTO.
West Java is one of the potential provinces in rice farming in Indonesia. For
the last three years (2010-12) harvested area, production and productivity of this
farming fluctuated. This is one of the indications that there is a fluctuation in
production due to reducing of land usage or the changing of farmer behavior. This
study aims to analyze the behavior of rice farmers in West Java particularly the
farmers who have the environmental vision, in order to realize the sustainable
agricultural development. This research was conducted in three-research areas
Cianjur, Tasikmalaya, and Subang district in West Java. The research locations were

selected purposively by considering the methodological and geographical aspects.
Respondents were chosen randomly (stratified random sampling) with a margin
of error is about 6.5 percent of the total household population of rice farmers in West
Java. To analyze the farmer’s behavior, it used descriptive analysis, Thurstone
analysis and trend analysis as well as testing with logistic regression models. The
types of rice, which commonly used in West Java is Ciherang (91.9 percent), IR 64
(4.5 percent), and Situ Bagendit (3.7 percent).
Viewing from the trend of Behavior Fertilization, there is a high tendency of
farmers for using organic fertilizers in the future time compared with the using of an
inorganic fertilizer. However, for Behavior Control Plant Diseases, the tendency of
farmers using a lower dose increased, while the usage of the larger doses are
relatively decreased.
It can be concluded that the farmer’s behavior in seedling are shown that they
have environmental vision indirectly. In general, the behavior of farmers in fertilizing
and pest control of crops in West Java has already had a good vision to the
environmental impact in using the dose.
Keywords: Policy, Environment, Logistic Regression Model, Behavior of rice
farmers, Thurstone.

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

MODEL PERILAKU PETANI PADI
YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN
UNTUK MENJAMIN KEMANDIRIAN PANGAN
KASUS JAWA BARAT

FIFI DIANA THAMRIN

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup:
1.

Dr. Ir. Hariyadi, MS
Departemen Agronomi
Fakultas Pertanian, IPB

2.

Dr. Ir. Achyar Ismail, M.Ec
Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB

Penguji pada Ujian Terbuka:

1.

Dr. Ir. I. Ketut Kariyasa, M.Si
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor

2.

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MS
Departemen Manajemen Hutan
Fakultas Kehutanan, IPB

Judul Disertasi

: Model Perilaku Petani Padi yang Berwawasan
Lingkungan untuk Menjamin Kemandirian Pangan Kasus
Jawa Barat

Nama


: Fifi Diana Thamrin

NRP

: P062090161

Program Studi

: Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui oleh
1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief, DESS
Ketua

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc
Anggota

Dr. Ir. Hari Wijayanto, MS

Anggota

Diketahui oleh
2. Ketua Program Studi
Pengelolaan SDA dan Lingkungan

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Ujian: 14 Juli 2014

Tanggal Lulus: 10 September

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya maka penulisan disertasi ini dapat diselesaikan pada waktunya, setelah
melalui proses perbaikan intensif dalam berbagai tahapan penulisan. Disertasi ini

membahas model perilaku petani padi yang berwawasan lingkungan serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku petani baik pada waktu
pemilihan benih, pemupukan dan pada saat pengendalian Hama Penyakit Tanaman,
oleh karena itu, disertasi ini diberi judul “Model Perilaku Petani Padi yang
Berwawasan Lingkungan untuk Menjamin Kemandirian Pangan Kasus Jawa Barat”.
Penulisan disertasi ini dapat tercapai atas dukungan berbagai pihak. Untuk itu,
penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief
DESS selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan yang intensif,
serta Prof (R) Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc dan Dr. Ir. Hari Wijayanto, MS selaku
anggota komisi pembimbing atas arahan, saran, dan koreksi yang sangat bermanfaat
sehingga disertasi ini menjadi lebih bermakna. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada:
1.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (SPs-IPB) dan Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc selaku Sekretaris
Program Doktor SPs-IPB.
2.
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam; Prof. Dr. Ir. Sumardjo, MS dan Dr. Ir. Sri Mulatsih selaku
penguji pada ujian prelim 2; Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Dr. Ir. Achyar Ismail,
M.Ec selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup; serta Dr. Ir. I. Ketut
Kariyasa, M.Si dan Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MS selaku penguji luar
komisi pada ujian terbuka atas kritik, saran, dan koreksi yang sangat berharga.
3.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas kesempatan tugas belajar
dan dukungan finansial yang diberikan sehingga penulis dapat menempuh
pendidikan lanjut ini.
4.
Teman-teman mahasiswa S3 Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
(PSL) atas kebersamaan selama masa perkuliahan.
5.
Seluruh staf sekretariat PSL atas bantuan selama masa perkuliahan sampai
selesainya disertasi ini.
Disertasi ini merupakan hasil karya dari upaya terbaik Penulis, namun
tentunya masih dapat ditemukan kekurangannya. Oleh karena itu, masukan
konstruktif dari pembaca adalah merupakan bagian integral untuk penyempurnaan
karya ini. Terlepas dari segala kekurangan yang ada, semoga disertasi ini dapat
memberikan manfaat.
Bogor, 14 Juli 2014

Fifi Diana Thamrin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1.

2.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pikir
Hipotesis
Kebaruan Penelitian (Novelty)

1
4
4
5
5
6
7

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Model
Perilaku Petani
Perilaku Ekologi (Lingkungan)
Perilaku Ekonomi
Perilaku Sosial
Aspek Lingkungan
Pangan
Definisi Pangan
Ketahanan Pangan
Kemandirian Pangan
Kedaulatan Pangan
Keamanan Pangan
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Penelitian Terdahulu

9
9
9
10
10
10
11
11
11
12
12
12
12
13

METODOLOGI PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis

15
15

4.

PROFIL PETANI PADI DI JAWA BARAT

19

5.

PROFIL USAHATANI PADI DI JAWA BARAT
Aspek Produksi
Aspek Teknis
Sumber Informasi
Jarak Tanam
Penggunaan Benih

22
23
23
24
26

PERILAKU PETANI PADI DI JAWA BARAT
Perilaku Pemilihan Benih
Perilaku Pemupukan

27
31

3.

6.

Perilaku Pengendalian Hama Penyakit Tanaman
7.

35

ASPEK LINGKUNGAN
Pemilihan Benih
Pemilihan Pestisida
Upaya Pengamanan Pangan
Kebijakan dan Kaidah Penggunaan Pestisida

39
40
40
42

8.

PROFIL KELEMBAGAAN PETANI PADI DI JAWA BARAT

45

9.

PRIORITAS KEBIJAKAN
Kebijakan Subsidi Benih
Kebijakan Subsidi Pupuk
Kebijakan Penyuluhan Pertanian

48
49
50

10. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kesimpulan
Rekomendasi Kebijakan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

51
51
53
57

DAFTAR TABEL
1

Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Padi di Jawa Barat

1

2

Jenis Kelamin

19

3

Pendidikan Formal

19

4

Keanggotaan Perkumpulan Usahatani Sejenis (Padi)

19

5

Status Kepemilikan Lahan yang Diusahakan (yang Utama)

20

6

Alasan Melakukan Usahatani Padi

21

7

Sumber Kredit/Bantuan yang Pernah Diterima

22

8

Jenis Bantuan/Kredit yang Diperoleh

22

9

Prospek Usahatani 5 Tahun Mendatang

23

10

Produksi Usahatani Padi per Tahun

23

11

Sumber Informasi Pengetahuan Budidaya Padi

23

12

Media Sumber Informasi Budidaya Padi

24

13

Sumber benih padi

24

14

Informasi Jarak Tanam yang digunakan

25

15

Jumlah benih yang digunakan per Ha

26

16

Jenis varietas yang umum digunakan berdasarkan Kabupaten

27

17

Pilihan varietas berdasarkan Prioritas

29

18

Informasi harga benih yang digunakan

29

19

Tingkat kepentingan pemilihan benih sebagai Faktor Penentu
Keputusan Berusahatani

30

20

Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi Aspek
Ekonomi Petani dalam Pemilihan Benih

30

21

Faktor Penentu dalam Pemilihan Pupuk

31

22

Tingkat Kepentingan Pemilihan Pupuk Sebagai Faktor Penentu
Keputusan Berusahatani

33

23

Model Regresi Logistik faktor yang memengaruhi Aspek Ekonomi
petani dalam Pemilihan Pupuk

34

24

Model Regresi Logistik Faktor yang Memengaruhi Aspek Ekologi
Petani dalam Pemilihan Pupuk

35

25

Faktor yang Memengaruhi Pemilihan Pestisida

35

26

Kriteria Pemilihan Pestisida Merupakan Faktor Penentu Bagi
Keputusan Usahatani Padi

37

27

Model Regresi Logistik faktor yang memengaruhi Aspek
Ekonomi Petani dalam Pemilihan Pestisida

37

28

Model Regresi Logistik faktor-faktor yang memengaruhi Aspek
Ekologi petani dalam Pemilihan Pestisida

38

29

Informasi Adanya Pembinaan dalam Usahatani

45

30

Pendapat Kekondusifan Kebijakan Pemerintah dalam Menjalankan
Usahatani

45

31

Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan
Subsidi Benih

49

32

Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan
Subsidi Pupuk

50

33

Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan
Penyuluhan Pertanian

50

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka Pemikiran Model Perilaku Petani Padi

6

2

Kerangka Segitiga Konsep Pembangunan Berkelanjutan

13

3

Ilustrasi Status Penguasaan Lahan di Pedesaan

20

4

Analisis Thurstone Alasan Petani melakukan Usahatani Padi

21

5

Faktor Penentu Pemilihan Benih

27

6

Diagram Pohon Pilihan Varietas berdasarkan Prioritas

28

7

Faktor Penentu Pemilihan Pupuk

31

8

Analisis Trend Penggunaan Pupuk Organik

32

9

Analisis Trend Penggunaan Pupuk Anorganik

33

10 Analisis Thurstone Penentu Pemilihan Pestisida

36

11 Analisis Trend Penentu Pemilihan Pestisida

36

12 Prioritas Kebijakan Usahatani Padi

47

13 Analisis Thurstone Prioritas Kebijakan Usahatani Padi

48

DAFTAR LAMPIRAN
1. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Aspek Ekonomi Petani dalam Pemilihan Benih

58

2. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Aspek Ekonomi Petani dalam Pemilihan Pupuk

59

3. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Aspek Ekologi Petani dalam Pemilihan Pupuk

60

4. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Aspek Ekonomi Petani dalam Pemilihan Pestisida

61

5. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Aspek Ekologi Petani dalam Pemilihan Pestisida

62

6. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Kebijakan Subsidi Benih

63

7. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Kebijakan Subsidi Pupuk

64

8. Model Regresi Logistik Faktor-faktor yang Memengaruhi
Kebijakan Penyuluhan Pertanian

65

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Faktor perilaku dari petani padi sangat memengaruhi dalam ketersediaan
beras. Petani tidak mudah untuk menerima hal yang baru (inovasi) dengan beralih
dari budidaya padi konvensional yang sudah melekat pada diri petani sejak lama,
termasuk perubahan peraturan yang berdampak menurunnya pembinaan
masyarakat tani dalam berusahatani. Aktivitas sosialisasi, pelatihan dan
pendidikan untuk merubah pola pikir, perilaku petani, dan kegiatan yang memiliki
pedoman yang jelas sangat berpengaruh terhadap produktivitas.
Setelah beberapa dasawarsa Indonesia selalu sebagai negara pengimpor
beras, dan pada akhir pelita III, yaitu tepatnya tahun 1984 swasembada beras
dapat dicapai. Salah satu kuncinya adalah penyediaan input modern, di mana
penggunaan teknologi modern yang dikenal dengan “Revolusi Hijau” dapat
memecahkan masalah kekurangan produksi pangan. Akan tetapi revolusi hijau
itu sendiri mendapat kritik dalam hal kerusakan lingkungan, terabaikannya
teknologi lokal dan kelembagaan lokal, disamping munculnya masalah
pemerataan dan kemiskinan (Widodo, 2001).
Jawa Barat merupakan salah satu Propinsi yang potensial di Indonesia
dalam usahatani padi, akan tetapi 3 (tiga) tahun terakhir luas panen, produktivitas
dan produksi padi ini mengalami fluktuasi. Periode 3 (tiga) tahun terakhir (2010 2012), luas panen, produktivitas dan produksi padi di Jawa Barat memperlihatkan
trend yang paling menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (Tabel 1) (BPS
Jawa Barat, 2013).
Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Padi di Jawa Barat
Luas Panen
Produktivitas
Produksi
Tahun
(Ha)
(Ku/Ha)
(Ton)
2010
2.037.657
57,60
11.737.070
2011
1.964.466
59,22
11.633.891
2012
1.918.799
58,74
11.271.861
Sumber : BPS Jawa Barat, 2013
Menurut Setyawati (2012), dinamika produksi padi di Indonesia terjadi dari
tahun 1970-2011 dan juga menunjukkan adanya perlambatan peningkatan areal
panen yang dipicu dari turunnya areal panen padi sawah yaitu sekitar 7
persen/tahun. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa terjadinya fluktuasi
produksi kemungkinan disebabkan oleh penggunaan lahan yang sudah berkurang
(konversi lahan), alih fungsi lahan atau perubahan perilaku petani sehingga
diperlukan suatu usaha agar dapat terus mempertahankan produktivitas padi yang
tinggi yang pernah dicapai sebelumnya, atau bahkan meningkatkannya jika
mungkin.
Data BPS (2004) menunjukkan bahwa laju konversi lahan semakin tidak
terkendali, di mana laju alih fungsi lahan pertanian dari lahan sawah ke non sawah
sebesar 187.720 ha per tahun. Laju konversi lahan yang tidak terkendali ini sangat
erat kaitannya dengan ketahanan pangan serta kemandirian pangan. Menurut
Sitorus et al. (2007) hilangnya lahan sawah akan menyebabkan hilang juga nilai
manfaat dari fungsi lahan sawah lainnya, seperti hilangnya nilai ekologi lahan

2

sawah, di mana lahan sawah dapat menyimpan air hujan; hilangnya nilai ekonomi
lahan sawah, dengan alih fungsi lahan sawah satu hektar saja akan menyebabkan
hilangnya pendapatan petani sebesar Rp. 2,3 juta per musim tanam, kemudian
hilangnya nilai sosial budaya lahan sawah, yang akan menyebabkan retaknya
hubungan sosial di antara masyarakat pedesaan seperti antara pemilik lahan
dengan buruh tani.
Disamping itu menurut Saragih (2003), tantangan terbesar dalam
pembangunan pertanian di Indonesia adalah adanya kecenderungan menurunnya
minat petani untuk bertanam komoditas pangan (termasuk padi). Hal ini
disebabkan karena rendahnya produktivitas dan daya saing komoditi tanaman
pangan yang diusahakan tersebut. Di sisi lain sumber daya alam terus menurun
sehingga perlu diupayakan untuk tetap dijaga kelestariannya. Demikian pula
dengan usahatani padi, agar usahatani padi dapat berkesinambungan dan
berkelanjutan, maka perlu perhatian khusus terhadap keberlanjutannya. Perilaku
petani padi sangat terkait dengan faktor lingkungan sehingga budidaya padi dan
lingkungan sama-sama mempunyai peran penting.
Pentingnya isu lingkungan ini terlihat dari beberapa penelitian seperti yang
telah dilakukan oleh Wahyuni (2010), mengenai perilaku petani bawang merah
dalam penggunaan dan penanganan pestisida serta dampaknya terhadap
lingkungan, menyatakan bahwa perilaku petani dalam penggunaan dan
penanganan pestisida dan kemasannya masih sangat buruk. Perilaku buruk
ditemui pada semua tahapan-tahapan penanganan pestisida, yaitu mulai dari tahap
pemilihan jenis pestisida, penyimpanan pestisida, praktek penyemprotan di
lapangan sampai pada tahap pembuangan bekas pestisida.
Apabila perilaku petani tidak memperhatikan aspek lingkungan maka
pembangunan pertanian tidak akan bisa dinyatakan berkelanjutan. Pembangunan
pertanian berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi (profit), ekologi
(planet) dan sosial (people) bersifat berkelanjutan (Srageldin, 1996 dalam Dahuri,
1998). Berkelanjutan secara ekonomi berarti suatu kegiatan pembangunan harus
dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi
mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan integritas
ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumber daya
alam. Sementara itu berkelanjutan secara sosial, mensyaratkan bahwa suatu
kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil
pembangunan, mobilitas sosial, pengembangan kelembagaan dan individu.
Dengan memperhatikan 2P saja (misalkan profit dan planet) tidaklah cukup untuk
mewujudkan pembangunan berkelanjutan, oleh sebab itu pilar people (dalam
penelitian ini adalah perilaku petani) mempunyai peranan yang sangat penting
untuk mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
Kurt Lewin (1951) dalam Azwar (2000) merumuskan suatu model
hubungan perilaku yang menyatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi
karakteristik dari individu (P) dan lingkungan (E), yang dinotasikan menjadi
B = f (P,E). Karakteristik individu meliputi berbagai faktor seperti motif, nilainilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan
kemudian berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan
perilaku si petani tersebut.
Selain faktor lingkungan, perilaku petani juga sangat dipengaruhi oleh
kebijakan yang ada. Banyak petani akhirnya alih fungsi lahan akibat kebijakan

3

yang belum efektif di tingkat petani. Schmitz et al. (2009), menyatakan bahwa
aspek anggaran merupakan salah satu hal yang sangat relevan untuk dijadikan
sebagai bahan koreksi terhadap strategi kebijakan pembangunan sektor pertanian
di Indonesia. Dari berbagai kebijakan subsidi dalam pelaksanaannya tidak
semuanya memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan seperti kebijakan
subsidi pupuk dan bantuan benih unggul gratis dalam pelaksanaannya masih
sering timbul masalah, seperti (i) pupuk bersubsidi sering diberitakan sulit
diperoleh pada saat dibutuhkan petani dan kalaupun ada di pasaran harganya di
atas harga eceran tertinggi (HET); dan (ii) benih gratis kualitasnya beragam dan
pendistribusiannya tidak tepat waktu, sehingga banyak kasus ditemukan bantuan
benih digunakan untuk konsumsi, dan dalam banyak kasus anggaran yang
disediakan tidak terserap seluruhnya.
Selain permasalahan kebijakan subsidi, menurut Benjamin dan Drajem
(2008) peningkatan harga komoditas pertanian juga sangat berperan terhadap
perubahan kebijakan yang ada di sebuah negara. FAO (2008) sebagai lembaga
yang menangani masalah pertanian dan pangan dunia sudah mulai resah sejak
beberapa tahun terakhir mencermati perkembangan harga bahan pangan yang
terus meningkat. Berbagai analisis telah dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab peningkatan harga bahan pangan, seperti perubahan iklim akibat
pemanasan global yang telah mengakibatkan perubahan iklim ekstrem di berbagai
belahan dunia dan kondisi ini berpengaruh terhadap peningkatan produksi
komoditas pertanian dunia. Perubahan iklim telah menimbulkan periode musim
hujan dan musim kemarau yang makin kacau, sehingga pola tanam dan estimasi
produksi pertanian, persediaan stok pangan menjadi sulit di prediksi secara baik.
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan
bahwa setiap kenaikan suhu udara 2 derajat Celsius, akan menurunkan produksi
pertanian sebesar 30 persen pada Tahun 2050 (khususnya di negara Cina dan
Bangladesh). Dalam laporan berjudul “Stern Review on the Economic of Climate
Change”, Nicholas Stern (2006) mengemukakan risiko ekonomi, sosial, dan
lingkungan tentang dampak pemanasan global. Perubahan iklim bahkan telah
dianggap sebagai salah satu kontributor pada laju eskalasi harga pangan dan
pertanian saat ini, karena telah mengakibatkan gangguan besar pada sistem
produksi pangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis perilaku petani padi di Jawa Barat khususnya yang berwawasan
lingkungan, untuk menjamin kemandirian pangan dalam mewujudkan
pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Hal ini bertujuan untuk dapat
merumuskan suatu rekomendasi kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan petani padi di Jawa Barat. Responden petani dalam penelitian ini di
bagi atas dua kategori (masing-masing kabupaten), yaitu Kategori 1, petani yang
konsisten menanam padi dan Kategori 2, petani yang berganti-ganti komoditas.
Pembedaan kategori ditujukan untuk menelaah apakah ada perbedaan persepsi
antar kedua kategori petani, selanjutnya perilaku usahatani padi ini akan di
analisis berdasarkan tiga perilaku yaitu perilaku petani pemilihan benih, perilaku
pemilihan pupuk dan perilaku pengendalian Hama Penyakit Tanaman (HPT).
Pemilihan ketiga perilaku ini berdasarkan perilaku petani yang paling dekat
hubungannya dengan aspek lingkungan.

4

Dengan mengadopsi metoda Chernoff (1973), penelitian ini dapat
diilustrasikan sebagai kondisi di sebuah wilayah yang ditunjukkan oleh Chernoff
Face, di mana bentuk muka menggambarkan kondisi pangan di sebuah wilayah
saat ini. Bentuk muka akan tersenyum seketika kondisi pangan di sebuah wilayah
dalam kondisi baik dan dapat dinikmati oleh semua masyarakat di wilayah
tersebut. Bentuk muka sedih menunjukkan kondisi pangan yang sudah mulai
mengkhawatirkan masyarakat, yang tentunya akan mengancam kemandirian
pangan di wilayah tersebut.
Dalam penelitian ini pertanyaan penting yang perlu disampaikan adalah,
bagaimana nantinya negara ini apabila semua petani sebagai pelaku agribisnis
lama kelamaan meninggalkan pola tanamnya akibat kebijakan yang tidak tepat
dan beralih kepada komoditas pangan lainnya? Bagaimanakah kondisi lingkungan
kita sepuluh tahun ke depan apabila perilaku petani dalam menanam komoditas
padi tidak memperhatikan aspek lingkungan? Dari ide inilah maka dirasa perlu
mengangkat topik dengan judul penelitian: Model Perilaku Petani Padi yang
Berwawasan Lingkungan untuk Menjamin Kemandirian Pangan Kasus
Jawa Barat. Model Perilaku Petani ini nantinya dapat digunakan sebagai basis
informasi bagi berbagai pemangku kepentingan untuk mencetuskan kebijakan
yang tepat. Selanjutnya dapat disusun perumusan masalah, tujuan dan kerangka
pikir penelitian.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana perilaku petani dalam menanam padi terutama yang terkait
dengan perilaku pemilihan benih, pemupukan, dan pengendalian hama
penyakit tanaman.
2. Bagaimana perilaku kelompok petani yang dapat menjamin atau mendukung
kemandirian pangan di Jawa Barat.
3. Apakah kebijakan yang sudah berjalan sudah efektif di tingkat petani.
4. Bagaimana perilaku petani yang tidak memikirkan faktor lingkungan seperti
konversi lahan dan penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan dosis yang
seharusnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk membentuk (prototype)
Model perilaku petani dalam usahatani padi yang berwawasan lingkungan
untuk menjamin kemandirian pangan di Jawa Barat. Adapun tujuan khusus
dari penelitian ini adalah :
1.
Memotret perilaku petani 5 – 10 tahun terakhir.
2.
Menganalisis trend perilaku petani 5 - 10 tahun yang akan datang.
3.
Merekomendasikan dan merumuskan kebijakan yang efektif di tingkat
petani.

5

Manfaat Penelitian

1.

2.
3.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
Bagi pemerintah, sebagai alat penunjang keputusan untuk menetapkan
kebijakan dalam menyikapi dan menghadapi perilaku petani dalam
menanam komoditas pangan khususnya padi untuk menjamin kemandirian
pangan.
Bagi petani, sebagai informasi dalam usahatani padi terkait perilaku yang
berwawasan lingkungan.
Bagi peneliti, sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan tentang
perilaku usahatani padi.
Kerangka Pikir

Perilaku petani padi di Indonesia menunjukkan bahwa petani belum terlalu
peduli kepada aspek lingkungan. Terjadinya fluktuasi luas panen dan produksi
menyebabkan kekhawatiran pada pasokan pangan untuk beberapa tahun ke depan.
Interaksi berbagai macam faktor perubahan iklim serta respons tindakan
yang dilakukan petani (perilaku petani) dan pengambil kebijakan pertanian akan
sangat menentukan masa depan pertanian Indonesia serta tingkat penghidupan
masyarakat dan tingkat kesejahteraan bangsa. Kebijakan yang sudah berjalan
menunjukkan bahwa belum efektifnya kebijakan pertanian di level petani,
sehingga seketika pemerintah memberikan subsidi ataupun bantuan kepada petani
tidak akan terlalu membawa perubahan yang berarti kepada petani itu sendiri yang
dikhawatirkan nantinya akan sangat memengaruhi perilaku petani terhadap minat
bertanam padi.
Selain itu, perilaku petani erat kaitannya terhadap lingkungan, perilaku
yang tidak tepat akan berakibat kepada berkurangnya luas panen, dan menurunkan
produksi dan produktivitas, yang secara langsung akan berpengaruh terhadap tiga
pilar pertanian berkelanjutan, yaitu ekologi (planet), ekonomi (profit) dan sosial
(people). Ketiga pilar harus berjalan beriringan, apabila pilar tersebut tidak
berjalan beriringan maka pembangunan pertanian yang berkelanjutan tidak akan
terwujud. Dari ketiga pilar inipun bisa dilihat bagaimana cerminan dan potret
perilaku petani kita saat ini, oleh sebab itu dengan menganalisis tiga perilaku
petani yang erat kaitannya dengan lingkungan (pembenihan, pemupukan dan
pengendalian HPT) maka diharapkan nantinya muncul prototype model perilaku
petani yang berbasis lingkungan sebagai rekomendasi terhadap kebijakan yang
tepat dan efektif di tingkat petani (Gambar 1).

6

PERILAKU PETANI
(10 TAHUN TERAKHIR)

FLUKTUASI LUAS PANEN,
PRODUKTIVITAS DAN
PRODUKSI TANAMAN
PADI

FAKTOR LINGKUNGAN
TIDAK DIPERHATIKAN

EKOLOGI

KEBIJAKAN YANG SUDAH
DIJALANKAN DI
TINGKAT PETANI BELUM
TEPAT SASARAN

SOSIAL
EKONOMI

POTRET PERILAKU PETANI
(SAAT INI)

ASPEK BUDIDAYA

ASPEK NON BUDIDAYA
PERAN PENYULUH PERTANIAN

PEMILIHAN BENIH
PEMUPUKAN

PERAN KELEMBAGAAN

PENGENDALIAN HPT

KEBIJAKAN TERKAIT UT PADI

MODEL PERILAKU PETANI PADI
YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN UNTUK MENJAMIN
KEMANDIRIAN PANGAN KASUS JAWA BARAT

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Model Perilaku Petani Padi

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah perilaku petani saat ini belum
mempertimbangkan/mempedulikan aspek lingkungan terutama yang terkait
dengan produksi pertanian.

7

Kebaruan Penelitian (Novelty)
Penulisan disertasi selayaknya menghasilkan suatu kebaruan dalam
beberapa hal, seperti metode analisis, ruang lingkup penelitian dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini memiliki kebaruan sebagai berikut:
1.
Perilaku petani yang di analisis pada level mikro (lingkungan usahatani),
yaitu:
a. Perilaku pemilihan benih.
b. Perilaku pemilihan pupuk.
c. Perilaku pengendalian HPT.
2.
Perilaku petani digabungkan pembahasannya pada level makro yaitu
rekomendasi kebijakan pangan dengan pendekatan data secara a) ex post
dan b) ex ante yang terkait pada kemandirian pangan di Jawa Barat.
3.
Perhatian utama dalam penelitian ini adalah untuk melihat potret petani saat
ini dan kecendrungan perilaku petani untuk beberapa tahun yang akan
datang berdasarkan tingkat kepentingan atau prioritas yang di rasa sangat
penting.

8

Halaman ini sengaja dikosongkan

9

2. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Model
Secara umum model didefinisikan sebagai suatu representasi atau
formalisasi dalam bahasa tertentu (yang disepakati) dari suatu sistem nyata
(Simatupang, 1995). Sistem nyata adalah sistem yang sedang berlangsung dalam
kehidupan, sistem yang dijadikan titik perhatian dan dipermasalahkan. Dengan
demikian, pemodelan adalah proses membangun sebuah model dari suatu sistem
nyata.
Muhammadi et al. (2001) menyatakan bahwa dalam menghasilkan model
yang bersifat sistemik ada beberapa langkah yang harus ditempuh yaitu: (1)
identifikasi proses yang menghasilkan kejadian nyata, (2) identifikasi kejadian
yang diinginkan, (3) identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan,
(4) identifikasi dinamika menutup kesenjangan dan (5) analisis kebijakan. Model
dapat dinyatakan baik bila kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap
gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil. Hasil simulasi yang
sudah di validasi tersebut digunakan untuk memahami perilaku gejala atau proses
serta kecenderungan di masa depan, yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi
pengambil keputusan untuk merumuskan suatu kebijakan di masa mendatang.
Selain itu Forrester (2002) mendefinisikan model sebagai sebuah rencana,
representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep,
yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa
model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan), atau
rumusan matematis.
Perilaku Petani
Perilaku petani adalah proses dan aktivitas ketika seorang petani
berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta
pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Perilaku petani merupakan hal-hal yang mendasari petani untuk membuat
keputusan penanaman (Mar‟at, 1984).
Perilaku Lingkungan (Ekologi)
Menurut Sarwono (1993), masalah lingkungan adalah persoalan-persoalan
yang timbul sebagai akibat dari berbagai gejala alam. Dalam artian, masalah
lingkungan adalah sesuatu yang melekat pada lingkungan itu sendiri dan sudah
ada sejak alam semesta ini, khususnya bumi dan segala isinya diciptakan oleh
Tuhan yang Maha Kuasa. Masalah lingkungan ini menjadi makin serius karena
dalam memanfaatkan lingkungan alam untuk kepentingannya sendiri, manusia
yang bertambah canggih kemampuannya itu, bertambah pula jumlahnya sehingga
kurang memperhatikan kepentingan alam itu sendiri. Kecemasan ini makin lama
makin besar karena akhirnya manusia sendirilah yang akan menanggung
akibatnya serta menderita oleh kerusakan alam tersebut. Misalkan, penggunaan air
tanah yang sewenang-wenang akan menyebabkan perembesan air laut ke daratan
hingga pada akhirnya menyulitkan penduduk untuk memperoleh air bersih. Semua

10

itu akhirnya akan menurunkan kualitas hidup manusia, mempersulit diperolehnya
pangan, makin terbatasnya lahan yang layak untuk tempat hunian manusia.
Dalam hubungan pembangunan yang berwawasan lingkungan inilah peranan
tingkah laku manusia menjadi sangat penting. Berbeda dengan makhluk-makhluk
yang lain yang lebih banyak dipengaruhi oleh alam, manusia mampu
memengaruhi alam. Oleh karena itu dalam hubungan manusia dengan alamnya,
manusia dimungkinkan untuk menjadi titik sentral perkembangan lingkungan.
Perilaku Ekonomi
Menurut Wibowo (2002), sifat rasional yang diperkenalkan oleh ekonom
neo klasik penekanannya pada asumsi bahwa manusia adalah agen rasional yang
dalam aktivitas ekonomi hanya berorientasi pada memaksimalkan kegunaan atau
kebahagiaan. Sifat rasional ini mempunyai ciri sebagai berikut, pertama,
memperhitungkan untung-rugi. Kedua, mementingkan keuntungan diri sendiri.
Ketiga, memberikan hasil yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang
sekecil-kecilnya. Namun ada kritik-kritik yang mengatakan bahwa self interested
tidak selalu mengacu pada kepentingan diri sendiri tetapi ada juga kepentingan
lain yang lebih menyangkut kepentingan orang lain (the other interest). Hal ini
juga akan membongkar tentang anggapan bahwa manusia homo economicus
selalu mengharapkan untung yang besar (utility maximizer).
Perilaku Sosial
Menurut Ibrahim (2001), perilaku sosial adalah suasana saling
ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia,
sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri
pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari
orang lain. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam
suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut
mampu bekerjasama, saling menghormati, tidak menggangu hak orang lain,
toleran dalam hidup bermasyarakat.
Aspek Lingkungan
ICRAF (2012) menyatakan bahwa pemanasan global merupakan gejala
dari adanya pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tidak berkelanjutan.
Pemanasan global menyebabkan munculnya kekhawatiran dunia, karena
dampaknya terhadap kehidupan dan kondisi bentang lahan dari semua negara baik
bagi negara penghasil (emisi) gas rumah kaca (GRK) maupun bukan. Indonesia
merupakan salah satu negara emitor GRK terutama berasal dari pembakaran hutan
dan pengeringan gambut, sehingga Indonesia menjadi salah satu bagian dari solusi
pengurangan pemanasan global.
IPCC (2007) telah memberikan banyak bukti kuat secara ilmiah bahwa
iklim global telah berubah pada tingkatan yang cukup besar sepanjang sejarah
geologi. Perubahan tersebut terjadi karena adanya peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca (GRK) di atmosfer, terutama tersusun dari gas-gas CO2, CH4 dan
N2O. Akhir-akhir ini terjadi peningkatan emisi gas CO2 di atmosfer, yang dulunya

11

tersimpan dalam berbagai bahan organik dan kalsium karbonat (CaCO3), tetapi
sekarang terlepas ke atmosfer melalui penggunaan bahan bakar fossil dan
penambangan semen. Sekitar 20 persen dari total peningkatan GRK disebabkan
oleh emisi CO2 ke atmosfer lewat pembakaran.
Adanya peningkatan suhu bumi karena efek rumah kaca, secara cepat akan
menyebabkan peningkatan CO2 dan CH4 pada zona boreal (zona dekat kutub
utara) dan penurunan kapasitas serapan dari lautan dan atmosfer. Indonesia akan
terkena dampak perubahan iklim, tetapi juga akan termasuk dalam salah satu
daftar Negara yang bertanggung jawab terhadap pemanasan global. Pemanasan
global dapat diartikan sebagai „gejala kelebihan‟ yaitu suatu gejala pembangunan
yang tidak berkelanjutan, yang pelaksanaannya menggunakan energi melebihi
ketersediaannya di alam. Planet bumi hanya memiliki 1.8 ha lahan untuk
digunakan per orang, sedang pada tingkat global rata-rata penggunaannya sudah
mencapai 2.2 ha.
Pada tingkat global, pengaturan penggunaan sumber daya alam pada
tingkat yang berkelanjutan harus mempertimbangkan 2 pemicu emisi GRK yaitu:
(a) Penggunaan bahan bakar minyak yang secara langsung berhubungan dengan
gaya hidup perkotaan dan (b) emisi yang berhubungan dengan adanya alih guna
lahan.
Pangan
Definisi pangan
Menurut UU No. 18 Tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.
Pangan sangat berkaitan dengan keberlangsungan hidup manusia.
Kurangnya ketersediaan pangan yang mencukupi kebutuhan masyarakat dalam
suatu negara akan mengakibatkan menurunnya kesejahteraan hidup, penyakit,
kelaparan, bahkan bencana. Selain itu, peringatan akan perubahan kondisi iklim
global telah mengganggu pertumbuhan harga pangan sehingga terjadi potensi
kenaikan harga pada beberapa komoditas. Bahkan beberapa lembaga internasional
telah memberikan peringatan dini tentang adanya fluktuasi harga pangan,
sehingga, ketahanan pangan (food security), kemandirian pangan (food self-help),
dan kedaulatan pangan (food souverenity) nasional penting untuk digalakkan.
Ketahanan Pangan (Food security)
Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan,
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif,
dan produktif secara berkelanjutan.

12

Kemandirian Pangan (Food self-help)
Kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka
ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan
yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber
daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Kedaulatan Pangan (Food souverenity)
Hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan
yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi
masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber
daya lokal.
Keamanan Pangan (Food safety)
Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain
yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga
aman untuk dikonsumsi (UU No. 18 Tahun 2012).
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Istilah pembangunan berkelanjutan sering disebut “sustainable
development” diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (strategi
konservasi dunia) diterbitkan oleh United Nations Environment Programme
(UNEP) pada tahun 1980. Konferensi PBB mengenai lingkungan dan
pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development UNCED) yang diselenggarakan di Rio de Janeiro Tahun 1992 telah menetapkan
prinsip-prinsip dasar dan program aksi untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan. Kemudian KTT Johannesburg selain mencanangkan kembali
komitmen politik seluruh lapisan masyarakat internasional, juga telah meletakkan
dasar-dasar yang patut dijadikan acuan dalam melaksanakan pembangunan
berkelanjutan di semua tingkatan dan sektor atau aspek pembangunan.
Sejak awal 1980-an bertepatan dengan dikeluarkannya Dokumen Strategi
Konservasi Bumi (World Conservation Strategy) oleh IUCN (International
Union for the Conservation of Nature), telah banyak dimunculkan berbagai
definisi tentang pembangunan berkelanjutan oleh para pakar maupun organisasi
keilmuan. Namun definisi yang secara umum di terima oleh masyarakat
internasional adalah definisi yang di susun oleh Bruntland Commission, yakni
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau
merusak kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(WCED, 1987 dalam Dahuri, 1998).
Menurut Kerangka Segitiga Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Gambar
2), suatu kegiatan pembangunan (termasuk pertanian dan agribisnis) dinyatakan
berkelanjutan, jika kegiatan tersebut secara ekonomis, ekologis dan sosial bersifat
berkelanjutan (Srageldin, 1996 dalam Dahuri, 1998). Berkelanjutan secara

13

ekonomis berarti suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan
pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital (capital maintenance) dan
penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara
ekologis mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan
integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumber
daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). Sementara itu
berkelanjutan secara sosial, mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan
hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas
sosial, dan pengembangan kelembagaan. Dengan perkataan lain, konsep pertanian
berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan. yaitu: keberlanjutan
usaha ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people), dan
keberlanjutan ekologi alam (planet).

Gambar 2. Kerangka Segitiga Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Sumber: Serageldin and Steer, 1994 dalam Dahuri, 1998

Penelitian Terdahulu
Penelitian terkait perilaku petani telah banyak dilakukan, namun untuk
analisis yang menggabungkan antara perilaku petani dengan lingkungan usahatani
(level mikro) dengan kebijakan (secara makro) belum banyak dilakukan.
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan perilaku petani dalam
penggunaan lahan, Pratiwi (1992), meneliti mengenai perilaku petani dalam
mengelola lahan pertanian di kawasan rawan bencana longsor, menghasilkan
perilaku petani dalam mengelola lahan pertanian miliknya sebagian besar masih
tergolong rendah atau perilaku petani yang tidak berwawasan lingkungan yaitu
sebanyak 60 persen petani, dan sebanyak 40 persen petani tergolong dalam
perilaku petani yang berwawasan lingkungan. Faktor yang memiliki pengaruh
nyata terhadap perilaku petani dalam mengelola lahan pertanian adalah umur
petani, lama bertani dan keikutsertaan petani dalam mengikuti penyuluhan
pertanian. Sedangkan faktor yang tidak memiliki pengaruh nyata terhadap

14

perilaku petani adalah tingkat pendidikan petani dan pengetahuan petani tentang
kawasan rawan bencana longsor.
Setiawan (2007) meneliti mengenai perubahan perilaku petani dalam
menerapkan Sistem Budidaya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
sebelum terjadi kegagalan dan kerugian ada baiknya perlu dilakukan perbaikan
dalam sistem budidaya dengan lebih mengedepankan konsep kealaman dan
berbasis kearifan lokal melalui pemanfaatan dan pengelolaan alam dengan tetap
menjaga kelestariannya, serta dalam mengelola lahan harus berorientasi pada
produktivitas, stabilitas, kemerataan dan keberlanjutan. Untuk mewujudkan hal
tersebut, perlu adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengubah perilaku dan
juga perlu dukungan dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Penelitian terkait perilaku petani dalam penggunaan pestisida dilakukan oleh
Ozkan, ILE (1992). Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa rata-rata petani
menggunakan pestisida melebihi dosis yang dianjurkan dalam skala luas. Dalam
setiap kali aplikasi jumlah pestisida yang digunakan selalu lebih besar dari dosis
yang dianjurkan. Darmawan (1994) menganalisis sosial ekonomi penggunaan
pestisida dalam usahatani padi, memberikan hasil bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi penggunaan pestisida membuktikan bahwa pendidikan Sekolah
Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) telah berhasil membina petani
dalam pengurangan penggunaan pestisida, dan penggunaan pestisida terkait
langsung dengan harapan pendapatan dari usahatani.

15

3. METODOLOGI PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Barat dengan tiga Kabupaten
terpilih, yaitu Kabupaten Cianjur (Kecamatan Cugenang, Ciranjang dan Karang
Tengah); Kabupaten Subang (Kecamatan Ciasem, Cipeundey dan Cibogo) dan
Kabupaten Tasikmalaya (Kecamatan Kadipaten, Singaparna dan Sukaratu).
Lokasi penelitian di pilih secara purposive dengan pertimbangan metodologis dan
geografis. Responden di ambil secara acak (stratified random sampling) dengan
margin error sekitar 6,5 persen dari jumlah populasi rumah tangga petani padi di
Jawa Barat yaitu 2.321.878 KK. Dengan menggunakan rumus Slovin, total
responden berjumlah 246 responden. Responden pada masing-masing kabupaten
di bagi atas dua kategori yaitu kategori 1, petani yang konsisten bertanam padi
yaitu sebanyak 72 orang responden dan kategori 2, petani yang berganti-ganti
komoditas padi sebanyak 174 orang responden. Adapun teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: (i) Pengumpulan data dengan
metode survei melalui daftar kuesioner; dan (ii) wawancara mendalam (in-depth
interview).
Metode Analisis
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data di analisis secara kualitatif dan kuantitatif dan di olah dengan
menggunakan analisis deskriptif, analisis Thurstone, analisis Trend dan model
Regresi Logistik.
Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran umum perilaku
petani padi di Jawa Barat serta deskripsi awal untuk analisis berikutnya. Analisis
Thurstone digunakan untuk menilai peringkat suatu atribut dan mengukur
seberapa besar perbedaan kepentingan suatu atribut terhadap atribut lainnya.
Dengan analisis Thurstone akan mendapatkan skala yang menggambarkan
perbedaan tingkat kepentingannya. Selain itu prinsip dasar dan kelebihan metoda
Thurstone ini adalah dapat mentransformasi data dari skala ordinal menjadi
interval agar relevan dalam melakukan interpretasi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis Thurstone adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan analisis deskriptif untuk melihat profil responden.
2. Menganalisis data menggunakan metode Thurstone.
Metode Thurstone pertama kali dikemukakan oleh seorang psikolog
bernama Louise Leon Thurstone. L. L, dengan persamaan sebagai berikut:

:
:
:



nilai skala psikologis dari atribut i
nilai skala psikologis dari atribut j
nilai dari tabel normal baku yang sesuai dengan proporsi
penilaian pi j .
Jika pi j lebih dari 0.5, maka xij bernilai positif,

16

r

:
:
:

Jika pi j kurang dari 0.5, maka xij bernilai negatif
dispersi diskriminal dari atribut i
dispersi diskriminal dari atribut j
korelasi antara simpangan diskriminal dari atribut i dan
atribut j pada penilaian yang sama

Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengelompokkan data berdasarkan jenis kelamin dan kondisi sosial
ekonomi responden.
b. Menghitung matriks frekuensi (
, yaitu dengan menjumlahkan skor
seluruh pengamatan perbandingan dengan aturan sebagai berikut:
{

c. Menghitung matriks proporsi ( ), yaitu dengan membagi setiap unsur
matriks frekuensi dengan jumlah responden.

d. Mentransformasi setiap unsur matriks proporsi menjadi nilai normal baku
( ).
e. Mengurutkan kolom matriks Z dari kolom dengan rataan terkecil hingga
terbesar.
f. Menghitung selisih rataan antar kolom terdekat.
g. Menghitung nilai skala tiap atribut, yaitu dengan nilai skala awal nol dan
nilai skala berikutnya merupakan kumulatif dari nilai skala sebelumnya.
Untuk melihat kecendrungan ke depan (sustainability) dari perilaku petani
padi ini digunakan analisis trend seperti fungsi linear di bawah ini (Bandura):
:
dan (
fungsi linear untuk dua titik (
Keterangan:
: nilai amatan pertama pada sumbu (tahun)
: nilai amatan pertama pada sumbu (nilai dosis)
: nilai amatan kedua pada sumbu (tahun)
: nilai amatan kedua pada sumbu (nilai dosis)
Sedangkan untuk menguji faktor yang berpengaruh terhadap perilaku petani
padi dan kebijakan digunakan model Regresi Logistik terutama untuk melihat
faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam perilaku pemilihan benih, perilaku
pemilihan pupuk, perilaku pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman dan
kebijakan yang sudah berjalan. Model regresi logistik dapat dilihat seperti di
bawah ini (Beins 2012):

 x  

exp  0  1 x1  ...   p x p 

1  ex